daftar isi - Scientia - Jurnal Farmasi dan Kesehatan

advertisement
SCIENTIA VOL. 1 NO. 1, FEBRUARI 2011
ISSN : 2087-5045
PENGARUH PEMBERIAN KALSIUM VITAMIN D
DAN ZAT BESI TERHADAP KADAR KALSIUM SERUM
TIKUS PUTIH (Rattus novergicus) GALUR WISTAR
Erina Masri
STIKES Perintis Padang
ABSTRACT
Osteoporosis is a bone systemic disease marked with the lessen of bone mass
density and then bone will become fragile and breakable. The calcium imbalance
disorder can cause osteoporosis. Vitamin D has strong effect on calcium absorbtion and
keeping calcium plasma, but vitamin D must be change become active form 1,25
dihydroxyvitamin D through hydroxylation reaction in liver and kidney. The
hydroxylation process requires enzyme of ferrum; iron protein sulphur and cytocrom P450.
This research was aimed to know the influent of combining calcium, vitamin D
and iron to blood calcium rate compared with the control group. Research type was
experimental static group comparison with pretest and posttest design. Samples were
divided in to 5 group iron deficient. Two group for control group and 3 group for
treatment that giving combining calcium- vitamin D, calcium-iron and calsium-vitamin
D-iron for 14 days.
The result showed the significant different (p>0,05) of calcium blood rate before
an after the treatment in calcium-vitamin D group and calcium-vitamin D-iron group, but
calcium blood rate is higher in calcium-vitamin D-iron group. The giving of calciumvitamin D-iron combination can increase blood calcium rate significantly.
Key words: blood calcium, calcium, vitamin D, iron
patah pada trauma
(Suheimi, HK, 2003).
PENDAHULUAN
Osteoporosis merupakan suatu
penyakit sistemik tulang yang salah
satunya disebabkan oleh gangguan
ketidakseimbangan kalsium. Penyakit
ini
ditandai dengan berkurangnya
densitas massa tulang dan kerusakan
mikroarsitektur
jaringan
tulang,
sehingga tulang akan menjadi rapuh dan
mudah patah. Massa tulang yang
berkurang akan menyebabkan tulang
semakin tipis dan rapuh sehingga mudah
yang
ringan
Kalsium merupakan komponen
mineral utama tulang yang diendapkan
pada matriks tulang dalam bentuk kristal
hidroksipatit. Tulang terdiri dari matriks
organik keras dan diperkuat oleh
endapan garam kalsium yang penting
untuk proses osteogenesis (Robbins dan
Stanley, 1995). Lebih kurang 99% dari
keseluruhan kalsium tubuh berada di
dalam tulang dan gigi. Asupan kalsium
berperan
penting
untuk
mempertahankan
keseimbangan
27
SCIENTIA VOL. 1 NO. 1, FEBRUARI 2011
ISSN : 2087-5045
kalsium
secara
positif
sehingga
cadangan kalsium tulang tidak diambil
untuk menjaga keseimbangan kalsium
darah (Cumming, 1997). Bila kadar
kalsium darah turun di bawah normal,
tubuh akan mengambilnya dari tulang
untuk menjaga keseimbangan kalsium
darah tersebut. Pengambilan kalsium
dari tulang dalam waktu lama akan
menyebabkan pengeroposan tulang.
Oleh karena adanya kalsium yang selalu
hilang melalui tinja dan urin, maka
intake dan absorpsi kalsium yang
adekuat
penting
untuk
menjaga
keseimbangan kalsium yang positif
(Robbins MD, 1995).
Kombinasi sitokrom P-450 pada
mitokondria renal dengan ferredoksin
(iron sulfur protein), NADPH dan
ferredoksin reductase akan merubah 25
hidroksivitamin D, membentuk 1,25dihidroksivitamin D. Oleh sebab itu
proses hidroksilasi tergantung pada zat
besi, dimana zat besi dalam enzim
tersebut berfungsi untuk transpor
elektron dan oksidasi (Deluca, 1996).
Enzim pokok untuk metabolisme
vitamin D adalah vitamin D3 25hydroxylase
(CYP27A1),
25hidroksivitamin D3 1α-hydroxylase
(CYP27B1) dan 1α 25-dihydroxyvitamin
D3, 24-hydroxylase (CYP24A1), enzimenzim tersebut adalah jenis- jenis dari
cytochrome P450 (Sakaki T, 2005).
