BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, dengan objek penelitian tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. B. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data dilakukan di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September – 22 Oktober 2016. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah jenis tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama Taman Nasional Baluran Jawa Timur. 2. Sampel Sampel dalam penelitian berupa tumbuhan mangrove dan substrat dari setiap plot pengamatan. D. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah, binokuler, kompas, meteran jahit, Global Position System (GPS) Garmin tipe E650, meteran 32 panjang, tali rafia, gunting, pisau, klinometer, soiltester, refractometer, kamera, tabung reaksi, penggaris, pensil, pena, tabel pengambilan data, papan jalan, plastik klip, kertas label dan buku Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia serta Mangrove Guidebook for Southeast Asia. 2. Bahan Bahan dalam penelitian ini adalah sampel jenis tumbuhan mangrove. E. Langkah Pelelitian Penelitian yang dilakukan di ekosistem hutan mangrove ini menggunakan metode purpose sampling dengan jalur berpetak. Lokasi penelitian dibagi menjadi 2 stasiun, stasiun 1 memiliki luas empat ha, dan stasiun 2 seluas sembilan ha. 1. Membuat Transek dan Plot a. Menentukan panjang sabuk mangrove dan menentukan titik pembuatan transek per 100 m. b. Membuat garis transek tegak lurus garis pantai hingga hutan mangrove berakhir. c. Membuat plot pada garis transek secara berselang-seling dengan ukuran 20 x 20 m untuk pohon, 10 x 10 m untuk tiang dan 5 x 5 m untuk pancang dan 1 x 1 untuk semai. (modifikasi Darmadi. dkk. 2012. 348). Gambar 1. Skema metode jalur berpetak. 33 Berikut adalah kriteria penentuan pohon, tiang pancang dan semai: 1. Semai : Permudaan tingkat kecambah sampai setinggi <1,5m 2. Pancang : Permudaan dengan tinggi > 1,5 m sampai anakan berdiameter < 10 cm. 2. 3. Tiang : Pohon muda berdiameter 10 cm samapi 20 cm. 4. Pohon : Pohon berdiameter > 20 cm. Menentukan Zonasi Berikut adalah cara menentukan zonasi dalam penelitian ini: a. Membuat jalur tegak lurus dengan garis pantai hingga zona hutan mangrove berakhir, dengan jarak antar jalur sepanjang 100 m. b. Mengamati setiap tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pada setiap meter dan mencatatnya. 3. Mengambil Data a. Data Tumbuhan Mangrove 1) Melakukan pengukuran diameter pohon mangrove pada setiap plotnya dengan cara mengukur keliling pohon menggunakan meteran jahit. 34 Gambar 2. Batas pengukuran diameter pohon mangrove. Sumber : Keputusan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 20 tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Kerusakan Mangrove. 2) Mengukur tinggi pohon menggunkan klinometer. 3) Menghitung jumlah pohon disetiap plot. 4) Mengidentifikasi jenis tanaman mangrove berdasarkan acuan buku Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia serta Mangrove Guidebook for Southeast Asia. 5) Mendokumentasikan sampel daun, bunga, buah, akar, batang dan propagul untuk kepentingan identifikasi. b. Data Edafik Mengambil data edafik meliputi tekstur substrat, pH dan, salinitas. Pengukuran edafik dilakukan di setiap plot pengamatan dengan gambaran sebagai berikut: 35 F. Penyusunan Data Berikut adalah tabel pengumpulan data lapangan: No Transek : … No Plot : …. Tabel Pengumpulan Data Tinggi Pohon No Se/Pa/Ti/Po Jenis Keliling Jarak Tinggi Dada Sudut Tabel Data Edafik Lokasi Transek Plot Karakteristik Substrat Prosentase Pasir pH Salt (‰) Stasiun G. Analisi Data Data yang telah diperoleh akan dianalis dengan menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Berikut adalah rancangan analisis kualitatif yang akan digunakan: 1. Stratifikasi Stratifikasi adalah distribusi tumbuhan dalam ruang vertikal. Di penelitian ini penarikan stratifikasi vertikal akan ditarik dari garis pantai hingga daratan (batas hutan mangrove) (Indriyanto. 2006: 139). 