HUBUNGAN PERSEPSI WANITA PEKERJA SEKS TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DENGAN PENGGUNAAN KONDOM DI LOKALISASI BANDUNGAN KABUPATEN SEMARANG Ana Mukaromah1), Chichik Nirmasari2), Widayati 3) 1) Mahasiswa AKBID Ngudi Waluyo 2) Staf Dosen AKBID Ngudi Waluyo 3) Staf Dosen AKBID Ngudi Waluyo [email protected] ABSTRAK Latar belakang : Angka kejadian penyakit menular seksual saat ini cenderung meningkat di Indonesia. Media penularan PMS dan HIV/AIDS yang sudah diketahui adalah melalui darah, sperma dan cairan vagina/serviks. Hasil wawancara pada 8 WPS yang ditemui di Puskesmas Duren ada 5 WPS pernah terkena PMS. Tujuan penelitian mengetahui hubungan persepsi wanita pekerja seks tentang penyakit menular seksual dengan penggunaan kondom di lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang. Desain penelitian deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional yang jenis datanya primer dan sekunder. Populasinya semua WPS di lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang pada bulan Januari-Maret 2015 yang berjumlah 211 WPS. Teknik sampling simple random sampling dengan taraf signifikan 0,5 sehingga sampelnya berjumlah 138 WPS. Alat ukur dengan kuesioner dan dianalisis menggunakan distribusi frekuensi dan uji kendall tau. Hasil penelitian umur WPS sebagian besar 21-30 tahun sebanyak 98 WPS (71,0%) dan pendidikan WPS sebagian besar SMA sebanyak 69 WPS (50,0%). Persepsi WPS tentang penyakit menular seksual sebagian besar baik sebanyak 73 WPS (52,9%). Penggunaan kondom sebagian besar menggunakan sebanyak 111 WPS (80,4%). Uji statistik menggunakan Kendall tau dengan nilai p 0,000 < (0,05). Penelitian ini dapat disimpulkan semakin baik persepsi tentang PMS maka penggunaan kondom semakin tinggi. Tenaga kesehatan diharapkan memberikan penyuluhan secara berkala kepada WPS agar persepsinya tetap baik dan mensosialisasikan penggunaan kondom dengan pemberian leaflet. Kata Kunci : Persepsi, wanita pekerja seks, penggunaan kondom Hubungan Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual dengan Penggunaan Kondom di Lokalisasi Bandungan 1 ABSTRACT The background : incidence of Sexually Transmitted Diseases (STDs) currently tend to rise in Indonesia. It is estimated that more than 340 million new cases of curable STIs (syphilis, gonorrhea, chlamydia, and trichomonas infections) occur every year in men and women aged 15- 49 years. Media transmission of STDs and HIV / AIDS is already known is through blood, semen and vaginal fluids / cervix. Based on preliminary studies that the researchers carried out in March 2015 in the localization Bandungan Semarang district number recorded was 211 WPS WPS. Results of interviews on 8 WPS encountered in PHC Duren No 5 WPS been exposed to an STD This study aimed to the relation between the perception of female sex workers about sexually transmitted diseases through condom use in brothels Bandungan Semarang District Correlational descriptive design with cross sectional approach. The entire study population of female sex workers in brothels Bandungan Semarang district from January to March 2015 as many as 211 WPS. Sample of 138 respondents. Sampling technique is simple random sampling. Test analysis with Kendall tau test. WPS research results mostly aged 20-35 years, 134 respondents (97.1%) and respondents mostly high school education as much as 69 respondents (50.0%). Respondents' perceptions of sexually transmitted diseases are mostly good by 73 respondents (52.9%). The use of condoms most respondents use as many as 111 respondents (40.4%). There is a relationship between the perception of female sex workers about sexually transmitted diseases through condom use in brothels Bandungan Semarang district with p 0.000 <(0.05) Suggestions midwife is expected to provide ongoing counseling to respondents that both perception and disseminating the use of condoms by giving leaflets. Keywords: Perception, female sex workers, the use of condoms PENDAHULUAN Latar Belakang Infeksi menular seksual adalah penyakit yang ditularkan terutama melalui hubungan seksual, yang disebut juga dengan penyakit menular seksual atau penyakit kelamin. Beberapa PMS tidak menunjukkan gejala penyakit atau membutuhkan waktu yang lama, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun baru menunjukkan gejala penyakit (Marr, 2005). Penyakit penular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini meliputi gonorhoe, herpes simpleks, trikomoniasis, vaginosis bakterial, sifilis, klamidia dan HIV/AIDS. Penyakit ini menyerang sekitar alat kelamin tetapi gejalanya dapat muncul dan menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak dan organ tubuh lainya (Handoyo, 2010). Kelompok masyarakat yang rawan tertular atau menularkan