Penyebab potensial defisiensi
kalsium dan demineralisasi tulang
adalah karena tidak adanya vitamin D,
tidak adanya kalsium dari makanan dan
tingginya tingkat ekskresi kalsium
(Linder M, 1992). Saluran pencernaan,
ginjal, hati dan tulang merupakan organ
dan jaringan yang berperan dalam
mengatur keseimbangan kalsium di
dalam darah, di bawah pengaruh
hormon-hormon kalsitropik (hormon
paratiroid, vitamin D, kalsitonin)
melalui suatu mekanisme umpan balik
yang komplek (Rudijanto A, 2002).
Vitamin D mempunyai efek yang kuat
dalam meningkatkan absorpsi kalsium
dari saluran pencernaan. Vitamin D
eksogen (makanan) dan endogen bukan
bentuk aktif (pre vitamin D) yang
mempunyai efek langsung untuk
absorpsi kalsium, sehingga vitamin D
tersebut
harus
dirubah
melalui
serangkaian reaksi di dalam hati dan
ginjal menjadi bentuk aktif yaitu 1,25dihidroksivitamin D (Guyton dan Hall,
1997). Proses aktifasi pre vitamin D (25
hidroksivitamin D atau calcidiol)
menjadi vitamin D aktif (1,25dihidroksivitamin D) adalah melalui
proses hidroksilasi. Proses hidroksilasi
vitamin D tersebut membutuhkan tiga
komponen sistem yaitu flavoprotein,
iron sulfur protein dan sitokrom P-450.
Vitamin D berfungsi dalam
pemeliharaan
kalsium
plasma
(homeostasis)
sehubungan
dengan
hormone paratiroid. Regulasi kalsium
akan berpengaruh terhadap berbagai
fungsi biologi tubuh termasuk proses
ekstraselular, seperti pembekuan darah,
adhesi interselular dan integritas tulang,
proses intraselular, seperti regulasi
sekresi hormonal pembelahan sel dan
motilitas sel (Arsana PM, 2002).
Vitamin D mempunyai efek yang kuat
dalam mengabsorbsi kalsium dari
saluran pencernaan (Guyton dan Hall,
1997). Fungsi ini esensial untuk
metabolisme tulang dalam jangka
panjang dan untuk pemeliharaan fungsifungsi sel dan saraf (Linder M, 1992).
Defisiensi Vitamin D dan
hipokalsemia
dapat
menyebabkan
konvulsif secara tiba-tiba (Linder,
1992). Vitamin D dapat memperlambat
penurunan densitas tulang, karena
vitamin
D
mampu
memelihara
kesehatan
tulang
dengan
cara
meningkatkan penyerapan kalsium
dalam intestin dan mengurangi ekskresi
kalsium melalui ginjal.
28
SCIENTIA VOL. 1 NO. 1, FEBRUARI 2011
ISSN : 2087-5045
Dengan
demikian
diduga
defisiensi zat besi berpengaruh terhadap
aktifasi 25- hidroksivitamin D menjadi
bentuk vitamin D aktif (1,25dihidroksivitaminD),
yang
pada
akhirnya akan berpengaruh terhadap
metabolisme kalsium.
Tiap kelompok terdiri dari 8 ekor tikus
diletakkan dalam kandang yang terpisah.
P2 diberi kalsium saja P3 diberi kalsium
dan vitamin D, P4 diberi kalsium dan zat
besi (Fe) dan P5 diberi kalsium vitamin
D dan zat besi (Fe). Dosis kalsium yang
diberikan 14,4 mg/hr, vitamin D 0,09
µg/ hari dan zat besi 0,15 mg/ hari.
METODE PENELITIAN
Sebelum intervensi dengan
kalsium, vitamin D dan zat besi, darah
hewan percobaan diambil melalui vena
untuk dihitung kadar kalsium sebelum
perlakuan (pre test). Kemudian diberi
makan rendah zat besi berdasarkan
standar AIN (American Institute of
Nutrition) tahun 1980 berupa jagung
dengan tambahan gula (Medeiros,
2004).
Alat Dan Bahan
Alat yang digunakan beruapa
tempat pemeliharaan tikus, timbangan
tikus, jarum oral, spet, timbangan
digital, sentrifuge, tabung reaksi pyrex
10 ml, spectrophotometer, mikropipet.
