Catatan untuk Khotbah 2 September 2007

advertisement
Catatan untuk Khotbah 21 Maret 2010
Pengkhotbah: Pdt. Budy Setiawan
Nats Alkitab: ...................
Ringkasan Khotbah 14 Maret 2010
Pengkhotbah: Pdt. Budy Setiawan
Nats Alkitab: Matius 27: 45-56/ The Miracles of Calvary
Audio khotbah dari minggu-minggu sebelumnya tersedia di website: www.griimelbourne.org
Saudara yang terkasih dalam Kristus, setelah kita merenungkan akan seruan Yesus
yang berkata “Eli, Eli lama sabakhtani?”, kita sampai kepada bagian tentang mujizat-mujizat
yang terjadi di atas bukit Kalvari setelah Yesus menyerahkan nyawaNya. Mujizat yang
pertama telah kita singgung minggu yang lalu, yakni munculnya kegelapan di tengahtengah siang meliputi seluruh daerah Golgota. Hari itu bertepatan dengan perayaan Paskah
orang Yahudi, dan selalu jatuh pada periode full moon sehingga gerhana tersebut sebenarnya
adalah suatu hal yang mustahil. Hal ini menunjukkan bahwa sungguh kejadian tersebut
adalah perbuatan Allah. Seorang penulis mengatakan bahwa saat Yesus lahir, terdapat
terang bintang di tengah malam. Akan tetapi saat Kristus mati, ada kegelapan. Fakta ini
menuju pada murka Allah yang begitu besar terhadap dosa manusia. Dosa manusia begitu
gelap dan ada harga mahal yang harus ditanggung dalam kematian Yesus. Secara simbolik,
matahari bagaikan menutupi mukanya. Allah pun tidak bisa menyaksikan Anak tunggalNya
yang terkasih, yang seluruh hidupNya taat memuliakan Tuhan, harus tergantung di atas
kayu salib. Seakan-akan ditunjukkan bahwa manusia yang berdosa juga tidak layak melihat
hal ini.
Hari ini, kita akan membahas mujizat kedua yang terjadi di atas Kalvari yaitu
terbelahnya tabir bait suci menjadi dua. Dalam Alkitab terjemahan bahasa Indonesia, kata
pembuka dari statement peristiwa ini diterjemahkan dengan tepat karena diawali dengan
frase “Dan lihatlah!” atau dalam bahasa Inggrisnya, “Behold!” yang selalu dipakai oleh
Matius untuk menunjukkan suatu hal penting yang harus diperhatikan.
Tabir atau tirai yang terdapat pada bait Allah yang dimaksud di sini adalah tabir yang
memisahkan antara ruang Suci dengan ruang Maha Suci. Tirai ini begitu tinggi dan besar,
kira-kira beratnya 300 kg. Bait Allah terbagi menjadi 3 bagian, dimulai dari altar court di
mana semua orang boleh berkumpul; di dalamnya lagi terdapat ruang Suci yang hanya
boleh dimasuki para Imam, dan yang terakhir yang terletak paling dalam adalah ruang
Maha Suci. Di situ terdapat tabut perjanjian, 2 loh batu yang berisi 10 perintah Allah, serta
kursi anugerah atau mercy seat yang secara simbolik merepresentasikan kehadiran Tuhan
yang bertahta. Ruang Maha Suci ini sangat sakral karena hanya ketua dari seluruh imam
atau the high priest yang boleh masuk. Imam besar ini pun hanya boleh datang sekali dalam
setahun, yaitu pada Hari Penebusan (the Day of Atonement). Pada hari itu, akan ada korban
binatang yang disembelih, lalu Imam Besar akan masuk ke ruang Maha Suci untuk
memercikkan darah korban di atas mercy seat. Dengan ini secara simbolik dinyatakan bahwa
dengan percikan darah itu, murka Tuhan diredakan dan dosa manusia disucikan. Sakralnya
prosedur yang harus dijaga saat menghampiri ruangan ini menunjukkan bahwa terdapat
jarak yang besar antara Allah dengan manusia yang berdosa. Tidak sembarang orang boleh
masuk pada sembarang waktu. Tabir pemisah ruangan itu seperti menyatakan: ‘thus far you
may come but no further’. Akan tetapi, tirai yang sama inilah yang terbelah pada peristiwa
kematian Yesus.
