4344

advertisement
HUBUNGAN PERSEPSI WANITA PEKERJA SEKS TENTANG PENYAKIT
MENULAR SEKSUAL DENGAN PENGGUNAAN KONDOM
DI LOKALISASI BANDUNGAN KABUPATEN SEMARANG
Ana Mukaromah1), Chichik Nirmasari2), Widayati 3)
1) Mahasiswa AKBID Ngudi Waluyo
2) Staf Dosen AKBID Ngudi Waluyo
3) Staf Dosen AKBID Ngudi Waluyo
[email protected]
ABSTRAK
Latar belakang : Angka kejadian penyakit menular seksual saat ini cenderung meningkat di
Indonesia. Media penularan PMS dan HIV/AIDS yang sudah diketahui adalah melalui darah, sperma
dan cairan vagina/serviks. Hasil wawancara pada 8 WPS yang ditemui di Puskesmas Duren ada 5 WPS
pernah terkena PMS. Tujuan penelitian mengetahui hubungan persepsi wanita pekerja seks tentang
penyakit menular seksual dengan penggunaan kondom di lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang.
Desain penelitian deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional yang jenis datanya primer
dan sekunder. Populasinya semua WPS di lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang pada bulan
Januari-Maret 2015 yang berjumlah 211 WPS. Teknik sampling simple random sampling dengan taraf
signifikan 0,5 sehingga sampelnya berjumlah 138 WPS. Alat ukur dengan kuesioner dan dianalisis
menggunakan distribusi frekuensi dan uji kendall tau.
Hasil penelitian umur WPS sebagian besar 21-30 tahun sebanyak 98 WPS (71,0%) dan pendidikan
WPS sebagian besar SMA sebanyak 69 WPS (50,0%). Persepsi WPS tentang penyakit menular seksual
sebagian besar baik sebanyak 73 WPS (52,9%). Penggunaan kondom sebagian besar menggunakan
sebanyak 111 WPS (80,4%). Uji statistik menggunakan Kendall tau dengan nilai p 0,000 <  (0,05).
Penelitian ini dapat disimpulkan semakin baik persepsi tentang PMS maka penggunaan kondom
semakin tinggi. Tenaga kesehatan diharapkan memberikan penyuluhan secara berkala kepada WPS agar
persepsinya tetap baik dan mensosialisasikan penggunaan kondom dengan pemberian leaflet.
Kata Kunci : Persepsi, wanita pekerja seks, penggunaan kondom
Hubungan Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual dengan Penggunaan Kondom di Lokalisasi Bandungan
1
ABSTRACT
The background : incidence of Sexually Transmitted Diseases (STDs) currently tend to rise in
Indonesia. It is estimated that more than 340 million new cases of curable STIs (syphilis, gonorrhea,
chlamydia, and trichomonas infections) occur every year in men and women aged 15- 49 years. Media
transmission of STDs and HIV / AIDS is already known is through blood, semen and vaginal fluids /
cervix. Based on preliminary studies that the researchers carried out in March 2015 in the localization
Bandungan Semarang district number recorded was 211 WPS WPS. Results of interviews on 8 WPS
encountered in PHC Duren No 5 WPS been exposed to an STD
This study aimed to the relation between the perception of female sex workers about sexually
transmitted diseases through condom use in brothels Bandungan Semarang District
Correlational descriptive design with cross sectional approach. The entire study population of
female sex workers in brothels Bandungan Semarang district from January to March 2015 as many as
211 WPS. Sample of 138 respondents. Sampling technique is simple random sampling. Test analysis
with Kendall tau test.
WPS research results mostly aged 20-35 years, 134 respondents (97.1%) and respondents mostly high
school education as much as 69 respondents (50.0%). Respondents' perceptions of sexually transmitted
diseases are mostly good by 73 respondents (52.9%). The use of condoms most respondents use as many
as 111 respondents (40.4%). There is a relationship between the perception of female sex workers about
sexually transmitted diseases through condom use in brothels Bandungan Semarang district with p 0.000
<(0.05)
Suggestions midwife is expected to provide ongoing counseling to respondents that both perception
and disseminating the use of condoms by giving leaflets.
Keywords: Perception, female sex workers, the use of condoms
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Infeksi menular seksual adalah penyakit yang
ditularkan terutama melalui hubungan seksual,
yang disebut juga dengan penyakit menular
seksual atau penyakit kelamin. Beberapa PMS
tidak menunjukkan gejala penyakit atau
membutuhkan waktu yang lama, berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun baru menunjukkan
gejala penyakit (Marr, 2005). Penyakit penular
seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui
hubungan seksual. Penyakit ini meliputi
gonorhoe, herpes simpleks, trikomoniasis,
vaginosis bakterial, sifilis, klamidia dan
HIV/AIDS. Penyakit ini menyerang sekitar alat
kelamin tetapi gejalanya dapat muncul dan
menyerang mata, mulut, saluran pencernaan,
hati, otak dan organ tubuh lainya (Handoyo,
2010).
Kelompok masyarakat yang rawan tertular
atau menularkan PMS antara lain kelompok
masyarakat yang melakukan hubungan seksual
dengan
berganti-ganti
pasangan
tanpa
menggunakan kondom, seperti yang dilakukan
oleh pekerja seks komersial Kondisi tersebut
menyebabkan kasus PMS dan HIV meningkat
pada kelompok ini Infeksi PMS dan HIV/AIDS
merupakan ancaman kesakitan dan kematian
utama di banyak negara, termasuk Indonesia
(Daili dkk, 2003).