Bahan yang digunakan adalah tikus
putih galur wistar betina 40 ekor,
makanan tikus berupa pelet dan jagung,
kandang tikus, reagensia Ca CPC, Ca
Liquicolor, Iron Liquicolor Wiesbaden
Germany, kalsium laktat, Vitamin D
merk IPI, tablet
besi (Fe2SO4),
Aquadest.
Kalsium, vitamin D dan tablet
besi
digerus, kemudian masingmasingnya dilarutkan dengan aquadest.
Kemudian diberikan satu kali sehari
selama dua minggu untuk dapat melihat
perubahan kalsium serum. Setelah dua
minggu pada hari ke-15 darah tikus
diambil sebanyak 1 ml kemudian
disentrifus untuk memperoleh serumnya.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dibagi dalam dua
tahapan, yaitu tahap persiapan dan tahap
pelaksanaan. Tahap persiapan meliputi
pemilihan
dan
adaptasi
hewan
percobaan selama 1 minggu dengan
pemberian makanan dan minuman
secukupnya. Hewan dinyatakan sehat
jika
selama
pemeliharaan
tidak
mengalami perubahan berat badan
>10% dan secara visual tidak terdapat
gejala penyakit.
Pemeriksaan Kalsium Serum
Pemeriksaan
kalsium
berdasarkan metode yang diajukan oleh
Moorehead and Briggs. Reagen 1
(CaCPC) dicampur dengan Reagen 2
(Ca Liquicolor), diamkan selama 10
menit, campuran ini akan berwarna
ungu. Reagen dimasukan ke serum
sampel, diaduk dan didiamkan selama 5
menit. Reagen bereaksi dengan kalsium
dalam suasana alkalis membentuk
senyawa yang bewarna ungu tua.
Intensitas wana ungu yang terbentuk
berbanding lurus dengan kadar kalsium
dan
dapat
diukur
dengan
spektrofotometer microlab 300 panjang
gelombang 587 nm.
Pada
tahap
pelaksanaan,
sebelum
perlakuan
dilakukan
penimbangan berat badan hewan
percobaan. Sampel yang berjumlah 40
ekor tersebut dikelompokkan ke dalam
5 kelompok yaitu kelompok kontrol
negatif (P1), kontrol positif (P2) dan 3
kelompok perlakuan (P3, P4 dan P5).
29
SCIENTIA VOL. 1 NO. 1, FEBRUARI 2011
ISSN : 2087-5045
kalsium antar kelompok perlakuan
dengan derajat kepercayaan 95%. Jika
terdapat perbedaan bermakna antara tiga
kelompok perlakuan tersebut (nilai p<
0,05), maka dilanjutkan dengan Post
Hoc Test ntuk melihat perbandingan
selisih rata-rata kadar kalsium serum
antar kelompok (Hastono PS, 2001).
Kadar kalsium dihitung dengan rumus ;
Kalsium (mg/dl)= Abs Test x Kadar standar
Abs Std
Nilai normal: 8,5- 10,5 mg/dL
Pengolahan Dan Analisis data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data dianalisis dengan uji T test
dependen secara komputerisasi untuk
melihat perbedaan rata-rata kadar
kalsium darah sebelum dan setelah
perlakuan, dengan kemaknaan 0,05.
Setelah itu dilakukan uji anova untuk
mengetahui perbedaan rata-rata kadar
Hasil
Kadar Kalsium Serum Sebelum dan
Sesudah Intervensi
Tabel I. Rata-rata kadar kalsium serum sebelum dan setelah intervensi
kelompok intervensi
Kelompok
P1 (kontrol negatif)
P2 (kontrol positif )
P3 (kalsium + vit. D)
P4 (kalsium + zat besi)
P5 (kalsium + vit. D + zat besi)
Kadar Kalsium (mg/dl)
(mean ± SD)
Sebelum
Sesudah
8,34 ± 0,39 8,49 ± 0,16
8,37 ± 0,37 8,60 ± 0,05
8,44 ± 0,18 8,70 ± 0,16
8,37 ± 0,23 8,61 ± 0,11
8,40 ± 0,20 9,68 ± 0,18
Dari tabel 1 diketahui pada
kelompok P1 (kontrol negatif) tidak
terdapat perbedaan signifikan rata-rata
kadar kalsium serum pada pemeriksaan
pertama dan kedua (nilai p = 0,193 p >
0,05). Pada kelompok P2 (kontrol
positif) juga tidak terdapat perbedaan
yang signifikan rata-rata kadar kalsium
sebelum dan sesudah intervensi (nilai p
= 0,208 p > 0,05) meskipun terjadi
peningkatan rata-rata kadar kalsium
serum 0,22 mg/dl setelah intervensi.
