BAB II AKTOR-AKTOR DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL Pembahasan hukum dan hubungan internasional tidak akan tampak dinamis, jika tidak digambarkan tentang peran aktor-aktor atau subyek hukum dalam hubungan internasional. Karena itu dalam bab ini menjelaskan tentang aktor-aktor negara (state actors) dengan nonnegara (non-state actors) yang secara langsung memainkan peranan dalam hubungan internasional. Dalam bagian pertama dijelaskan tentang aktor-aktor negara termasuk jenis negara adidaya (super power), negara menengah (middle power), dan negara yang memiliki kekuatan kecil disertai dengan faktor yang terlihat (tangible) dan faktor yang bersifat kualitatif (intangible). Sedangkan bagian kedua, terkait dengan aktor-aktor negara yang termasuk organisasi internasional, baik organisasi internasional antar pemerintah, dengan organisasi internasional non-pemerintah. Adapun maksud dan tujuan dari bab ini menggambarkan secara komprehensif tentang pelaku-pelaku utama dalam hubungan internasional, baik dalam statusnya sebagai subyek hukum yang memiliki kesamaan status sebagai subyek hukum internasional, maupun negara-negara yang memiliki perbedaan kapasitas dalam hukum dan hubungan internasional. Konsekuensinya, bahwa kesederajatan negara-negara menurut hukum internasional tidak selalu harus sebanding dengan praktek hubungan internasional yang acapkali dihadapkan pada persoalan-persoalan ketidakmampuan negara-negara tersebut. A. Negara-negara dalam Hubungan Internasional Adapun aktor pertama yang berhubungan dengan status negara sebagai subyek hukum internasional akan diwakili pemerintahan negara masing-masing. Selain itu, dijelaskan juga 44 mengenai penggolongan negara dan indikator mengapa negara yang satu memiliki kemampuan dan kekuatan lebih dari negara lain. Dalam kehidupan masyarakat internasional jumlah negara sebagai anggotanya dan pemerintah sebagai perwakilan resmi negara, selalu berubah secara dinamis, baik dalam jumlah maupun juga kualitas suatu negara. Dewasa ini frekuensi perubahan negara terjadi hanya di beberapa negara berkembang menjadi negara yang maju. Sehingga tidak mustahil pula, dinamika suatu negara berakibat lahir negara baru yang lepas dari negara induknya. Pergantian pemerintahan dengan proses konstitusional maupun inkonstitusional. Untuk melestarikan hubungan antar sesama anggota masyarakat negara, timbul suatu persoalan pokok yakni pengakuan.1 Meskipun pengakuan bukan merupakan kewajiban hukum internasional, kemampuan negara untuk melakukan hubungan internasional dengan negara-negara sahabatnya sangat menentukan legitimasi suatu negara dengan pengakuan. Suatu negara telah sah dan lejitimit ketika syarat-syaratnya yaitu telah terpenuhi. Penduduk yang tetap (permanent population), wilayah yang jelas (defined territory), Pemerintahan yang lejitimit (legitimate government), dan kemampuan melakukan hubungan internasional. Pengakuan suatu negara tidak lebih dari tata krama internasional (international courtesy). Karena itu, tidak mengherankan jika pengakuan lebih bermotif politik, dan bukan kewajiban hukum (legal obligation). Beberapa tokoh pemikir dan sarjana memberikan pandanganya terkait definisi negara, antara lain C. Humprey Wadlock yang memberi pengertian negara sebagai suatu lembaga (institution), atau suatu wadah di mana manusia mencapai tujuan-tujuannya dan dapat melaksanakan kegiatan-kegiatannya. 2 Sedangkan Fenwich mendefinisikan negara sebagai suatu 1 2 Burhan Tsani, Hukum dan Hubungan Internasional, Liberty Pers, Yogyakarta, 1994. Sir Humphrey Waldock president of the International Court of Justice 1979- 1982 dalam summary record of the 964th meeting Succession of states in respect of matter other that treaties, yearbook of the International Law Commission 1968. 45 masyarakat politik yang diorganisasikan secara tetap, menduduki suatu daerah tertentu, dan hidup dalam batas-batas daerah tersebut, bebas dari negara lain, sehingga dapat bertindak sebagai badan yang merdeka di muka bumi. Menurut Henry C. Black, negara adalah sekumpulan orang yang secara permanen menempati suatu wilayah yang tetap, diikat oleh ketentuan-ketentuan hukum (binding by law), melalui suatu pemerintahan yang mampu menjalankan kedaulatannya secara merdeka dan mampu mengawasi masyarakat dan harta bendanya dalam wilayah perbatasannya, mampu menyatakan perang dan damai, serta mampu mengadakan hubungan internasional dengan masyarakat internasional lainnya. Dari sekian banyak definisi yang dikemukakan para ahli, ada satu patokan standar atau unsur trandisional dari suatu entitas untuk disebut sebagai negara, seperti yang tercantum dalam Pasal 1 Konvensi Montevideo The Convention on Rights and Duties of State of 1933 : “The state is a person of international law should phases the following qualifications: Permanent population; defined territory; legal government; and capacity to enter into international relations with the other states.”3 Hal itu dapat diterjemahkan negara sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki syarat-syarat atau unsur-unsur konstitutif sebagai berikut: Pertama, penduduk merupakan kumpulan individu-individu yang terdiri dari dua kelamin tanpa memandang suku, bahasa, agama dan kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat dan yang terikat dalam suatu negara melalui hubungan yuridis dan politik yang diwujudkan dalam bentuk kewarganegaraan. 