BAB II - Repository UNIMAL

advertisement
BAB II
HAKIKAT BERLAKU
HUKUM INTERNASIONAL
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memahami hakikat
dan dasar berlakunya Hukum Internasional serta kaitannya dengan
masyarakat internasional.
SASARAN BELAJAR (SB)
Setelah mempelajari Bab ini, Anda diharapkan mampu:
1. Menjelaskan teori hukum alam tentang berlakunya Hukum
Internasional;
2. Menjelaskan teori kehendak negara tentang berlakunya Hukum
Internasional;
3. Menjelaskan teori kehendak bersama tentang berlakunya
Hukum Internasional;
4. Menjelaskan pendapat mazhab Wina tentang berlakunya
Hukum Internasional;
5. Menjelaskan pendapat mazhab Perancis tentangberlakunya
Hukum Internasional;
6. Menjelaskan pengertian masyarakat internasional;
7. Menjelaskan hubungan masyarakat Internasional dan Hukum
Internasional.
POKOK BAHASAN
TEORI TENTANG DASAR BERLAKU HUKUM INTERNASIONAL
Hukum Internasional sangat berbeda dengan hukum nasional dalam hal
keberadaan lembaga-lembaga pelaksana hukum itu sendiri. Seperti kita ketahui bahwa
Hukum Internasional tidak memiliki lembaga-lembaga yang dapat dikatakan sebagai
hukum dan pelaksana Hukum Internasional. Masyarakat internasional itu sendiri terdiri
dari sejumlah negara yang masing-masing berdaulat, namun tidak terdapat suatu
badan legislatif, kekuasaan kehakiman maupun polisionil yang dapat memaksakan
berlakunya kehendak bersama masyarakat internasional. Sehingga kemudian timbul
keraguan bahwa Hukum Internasional itu sebenarnya bukanlah hukum, dan kalau
memang benar dia merupakan hukum, apa yang menjadi dasar kekuatan mengikat
Hukum Internasional tersebut.
Namun, sesuai dengan perkembangan zaman, ternyata pertanyaan dan keraguan
tersebut dapat dijawab dengan melihat contoh kecil yaitu adanya kekuatan mengikat
dalam hukum adat. Ternyata ketiadaan lembaga pelaksanaan hukum bukan berarti
tidak ada hukum atau aturan-aturan disitu. Untuk itu dirasakan perlu membahas lebih
lanjut mengenai dasar kekuatan berlakunya Hukum Internasional bagi masyarakat
internasional.
1. Teori Hukum Alam
Ajaran hukum alam memiliki pengaruh keagamaan yang sangat kuat, yang
kemudian ciri keagamaan tersebut dihilangkan oleh Grotius. Dalam bentuk yang
lebih sekuler, hukum alam diartikan sebagai hukum ideal yang didasarkan atas
hakikat manusia sebagai makhluk yang berakal dan mempunyai kesatuan kaidah
yang diilhamkan alam pada rasio manusia. Hukum itu berasal dari alam kemudian
diberikan kepada manusia melalui rasio atau akal pikiran sehingga dimana-mana
sama dan dalam waktu kapanpun sama. Artinya hukum alam itu universal dan
abadi. Misalnya hak dan kewajiban dasar manusia, derajat manusia dan negara
adalah sama, dan asas negara membutuhkan perdamaian dan keamanan
internasional.
Menurut ajaran ini, Hukum Internasional berlaku dan mengikat karena Hukum
Internasional itu sendiri merupakan hukum alam yang diterapkan dalam kaitannya
dengan kehidupan masyarakat bangsa-bangsa. Artinya negara tunduk kepada
Hukum Internasional karena Hukum Internasional itu merupakan bagian dari
hukum yang lebih tinggi yaitu hukum alam, alam yang memerintahkan negara
untuk tunduk kepada Hukum Internasional.
Keberatan terhadap teori ini dapat diajukan kepada batasan pengertian hukum
alam itu sendiri yang belum jelas dan masih bersifat subjektif terhadap arti
keadilan, kepentingan masyarakat internasional maupun konsep-konsep lainnya.
Namun demikian, karena idealisme ajaran ini yang sangat tinggi menimbulkan
keseganan negara-negara terhadap daya mengikat Hukum Internasional.