Salah satu tujuan keenam pembangunan
millennium (Millennium Development Goals /
MDGs) adalah menangani berbagai penyakit
menular paling berbahaya. Pada urutan teratas
adalah Human Immunodeviciency Virus (HIV),
yaitu virus penyebab Acquired Immuno
Deviciency Syndrome (AIDS) terutama karena
penyakit ini dapat membawa dampak yang
menghancurkan,
bukan
hanya
terhadap
kesehatan masyarakat namun juga terhadap
negara secara keseluruhan.Indonesia beruntung
bahwa HIV belum mencapai kondisi seperti
yang terjadi di Afrika dan beberapa negara Asia
Tenggara. Jumlah penduduk Indonesia yang
hidup dengan virus HIV diperkirakan antara
Hubungan Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual dengan Penggunaan Kondom di Lokalisasi Bandungan
2
172.000 dan 219.000, sebagian besar adalah
laki-laki. Jumlah itu merupakan 0,1% dari
jumlah
penduduk.
Menurut
Komisi
Penanggulangan AIDS Nasional (KPA), sejak
1987 sampai Juni 2008, tercatat 12.686 kasus
AIDS 2.479 di antaranya telah meninggal.
Angka kejadian penyakit menular seksual
saat ini cenderung meningkat di Indonesia.
Diperkirakan lebih dari 340 juta kasus baru dari
IMS yang dapat disembuhkan (sifilis, gonore,
infeksi klamidia, dan infeksi trikomonas) terjadi
setiap tahunnya pada laki-laki dan perempuan
usia 15- 49 tahun. WHO memperkirakan setiap
tahun terdapat 350 juta penderita baru penyakit
menular seksual di negara berkembang seperti
Afrika, Asia, Asia Tenggara dan Amerika Latin.
Negara industri prevalensinya sudah dapat
diturunkan, namun di negara berkembang
prevalensinya penyakit menular seksual masih
tinggi. Salah satu negara berkembang yaitu
Indonesia
penyakit
menular
seksual
prevalensinya berkisar antara 7,4% - 50%
(Yuwono,
S,
2007).
Kasus
Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired
Immune Deficiency Syndrome (AIDS) di
Indonesia sampai tahun 2012 sebanyak 1.317
kasus baru. Persentase kasus AIDS tertinggi
pada kelompok umur 30–39 tahun (40,7%),
diikuti kelompok umur 20–29 tahun (29,0%)
dan kelompok umur 40–49 tahun (17,3%).
Rasio kasus AIDS antara laki-laki dan
perempuan adalah 2:1. Jumlah kasus AIDS
tertinggi dilaporkan dari Provinsi DKI Jakarta
(648), Jawa Tengah (140), Bali (1012), Jawa
Barat (80) dan Kepulauan Riau (78). Persentase
faktor risiko AIDS tertinggi adalah hubungan
seks tidak aman pada heteroseksual (81,9%),
penggunaan jarum suntik tidak steril pada
pengguna narkoba suntik (7,2%), dari ibu yang
positif HIV ke anaknya (4,6%), dan LSL (2,8%)
(Depkes RI, 2013).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Semarang angka kejadian infeksi
menular seksual mengalami peningkatan yaitu
pada tahun 2012 sebanyak 549 kasus dan tahun
2013 dari bulan Januari sampai bulan September
sebanyak 603 kasus. Pada tahun 2013 ini sudah
ditemukan kasus gonore sebanyak 36 kasus,
suspect gonore 9 kasus, servicitis/procititis 472
kasus, urethritis non-GO 5 kasus,trikomoniasis
1 kasus, kandidiasis 36 kasus, HIV 233 kasus,
AIDS 108 kasus dan lain-lain (kondilomata) 44
kasus (Dinkes Kabupaten Semarang, 2013).
Media penularan PMS dan HIV/AIDS yang
sudah diketahui adalah melalui darah, sperma
dan cairan vagina/serviks. Oleh karena itu, dapat
dipastikan hubungan seksual antara WPS dan
pelanggannya tanpa menggunakan kondom
merupakan perilaku yang berisiko tinggi
terhadap penularan PMS dan HIV/AIDS
(Nurkholis, 2008).
Cara resiko terjadinya penularan PMS dan
HIV/AIDS salah satunya adalah adanya
penggunaan
kondom
ketika
melakukan
hubungan seksual. Menurut Departemen
Kesehatan perilaku seks yang dapat mencegah
terjadinya PMS dan HIV/AIDS yaitu model
pengurangan resiko dengan menggunakan
kondom (Depkes RI, 2011). Menurut
Wiknjosastro (2009), mengatakan bahwa
kondom juga berfungsi sebagai alat pelindung
dari penyakit akibat hubungan seks. Kondom
adalah bentuk kontrasepsi yang pertama kali
ditemukan, yang pada awalnya lebih dianggap
sebagai perlindungan terhadap penyakit menular
seksual daripada sebagai pencegahan kehamilan
(Everet, Suzanne, 2007). Asal mula kondom
sudah ada sejak jaman Mesir kuno yang terbuat
dari kulit atau usus binatang yang digunakan
untuk melindungi diri dari infeksi (Manuaba,
2008). Persepsi tentang kondom dapat
mempengaruhi penggunaan kondom pada WPS.
Persepsi adalah proses yang menyangkut
masuknya pesan atau informasi ke dalam otak
manusia. Melalui persepsi manusia terusmenerus mengadakan hubungan dengan
lingkungannya (Slameto, 2003).