3 Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar , Hukum Internasional Kontemporer, Refika Aditama Bandung 2006, h.105 46 B. Kedaulatan Negara dan Negara berdaulat (sovereign state) Negara sebagai subjek hukum telah di perbincangkan sejak abad 17 terkait hak-hak dan kewajiban negara telah dimulai sejak abad ke-17 dengan landasan teori kontrak social. Pada tahun 1916, American Istitute of International Law (AIIL) mengadakan seminar dan menghasilkan Declaration of the Rights and Duties of Nations, yang disusul dengan sebuah kajian yang berjudul Fundamental Rights and Duties of American Republics, dan sampai diselesaikannya Konvensi Montevideo tahun 1933. Hasil Konvensi Montevideo 1933 kemudian menjadi rancangan deklarasi tentang Hak dan kewajiban negara-negara yang disusun oleh Komisi Hukum Internasional (International Law Committee) Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1949. Namun komisi tersebut tidak pernah menghasilkan urutan yang memuaskan negaranegara. Adapun Hak-hak dan kewajiban Negara menurut pasal 1 konvensi Montevideo 1933 yaitu Sebuah populasi permanen, wilayah tertentu, pemerintah, kapasitas untuk masuk ke dalam hubungan dengan negara-negara lain. Dari segi hukum internasional, syarat (capacity to enter into relation with the other states) merupakan syarat yang paling penting. Suatu negara harus memiliki kemampuan untuk menyelenggarakan hubungan-hubungan ekstern dengan negara-negara lain. Hal inilah yang membedakan negara dalam arti sesungguhnya dari unit-unit yang lebih kecil seperti anggota suatu federasi, atau protektorat, yang tidak mengurus hubungan-hubungan luar negerinya sendiri dan tidak diakui oleh negara-negara lain sebagai anggota masyarakat internasional yang sepenuhnya mandiri. C. Pengelompokan Negara dan Faktor-faktornya Kedaulatan negara menurut Holsti dan Karen Mingst, memiliki kedaulatan yang sejajar dalam hukum, namun dalam prakteknya dalam hubungan internasional dibedakan antara super 47 power, midle power dan small power. Menurut K. J. Holsti, pengelompokan negara-negara menjadi beberapa golongan disebut dengan stratifikasi internasional (international stratification). Pertama, negara adidaya (great power), yaitu Amerika Serikat dan Rusia. Sementara itu, Kosta Rika dan Timur Leste bisa disebut sebagai negara dengan kekuatan kecil (small power). Disamping kedua model negara tersebut, terdapat negara dengan kekuatan menengah (middle power). Adapun kapasitas negara-negara yang super power, middle power, dan small power ditentukan adanya faktor-faktor yang nyata (tangible) dan tidak nyata (intangible). Kedua faktor tersebut biasanya dijadikan parameter akademis terhadap penentuan peran negara. Dalam hubungan internasional, Holsti mencatat bahwa pembedaan negara-negara tersebut ditentukan oleh: (1) tingkat kemampuan teknologi (a nations technology level); (2) ketersediaan kemampuan dan kecepatan kekuatan militer, serta teknologi militer yang canggih (available intermediate military capabilities, closedly related to it’s technology); (3) reputasi negara yang mampu mengikatkan daya cengkeram diplomasi yang mempengaruhi negara lain. 4 Pertama, faktor-faktor nyata (tangible) sebuah negara didasarkan pada populasi (population), wilayah (territory), sumber daya alam dan kapasitas industri (natural resources and industrial capacity), kapasitas pertanian (agricultural capacity) serta kekuatan militer dan pergerakan (military strength and mobility). Kesemua faktor tersebut dapat dijadikan patokan seberapa kuat atau besar kemampuan sebuah negara. China, Rusia, dan Amerika memiliki jumlah populasi yang besar dan negara-negara tersebut juga memiliki posisi berpengaruh dalam hubungan global. Namun ada negara dengan jumlah penduduk kecil namun memiliki kekuatan yang besar seperti Israel. Sedangkan dalam faktor wilayah letak strategis dan besaran luas juga berperan 4 K. J. Holsti, International Politics: A Framework for Analysis, New Jersey: Englewood Cliffs, 1983, hlm: 72. 48 adalam menentukan kapasitas sebuah negara. AS merupakan negara yang memiliki wilayah cukup luas dan letak yang strategis berdekatan dengan negara-negara berpengaruh lainya serta didukung kemampuan penunjang memiliki kapasitas sebagai negara super power. Banyak negara yang memiliki wilayah yang luas bahkan lebih besar dari AS seperti Australia, Kanada dan Sudan namun jika dibandingkan tidak memiliki kekuatan sebesar Amerika. Sumber daya alam dan kapasitas industri merupakan sumber ekonomi utama sebuah negara yang mana juga mencerminkan kekayaan negara tersebut. Sebuah negara yang mampu mengelola SDA dan kapasitas industrinya secara maksimal akan memberikan pengaruh positif terhadap kekuatan negara tersebut. Sama pentingnya SDA dan kapasitas industri, faktor pertanian juga berpengaruh dalam membangun kekuatan sebuah negara. Garda terdepan kekuatan sebuah negara adalah kekuatan militernya. Ketahanan sebuah negara terhadap ancaman dari luar atau dalam negeri akan terlihat dari seberapa besar dan maju kekuatan militer dan persenjataan yang dimiliki. Negara-negara besar seperti Uni Soviet, AS, Cina, Perancis, Inggris, Iran memiliki kekuatan militer tempur dan persenjataan yang lengkap dan modern untuk menunjang kekuatan negara mereka. Kedua, faktor-faktor tidak nyata (intangible) mencakup kepemimpinan (leadership and personality), sistem birokrasi (bureaucratic-organizational efficiency), jenis pemerintahan (type of government), moral dan kekompakan masyarakat (societal cohesiveness and moral strengthen), reputasi positif (reputation in positive way) dan dukungan dan ketergantungan luar negeri (foreign support and dependency)5. Sebuah negara akan diakui kekuatan pengaruhnya ketika pemimpin negara tersebut memiliki pola jiwa kepemimpinan yang mampu menggunakan politik berbagai alat dalam pencapaian tujuanya. 