BAB 1 Posisi Ilmu Pengetahuan

advertisement
BAB I
POSISI ILMU KEPERAWATAN DALAM ILMU ISLAM
Standar Kompetensi
Setelah membaca bab ini mahasiswa diharapkan :
1.
Menjelaskan Perintah Membaca (Iqra) dalam Islam
2.
Menjelaskan Tentang Kebenaran Al-Qur’an dalam Tinjauan Teori Ilmiah
3.
Menjelaskan dan dapat memotivasi tentang Mencari Ilmu
A. Perintah Membaca (Iqra’)
Wahyu turun untuk pertamakali dan membuka wahyu-wahyu yang lain
adalah perintah membaca. Secara idiologis wahyu perintah membaca menjadi
falsafah dasar. Falsafah berasal dari bahasa Arab. Padanan dalam bahasa Indonesia
diucapkan filsafat. Kata ini berasal dari bahasa Yunani philos yang berarti cinta dan
sophos yang berarti kebijaksanaan (wisdom). Yang dimaksud kebijaksanaan di sini
adalah kebenaran. Artinya, filsafat adalah cinta kebenaran. Orang yang cinta
kebenaran disebut filosof. Ketika kata ‘falsafah’ dirangkai dengan kata ‘dasar’dan
menjadi ungkapan ‘falsafah dasar’, kebenaran yang dimaksudkan adalah kebenaran
dasar, yaitu kebenaran yang tidak perlu dibuktikan (untestable trust) karena sudah
demikian jelasnya, tidak bisa diingkari lagi seperti ‘sebagian lebih kecil daripada
keseluruhan’; permulaan segala sesuatu adalah Yang Ada Yang sekaligus Esa, semua
berasal dari Yang Esa, dan tidak mungkin dari kekosongan’.
Alquran sebagai sesuatu yang benar bagi setiap orang Islam adalah sesuatu
yang benar mutlak, tanpa tawar, harga mati, dan tidak ada keraguan. Dengan
demikian, kebenaran Alquran tidak perlu diuji (untestable - Muslim A.Kadir, 2003 :
5,10). Karena kebenaran Alquran tidak perlu diuji, bahkan tidak dapat diuji, maka
sikap setiap muslim terhadap Alquran adalah beriman kepadanya. Iman berbeda dari
percaya. Kepercayaan tidak meniscayakan konsekuensi eskatologis seperti dosa,
siksa kubur, atau siksa neraka atau yang sejenisnya, iman mengandung hal itu. Orang
tidak beriman sesuai ajaran Alquran akan mendapatkan siksa kubur maupun siksa
akhirat. Di dunia, orang yang tidak beriman dikategorikan kafir (ateis) atau yang
2
sejenisnya. Dengan demikian yang dimaksud ungkapan ‘falsafah dasar iqra’ adalah
setiap orang Islam mesti beriman secara penuh tanpa ada ruang sekecil apapun
keraguan bahwa ia harus membaca, sebagai respon terhadap perintah membaca:
‘iqra’ (bacalah). Kebenaran perintah membaca didasarkan pada iman. Implikasi lebih
lanjut, bagi yang mau membaca berarti beriman, dan bagi yang tidak membaca
berarti tidak beriman.
Buah orang yang mau membaca adalah memperoleh pengetahuan. Semakin
banyak membaca, semakin banyak memperoleh pengtahuan. Orang yang memiliki
pengetahuan banyak, di lingkungan masyarakatnya disebut sebagai ‘alim. Semakin
banyak ilmu seorang ‘alim disebut ‘allamah.komunitas orang-orang ‘alim disebut
‘ulama’. Karena falsafah dasar dalam Islam adalah iqra’ (bacalah), maka kebenaran
asasi dalam Islam menghendaki bahwa setiap umat Islam seharusnya menjadi orang
yang rajin membaca, harus menjadi orang ‘alim, dan harus menjadi ‘allamah.
Mengaku dirinya sebagai seorang muslim, tetapi tidak atau malas membaca berarti
mengingkari diri akan keislamannya, atau ia ogah-ogahan, bahkan melecehkan
dirinya sendiri akan keislamannya.
Karakter iman sejati adalah rajin membaca. Kemunafikan atau kekufuran
terjadi karena ketidakmauan membaca. Pernyataan ini semakin jelas karena wahyu
pertama dalam Islam yang diturunkan oleh Allah adalah perintah membaca itu
sendiri. Demikian Allah berfirmsan:
‫اقراء باسم ربك الذى خلق خلق االنسان من علق اقراء وربك اال كرم الذى علم با لقلم علم‬
‫االسان ما لم يعلم‬
Artinya
Bacalah dengan (menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha
Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (Q.S. al-‘Alaq/96:l-5).
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa starting point orang beragama dalam
Islam secara legal bukan hanya syahadad, melainkan juga kesadaran mau membaca
(qara’a, iqra’) sekaligus. Dengan demikian antara kredo syahadad dan kesadaran
membaca ibarat sekeping mata uang yang tanpak dari dua sisi dan keduanya tidak
mungkin dapat dipisahkan. Hanya syahadad saja tanpa kesediaan membaca berarti
3
mengingkari Islam dan mengingkari dirinya sendiri; dan hanya membaca tanpa
syahadad jelas-jelas ia kafir (ateis). Masuk Islam sejati secara resmi membaca
syahadad sekaligus disertai kesadaran dan komitmen untuk mau membaca.
1. Objek Bacaan
Berdasarkan wahyu pertama yang turun tersebut di atas yang harus dibaca
adalah ma> khalaqa, yaitu sesuatu yang Allah telah ciptakan atau disebut juga
makhluk (ciptaan). Ciptaan Allah ada dua macam: tertulis, yaitu kitab suci
Alquran, dan yang tidak tertulis, yaitu alam semesta seisinya, termasuk di
dalamnya adalah hukum-hukum yang berlaku di dalamnya. Secara tradisional
akademik objek bacaan tertulis disebut ayat qur’aniyyah dan objek bacaan yang
tidak tertulis disebut ayat kauniyyah (Rahmat, l988 : l9). Secara praktis ayat
qur’aniyyah mengandung pengertian membaca setiap huruf, kata, dan kalimat
yang termaktub dalam kitab suci al-Qur’an al-Karim, dan membaca ayat
kauniyyah adalah membaca setiap fenomena atau gejala alam semesta.
Tercakup dalam pengertian membaca (qara’a, iqra’) sebgaimana dijelaskan
ayat-ayat qur’aniyyah yang turun sesudah ayat pertama itu antara lain (terambil
dari kata dasar):
a. Nadhara-yandhuru (dalam bahasa Indonesia menjadi nalar) yang secara
praktis berarti meneliti secara cermat dan berulang-ulang sehingga dapat
ditemukan hakikat pengertiannya dan kegunaannya dalam kehidupan,
umpama:
‫افال ينظرون الى اال بل كيف خلقت و الى السماء كيف رفعت والى الجبال كيف نصبت‬
‫والى االرض كيف سطحت‬
Artinya
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan ?
Dan langit bagaimana ia ditinggikan ? dan gunung-gunung bagaimana ia
ditegakkan ? dan bumi bagaiamana ia dihamparkan ? (Q.S. al-Ghasyiyah/88 :
17-20).
