Dicetak pada tanggal 2017-07-18 Id Doc: 589c945781944d9611493e0d 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Pembelajaran Istilah Proses Belajar Mengajar atau kegiatan belajar mengajar hendaklah diartikan bahwa proses belajar dalam diri siswa terjadi baik karena ada yang secara langsung mengajar (guru, instruktur) ataupun secara tidak langsung. Belajar tak langsung artinya siswa secara aktif berinteraksi dengan media atau sumber belajar yang lain. Guru atau instruktur hanyalah satu dari begitu banyak sumber belajar yang dapat memungkinkan siswa belajar (Sadiman, 2012:50). Media berasal daru bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang berarti “tengah, perantara atau pengantar”, sedangkan kata pembelajaran merupakan terjemahan dari “instruction” diartikan sebagai proses interaktif antara guru dan siswa. Maka arti media pembelajaran dengan mudah dapat dipahami, yaitu semua jenis media yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran sehingga proses pembelajaran akan lebih efektif. Media pembelajaran mencakup semua sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dalam pembelajaran. Ini bisa berupa perangkat keras, seperti komputer, televisi, projektor dan perangkat lunak yang digunakan pada perangkat keras itu. Di sini pendidik bisa termasuk media pembelajaran sehingga merupakan bagian dari kajian strategi penyampaian pembelajaran (Ashyar, 2010:6). Media pembelajaran dapat dipandang sebagai alternatif strategi yang efektif dan efisien dalam pembelajaran. Menurut Ashyar (2010:17-48) ada beberapa Dicetak pada tanggal 2017-07-18 Id Doc: 589c945781944d9611493e0d 8 landasan yang mendasari penggunaan media dalam pembelajaran yaitu sebagai berikut : 1. Landasan Historis Yang dimaksud landasan historis media pembelajaran ialah rasional penggunaan media pembelajaran yang ditinjau dari sejarah konsep istilah media yang digunakan dalam pembelajaran. Perkembangan konsep media dalam pendidikan berawal dari gerakan pembaharuan dalam dunia pendidikan yang dinamakan pembelajaran visual (visual educational) pada tahun 1923. Kemudian konsep pengajaran berkembang menjadi “audiovisual instruction” atau “audivisual education” yakni pada tahun 1940-an. Dan sekitar tahun 1945 timbul variasi nama seperti “audiovisual material”, “audiovisual methods” dan “audiovisual devices”. Dan puncak dari perkembangan tersebut terjadi pada tahun 1990-an. Dengan penampilan pendekatan sistem teori komunikasi pengembangan sistem pembelajaran, maka muncullah konsep “educational technology” atau “instructional technology”. Dimana media pendidikan/pembelajaran merupakan bagian dari padanya. 2. Landasan Psikologis Landasan psikologis penggunaan media pembelajaran adalah alasan atau rasional mengapa media pembelajaran dipergunakan ditinjau dari kondisi belajar dan bagaimana proses belajar itu terjadi. 3. Landasan Teknologis Dicetak pada tanggal 2017-07-18 Id Doc: 589c945781944d9611493e0d 9 Sasaran akhir dari teknologi pembelajaran adalah memudahkan belajar peserta didik. Untuk mencapai sasaran akhir ini, teknolog-teknolog dibidang pembelajaran mengembangkan berbagai sumber belajar (learning resources) untuk memenuhu kebutuhan setiap peserta didik sesuai dengan karakteristiknya. Menurut Ashyar (2010:47-48), penggunaan media pembelajaran dimaksudkan sebagai alat bantu sekaligus merupakan strategi dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran, media memiliki beberapa fungsi, yaitu: 1. Sebagai sumber belajar, yaitu sebagai penyalur, penyampai dan penghubung dari seseorang ke orang lain. 2. Fungsi semantik, yakni fungsi yang berkenaan dengan kemampuan media pembelajaran memperjelas makna dari suatu kejadian, fakta dan ungkapan. 