1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakekatnya setiap orang,
kelompok dan
organisasi
mempunyai tanggung jawab sosial (social responsibility) pada lingkungannya.
Tanggung jawab sosial seseorang atau organisasi adalah etika dan
kemampuan berbuat baik pada lingkungan sosial hidup berdasarkan aturan,
nilai dan kebutuhan masyarakat. Berbuat baik atau kebajikan merupakan
bagian dari kehidupan sosial. Dan segi kecerdasan, berbuat kebajikan adalah
salah
satu
unsure kecerdasan
spiritual. Sementara
dalam
konteks
perusahaan, tanggung jawab sosial itu disebut tanggung jawab sosial
perusahaan (Corporate Social Responsibility--CSR).
Empat tahun belakangan ini corporate social responsibility atau
CSR memang sedang menjadi trend di Indonesia. Banyak orang berbicara
tentang CSR dan semuanya bagus serta perusahaan yang melakukan
corporate social responsibility (CSR) semakin banyak. Namun upaya
sosialisasi harus terus dilakukan agar lebih banyak perusahaan menyadari
dan memahami pentingnya CSR. Memang diakui, di satu sisi sektor industri
atau korporasi skala besar telah mampu memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi di sisi lain ekploitasi sumber-sumber
daya alam oleh sektor industri seringkali menyebabkan terjadinya degradasi
lingkungan yang parah. Karakteristik umum korporasi skala-besar biasanya
beroperasi secara enclave atau terpisah, dan melahirkan apa yang disebut
perspektif dual society, yaitu tumbuhnya dua karakter ekonomi yang
1
paradoks di dalam satu area. Ekonomi tumbuh secara modern dan pesat,
tetapi masyarakat ekonomi justru berjalan sangat lambat.
Industri dan korporasi berperan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi yang sehat dengan mempertimbangkan pula faktor lingkungan
hidup.
Melihat pada kondisional semcam ini maka penulis mencoba
mengangkat permasalahan ini kepermukaan. Penulis menganggap bahwa
pengambilan judul diatas cukup strategis. Pertama, sebab sebenarnya
konsep tanggungjawab sosial perusahaan telah dikenal sejak awal 1970,
yang secara umum diartikan sebagai kumpulan kebijakan dan praktik yang
berhubungan dengan stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum,
penghargaan masyrakat, lingkungan, serta komitmen dunia usaha untuk
berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan. Seiring perjalanan
waktu, di satu sisi sektor industri atau koprasi-koprasi skala besar telah
mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,
tetapi di sisi lain ekploitasi sumber-sumber daya alam oleh sektor industry
sering kali menyebabkn kerusakan lingkungan. Kedua, adalah sebagai upaya
untuk menegaskan hubungan perusahaan dengan aktifitas perniagaan yang
diselenggarakan oleh para perusahaan.
Dalam konteks
perniagaan
yang diselenggarakan terdapat
hubungan timbal-balik antara personal perusahaan secara internal dan
antara internal perusahaan dengan masyarakat luar perusahaan. Corporate
Social Responsibility adalah suatu bagian hubungan perniagaan yang
melibatkan perusahaan di satu pihak dan masyrakat sebagai lingkungan
sosial perusahaan di pihak yang lain. Ketiga, CSR adalah basis teori tentang
perlunya sebuah perusahaan membangun hubungan harmonis dengan
2
masyrakat domisili. Secara teoritik, CSR dapat didefinisikan sebagai
tanggungjawab moral suatu peusahaan terhadap para stakeholdersnya,
terutama komunitas atau masyarakat di sekitar wilayah kerja atau
oprasionalnya.
Di tahun 1970-an, topik CSR mengemuka melalui tulisan Milton
Friedman tentang bentuk tunggal tanggungjawab sosial dari kegiatan bisnis.