PMS antara lain kelompok masyarakat yang melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan kondom, seperti yang dilakukan oleh pekerja seks komersial Kondisi tersebut menyebabkan kasus PMS dan HIV meningkat pada kelompok ini Infeksi PMS dan HIV/AIDS merupakan ancaman kesakitan dan kematian utama di banyak negara, termasuk Indonesia (Daili dkk, 2003). Salah satu tujuan keenam pembangunan millennium (Millennium Development Goals / MDGs) adalah menangani berbagai penyakit menular paling berbahaya. Pada urutan teratas adalah Human Immunodeviciency Virus (HIV), yaitu virus penyebab Acquired Immuno Deviciency Syndrome (AIDS) terutama karena penyakit ini dapat membawa dampak yang menghancurkan, bukan hanya terhadap kesehatan masyarakat namun juga terhadap negara secara keseluruhan.Indonesia beruntung bahwa HIV belum mencapai kondisi seperti yang terjadi di Afrika dan beberapa negara Asia Tenggara. Jumlah penduduk Indonesia yang hidup dengan virus HIV diperkirakan antara Hubungan Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual dengan Penggunaan Kondom di Lokalisasi Bandungan 2 172.000 dan 219.000, sebagian besar adalah laki-laki. Jumlah itu merupakan 0,1% dari jumlah penduduk. Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPA), sejak 1987 sampai Juni 2008, tercatat 12.686 kasus AIDS 2.479 di antaranya telah meninggal. Angka kejadian penyakit menular seksual saat ini cenderung meningkat di Indonesia. Diperkirakan lebih dari 340 juta kasus baru dari IMS yang dapat disembuhkan (sifilis, gonore, infeksi klamidia, dan infeksi trikomonas) terjadi setiap tahunnya pada laki-laki dan perempuan usia 15- 49 tahun. WHO memperkirakan setiap tahun terdapat 350 juta penderita baru penyakit menular seksual di negara berkembang seperti Afrika, Asia, Asia Tenggara dan Amerika Latin. Negara industri prevalensinya sudah dapat diturunkan, namun di negara berkembang prevalensinya penyakit menular seksual masih tinggi. Salah satu negara berkembang yaitu Indonesia penyakit menular seksual prevalensinya berkisar antara 7,4% - 50% (Yuwono, S, 2007). Kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) di Indonesia sampai tahun 2012 sebanyak 1.317 kasus baru. Persentase kasus AIDS tertinggi pada kelompok umur 30–39 tahun (40,7%), diikuti kelompok umur 20–29 tahun (29,0%) dan kelompok umur 40–49 tahun (17,3%). Rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Jumlah kasus AIDS tertinggi dilaporkan dari Provinsi DKI Jakarta (648), Jawa Tengah (140), Bali (1012), Jawa Barat (80) dan Kepulauan Riau (78). Persentase faktor risiko AIDS tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada heteroseksual (81,9%), penggunaan jarum suntik tidak steril pada pengguna narkoba suntik (7,2%), dari ibu yang positif HIV ke anaknya (4,6%), dan LSL (2,8%) (Depkes RI, 2013). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang angka kejadian infeksi menular seksual mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2012 sebanyak 549 kasus dan tahun 2013 dari bulan Januari sampai bulan September sebanyak 603 kasus. Pada tahun 2013 ini sudah ditemukan kasus gonore sebanyak 36 kasus, suspect gonore 9 kasus, servicitis/procititis 472 kasus, urethritis non-GO 5 kasus,trikomoniasis 1 kasus, kandidiasis 36 kasus, HIV 233 kasus, AIDS 108 kasus dan lain-lain (kondilomata) 44 kasus (Dinkes Kabupaten Semarang, 2013). Media penularan PMS dan HIV/AIDS yang sudah diketahui adalah melalui darah, sperma dan cairan vagina/serviks. Oleh karena itu, dapat dipastikan hubungan seksual antara WPS dan pelanggannya tanpa menggunakan kondom merupakan perilaku yang berisiko tinggi terhadap penularan PMS dan HIV/AIDS (Nurkholis, 2008). Cara resiko terjadinya penularan PMS dan HIV/AIDS salah satunya adalah adanya penggunaan kondom ketika melakukan hubungan seksual. Menurut Departemen Kesehatan perilaku seks yang dapat mencegah terjadinya PMS dan HIV/AIDS yaitu model pengurangan resiko dengan menggunakan kondom (Depkes RI, 2011). Menurut Wiknjosastro (2009), mengatakan bahwa kondom juga berfungsi sebagai alat pelindung dari penyakit akibat hubungan seks. Kondom adalah bentuk kontrasepsi yang pertama kali ditemukan, yang pada awalnya lebih dianggap sebagai perlindungan terhadap penyakit menular seksual daripada sebagai pencegahan kehamilan (Everet, Suzanne, 2007). Asal mula kondom sudah ada sejak jaman Mesir kuno yang terbuat dari kulit atau usus binatang yang digunakan untuk melindungi diri dari infeksi (Manuaba, 2008). Persepsi tentang kondom dapat mempengaruhi penggunaan kondom pada WPS. Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi manusia terusmenerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya (Slameto, 2003). Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti laksanakan pada bulan Maret 2015 di lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang jumlah WPS yang tercatat pada bulan Januari – Maret adalah 211 WPS. Hasil wawancara pada 8 WPS yang ditemui di Puskesmas Duren ada 5 WPS pernah terkena PMS dan kelimanya menganggap PMS hal yang biasa terjadi dan dapat disembuhkan dengan antibiotik, 2 WPS mengatakan tidak pernah terkena PMS dan persepsi mereka tentang PMS adalah penyakit berbahaya, 1 WPS tidak tahu apakah pernah terkena PMS dan menganggap PMS terjadi bila pelanggannya yang menularkan, 8 WPS ini mengatakan penggunaan kondom tidak selalu mereka pakai Hubungan Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual dengan Penggunaan Kondom di Lokalisasi Bandungan 3 sesuai permintaan pelanggan. Persepsi WPS ini tentang PMS sebagian besar berpersepsi PMS adalah penyakit biasa yang dapat disembuhkan dengan mengkomsumsi antibiotik dosis tinggi. Kejadian PMS dan pemakaian kondom saat melakukan hubungan seks dengan pelanggan WPS dilokalisasi Bandungan kabupaten Semarang untuk mencegah PMS saat ini belum diketahui pasti. Berdasarkan fenomena diatas penulis tertarik ingin membuat penelitian tentang hubungan persepsi wanita pekerja seks tentang penyakit menular seksual dengan penggunaan kondom di lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang. 3. Bagi Institusi pendidikan Hasil penelitian sebagai dasar informasi dalam proses kegiatan belajar mengajar terutama mengenai persepsi wanita pekerja seks tentang penyakit menular seksual dengan penggunaan kondom di lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang, data yang diperoleh dapat digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya. 4. Bagi Puskesmas Duren Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh tenaga kesehatan dalam pembinaan kepada wanita pekerja seksual untuk mencegah PMS. Tujuan 1. Tujuan Umum Menganalis hubungan persepsi wanita pekerja seks tentang penyakit menular seksual dengan penggunaan kondom di lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan karakteristik (umur, pendidikan) wanita pekerja seksual di lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang. b. Mendeskripsikan persepsi wanita pekerja seks tentang penyakit menular seksual di lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang. c. Mendeskripsikan penggunaan kondom wanita pekerja seks di lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang. d. Menganalisis hubungan persepsi wanita pekerja seks tentang penyakit menular seksual dengan penggunaan kondom di lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang. METODE PENELITIAN Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat memberikan pengalaman nyata tentang persepsi WPS tentang PMS dengan penggunaan kondom untuk mencegah penularannya 2. Bagi pelayanan Kebidanan Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar informasi bagi pemberi pelayanan dalam menjalankan asuhan kebidanan dan kesehatan masyarakat terkait kelompok khusus WPS . Penelitian ini dilaksanakan di Lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang. Variabel yang digunakan menggunakan jenis variabel bebas dan terikat. Penelitian ini variabel bebasnya ialah persepsi wanita pekerja seksual tentang penyakit menular seksual. Penelitian ini variabel terikatnya ialah penggunaan kondom. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelatif, yaitu penelitian untuk mengetahui tingkat hubungan mengkaji hubungan antara variable, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross sectional yang jenis datanya berupa data primer dan data sekunder. Populasinya semua WPS yang berada di lokalisasi Bandungan yang berjumlah 211 WPS. Tehnik sampling menggunakan simple random sampling sehingga sampelnya berjumlah 138 WPS. Pengambilan data diambil secara langsung (data primer) dengan menggunakan kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitas. Cara pengolahan data meliputi : editing, scoring, coding, entry data, dan tabulasi. Sedangkan analisis data meliputi 2 tahap, yaitu analisis univariat dengan menggunakan distribusi frekuensi, dan analisis bivariat menggunakan uji kendall tau. Etika penelitian yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah mendasar pada empat prinsip dasar yaitu menghormati orang (respect for person), manfaat (beneficence), tidak membahayakan subjek penelitian (non maleficence), dan keadilan (justice). Hubungan Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual dengan Penggunaan Kondom di Lokalisasi Bandungan 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Karakteristik Umur Tabel 1 Distribusi Frekuensi Umur Wanita Pekerja Seks di Lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang Umur 11-20 tahun 21-30 tahun 31-40 tahun Jumlah Frekuensi 18 98 22 138 Persentase (%) 13,0 71,0 15,9 100,0% Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa sebagian besar pendidikan responden SMA sebanyak 69 responden (50,0%). Pendidikan responden pada penelitian ini kebanyakan SMA disebabkan lingkungan yang beranggapan pendidikan SMA telah mencukupi bagi WPS untuk hidup di daerah tersebut. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi. Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual di Lokalisasi Bandungan Tabel 4 Distribusi Frekuensi Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual di Lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang Pengetahuan Baik Cukup Kurang Jumlah No 1 Pendidikan Perguruan Tinggi SMA SMP SD Jumlah 3 Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar pendidikan responden SMA sebanyak 69 responden (50,0%). Pendidikan responden pada penelitian ini kebanyakan SMA disebabkan lingkungan yang beranggapan pendidikan SMA telah mencukupi bagi WPS untuk hidup di daerah tersebut. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi. 73 37 28 138 Tabel 5 Distribusi Frekuensi pertanyaan menurut kuesioner 2 Persentase (%) 0 50,0 32,6 17,4 100,0% Persentase (%) 52,9 26,8 20,3 100,0% Berdasarkan tabel 4. dapat dilihat bahwa sebagian besar persepsi responden baik sebanyak 73 responden (52,9%) Karakteristik Pendidikan Tabel 2 Distribusi Frekuensi pendidikan wanita pekerja seks di lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang Frekuensi 0 69 45 24 138 Frekuensi 4 5 6 7 8 Pernyataan Menurut saya penyakit menular seksual dapat menular. Menurut saya penyakit menular seksual juga dapat menular dari seks lewat mulut. Menurut saya penyakit menular seksual juga dapat menular dari seks lewat anus. Menurut saya penyakit menular seksual dapat ditularkan melalui alat-alat seperti handuk. Menurut saya penyakit kencing nanah ditularkan melalui hubungan kelamin. Menurut saya penyakit kencing nanah pada laki-laki gejalanya yaitu mengeluh sakit pada waktu kencing. Menurut saya kencing nanah ditularkan melalui ciuman atau kontak badan yang dekat. Menurut saya penyakit kencing nanah pada wanita STS (%) 2.2 Skor TS S (%) (%) 11.6 15.9 SS (%) 70.3 6.5 10.9 23.2 59.4 10.9 8.7 34.8 45.7 14.5 13.0 31.2 41.3 10.1 17.4 29.7 42.8 18.8 8.7 34.1 38.4 10.9 21.0 29.7 38.4 52.2 16.7 15.9 15.2 Hubungan Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual dengan Penggunaan Kondom di Lokalisasi Bandungan 5 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 ditandai dengan mengeluh keputihan dan nyeri waktu kencing. Menurut saya penyakit kencing nanah pada laki-laki gejalanya yaitu dari mulut saluran kencing keluar nanah kental berwarna kuning hijau. Menurut saya kulit kemerahan dan dirasakan nyeri merupakan penyakit menular seksual. Menurut saya kulit kemerahan disertai pembengkakan kelenjar yang nyeri merupakan penyakit menular seksual. Menurut saya herpes tidak dapat sembuh sendiri. Menurut saya penyakit raja singa menular. Menurut saya penyakit raja singa tidak dapat sembuh total. Menurut saya penyakit raja singa bukan penyakit biasa. Menurut saya munculnya jengger ayam di kelamin menular. Menurut saya jengger ayam tidak dapat hilang sendiri. Menurut saya penyakit HIV/AIDS sering terjadi. Menurut saya penyakit HIV/AIDS menyerang kekebalan tubuh. Menurut saya penyakit HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan seksual. Menurut saya penyakit HIV/AIDS tidak dapat disembuhkan. Menurut saya tidak berganti pasangan dapat mencegah penyakit menular seksual. Menurut saya menjaga kebersihan 24 15.2 13.0 38.4 33.3 25 21.0 13.0 27.5 38.4 14.5 16.7 32.6 36.2 15.9 18.1 31.9 34.1 16.7 13.0 34.1 36.2 15.2 18.8 31.9 34.1 15.2 17.4 31.9 35.5 16.7 15.9 31.9 35.5 18.1 18.1 32.6 31.2 15.2 10.9 30.4 43.5 17.4 14.5 25.4 42.8 17.4 16.7 28.3 37.7 50.7 14.5 19.6 15.2 15.2 14.5 32.6 37.7 55.8 11.6 20.3 12.3 alat kelamin dapat mencegah penyakit menular seksual. Menurut saya selalu menggunakan kondom dapat mencegah penularan PMS. Menurut saya melakukan hubungan seksual hanya dengan pasangan syah dapat mencegah PMS. 62.3 13.0 15.9 8.7 81.2 8.7 8.7 1.4 Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa 52,2% berpersepsi salah tentang penyakit kencing nanah pada wanita ditandai dengan mengeluh keputihan dan nyeri waktu kencing, 50,7% berpersepsi salah tentang penyakit HIV/AIDS tidak dapat disembuhkan. 