3. Fungsi fiktatif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan kemampuan media untuk menangkap, menyimpan, menampilkan kembali suatu objek atau kejadian. 4. Fungsi manipulatif, yakni fungsi yang berkaitan dengan kemampuan medis untuk menampilkan kembali suatu objek atau peristiwa/kejadian dengan berbagai macam cara sesuai dengan keperluan. 5. Fungsi distributif, maksudnya dalam sekali penampilan suatu objek atau kejadian dapat menjangkau pengamatan yang sangat besar dalam kawasan yang sangat luas. 6. Fungsi psikologis, yakni fungsi yang berkaitan dengan aspek psikologis. 7. Fungsi sosio-kultural, yakni media pembelajaran dapat memberikan rangsangan persepsi yang sama kepada peserta didik. Dicetak pada tanggal 2017-07-18 Id Doc: 589c945781944d9611493e0d 10 Media mempunyai arti tersendiri bagi guru yang menggunakannya sehingga dapat membantu peserta didik memproses pesan-pesan pendidikan atau bahan-bahan pembelajaran yang disampaikan. Berarti media membantu mempertinggi proses belajar yang ada gilirannya dapat mempertinggi hasil belajar yang sangat diharapkan. Menurut Haryono (2013:57-58), ada beberapa manfaat dari media pembelajaran, yaitu : 1. Makin memperjelas bahan pengajaran yang disampaikan guru. 2. Memberi pengalaman nyata kepada peserta didik. 3. Merangsang peserta didik berdialog dengan dirinya. 4. Merangsang cara berpikir peserta didik. Ada beberapa jenis media pengajaran yang biasa digunakan dalam proses pengajaran. Pertama, media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagram, poster, kartun, komik, dan lain-lain. Media grafis sering juga disebut media dua dimensi, yakni media yang mempunyai ukuran panjang dan lebar. Kedua, media tiga dimensi yaitu dalam bentuk model padat (solid model), model penampang, model susun, model kerja, mock up, diorama dan lain-lain. Ketiga, media proyeksi seperti slide, film strips, penggunaan OHP dan lain-lain. Keempat, penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran (Sudjana, 2002:3-4). Penggunaan media di atas tidak dilihat atau dinilai dari segi kecanggihan medianya, tetapi yang lebih penting adalah fungsi dan peranannya dalam membantu mempertinggi proses pembelajaran. Menurut Haryono (2013:60), penggunaan media pembelajaran sangat bergantung pada hal-hal berikut : Dicetak pada tanggal 2017-07-18 Id Doc: 589c945781944d9611493e0d 11 1. Ketepatannya dengan tujuan pengajaran. Artinya media pengajaran dipilih atas dasar tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan. Adapun tujuan instruksional berisikan unsur pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis lebih memungkinkan digunakannya media. 2. Dukungan terhadap isi bahan pengajaran. Artinya bahan pengajaran yang sifatnya fakta, prinsip, konsep dan generalisasi sangat memerlukan bantuan media agar lebih mudah dipahami peserta didik. 3. Kemudahan memperoleh media. Artinya media yang diperlukan mudah diperoleh, setidak-tidaknya mudah dibuat oleh guru pada waktu mengajar. Media grafis umumnya dapat dibuat guru tanpa biaya yang mahal, disamping sederhana dan praktis penggunaanya. 4. Keterampilan dalam menggunakannya. Apapun jenis media yang diperlukan, syarat utama adalah terampil atau dapat menggunakannya dalam proses pembelajaran. Nilai dan manfaat yang diharapkan bukan pada medianya, tetapi dampak dari penggunaan oleh guru pada saat terjadinya interaksi belajar peserta didik dengan lingkungannya. 