Ayat tersebut Secara eksplisit menjelaskan bahwa manusia supaya
melakukan nadhar (menalar) terhadap unta, terhadap langit, terhadap gunung,
dan terhadap bumi. Penunjukan objek-objek nadhar ini dapat dipahami
4
sebagai contoh yang realisasinya adalah petunjuk untuk melakukan nadhar
terhadap fenomena apa saja yang ada di alam semesta ini.
b. Tafakkara-yatafakkaru
Kegiatan berpikir mesti menghasilkan sesuatu pengertian, dan orang
hanya bisa berpikir setelah ia memperoleh rangsangan baik dari luar melalui
potensi indra maupun rangsangan dari dalam diri. Secara lugas dan terangterangan Allah memerintah kita untuk melakukan kegiatan berpikir untuk
meningkatkan kualitas hidup supaya lebih baik dan selamat baik di dunia
maupun di akhirat. Sekurang-kurangnya l8 kali Alquran memerintahkan
supaya kita melakukan berpikir yang lafal nya
menggunakan kata yang
berakar dari kata fakkara,yafkaru, fikran. Contoh perintah ini adalah:
‫ثم كلى من كل الثمرات فاسلكى سبل ربك ذلال يخرج من بطونها شراب الوانه فيه شفاء‬
‫للناس ان فى ذالك الية لقوم يتفكرون‬
Artinya
Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah
jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar
minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya. Di dalamnya terdapat
obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya, pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Tuhan) bagi orang-orang yang
memikirkannya (Q.S. an-Nahl/16:69).
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa sesuatu yang keluar dari
perut lebah ternyata menjadi obat bagi manusia. Setelah dibuktikan melalui
ilmu kedokteran, ilmu nutrisi, ilmu teknologi pangan, ilmu analis kesehatan,
sebagai rispon dalam bentuk memikirkannya ternyata benar adanya bahwa
obat itu adalah madu dan berfungsi sebagai obat dari banyak macam
penyakit.
c. ‘Aqala
Dari kata ‘aqala dapat diturunkan kata ‘aqal, yang padanan kata
dalam bahasa Indonesia ‘akal’. Secara praktis akal bisa dikatakan potensi
yang aktualisasinya berpikir, mengingat, menghayal, dan yang sejenisnya.
Tigapuluh satu kali Alquran menyebut berbagai kata yang berakar dari kata
‘aqala (‘aqalu, ya’qilu, ta’qilu, ya’qilun, ta’qilun dan yang sejenisnya) yang
jika dipahami mengandung petunjuk “ siapa saja yang mau mengaktifkan
5
akal untuk kepentingan dirinya akan membawa manfaat dan keselamatan, dan
siapa yang tidak melakukannya atas peringatan itu akan berakibat celaka.
Berikut ini contoh mengaktifkan akal terhadap peringatan Allah supaya kita
memikirkan aneka macam tanaman yang kemudian menjadi rizki bagi kita:
‫ومن ثمرات النخيل واالعنا ب تتخذ ون منه سكرا ورزقا حسنا ان فى ذالك الية لقوم‬
‫يعقلون‬
Artinya
Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan
dan rizki yang baik, sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebenaran Allah) bagi orang yang memikirkan (Q.S. anNahk/l6 : 67).
Berikut ini contoh orang yang tidak mau mengaktifkan akal untuk
berpikir dan berakibat celaka di kemudiannya:
‫وقالوا لو كنا نسمع او نعقل ما كنا فى ا صحاب السعير‬
Artinya
Dan mereka berkata “sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan
(peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka
yang menyala-nyala (Q.S. al-Mulk/67 : l0).
d. ‘ibrah (pelajaran)
Sembilan kali Allah memerintahkan kita supaya pandai-pandai
mengambil pelajaran di balik berbagai peristiwa (‘Abd al-Baqi,[t.th.] : 565)
umpama supaya kita mengambil pelajaran mengenai keberadaan binatang
ternak. Dari situ justru kita minum air susunya. Allah berfirman:
‫وان لكم فى االنعام لعبرة نسقيكم مما فى بطونه من بين فرث ودم لبنا خالصا شائغا‬
‫للشاربين‬
Artinya
Dan sesungguhnya pada binatang ternak terdapat pelajaran bagi kamu. Kami
memeberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu
yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang yang
meminumnya (Q.S. an-Nahl/l6 : 66).
e. Ra’a (melihat)
Pengertian ra’a secara praktis adalah melihat sesuatu fenomena,
peristiwa atau hal disertai memikirkannya secara cermat, hati-hati, dan
6
waspada. Berbagai kata jadian yang diturunkan dari kata ra’a, umpama yara,
tara, nara, yaran, taran, naran, dan masih banyak lagi disebut dalam
Alquran sebanyak 328 kali (‘Abd al-Baqi, [t.th.]: 356-362), umumnya orang
akan menyesal karena tidak mau melakukan perintah Allah untuk ra’a karena
pasti berakibat fatal, contoh:
‫الم يروا كم اهلكنا من قبلهم من قرن مكنهم فى االرض مالم نمكن لكم وارسلنا السماء‬
‫عليهم مدرارا وجعلنا االنهار تجرى من تحتهم فاهلكناهم بذنوبهم وانشاء نا من بعدهم‬
‫قرنا اخرين‬
Artinya
Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi
yang telah kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi) itu telah Kami
teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum
pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas
mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka,
kemudian Kami benasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami
ciptakan sesudah mereka generasi yang lain (Q.S. al-An’am/6 : 6).
f. Faqiha
Kata yang dapat diturunkan dari kata faqiha antara lain yafqahu,
tafqahu yang secara umum berarti memahami, paham, mengerti dan yang
sejenisnya disebut dalam Alquran sebanyak 20 kali, yang menandakan bahwa
umat Islam harus senantiasa memahami, mengerti diri dan lingkungan di
mana ia berada, termasuk dari mana ia berasal dan akan ke mana ia pergi dari
kehidupan ini kalau ia ingin hidup selamat. Ayat berikut memberikan
penjelasan bagaimana manusia berada dalam keadaan hidup di dunia ini:
‫وهو الذى انشاكم من نفس واحدة فسستقر ومستودع قد فصلنا االيات لقوم يفقهون‬
Artinya
Dan Dialah yang menciptakan kamu dari seorang diri, maka (bagimu) ada
tempat tetap dan tempat simpanan. Sesungguhnya telah Kami jelaskan tandatanda kebesaran Kami kepada orang-orang yang mengetahui (Q.S. alAn’am/6 : 98).
g. Fahima
Satu kali Allah menyebut kata fahima dengan pengertian ‘mengerti’,
yaitu pada:
‫ففهمنها سليمن وكال اتيناحكما وعلما وسخرنا مع داود الجبال ويسبحنا والطير وكنا‬
7
‫فاعلين‬
Artinya
Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum(
yang lebih tepat), dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan
hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burungburung, semua bertasbih bersama Dawud. Dan Kamilah yang melakukannya
(Q.S. al-Anbiya/21 : 79).
h. ’Alima
Dari kata ‘alima dapat diturunkan antara lain kata al-‘ilm (ilmu).