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti
laksanakan pada bulan Maret 2015 di lokalisasi
Bandungan Kabupaten Semarang jumlah WPS
yang tercatat pada bulan Januari – Maret adalah
211 WPS. Hasil wawancara pada 8 WPS yang
ditemui di Puskesmas Duren ada 5 WPS pernah
terkena PMS dan kelimanya menganggap PMS
hal yang biasa terjadi dan dapat disembuhkan
dengan antibiotik, 2 WPS mengatakan tidak
pernah terkena PMS dan persepsi mereka
tentang PMS adalah penyakit berbahaya, 1 WPS
tidak tahu apakah pernah terkena PMS dan
menganggap PMS terjadi bila pelanggannya
yang menularkan, 8 WPS ini mengatakan
penggunaan kondom tidak selalu mereka pakai
Hubungan Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual dengan Penggunaan Kondom di Lokalisasi Bandungan
3
sesuai permintaan pelanggan. Persepsi WPS ini
tentang PMS sebagian besar berpersepsi PMS
adalah penyakit biasa yang dapat disembuhkan
dengan mengkomsumsi antibiotik dosis tinggi.
Kejadian PMS dan pemakaian kondom saat
melakukan hubungan seks dengan pelanggan
WPS dilokalisasi Bandungan kabupaten
Semarang untuk mencegah PMS saat ini belum
diketahui pasti. Berdasarkan fenomena diatas
penulis tertarik ingin membuat penelitian
tentang hubungan persepsi wanita pekerja seks
tentang penyakit menular seksual dengan
penggunaan kondom di lokalisasi Bandungan
Kabupaten Semarang.
3. Bagi Institusi pendidikan
Hasil penelitian sebagai dasar informasi
dalam proses kegiatan belajar mengajar
terutama mengenai persepsi wanita pekerja
seks tentang penyakit menular seksual
dengan penggunaan kondom di lokalisasi
Bandungan Kabupaten Semarang, data yang
diperoleh dapat digunakan sebagai dasar
penelitian selanjutnya.
4. Bagi Puskesmas Duren
Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh
tenaga kesehatan dalam pembinaan kepada
wanita pekerja seksual untuk mencegah
PMS.
Tujuan
1. Tujuan Umum
Menganalis hubungan persepsi wanita
pekerja seks tentang penyakit menular
seksual dengan penggunaan kondom di
lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan karakteristik (umur,
pendidikan) wanita pekerja seksual di
lokalisasi
Bandungan
Kabupaten
Semarang.
b. Mendeskripsikan persepsi wanita pekerja
seks tentang penyakit menular seksual di
lokalisasi
Bandungan
Kabupaten
Semarang.
c. Mendeskripsikan penggunaan kondom
wanita pekerja seks di lokalisasi
Bandungan Kabupaten Semarang.
d. Menganalisis hubungan persepsi wanita
pekerja seks tentang penyakit menular
seksual dengan penggunaan kondom di
lokalisasi
Bandungan
Kabupaten
Semarang.
METODE PENELITIAN
Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat memberikan
pengalaman nyata tentang persepsi WPS
tentang PMS dengan penggunaan kondom
untuk mencegah penularannya
2. Bagi pelayanan Kebidanan
Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar
informasi bagi pemberi pelayanan dalam
menjalankan
asuhan
kebidanan
dan
kesehatan masyarakat terkait kelompok
khusus WPS .
Penelitian ini dilaksanakan di Lokalisasi
Bandungan Kabupaten Semarang. Variabel yang
digunakan menggunakan jenis variabel bebas
dan terikat. Penelitian ini variabel bebasnya
ialah persepsi wanita pekerja seksual tentang
penyakit menular seksual. Penelitian ini variabel
terikatnya ialah penggunaan kondom.
Desain penelitian yang digunakan adalah
deskriptif korelatif, yaitu penelitian untuk
mengetahui tingkat hubungan mengkaji
hubungan antara variable, pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan cross sectional
yang jenis datanya berupa data primer dan data
sekunder. Populasinya semua WPS yang berada
di lokalisasi Bandungan yang berjumlah 211
WPS. Tehnik sampling menggunakan simple
random
sampling
sehingga
sampelnya
berjumlah 138 WPS.
Pengambilan data diambil secara langsung
(data primer) dengan menggunakan kuesioner
yang telah diuji validitas dan reliabilitas.
Cara pengolahan data meliputi : editing,
scoring, coding, entry data, dan tabulasi.
Sedangkan analisis data meliputi 2 tahap, yaitu
analisis univariat dengan menggunakan
distribusi frekuensi, dan analisis bivariat
menggunakan uji kendall tau.
Etika penelitian yang menjadi acuan dalam
penelitian ini adalah mendasar pada empat
prinsip dasar yaitu menghormati orang (respect
for person), manfaat (beneficence), tidak
membahayakan
subjek
penelitian
(non
maleficence), dan keadilan (justice).
Hubungan Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual dengan Penggunaan Kondom di Lokalisasi Bandungan
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Karakteristik Umur
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Umur Wanita
Pekerja
Seks
di
Lokalisasi
Bandungan Kabupaten Semarang
Umur
11-20 tahun
21-30 tahun
31-40 tahun
Jumlah
Frekuensi
18
98
22
138
Persentase (%)
13,0
71,0
15,9
100,0%
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa
sebagian besar pendidikan responden SMA
sebanyak 69 responden (50,0%). Pendidikan
responden pada penelitian ini kebanyakan SMA
disebabkan lingkungan yang beranggapan
pendidikan SMA telah mencukupi bagi WPS
untuk hidup di daerah tersebut. Pendidikan
diperlukan untuk mendapatkan informasi
misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.
Pada umumnya semakin tinggi pendidikan
seseorang semakin mudah menerima informasi.
Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang
Penyakit Menular Seksual di Lokalisasi
Bandungan
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Persepsi Wanita
Pekerja Seks tentang Penyakit
Menular Seksual di Lokalisasi
Bandungan Kabupaten Semarang
Pengetahuan
Baik
Cukup
Kurang
Jumlah
No
1
Pendidikan
Perguruan Tinggi
SMA
SMP
SD
Jumlah
3
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa
sebagian besar pendidikan responden SMA
sebanyak 69 responden (50,0%). Pendidikan
responden pada penelitian ini kebanyakan SMA
disebabkan lingkungan yang beranggapan
pendidikan SMA telah mencukupi bagi WPS
untuk hidup di daerah tersebut. Pendidikan
diperlukan untuk mendapatkan informasi
misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.