2. Teori Kehendak Negara
Ajaran ini menyatakan bahwa kekuatan mengikat Hukum Internasional ada
karena adanya kehendak dari negara itu sendiri untuk tunduk pada Hukum
Internasional. Menurut teori ini pada dasarnya negara adalah sumber segala
hukum, dan mendasarkan pada falsafah Hegel (Jerman). Pendukung teori ini
adalah George Jellineck yang memperkenalkan Selbst-limitation theorie. Pemuka
lainnya adalah Zorn yang menyatakan bahwa Hukum Internasional itu tidak lain
adalah hukum tata negara yang mengatur hubungan luar suatu negara (auszerez
staatsrecht).
Kelemahan teori ini adalah tidak dapat menerangkan dengan jelas bagaimana
caranya Hukum Internasional yang bergantung kepada kehendak negara dapat
mengikat negara tersebut. Bagaimana kalau negara berkehendak untuk tidak mau
terikat dengan hukum tersebut? Tentunya Hukum Internasional tidak lagi
mengikat negara tersebut.
3. Teori Kehendak Bersama
Karena adanya ketidakpuasan dalam teori kehendak negara, maka Triepel
berusaha membuktikan bahwa Hukum Internasional itu mengikat bagi negara
bukan karena kehendak mereka satu per satu untuk terikat, melainkan karena
adanya suatu kehendak bersama (Vereinbarung), yang lebih tinggi dari kehendak
masing-masing negara, untuk tunduk kepada Hukum Internasional. Teori ini
mencoba membandingkan kekuatan mengikat Hukum Internasional dengan sifat
mengikat pada hukum kebiasaan (customary law) dengan memberikan penjelasan
bahwa keterikatan seperti dalam teori ini diberikan secara diam-diam.
Di sini terlihat bahwa Triepel tetap mendasarkan kekuatan mengikat Hukum
Internasional pada kehendak negara, tetapi membantah adanya kemungkinan
untuk melepaskan diri dari ikatan tersebut secara sepihak, karena adanya
kehendak bersama (Vereinbarung) yang dinyatakan secara diam-diam.
Setelah muncul teori kehendak bersama, para ahli tetap menemukan
kelemahan-kelemahan teori tersebut. Kelemahan yang utama adalah apabila
menyandarkan kepada kehendak bersama (kehendak subjek hukum), karena
kehendak manusia tidak dapat dijadikan kekuatan hukum yang mengatur
kehidupan. Bisa saja subjek hukum tersebut menarik diri dari kehendaknya yang
pertama untuk tunduk kepada Hukum Internasional, apabila itu dilakukan secara
bersama-sama sekalipun. Untuk itu diperlukan dasar yang lain untuk
memberlakukan Hukum Internasional bagi negara-negara.
4. Mazhab Wiena
Menurut mazhab Wina, bukan kehendak negara yang merupakan dasar
kekuatan mengikat Hukum Internasional, melainkan adanya suatu norma hukum.
Maksudnya, kehendak negara untuk tunduk pada Hukum Internasional
menghendaki adanya suatu hukum atau norma sebagai sesuatu yang telah ada
terlebih dahulu, dan berlaku terlepas dari kehendak negara. Kekuatan mengikat
suatu kaidah Hukum Internasional didasarkan pada suatu kaidah yang lebih tinggi
yang nantinya akan berdasarkan lagi kaidah yang lebih tinggi lagi, demikian
seterusnya. Ketika sampai kepada kaidah yang tertinggi, disitulah letak suatu
kaidah dasar (grundnorm) yang merupakan puncak piramada kaidah hukum
tersebut.
Hans Kelsen, yang dianggap sebagai bapak mazhab Wina ini, mengemukakan
bahwa asas Pacta Sunt Servanda adalah kaidah dasar (grundnorm) dan merupakan
kekuatan dasar mengikatnya Hukum Internasional.
5. Mazhab Perancis
Mazhab Perancis mendasarkan kekuatan mengikat Hukum Internasional
kepada faktor biologis, sosial dan sejarah kehidupan manusia yang dinamakan
fakta kemasyarakatan (fait social). Menurut mazhab ini persoalan yang timbul
dapat dikembalikan kepada sifat alami manusia sebagai manusia sosial, keinginan
dan kebutuhannya untuk berhubungan dengan orang lain. Kebutuhan dan
keinginan manusia ini tentu juga akan dicerminkan dalam kebutuhan dan
keinginan bangsa-bangsa untuk berhubungan dan berinteraksi dengan bangsa lain.