Berbagai turunan dari kata ‘alima (ya’lamu, ta’lamu, na’lamu, ta’lamun,
ya’lamun, i’lamu, ‘allama, dan yang sejenisnya) disebut sebanyak 749 kali
dalam Alquran yang secara keseluruhan berbicara soal pengetahuan atau
ilmu, termasuk mengajar, mengajarkan, dan yang mengetahui atau berilmu
(‘Abd al-Baqi,[t.th.] : 596-609).Contoh penggunaan kata ‘alima dalam
Alquran adalah sebagai berikut
‫اقراء باسم ربك الذى خلق خلق االنسان من علق اقراء وربك االكرم الذى علم بالقلم علم‬
‫االنسان ما لم يعلم‬
Artinya
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacala, dan Tuhanmu Yang maha
mulia. Yang mengajar kepada (manusia) dengan perantaraan qalam. Yang
mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya (Q.S. al-‘Alaq/96 : 1-5)
i. Ulul Alba>b
Ulul Alba>b berarti orang yang berakal. Alquran menyebut kata ini
sebanyak 13 kali (‘Abd al-Baqi,[t.th.] : 126-127). Orang-orang yang
mengindahkan petunjuk atau peringatan Allah disebut ulul alba>b, sedang
yang tidak mengacuhkannya disebut orang yang tidak berakal, meskipun
memiliki rasio. Rasio berbeda dari akal. Rasio hanya bercirikan logis, sedang
akal di samping logis juga mengandung keimanan. Ayat berikut menyebutkan
bahwa hanya ulul alba>b saja yang dapat mengambil pelajaran atas firman
Allah. Orang kafir, betapapun jenius tetap tidak berakal (ulul albab):
‫ان فى خلق السماوات واالرض واختال ف الليل و النهار اليات الولى االلباب‬
Artinya
8
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi yang orang-orang yang berakal
(Q.S. Ali Imran/3 : l90).
j. Ulil Absha>r
Empat kali kata ulil absha>r
disebut dalam Alquran, yaitu: Ali
Imran/l3: l3; an-Nur/24 : 44; Shad/38 : 45; dan al-Hasyr/59 : 2 dengan
pengertian sama dengan pengertian ulul alba>b. Hanya saja intensitas hasil
pengetahuan yang didapat lebih mendalam, lebih luas, dan lebih komrehensif
karena pengetahuan yang diperoleh juga bertolak dari eksperimen dan
pengamatan yang berulang-ulang hingga menghasilkan pengetahuan yang
amat meyakinkan atau mujarab(arti kata asal mujarab adalah telah teruji)
Demikian contoh pemakaian kata ulul abshar dengan pengertian seperti yang
dimaksud:
‫يقلب هللا اليل والنهار ان فى ذالك لعبرة الولى االبصار‬
Artinya
Allah mempergntikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu, terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai
penglihatan (Q.S. an-Nur/24 : 44).
k. Ulin-Nuha
Kata ini disebut dua kali, yaitu dalam surat Thaha/20 : 54 dan 128.
Pengertiannya sama dengan ulil abshar. Contohnya :
‫افلم يهد لهم كم اهلكنا قبلهم من القرون يمشون فى مساكنهم ان فى ذالك اليت الولى النهى‬
Artinya
Maka tidakkah menjadi petunjuk bagi mereka (kaum musyrikin) berapa
banyaknya Kami binasakan umat-umat sebelum mereka, padahal mereka
berjalan (di bekas-bekas) tempat tinggal umat-umat itu ? Sesungguhnya pada
yang demikian itu tertdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal (Q.S.
Thaha/20 : l48).
l. al-Huda
Pengertian al-huda secara litreral adalah petunjuk. Berbagai turunan
dari kata ini seperti al-hadi (orang yang memberi petunjuk),al-muhtadin
(orang yang memperoleh petunjuk) dan lainnya yang sejenis adalah masih
dalam kegiatan berpikir atau membaca (qara’a, iqra’). Kata ini disebut dalam
Alquran sebanyak 285 kali. Disebutkan antara lain bahwa orang yang tidak
9
mau mengindahkan petunjuk Allah pastilah ia tersesat dan celaka, umpama
firman berikut:
‫واذا قيل لهم اتبعوا ما انزل هللا قا لوا بل نتبع ما الفينا عليه اباءنا اولوكان اباءهم ال يعقلون‬
‫شياء وال يهتدون‬
Artinya
Dan apabila dikatakan kepada mereka: Ikutilah apa yang telah diturunkan
Allah, mereka menjawab “tidak”, tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah
kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami. (Apakah mereka akan
mengikuti juga) walaupun nenek moyang mereka tidak mengetahui suatu
apapun, dan tidak mendapat petunjuk ? (Q.S. al-Baqarah/2: 170).
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa perintah membaca (iqra’) dalam
permulaan wahyu kemudian diikuti dengan periuntah-perintah lain yang masih
dalam cakupan pengertian ‘membaca’, yaitu: fakara, ‘aqala, ‘bbara/’ibrah,
fahima, faqiha, alima, ulul alba>b, ulil abshar>, ulin-nuha, dan al-huda.
Pergeseran penggunaan lafal qara’a kepada yang lain seperti fahima karena
disesuaikan dengan konteks, objek, manfaat, prosedur, atau akibat yang dibaca.
Harap segera disadari bahwa keseluruhan perintah membaca (iqra’/qara’a)
bertujuan agar setiap hamba Allah yang mengindahkan perintah itu menjadi
orang yang selamat, pintar, dan bahagia, baik secara individu maupun kelompok,
di dunia maupun di akhirat.
Hanya saja perlu disayangkan, kita sebagai bangsa Indonesia yang mayoritas
penduduknya beragama Islam dan merupakan penduduk terbesar dunia, umat
Islamnya yang diperintah Tuhannya untuk banyak membaca dan perintah
membaca itu diulang-ulang lebih dari l000 kali, justru menjadi umat yang bodoh,
terbelakang, dan memiliki predikat yang sama sekali tidak diharapkan, yaitu
korup dan bermental jelek (Krarr, l988:89). Menyitir ungkapan Muhammad
Abduh, Syaikh al-Azhar di Kairo Mesir mengatakan “Di sini hanya ada muslim
tetapi tidak ada Islam. Di Barat hanya ada Islam tetapi tidak ada muslim.”
Kita mengaku masuk ke dalam Islam, tetapi langkah kaki kita justru menuju
keluar Islam. Falsafah dasar iqra’ yang mestinya kita rambah, tetapi malah
menapaki ruas-ruas jalan non iqra’. Jadilah kita tersesat amat jauh dari jalan
Islam, terbelakang, tidak sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi (sebagai hasil kegiatan iqra’). Untuk itu mari
10
belokkan arah langkah kaki kita menuju jalan yang ditunjukkan Allah, yaitu
membaca, memikirkan, meneliti, berekperimentasi, investigasi, menalar,
mengambil pelajaran, mengamati, memahami, berusaha mengerti yang
kesemuanya ditujukan untuk memperoleh kejayaan Islam dan muslimin, di dunia
dan akhirat.
2. Prosedur Pembacaan
Berdasarkan wahyu yang pertama tadi, di dalam membaca baik ayat-ayat
quraniyyah
maupun
ayat-ayat
kauniyyah
harus
disadari
semata-mata
melaksanakan perintah Allah. Pekerjaan membaca (qara’a/iqra’ )yang berarti
bacalah/membaca adalah atas nama Allah (bismi rabbika). Implikasi yang
diperoleh dari pemahaman ini menuntun kepada sikap mental, betapapun kita
luar biasa pintar, cerdas, dan jenius akan tetap tawad}u>’ dan merendah diri di
hadapan Allah karena apapun yang dilakukan dalam kegiatan membaca adalah
atas nama Allah, bukan atas nama diri kita sendiri. Selain itu juga berimplikasi
bahwa kegiatan membaca karena dikerjakan atas nama Allah akan terhitung
sebagai ibadah dan perbuatan suci. Dari sini dapat diturunkan premis minor
bahwa “Belajar adalah kegiatan suci dan ibadah, kuliah dalam kelas adalah
kegiatan suci dan ibadah, eksperimentasi di laboratorium adalah kegiatan suci
dan ibadah, dan mengambil hikmah di balik setiap peristiwa adalah kegiatan suci
dan ibadah manakala dimotivisir dan ditujukan untuk kejayaan Islam dan
muslimin, bahkan umat manusia.