Pada umumnya semakin tinggi pendidikan
seseorang semakin mudah menerima informasi.
73
37
28
138
Tabel 5 Distribusi Frekuensi pertanyaan
menurut kuesioner
2
Persentase (%)
0
50,0
32,6
17,4
100,0%
Persentase
(%)
52,9
26,8
20,3
100,0%
Berdasarkan tabel 4. dapat dilihat bahwa
sebagian besar persepsi responden baik
sebanyak 73 responden (52,9%)
Karakteristik Pendidikan
Tabel 2 Distribusi Frekuensi pendidikan
wanita pekerja seks di lokalisasi
Bandungan Kabupaten Semarang
Frekuensi
0
69
45
24
138
Frekuensi
4
5
6
7
8
Pernyataan
Menurut
saya
penyakit
menular
seksual
dapat
menular.
Menurut
saya
penyakit
menular
seksual juga dapat
menular dari seks
lewat mulut.
Menurut
saya
penyakit
menular
seksual juga dapat
menular dari seks
lewat anus.
Menurut
saya
penyakit
menular
seksual
dapat
ditularkan melalui
alat-alat
seperti
handuk.
Menurut
saya
penyakit
kencing
nanah
ditularkan
melalui
hubungan
kelamin.
Menurut
saya
penyakit
kencing
nanah pada laki-laki
gejalanya
yaitu
mengeluh sakit pada
waktu kencing.
Menurut
saya
kencing
nanah
ditularkan melalui
ciuman atau kontak
badan yang dekat.
Menurut
saya
penyakit
kencing
nanah pada wanita
STS
(%)
2.2
Skor
TS
S
(%)
(%)
11.6
15.9
SS
(%)
70.3
6.5
10.9
23.2
59.4
10.9
8.7
34.8
45.7
14.5
13.0
31.2
41.3
10.1
17.4
29.7
42.8
18.8
8.7
34.1
38.4
10.9
21.0
29.7
38.4
52.2
16.7
15.9
15.2
Hubungan Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual dengan Penggunaan Kondom di Lokalisasi Bandungan
5
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
ditandai
dengan
mengeluh keputihan
dan nyeri waktu
kencing.
Menurut
saya
penyakit
kencing
nanah pada laki-laki
gejalanya yaitu dari
mulut
saluran
kencing
keluar
nanah
kental
berwarna
kuning
hijau.
Menurut saya kulit
kemerahan
dan
dirasakan
nyeri
merupakan penyakit
menular seksual.
Menurut saya kulit
kemerahan disertai
pembengkakan
kelenjar yang nyeri
merupakan penyakit
menular seksual.
Menurut saya herpes
tidak dapat sembuh
sendiri.
Menurut
saya
penyakit raja singa
menular.
Menurut
saya
penyakit raja singa
tidak dapat sembuh
total.
Menurut
saya
penyakit raja singa
bukan
penyakit
biasa.
Menurut
saya
munculnya jengger
ayam di kelamin
menular.
Menurut
saya
jengger ayam tidak
dapat hilang sendiri.
Menurut
saya
penyakit HIV/AIDS
sering terjadi.
Menurut
saya
penyakit HIV/AIDS
menyerang
kekebalan tubuh.
Menurut
saya
penyakit HIV/AIDS
dapat
menular
melalui
hubungan
seksual.
Menurut
saya
penyakit HIV/AIDS
tidak
dapat
disembuhkan.
Menurut saya tidak
berganti
pasangan
dapat
mencegah
penyakit
menular
seksual.
Menurut
saya
menjaga kebersihan
24
15.2
13.0
38.4
33.3
25
21.0
13.0
27.5
38.4
14.5
16.7
32.6
36.2
15.9
18.1
31.9
34.1
16.7
13.0
34.1
36.2
15.2
18.8
31.9
34.1
15.2
17.4
31.9
35.5
16.7
15.9
31.9
35.5
18.1
18.1
32.6
31.2
15.2
10.9
30.4
43.5
17.4
14.5
25.4
42.8
17.4
16.7
28.3
37.7
50.7
14.5
19.6
15.2
15.2
14.5
32.6
37.7
55.8
11.6
20.3
12.3
alat kelamin dapat
mencegah penyakit
menular seksual.
Menurut saya selalu
menggunakan
kondom
dapat
mencegah penularan
PMS.
Menurut
saya
melakukan
hubungan
seksual
hanya
dengan
pasangan syah dapat
mencegah PMS.
62.3
13.0
15.9
8.7
81.2
8.7
8.7
1.4
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa
52,2% berpersepsi salah tentang penyakit
kencing nanah pada wanita ditandai dengan
mengeluh keputihan dan nyeri waktu kencing,
50,7% berpersepsi salah tentang penyakit
HIV/AIDS tidak dapat disembuhkan. 55,8%
berpersepsi salah tentang menjaga kebersihan
alat kelamin dapat mencegah penyakit menular
seksual, 62,3% berpersepsi salah tentang selalu
menggunakan kondom dapat mencegah
penularan PMS, 81,2% berpersepsi salah
tentang melakukan hubungan seksual hanya
dengan pasangan syah dapat mencegah PMS.
Penggunaan Kondom Wanita Pekerja Seks
di
Lokalisasi
Bandungan
Kabupaten
Semarang
Tabel 6 Distribusi Frekuensi Penggunaan
kondom wanita pekerja seks di
lokalisasi Bandungan Kabupaten
Semarang
Pemberian oralit
Frekuensi
Menggunakan
Tidak Menggunakan
Jumlah
111
27
138
Persentase
(%)
80,4
19,6
100,0%
Berdasarkan tabel 6 bahwa sebagian
responden menggunakan kondom sebanyak 111
responden (80,4%).