Pada kelompok P3 (kalsium + vitamin
D) dari hasil uji statistik diketahui
pada semua
Nilai p
n
0,193
0,208
0,008
0,070
0,000
6
6
6
6
6
terdapat perbedaan yang bermakna ratarata kadar kalsium serum sebelum dan
sesudah perlakuan pada kelompok
kalsium dan vitamin D (P3) (nilai p=
0,008 p < 0,05) dengan peningkatan
yaitu 0,26 mg/dl. Pada kelompok P4
(kalsium + zat besi) tidak terdapat
perbedaan yang signifikan (nilai p= 0,07
p < 0,05) terjadi peningkatan rata-rata
kalsium darah 0,25 mg/dl. Pada
kelompok P5 (kalsium + vitamin D + zat
besi) terdapat perbedaan signifikan (nilai
p = 0,000 p<0,05) rata-rata kadar
kalsium sebelum dan sesudah intervensi
30
SCIENTIA VOL. 1 NO. 1, FEBRUARI 2011
ISSN : 2087-5045
pada kelompok P5 (kalsium + vitamin D
+ zat besi) dengan peningkatan rata- rata
kadar kalsium sesudah intervensi 0,73
mg/dl. Perubahan rata-rata kadar
kalsium serum setelah intervensi dapat
dilihat pada gambar berikut :
10
9.68
P1 (Kontrol -) sebelum intervensi
P1 (Kontrol -) sesudah intervensi
9.5
Series11
Kadar Kalsium
P2 (Kontrol +) sebelum intervensi
9
8.5
P2 (Kontrol +) sesudah intervensi
8.49
8.34
8.7
8.6
8.37
8.44
8.61
8.37
8
Series12
8.4
P3 (Ca+ Vitamin D) sebelum
intervensi
P3 (Ca+Vitamin D) sesudah
intervensi
Series13
P4 (Ca + Fe) sebelum intervensi
P4 (Ca+ Fe) sesudah intervensi
7.5
Series14
P5 (Ca+ Vitamin D+ Fe) sebelum
perlakuan
P5 (Ca+ Vitamin D+ Fe) sesudah
intervensi
7
Kelompok1Intervensi
Gambar 1. Perubahan rata-rata kadar kalsium serum setelah intervensi
Dari gambar 1 di atas dapat
dilihat perubahan rata-rata kadar
kalsium serum setelah intervensi pada
semua kelompok. Perubahan kadar
kalsium serum paling besar terjadi pada
kelompok P5 (Ca + Vitamin D + Fe)
yaitu dari 8,40 mg/dl menjadi 9,68
mg/dl setelah intervensi.
Tabel II. Perbedaan selisih rata-rata kadar kalsium semua kelompok intervensi dengan
kelompok P5 (Kalsium+ vitamin D + Zat Besi)
Kelompok Intervensi
P1 dan P5
P2 dan P5
P3 dan P5
P4 dan P5
Selisih
Rata-Rata (mg/dl)
1,18
1,08
0,98
1,05
Dari analisis uji anova diketahui
nilai
p<0,05
sehingga
terdapat
perbedaan signifikan rata-rata kadar
kalsium serum antar semua kelompok
perlakuan. Analisis lebih lanjut Post Hoc
Test pada tabel 2 diketahui bahwa
terdapat perbedaan bermakna (nilai
p<0,05) selisih rata-rata kadar kalsium
pada kelompok P5 (kalsium, vitamin D,
zat besi) dengan semua kelompok, yaitu
Nilai- p
0,000
0,000
0,000
0,000
kelompok P1 (kontrol negatif), P2
(kontrol positif), P3 (kalsium + vitamin
D), P4 (kalsium + zat besi).
Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan
pada kelompok P5 (kalsium vitamin D
dan zat besi) terdapat perbedaan ratarata kadar kalsium serum sebelum dan
sesudah intervensi, dimana terjadi
31
SCIENTIA VOL. 1 NO. 1, FEBRUARI 2011
ISSN : 2087-5045
peningkatan kadar kalsium serum
sebanyak 0,73 mg/dl. Hal ini
membuktikan
bahwa
pemberian
kombinasi kalsium, vitamin D dan zat
besi berpengaruh terhadap peningkatan
kadar kalsium serum.
kalsium sebagaimana teori dan hasil
penelitian lain yang telah dijelaskan
diatas.
Pada kelompok P1 ini hanya
diberi makanan standar tanpa kalsium.
Pada kelompok P2 (kontrol positif)
terjadi peningkatan kadar kalsium tetapi
tidak sigifikan. Pemberian kalsium pada
P2 tampaknya hanya berfungsi untuk
mempertahankan keseimbangan kadar
kalsium dalam darah. Hal ini sesuai
dengan penelitian oleh Harvey JA,
Zobitz (1999) yang menyatakan
suplementasi kalsium dalam dosis tinggi
yang diberikan dalam dosis tunggal
tidak akan lebih meningkatkan absorbsi
kalsium.
Menurut penelitian oleh New
SA (2000) pemberian vitamin D untuk
hasil yang terbaik harus dilakukan
bersama dengan pemberian kalsium.
Homeostasis kalsium tidak tergantung
pada ketersediaan kalsium dalam diet
saja tetapi melibatkan multifaktorial,
salah satunya adalah vitamin D (Linder,
1992). Dengan demikian nutrisi untuk
homeostasis kalsium yaitu kalsium dan
vitamin D sudah terpenuhi pada
kelompok ini.
Kelompok P3 dan P5 memiliki
perbedaan selisih rata-rata kalsium
serum paling kecil yaitu 0,98 mg/dl.
Sebagaimana penelitian New SA (2000)
yang menunjukkan pemberian vitamin D
saja secara tunggal tidak memberikan
perbaikan yang nyata untuk kalsium
darah. Pemberian vitamin D untuk hasil
yang terbaik harus disertai dengan
kalsium. Namun kombinasi ini tidak
meningkatkan kadar kalsium serum
sebaik pemberian kombinasi kalsium,
vitamin D dan zat besi.
Pemberian zat besi pada
kelompok
P5
diharapkan
dapat
meningkatkan
biosintesis
1,25dihidroksi vitamin D di hati dan di ginjal
yang pada akhirnya dapat meningkatkan
kadar kalsium dalam serum. Hal ini
didukung
oleh
hasil
penelitian
Heldenberg dan Tanenbaum (2002).
Pada penelitian tersebut dilakukan
pemberian iron dextran pada anak- anak
Israel usia 6 sampai 24 bulan yang
menderita anemia defisiensi besi.
Pemberian
zat
besi
tersebut
meningkatkan hemoglobin dan besi
serum, serta meningkatkan konsentrasi
1,25-hydroxyvitamin D plasma. Hingga
saat ini belum ditemukan penelitian lain
mengenai pengaruh zat besi terhadap
kalsium serum.
Hasil penelitian pada kelompok
P4 (kalsium dan zat besi) menunjukkan
tidak terdapat perbedaan yang signifikan
rata-rata kadar kalsium serum sebelum
dan sesudah intervensi. Sebagaimana
yang telah dibahas sebelumnya bahwa
absorbsi kalsium sangat dipengaruhi
oleh 1,25 dihidroksivitamin D. Zat besi
dalam bentuk ferredoksin (iron sulfur
protein) dan sitokrom P-450 berperan
dalam
proses
biosintesis
1,25
hidroksivitamin D (Deluca, 1998).
Dengan tidak adanya vitamin D maka
zat besi kurang berperan dalam
peningkatan kadar kalsium.
Hasil penelitian pada kelompok
kontrol negatif (P1), kontrol positif (P2),
dan kelompok kombinasi kalsium + zat
besi (P4), menunjukkan tidak terdapat
perbedaan signifikan rata-rata kadar
kalsium serum pada pemeriksaan
sebelum dan sesudah intervensi (tabel
4.2). Hal ini dapat disebabkan oleh tidak
adanya kalsium dan vitamin D di dalam
diet yang akan mengatur homeostasis
32
SCIENTIA VOL. 1 NO. 1, FEBRUARI 2011
ISSN : 2087-5045
Hasil
penelitian
ini
membuktikan bahwa pada pemberian
kalsium dan vitamin D yang disertai zat
besi, maka kadar kalsium serum lebih
meningkat daripada kelompok yang
diberikan kalsium dan vitamin D saja.