3. Hasil Pembacaan dan Jangkauannya
Ketika kita membaca (inklusif berbagai pengertian yang terkandung di
dalamnya: nalar, memperhatikan, bereksperimen, mengambil pelajaran, meneliti,
mengingat, berimaginasi, berkonsentrasi pikiran dan yang lainnya yang sejenis)
akan memperoleh sesuatu. Dalam dunia ilmu (science), ‘sesuatu’ itu disebut
pengetahuan (knowledge). Semakin banyak kita membaca, semakin banyak kita
memperoleh pengetahuan. Jika secara logis atau empiris dua atau lebih‘ sesuatu’
yang juga dapat sebut dua atau lebih variabel ada hubungan dasar, yaitu
hubungan yang mesti ada dan tidak pernah tidak ada maka akan memunculkan
11
‘sesuatu, pengetahuan, variabel baru sebagai kesenyawaan dua ‘sesuatu’ tadi
yang disebut teori (Russel, l979: 439).
Contoh hubungan dua ‘sesuatu’, disebut juga konsep, fakta atau variabel
bertolak dari firman Allah berikut:
‫اتل ما اوحي اليك من الكتاب واقم الصلوة ان الصلوة تنهى عن الفحشاء والمنكر ولذكر هللا اكبر‬
‫وهللا يعلم ما تصنعون‬
Artinya
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (Alquran) dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mncegah dari (perbuatan-perbuatan)
keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya daripada ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa
yang kamu kerjakan (Q.S. al-‘Angkabut/29 : 45).
Dari ayat tersebut dapat diambil (l) ‘ sesuatu’, konsep, atau variabel ‘shalat’ ,
(2) keji dan mungkar. Di sini ada hubungan antara shalat dan kekejian. Hubungan
itu bercorak sebab akibat. Ada Orang melakukan shalat justru berbuat keji dan
mungkar contohnya melakukan hubungan sek bebas dan korupsi. Ada orang
melakukan shalat lalu terjauh dari perbuatan keji dan mungkar, yaitu menjadi
shalih. Dengan demikian hubungan antara konsep shalat dan konsep kejimungkar tergantung oleh faktor lain. Faktor ini disebut faktor pengantara. Faktor
pengantara bisa berwujud sebagai faktor penentu, faktor penghambat atau faktor
pendukung. Jika digambar kan akan diperoleh bagan sebagai berikut:
Unsur Dasar 1
Faktor penghambat:
Kegiatan salat
Dilaksanakan
di
sembarang tempat
Sering telat
Tidak berjamaah
Pakaian kotor
Bau badan tak sedap
Sering kosong salat
Tidak tahu arti
bacaan salat
Tidak tumukninah
Hanya formalitas
dll
Keterangan:
Unsur Dasar 2
Kekejian muncul
Tidak khusyu’
Syarat tukun
tidak terpenuhi
Korupsi
Mabuk
Zina
Ngedrugs
Mencuri
dll
Predikat shalih hilang
12
1. Memakai wewangian, memenuhi sunnah-sunnah, di masjid, berjamaah
adalah faktor pendukung yang posisinya sebagai unsur yang boleh ada dan
boleh tidak.
2. Tidak khusyu’ adalah faktor penghambat bagi menghilangkan variabel keji
dan mungkar.
Dari bagan-bagan ini dapat disusun teori: Jika anda shalat dengan kualitas
shalat khusyu’, maka pasti anda dapat mencegah perbuatan keji dan
mungkar.Dalam teori ini sesuatu atau variabel yang mesti ada adalah (l) kegiatan
shalat, dan (2) kualitas khusyu’. Sebaliknya, “jika anda shalat tidak khusyu’, pasti
anda tidak bisa
meninggalkan perbuatan keji dan mungkar. Unsur teori ini
adalah (l) kegiatan shalat, dan (2) tidak ada kualitas khusyu’
Jika ada hubungan sistematis (logis, empiris)antar berbagai teori (Kemeny,
l981: l75), maka akan muncul sesuatu. Sesuatu itu disebut ilmu. Dengan
demikian dapat dibuat bagan ilmu sebagai berikut:
BAGAN ILMU
P1
p2
T1
p3
p4
p5
T2
p6
T3
p7
p8
T4
Ilmu / Sains
Keterangan:
P = sesuatu, pengetahuan, konsep, variabel
T = teori
Di muka dijelaskan bahwa yang harus dibaca orang Islam adalah ayat
quraniyyah dan ayat kauniyyah. Dari sini segera dapat dipahami bahwa membaca
ayat yang pertama akan memeperoleh konsep, pengetahuan, variabel kemudian
mengerucut menjadi sejumlah teori, dan selanjutnya meruncing menjadi sejumlah
ilmu seperti ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu bahasa (nahwu, sharaf, dan balaghah),
ilmu hadis, ilmu tafsir. Dari ayat ini pula akan diperoleh konsep, variabel, teori,
dan ilmu perilaku, seperti konsep, teori, ilmu akhlaq, ilmu pendidikan Islam
(ilmu tarbiyah). Ilmu dakwah, maupun konsep, teori, ilmu menjadi orang takwa.
13
Sementara itu pembacaan terhadap ayat kauniyyah akan memperoleh konsep,
teori, dan ilmu tentang alam (ilmu-ilmu kealaman). Akhirnya, setelah kita dapati
ilmu-ilmu - yang selama ini kita sebut ilmu-ilmu agama atau keagamaan - juga
kita dapat ilmu-ilmu - yang selama ini disebut -ilmu kealaman atau umum dapat
disistemisasi kerangka epistemologi (cabang filsafat yang membahas tentang
pengetahuan yang meliputi: asal-usul, cara memperolehnya, struktur, hakikat,
dan validitasnya,( De Runes, l976 : 93-95 ) sebagai berikut:
a. Sumber ilmu adalah Alquran dan alam semesta yang keduanya bersumber
dari Allah.
b. Cara memperoleh ilmu (iqra’) menggunakan potensi iman, akal, rasio, indera
secara terpadu (keterpaduan iman (intuisi) dengan: ‘aqala, ‘alima, faqiha,
fahima, ‘ibrah, nadzara, ulul albab, ulil abshar, ulin-nuha).
c. Hasil yang diperoleh adalah konsep, teori, ilmu:al-‘ilm al-quraniyyah, alilm‘alamiyyah, al-‘ilm al-‘amaliyyah atau dengan kata lain: humanioral
science, social science, natural science, dan practical science. Humanioral
science bisa bersumber dari ayat quraniyyah maupun ayat kauniyyah
d. Struktur ilmu mencakup ilmu-ilmu intuitif, ilmu-ilmu rasionalistik, ilmu-ilmu
empiris, ilmu-ilmu etis, dan ilmu-ilmu praktis.
e. Kebenaran ilmu diukur dari keseuaian dari jenis ilmu. Dengan demikian ada
kebenaran empiris, kebenaran logis (rasionalis), kebenaran intuitif, dan
kebenaran etis, yaitu kebenaran atas dasar iman. Masing-masing kebenaran
itu tidak saling menegasikan, tetapi saling melengkapi dan berpuncak pada
misi kemanusiaan sebagai khalifah fi al ard} atau kehendak Allah
sebagaimana tertuang dalam Alquran maupun assunnah. Noeng Muhadjir
menyebutnya kebenaran multi faset.
f. Manfaat ilmu adalah kualitas hidup yang baik (shalihin, muttaqin, muh}sinin)
dan akibat lebih lanjut adalah sa’adah fi daraini (kebahagiaan hidup duniaakhirat).