Hubungan Pesepsi Wanita Pekerja Seks
tentang Penyakit Menular Seksual dengan
Penggunaan
Kondom
di
Lokalisasi
Bandungan Kabupaten Semarang
Table 7 Distribusi Frekuensi pesepsi wanita
pekerja seks tentang penyakit
menular
seksual
dengan
penggunaan kondom di Lokalisasi
Bandungan Kabupaten Semarang
Hubungan Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual dengan Penggunaan Kondom di Lokalisasi Bandungan
6
Persepsi
Baik
Cukup
Kurang
Jumlah
Penggunaan Kondom
Tidak
Mengunakan
Menggunakan
f
%
f
%
4
5,5
69
94,5
2
5,4
35
94,6
21
5,5
7
25,5
27
19,6
111
80,4
Jumlah
f
73
37
128
%
100,0
100,0
100,0
138
100,0%
p
0,000
Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa
responden yang persepsinya baik sebagian besar
menggunakan kondom sebanyak 69 responden
(94,5%), responden yang persepsinya cukup
sebagian besar menggunakan kondom sebanyak
35 responden (94,6%) dan responden yang
persepsinya kurang sebagian besar tidak
menggunakan kondom sebanyak 21 responden
(5,5%).
Pembahasan
Umur
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden berumur 21-30 tahun
sebanyak 98 responden (71,0%). Umur
responden dalam penelitian ini sebagaian besar
yaitu 21-30 tahun. Umur 21-30 tahun pada
wanita merupakan usia subur dimana pada umur
ini perempuan memutuskan untuk menjadi
WPS. Umur ini dianggap sebagai umur dimana
WPS cukup umur dan masih cantik untuk
menarik lawan jenis.
Hasil penelitian ada yang berumur 11-20
tahun sebanyak 18 responden (13,0%), umur ini
ada yang tidak boleh menjadi WPS dikarenakan
umur 18 tahun kebawah dianggap dibawah
umur dan tidak boleh menjadi WPS. Meskipun
sedikit dalam penelitian ini didapatkan
responden berumur 31-40 tahun sebanyak 22
responden (15,9%). Umur dapat mempengaruhi
persepsi seseorang.
Umur
yang
bertambah
menjadikan
pengalaman WPS dalam berpersepsi terhadap
sesuatu hal dalah penelitian ini mengenai
penyakit menular seksual. Persepsi merupakan
suatu proses yang didahului penginderaan, yaitu
dengan diterimanya stimulus oleh reseptor,
diteruskan ke otak atau pusat saraf yang
diorganisasikan dan diinterpretasikan sebagai
proses psikologis. Akhirnya individu menyadari
tentang yang dilihat dan didengarkannya
(Sunaryo, 2004).
Pendidikan
Hasil penelitian menunjukkan menunjukkan
sebagian besar pendidikan responden SMA
sebanyak 69 responden (50,0%). Pendidikan
responden pada penelitian ini kebanyakan SMA
disebabkan lingkungan yang beranggapan
pendidikan SMA telah mencukupi bagi WPS
untuk hidup di daerah tersebut. Pendidikan
diperlukan untuk mendapatkan informasi
misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.
Pada umumnya semakin tinggi pendidikan
seseorang semakin mudah menerima informasi.
Pendidikan responden pada penelitian ini ada
yang hanya sampai sekolah dasar yaitu SD
sebanyak 24 responden (17,4%) dan SMP
sebanyak 45 responden (32,6%). Pendidikan
dapat berpengaruh pada persepsi seseorang
disebabkan orang yang pendidikannya tinggi
akan lebih perhatian terhadap kesehatannya. Hal
ini disebabka persepsi dipengaruhi oleh
perhatian seseorang terhadap masalah tertentu.
Menurut Walgito (2003), mengatakan bahwa
faktor-faktor yang berperan dalam persepsi
adalah adanya perhatian. Persepsi diperlukan
adanya perhatian, yaitu merupakan langkah
pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka
mengadakan persepsi. Perhatian merupakan
pemusatan atau konsentrasi dari seluruh
aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu
atau sekumpulan obyek.
Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang
Penyakit
Menular
Seksual
dengan
Penggunaan
Kondom
di
Lokalisasi
Bandungan Kabupaten Semarang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar persepsi responden baik
sebanyak
73 responden (52,9%). Persepsi
responden sebagian baik disebabkan informasi
yang didapatkan responden baik dari
penyuluhan maupun dari WPS lain. Persepsi
adalah proses yang menyangkut masuknya
pesan atau informasi ke dalam otak manusia.
Melalui persepsi manusia terus-menerus
mengadakan hubungan dengan lingkungannya.
Hubungan ini dilakukan melalui pancaindera
(Slameto, 2003).
Persepsi baik juga disebabkan banyaknya
informasi mengenai penyakit menular seksual
yang didapatkan dari media massa maupun
Hubungan Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual dengan Penggunaan Kondom di Lokalisasi Bandungan
7
media elektronika. Persepsi bahwa penyakit
menular seksual adalah penyakit yang
penularanya terutama melalui hubungan seksual
pada WPS adalah benar namun cara hubungan
kelamin tidak hanya terbatas secara geniogenital saja, tetapi dapat juga secara oro-genital,
atau ano-genital, sehingga kelainan yang timbul
akibat penyakit kelamin ini tidak terbatas hanya
pada daerah genital saja, tetapi dapat juga pada
daerah-daerah ekstra genital (Daili, 2009).