5 Theodore A. Coloumbis. Introduction to International Realtion: Power and Justice. University of Scuthern, Missipi. h.72 49 Beberapa tokoh pemimpin negara yang mampu membawa negaranya diakui atau sifat kepemimpinanya seperti Napoleon, Hitler, Gandhi, Kennedy, Roesevelt, Mao, Stalin, Kruschev dan Nixon. Dalam kepemimpinan itu juga akan tercermin bagaimana jalanya sistem kerja pemerintahan yang tertuang dalam birokrasi. Hubungan langsung antara pemerintah dan masyarakat dilakukan melalui jalur birokrasi, dan seberapa majunya negara serta cara perlakuan ke masyaralatnya melalui jalur birokrasi akan menunjukan kualitas negara tersebut. Theodore A. Coloumbis menegaskan bahwa negara berjalan dan sistem pemerintahan yang digunakan telah membawa pengaruh dalam bermasyarakat global. Secara garis besar sistem pemerintahan terbagi dalam jenis pemerintahan demokrasi dan pemerintahan atau negara non-demokrasi. Bagi negara sekelas AS sudah tentu demokrasi adalah sistem utama andalan mereka. Pemerintah menawarkan keterbukaan dan kebebasan suluas-luasnya kepada masyarakatnya untuk memenuhi kebutuhan bersama. Negara-negara yang menempatkan kebebasan individu mewakili negara-negara Blok Barat Kapitalis. Namun bagi negara-negara pecahan Uni Soviet demokrasi belum tentu menjadi sistem pemerintahan ideal bagi mereka. Sebuha sistem pemerintahan akan dianggap tepat digunakan sebuah negara ketika dirasa namun menaungi kebutuhan rakyat dan penyelenggara negaranya, namun tak jarang negara-negara yang memiliki pemahaman kekuasaan pemerintah adalah yang utama maka pemenuhan semua keinginan rakyat bukanlah hal utama. Negara sebagai organisasi kekuasaan yang sangat dominan, sehingga hak-hak individu harus dikesampingkan untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat, dikenal dengan negara-negara Blok Komunis. Kekuatan dukungan dan ketergantungan luar negeri merupakan faktor tambahan yang cukup berpengarush dalam menentukan kekuatan sebuah negara. Ketika dukungan politik 50 diberikan maka sebuah negara tersebut akan menjadi lebih percaya diri dan meningkatkan daya tawarnya dengan negara lain. Reputasi sebuah negara adidaya sudah cukup memberikan daya tawar tinggi dalam berhubungan antar negara dan akan lebih berpengaruh. D. Tiga jenis Negara berdaulat a) Negara Adidaya (Super Power) Sebelum menjelaskan adanya tiga kelompok negara berdaulat ada penyebutan istilah negara adidaya (a great power), yaitu Amerika Serikat dan Rusia. Negara-negara yang memiliki kedaulatan penuh dan status sederajat sebagai negara berdaulat (sovereign state), tetapi juga memiliki perngaruh yang kuat. Negara super power itu sangat mempengaruhi negara lain. Kapasitas politik yang kuat, negara super power seperti Amerika Serikat, China, Perancis, Inggris dan Rusia. Mereka dijamin piagam PBB sebagai anggota tetap PBB (security council of UNO), juga memiliki hak veto dan sebagai pemegang keseimbangan (balance of power) kekuatan negara-negara.6 Hak veto berasal dari bahasa Latin yang berarti “saya menolak” adalah hak-hak utama yang dimiliki negara super power dan dapat membatalkan putusan, tetapan, rancangan peraturan atau resolusi di Dewan Keamanan PBB. Hak Veto tidak dijelaskan secara spesifik atau gamblang dalam Piagam PBB, namun bila dicermati dalam pasal 27 Piagam PBB yang berbunyi: 1. Each member of the Security Council shall have one vote. 2. Decisions of the Security Council on procedural matters shall be made by an affirmative vote of nine members. 3. Decisions of the Security Council on all other matters shall be made by an affirmative vote of nine members including the concurring votes of the permanent members; 6 Lihat K. J. Holsti, , , ,Hlm: 71. 51 provided that, in decisions under Chapter VI, and under paragraph 3 of Article 52, a party to a dispute shall abstain from voting.7 Meskipun hak veto tidak secara eksplisit disebutkan dalam Piagam PBB, fakta bahwa substantif keputusan DK PBB membutuhkan suara setuju dari anggota tetap, berarti bahwa salah satu dari anggota tetap dapat mencegah pengesahan pengambilan keputusan setiap rancangan resolusi tentang masalah substantif yang dibahas Dewan Keamanan. Berdasarkan alasan tersebut acapkali Hak Veto dianggap sebagai prinsip great power unanimity. Satu suara hak veto dapat membatalkan kesepakatan banyak negara. Dilihat dari segi hukum dan keadilan, hak veto adalah jelas merupakan sumber awal ketidakadilan global. Itulah sebabnya Morgenthau sangat peduli untuk melihat hak dan keadilan ketika negara-negara tersebut melaksanakan hubungan kerjasama luar negeri, baik untuk kepentingan politik, ekonomi dan keamanan. Hingga kini kritik dan perdebatan mengenai adanya hak veto ini masih berlanjut. Hak veto justru dianggap sebagai alat pencapai tujuan pribadi negara pemegangnya dan menghambat upaya pencapaian damai yang dilakukan Dewan Keamanan. Theodore A. Coloumbis menyimpulkan bahwa veto itu sebagai bentuk ketidaksepakatan dari suatu negara adikuasa, yang mencakup penolakan atau putusan yang dikeluarkan oleh organisasi Dewan Keamanan PBB sebagai penyelesaian yang memalukan. 8 Dalam sejarah Dewan Keamanan, hampir setengah veto yang dikeluarkan adalah suara Uni Soviet, dan sebagian besar terjadi sebelum tahun 1965. Sejak tahun 1966 dari total 155 veto yang ada, 133 diantaranya dikeluarkan oleh salah satu dari tiga anggota NATO yaitu AS, Inggris dan Perancis. Dari tahun 1946 sampai 2008, veto telah dikeluarkan pada 261 kesempatan. 