SUDAHKAH GURU SERTIFIKASI MEMENUHI KEBUTUHAN PESERTA DIDIK? Oleh : Sumadji Pengawas TK/SD Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo Email : [email protected] Abstak Seringkali kita mendengar, guru memukul peserta didik, mencubit, menendang, memarahi dan lain sebagainya. Itu semua perbuatan guru yang sering kita anggap oknum yang melanggar dari perbuatan diluar profesioalisme guru. Memang kadangkadang peserta didik beperilaku yang kurang wajar, sehingga guru marah. Anggapan banyak orang bahwa, kata oknum guru yang berbuat seperti di atas hendaknya harus dilaporkan kepada pihak yang berwajib. Sehingga oknum guru dapat dihukum setimpal dengan perbutannya. Anggapan diatas hendaknya juga dibarengi oleh keberhasilan seorang guru. Guru yang dapat mengantarkan peserta didiknya berhasil dengan kegiatan- kegiatan yang dapat mencetak prestasi atau dapat mengharumkan dunia pendidikan tentunya harus mendapat perhatian oleh para pejabat. Berkaitan dengan itu, guru yang mempunyai kepekaan terhadap pemenuhan kebutuhan peserta didik, hendaknya selalu siap siaga sehingga peserta didik merasa terpenuhi apa yang dibutuhkan guna meningkatkan proses belajar mengajar dan sehingga bermuara pada prestasi belajar. PENDAHULUAN Peserta didik banyak permintaan kepada guru untuk memenuhi kebutuhan dirinya dalam proses belajar mengajar. Cara guru untuk merespons permintakan dari kebutuhan peserta didik cenderung tidak sama. Permintakan merupakan kebutuhan atau harapan yang segera terpenuhi, agar mereka dapat belajar dengan sebaik- baiknya. Dan apabila pemenuhan permintakan kebutuhan itu dikesampingkan oleh guru, tentunya proses belajar mangajar akan terpengaruh. Ketika peserta didik menangis di dalam kelas, tidak mau belajar, keluar kelas dan lain sebagainya, itu merupakan bentuk- bentuk kebutuhan peserta didik yang hendak dipenuhi oleh guru. Bentuk- bentuk tindakan seperti itu merupakan perbuatan anak yang paling sederhana dan sering muncul dilapangan guna mendapatkan perhatian oleh guru. Keberagaman anak di kelas selama ini masih menjadi permasalahan yang langsung dihadapi oleh guru dan belum menjadi bagian dari kebijakan sekolah tentang prosedur pemberian layanan yang harus diberikan. Guru masih bekerja secara sendiri untuk menyelesaikan permasalahan mereka ketika menjumpai anak dengan kemampuan akademik yang beragam. Keterbatasan informasi mengenai apa dan siapa peserta didik dengan kemampuan beragam tersebut menjadi akar permasalahan mengapa penanganan mereka masih minim. Pada kesempatan ini penulis memaparkan bahwa pendidik belajar menyikapi keberagaman dari interaksi sehari-hari mereka. Ketika mereka banyak melihat bahwa teman mereka yang beragam atau berbeda kemampuan akademik diperhatikan dan dipenuhi kebutuhannya maka secara tidak langsung mereka juga belajar bahwa hal tersebut yang semestinya dilakukan, bukan dibiarkan bahkan diejek, diolok dan tidak diberi peluang untuk berhasil. Tulisan ini mengetengahkan sebuah penuhan pada kepekaan sekolah untuk peduli pada peserta didik yang selama ini berbeda dari ukuran prestasi akademik dengan memaksimalkan peran guru serta meningkatkan pelayanan pemenuhan kebutuhan untuk mewujudkan proses pembelajaran yang dapat menghargai, menghormati pada peserta didik. Pada kenyataan dilapangan, cenderung banyak guru hanya memenuhi kewajiban profesinya yang sesuai dengan bidang tugas mereka masing- masing, sehingga seorang guru mengabaikan kebutuhan- kebutuhan peserta didik yang perlu dipenuhi dalam perbaikan proses belajar mengajar. Profesionalisme guru dapat dikatakan dengan kompetensi guru merupakan tuntutan yang hendak dicapai oleh seorang tenaga professional. Namun kompetensi guru seperti kompetensi professional, social, pedagogik dan keperibadian itu belum dapat diterapkan dalam memenuhi kebutuhan peserta didik. Atau dengan kata lain dari kompetensi tersebut diatas terlepas dari pemenuhan kebutuhan peserta didik yang penulis maksud di atas. Keberagaman Peserta didik dan Permasalahan yang Muncul Pemahaman mengenai apa dan siapa peserta didik yang beragam menjadi awal penerimaan keberadaan mereka di kelas. Keberagaman peserta didik didik disebabkan oleh berbagai faktor. Osman (Wardani, 1995) mengemukakan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi aktualisasi belajar pada peserta didik. Faktor-faktor ini secara langsung maupun tidak langsung saling terkait (tidak berdiri sendiri) dan berperan dalam munculnya hambatan belajar. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Inteligensi Tingkat inteligensi seseorang memberi gambaran mengenai tingkat rata-rata pencapaian yang mungkin diraih oleh peserta didik. Namun hal tersebut tidak meramalkan keberhasilan dalam belajar. Tingkat inteligensi yang tinggi bukan jaminan keberhasilan seorang peserta didik untuk berhasil dalam pembelajaran, dan kadang ditemui kesenjangan yang nyata dengan prestasi belajarnya. Inteligensi peserta didik yang berada di bawah normal sering menunjukkan kesulitan dalam pemahaman materi, rentang memori yang terbatas, dan kemampuan analisis yang lemah. Hal tersebut banyak mengarah pada kemampuan kognitif yang lemah. Data mengenai inteligensi mereka dapat dijadikan dasar perencanaan program penanganan, terfokus pada prediksi kemampuan yang dapat dikuasai oleh peserta didik. 2. Ketidak sempurnaan sensori Ketidak sempurnaan ini terkait dengan kinerja sensori (organ penglihatan, pendengaran) dan syaraf pusat. Peserta didik dengan kemampuan melihat kurang akan mendapat kesulitan dalam melihat sesuatu yang dituliskan di papan maupun di buku, dan hal ini akan berimplikasi pada semua mata pelajaran. Kadang-kadang terjadi kesulitan dalam belajar namun organ sensori pada peserta didik normal. Hal ini terjadi karena sistem syaraf pusat tidak berfungsi sebagaimana mestinya sehingga pesan yang disampaikan oleh dan atau dari otak berbeda. Manifestasi kasus yang tampak pada peserta didik dapat berupa perbedaan makna antara apa yang ia lihat dan dengar dengan apa yang sebenarnya ditangkap oleh indera penglihatan dan pendengaran. 3. Tingkat Keaktifan dan Kemampuan Memusatkan Perhatian Kemampuan peserta didik dalam memusatkan dan mempertahankan perhatian merupakan modal dasar keberhasilan dalam pembelajaran. Belajar memerlukan perhatian terfokus selama beberapa saat untuk berproses supaya memahami apa yang dipelajari. Peserta didik yang mudah beralih perhatian pada benda atau hal di sekeliling akan terhambat dalam memahami materi. 4. Memar Otak dan Fungsi Otak yang Minimal Otak sebagai pusat kinerja kognisi, afeksi maupun psikomotor menjadi hal yang sangat vital dalam keberhasilan belajar seorang peserta didik. Kondisi otak yang terluka menyebabkan terganggunya tiga komponen penting di atas dan hal tersebut juga berpengaruh dalam kesulitan dalam belajar. Terganggunya fungsi otak dapat terjadi saat kelahiran, sebelum kelahiran (prenatal), dan sesudah kelahiran. Riwayat penyakit yang diderita saat mengandung, kelahiran premature, kelahiran yang terlalu lama dan lain-lain dapat memicu lebih banyak kasus kesulitan belajar. 5. Faktor Keturunan Pewarisan fungsi genetic dari orang tua kepeserta didik memungkinkan penurunan sifatsifat tertentu (misal: penyakit, karakter, bentuk fisik dll) termasuk di dalamnya kesulitan belajar. Namun, faktor ini tidak lebih besar peranannya dibandingkan faktor pengelolaan pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru. 6. Ketidakmatangan atau kematangan yang terlambat Ketidakmatangan ini lebih mudah dipahami sebagai keterlambatan dalam perkembangan yang dapat terjadi pada perkembangan fisik, bahasa, motorik dll. Aspek-aspek tersebut dibutuhkan dalam kesiapan seorang peserta didik dalam proses pembelajaran. Misal: kemampuan membaca maupun menulis menuntut kematangan gerak motorik halus serta gerak bola mata, sehingga keterlambatan dalam kematangan hal tersebut menghambat penguasaan peserta didik. 