1,25 dihidroksivitamin D merupakan
hormon kalsitropik yang memediasi
pengaturan transpor kalsium untuk
mempertahankan konsentrasi kalsium
dalam serum dalam batas normal oleh
berbagai
mekanisme
pengaturan
transpor kalsium dalam ginjal, saluran
pencernaan dan tulang. Gangguan
mekanisme transport kalsium akan
mengakibatkan
hipokalsemia
(Rudijanto, 2002). Bila kadar kalsium
darah turun dibawah normal, tubuh akan
mengambilnya dari tulang untuk
menjaga keseimbangan kalsium darah
tersebut. Pengambilan kalsium dari
tulang dalam waktu lama akan
menyebabkan pengeroposan tulang atau
osteoporosis (Robbins MD, 1995). Zat
besi berperan dalam biosintesis 1,25
dihidroksivitamin D, dengan demikian
diduga penderita anemia defisiensi besi
akan mengalami gangguan absorpsi
kalsium yang dalam waktu lama akan
menyebabkan osteoporosis.
Saran
1.
Pemberian kalsium harus disertai
vitamin D untuk absorbsi kalsium
yang maksimal.
2.
Untuk
menjaga
homeostasis
kalsium diperlukan asupan zat besi
karena kondisi defisiensi besi
berpengaruh terhadap mekanisme
absorpsi kalsium oleh vitamin D.
3.
Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut agar hasil penelitian pada
hewan ini dapat diaplikasikan
kepada manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Arsana, P.M.,
2002, Kursus dasar
Metabolisme kalsium dan
Penyakit
Tulang,
PB
PERKENI
Universitas
Brawijaya, Malang.
Cumming, R.G. and M.C. Nevitt, 1997,
Calcium Intake and Fractur
Risk: Result from the Study of
Osteoporotic Fraktures, Am J
Epidemiol. 7:14.
Deluca, 1998, Metabolism of Vitamin
D: Current Status, Am J Clin
Nutr, 16:4.
Guyton, A.C. and J.E. Hall, 2000,
Textbook of Medical Fisiology.
WB
Sunders
Company,
Philadelphia.
Harvey, J.A. and M.M. Zobitz, 1998,
Dose Dependency of Calcium
Absorption: A Comparison of
Calcium
Carbonate
and
Calcium Citrate, J Bone Miner
Res,25: 125-133.
Hastono, P.S., 2001, Modul Analisis
Data, FKM UI, Jakarta.
Heldenberg, D. and Tanenbaum, 2002,
Effect of Iron on Serum 25hydroxyvitamin D and 24,25
hydroxyvitamin
D
Concentration, Am J Clin
Nutr. 15:5.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari
penelitian
pengaruh
pemberian kalsium, vitamin D dan zat
besi yang dilakukan dapat disimpulkan
bahwa pemberian kalsium tanpa vitamin
D tidak dapat meningkatkan absorbsi
kalsium dan penambahan zat besi dapat
meningkatkan absorbsi kalsium dan
kadar kalsium serum melalui perannya
dalam aktifasi 1,25 dihidroksi vitamin
D.
33
SCIENTIA VOL. 1 NO. 1, FEBRUARI 2011
ISSN : 2087-5045
Linder, M., 1992, Biokimia Nutrisi dan
Metabolisme,
UI
Press,
Jakarta.
Medeiros, M.D., 2004, Iron Deficiency
Negatifly Affects of energy
intake and Bodyweight, J.
Nutr. 13:84-93
New, S.A., 1999, Nutritional Factors
Influencing the Development
and Maintenance of Bone
Health throughout the Life
Cycle. World Congress on
osteoporosis.
Robins, M.D. dan I. Stanley, 1995, Buku
Ajar Patologi II, EGC, Jakarta
Rudijanto,
A.,
2002,
Penyakit
Metabolisme
Kalsium,
Makalah Lengkap Kursus
Dasar Metabolisme Kalsium
dan
Penyakit
Tulang,
PERKENI, Malang.
Suhaimi, H.K., 2003, Osteoporosis Post
Menopouse, Naskah Lengkap
Pertemuan Ilmiah Nasional I
Padang, PEROSI
34
Download