Dalam kitab Ibrani, dijelaskan bahwa peristiwa terbelahnya tabir bait suci menjadi dua
dari bawah ke atas menunjukkan ini adalah karya Tuhan yang menerobos pemisahan antara
ruang Suci dan Maha Suci lewat pengorbanan Yesus. Yesuslah satu-satunya Imam Besar
yang agung, karena Ia membawa darahNya sendiri sebagai korban. Dialah Domba Allah,
korban yang sempurna, yang telah menanggung seluruh dosa manusia. Maka mulai saat itu,
tidak ada lagi penghalang antara manusia siapapun dengan Tuhan. Mereka boleh datang
secara langsung, sebab Kristuslah yang sekarang menjadi satu-satunya pengantara.
Terdapat setidaknya 3 signifikansi dari peristiwa ini yang dapat dimengerti dari kitab
Ibrani 9:6-8 dan ayat 11-14.
Yang pertama adalah, sistem pengorbanan yang lama sekarang sudah berakhir.
Sistem pengorbanan ini dulu dibentuk sesuai dengan perintah Tuhan ketika bangsa Israel
masih berada dalam keadaan berdosa. Ada banyak kurban-kurban yang harus
dipersembahkan pada saat itu, namun sekali dalam setahun, yaitu pada the Day of
Atonement, adalah puncak bagi kurban persembahan yang harus dilakukan umat Israel
untuk menyucikan dosa-dosa mereka. Akan tetapi, setelah Kristus mati, semuanya ini sudah
selesai. Sekarang, pengorbanan itu tidak diperlukan lagi. Kristus telah mati sekali untuk
selama-lamanya,tidak perlu diulang setiap tahun. Kristus juga adalah korban yang
sempurna dan kematianNya mewakili seluruh umat manusia yang diselamatkan.
Tabir yang terbelah menunjukkan suatu judgement dr Tuhan. Hal ini seakan-akan
menunjukkan bahwa bait Allah sudah tidak diperlukan lagi. Dalam Perjanjian Baru
dinyatakan kalau bait Allah yang sesungguhnya adalah gereja Tuhan, yakni kumpulan
orang-orang percaya. Dalam tubuh masing-masing orang Kristen, Tuhan hadir di situ. Yang
dibutuhkan bukanlah bait Allah, namun Allah dari bait. Pada tahun 70 Masehi hal ini pun
diwujudkan secara fisikal dengan peristiwa hancurnya bait Allah tersebut dan sampai hari
ini tidak pernah terbangun lagi.
Sistem pengorbanan yang lama belumlah sempurna. Bagaimana bisa kambing atau sapi
boleh menggantikan hukuman yang harusnya diterima oleh manusia, karena manusialah
yang berbuat dosa? Persembahan hanya bisa menjadi simbol atau bayang-bayang dari
korban yang sejati yaitu Yesus Kristus. Ketika Kristus mati, semua pengorbanan itu berakhir.
Hal yang kedua adalah, peristiwa tersebut menyatakan bahwa persembahan Kristus
adalah persembahan yang sempurna, final dan tidak ada hal apapun lagi yang harus
dikerjakan manusia untuk memperdamaikan diri dengan Allah. Ketika menyerahkan
nyawaNya, Yesus berteriak dengan suara keras, “It is finished!”. Ini menyatakan bahwa
Kristus mati karena Ia menyerahkan nyawaNya dengan aktif. Tidak ada seorang pun yang
bisa mengambil nyawa Yesus jikalau bukan Ia sendiri yang memberikannya. Kalimat ini
juga menunjukkan bahwa kematianNya adalah persembahan yang sempurna, selesai dan
satu-satunya. PengorbananNya ini telah menggenapi segala sesuatu yang dinubuatkan
dalam Perjanjian Lama, oleh sebab itu tidak ada lagi tambahan apapun yang perlu dilakukan
oleh manusia.
Dalam Kisah Para Rasul, orang-orang Yahudi masih terus ragu akan kenyataan ini.
Mereka mengatakan bahwa memang perlu manusia percaya kepada Yesus, akan tetapi hal
itu tidak cukup. Mereka yang ingin diselamatkan masih harus melakoni sunat dan
peraturan-peraturan yang lainnya. Jikalau hal-hal tersebut tidak digenapi, maka mereka
tidak akan bisa diselamatkan. Hal ini mengundang perdebatan besar di antara para rasul
sehingga mereka harus mengadakan sidang sinode di Yerusalem. Pada akhirnya, para rasul
khususnya Petrus, mengambil keputusan bahwa hal-hal seperti sunat atau peraturan Taurat
yang lain sudah tidak diperlukan lagi. Hanya oleh anugerah Tuhan sajalah manusia dapat
diselamatkan dalam kematian Yesus. KematianNya sudah merupakan pengorbanan yang
sempurna. DarahNya telah menyucikan segenap dosa. Dalam Ibrani 9: 25-28 dijelaskan
bahwa Kristus mempersembahkan dirinya hanya satu kali saja, bukan seperti Imam Besar
yang memberikan kurban setiap tahun, sebab Yesus memberikan diriNya sendiri. Pada
zaman akhir, yang dimulai sejak Kristus datang sampai Ia datang kembali, inilah Kristus
menyatakan Diri-Nya mati untuk menebus dosa dan menjadi persembahan sempurna yang
tidak perlu lagi pengulangan apapun.