Hasil penelitian didapatkan masih ada
responden yang persepsinya cukup disebabkan
responden hanya mengira PMS menular melalui
hubungan kelamin saja, padahal penyakit
menular seksual tidak hanya ditularkan melalui
hubungan kelamin, tetapi beberapa ada yang
dapat ditularkan melalui kontak langsung
dengan alat-alat seperti : handuk. Persepsi cukup
dilihat dari pendidikan responden yang menegah
(SMA) sehingga dalam memahami informasi
dapat lebih mudah sehingga dapat mengubah
persepsinya.
Hasil penelitian masih ada responden yang
persepsinya kurang disebabkan kurangnya
informasi yang didapatkan responden atau
terkadang responden tidak perduli terhadap
informasi yang diberikan Menurut Sunaryo
(2004), mengatakan bahwa persepsi dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya persepsi yang
terjadi karena adanya rangsangan yang berasal
dari dalam diri individu, dalam hal ini yang
menjadi obyek adalah dirinya sendiri dan
persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan
yang datang dari luar individu. Pendidikan
kurang disebabkan pendidikan responden SD
dan SMP. Pendidikan dapat mempengaruhi
persepsi seseorang disebabkan kurangnya
pendidikan membuuat seseorang kurang
perhatian terhadap kesehatannya.
Persepsi yang salah dapat dilihat dari hasil
jawaban kuesioner dimana 52,2% responden
berpersepsi salah tentang penyakit kencing
nanah pada wanita ditandai dengan mengeluh
keputihan dan nyeri waktu kencing, Mereka
mengira keputihan dan nyeri waktu kencing
adalah hal biasa. Kencing nanah pada wanita,
penyakit ini tidak menunjukan gejala yang jelas
atau bahkan tidak menimbulkan keluhan
sehingga wanita mudah menjadi sumber
penularan gonore, kadang penderita mengeluh
keputihan dan nyeri waktu kencing (Scorviani
dan Nugroho, 2011). Secara epidemiologis
pengobatan yang dianjurkan adalah obat dengan
dosis tunggal seperti: penisilin, ampisilin,
amoksisilin,
sefalosporin,
spektinomisin,
kanamisin, tiamfenikol dan kuinolon (Daili,
2007).
Hasil dari 50,7% responden berpersepsi salah
tentang penyakit HIV/AIDS tidak dapat
disembuhkan. Kesembuhan seratus persen dari
penyakit HIV memang belum ditemukan tetapi
ada beberapa obat antivirus untuk mengurangi
gejala. Menurut Daili (2009), mengatakan
bahwa
beberapa
penelitian
terakhir
membuktikan bahwa obat-obat antivirus yaitu
indinavir, retrovir dan lamivudin yang diberikan
sebagai kombinasi dapat meningkatkan CD4
dan menghilangkan HIV pada 24/26 sampai
ditingkat unmeasureable geneses of HIV.
Namun setelah pengobatan beberapa waktu,
mungkin HIV akan bermutasi menjadi resisten
dan toksisitas obat akan muncul sehingga perlu
obat baru. Obat-obat yang sedang diteliti adalah
antisense
therapy,
genetherapy,
dengan
penghambat HIV yang ditujukan ke CD4 dan sel
induk (Stem Cell).
Hasil dari 55,8% responden berpersepsi salah
tentang menjaga kebersihan alat kelamin dapat
mencegah penyakit menular seksual, 62,3%
responden berpersepsi salah tentang selalu
menggunakan kondom dapat mencegah
penularan PMS, 81,2% responden berpersepsi
salah tentang melakukan hubungan seksual
hanya dengan pasangan syah dapat mencegah
PMS. Mereka berfikir dengan tidak bisa
mencegah PMS dengan menjaga kebersihan,
penggunaan kondom dan pasangan yang syah.
Menurut Widyastuti dkk (2009), mengatakan
bahwa pencegahan penyakit menular seksual
adalah tidak melakukan hubungan seksual
sebelum menikah, saling setia bagi pasangan
yang sudah menikah,selalu menjaga kebersihan
alat kelamin, selalu menggunakan kondom
untuk mencegah penularan PMS dan
menghindari hubungan seksual yang tidak aman
atau beresiko.
Hasil penelitian didukung penelitian yang
dilakukan oleh Irwan Budiono tahun 2012
dengan judul konsistensi penggunaan kondom
oleh wanita pekerja seks/ Pelanggannya di
resosialisasi Argorejo Semarang yang hasilnya
menunjukkan angka konsistensi penggunaan
Hubungan Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual dengan Penggunaan Kondom di Lokalisasi Bandungan
8
kondom sebesar 62,9 %. Faktor yang terbukti
berhubungan dengan praktik penggunaan
kondom adalah pengetahuan WPS tentang IMS
dan HIV/AIDS, sikap WPS terhadap
penggunaan kondom, akses informasi tentang
IMS dan HIV/AIDS, persepsi pelanggan tentang
kemampuan untuk melakukan perilaku seks
secara aman, serta dukungan germo.
Penggunaan kondom wanita pekerja seks
tentang penyakit menular seksual di
Lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden menggunakan
kondom sebanyak 111 responden (80,4%).
Sebagian besar responden menggunakan
kondom
disebabkan
responden
merasa
pentingnya penggunaan kondom selain untuk
mencegah kehamilan juga untuk keamanan
dirinya. Selain itu penggunaan kondom pada
WPS di bandungan diwajibkan oleh induk
semang mereka.
Kondom adalah satu bentuk kontrasepsi
barier. Kondom mencegah kehamilan dengan
menghambat sperma msuk vagina sehingga
mencegah pembuahan atau fertilisasi (Andrews,
2009).
Kondom
juga
merupakan
selubung/sarung karet yang dapat terbuat dari
berbagai bahan diantaranya lateks (karet),
plastik (vinil), atau bahan alami (produksi
hewani) yang dipasang pada penis saat
hubungan seksual (Saifuddin, dkk, 2003).