55,8% berpersepsi salah tentang menjaga kebersihan alat kelamin dapat mencegah penyakit menular seksual, 62,3% berpersepsi salah tentang selalu menggunakan kondom dapat mencegah penularan PMS, 81,2% berpersepsi salah tentang melakukan hubungan seksual hanya dengan pasangan syah dapat mencegah PMS. Penggunaan Kondom Wanita Pekerja Seks di Lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang Tabel 6 Distribusi Frekuensi Penggunaan kondom wanita pekerja seks di lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang Pemberian oralit Frekuensi Menggunakan Tidak Menggunakan Jumlah 111 27 138 Persentase (%) 80,4 19,6 100,0% Berdasarkan tabel 6 bahwa sebagian responden menggunakan kondom sebanyak 111 responden (80,4%). Hubungan Pesepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual dengan Penggunaan Kondom di Lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang Table 7 Distribusi Frekuensi pesepsi wanita pekerja seks tentang penyakit menular seksual dengan penggunaan kondom di Lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang Hubungan Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual dengan Penggunaan Kondom di Lokalisasi Bandungan 6 Persepsi Baik Cukup Kurang Jumlah Penggunaan Kondom Tidak Mengunakan Menggunakan f % f % 4 5,5 69 94,5 2 5,4 35 94,6 21 5,5 7 25,5 27 19,6 111 80,4 Jumlah f 73 37 128 % 100,0 100,0 100,0 138 100,0% p 0,000 Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa responden yang persepsinya baik sebagian besar menggunakan kondom sebanyak 69 responden (94,5%), responden yang persepsinya cukup sebagian besar menggunakan kondom sebanyak 35 responden (94,6%) dan responden yang persepsinya kurang sebagian besar tidak menggunakan kondom sebanyak 21 responden (5,5%). Pembahasan Umur Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berumur 21-30 tahun sebanyak 98 responden (71,0%). Umur responden dalam penelitian ini sebagaian besar yaitu 21-30 tahun. Umur 21-30 tahun pada wanita merupakan usia subur dimana pada umur ini perempuan memutuskan untuk menjadi WPS. Umur ini dianggap sebagai umur dimana WPS cukup umur dan masih cantik untuk menarik lawan jenis. Hasil penelitian ada yang berumur 11-20 tahun sebanyak 18 responden (13,0%), umur ini ada yang tidak boleh menjadi WPS dikarenakan umur 18 tahun kebawah dianggap dibawah umur dan tidak boleh menjadi WPS. Meskipun sedikit dalam penelitian ini didapatkan responden berumur 31-40 tahun sebanyak 22 responden (15,9%). Umur dapat mempengaruhi persepsi seseorang. Umur yang bertambah menjadikan pengalaman WPS dalam berpersepsi terhadap sesuatu hal dalah penelitian ini mengenai penyakit menular seksual. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului penginderaan, yaitu dengan diterimanya stimulus oleh reseptor, diteruskan ke otak atau pusat saraf yang diorganisasikan dan diinterpretasikan sebagai proses psikologis. Akhirnya individu menyadari tentang yang dilihat dan didengarkannya (Sunaryo, 2004). Pendidikan Hasil penelitian menunjukkan menunjukkan sebagian besar pendidikan responden SMA sebanyak 69 responden (50,0%). Pendidikan responden pada penelitian ini kebanyakan SMA disebabkan lingkungan yang beranggapan pendidikan SMA telah mencukupi bagi WPS untuk hidup di daerah tersebut. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi. Pendidikan responden pada penelitian ini ada yang hanya sampai sekolah dasar yaitu SD sebanyak 24 responden (17,4%) dan SMP sebanyak 45 responden (32,6%). Pendidikan dapat berpengaruh pada persepsi seseorang disebabkan orang yang pendidikannya tinggi akan lebih perhatian terhadap kesehatannya. Hal ini disebabka persepsi dipengaruhi oleh perhatian seseorang terhadap masalah tertentu. Menurut Walgito (2003), mengatakan bahwa faktor-faktor yang berperan dalam persepsi adalah adanya perhatian. Persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan obyek. Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual dengan Penggunaan Kondom di Lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar persepsi responden baik sebanyak 73 responden (52,9%). Persepsi responden sebagian baik disebabkan informasi yang didapatkan responden baik dari penyuluhan maupun dari WPS lain. Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi manusia terus-menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan melalui pancaindera (Slameto, 2003). Persepsi baik juga disebabkan banyaknya informasi mengenai penyakit menular seksual yang didapatkan dari media massa maupun Hubungan Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual dengan Penggunaan Kondom di Lokalisasi Bandungan 7 media elektronika. Persepsi bahwa penyakit menular seksual adalah penyakit yang penularanya terutama melalui hubungan seksual pada WPS adalah benar namun cara hubungan kelamin tidak hanya terbatas secara geniogenital saja, tetapi dapat juga secara oro-genital, atau ano-genital, sehingga kelainan yang timbul akibat penyakit kelamin ini tidak terbatas hanya pada daerah genital saja, tetapi dapat juga pada daerah-daerah ekstra genital (Daili, 2009). Hasil penelitian didapatkan masih ada responden yang persepsinya cukup disebabkan responden hanya mengira PMS menular melalui hubungan kelamin saja, padahal