Artinya dasar kekuatan mengikat itu ada karena memang mutlak diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan manusia (bangsa) untuk hidup bermasyarakat. Mazhab ini
dipelopori oleh Fauchile, Schele dan Duguit.
MASYARAKAT INTERNASIONAL
Masyarakat internasional merupakan dasar sosiologis dari Hukum Internasional.
Masyarakat internasional timbul dari kenyataan bahwa di dunia ini ada sejumlah negara
yang saling berhubungan satu sama lain. Pada mulanya masyarakat nasional disebut
society of states. Ada 2 (dua) alasan yang menyebabkan timbulnya masyarakat
internasional yaitu:
a) Adanya sejumlah negara di dunia yang saling berhubungan satu sama lain.
Negara-negara di dunia bekerjasama berdasarkan alasan-alasan sosiologis,
biologis (iklim); sumber daya alam yang tidak merata di permukaan bumi; dan
tingkat kemajuan teknologi yang berbeda-beda. Disamping bekerjasama,
negara itu juga saling bermusuhan atau berselisih paham. Hal ini di dalam
Hukum Internasional adalah sama derajatnya, yaitu mempunyai hubungan
antar negara dengan negara dan subjek hukum lain bukan negara.
b) Terdapatnya prinsip-prinsip hukum umum yang saling bersamaan di semua
negara (the general principle of law). Prinsip-prinsip hukum umum ini
merupakan prinsip yang digunakan secara bersamaan oleh semua negara di
dunia, karena ini merupakan kaidah-kaidah dasar dalam melakukan suatu
perbuatan hukum. Misalnya asas pacta sunt servanda, nullum delictum nulla
poena sine praevia lege poenali, atau gugatan untuk benda tetap harus diajukan
dimana benda itu berada.
Adanya sejumlah negara-negara di dunia ini yang jumlahnya ratusan negara saling
berhubungan satu sama lain membuktikan adanya masyarakat internasional yang
merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah lagi. Hubungan yang tetap dan
terus menerus itu timbul karena adanya kebutuhan dan saling ketergantungan
disebabkan masing-masing negara tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan.
Hubungan ini dapat meliputi hubungan perdagangan, pendidikan, budaya, keamanan,
keagamaan, sosial dan olah raga. Hubungan internasional ini dipermudah lagi dengan
berkembangnya media dan sarana komunikasi di abad modern ini.
Hubungan dapat dilakukan secara resmi yang diwakili oleh pejabat-pejabat negara
yang mengadakan perundingan, misalnya, dalam melakukan perjanjian antar negara.
Di samping hubungan antar negara yang resmi, individu juga dapat mengadakan
hubungan langsung secara perorangan. Jadi yang dinamakan masyarakat internasional
itu pada hakikatnya adalah hubungan kehidupan antar manusia. Masyarakat
internasional sebenarnya merupakan suatu kompleks kehidupan bersama yang terdiri
dari aneka ragam masyarakat yang jalin menjalin dengan erat.
Mengapa hubungan antar negara lebih menonjol dan menjadi urutan penting
dalam Hukum Internasional? Menurut Mochtar Kusumaatmadja, karena kalau dilihat
dari segi politis yuridis negara-negara dengan kekuasaan teritorialnya yang mutlak dan
monopoli dalam penggunaan kekuasaan merupakan pelaku primier dalam masyarakat
internasional.
Kebutuhan bangsa-bangsa untuk hidup berdampingan secara teratur ini
merupakan suatu keharusan kenyataan sosial yang tak dapat dielakkan. Hubungan yang
teratur ini tidak semata-mata terjadi karena adanya kebutuhan antara satu negara
dengan negara lain. Keteraturan tersebut terjadi karena adanya unsur pengikat di
antara negara-negara tersebut, yaitu persamaan asas-asas yang diyakini bersama.
Persamaan asas-asas hukum antara bangsa-bangsa di dunia ini, walaupun hukum
nasional masing-masing sangat berbeda, dikenal dengan sebutan asas-asas hukum
umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab merupakan penjelmaan dari
hukum alami (naturrecht).
HAKIKAT DAN FUNGSI K EDAULATAN NEGARA DALAM
MASYARAKAT INTERNASIONAL
Menurut sejarah, asal kata kedaulatan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah
souvereignity, yang asal kata juga dari bahasa Latin superanus yang artinya yang teratas.
Negara berdaulat artinya memang bahwa negara itu memiliki kekuasaan tertinggi dan
tidak mengakui suatu kekuasaan yang lebih tinggi daripada kekuasaan negara itu
sendiri.