Kondom ini merupakan kontrasepsi yang efektif
jika dipakai dengan baik dan benar, angka
kegagalannya hanya 4 – 18 kehamilan/ 100
wanita (Mirzanie dan Kurniawati, 2009).
Hasil penelitian masih ada responden yang
tidak menggunakan kondom saat melayani
hubungan seksual. Hal ini disebabkan
permintaan pelanggan, ataupun responden
sendiri merasa tidak penting menggunakan
kondom. Kadang kala penggunaan alkohol atau
obat-obatan membuat responden sulit meminta
pelanggannya memakai kondom.
Menurut Abeenabilla (2009), mengatakan
bahwa pengggunaan alkohol dapat membuat
seseorang sukar memakai kondom dengan benar
maupun
sulit
meminta
pasangannya
menggunakan kondom. Penyalahgunaan obat,
prinsip nya hampir sama dengan penggunaan
alkohol, orang yang berhubungan seksual
dibawah
pengaruh
obat
lebih
besar
kemungkinannya melakukan perilaku seksual
beresiko/tanpa pelindung. Pemakaian obat
terlarang juga memudahkan orang lain memaksa
seseorang melakukan perilaku seksual selain itu,
penggunaan obat dengan jarum suntik
diasosiasikan dengan peningkatan resiko
penularan penyakit lewat darah, seperti hepatitis
dan HIV yang juga bisa ditransmisikan lewat
seks.
Selain hal diatas alasan responden tidak
memakai kondom adalah telah memakai alat
kontrasepsi lain seperti suntik dan pil sehingga
tidak perlu menggunakan kondom. Memakai pil
KB untuk kontrasepsi, kadang orang lebih
menghindari kehamilan daripada PMS sehingga
mereka memilih pil KB sebagai alat kontrasepsi
utama. Karena sudah merasa terhindar dari
kehamilan, mereka enggan memakai kondom.
Hasil penelitian didukung penelitian yang
dilakukan oleh Shinta Kristianti tahun 2012
dengan judul dukungan wanita pekerja seks dan
teman pelanggan terhadap penggunaan kondom
di lingkungan Kelurahan Semampir Kota Kediri
yang hasilnya sebagian besar responden (71,2%)
berperilaku konsisten dalam menggunakan
kondom. Variabel yang berhubungan terhadap
perilaku penggunaan kondom pada pelanggan
WPS adalah dukungan teman dan dukungan
WPS. Variabel dukungan teman pelanggan
merupakan variabel yang paling berpengaruh
terhadap praktek menggunakan kondom pada
pelanggan WPS, dengan nilai OR sebesar
56,375.
Hubungan Persepsi Wanita Pekerja Seks
tentang Penyakit Menular Seksual dengan
Penggunaan
Kondom
di
Lokalisasi
Bandungan Kabupaten Semarang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
hubungan antara persepsi wanita pekerja seks
tentang penyakit menular seksual dengan
penggunaan kondom di lokalisasi Bandungan
Kabupaten Semarang dengan dengan nilai p
0,000 <  (0,05). Adanya hubungan disebabkan
seseorang dengan persepsi baik tentang PMS
diamana merasa penggunaan kondom penting
untuk mencegah penularan PMS maka
responden tersebut akan berusaha mencegahnya
dengan pemakaian kondom.
Hubungan Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual dengan Penggunaan Kondom di Lokalisasi Bandungan
9
Responden sadar bahwa WPS riskan terkena
PMS. Pekerja seks komersial adalah suatu
pekerjaan
dimana
seorang
perempuan
menggunakan atau mengeksploitasi tubuhnya
untuk mendapatkan uang. Saat ini tingkat
kemoralan bangsa Indonesia semakin terpuruk,
hal ini terbukti dengan tingginya jumlah pekerja
seks komersial. Akibatnya semakin banyak
ditemukan penyakit menular seksual. Profesi
sebagai pekerja seks komersial dengan penyakit
menular seksual merupakan satu lingkaran
setan. Biasanya penyakit menular seksual ini
sebagian besar diidap oleh wanita pekerja seks,
dimana dalam ’’menjajakan’’ dirinya terhadap
pasangan
kencan
berganti-ganti
tanpa
menggunakan pengaman seperti kondom
(Widyastuti, 2009).
Hasil penelitian didapatkan responden yang
persepsinya baik sebagian besar menggunakan
kondom sebanyak 69 responden (94,5%),
responden yang persepsinya cukup sebagian
besar menggunakan kondom sebanyak 35
responden (94,6%) dan responden yang
persepsinya kurang sebagian besar tidak
menggunakan kondom sebanyak 21 responden
(5,5%).
Penyakit menular seksual adalah penyakit
yang penularanya terutama melalui hubungan
seksual. Cara hubungan kelamin tidak hanya
terbatas secara genio-genital saja, tetapi dapat
juga secara oro-genital, atau ano-genital,
sehingga kelainan yang timbul akibat penyakit
kelamin ini tidak terbatas hanya pada daerah
genital saja, tetapi dapat juga pada daerahdaerah ekstra genital (Daili, 2009).
Persepsi yang kurang pada responden
menyebabkan responden banyak yang tidak
menggunakan kondom padahal menurut
Abeenabilla (2009) seks tanpa pelindung, meski
kondom tidak seratus persen dapat mencegah
PMS, namun kondom tetap merupakan cara
terbaik untuk terhindar dari infeksi apalagi pada
WPS yang berganti-ganti pasangan, semakin
banyak pasangan seksual semakin besar
kemungkinan terkena suatu PMS.
