BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) a. Klasifikasi Menurut Saanin (1984) klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Sub Kingdom : Metazoa Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata Class : Pisces Sub Class : Telestotei Ordo : Ostariophysi Sub Ordo : Siluroidea Family : Claridae Genus : Clarias Species : Clarias gariepinus b. Deskripsi Badan ikan lele dumbo berbentuk memanjang dengan kepala pipih di bawah (depressed) (Gambar 1). Ikan lele dumbo memiliki tiga buah sirip tunggal yaitu, sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur. Selain itu, ikan lele dumbo juga memiliki dua buah sirip yang berpasangan untuk alat bantu berenang, yaitu sirip dada dan sirip perut. Ikan lele dumbo mempunyai senjata yang sangat ampuh dan berbisa berupa sepasang patil yang terletak di depan sirip dada (Suyanto, 2009). Gambar 1. Ikan Lele Dumbo (www.google.com) Seperti lele pada umumnya, ikan lele dumbo memiliki kulit yang licin, berlendir, dan tidak memiliki sisik sama sekali. Jika terkena sinar matahari, warna tubuhnya otomatis menjadi loreng seperti mozaik hitam putih. Kulit dadanya terdapat bercak-bercak kelabu seperti jamur kulit pada manusia. Kepala dan punggungnya berwarna gelap kehitam-hitaman atau kecoklat-coklatan (Djarijah, 2003). Pada bagian lain yaitu sirip punggung dan dubur memanjang sampai ke pangkal ekor, namun tidak menyatu dengan sirip ekor. Bagian punggung berwarna hijau kegelapan dan bagian perut berwarna putih keperakan. Menurut Najiyati (2007), ikan lele dumbo memiliki alat pernapasan tambahan yang disebut arborescent organ di bagian kepala. Alat pernapasan ini berwarna kemerahan dan berbentuk seperti tajuk pohon rimbun yang penuh kapiler-kapiler darah. Mulutnya terdapat di bagian ujung moncong dan dihiasi oleh empat pasang sungut, yaitu 1 pasang sungut hidung, 1 pasang sungut maksila (berfungsi sebagai tentakel), dan 2 pasang sungut mandibula. Insangnya berukuran kecil dan terletak pada kepala bagian belakang. Lele selain mengenal mangsanya dengan alat penciuman juga dapat mengenal dan menemukan makanannya dengan rabaan (tentakel) yaitu dengan menggerak-gerakkan salah satu sungutnya terutama sungut mandibular (Santoso, 1994). c. Habitat dan Tingkah Laku Habitat ikan lele dumbo adalah semua perairan tawar. Menurut Najiyati (2007), ikan lele dumbo termasuk ikan air tawar yang menyukai genangan air yang tidak tenang. Di sungai-sungai, ikan ini lebih banyak dijumpai di tempat-tempat yang aliran airnya tidak terlalu deras. Kondisi yang ideal bagi hidup ikan lele dumbo adalah air yang mempunyai pH 6,5-9 dan bersuhu 24-260C. Suhu air akan mempengaruhi laju pertumbuhan, laju metabolisme ikan dan nafsu makan ikan serta kelarutan oksigen dalam air. Kandungan oksigen yang terlalu tinggi akan menyebabkan timbulnya gelembung-gelembung dalam jaringan tubuhnya. Sebaliknya jika kandungan oksigen menurun secara tiba-tiba dapat menyebabkan kematiannya. Ikan lele dumbo hidup dengan baik di dataran rendah sampai perbukitan yang tidak terlalu tinggi. Apabila suhu tempat hidupnya terlalu dingin, misalnya di bawah 200C, pertumbuhannya sedikit lambat. Di daerah pegunungan dengan ketinggian di atas 700 meter di atas permukaan laut, pertumbuhan ikan lele dumbo kurang begitu baik (Suyanto, 2009). Ikan lele dumbo mampu bertahan hidup di lingkungan dengan kadar oksigen yang rendah, namun untuk menunjang agar ikan lele dumbo dapat tumbuh secara optimal diperlukan lingkungan perairan dengan kadar oksigen yang cukup. Kadar oksigen yang baik untuk menunjang pertumbuhan ikan lele dumbo secara optimum adalah harus lebih dari 3 ppm (Arifin, 1991). Ikan lele dumbo termasuk jenis ikan pemakan segala atau omnivora tetapi di alam bebas makanan alami ikan lele dumbo terdiri dari jasad-jasad renik yang berupa zooplankton dan fitoplankton. Ikan lele dumbo termasuk hewan nocturnal, yaitu hewan yang lebih aktif dalam beraktivitas dan mencari makan pada malam hari. Sifat ini juga membuat ikan dumbo lebih menyenangi tempat yang terlindung atau gelap. Ikan lele dumbo memiliki sifat tenang dan tidak mudah berontak saat disentuh atau dipegang. Ikan lele dumbo suka meloncat bila tidak merasa aman (Debby, 2011). 2. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Menurut Effendie (2002), pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan dalam berat, ukuran, maupun volume seiring dengan berubahnya waktu. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan ikan itu sendiri seperti umur, dan sifat genetik ikan yang meliputi keturunan, kemampuan untuk memanfaatkan makanan, dan ketahanan terhadap penyakit. Faktor eksternal merupakan faktor yang berkaitan dengan lingkungan tempat hidup ikan yang meliputi sifat fisika dan kimia air, ruang gerak dan ketersediaan makanan dari segi kualitas dan kuantitas. Ikan lele dumbo biasanya memiliki kecepatan tumbuh yang lebih besar dibandingkan ikan lele lokal. Ikan lele dumbo mencapai kedewasaan setelah ukuran 100 gram atau lebih. Pertumbuhan dari fase awal hidup ikan mula-mula berjalan dengan lambat untuk sementara, kemudian pertumbuhan berjalan dengan cepat dan diikuti dengan pertumbuhan yang lambat lagi pada umur tua. Pada ikan tua, pertumbuhan berjalan lambat karena sebagian besar makanannya digunakan untuk pemeliharaan dan pergerakan tubuh (Effendie, 2002). Ikan lele dumbo pada umur 26 hari memiliki panjang standar rata-rata 2-3 cm dengan bobot 0,004 gram dan umur 40 hari memiliki panjang standar rata-rata 3-5 cm dengan bobot 0,68 gram. Kelangsungan hidup adalah peluang hidup suatu individu dalam waktu tertentu, sedangkan mortalitas adalah kematian yang terjadi pada suatu populasi organisme yang menyebabkan berkurangnya jumlah individu di populasi tersebut (Effendie, 2002). Tingkat kelangsungan hidup akan menentukan produksi yang diperoleh dan erat kaitannya dengan ukuran ikan yang dipelihara. Faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup ikan lele dumbo yang perlu diperhatikan adalah padat tebar, pemberian pakan, penyakit, dan kualitas air. Meskipun ikan lele dumbo bisa bertahan pada kolam yang sempit dengan padat tebar yang tinggi tapi dengan batas tertentu. Begitu juga pakan yang diberikan kualitasnya harus memenuhi kebutuhan nutrisi ikan dan kuantitasnya disesuaikan dengan jumlah ikan yang ditebar. Penyakit yang menyerang biasanya berkaitan dengan kualitas air, sehingga kualitas air yang baik akan mengurangi resiko ikan terserang penyakit dan ikan dapat bertahan hidup (Yuniarti, 2006). 3. Pakan Pakan merupakan unsur penting dalam budidaya ikan. Oleh karena itu, pakan yang diberikan harus memenuhi standar nutrisi bagi ikan agar kelangsungan hidupnya tinggi dan pertumbuhan cepat. Pakan yang baik memiliki komposisi zat gizi yang lengkap seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Pemberian pakan yang nilai nutrisinya kurang baik dapat menurunkan kelangsungan hidup ikan dan pertumbuhannya lambat (kerdil), bahkan dapat menimbulkan penyakit yang disebabkan oleh kekurangan gizi (malnutrition) (Cahyono, 2001). Protein merupakan unsur yang paling penting dalam penyusunan formulasi pakan, karena protein dapat memacu pertumbuhan ikan. Menurut Fujaya (1999), kebutuhan protein untuk ikan berbeda-beda menurut spesiesnya dan pada umumnya berkisar antara 20%-60%. Kebutuhan akan protein dipengaruhi oleh jenis, umur, dan daya cerna ikan, kondisi lingkungan, kualitas protein, temperatur air, dan sumber protein tersebut. Pada tubuh ikan, protein mulai dicerna di lambung. Produk buangan sebagai hasil metabolisme protein dalam jaringan berupa urea, asam urat, dan kreatinin. Pakan dengan kandungan protein