7 8 Lihat Pasal 27 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa A great power veto procedures were slowly and paintly settled, , , ,Hlm: 375. 52 Penggunaan hak tersebut dilakukan oleh Amerika Serikat sejumlah 82 kali antara 1946 dan 2007. Sejak tahun 1972 telah menggunakan hak vetonya lebih dari anggota tetap lainnya. 9 Rusia / Uni Soviet telah menggunakan hak veto 124 kali, lebih banyak dari jumlah veto dua anggota lain dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB. 10 Semakin banyak pemikiran yang menginginkan penghapusan hak veto yang tentu saja ditentang oleh para pemegangnya. Sampai kapanpun kedua pemikiran akan perlu atau tidaknya hak veto akan terus berlanjut, karena dua kepentingan besar pemegang hak dan pihak yang menginginkan “keadilan” tidak akan mudah mencapai satu pemahaman. Negara-negara super power umumnya memiliki pengaruh yang kuat karena dipergunakan oleh kedua faktor tersebut. Faktor yang nyata, setiap negara-negara oleh wilayah yang luas (large teritory), penduduk yang banyak (large population), sumber daya alam dan ekonomi yang kaya (rich natural, economic sources), kualitas sumber daya manusia (human resources quality), teknologi dan kekuatan militer (advance technology and military). Amerika Serikat, China, dan Rusia, tergolong negara-negara yang memiliki faktor yang tangible tersebut. Inggris dan Perancis tergolong negara super power, tetapi dalam konteks wilayah dan penduduk tidak sebanyak Amerika Serikat, China, dan Rusia kekuatan militer yang cukup jumlahnya dan teknologi militer yang tinggi. Namun citra Inggris dan Perancis hampir tidak dapat ditolak pengakuanya di dunia negara-negara berkembang. Negara Super power dianggap sebagai negara yang mampu mempengaruhi tatanan dunia Intenasional secara keseluruhan. Contohnya seperti negara Amerika Serikat, Rusia. Sedangkan kelima negara super power, memiliki kemiripan dalam faktor intangible. Persoalannya memiliki sistem Pemerintahan yang lejitimit (legitimate 9 Lihat dalam, www.connexions.org/CxLibrary/CxTypeIndex-ART.htm. Changing Patterns in the Use of the Veto in the Security Council http://www.globalpolicy.org/component/content/article/102/32810.html 10 53 government), kepemimpinan yang kuat (strong leader), moralitas penduduk sadar hukum (high morality), dan penegakan hukum yang tegas dan berkeadilan. Jadi, negara-negara yang telah terselenggaranya suatu pemerintahan yang demokratis, juga sangat ditentukan oleh model penegakan hukumnya yang tegas dan berkeadilan. b) Negara-negara dengan kekuatan menengah (Middle Power) Negara-negara yang memiliki kekuatan menengah (middle power), tidak sama dengan kelima negara besar diatas. Tetapi, mereka cukup diperhitungkan sebagai negara yang bersekutu dengan negara-negara super power. Australia, Singapura, Spanyol, Italia, dan juga Malaysia, serta Indonesia tergolong sekutu negara-negara super power itu. Secara sosial, ekonomi, negara yang middle power memiliki kedudukan yang bagus, umumnya menjadi sekutu. Sebagai negara yang mandiri, mereka tidak sepenuhnya terbebas dari pengaruh negara-negara super power. Jika dilihat faktor tangible, negara-negara middle power dapat memposisikan dirinya super power, Australia karena wilayahnya satu benua hanya diduduki satu negara. India wilayahnya yang luas dan penduduknya kedua terbesar setelah China. Indonesia hampir memiliki wilayah yang luas dan penduduk yang besar setelah Amerika Serikat. Namun, negara-negara tersebut memiliki kelemahan dalam faktor intangible, yang tidak dapat mengungguli negara-negara super power. Pada aspek sosial, ekonomi, dan teknologi tergolong negara yang maju dan makmur. Namun, stabilitas politik, demokrasi dan HAM, serta model Pemerintahan yang bersih masih banyak dipersoalkan. Praktek korupsi masih begitu kuat telah menjadi faktor instability dalam ekonomi. Banyak negara-negara di Timur Tengah sebagai negara middle power, Saudi Arabia, Kuwait, Iran. Namun, saat ini negara-negara tersebut tergolong tidak stabil secara politik karena terngah menjalankan reformasi politik, dari sistem politik tertutup menjadi model terbuka dan demokrasi. 54 c) Negara Small Power Terakhir, negara small power, tergolong kelompok Negara-negara yang secara sejarah bekas negara-negara jajahan yang sulit berkembang. Hampir kedua faktor tangible dan intangible tidak mampu ditegakkan. Di benua Afrika, banyak negara-negara tergolong small power. Di wilayah Asia Pasifik,Vanuatu, Papua Nugini, Samoa merupakan negara yang tidak memiliki kemampuan kuat dalam memenuhi kesejahteraan warga negaranya. Small power merupakan negara yang kurang punya pengaruh dalam sistem internasional. Walaupun begitu, tindak tanduk mereka juga dapat mengubah sistem internasional sehingga mereka menjadi penyokong dari kekuatan negara-negara super power, dan middle power. Negara small power ini negara yang lahir di bawah tahun 1960. Ini hasil dari peperangan dari penduduk asli atau jajahan. Pada tahun 1955, terdapat suatu Konferensi Asia-Afrika, membuat kesepakatan yang disebut Dasasila Bandung. Dari sepuluh kesepakatan internasional dari Bandung tersebut yaitu: 1. Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat di dalam piagam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). 2. Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa. 3. Mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa, besar maupun kecil. 