penyakit menular seksual tidak hanya ditularkan melalui hubungan kelamin, tetapi beberapa ada yang dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan alat-alat seperti : handuk. Persepsi cukup dilihat dari pendidikan responden yang menegah (SMA) sehingga dalam memahami informasi dapat lebih mudah sehingga dapat mengubah persepsinya. Hasil penelitian masih ada responden yang persepsinya kurang disebabkan kurangnya informasi yang didapatkan responden atau terkadang responden tidak perduli terhadap informasi yang diberikan Menurut Sunaryo (2004), mengatakan bahwa persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang berasal dari dalam diri individu, dalam hal ini yang menjadi obyek adalah dirinya sendiri dan persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang datang dari luar individu. Pendidikan kurang disebabkan pendidikan responden SD dan SMP. Pendidikan dapat mempengaruhi persepsi seseorang disebabkan kurangnya pendidikan membuuat seseorang kurang perhatian terhadap kesehatannya. Persepsi yang salah dapat dilihat dari hasil jawaban kuesioner dimana 52,2% responden berpersepsi salah tentang penyakit kencing nanah pada wanita ditandai dengan mengeluh keputihan dan nyeri waktu kencing, Mereka mengira keputihan dan nyeri waktu kencing adalah hal biasa. Kencing nanah pada wanita, penyakit ini tidak menunjukan gejala yang jelas atau bahkan tidak menimbulkan keluhan sehingga wanita mudah menjadi sumber penularan gonore, kadang penderita mengeluh keputihan dan nyeri waktu kencing (Scorviani dan Nugroho, 2011). Secara epidemiologis pengobatan yang dianjurkan adalah obat dengan dosis tunggal seperti: penisilin, ampisilin, amoksisilin, sefalosporin, spektinomisin, kanamisin, tiamfenikol dan kuinolon (Daili, 2007). Hasil dari 50,7% responden berpersepsi salah tentang penyakit HIV/AIDS tidak dapat disembuhkan. Kesembuhan seratus persen dari penyakit HIV memang belum ditemukan tetapi ada beberapa obat antivirus untuk mengurangi gejala. Menurut Daili (2009), mengatakan bahwa beberapa penelitian terakhir membuktikan bahwa obat-obat antivirus yaitu indinavir, retrovir dan lamivudin yang diberikan sebagai kombinasi dapat meningkatkan CD4 dan menghilangkan HIV pada 24/26 sampai ditingkat unmeasureable geneses of HIV. Namun setelah pengobatan beberapa waktu, mungkin HIV akan bermutasi menjadi resisten dan toksisitas obat akan muncul sehingga perlu obat baru. Obat-obat yang sedang diteliti adalah antisense therapy, genetherapy, dengan penghambat HIV yang ditujukan ke CD4 dan sel induk (Stem Cell). Hasil dari 55,8% responden berpersepsi salah tentang menjaga kebersihan alat kelamin dapat mencegah penyakit menular seksual, 62,3% responden berpersepsi salah tentang selalu menggunakan kondom dapat mencegah penularan PMS, 81,2% responden berpersepsi salah tentang melakukan hubungan seksual hanya dengan pasangan syah dapat mencegah PMS. Mereka berfikir dengan tidak bisa mencegah PMS dengan menjaga kebersihan, penggunaan kondom dan pasangan yang syah. Menurut Widyastuti dkk (2009), mengatakan bahwa pencegahan penyakit menular seksual adalah tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah, saling setia bagi pasangan yang sudah menikah,selalu menjaga kebersihan alat kelamin, selalu menggunakan kondom untuk mencegah penularan PMS dan menghindari hubungan seksual yang tidak aman atau beresiko. Hasil penelitian didukung penelitian yang dilakukan oleh Irwan Budiono tahun 2012 dengan judul konsistensi penggunaan kondom oleh wanita pekerja seks/ Pelanggannya di resosialisasi Argorejo Semarang yang hasilnya menunjukkan angka konsistensi penggunaan Hubungan Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual dengan Penggunaan Kondom di Lokalisasi Bandungan 8 kondom sebesar 62,9 %. Faktor yang terbukti berhubungan dengan praktik penggunaan kondom adalah pengetahuan WPS tentang IMS dan HIV/AIDS, sikap WPS terhadap penggunaan kondom, akses informasi tentang IMS dan HIV/AIDS, persepsi pelanggan tentang kemampuan untuk melakukan perilaku seks secara aman, serta dukungan germo. Penggunaan kondom wanita pekerja seks tentang penyakit menular seksual di Lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden menggunakan kondom sebanyak 111 responden (80,4%). Sebagian besar responden menggunakan kondom disebabkan responden merasa pentingnya penggunaan kondom selain untuk mencegah kehamilan juga untuk keamanan dirinya. Selain itu penggunaan kondom pada WPS di bandungan diwajibkan oleh induk semang mereka. Kondom adalah satu bentuk kontrasepsi barier. Kondom mencegah kehamilan dengan menghambat sperma msuk vagina sehingga mencegah pembuahan atau fertilisasi (Andrews, 2009). Kondom juga merupakan selubung/sarung karet yang dapat terbuat dari berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis saat hubungan seksual (Saifuddin, dkk, 2003). Kondom ini merupakan kontrasepsi yang efektif jika dipakai dengan baik dan benar, angka kegagalannya hanya 4 – 18 kehamilan/ 100 wanita (Mirzanie dan Kurniawati, 2009). Hasil penelitian masih ada responden yang tidak menggunakan kondom saat melayani hubungan seksual. Hal ini disebabkan permintaan pelanggan, ataupun responden sendiri merasa tidak penting menggunakan kondom. Kadang kala penggunaan alkohol atau obat-obatan membuat responden sulit meminta pelanggannya memakai kondom. Menurut Abeenabilla (2009), mengatakan bahwa pengggunaan alkohol dapat membuat seseorang sukar memakai kondom dengan benar maupun sulit meminta pasangannya menggunakan kondom. Penyalahgunaan obat, prinsip nya hampir sama dengan penggunaan alkohol, orang yang berhubungan seksual dibawah pengaruh obat lebih besar kemungkinannya melakukan perilaku seksual beresiko/tanpa pelindung. Pemakaian obat terlarang juga memudahkan orang lain memaksa seseorang melakukan perilaku seksual selain itu, penggunaan obat dengan jarum suntik diasosiasikan dengan peningkatan resiko penularan penyakit lewat darah, seperti hepatitis dan HIV yang juga bisa ditransmisikan lewat seks. Selain hal diatas alasan responden tidak memakai kondom adalah telah memakai alat kontrasepsi lain seperti suntik dan pil sehingga tidak perlu menggunakan kondom. Memakai pil KB untuk kontrasepsi, kadang orang lebih menghindari kehamilan daripada PMS sehingga mereka memilih pil KB sebagai alat kontrasepsi utama. Karena sudah merasa terhindar dari kehamilan, mereka enggan memakai kondom. Hasil penelitian didukung penelitian yang dilakukan oleh Shinta Kristianti tahun 2012 dengan judul dukungan wanita pekerja seks dan teman pelanggan terhadap penggunaan kondom di lingkungan Kelurahan Semampir Kota Kediri yang hasilnya sebagian besar responden (71,2%) berperilaku konsisten dalam menggunakan kondom. Variabel yang berhubungan terhadap perilaku penggunaan kondom pada pelanggan WPS adalah dukungan teman dan dukungan WPS. Variabel dukungan teman pelanggan merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap praktek menggunakan kondom pada pelanggan WPS, dengan nilai OR sebesar 56,375. Hubungan Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual dengan Penggunaan Kondom di Lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara persepsi wanita pekerja seks tentang penyakit menular seksual dengan penggunaan kondom di lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang dengan dengan nilai p 0,000 < (0,05). Adanya hubungan disebabkan seseorang dengan persepsi baik tentang PMS diamana merasa penggunaan kondom penting untuk mencegah penularan PMS maka responden tersebut akan berusaha mencegahnya dengan pemakaian kondom. Hubungan Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual dengan Penggunaan Kondom di Lokalisasi Bandungan 9 Responden sadar bahwa WPS riskan terkena PMS. Pekerja seks komersial adalah suatu pekerjaan dimana seorang perempuan menggunakan atau mengeksploitasi tubuhnya untuk mendapatkan uang. Saat ini tingkat kemoralan bangsa Indonesia semakin terpuruk, hal ini terbukti dengan tingginya jumlah pekerja seks komersial. Akibatnya semakin banyak ditemukan penyakit menular seksual. Profesi sebagai pekerja seks komersial dengan penyakit menular seksual merupakan satu lingkaran setan. Biasanya penyakit menular seksual ini sebagian besar diidap oleh wanita pekerja seks, dimana dalam ’’menjajakan’’ dirinya terhadap pasangan kencan berganti-ganti tanpa menggunakan pengaman seperti kondom (Widyastuti, 2009). Hasil penelitian didapatkan responden yang persepsinya baik sebagian besar menggunakan kondom sebanyak 69 responden (94,5%), responden yang persepsinya cukup sebagian besar menggunakan kondom sebanyak 35 responden (94,6%) dan responden yang persepsinya kurang sebagian besar tidak menggunakan kondom sebanyak 21 responden (5,5%). Penyakit menular seksual adalah penyakit yang penularanya terutama melalui hubungan seksual. Cara hubungan kelamin tidak hanya terbatas secara genio-genital saja, tetapi dapat juga secara oro-genital, atau ano-genital, sehingga kelainan yang timbul akibat penyakit kelamin ini tidak terbatas hanya pada daerah genital saja, tetapi dapat juga pada daerahdaerah ekstra genital (Daili, 2009). Persepsi yang kurang pada responden menyebabkan responden banyak yang tidak menggunakan kondom padahal menurut Abeenabilla (2009) seks tanpa pelindung, meski kondom tidak seratus persen dapat mencegah PMS, namun kondom tetap merupakan cara terbaik untuk terhindar dari infeksi apalagi pada WPS yang berganti-ganti pasangan, semakin banyak pasangan seksual semakin besar kemungkinan terkena suatu PMS. Hasil penelitian pada responden dengan persepsi