rendah akan mengurangi laju pertumbuhan, proses reproduksi kurang sempurna, dan dapat menyebabkan ikan menjadi mudah terserang penyakit. Protein dalam pakan digunakan oleh ikan untuk pemeliharaan tubuh, pertumbuhan jaringan, dan pergantian jaringan yang rusak. Fungsi protein dalam tubuh dipengaruhi oleh jumlah dan jenis asam esensial, kadar protein yang dibutuhkan, kandungan energi pakan dan factor fisiologis ikan itu sendiri. Semakin meningkat kandungan protein semakin tinggi pula pertumbuhan ikan (Utojo, 1995). Lemak selain sebagai bahan bakar tubuh, juga dapat untuk membantu penyerapan mineralmineral tertentu terutama kalsium serta penyerapan vitamin-vitamin yang terlarut. Kebutuhan ikan terhadap karbohidrat sangat tergantung pada jenis ikan. Golongan ikan karnivora membutuhkan karbohidrat kurang lebih 9%, golongan ikan omnivora membutuhkan karbohidrat hingga 18,6%, dan ikan herbivora memerlukan karbohidrat lebih banyak lagi, yaitu mencapai 61%. Unsur-unsur mineral yang diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit tetapi esensial. Mineral yang dibutuhkan oleh ikan antara lain kalsium, fosfor, natrium mangan, besi, tembaga, yodium, dan kobalt. Besi dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah dan mangan berpengaruh dalam proses reproduksi. Secara ekologis, makanan alami ikan dapat dikelompokkan sebagai plankton, nekton, bentos, perifiton, epifiton, dan neustron (Mudjiman, 2000). Makanan alami dari ikan lele terdiri dari plankton, udang-udangan kecil, siput, cacing, jentik nyamuk. Budidaya ikan dengan mengandalkan pakan alami kadang kala banyak mengalami gangguan, sebab pertumbuhan pakan alami banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor alam dan lingkungan seperti cahaya, temperatur, bahan beracun, hama penyakit, dan lain-lain (Mudjiman, 2000). Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dengan formulasi tertentu berdasarkan pertimbangan kebutuhannya. Pembuatan pakan didasarkan pada pertimbangan kebutuhan nutrient ikan, kualitas bahan baku, dan nilai ekonomisnya (Suharyanto dan Andi, 2009). Penggunaan pakan buatan dapat memperoleh banyak keuntungan, antara lain dapat meningkatkan produksi melalui metode padat penebaran yang tinggi dengan waktu pemeliharaan yang lebih pendek serta dapat memanfaatkan limbah industri pangan yang bisa digunakan sebagai pakan campuran. Salah satu pakan ikan buatan yang paling banyak dijumpai di pasaran adalah pelet. Pelet adalah bentuk makanan buatan yang dibuat dari beberapa macam bahan yang kita ramu dan kita jadikan adonan, kemudian kita cetak hingga menjadi batangan atau bulatan kecilkecil. Ukurannya berkisar antara 1-2 cm. Jadi pelet tidak berupa tepung, tidak berupa butiran, dan tidak pula berupa larutan (Setyono, 2012). Pakan ikan merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam proses pertumbuhan ikan. Pertumbuhan ikan dapat berjalan optimal apabila jumlah pakan, kualitas pakan, dan kandungan nutrisi terpenuhi dengan baik. Pembuatan pakan ikan dapat memanfaatkan limbah padat sludge biogas dari ternak sapi, janggel jagung, tepung ikan, dan bekatul dengan perbandingan tertentu sehingga diperoleh pakan ikan yang memiliki nilai gizi yang cukup tinggi dengan harga yang relatif murah (Zaenuri et al., 2012). Salah satu bahan pakan alternatif tambahan sebagai sumber protein hewani adalah keong emas (Pomacea canaliculata) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ikan. Kelebihan dari keong emas antara lain memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu dari hasil uji proksimat dapat diketahui bahwa kandungan protein bisa mencapai 16-50 % sehingga diharapkan dapat membantu meningkatkan produktifitas dan perkembangbiakan ikan (Ahmad, 2014) 4. Keong Emas (Pomacea canaliculata) Keong emas (Pomacea canaliculata) mempunyai sifat