Bahkan Estes, menilai bahwa roh atau semangatnya telah ada sejak mula
berdirinya perusahaan-perusahaan (di Inggris), yang tugas utamanya adalah
untuk membantu pemerintah dalam memberikan pelayanan danmemenuhi
kebutuhan masyarakat sikap dan pendapat pro-kontra selalu merupakan
bagian dari sejarah kehidupan perusahaan dan perkembangan konsep CSR
itu sendiri. (http://jurnal-sdm.blogspot.com)
Di Indonesia sendiri, CSR (Corporate Social Responsibility)
merupakan suatu tanggungjawab sosial suatu perusahaan dimana menjadi
salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai
dengan isi pasal 74 Undang- Undang Perseroan Terbatas (UUPT) yang
terbaru, yakni UU Nomor 40 Tahun 2007, melalui undang-undang ini, industri
atau koperasi-koperasi wajib untuk melaksanakannya. Defenisi Corporate
Social Responsibility pada dasarnya berangkat dari filosofi bagaimana cara
mengelola perusahaan baik sebagian maupun secara keseluruhan memiliki
dampak positif bagi dirinya dan lingkungan. Untuk itu, perusahaan harus
mampu mengelola bisnis operasinya dengan menghasilkan produk yang
berorientasi
secara
positif
terhadap masyarakat dan
lingkungannya.
Meningkatnya tingkat kepedulian kualitas kehidupan, harmonisasi sosial dan
lingkungan ini juga mempengaruhi aktivitas dunia bisnis, maka, lahirlah
3
gugatan terhadap peran perusahaan agar mempunyai tanggungjawab sosial.
Disinilah salah satu manfaat yang dapat dipetik perusahaan dari kegiatan
CSR. Dalam konteks inilah aktifitas Corporate Social Responsibility (CSR)
menjadi menu wajib bagi perusahaan, di luar kewajiban yang digariskan
undang-undang. Kendati demikian, wacana tanggungjawab social masih
sering diposisikan secara marginal dan cenderung kurang memiliki apresiasi
secara tepat. Konteks seperti itu terjadi, paling tidak dipicu oleh beberapa
kondisi antara lain: (1) masih belum seragam dan jelas batasan
tanggungjawab social; (2) Kurangnya respon stakeholder sehingga kurang
menciptakan social control; (3) dukungan tata perundangan yang masih
lemah; (4) standar operasional yang kurang jelas; (5) belum jelasnya ukuran
evaluasi.
Kritik
kekurangan.
lainnya, dalam pelaksanannya
Program-program
CSR
yang
CSR masih memiliki
banyak
dijalankan
oleh
perusahaan banyak yang hanya memiliki pengaruh jangka pendek dengan
skala yang terbatas. Program-program CSR yang dilaksanakan seringkali
kurang menyentuh akar permasalahan komunitas yang sesungguhnya.
Seringkali pihak perusahan masih mengangap dirinya sebagai pihak yang
paling memahami kebutuhan komunitas, sementara komunitas dianggap
sebagai kelompok pinggiran yang menderita sehingga memerlukan bantuan
perusahaan. Di samping itu, aktivitas CSR dianggap hanya semata-mata
dilakukan demi terciptanya reputasi perusahaan yang pasif bukan demi
perbaikan kualitas hidup komunitas dalam jangka panjang. Kritik lain dari
pelaksanaan CSR adalah karena seringkali diselenggarakan dengan jumlah
biaya yang tidak sedikit, maka CSR identik dengan perusahan besar yang
4
ternama. Yang menjadi permasalahan adalah dengan kekuatan sumberdaya
yang ada dengan kekuatan sumber daya yang dimilikinya, perusahanperusahan besar dan ternama ini mampu membentuk opini publik yang
mengesankan seolah-olah mereka telah melaksanakan CSR, padahal yang
dilakukanya hanya semata-mata hanya aktivitas filantropis, bahkan boleh jadi
dilakukan untuk menutupi perilaku-perilaku yang tidak etis serta perbuatan
melanggar hukum (http://jurnal.unikom.ac.id).
Seberapa penting CSR bagi perusahaan tetap menjadi wacana
dalam praktis bisnis, pro dan kontra ini tidak bisa dilepaskan dari fenomena
perbenturan kepentingan antara pencapaian profit dengan pencapaian tujuan
sosial. Jika diperhatikan, masyarakat sekarang hidup dalam kondisi yang
dipenuhi beragam informasi dari berbagai bidang, serta dibekali kecanggihan
ilmu pengetahuan dan tehnologi. Pola seperti ini mendorong terbentuknya
cara pikir, gaya hidup, dan tuntutan masyarakat yang lebih tajam. Seiring
dengan perkembangan ini, tumbuh suatu gerakan konsumen yang dikenal
sebagai vigilante consumerism yang kemudian berkembang menjadi
ethonical consumerism (http://jurnal-sdm.blogspot.com).