4. Tidak melakukan campur tangan atau intervensi dalam soalan-soalan dalam negeri negara lain. 5. Menghormati hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara sendirian mahupun secara kolektif, yang sesuai dengan Piagam PBB. 55 6. Tidak menggunakan peraturan-peraturan dan pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah satu Negara-negara besar, (b) Tidak melakukan campur tangan terhadap negara lain. 7. Tidak melakukan tindakan ataupun ancaman agresi mahupun penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik suatu negara. 8. Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan cara damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrasi, atau penyelesaian masalah hukum , ataupun lain-lain cara damai, menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan, yang sesuai dengan Piagam PBB. 9. Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama. 10. Menghormati hukum dan kewajiban–kewajiban internasional. 11 Negara-negara Asia-Afrika banyak yang lahir setelah Dasa Sila Bandung, telah menunjukan dengan jelas pengaruh dari kesepakatan internasional terhadap kesadaran nasionalis dan kedaulatan negara yang berdaulat dan merdeka dari segala intervensi negara-negara asing. 2.3 Organisasi Internasional Aktor Non-negara yaitu organisasi internasional antar pemerintah (Intergovernmental Organization). Organisasi internasional dalam arti luas merupakan bentuk kerjasama antar pihak yang bersifat internasional untuk tujuan internasional. Pihak-pihak tersebut bisa berupa perorangan badan-badan bukan negara, yang berada di berbagai negara atau Pemerintah negara. Adapun tujuan organisasi internasional itu sendiri yaitu mencapai tujuan bersama menyangkut kepentingan berbagai negara. 11 Lihat isi Dasasila Bandung dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Dasasila_Bandung 56 Organisasi internasional dalam arti yang luas pada hakikatnya meliputi tidak saja organisasi internasional publik (Public International Organization) tetapi juga organisasi internasional privat (Private International Organization). Organisasi internasional semacam ini meliputi juga organisasi regional dan organisasi sub-regional. Ada pula organisasi yang bersifat universal (organization of Universal Character). Organisasi internasional publik juga di sebut sebagai organisasi antar pemerintah (intergovermenthal Organization). Tetapi karena keanggotaannya adalah negara maka organisasi tersebut lazim disebut hanya organisasi internasional. Organisasi antar pemerintahan negara-negara ini bergerak dalam inisiatif antar negara. Umumnya berbentuk suatu group atau aliansi, dan setiap negara memiliki perwakilannya bergerak sesuai dengan tujuan kesepakatan dan perjanjian mengikat. Sering kali memainkan peran lebih penting ketimbang aktor negara. Keputusannya menyeluruh dan memaksa negara dinaunginya. Bahkan sampai bisa mempengaruhi Non-Governmental Organizations dan International Non-Governmental Organization (INGO’s) dalam komunitas global. Seperti Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nations), Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organizations (WTO)), Perserikatan negara-negara Se-Asia Tenggara (ASEAN), dan lain sebagainya. 1. Beberapa ayat dan organisasi internasional antara lain sebagai berikut: Prinsip universalitas (Universality) yang di anut oleh PBB termasuk badan-badan khususnya dan keanggotaannya tidak membedakan besar kecilnya negara, walaupun untuk menjadi anggota organisasi jenis ini masih mempunyai syarat-syarat tertentu. Prinsip kedekatan wilayah (Geographic Proximity) yang anggotanya hanya dibatasi pada Negara-negara yang berada di wilayah tertentu seperti ASEAN. Prinsip Selektivitas (Selectivity) yang 57 melihat dari segi kebudayaan, Agama, Etnis, pengalaman sejarah, dan sesama produsen seperti Liga Arab, OKI, Negara persemakmuran, OPEC, dan lain sebagainya12. Organisasi Internasional privat (Private International Organization) merupakan organisasi yang di bentuk atas dasar non- pemerintah karena itu sering disebut organisasi nonpemerintahan (Non Governmental Organization) atau NGO yang anggotanya badan-badan swasta atau perorangan. NGO merupakan aktor yang terdiri dari beberapa lembaga di beberapa negara yang mana regulasinya tanpa campur tangan pemerintah. Tetapi, dalam suatu negara bisa saja berlindung sebagai koneksi jaringan pemerintah di lingkup sebuah problematika internasional. Aktor yang cukup signifikan perannya karena keterkaitan dalam isu-isu rumit dan luas seperti kampanye melawan narkotika, kesehatan dan sebagainya. Organisasi regional atau subregional. Pembentukan organisasi regional maupum subregional anggotanya didasarkan atas prinsip kedekatan wilayah seperti South Pasific Forum, South Asian Regional Association dll. Dalam kaitannya dengan organisasi regional tersebut, PBB telah mengatur dalam BAB VIII Pasal 52 khususnya yang berkaitan dengan kewajiban organisasi-organisasi regional untuk ikut serta dalam pemeliharaan perdamaian dan keamanan regional dan untuk menyelesaikan pertikaian lokal secara damai sebelum diajukan ke dewan keamanan PBB. Organisasi yang bersifat universal. Pada umumnya organisasi internasional yang bersifat universal lebih memberikan kesempatan kepada anggotanya seluas mungkin dan tidak memperdulikan bahwa Negara itu kecil atau besar, kuat atau lemah, karena itu prinsip persamaan kedaulatan merupakan faktor penting dengan menggunakan hak suara yang sama. PBB termasuk badan-badan khusus dapat digolongkan