5. Tersedia waktu untuk menggunakannya. Artinya, media yang dipergunakan hendaknya dapat bermanfaat bagi peserta didik selama pengajaran berlangsung. 6. Sesuai dengan taraf berpikir peserta didik. Dicetak pada tanggal 2017-07-18 Id Doc: 589c945781944d9611493e0d 12 Memilih media pembelajaran harus sesuai dengan taraf berpikir peserta didik, sehingga makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh para peserta didik 2.2 Pentingnya Media pembelajaran Biologi Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media. Pesan yang akan dikomunikasikan adalah isi pembelajaran yang ada dalam kurikulum yang dituangkan oleh pengajar atau fasilitator atau sumber lain ke dalam simbol-simbol komunikasi, baik simbol verbal maupun simbol non verbal atau visual (Haryono, 2013:55). Menurut Haryono (2013:55-56), untuk menyampaikan pesan pembelajaran dari guru kepada peserta didik, biasanya guru menggunakan alat bantu mengajar berupa gambar, model atau alat-alat lain yang dapat memberikan pengalaman konkrit, motivasi belajar, serta mempertinggi daya serap atau yang kita kenal sebagai alat bantu visual. Dengan berkembangnya teknologi pada pertengahan abad ke-20 guru juga menggunakan alat bantu audio visual dalam proses pembelajarannya. Hal ini dilakukan untuk menghindari verbalisme yang mungkin terjadi jika hanya menggunakan alat bantu visual saja. Penggunaan media dalam pembelajaran dapat membantu dalam memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik dan dapat mempermudah peserta didik dalam memahami sesuatu yang abstrak menjadi konkret. Hal ini sesuai dengan pendapat Jerome S Bruner bahwa peserta didik belajar melalui tiga tahapan yaitu Dicetak pada tanggal 2017-07-18 Id Doc: 589c945781944d9611493e0d 13 enaktif, ikonik, simbolik. Tahap enaktif yaitu tahap dimana peserta didik belajar dengan memanipulasi benda-benda konkrit. Tahap ikonik yaitu suatu tahap dimana peserta didik belajar dengan menggunakan gambar atau videotapes. Sementara tahap simbolik yaitu tahap dimana peserta didik belajar dengan menggunakan simbolsimbol (Haryono, 2013:56). Salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teori penggunaan media dalam proses belajar adalah Dale’s Cone of Experience atau Kerucut Pengalaman Dale. Kerucut ini merupakan elaborasi yang rinci dari konsep tiga tingkatan pengalaman. Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (konkret), kenyataan yang ada dilingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai kepada lambang verbal (abstrak). Semakin ke atas di puncak kerucut semakin abstrak media penyampaian pesan itu urutanurutan ini tidak berarti proses belajar dan interaksi mengajar belajar harus selalu dimulai dari pengamatan langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok siswa yang dihadapi dengan pertimbangan situasi belajarnya (Sanjaya, 2008: 56). Pada kenyataannya memberikan pengalaman langsung kepada siswa bukan sesuatu yang mudah bukan hanya menyangkut segi perencanaan dan waktu saja yang menjadi kendala, akan tetapi memang ada sejumlah pengalaman yang sangat tidak mungkin dipelajari secara langsung oleh siswa. Dapat diambil contoh, bila seorang guru ingin menjelaskan tentang kehidupan dasar laut, maka tidak mungkin pengalaman langsung diperoleh secara langsung oleh siswa. Oleh karena peranan Dicetak pada tanggal 2017-07-18 Id Doc: 589c945781944d9611493e0d 14 media pembelajaran sangat diperlukan dalam suatu kegiatan belajar mengajar biologi seperti itu. Dalam hal ini, guru biologi dapat menggunakan filem, televisi, atau gambar untuk memberikan informasi tentang kehidupan organisme dalam dasar laut (Herawati, 2010:26-28). Melihat pentingnya penggunaan media dalam pembelajaran, maka menurut Sanjaya (2008:62-63) bahwa fungsi dan peranan media dalam pembelajaran adalah: (1) Menangkap suatu objek atau peristiwa-peristiwa tertentu; (2) Memanipulasi keadaan, peristiwa, atau objek tertentu; dan (3) Menambah gairah dan memotivasi belajar siswa. Dalam penggunaan media belajar pada prinsipnya adalah bagaimana siswa dapat dengan lebih mudah dalam belajar. Dengan adanya media siswa menjadi terangsang untuk lebih mencari tahu tentang materi yang diajarkan guru. 2.3 Pengembangan Media Pembelajaran Pengembangan media pembelajaran sangat penting artinya untuk mengatasi kekurangan dan keterbatasan persediaan media yang ada. Di samping itu, media yang dikembangkan sendiri oleh guru/pendidik dapat menghindari ketidak-tepatan (mismatch) karena dirancang sesuai kebutuhan, potensi sumber daya dan kondisi lingkungan masing-masing. Lebih dari itu, juga dapat meningkatkan kreativitas dan kemampuan inovasi para pendidik sehingga dihasilkan profesionalitas pendidik (Ashyar, 2012:126). Menurut Ashyar (2012:216-217), pengembangan media pembelajaran merupakan kegiatan yang terintegrasi dengan penyusunan dokumen pembelajaran lainnya, seperti kurikulum, silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan Dicetak pada tanggal 2017-07-18 Id Doc: 589c945781944d9611493e0d 15 lain-lain. Artinya, setelah dokumen-dokumen pembelajaran tersebut siap disusun, dilanjutkan dengan pengadaa/penyiapan media pembelajarannya sebagai sumber belajar dan alat bantu dalam proses pembelajaran. Apabila ragam dan jumlah media pembelajaran yang tersedia sangat terbatas, maka pendidik perlu mengembangkannya secara individu, berkelompok dan atau melibatkan pihak lain, agar diperoleh efisiensi dan segala konsekuensi serta manfaatnya menjadi milik bersama. Untuk menghasilkan suatu media pembelajaran yang baik dalam arti efektif meningkatkan mutu pembelajaran, dalam proses pengembangannya diperlukan suatu perancangan yang baik. Media pembelajaran yang baik tidak bisa dibuat secara spontanitas dan asal jadi. Dalam menyusun rancangan, berbagai hal harus diperhitungkan, baik menyangkut aspek materi, media, pedagogig dan saran serta tujuan yang hendak dicapai dengan media tersebut (Ashyar, 2010:217). Menurut Sadiman, dkk (2012:100), perancangan media pembelajaran melalui 6 tahap kegiatan, yakni : 1) menganalisis kebutuhan dan karakteristik siswa; 2) merumuskan tujuan pembelajaran dengan operasional dan khas; 3) merumuskan butir-butir materi secara terperinci yang mendukung tercapainya tujuan; 4) mengembangkan alat pengukur keberhasilan; 5) menulis naskah media; 6) mengadakan tes dan revisi. Di samping enam lngkah tersebut, tahap validasi ahli sebaiknya dilakukan terhadap naskah media yang sudah disusun, yaitu sebelum naskah dilakukan ujicoba lapangan (Ashyar, 2010:127). Dicetak pada tanggal 2017-07-18 Id Doc: 589c945781944d9611493e0d 16 2.4. Media Pembelajaran Kartu Remi Kartu permainan (bahasa Inggris: playing cards), atau lebih dikenal dengan kartu remi adalah sekumpulan kartu seukuran kepalan tangan yang digunakan untuk permainan kartu. Kartu ini sering juga digunakan untuk hal-hal lain, seperti sulap, enkripsi, permainan papan, dan pembuatan rumah kartu. Kata “remi” itu sendiri sebenarnya adalah nama salah satu permainan kartu (Anonim, 2012b:1). Permainan kartu memiliki sangat banyak jenis permainan. Setiap negara, bahkan wilayah suatu negara, memiliki jenis permainannya sendiri. Di Indonesia, akrab dengan istilah permainan “41”, “capsa”, “cangkul”, dsb. Namun, yang