cukup dan baik masih ada yang tidak memakai kondom disebabkan pernah terkena PMS dan merasa bisa disembuhkan. Menurut Abeenabilla (2009) Sudah terkena suatu PMS, penderita yang sudah pernah mengalami PMS lebih rentan terinfeksi PMS jenis lainya. Persepsi berhubungan dengan penggunaan kondom ditsebabkan dengan adanya stimulus akan mendorong seseorang berperilaku. Dalam hal ini responden yang persepsinya baik tentang PMS dimana merasa PMS dapat merugikan dirinya , maka akan melakukan tindakan pencegahan seperti pemakaian kondom. Menurut Widyastuti dkk (2009), mengatakan bahwa pencegahan penyakit menular seksual salah satunya adalah selalu menggunakan kondom untuk mencegah penularan PMS, hindari hubungan seksual yang tidak aman atau beresiko. Hasil penelitian didukung penelitian yang dilakukan oleh Irwan Budiono tahun 2012 dengan judul konsistensi penggunaan kondom oleh wanita pekerja seks, pelanggannya di resosialisasi Argorejo Semarang yang hasilnya menunjukkan angka konsistensi penggunaan kondom sebesar 62,9 %. Faktor yang terbukti berhubungan dengan praktik penggunaan kondom adalah pengetahuan WPS tentang IMS dan HIV/AIDS, sikap WPS terhadap penggunaan kondom, akses informasi tentang IMS dan HIV/AIDS, persepsi pelanggan tentang kemampuan untuk melakukan perilaku seks secara aman, serta dukungan germo. PENUTUP Kesimpulan Hasil penelitian di lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang pada 138 responden diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Karakteristik wanita pekerja seks di lokalisasi Bandungan Kabupaten Semarang sebagian besar responden berumur 20-35 tahun sebanyak 134 responden (97,1%) dan pendidikan responden sebagian besar SMA sebanyak 69 responden (50,0%) 2. Persepsi responden tentang penyakit menular seksual sebagian besar baik sebanyak 73 responden (52,9%). 3. Penggunaan kondom sebagian besar responden menggunakan sebanyak 111 responden (80,4%). Ada hubungan antara persepsi wanita pekerja seks tentang penyakit menular seksual dengan penggunaan kondom di lokalisasi Bandungan Hubungan Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual dengan Penggunaan Kondom di Lokalisasi Bandungan 10 Kabupaten Semarang dengan nilai p 0,000 < (0,05). Saran 1. Bagi Responden Responden yang persepsinya masih kurang diharapkan mendapatkan informasi yang cukup, sehingga persepsinya menjadi baik dan responden yang belum menggunakan kondom akan menggunakan untuk mencegah penyakit menular seksual. 2. Bagi Bidan Bidan diharapkan memberikan penyuluhan secara berkala kepada responden agar persepsinya tetap baik dan mensosialisasikan penggunaan kondom dengan pemberian leaflet. 3. Bagi Puskesmas Puskesmas diharapkan terus memantau dan mensosialisasikan penggunaan kondom bagi WPS agar terhindar penyakit menular seksual dan mencegah penularannya. 4. Bagi Peneliti Peneliti lain diharapkan meneliti faktor lain yang berhubungan dengan penggunaan kondom seperti sumber informasi yang diperoleh dan pengaruh WPS lainnya. DAFTAR PUSTAKA Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2012. 2013. http://www.depkes.go.id (Kamis, 26 Maret 2015. 08.08) Dinkes Kabupaten Semarang. 2013. Profil Kesehatan Kabupaten Semarang. Everett. 2007. Buku Saku Kontrasepsi dan Kesehatan Seksual reproduktif. Jakarta : EGC. Handoyo. 2010. Remaja dan Kesehatan. Jakarta : Perca. Nurkholis, 2008. Penyakit Menular Seksual. Yogyakarta : Nuha Medika. Manuaba. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC. Marr. 2005. Infeksi Menular Yogyakarta : Rineka Cipta. Seksual. Mirzanie dan Kurniawati. 2009. Buku Saku Kontrasepsi dan Kesehatan Seksual reproduktif. Yogyakarta : EGC. Scorvian dan Nugroho. 2011. Mengupas Tuntas 9 PMS (Penyakit Menular Seksual). Yogyakarta : Nuha medika. Andrews. 2009. Remaja dan Kesehatan. Jakarta : EGC. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta : Rineka Cipta. Abeenabilla. 2009. Faktor Yang Mempengaruhi Meningkatnya Kejadian PMS Di Era Globalisasi. http://id.scribd.com/doc/75775950/FaktorFaktor-Yg-Mempengaruhi-MeningkatnyaKejadian-Pms-Di-Era-Globalisasi (Jum’at, 20 Maret 2015. 15:35) Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC. Daili. 2003. Penyakit Menular Seksual. Jakarta : Balai Pustaka FKUI. Daili. 2009. Pemeriksaan Klinis pada Infeksi Menular Seksual. In : Daili, S.F., et al., Infeksi Menular Seksual. 4thed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI. Walgito. 2003. Psikologi Sosial. Yogyakarta : Andi. Wiknjosastro. 2009. Penyakit Menular Seksual. Jakarta : Bina Pustaka. Widyastuti. 2009. Kesehatan Yogyakarta : Firtamaya. Reproduksi. Yuwono, S. 2007. Psikologi Yogyakarta : Nuha Medika. Kesehatan. Hubungan Persepsi Wanita Pekerja Seks tentang Penyakit Menular Seksual dengan Penggunaan Kondom di Lokalisasi Bandungan 11