dalam jenis organisasi ini. 13 Ciri-ciri umum organisasi internasional 12 13 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional, Jakarta: UI Press, 1990, hlm: 23. Peter Willetts, Ibid 58 Prof Henry G.Schremer memberikan ciri-ciri umum organisasi yang terbagi dalam 3 jenis yaitu: Universality, suatu organisasi yang biasanya bergerak dengan kegiatan yang luas. Organisasi dengan ciri ini seharusnya tidak memberikan persyaratan-persyaratan yang berat bagi keanggotaannya disamping tidak akan memberikan sanksi untuk mengusir anggotanya. Ultimate Necessity, Menyangkut berbagai aspek kehidupan internasional yang sangat luas yang diperlukan oleh semua negara seperti maslah cuaca, pelayaran, penerbangan. Organisasi ini lebih berbentuk teknis seperti badan-badan khusus PBB yang ada. Heterogenity, karena keanggotaannya yang luas maka akan mempunyai perbedaan pandangan, baik dibidang politik maupun tingkat perekonomiannya serta budaya yang berbeda-beda. Dalam sifatnya yang heterogen itu, bagi negara anggota yang mempunyai penduduk yang besar akan mempunyai hak suara yang sama dengan negara yang penduduknya kecil. 14 Suatu organisasi internasional tidak secara otomatis merupakan subyek hukum internasional. Untuk memperoleh status sebagai subyek HI, maka organisasi internasional harus memiliki syarat-syarat berikut: (1) piagam pendirian, sebagai konstitusinya yang disepakati oleh anggota yang ikut dalam perjanjian internasional, (2) memiliki maksud dan tujuan yang jelas untuk mendukung terselenggaranya perdamaian dan ketertiban dunia, (3) memiliki struktur kepemimpinan dan struktur organisasi yang akuntabel, (4) memiliki prosedur dan mekanisme pengambilan keputusan yang mengikat, dan (5) pemberlakuannya dapat dipaksakan kepada negara-negara anggotanya.15 Dasar hukum yang menyatakan bahwa Organisasai Internasional adalah subyek Hukum Internasional adalah Pasal 104 Piagam PBB Isi Pasal 104 : “The Organization shall enjoy in the territory of each of its Members such legal capacity as may be necessary for the exercise of its 14 15 Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional, Bandung: Alumni, 1997, hlm: 37-40. Ian Brownlie, Principles of Public International Law, Fourth Edition, Oxford: Clarendon Press, 1999, hlm: 203. 59 functions and the fulfilment of its purposes”. Dapat disimpulkan bahwa organisasi akan menikmati di wilayah masing-masing anggota. Kapasitas hukum seperti yang diperlukan untuk menjalankan fungsi dan pemenuhan tujuannya. Organisasi internasional antar pemerintah yang paling lejitimit adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa. Selain memiliki jumlah anggota tidak kurang dari 192 negara juga memiliki banda-badan tetap (permanent body) yang kuat. PBB memiliki kelengkapan sidang umum (General Assembly) PBB.16 a) Pembentukan dan Pembubaran Pembubaran suatu Organisasi internasional dapat terjadi disebabkan oleh beberapa alasan. Karena tugasnya telah dapat diselesaikan dan/atau tugasnya diambil alih oleh Organisasi internasional yang lain. Namun, dalam kenyataannya sebagian besar dibubarkan karena tugasnya telah dapat diselesaikan. Pengambil alihan tugas suatu organisasi internasional biasanya juga tidak dilakukan sepenuhnya. Organisasi internasional yang mengambil alih tugas Organisasi internasional yang lain itu biasanya juga mempunyai tugas tersendiri yang lain. Pembubaran Organisasi internasional itu dapat ditetapkan berdasarkan anggaran dasarnya, keputusan rapat anggota, perjanjian internasional dengan Organisasi internasional lain atau kemacetan Organisasi internasional tersebut.17 Dalam perkembangan sejarahnya, mula-mula organisasi internasional dalam tindakannya keluar dilakukan oleh salah satu anggotanya. Dan sekarang, tindakan keluar Organisasi internasional yang diwakilkan kepada salah satu anggotanya sudah tidak dianut lagi. Organisasi internasional itu kini memutuskan dan bertindak sendiri secara internasional. Bahkan keputusan Organisasi internasional itu mungkin tidak sama dengan kehendak anggota-anggotanya. Dalam 16 17 Sumaryo Suryokusumo,op.cit, hlm: 46-50. J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepuluh, Jakarta: Sinar Grafika, hlm: 826. 60 hal demikian ini Organisasi internasional merupakan personalitas hukum internasional, yakni kedudukan sebagai orang atau subjek hukum internasional. Personalitas hukum dari organisasi internasional dapat ditetapkan secara eksplisit dalam anggaran dasar oraganisasi internasional tersebut. Namun sering personalitas hukum suatu organisasi internasional tidak ditetapkan dalam anggaran dasarnya. Dalam hal demikian kenyataan didirikannya Organisasi internasional untuk melakukan perbuatan internasional merupakan landasan yang cukup untuk menentukan personalitas Organisasi internasional yang bersangkutan.18 Terdapat banyak faktor non-negara, di antaranya ada individu-individu, organisasi antar negara (antar Pemerintah), organisasi internasional non-Pemerintah, gerakan keagamaan, perusahaan multinasional, etno-nasionalisme, organisasi teroris dan sebagainya. Peranan mereka sangat penting bagi hubungan internasional suatu negara. 19 b) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)20 Organisasi antar-pemerintah, misalnya Persatuan Bangsa Bangsa (PBB), berperan penting dalam hubungan internasional. Kedudukannya di atas negara-negara anggotanya. Melalui organisasi antar pemerintah inilah berbagai diplomasi dan kerjasama dilakukan. Tujuan utama pembentukan PBB adalah untuk menjaga perdamaian dunia. Organisasi ini dibentuk untuk memfasilitasi dalam hukum internasional, pengamanan internasional, lembaga ekonomi, dan perlindungan sosial. Perserikatan Bangsa-Bangsa didirikan di San Fransisco pada tanggal 24 18 Sugeng Istanto, Hukum Internasional, Yogyakarta, Atmajaya, 1998. Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional, Bandung: Alumni, 1997, hlm: 58-67. 20 PBB merupakan suksesor Liga Bangsa-Bangsa (LBB) yang berkantor pusat di New York dan memiliki kantor perwakilan di berbagai Negara seperti di Jenewa Swiss dan Wina Austria. Lembaga ini dibentuk untuk memfasilitasi dalam hukum internasional, keamanan internasional, pengembangan ekonomi, perlindungan sosial, hak asasi dan pencapaian perdamaian dunia. Piagam PBB merupakan anggaran dasar yang juga menjadi sumber rujukan utama hukum internasional dalam kaitannya sebagai sebuah konvensi. 19 61 Oktober 1945 setelah Konferensi Dumbarton Oaks di Washington DC, namun sidang umum yang pertama dihadiri wakil dari 51 negara dan baru berlangsung pada 10 Januari 1946 di Church House, London. Dari 1919 hingga 1946, terdapat sebuah organisasi yang mirip, bernama Liga Bangsa-Bangsa, yang bisa dianggap sebagai pendahulu PBB. Sejak didirikan di San Fransisco pada 24 Oktober 1945, sedikitnya 192 negara menjadi anggota PBB. Semua negara yang tergabung dalam wadah PBB menyatakan independensinya masing-masing, selain Vatikan dan Tahta Suci serta Republik Cina (Taiwan) yang tergabung dalam wilayah Cina pada 1971. Hingga tahun 2007 sudah ada 192 negara anggota PBB. Sekretaris Jendral PBB saat ini adalah Ban Ki-Moon asal Korea Selatan yang menjabat sejak 1 Januari 2007. Berdasarkan Piagam pembentukannya, PBB mempunyai empat tujuan utama, yaitu: 1. Memelihara perdamaian dan keamanan dunia; 2. Membangun hubungan damai dan kerjasama antara negara-negara di dunia; 3. Bekerja sama dengan negara-negara anggotanya dalam pemecahan masalah-masalah internasional, dan 4. Mendorong penghormatan hak asasi manusia. 21 Piagam PBB membentuk enam struktur utama, yaitu: Majelis Umum, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial, Dewan Kerjasama, Mahkamah Internasional (ICJ), dan Sekretariat. Meskipun anggota Majelis Umum adalah seluruh negara yang terdaftar, namun badan ini tidak memiliki kekuatan apapun untuk menetapkan resolusi dan tindakan nyata tanpa persetujuan 5 Anggota tetap Dewan Keamanan. Karena Dewan Keamanan yang beranggotakan Cina, Rusia, Amerika, Inggris, dan Prancis memiliki Hak Veto untuk mengeliminasi keputusan Majelis 21 Pasal 1 Piagam PBB 62 Umum yang tidak sesuai selera mereka. Intinya Dewan Keamanan adalah kekuatan pokok dan pengendali bagi keputusan dan tindakan PBB. 22 c) ASEAN Contoh organisasi antar pemerintah yang lain adalah ASEAN, organisasi yang menaungi antar pemerintah Asia Tenggara. Dibentuk untuk menggalang kerjasama baik ekonomi, keamanan dan sebagainya untuk memajukan Asia Tenggara. 23 ASEAN dikukuhkan oleh lima negara pengasas; Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand di Bangkok. Proses pembentukan ASEAN dibuat dalam sebuah penandatanganan perjanjian yang dikenal dengan nama “Deklarasi Bangkok”. Adapun yang bertanda tangan pada Deklarasi Bangkok tersebut adalah para menteri luar negeri saat itu, yaitu Adam Malik (Indonesia), Narciso R. Ramos (Filipina), Tun Abdul Razak (Malaysia), S. Rajaratnam (Singapura), dan Thanat Khoman (Thailand). Pada tanggal 8 Januari 1984, seminggu setelah mencapai kemerdekaannya, Negara Brunei masuk menjadi anggota ASEAN. Tepatnya tanggal 28 Juli 1995. Laos dan Myanmar menjadi anggota dua tahun kemudianya, yaitu pada tanggal 23 Juli 1997. Walaupun Kamboja sudah menjadi anggota ASEAN bersama-sama Myanmar dan Laos, Kamboja terpaksa menarik diri disebabkan masalah politik dalam negara tersebut. Namun, dua tahun kemudian Kamboja kembali masuk menjadi anggota ASEAN pada 30 April 1999. ASEAN bergerak dengan prinsip utama yang terkandung dalam piagamnya, antara lain: Menghormati kemerdekaan, kesamaan, integritas dan identitas nasional semua negara Setiap negara memiliki hak untuk menyelesaikan permasalahan nasionalnya tanpa ada campur tangan dari luar Penyelesaian perbedaan atau 22 23 Pasal 7 dan Pasal 25 Piagam PBB http://tri-g-s-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-35180.html 63 perdebatan antar negara dengan aman Menolak penggunaan kekuatan dan kekerasan meningkatkan kerjasama yang efektif antara anggota. Perubahan fundamental ASEAN terjadi ketika anggotanya menyepakati Piagam ASEAN, (ASEAN Charter 2007). Di dalam piagam tersebut, selain ditegaskan maksud dan tujuan untuk perdamaian dan ketertiban dunia, juga menegaskan fungsi organisasi dalam pembuatan mekanisme pengambilan keputusan, fungsi tinggi antar kepala negara atau kepala pemerintahan. Selain itu, struktur organisasi dan badan-badan utama ASEAN didirikan. Kemajuan tertinggi yang pernah diraih adalah Komisi HAM ASEAN berfungsi selain turut mempromosikan HAM di tingkat ASEAN, juga turut ambil bagian dalam menyelesaikan isu-isu HAM diantara anggotanya. Atas dasar Piagam ASEAN tersebut, maka ASEAN mulai diakui sebagai personalitas subyek hukum internasional. Akan tetapi, dalam kebutuhan negara-negara ASEAN yang sedang tumbuh dan berkembang, utamanya nilai-nilai HAM dan demokrasi. Tingkat kemandirian dalam pengambilan, dirasakan keputusan di ASEAN belum begitu maju, masih timpang mengingat keputusan harus diambil secara aklamasi. Prinsip ASEAN harmony masih sangat kental, sehingga untuk kasus-kasus tertentu misalnya terhadap