2. Pola Sebaran Pola sebaran adalah gambaran penyebaran tumbuhan di ruang horizontal. Penyebaran ini dikelompokkan menjadi tiga kategori; acak, 36 seragam dan berkelompok. Pola sebaran dihitung dengan indeks morisita (Odum, 1993; Suwardi dkk. 2013: 4): ∑ π₯2 − π πΌπ = n π(π − 1) Id : Indeks distribusi morisita n : Jumlah plot x : Jumlah total individu dalam plot Σn2 : kuadrat jumlah individu dalam plot dengan kriteria peniliaan: Id=1 : Pola penyebaran secara acak Id>1 : Pola penyebaran mengelompok Id<1 : Pola penyebaran seragam. Data yang diperoleh juga dianalisis berdasarkan teknis analisis kuantitatif sebagai berikut: 1. Densitas atau Kerapatan Densitas atau kerapatan adalah jumlah individu per satuan luas atau per unit volume, dengan kata lain densitas merupakan jumlah individu organisme per satuan ruang (Indriyanto. 2006: 142). πΎ= Jumlah Individu luas petak pengamatan πΎ−π = Jumlah Individu untuk spesies ke i luas petak pengamatan 37 πΎ π ππππ‘ππ = Kerapatan spesies ke−i Kerapatan seluruh spesies 2. Frekuensi Frekuensi merupakan besarnya intensitas diketemukannya suatu spesies organisme pada pengamatan keberadaan organisme pada komunitas atau ekosistem (Indriyanto. 2006: 14). πΉ= Jumlah petak contoh ditemukannya suatu sesies ke − i Jumlah seluruh petak contoh πΉπ= Jumlah petak contoh ditemukannya suatu sesies ke − i Jumlah seluruh petak pohon πΉ π ππππ‘ππ − π = frekuensi suatu sesies ke − i x 100% frekuensi seluruh spesies 3. Dominansi atau Luas Penutupan Luas penutupan atau coverage adalah proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh spesies tumbuhan dengan luas total habitat. Luas penutupan dapat dinyatakan dengan menggunakan luas penutupan tajuk ataupun luas bidang dasar (luas basal area). Beberapa penulis menggunakan istilah dominansi untuk menyatakan luas penutupan. Parameter ini juga menunjukkan spesies yang dominan dalam suatu komunitas (Indriyanto. 2006: 143). π·= Luas bidang dasar suatu jenis Luas petak contoh π· − π ππππ‘ππ = Dominansi suatu jenis π₯ 100% Dominansi seluruh jenis 38 4. Indeks Nilai Penting (INP) Indeks nilai penting adalah parameter kuantitatif yang dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi (tingkat penguasaan) spesiesspesies dalam suatu komunitas tumbuhan (Soegianto; Indriyanto. 2006: 144). Spesies-spesies yang dominan atau berkuasa dalam suatu komunitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai penting yang tinggi, sehingga spesies yang paling dominan tentu saja memiliki indeks nilai penting yang paling besar (Indriyanto. 2006: 144). πΌππ = KR + FR + CR 5. Indeks Keanekaragaman Indeks keanekaragaman yang digunakan adalah indeks Shannon-Wiener, karena indeks ini digunakan untuk mengetahui keanekaragaman jenis di setiap pertumbuhan (Odum. 1993; Suwardi dkk. 3), dengan rumus sebagai berikut: π» ′ = − Σ ππ ln ππ ππ = ni = Jumlah individu dari satu spesies N = Jumlah total semua individu dalam sampel H’ : Ideks keanekaragaman Shannon-Wiener Ni : Jumlah individu spesies ke-i N : Total jumlah individu Kriteria indeks keanekaragaman dibagi dalam tiga kategori: H’<1 : Keanekaragaman jenis rendah 39 1<H<3 : Keanekaragaman jenis sedang H’>3 : Keanekaragaman jenis tinggi 6. Indeks Kemerataan Indeks kemerataan ini digunakana untuk mengetahui keseimbangan komunitas, yaitu ukuran kesamaan jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas. Semakin mirip jumlah individu antar spesies (semakin merata penyebarannya) maka semakin merata derajat keseimbangannya. Dihitung menggunakan Evenes indeks (Magurran.1988; Suwardi dkk. 2013: 3). H′ πΈ= Ln (S) E : Indeks kemerataan jenis H’ : Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener S : Jumlah jenis Nilai kisaran: E<0,3 : Kemerataan populasi kecil 0,3<E<0,6 : Kemerataan populasi sedang E>0,6 : Kemerataan populasi tinggi 7. Indeks Kekayaan Jenis (R1) π 1 = R1 S−1 Ln (N) : Indeks kekayaan jenis Margallef 40 S : Jumlah jenis N : Total jumlah individu Nilai kisaran: R1 < 3,5 : Kekayaan jenis rendah 3,5 < R1 < 5,0 : kekayaan jenis sedang R1 > 5,0 : kekayaan jenis tinggi. 41