populer di banyak Negara misalnya poker, canasta, blackjack, casino, solitaire, bridge, dengan jumlah pemain yang berbeda-beda (Anonim, 2012b:1). Satu pak kartu remi dibagi menjadi 4 jenis kartu, yaitu sekop (spade), hati (heart), keriting (club) dan wajik (diamond). Setiap suit terdiri dari 13 kartu, terdiri dari As, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh, Jack, Queen, King. Sehingga jumlah dari keempat suit adalah 52 kartu. Biasanya ditambah dengan 2 kartu joker, masing-masing berwarna hitam dan merah (Anonim, 2012b:1). Ada banyak pendapat tentang asal usul kartu permainan ini. Ada yang berpendapat bahwa kartu permainan berasal dari evolusi dari sejenis permainan catur dari timur tengah. Namun diduga kuat kartu permainan ini berasal dari Cina. Kartu permainan muai berkembang sela zaman dinasti Tang (618-907 M). Dan saat pemerintahan dinasti Ming, kartu dengan figur manusia mulai dipakai. Kemudian kartu permainan menyebar keseluruh Asia, termasuk pemerintahan Islam, Mamluk di Dicetak pada tanggal 2017-07-18 Id Doc: 589c945781944d9611493e0d 17 Mesir pada abad ke- 14. Dari sana mulai digunakan 52 kartu, 10 kartu mewakili angka satu sampai sepuluh. Lalu King, Deputy King, dan Thani na’ib (setingkat dibawah deputy). Kerajaan Islam pernah menaklukan Eropa, sehingga kartu permainan ikut menyebar. Prancis yang pertama membagi kartu mejadi sekop, hati, wajik dan keriting. Dan terus berkembang hingga menjadi seperti kartu remi yang kita kenal sekarang (Anonim, 2012b:1). Kartu di sini bukanlah suatu kartu yang sering digunakan oleh orang untuk berjudi, melainkan suatu media untuk pembelajaran yang dibuat dengan memodifikasi kartu tersebut baik bentuk maupun prosedur permainannya. Kartu ini terdiri dari dua jenis, yaitu kartu yang berisi pertanyaan dan kartu yang berisi jawaban seputar materi Plantae (Haryono, 2013:142). 2.5. Materi Plantae Alam tumbuhan yang ditaksir meliputi 300.000 jenis tumbuhan itu dalam klasifikasinya dibagi-bagi menjadi sejumlah divisi. Tiap divisi seterusnya berturutturut dibagi-bagi lagi dalam takson yang lebih rendah, yaitu kelas, bangsa, suku, marga dan jenis. Masing-masing diberi nama sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Kode Internasional Tata Nama Tumbuhan, yang selain sebagai sarana referensi sekaligus memberikan indikasi untuk kategori takson yang mana nama-nama tersebut dimaksudkan (Tjitrosoepomo, 2005:1). Walaupun dalam abad ke-20 ini para ahli taksonomi pada umunya menganut sistem filogenetik, namun dalam penerapannya hasil klasifikasi mereka masih Dicetak pada tanggal 2017-07-18 Id Doc: 589c945781944d9611493e0d 18 berbeda-beda. Menurut Tjitrosoepomo (2005:1), yang dipilih di sini ialah sistem filogenetik yang membagi alam tumbuhan menjadi 5 divisi, yaitu : 1. Tumbuhan belah (Schizophyta), yang meliputi lebih kurang 35.000 jenis tumbuhan. 2. Tumbuhan talus (Thallophyta), yang meliputi lebih kurang 60.000 jenis tumbuhan. 3. Tumbuhan lumut (Bryophyta), yang meliputi lebih kurang 25.000 jenis tumbuhan. 4. Tumbuhan paku (Pteridophyta), yang meliputi lebih kurang 10.000 jenis tumbuhan. 