Jika dibuat bagan akan diperoleh bagan sebagai berikut :
14
POSISI ILMU KEPERAWATAN DALAM ILMU ISLAM
ontologi
Allah SWT (Al’Alim: Yang Maha
Berilmu)
Sumber ilmu
Wahyu
Muhammad
Al Quran
memahami
Untuk umat manusia
Sesuatu,konsep,
variabel, teori:
normatif,teoritis,
teknik
Memiliki potensi:
indra,rasio, intuisi
aksiologi
epistemologi
Indra
Ilmu
Ilmu Qur’aniyah
Qur’aniyah
fikih
tauhid
filsafat Islam
tafsir
hadis
nahwu sharaf
dll
Ilmu kealaman
intuisi
Ilmu
perilaku
Etika-akhlak
Ilmu tarbiyah
Ilmu-ilmu praktis
Ilmu-ilmu teknik
Ilmu-ilmu
kesehatan:kedoktera
n, keperawatan,
kebidanan.dll
Anatomi,faal,
Botani
Zologi
Geologi
Astrologi
Oceanologi
dll
Kualitas hidup baik: takwa.shalih,dll
Kebahagiaan dunia-akhirat
Keterangan:
1. Ontologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang ada sebagai yang ada
dalam arti seumum-umumnya. Jika sesuatu diputuskan ‘ada’, sesuatu itu bisa
dibahas lebih lanjut. jika sesuatu diputuskan ‘tidak ada’ berarti selesai, dalam
arti tidak ada pembahasan.
2. Epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang prosedur
bagaimana kita memperoleh pengetahuan.
3. Aksiologi adalah cabang filsafat yang membehas tentang manfaat dari suatu
ilmu Mazkur, l979 : 20, 1, 26)
15
Dari bagan di atas dapat dipahami pula bahwa ilmu itu hanya satu, berasal
dari Yang Maha Satu, tidak ada istilah ilmu agama dan ilmu umum, yang ada
hanyalah spesifikasi ilmu karena kegiatan pengembangan ilmu yang ditentukan
oleh objek, runag lingkup, tujuan, metodologi, dan metodenya.
B. Resume
Dari penjelasan yang terdahulu ini dapat diringkas bahwa:
l. Allah adalah Pencipta alam seisinya, satu diantaranya adalah manusia
2. Manusia beriman kepada Allah dengan segala manifestasinya, satu diantaranya
beriman kepada Alquran.
3. Alquran memerintahkan kepada yang beriman kepadanya agar membacanya.
Realisasi membaca dalam bingkaian akademik antara lain merenung, meneliti,
eksperimentasi.
4. Hasil kegiatan membaca adalah memperoleh sesuatu: konsep, ide, variabel.
Hubungan dasar dua atau lebih konsep, variabel adalah teori. Hubungan rasional
sejumlah teori serumpun menghasilkan ilmu.
5. Alquran adalah sumber petunjuk bagi manusia, satu diantaranya sebagai sumber
ilmu. Dengan demikian tidak ada sekat ilmu agama dan ilmu umum, tetapi yang
ada adalah ilmu itu satu yaitu berasal dari Allah – Alquran. Pembidangan ilmu
berakar dari ilmu Allah yang satu ini.
6. Ilmu Tarbiyah atau ilmu pendidikan (Islam) adalah satu diantara hasil
pembidangan dari ilmu Islam, atau dengan kata lain, ilmu pendidikan Islam atau
ilmu tarbiyah adalah bagian dari lmu Islam yang secara umum memiliki misi
rahmatan li al-‘a>lami>n
dan bertujuan memperoleh kebahagiaan dunia-
akhirat.
7. Ilmu Pendidikan Islam (Ilmu Tarbiyah ) dengan demikian adalah bagian dari Ilmu
Islam itu sendiri, berbeda dari ilmu pendidikan perguruan tinggi di manapun,
termasuk fakultas-fakultas tarbiyah di IAIN maupun UIN di tanah air ini yang
tidak terbingkai dalam filsafat Ilmu Islam: mencakup asumsi, sumber ilmu, cara
memperoleh ilmu, hakikat ilmu, struktur ilmu, faliditas Ilmu, dan manfaat ilmu.
16
Karakter prodi Tarbiyah Unimus yang seperti, dengan demikian tidak dimiliki
oleh perguruan tinggi lain.
B. Kebenaran Al-quran Dalam Tinjauan Teori Ilmiah
Alquran adalah petunjuk hidup secara kongkrit bagi manusia pada umumnya.
Allah berfirman:
--- ‫شهر رمضان الذى انزل فيه القران هدى للناس وبينات من الهدى والفرقان‬
Artinya
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan Alquran sebagai petunujk bagi manusia dan penjelasanpenjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil) . .
. (Q.S. al-Baqarah/2 : 185)
atau petunjuk bagi hambanya yang takwa saja. Allah berfirman:
- - - ‫الم ذالك الكتب ال ريب فيه هدى للمتقين‬
Artinya
Alif lam mim. Kitab (Alquran) ini tidak ada keraguan padanya. Petunjuk bagi
mereka yang takwa. . . (Q.S. al-Baqarah/2 : 2)
Salah satu dimensi kehidupan adalah dunia akademika, dan salah satu dunia
akademika adalah dunia ilmu (science). Telah dibuktikan bahwa Alquran juga
berfungsi sebagai sumber ilmu, sumber cara-cara memperoleh ilmu, dan sumber
untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat atas dasar ilmu.
Sebagai sumber petunjuk, Alquran diyakini sebagai suatu kebenaran mutlak
tanpa keraguan sedikitpun sehingga karakter kebenaran itu tidak perlu diuji
(untestable truth). Kebenaran yang demikian akan dibandingkan dengan teori ilmiah.
Tujuannya untuk memperlihatkan bahwa kebenaran Alquran adalah benar-benar
mutlak, absolut, tidak menerima perubahan oleh siapa pun dan kapan pun sehingga
akan tampak juga bahwa kebenaran ilmiah bukan apa-apanya jika dibanding
kebenaran Alquran.
1. Teori ilmiah tidak menerima kata ‘kekal’ baik persoalan-persoalan yang
dimunculkan dalam iklim ilmu maupun teori-teori dalam setiap cabang ilmu.
Semenjak muncul gerakan filsafat liberalisasi dari dominasi gereja, moralitas
tidak mendapat perhatian dari para ilmuwan, tetapi setelah Nagasaki dan
17
Hirosima dibom atom oleh tentara sekutu yang dimotori Amerika Serikkat, dan
setelah berkecamuk perang dingin antara Uni Soviet dan sekutunya versus
Amerika Serikat dan sekutunya, dan setelah nuklir menjadi issu yang amat
mengkhawatirkan kelangsungan hidup di bumi, persoalan moral menjadi amat
penting. Sementara itu kandungan persoalan moral dalam Alquran tidak terikat
dengan ruang dan waktu.