Riset yang dilakukan oleh Roper Search Worldwide menujukan
75% responden memberi nilai lebih kepada produk dan jasa yang dipasarkan
oleh perusahaan yang memberi kontribusi nyata kepada komunitas melalui
program pembangunan. Sekitar 66% responden juga menunjukan mereka
siap berganti merk kepada merek perusahaan yang memiliki citra social yang
positif. Hal ini membuktikan terjadinya perluasan ”minat” konsumen dari
produk
menuju
korporat
(http://jurnal-sdm.blogspot.com).
Konsumen
menaruh perhatianya terhadap tanggungjawab sosial perusahaan yang lebih
5
luas, yang
menyangkut
etika bisnis dan
Kepedulian konsumen telah meluas
tanggungjawab
sosialnya.
dari sekedar kepada korporetnya.
Konsumen semacam ini tidak hanya peduli pada faktor pemenuhan
kebutuhan pribadi sesaat saja. Tetapi juga peduli pada penciptaan
kesejahteraan jangka panjang.
Meningkatnya tingkat kepedulian kualitas kehidupan, harmonisasi
sosial dan lingkungan ini juga mempengaruhi aktivitas dunia bisnis, maka,
lahirlah
gugatan
terhadap
peran
perusahaan
agar
mempunyai
tanggungjawab sosial. Disinilah salah satu manfaat yang dapat dipetik
perusahaan dari kegiatan CSR. Dalam konteks inilah aktifitas Corporate
Social Responsibility (CSR) menjadi menu wajib bagi perusahaan, di luar
kewajiban yang digariskan undang-undang (http://jurnal.unikom.ac.id).
Diundangkannya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas ini, mengisyaratkan
bahwa CSR awalnya bersifat
sukarela menjadi sebuah tanggung jawab yang diwajibkan. Namun Undangundang Perseroan Terbatas secara eksplisit tidak mengatur berapa jumlah
nominal dan atau berapa besaran persen laba bersih dari suatu perusahaan
yang harus disumbangkan. Karena, pengaturan lebih lanjut merupakan
domain daripada Peraturan Pemerintah
(PP) sebagai manifestasi dari
Undang-undang, dan saat ini Peraturan Pemerintah tersebut masih dibahas
oleh pemerintah. Jauh Sebelum Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008
Tentang Perseroan Terbatas ini diundangkan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) sudah menerapkan CSR yang diwajibkan oleh Undang-undang
Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, lewat Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan
(PKBL).
Sebagai
manipestasinya
telah
dikeluarkannya
6
Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-236/MBU/2003 tanggal 17 Juni 2003
dan Surat Edaran Menteri BUMN Nomor SE-433/MBU/2003 tanggal 16
September 2003. Dengan demikian
BUMN dapat dikatakan telah jelas
aturan mainnya karena sudah ada Undang-undang tersendiri. BUMN
merupakan perusahaan yang dimiliki oleh negara, bahkan pola CSR mereka
sudah rinci aturan pelaksananya.
Praktik CSR oleh BUMN ini menarik untuk dikaji disebabkan oleh
faktor pembeda yang secara normatif mendukung kegiatan kedermawanan
sosial BUMN ini seharusnya dapat berkembang, Pertama, karena sifat dan
statusnya sebagai perusahaan milik negara, BUMN tidak terkendala oleh
motif pengurangan pajak (tax deduction) sebagaimana menjadi pengharapan
perusahaan-perusahaan swasta. Kendati pajak tetap merupakan kewajiban
bagi BUMN, kewajiban ini tidak serta merta mempengaruhi kelancaran
kegiatan atau operasi BUMN.Kedua, terdapat instrumen ”pemaksa” berupa
kebijakan pemerintah; dimana melalui Kepmen BUMN Nomor: Kep236/MBU/2003, perusahaan BUMN menjalankan Program Bina Lingkungan
(PKBL).
Sehingga dengan praktik derma yang
dimungkinkan
bahwa
imperatif tersebut
potensi rata-rata sumbangan sosial perusahaan-
perusahaan BUMN lebih besar dari perusahaan-perusahaan swasta, BUMN
merupakan salah satu elemen utama kebijakan ekonomi strategis negaranegara berkembang. Keberadaan BUMN mempunyai pengaruh utama dalam
pembangunan negara-negara dunia ketiga. Setidaknya, BUMN diperlukan
dalam pengaturan infrastruktur dan public utilities, dan menempatkan dirinya
untuk berperan pada hampir seluruh sektor aktivitas ekonomi.