5. Tumbuhan biji (Spermatophyta), yang meliputi lebih kurang 170.000 jenis tumbuhan. Pada waktu ini jelas dari angka-angka tersebut di atas, bahwa golongan tumbuhan biji adalah yang paling banyak terdapat di bumi kita. Karena tumbuhan ini juga mempunyai tubuh yang besar, sehingga mudah dikenal, maka tak mengherankan, bahwa warga divisi tumbuhan biji itu yang paling cepat menarik perhatian. Bila orang berbicara tentang tumbuhan, asosiasinya hampir selalu kepada kelompok ini, sampai kadang-kadang terlupa, bahwa masih ada kelompok-kelompok tumbuhan yang lain. Selain banyaknya jenis, tumbuhan biji pada zaman ini juga mempunyai populasi yang paling besar, sehingga zaman sekarang ini disebut pula zaman tumbuhan biji. Di masa-masa yang lalu kelompok-kelompok yang lain pernah “merajai” bumi kita ini, sehingga orang dapat menyebut tentang zaman ganggang Dicetak pada tanggal 2017-07-18 Id Doc: 589c945781944d9611493e0d 19 (Algae, suatu bagian divisi tumbuhan talus), zaman lumut, zaman paku dan seterusnya (Tjitrosoepomo, 2005:1). Menurut Anonim (2013:1), dunia tumbuh-tumbuhan diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu: 1. Tumbuhan tidak berpembuluh (Atracheophyta), terdiri dari ganggang makroskopis dan tumbuhan lumut. 2. Tumbuhan berpembuluh (Tracheophyta), terdiri dari tumbuhan paku dan tumbuhan biji. 2.5.1. Bryophyta (Lumut) Tumbuhan lumut sering kita jumpai di daerah yang lembab, menyerupai beludru berwarna hijau karena mengandung klorofil. Tumbuhan lumut merupakan tumbuhan darat (terrestrial) yang pertama dan merupakan tumbuhan peralihan dari tumbuhan talus ke tumbuhan kormus. Tumbuhan kormus adalah tumbuhan yang memiliki akar, batang dan daun sejati. Tumbuhan lumut belum memiliki akar, batang dan daun sejati. Akarnya berupa rizoid (akar semu). Rizoid berfungsi sebagai alat untuk melekatkan diri pada substrat/tempat melekat dan menyerap air serta zat-zat hara.Akar, batang dan daun tumbuhan lumut tidak memiliki jaringan pembuluh xilem dan floem. Tumbuhan lumut mengalami pergiliran keturunan antara generasi sporofit (generasi yang menghasilkan spora) dan generasi gametofit (generasi yang menghasilkan sel kelamin/gamet). Pergiliran keturunan seperti ini Dicetak pada tanggal 2017-07-18 Id Doc: 589c945781944d9611493e0d 20 disebut metagenesis. Tumbuhan lumut yang kita lihat sehari-hari adalah generasi gametofit. Gambar 2.1. Daur Hidup Lumut (Anonim, 2014c:1) a. Kelas Hepaticopsida (Lumut Hati) Kebanyakan lumut hati hidup di tempat-tempat yang basah, oleh sebab itu tubuhnya mempunyai struktur yang higromorf. Bentuk lain jarang ditemukan, meskipun ada pula yang terdapat pada tempat-tempat yang amat kering, misalnya pada kulit-kulit pohon, di atas tanah atau batu cadas, sehingga tubuhnya perlu mempunyai struktur yang xeromorf. Dalam tubuh terdapat alat penyimpan air, atau dapat menjadi kering tanpa mengakibatkan kematiannya. Yang bersifat epifit ada yang dapat hidup pada daun pohon-pohon dalam rimba daerah tropika dan karena hidupnya di atas daun itu lumut tadi merupakan Dicetak pada tanggal 2017-07-18 Id Doc: 589c945781944d9611493e0d 21 suatu bentuk ekologi yang khusus yang dinamakan epifit (Tjitrosoepomo, 2005:186). Contoh-contoh lumut hati yaitu : Gambar 2.2. Marchantia polymorpha (Anonim, 2012a:1) b. Kelas Anthocerotopsida (Lumut Tanduk) Bentuk tubuh lumut tanduk berupa lembaran yang ujungnya bercabangcabang menyerupai tanduk, sehingga disebut lumut tanduk. Lumut tanduk dapat kita jumpai di tepi sungai, danau atau di sepanjang selokan (Anonim, 2013:1). Gambar 2.3. Lumut Tanduk, Anthoceros (Anonim, 2014b:1) Dicetak pada tanggal 2017-07-18 Id Doc: 589c945781944d9611493e0d 22 c. Kelas Bryopsida (Lumut Sejati) Lumut sejati tumbuh di tanah, tembok dan tempat-tempat terbuka. Batang tegak, bercabang-cabang dan berdaun kecil-kecil. Lumut ini mirip dengan rumput tetapi pendek. Contoh lumut sejati adalah Polytrichum yang banyak menempel pada batu bata dan Sphagnum (lumut gambut) yang hidup di rawa-rawa (Anonim,2013:1). Gambar 2.4. Lumut Sejati, Sphagnum