Dalam Ilmu Alam disebutkan sebuah dalil (teori yang telah diuji berkali-kali
dan dibuktikan berkali-kali
benar sehingga menjadi paradigma ilmu
pengetahuan, bahwa baja itu merupakan benda padat, tetapi setelah ditemukan
sinar U dan dimanfaatkan untuk alat-alat observasi mikroskopis terbukti baja itu
ternyata berpori-pori (Quraish Shihab, l992 : 45). Bintang yang kita lihat bahkan
oleh seluruh manusia di dunia tampak kecil bagaikan titik bersinar,
setelah
dilihat memakai alat pengindra benda-benda angkasa ternyata besarnya ribuan
kali dari pada besar bumi (al-Ghazali, l964 : 15).
2. Teori ilmiah sebenarnya hanya bersifat relatif karena berubah-ubah, di samping
amat terbatas. Garis lurus hanya terbatas dalam bidang dan jarak yang terbatas.
Jika garis itu ditarik terus diperpanjang, justru akan menjadi garis lengkung dan
bahkan akan bertemu pada suatu titik pangkal garis, yang berarti garis itu adalah
melingkar.
Oleh karena kebenaran ilmiah dapat berubah dan relatif maka Alquran tidak
bisa dijadikan alat untuk membenarkan atau menyalahkan temuan-temuan ilmiah.
Sebab, ketika kita menggunakan Alquran Surat ar-Ra’d/13 : l7,
‫انزل من السماء ماء فسالت اودية بقدرها فاحتمل السيل زبدا رابيا ومما يوقدون عليه فى النار‬
‫ابتغاء حلية او متاع زبد مثله كذالك يضرب هللا الحق والباطل فاما الزبد فيذهب جفاء‬
‫واما ينفع الناس فيمكث فى االرض كذالك يضرب هللا االمثال‬
Artinya
Allah telah menurunkan air(hujan) dari langit, maka mengalirlah air dari lembahlembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang. Dan
dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alatalat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat
perumpamaan (bagi) yang benar dan bagi yang bathil. Adapun buih itu akan hilang
sebagai sesuatu yang tidak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada
18
manusia, maka ia tetap di bumi. Demikian Allah membuat perumpamaanperumpamaan (Q.S. ar-Ra’d/13 : l7).
Untuk membenarkan teori strugle for life dari Charles Darwin (perjuangan untuk
hidup), yaitu yang tidak bisa menjaga keselamatan diri akan dibinasakan oleh yang
lain, atau Alquran Surat Nuh/71 : l3-14:
‫ما لكم ال ترجون هلل وقرا وقد خلقكم اطوارا‬
Artinya
Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah, padahal Dia sesungguhnya telah
menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian (Q.S. Nuh/71 : 13-14)
Sebagai pembenar teori evolusi Darwin pula, mengandung bahya amat besar.
Jika kedua teori itu benar, berarti benar atas nama Alquran. Tetapi jika ternyata
kedua teori itu salah berarti Alquran juga salah. Oleh karena itu jika mengkur suatu
teori ilmiah dari segi benar atau salah juga harus melalui metode ilmiah. Alquran
adalah kitab petunjuk yang mesti benar. Jika harus ditemukan konsep, teori, bukan
bersifat ilmiah (teori ilmiah) melainkan berwujud teori dasar, meminjam istilah dari
Karl R. Popper grand theory, yang karakternya tidak dapat atau tidak perlu diuji
secara ilmiah, melainkan dipercayai atas dasar iman. Dari teori dasar(grand theory)
dapat diturunkan untuk merumuskan teori ilmiah (teori empiris, teori rasionalis , dan
teori praktis). Untuk bisa menurunkan teori dasar (grand theory) menjadi teori ilmiah
harus melalui unsur (variabel lain), yaitu medan kehidupan dan keseluruhan
fenomena alam semesta.
Berikut ini dicontohkan ayat Alquran sebagai sumber petunjuk kemudian
dipahami menghasilkan konsep dasar (grand consept) selanjutnya teori dasar (grand
theory) dan selanjutnya menghasilkan konsep dan teori empiris (empirical consept
dan empirical theory. Ayat menyatakan demikian:
‫يا ايهاالذين امنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون‬
Artinya
Hai orang-orang yang beriman, Diwajibkan atas kamu berpuasa (Ramadan)
sebagaimana diwajibkan (berpuasa) atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa (Q.S. al-Baqarah/2 : l83).
Dari ayat itu diperoleh konsep dasar (grand concept): (l) puasa, dan (2)
takwa.Teori dasar (grand theory) yang dapat dirumuskan adalah :” Ada hubungan
19
sebab akibat anatara kegiatan puasa dean kualitas takwa”, (2) Jika berpuasa
memperoleh peluang untuk bertakwa”, (3) “Tidak melakukan puasa pasti tidak
memperoleh peluang untuk bertakwa”. Jadi, kegiatan berpuasa hanya memperoleh
‘peluang’ takwa, belum otomatis memperoleh kualitas takwa. Supaya kegiatan
berpuasa pasti berbuah takwa, maka membutuhkan faktor antara yang wujudnya bisa
faktor pendukung, faktor penentu, atau faktor penghambat, bahkan faktor pembatal.
Aneka faktor ini berada di kancah kehidupan atau dalam dunia realitas.
Supaya kegiatan berpuasa benar-benar berbuah takwa, semua faktor
pendukung harus sesuai dengan koordinat ruang waktu mempertimbangkan situasi,
kondisi maupun iklim kondusif
yang sempurna untuk melaksanakan puasa.
Berpuasa di kota Semarang umpamanya, kebetulan musim penghujan, pekerjaannya
di kantor, waktunya antara jam 00.7,00 hingga jam l5.30 WIB. Di kantor banyak
gangguan, di rumah suasananya kurang teratur, ada anggota keluarga yang tidak
berpuasa karena halangan dan karena memang pengikut agama non Islam lalu
makan-minum seenaknya saja tanpa mempedulikan kepada orang lain dalam rumah
itu, tempat istirahat siang dekat dengan dapur yang sedang digunakan untuk
memasak dan menimbulkan nafsu untuk makan, tetangga dekat amat bising, calon
menu berbuka puasa amat membangkitkan selera makan dan cukup banyak, anakanak selalu dan selalu menyetel musik yang iramanya tidak ia sukai, di samping
volume suara demikian tinggi. Di lingkungan masyarakatnya berkembang opini
bahwa shalat tarawih harus di masjid dan harus 20 rakaat plus 1 yang paham itu tidak
cocog dengannya, dan secara umum lafal atau doa (dalam bahasa Jawa jopo) ibadahibadah yang ia laksanakan tidak ia pahami artinya. Keseluruhannya ini merupakan
faktor penghambat karena mengganggu keikhlasan dan ketenangan dalam berpuasa.
Faktor-faktor penghambat ini harus dinetralisir dulu, yaitu:
a. Kerja di kantor harus serius sebagai pelaksanaan ibadah. Pada saat senggang
digunakan berzikir dan tidak menggosip orang lain.
b. tata ruang baik di kantor maupun di rumah diusahakan sehat dan
artistik
meskipun barang-barang miliknya sederhana, angin masuk di ruangan cukup,
penerangan cukup, kalau hujan tidak bocor, atau secara umum nyaman.