7
PT. Bank Rakyat Indonesia merupakan salah satu badan usaha
milik Negara yang beberapa tahun terakhir sangat gencar dalam kegiatan
Corporate Social Responsibility (CSR) melalui Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan yang selanjutnya disebut “BRI Peduli”. Program Kemitraan
merupakan bantuan modal usaha kepada para pelaku usaha kecil.
Sedangkan bina lingkungan sendiri merupakan bantuan langsung dalam
bentuk amal di berbagai bidang. Kegiatan dilaksanakan dalam enam bidang,
yakni bidang pendidikan, kesehatan, pelestarian alam, sarana ibadah, sarana
umum, dan bencana alam. Bentuk- bentuk penyaluran dana CSR khususnya
dalam program bina lingkungan dapat diberikan dalam bentuk beasiswa
kepada mahasiswa/i untuk beberapa perguruan tinggi, bantuan operasional
rumah-rumah sakit, mengadakan pasar rakyat, dsb.
Akan tetapi meskipun telah memiliki berbagai macam program
pengembangan masyarakat, BRI dalam merealisasikan program ini kurang
optimal. Hal ini terlihat dari masih rendahnya realisasi anggaran dana CSR
dari jumlah dana yang telah disediakan BRI melalui Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS). Seperti yang dipaparkan oleh Bapak Bunasor Sanim selaku
Komisaris Utama PT. BRI dalam sambutan pada Laporan PKBL Tahun 2010,
beliau memaparkan bahwa:
“Selama tahun 2010 Program Kemitraan yang disalurkan
Perseroan adalah sebesar Rp 9,699 miliar atau sebesar 3,06%
dari saldo dana tersedia sebesar Rp 316,975 miliar. Dan selama
tahun 2010 Program Bina Lingkungan yang disalurkan Perseroan
adalah sebesar Rp 51,316 miliar atau sebesar 9,01% dari saldo
dana tersedia sebesar Rp 569,582 miliar.”
Selain itu lemahnya pengawasan yang berkelanjutan dalam
pelaksanaan CSR merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan kurang
8
optimalnya pelaksanaan CSR. Masalah ini ditemukan penulis saat meneliti di
tingkat
penerima bantuan khususnya penerima bantuan kredit kemitraan
Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk lebih mengkaji hal tersebut
sehingga mendorong penulis untuk membuat skripsi dengan judul :
“Pelaksanaan Program Corporate Social Responsibility (CSR) Pada
Badan Usaha Milik Negara (Studi PT. Bank Rakyat Indonesia pada
Wilayah Kota Makassar)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian singkat mengenai latar belakang masalah
sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah sebagai dasar acuan
dalam melakukan penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana penerapan prinsip-prinsip Corporate Social Responsibility
(CSR) PT. Bank Rakyat Indonesia pada wilayah Kota Makassar?
2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh PT. Bank Rakyat
Indonesia pada wilayah Kota Makassar dalam pelaksanaan program
Corporate Social Responsibility (CSR)?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Untuk
mengetahui
penerapan
prinsip-prinsip
Corporate
Social
Responsibility (CSR) PT. Bank Rakyat Indonesia pada wilayah Kota
Makassar.
9
2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi PT. Bank Rakyat
Indonesia pada wilayah Kota Makassar dalam pelaksanaan program
Corporate Social Responsibility (CSR)
D. Signifikasi Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus kajian penelitian
ini dan tujuan yang ingin dicapai, maka diharapkan peneliti ini dapat
memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Signifikasi akademis, hasil penelitian diharapkan berguna sebagai suatu
karya ilmiah yang dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya pengembangan ilmu administrasi negara khususnya pada
bidang kebijakan publik dan sebagai bahan masukan yang dapat
mendukung bagi peneliti maupun pihak lain yang tertarik dalam bidang
penelitian yang sama.
2. Signifikasi praktis, diiharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan
manfaat dan berguna bagi PT. Bank Rakyat Indonesia sebagai suatu
bahan informasi, masukan, dan pertimbangan demi menghasilkan konsep
dan program CSR yang berkualitas dan lebih baik lagi dimasa
mendatang.
3. Signifikasi metodologis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah
satu media untuk memperdalam pengembangan
keilmuan khususnya
mengenai penerapan prinsip-prinsip dalam pelaksanaan suatu program
organisasi dan dapat memberikan suatu sumbangsih pemikiran tentang
bagaimana pelaksanaan suatu program organisasi.
10
Download