Myanmar, ASEAN tidak berbuat sesuai dengan yang diharapkan. d) Palang Merah Internasional Palang Merah Internasional, merupakan salah satu jenis organisasi internasional yang karena faktor sejarah, keberadaan Palang Merah Internasional di dalam hubungan dan hukum internasional menjadi sangat unik dan di samping itu juga menjadi sangat strategis. Pada awal 64 mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam ruang lingkup nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak di bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Palang Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak negara, yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing wilayahnya. Palang Merah Nasional dari negaranegara itu kemudian dihimpun menjadi Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) dan berkedudukan di Jenewa, Swiss.24 Organisasi non-pemerintah, kajiannya berbau non-pemerintah, bisa dalam hal ekonomi, keagamaan, kelompok teroris, ekosistem dan sebagainya. Misalnya, green peace, sebuah organisasi yang mempunyai peranan dalam hal penyelamatan lingkungan hidup. Organisasi ini didirikan pada 15 September 1971 karena kebutuhan untuk menyelamatkan habitat-habitat hewan dan tumbuhan yang terancam, baik oleh manusia maupun bencana alam. Ada pula gerakan keagamaan dalam hubungan internasional, misalnya pengumuman dari gereja (Katolik) pusat yang ada di Vatikan ke seluruh gereja (Katolik) yang ada diseluruh dunia. Hukum keagamaan berkaitan dengan aspek ibadah, kekeluargaan dan juga diatur dalam hukum kanonik. Bagi umat Islam, jama’ah yang akan melaksanakan ibadah haji di Masjidil Haram, Saudi Arabia juga dianggap melakukan gerakan keagamaan. Namun, Mekkah tidak dijadikan subyek hukum. Ada juga organisasi, forum damai dan dialog agama-agama. Salah satu organisasi internasional yang juga sangat penting adalah perusahaan internasional. Perusahaan ini tidak hanya berada dalam satu negara saja, tetapi juga di negara lain. Perusahaan multinasional berperan penting dalam ekspor impor suatu negara. Pada awal mulanya, hubungan internasional menitikberatkan aktor hanya negara (states). Sudut pandangnya dari interaksi antar negara yang membentuk suatu pertalian, bertujuan untuk 24 I Wayan Phartiana, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar maju, Bandung 2003, H.123 65 menciptakan hubungan dinamis yang damai dan harmonis. Dapat dikatakan, bahwa peran penting aktor negara terletak pada pemerintahan, politik yang dijalankannya, dan individual. Beberapa alasan dan problematika yang menempatkan hanya pada aktor negara masih belum bisa dijelaskan secara jelas. Tetapi, peran negara jauh lebih dahulu ada tidak dapat dipungkiri. Dan dalam perkembanganya, maka dikenal juga dengan aktor non-negara (non-state actor) seperti organisasi-organisasi internasional. e) Multi National Corporation Multi National Corporation (MNC’s) atau suatu perusahaan yang biasanya berada di banyak negara. Namun, memusatkan manajemen (pembuatan keputusan) pada negara di mana induk perusahaan berada. Dalam perkembangannya, banyak negara terlibat akan globalisme dan kapitalisme, sehingga memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap MNC. Untuk menjaga stabilitas ekonomi domestiknya dan menjadikan aktor yang bergerak sebagai MNC. Organisasi MNC juga dinamakan sebagai corporate yang lebih handal daripada peran negara, seperti Google, Sony, dan lain sebagainya. Perusahaan-perusahaan raksasa yang perannya dapat menaklukan dan menciptakan ketergantungan, sering dikenal sebagai corporatocracy. Suatu perusahaan raksasa yang dalam aktivitasnya sangat kuat, sebagai akibat dari dukungan militer (kalau di Amerika Serikat, terdapat Pentagon), politik nasional dan internasional (di Capital Hill – New York), kongres dan senator, menguasai media elektronik dan cetak, dan juga menguasai pasar global. Misalnya, McDonald memainkan pasar Junk Food di Indonesia, lebih luas dan dalam lagi seperti PT. Freeport dan Honda memonopoli perekonomian lewat interest masing-masing. Akibatnya, 66 financial negara tersebut tertekan dan kesejahteraan kembali pada pada sumbernya yaitu negaranegara adidaya. Organisasi internasional tumbuh karena adanya kebutuhan dan kepentingan antar bangsa, sebagai wadah atau alat untuk melaksanakan kerjasama internasional, sarana untuk mengkoordinasi kerjasama antar negara ke arah pencapaian tujuan yang sama yang perlu diusahakan secara bersama-sama. Organisasi internasional baik yang berbentuk organisasi internasional antar Pemerintahan maupun organisasi internasional non-negara merupakan pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara. Dengan didasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap telah berlangsung melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan, sehingga lembaga tersebut dapat mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama. Persentuhan antara aspek hukum internasional, ekonomi dan politik internasional tidak dapat dihindarkan. Akibatnya, sumber daya alam seperti minyak yang sumbernya terbatas di beberapa negara pengekspor tertentu, dapat dimainkan sebagai faktor penentu kepentingan politis, yang juga berpengaruh pada keamanan internasional. Perang Teluk di Timur Tengah, sebagai salah satu kasus penting mengingat negara-negara di Timur Tengah yang bergabung pada Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Dunia (Organization for Petroleum Exporting Countries) telah berpengaruh pada aspek-aspek keamanan, pertahanan serta ketertiban internasional. 67