20
c. Seluruh anggota keluarga diusahakan semua beragama Islam. Kalau ada yang
beragama lain diusahakan seminimal mungkin kontak dengannya, kalau terpaksa
kontak supaya banyak-banyak membaca istighfar.
d. kebisingan tetangga dekat harus diusahakan tidak lagi bising.
e. volume musik diusahakan nyaman didengar oleh orang-orang yang sedang
melaksanakan puasa baik karena keadaan lapar maupun haus, iramanya bercorak
religius.
Atau dengan kata lain, semua situasi, keadaan, hal, dan peristiwa yang
mendukung pelaksanaan puasa
harus terpelihara, di samping makanan yang
dikonsumsi benar-benar halalal thayyiban, dalam berbuka puasa memenuhi aturan
makan-minum, dan niatnya benar-benar ikhlas lillahi Ta’ala. Syarat-, rukun, dan halhal yang menyempurnakan puasa dipenuhi, dan hal-hal yang merusak puasa atau
yang merusak keutamaannya dinetralisir tentu predikat takwa akan diperoleh. Atau
secara singkat faktor penghambat dihilangkan dan faktor pendukung di wujudkan,
tentu predikat takwa karena berpuasa pasti diperoeh.
Untuk mengakhiri uraian ini, jika koordinat ruang waktu berdeda dari yang
dicontohkan ini, tentu berbeda pula kualitas pelaksanaan puasanya, meskipun konsep
dasar (grand concept) maupun teori dasar (grand theory) puasa dan takwa tetap
sama. Dari sini dapat dihepotesiskan bahwa pelaksanaan berpuasa oleh orang
seorang berkenaan dengan koordinat ruang waktu ada yang memperoleh kualitas
agak takwa, takwa, benar-benar takwa, atau hanya sekedar berpuasa dan takwanya
tidak ia peroleh. Dalam sitiran hadis Nabi ada orang-orang yang berpuasa tidak
memperoleh apa-apa kecuali hanya seikedar lapar dan dahaga, lain tidak.
C. Mencari Ilmu
Telah dijelaskan bahwa agama menjadi petunjuk seluruh kehidupan termasuk
di dunia Ilmu. Dalam dunia ilmu Islam memberikan perintah akan kewajiban
mencari ilmu justru ayat pertama menyatakan perintah itu: “iqra’ bismirabbikallazi
khalaq” (Bacalah! Atas Tuhanmu yang telah menciptakan).Berikut ini dijelaskan
berbagai hal tentang ilmu. Hadis yang amat populer menyatakan “Uthlub al-‘ilma
walau bi ash-shin” (Carilah ilmu meskipun di negeri Cina); “Thalabu
al-‘ilmi
faridatun ‘ala kulli muslimin wa muslimatin”(Mencari ilmu itu wajib bagi setiap
21
orang Islam laki-laki maupun orang Islam perempuan); “Uthlub al-‘ilma min almahdi ila al-lahdi” (Carilah ilmu sejak dari buain Ibu hingga ke liang lahat, dalam
arti sepanjang hayat - Fatah,et all,2003 : 37).
Atas dasar berbagai hadis tersebut dipahami bahwa mencari ilmu itu wajib.
Akan tetapi ketegasan mencari ilmu secara naqli terambil dari wahyu yang pertama
turun itu. Kemudian argumen mencari ilmu wajib dikaitkan dengan berbagai ayat
atau hadis berkenaan dengan ilmu, umpama seorang ‘alim (ilmuwan/pakar) amat
tinggi derajatnya, begitu jelek bagi orang yang bakhil dengan ilmu, dan begitu utama
pencari ilmu. Demikian petunjuk-petunjuk tentang ilmu yang dimaksud.
1. Keutamaan-keutamaan ilmuwan (al-‘alim - al-’allamah) antara lain sebagai
berikut:
a. Allah mengangkat status amat tinggi bagi para ilmuwan. Allah berfirman :
‫ يرفع هللا الذين امنوا منكم والذين اوتوا العلم درجات وهللا بما تعملون خبير‬--Artinya
. . .niscaya Allah akan meninggikan kamu orang-orang yang beriman di
antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengtahuan beberapa derajat.
Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan (Q.S. al-Mujadilah/58 :
ll).
b. Yang benar-benar takut kepada Allah hanyalah orang-oranmg yang berilmu
(al- ‘alim - al-‘allamah atau ilmuwan dan pakar). Dalam hal ini Allah
berfirman:
‫انما يخشى هللا من عباده العلموا ان هللا عزيز غفور‬--Artinya
. . .Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya
hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun
(Q.S. Fathir/35 : 28).
c. Kelangsungan hidup antara orang hidup di dunia dengan orang yang sudah
mati, salah satunya adalah ilmu. Demikian sabda Nabi saw:
‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم اذا مات ابن ادم انقطع عمله اال من ثالث صدقة جارية‬
)‫اوعلم نتفع به ا وولد صا لح يد عو له( رواه مسلم عن ا بى هريره‬
Artinya:
Rasulullah saw. Bersabda: Apabila anak Adam meninggal maka putuslah
amal perbuatanya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang
22
bermanfaat, atau anak sholeh yang mendoakannya (H. R Muslim dari Abi
Hurairah).
d. Orang yang pergi mencari ilmu dimudahkan ke surga. Dalam hal ini
Rasulallah bersabda:
)‫من سلك طر يقا يلتمس فيه علما سهل هللا له طريقا الى الجنة (رواه الترمذى عن ابى هريره‬
Artinya:
Barang siapa yang mengambah jalan untuk mencari ilmu maka allah akan
memudahkan jalan baginya kesurga. ( H. R. at-Turmuzi dari Abi Hurairah).
e. Perbandingan antara ilmuwan dan ahli ibadah laksana Nabi dibanding orang
Islam yang paling rendah derajatnya:
‫ذكر رجال ن احدهما عابد واالخرى عالم فقال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فضل العالم على‬
‫العابد كفضلى على ادناكم ثم قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ان هللا وملئكته واهل السموات‬
‫واالرض حتى النملة فى جحرها وحتى الحوت ليصلون على معلم الناس الخير (الترمذى عن‬
)‫امامه الباهل‬
Artinya
Disebutkan ada dua orang. Salah satunya adalah seorang yang ahli ibadah dan
yang lainnya ilmuwan, maka Rasulullah saw. bersabda: Keutamaan seorang
ilmuwan dibanding seorang ahli ibadah bagaikan Aku dan orang yang paling
rendah diantara kamu sekalian; kemudian Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya Allah dan para malaikat, penduduk langit dan bumi, hingga
semut dalam liangnya dan ikan paus, sungguh mereka mendoakan kepada
seorang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain (H.R. at-Turmuzi dari
Umamah al-Bahili).
f. Ilmuwan amat ditakuti syetan. Dalam hal ini Rasulullah bersabda:
‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فقيه اشد على الشيطان من الف عابد (رواه الترمذى عن‬
)‫ابن عباس‬
Artinya
Rasulullah saw. bersabda: Seorang faqih (cerdik pandai) seribu kali ditakuti
syetan dibanding seorang yang ahli ibadah (H.R. at-Turmuzi dari Ibnu
Abbas).