Tabir yang terbelah menyatakan bahwa persembahan Kristus sudah diterima Bapa di
Sorga. Apa yang dikerjakan Anak Allah sudah selesai, dan tidak perlu apapun lagi yang
harus manusia tambahkan untuk boleh diterima Tuhan. Barangsiapa percaya saja pada
kematian Yesus yang menebus dosa, akan diselamatkan.
Namun, jelas hal ini bukan berarti kita tidak perlu berbuat baik dan taat pada perintah
Tuhan yang dinyatakan dalam Alkitab. Memang, setiap perbuatan baik dan ketaatan kita
bukan membuat kita diselamatkan. Anugerah Tuhan semata-matalah keselamatan kita itu.
Akan tetapi, sebagai orang yang sudah diselamatkan, haruslah kita menghasilkan buah,
yang dinyatakan dalam perbuatan baik dan ketaatan. Perbuatan baik bukanlah sebab, tapi
akibat atau bukti bahwa kita sudah terlebih dahulu diselamatkan.
Ketiga, tabir yang terbelah menyatakan manusia sekarang boleh datang kepada
Allah secara langsung melalui Yesus Kristus. Ibrani 10 ayat ke 19 mengatakan, “Jadi,
saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat
kudus.” Kita tidak lagi memerlukan Imam, Musa, maupun pendeta. Siapapun dapat datang
langsung kepada Tuhan.
Jangan kita jatuh pada kesalahan menganggap bahwa pendeta adalah pengantara
jemaat dengan Allah. Seringkali kita berpikir bahwa jika pendeta yang mendoakan maka
hasilnya akan lebih manjur dan permohonan kita lebih didengar. Adalah penting bagi kita
sebagai saudara seiman, termasuk di dalamnya pendeta, untuk saling mendoakan, akan
tetapi pendeta tidaklah memiliki tingkat yang lebih tinggi untuk menjadi pengantara antara
orang Kristen dengan Allah. Alkitab menyatakan bahwa hanya ada satu pengantara bagi
umat percaya yaitu Yesus Kristus. Hal ini pun bukan hanya berlaku bagi orang Yahudi,
namun untuk setiap orang di seluruh dunia. Melalui tabir yang terbelah itu, tidak ada lagi
perbedaan antara orang Yahudi atau Yunani, orang kaya ataupun miskin. Semua orang dari
seluruh suku bangsa maupun status sosial boleh datang kepada Allah.
Ketika tabir itu terbelah dua tidak ada lagi pemisah antara manusia percaya dengan
Allah Bapa. Kristuslah satu-satunya pengantara. Sebagai pernyataan akan hal ini, kita harus
selalu berdoa dalam nama Yesus. Hal ini menunjukkan bahwa kita sekarang dapat berdoa
kepada Bapa, menghampiri Dia melalui Yesus Kristus dengan pertolongan dari Roh Kudus
yang menolong kita menyatakan keluhan-keluhan kita. Allah Tritunggal hadir dan bekerja
dalam doa.
Terakhir, bagian dari Ibrani pasal 10 ayat 23-24 menyatakan satu keindahan dari
implikasi atas kesadaran kita akan salib Kristus ini. Pengorbanan yang memperbolehkan kita
datang lansung kepada Bapa dengan Kristus sebagai satu-satunya pengantara. Kepastian
iman ini telah Tuhan berikan, sehingga kiranya kita boleh datang kepada Dia dengan hati
yang tulus ikhlas serta berpegang teguh pada janjiNya yang setia. Dan sebagai perwujudan
dari iman itu, mari kita saling mengasihi, memperhatikan, serta mendorong dalam pekerjaan
baik. Biarlah kita boleh memikirkan dan ditarik oleh keindahan salib Kristus, serta
membangun komunitas gereja atas dasar salib itu, supaya menjadi satu komunitas yang
menyatakan kebenaran Tuhan lewat segala yang kita lakukan.
Ringkasan oleh Sally Danayani | Diperiksa oleh Simon Lukmana
Download