Hasil penelitian pada responden dengan
persepsi cukup dan baik masih ada yang tidak
memakai kondom disebabkan pernah terkena
PMS dan merasa bisa disembuhkan. Menurut
Abeenabilla (2009) Sudah terkena suatu PMS,
penderita yang sudah pernah mengalami PMS
lebih rentan terinfeksi PMS jenis lainya.
Persepsi berhubungan dengan penggunaan
kondom ditsebabkan dengan adanya stimulus
akan mendorong seseorang berperilaku. Dalam
hal ini responden yang persepsinya baik tentang
PMS dimana merasa PMS dapat merugikan
dirinya , maka akan melakukan tindakan
pencegahan seperti pemakaian kondom.
Menurut Widyastuti dkk (2009), mengatakan
bahwa pencegahan penyakit menular seksual
salah satunya adalah selalu menggunakan
kondom untuk mencegah penularan PMS,
hindari hubungan seksual yang tidak aman atau
beresiko.
Hasil penelitian didukung penelitian yang
dilakukan oleh Irwan Budiono tahun 2012
dengan judul konsistensi penggunaan kondom
oleh wanita pekerja seks, pelanggannya di
resosialisasi Argorejo Semarang yang hasilnya
menunjukkan angka konsistensi penggunaan
kondom sebesar 62,9 %. Faktor yang terbukti
berhubungan dengan praktik penggunaan
kondom adalah pengetahuan WPS tentang IMS
dan HIV/AIDS, sikap
WPS terhadap
penggunaan kondom, akses informasi tentang
IMS dan HIV/AIDS, persepsi pelanggan tentang
kemampuan untuk melakukan perilaku seks
secara aman, serta dukungan germo.
PENUTUP
Kesimpulan
Hasil penelitian di lokalisasi Bandungan
Kabupaten Semarang pada 138 responden
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Karakteristik wanita pekerja seks di
lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang
sebagian besar responden berumur 20-35
tahun sebanyak 134 responden (97,1%) dan
pendidikan responden sebagian besar SMA
sebanyak 69 responden (50,0%)
2. Persepsi responden tentang penyakit
menular seksual sebagian besar baik
sebanyak 73 responden (52,9%).
3. Penggunaan kondom sebagian besar
responden menggunakan sebanyak 111
responden (80,4%).
Ada hubungan antara persepsi wanita pekerja
seks tentang penyakit menular seksual dengan
penggunaan kondom di lokalisasi Bandungan
Hubungan Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual dengan Penggunaan Kondom di Lokalisasi Bandungan
10
Kabupaten Semarang dengan nilai p 0,000 < 
(0,05).
Saran
1. Bagi Responden
Responden yang persepsinya masih
kurang diharapkan mendapatkan informasi
yang cukup, sehingga persepsinya menjadi
baik
dan
responden
yang
belum
menggunakan kondom akan menggunakan
untuk mencegah penyakit menular seksual.
2. Bagi Bidan
Bidan
diharapkan
memberikan
penyuluhan
secara
berkala
kepada
responden agar persepsinya tetap baik dan
mensosialisasikan penggunaan kondom
dengan pemberian leaflet.
3. Bagi Puskesmas
Puskesmas diharapkan terus memantau
dan mensosialisasikan penggunaan kondom
bagi WPS agar terhindar penyakit menular
seksual dan mencegah penularannya.
4. Bagi Peneliti
Peneliti lain diharapkan meneliti faktor
lain yang berhubungan dengan penggunaan
kondom seperti sumber informasi yang
diperoleh dan pengaruh WPS lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2012.
2013. http://www.depkes.go.id (Kamis, 26
Maret 2015. 08.08)
Dinkes Kabupaten Semarang. 2013. Profil
Kesehatan Kabupaten Semarang.
Everett. 2007. Buku Saku Kontrasepsi dan
Kesehatan Seksual reproduktif. Jakarta :
EGC.
Handoyo. 2010. Remaja dan Kesehatan. Jakarta
: Perca.
Nurkholis, 2008. Penyakit Menular Seksual.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Manuaba.
2009.
Memahami
Kesehatan
Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC.
Marr. 2005. Infeksi Menular
Yogyakarta : Rineka Cipta.
Seksual.
Mirzanie dan Kurniawati. 2009. Buku Saku
Kontrasepsi dan Kesehatan Seksual
reproduktif. Yogyakarta : EGC.
Scorvian dan Nugroho. 2011. Mengupas Tuntas
9 PMS (Penyakit Menular Seksual).
Yogyakarta : Nuha medika.
Andrews. 2009. Remaja dan Kesehatan. Jakarta
: EGC.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi. Jakarta : Rineka Cipta.
Abeenabilla. 2009. Faktor Yang Mempengaruhi
Meningkatnya Kejadian PMS Di Era
Globalisasi.
http://id.scribd.com/doc/75775950/FaktorFaktor-Yg-Mempengaruhi-MeningkatnyaKejadian-Pms-Di-Era-Globalisasi (Jum’at,
20 Maret 2015. 15:35)
Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan.
Jakarta : EGC.
Daili. 2003. Penyakit Menular Seksual. Jakarta :
Balai Pustaka FKUI.
Daili. 2009. Pemeriksaan Klinis pada Infeksi
Menular Seksual. In : Daili, S.F., et al.,
Infeksi Menular Seksual. 4thed. Jakarta:
Balai Penerbitan FKUI.
Walgito. 2003. Psikologi Sosial. Yogyakarta :
Andi.
Wiknjosastro. 2009. Penyakit Menular Seksual.
Jakarta : Bina Pustaka.
Widyastuti. 2009. Kesehatan
Yogyakarta : Firtamaya.
Reproduksi.
Yuwono, S. 2007. Psikologi
Yogyakarta : Nuha Medika.
Kesehatan.
Hubungan Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual dengan Penggunaan Kondom di Lokalisasi Bandungan
11
Download