2. Kecelakaan bagi orang yang bakhil dengan ilmu:
a. Orang yang terlalu komersial dengan ilmu akan diikat dengan api. Demikian
Rasulullah saw. bersabda:
23
‫من سئل عن علم فكتمه لجم يوم القيامة بلجام من نار (رواه ابو داود والترمذى عن‬
) ‫ابىهريرة‬
Artinya
Barang siapa yang ditanya tentang ilmu kemudian ia menyembunyikannya
pada hari kiyamat nanti ia akan diikat dengan tali dari api - H.R. Abu Dawud
dan at-Turmuzi dari Abi Hurairah ( an-Nawawi, [t.th.]: 531).
b. Orang yang mencari ilmu bukan karena Allah, tempat duduknya besok di hari
kiyamat adalah api (neraka). Demikian Rasulullah saw. bersabda:
)‫من تعلم علما لغير هلل او اراد به غير هللا فليتبواء مقعده من النار (رواه الترمذى عن ابن عمر‬
Artinya
Barang siapa yang belajar (mencari ilmu) bukan karena Allah atau ia
menghendaki dengan ilmu itu bukan karena Allah maka hendaklah ia
menempatkan diri pada tempat duduk dari api (neraka), H.R. at-Turmuzi dari
Ibnu `Umar (at-Turmuzi, IV,[t.th.]: 141).
c. Siksa neraka bagi ilmuwan yang bangga dapat mengalahkan orang lain,
mengelabuhi orang awam, dan agar orang lain memperhatikan kepada
dirinya:
‫من طلب علما ليجارى به العلماء او ليمارى به السفهاء ويصرف به وجوه الناس‬
)‫ادخله هللا النار (رواه الترمذى عن كعب بن مالك وابوه‬
Artinya
Barang siapa yang mencari ilmu (dengan tujuan) untuk mengalahkan para
ilmuwan lain atau mengelabuhi orang-orang bodoh, atau supaya orang-orang
memperhatikan dirinya, maka Allah akan memasukkan dirinya ke dalam api
(neraka) H.R. at-Turmuzi dari Ka`ab bin Malik dan bapaknya (atTurmuzi,IV,[t.th.]: l41).
Baik dari ayat-ayat Alquran maupun hadis-hadis sebagaimana dijelaskan di
atas dapat disimpulkan bahwa mencari ilmu itu amat penting bahkan wajib. Ilmuwan
demikian tinggi derajatnya di sisi Allah dibanding dari para ahli ibadah, tetapi
ilmuwan yang dimaksud adalah ilmuwan yang ilmunya bermanfaat bagi penegakan
kalimat tauhid . Di luar itu (kalimah tauhid) hanya akan mengantarkan sang ilmuwan
ke dalam api (neraka). Tegasnya ilmuwan sekuler akan masuk neraka. Alangkah
baiknya jika ketika kita menyadari bahwa mencari ilmu untuk menaikkan status
sosial, atau untuk merajut masa depan supaya baik dalam lapangan ekonomi, atau
24
supaya dapat bekerja di suatu perusahaan, atau menjadi pegawai negeri, segera
diubah niatnya itu dengan niat yang baru, yaitu untuk menghilangkan kebodohan,
menjalankan kewajiban mencari ilmu, mencari rida Allah, menegakkan agama Allah,
baru kemudian dapat ditambah dengan tujuan-tujuan lain (tujuan-tujuan duniawi).
25
Latihan-Latihan
1. Jelaskan apa yang dimaksud filsafat baik secara terminologis maupun etimologis.
Apa pula padanan kata filsafat dalam bahasa Arab ?
2. Padanan kata ‘membaca’ dalam bahasa Arab adalah qara’a. Kata apa saja yang
tercakup dalam pengertian qara’a. Jelaskan pula arti masing-masingnya.
3. Secara garis besar objek yang harus dibaca mencakup ayat qur’aniyyah dan ayat
kauniyyah. Jelaskan pengertiannya masing-masing.
4. Apa persamaan dan perbedaan pengertian antara term ‘aqal (bahsa Arab) dan
ratio (atau dalam bahasa Indonesia ‘rasio’ ?
5. Apa persamaan dan perbedaan pengertian antara term ulu al-albab dan ulu alabshar ?
6. Orang yang masuk Islam sebenarnya tidak cukup hanya dengan ikrar syahadad,
melainkan harus dilengkapi dengan apa ? Apa implikasinya kalau bersyahadad
tidak disertai dengan kelengkapan tersebut ? (bukan rukun Islam yang lima).
7. Mestinya setiap orang Islam pandai. Kenyataannya justru sebaliknya. Mengapa
bisa terjadi demikian ? (Jawaban saudara harus dikaitkan dengan pesan yang
terkandung dalam lima ayat wahyu yang pertama turun).
8. Ada ayat sebagai berikut:
‫يا ايها الذين امنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون‬
a. Berilah harakat dengan benar
b. Terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
c. Dari ayat tersebut rumuskanlah dua buah konsep dasar (grand concept) yang
menunjukkan ada hubungan kemungkinan (peluang) maupun teori dasar
(grand theory)
d. Bagaimana supaya teori dasar (grand theory) sinergi dengan teori empirik
(empirical theory) ?
9. Jelaskan apa itu konsep dan apa itu variabel. Bagaimana cara membentuk suatu
teori ? bagaimana pula cara membentuk suatu ilmu (yang terbangun dari unsur) ?
10. Jelaskan status)(derajat) antara orang Islam ahli ibadah dan orang Islam
ilmuwan/pakar (mal-‘alim, al-‘allamah).
26
11. Dalam hal apa orang yang masih hidup di dunia memiliki hubungan dengan
orang yang sudah mati menurut sabda Rasulullah saw. ?
12. Jelaskan fasilitas apa bagi para pencari ilmu menurut Allah sebagaimana dapat
dipahami dari hadis Nabi ?
13. Jelaskan ancaman bagi orang yang hanya belajar ilmu-ilmu sekuler dan
mengajarkan juga hanya ilmu-ilmu tersebut ?
14. Siapakah yang didoakan oleh para penduduk langit, penduduk bumi, semut dalam
liang, dan ikan paus sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah ?
27
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim.
‘Abd al-Baqi, Ahmad Fuad, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur’an al-Karim
Indonesia: Maktabah Dahlan, [t.trh.].
-------------al-Lu’lu’ wa al-Marjan,I,II,III, Beirut: Dar al-Fikr, [t.th.].
al-ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad, al-Munqiz min ad-Dalal.
Qahirah: Anglo al-Mishiriyyah, l964.
A Kadir, Muslim, Ilmu Islam Terapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Kraar, Louis, “The New Power of Asia” dalam Reader Digest (edisi Asia), Vol.I.52.
No.309, Desember l988.
Kemeney, John G, A Philoshopher Looks at Science. New York: Van Nostrand
Reinhold, l981.
Mazkur, Ibrahim, al-Mu’jam al-Falsafi. Qahirah: Jamhuriyyah Mishr al-Arabiyyah,
l979.
Rahmat, Jalaluddin, Islam Alternatif. Bandung: Mizan, l988.
Runes, Dagobert D, Dictionary of Philosophy. Totowa-New Jersey: Little field &
Adams Co., l976.
Russel, Bertrand, Human Knowledge, Its Scope and Limits. Oxford: Oxford Press,
l079.
An-Nawawi, Muhiyyi ad-Din Abi Zakaria Yahya bin Syaraf, Riyad ash-Shalihin.
Surabaya: Syirkah Maktubah wa Mathba’ah Ahmad bin Sa’ad bin Nabhan wa
Awladuh, [t.th.].
Santosa, Fatah (et all). Studi Islam 3, Surakarta: Lembaga Studi Islam Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2003.
Shihab, M.Quraish, Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, l992.
At-Turmuzi, Abi ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah, Sunan at-Turmuzi,IV.
Semarang: Thaha Putra, [t.th.].
Download