sp. (Anonim, 2013:1) Tumbuhan lumut dikenal sebagai salah satu vegetasi/tumbuhan perintis. Disebut vegetasi perintis karena tumbuhan ini dapat menghancurkan batu-batuan menjadi tanah yang dapat digunakan sebagai tempat tumbuh tumbuhan lain. Tumbuhan lumut yang tumbuh di permukaan tanah hutan dapat menahan erosi, mengurangi bahaya banjir dan mampu menyerap air sehingga dapat menyediakan air pada musim kemarau. Tumbuhan lumut juga dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Marchantia polymorpha digunakan sebagai obat hepatitis (radang hati) dan Sphagnum menghasilkan gambut yang dimanfaatkan sebagai bahan pengganti kapas (Anonim, 2013:1). Dicetak pada tanggal 2017-07-18 Id Doc: 589c945781944d9611493e0d 23 1.6. Hasil Penelitian yang Relevan Hasil penelitian relevan sebelumnya yang sesuai dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ririn Isnawati (2012) tentang Pengembangan Media Pembelajaran Compound Remi Card berbasis Chemo-Edutainment Materi Tata Nama Senyawa Poliatomik Kelas X MA Islamiyah Balen Bojonegoro Tahun Ajaran 2011/2012. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu produk pembelajaran berbasis Chemo-Edutainment serta mengevaluasi efektifitas penggunaan media yang telah dikembangkan pada pembelajaran kimia dengan media pembelajaran Compound Remi Card berbasis Chemo-Edutainment. Penelitian dan Pengembangan yang dilakukan memuat 3 komponen yaitu: (1). Model Pengembangan, (2). Prosedur Pengembangan, dan (3) Uji Coba Produk. Pada ujicoba produk dilakukan uji validasi ahli dan revisi produk I, uji kelas kecil dan revisi II, uji kelas besar dan produk akhir. Subyek uji coba untuk uji validasi ahli menggunakan 2 responden ahli yaitu ahli pembelajaran kimia dan ahli media. Uji kelas kecil, dilakukan pada 12 siswa kelas X1 dan uji kelas besar pada 32 siswa kelas X-2 MA Islamiyah Balen. Instrumen yang digunakan berupa soal pretest & post-test, lembar observasi aktivitas siswa selama pembelajaran dan angket tanggapan siswa terhadap media. Angket tanggapan terhadap media diberikan setelah produk akhir jadi. Pengolahan skor angket media ini menggunakan skala likert secara aposteritori. Penelitian ini menyimpulkan bahwa media pembelajaran Compound Remi Card berbasis Chemo-Edutainment efektif digunakan dalam proses pembelajaran kimia materi tata nama senyawa poliatomik yang ditunjukkan dengan tercapainya Dicetak pada tanggal 2017-07-18 Id Doc: 589c945781944d9611493e0d 24 indikator keefektifan yaitu: (1) Pada aspek kognitif tingkat penguasaan siswa terhadap materi untuk kelas kecil yaitu 78,75% sedangkan untuk kelas besar 76,09%, keduanya berada pada kriteria efektif, (2) Pada aspek afektif, penilaian afektif peserta didik untuk kelas kecil yaitu 80,83% sedangkan untuk kelas besar yaitu 78,44%, keduanya berpredikat baik (3) Angket uji kelayakan media untuk kelas kecil dan kelas besar masing-masing mendapatkan nilai 3,25 dan 3,29 dengan kategori tinggi. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah mengembangkan media pembelajaran Kartu Remi yang di modifikasi baik isi, ukuran maupun cara bermainnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini samasama menggunakan metode pengembangan Research and Development, yang berbeda adalah model pengembangan yang digunakan. Pada penelitian ini digunakan model pengembangan melalu 6 tahapan, yaitu Concept, Design, Collecting Material, Assembly, Uji Eksperimen dan Distribution. Sedangkan model pengembangan yang digunakan oleh peneliti adalah model ADDIE yaitu Analysis, Design, Development, Implementation dan Evaluation.