herbivora polifagus (memakan banyak jenis mangsa) yang sangat rakus terhadap berbagai jenis tumbuhan air. Menurut Pitojo (1996) tempat tinggal keong emas di alam merupakan tempat yang mendukung keperluan hidupnya, antara lain tersedianya makanan, tempat perlindungan, serta lingkungan yang sesuai untuk berkembang biak. Cangkang keong emas berwarna coklat muda seperti pada (Gambar 2), dagingnya berwarna putih susu sampai merah keemasan atau oranye . Gambar 2. Keong Emas (www.google.com) Keong emas semula didatangkan di Indonesia sebagai hewan hias, pembersih akuarium, penghasil protein hewani dan sebagai komoditas eksport karena harganya tinggi pada waktu itu (BPTPH-I, 1997). Namun karena kurangnya pengawasan maka banyak keong emas yang lolos dari kolam tertutup melalui saluran pembuangan dan dapat menyesuaikan diri sehingga berhasil mengembangkan keturunannya di kolam-kolam terbuka atau tempat-tempat genangan air dan akhirnya sampai ke sawah (Joshi, 2006). Klasifikasi keong emas menurut Pitojo (1996) adalah sebagai berikut: Phylum : Mollusca Class : Gastropoda Ordo : Megastropoda Family : Ampullidae Genus : Pomacea Species : Pomacea canaliculata Menurut Khairuman (2002), keong emas maupun bekicot umumnya merupakan musuh para petani karena hewan tersebut dapat menyerang tanaman padi milik petani. Daging keong emas dapat dikonsumsi sebagai bahan makanan manusia karena cita rasa dan kandungan gizinya yang tinggi. Daging keong emas mengandung protein yang cukup tinggi yaitu sebesar 16,1 g (Tabel 1). Selain protein, daging keong emas juga mengandung karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin. Pembuatan tepung keong emas didahului dengan pengolahan daging keong, selanjutnya dilakukan proses perendaman. Proses perendaman dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran dan lendir yang tersisa. Kemudian dilakukan pengeringan yang bertujuan untuk mengurangi kadar air, sehingga daging keong emas menjadi lebih tahan lama. Tabel 1. Komposisi Gizi Keong Emas Tiap 100 g Komponen Gizi Jumlah Energi Air 79 g Protein Karbohidrat Lemak Magnesium Kalsium Zat besi Fosfor Kalium Niacin Folat Vitamin A Vitamin E 90 Kkal 16,1 g 2g 1,4 g 250 mg 170 mg 3,5 mg 272 mg 382 mg 1,4 mg 6 mg 100 IU 5 mg Referensi: Unites Status Departement of Agriculture (2007) Penggunaan keong emas sebagai pakan tambahan untuk ikan lele dumbo pernah diteliti sebelumnya. Keong emas dicampurkan dengan berbagai limbah produksi pangan yang diolah seperti tepung ikan, tepung susu dan janggel jagung kemudian dibandingkan hasil pertumbuhan ikan lele dumbo dengan perlakuan pakan pelet komersial. Hasilnya terbukti bahwa keong emas dapat mengimbangi perlakuan yang diberi pakan pelet komersial dengan penggunaan konsentrasi 75% keong emas dan 25% pakan campuran dari limbah pangan yang telah diolah (Hendrawati, 2011). B. Kerangka Pemikiran Penyediaan pakan buatan memerlukan biaya yang relatif tinggi. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan keong emas yang merupakan salah satu hama pertanian. Daging keong emas mengandung protein tinggi sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pakan tambahan untuk dikombinasikan dengan pakan komersial. Dengan meningkatnya pertumbuhan maka dapat meningkatkan pula hasil budidaya. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3: Hama pertanian Keong Emas Pakan tambahan Pakan komersial Pakan alternatif Pertumbuhan Ikan Lele Dumbo Gambar 3. Kerangka Pemikiran C. Hipotesis Dari uraian di atas, dikemukakan hipotesis sebagai berikut: 1. Keong emas dapat digunakan sebagai pakan alternatif yang mendukung peningkatan kadar protein daging dan pertumbuhan ikan lele dumbo. 2. Terdapat konsentrasi keong emas sebesar 25 % yang ditambahkan dalam pakan komersial untuk meningkatkan pertumbuhan ikan lele dumbo yang optimal.