7. Faktor Emosi Emosi yang banyak disinyalir menyebabkan kesulitan belajar adalah rasa khawatir atau takut, tertekan, gugup, gelisah dan panik. Ketakutan untuk mencoba karena khawatir nanti gagal dan diolok-olok teman, takut dikira bodoh sehingga tidak mau bertanya, perasaan tertekan karena tuntutan dari orang tua menyebabkan peserta didik tidak maksimal dalam belajar. Di sisilain, kesulitan belajar yang dialami seorang peserta didik dapat juga menimbulkan gangguan emosi sehingga duahal ini saling terkait satu sama lain. 8. Faktor Lingkungan Malnutrisi (kuranggizi) menyebabkan perkembangan otak tidak maksimal sehingga mengganggu proses maturitas otak. Disamping mengganggu proses perkembangan juga menyebabkan ketahanan tubuh peserta didik kurang (mudah capai, lemah, mudah sakit dll) dan hal tersebut secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap belajar peserta didik. 9. Faktor Pendidikan Cara mengajar guru yang tidak tepat, kurang memahami kebutuhan peserta didik yang memerlukan bantuan khusus dan lain-lain merupakan beberapa masalah dalam dunia pendidikan yang ikut berperan meningkatkan manivestasi kesulitan belajar pada peserta didik. Sembilan faktor di atas tidak berdiri sendiri dan mempunyai peran dalam munculnya hambatan belajar. Hal ini mengindikasikan bahwa guru memerlukan kejelian dalam melihat permasalahan belajar peserta didik. Tidak sedikit dari peserta didik yang memiliki permasalahan belajar merupakan peserta didik yang sebetulnya mempunyai potensi besar untuk berhasil dalam bidang akademik. Pemenuhan kebutuhan belajar yang sesuai dapat memberikan peluang kepada mereka untuk berhasil. Kebutuhan- Kebutuhan Peserta Didik Kualitas pendidikan senantiasa menjadi tujuan setiap kebijakan maupun pembicaraan di berbagai institusi akademik lokal, nasional maupun internasional untuk dilakukan perbaikan. Acap kali, pandangan terhadap kualitas pendidikan berkembang dari waktu ke waktu. Namun, dari berbagai dimensi sudut pandang mengenai kualitas pendidikan, ungkapan Glazer di tahun 1977 sampai saat ini masih dapat diterima. Glazer mengungkapkan bahwa pendidikan yang berkualitas yang dapat tercermin dari pemberian program yang menjangkau semua peserta didik supaya mereka dapat berkembang secara intelektual dan sosial secara maksimal, dan bukan pemberian program yang sama untuk semua peserta didik. Selang beberapa tahun kemudian pada tahun 1990 diserukan pendidikan untuk semua dan secara eksplisit di tahun 1994 dalam Salamanca Statement salah satunya mengungkap tentang hak semua peserta didik, termasuk mereka yang berkebutuhan temporer dan permanen untuk memperoleh penyesuaian pendidikan agar dapat mengikuti sekolah. Dari berbagai pernyataan di atas dapat digaris bawahi mengenai penyesuaian sistem pendidikan terhadap pemenuhan kebutuhan belajar peserta didik adalah hal yang mutlak untuk terwujudnya kualitas pendidikan. Kebutuhan belajar dari setiap peserta didik didik berbeda-beda. Hal tersebut terkait erat dengan faktor eksternal maupun internal mereka. Kasus yang paling banyak ditemui adalah kesibukan orang tua untuk mencari nafkah sehingga perkembangan belajar peserta didik kurang terkontrol dan akhirnya memicu permasalahan-permasalahan akademik seringkali ditemui. Hal tersebut terjadi pada tingkat sosial ekonomi bawah, menengah maupun atas. Gaya belajar dan potensi belajar yang beragam adalah contoh kasus lainnya yang mengarah pada pencapaian hasil yang beragam, namun hal tersebut seringkali dipungkiri seiring ditemukannya banyak fakta pemberian materi pelajaran yang sama untuk semua peserta didik didik. Pada peserta didik berbakat, mereka kurang mendapat materi secara mendalam sementara bagi peserta didik yang men mudah tertinggal. Situasi ini menunjukkan keberagaman peserta didik didik di dalam kelas menjadi tantangan bagi profesionalisme guru dan secara tidak langsung menjadi cerminan kualitas pendidikan yang sampai saat ini memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Kebutuhan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk mempertahankan hidup serta untuk memperoleh kesejahteraan dan kenyamanan. Sedangkan berdasarkan ensiklopedi Indonesia Kebutuhan adalah salah satu aspek psikologis yang menggerakan makhluk hidup dalam akifitas-aktifitasnya dan menjadi dasar (alasan) berusaha. Pada dasarnya, manusia bekerja mempunyai tujuan tertentu, yaitu memenuhi kebutuhan. Kebutuhan tidak terlepas dari kebutuhan sehari-hari. Selama hidup manusia memerlukan bermacam-macam kebutuhan, seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Kebutuhan dipengaruhi oleh kebudayaan, lingkungan, waktu dan agama. Semakin tinggi tingkat kebudayaan suatu masyarakat, semakin tinggi / banyak pula macam kebutuhan yang harus dipenuhi. Salah satu teori kebutuhan yang paling populer dibangun dan dikembangkan oleh Abraham H.Maslow. Menurut Maslow manusia mempunyai kecenderungan untuk mencapai kebutuhan-kebutuhan sehingga penuh makna dan memuaskan. Ia menyatakan bahwa manusia memiliki lima tingkat (hirarki) kebutuhan, yaitu : 1. Physiological needs (Kebutuhan-kebutuhan fisiologi) 2. Need for self-security and security (kebutuhan akan rasa aman dan perlindungan) 3. Need for love and belongingness (kebutuhan akan rasa kasih sayang dan memiliki) 4. Need for self-esteem (kebutuhan akan rasa harga diri) 5. Need for self-actualization (kebutuhan akan aktualisasi diri) Kebutuhan yang dimaksud oleh penulis adalah sebagai berikut: 1. Kebutuhan peserta didik pada kesempatan belajar 2. Kebutuhan peserta didik dengan rasa aman di sekolah 3. Kebutuhan peserta didik diperhatikan oleh guru 4. Kebutuhan peserta didik kebebasan untuk mengeluarkan pendapat 5. Kebutuhan peserta didik untuk bertanya 6. Kebutuhan peserta didik untuk mengungkapkan perasaan 7. Kebutuhan peserta didik untuk dilindungi 8. Kebutuhan peserta didik akan motivasi 9. Kebutuhan peserta didik akan harga diri Penutup Kesimpulan Keberadaan peserta didik yang beragam dalam suatu sekolah yang disertai dengan upaya pemenuhan kebutuhan belajar mereka menjadi sebuah momentum untuk perbaikan proses pembelajaran dan kualitas pendidikan di sekolah. Upaya ini pemenuhan kebutuhan yang serius serta komitmen dari berbagai pihak. Pengalaman berharga dari setiap keberadaan peserta didik dengan kebutuhan yang berharga mengarah pada perkembangan profesi guru serta kiprah sekolah dalam mendidik setiap peserta didik yang ada. Untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang berkewalitas maka, sekolah perlu memperhatikan 2 hal, yaitu: 1. Membentuk tim sekolah yang solid dengan mewujudkan pemenuhan kebutuhan terhadap keberagaman peserta didik dan mendorong kolaborasi antar guru. 2. Kolaborasi dengan orang tua dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan terhadap kondisi peserta didik. Dua hal ini sangat disarankan dengan kualitas interaksi antara guru dengan peserta didik dan juga guru dengan orang tua peserta didik serta orang tua dengan peserta didik. Saran Ada beberapa saran yang penulis tuliskan pada kesempatan ini hendaknya guru: 1. Memahami dan memenuhi kebutuhan- kebutuhan peserta didik terkadang terlihat tidak mungkin. 2. Peserta didik berbeda sesuai dengan umurnya 3. Bersabarlah ketika peserta didik sedang belajar 4. Setiap peserta didik memang berbeda 5. Peserta didik berbeda waktu, akan berbeda Daftar pustaka Aris Munandar. (1997). “Hubungan antara Karakteristik Individual dan Lingkungan dengan Stress” Kerja Guru di Sulawesi Utara. Disertasi: Jurusan Manajemen Pendidikan. Pascasarjana Malang Pujaningsih.,dkk. (2002).”Bimbingan ‘Smart Plus’ untuk menangani siswa berkesulitan belajar spesifik di Kecamatan Berbah Sleman”, Laporan penelitian Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), Jakarta: Dikti ----------- (2004) “Layanan Pendidikan Bagi Siswa Berkesulitan Belajar di Sekolah Dasar seKecamatan Depok”. Laporan Penelitian. Yogyakarta: FIP UNY Sano, A. (1995). “Harapan Guru dan Konselor Tentang Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling di SMA (Studi dalam upaya pengembangan program Kerjasamaantara Guru dan Konselor dalam Pelaksanaan BK di SMAN Padang”). IKIP Bandung: Tesis. Suyanto. (2007).”Tantangan Profesional guru di Era Global”. Pidato Dies Natalis ke-43 Universitas Negeri Yogyakarta pada 21 Mei 2007 Stephen F.Duncan(2009).” Love Learning Cara Penuh Cinta Dalam Mendampingi tumbuh Kembangkan anak”. Image Press.Bantul, Jogjakarta