Tetapi, kekuasaan tertinggi ini memiliki batas-batas atau ruang lingkupnya. Ruang
berlaku kekuasaan tertinggi negara itu dibatasi oleh batas wilayah negara itu, artinya
suatu kekuasaan tertinggi negara akan berakhir bila melewati batas-batas wilayah
negara tersebut. Artinya, kekuasaan tertinggi mempunyai dua pembatasan penting
dalam kekuasaan itu sendiri, yaitu terbatas pada batas wilayah negara yang memiliki
kekuasaan itu dan akan berakhir ketika kekuasaan tertinggi negara lain dimulai.
Akibat dari adanya pembatasan kekuasaan tersebut maka ada 3 (tiga) kosep
penting yaitu kedaulatan (souvereignity), kemerdekaan (independence), dan
persamaan derajat (equality) yang dapat diselaraskan dan tidak bertentangan satu
sama lain dalam pelaksanaannya. Bahkan ketiga konsep ini akan saling menyelaraskan
satu sama lain dan bersinergis untuk meletakkan suatu konsep dalam pergaulan
masyarakat internasional yang teratur.
RINGKASAN
1. Teori hukum alam tentang hakikat berlakunya Hukum Internasional;
Menurut ajaran ini, Hukum Internasional berlaku dan mengikat karena Hukum
Internasional itu sendiri merupakan bagian dari hukum alam yang kedudukannya
paling tinggi.
2. Teori kehendak negara tentang hakikat berlakunya Hukum Internasional;
Ajaran ini menyatakan bahwa kekuatan mengikat Hukum Internasional ada karena
adanya kehendak dari negara itu sendiri untuk tunduk pada Hukum Internasional
dan negara merupakan sumber dari segala sumber hukum.
3. Teori kehendak bersama tentang hakikat berlakunya Hukum Internasional;
Hukum Internasional itu mengikat bagi negara bukan karena kehendak mereka
satu per satu untuk terikat, melainkan karena adanya suatu kehendak bersama
(Vereinbarung), yang lebih tinggi dari kehendak masing-masing negara, untuk
tunduk kepada Hukum Internasional.
4. Mazhab Wina tentang hakikat berlakunya Hukum Internasional;
Menurut mazhab Wina, bukan kehendak negara yang merupakan dasar kekuatan
mengikat Hukum Internasional, melainkan adanya suatu norma hukum. Kekuatan
mengikat suatu kaidah Hukum Internasional didasarkan pada suatu kaidah yang
lebih tinggi yang nantinya akan berdasarkan lagi kaidah yang lebih tinggi lagi, dan
berakhir pada kaidah yang paling tinggi yang merupakan letak suatu kaidah dasar
(grundnorm) yang merupakan puncak piramada kaidah hukum tersebut.
5. Mazhab Perancis tentang hakikat berlakunya Hukum Internasional;
Menurut mazhab ini dasar kekuatan mengikat Hukum Internasional itu ada karena
memang mutlak diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia (bangsa) untuk
hidup bermasyarakat.
6. Pengertian masyarakat internasional;
Masyarakat internasional itu pada hakikatnya adalah hubungan kehidupan antar
manusia. Masyarakat internasional merupakan suatu kompleks kehidupan
bersama yang terdiri dari aneka ragam masyarakat yang jalin menjalin dengan erat.
7. Hubungan masyarakat Internasional dan Hukum Internasional;
Masyarat internasioanl merupakan dasar sosiologis dari Hukum Internasional yang
dapat dibuktikan dengan adanya sejumlah negara di dunia dan terdapat kebutuhan
antara negara-negara tersebut untuk mengadakan hubungan satu sama lain.
LATIHAN
1. Jelaskan teori tentang hakikat berlakunya Hukum Internasional menurut mazhab
Wina dan apakah perbedaannya dengan pendapat mazhab Perancis?
2. Apakah kelemahan dari teori kehendak negara?
3. Menurut teori hukum alam, mengapa masyarakat internasional mentaati Hukum
Internasional?
4. Berikan penjelasan bahwa masyarakat internasional merupakan landasan sosial
Hukum Internasional!
5. Jelaskan makna dari asas-asas hukum yang bersamaan sebagai unsur dari
masyarakat internasional!
DAFTAR PUSTAKA
Akehurst, Michael, A Modern Introduction to International Law, 7th edition, Peter
Malanczuk, Routledge, New York, 1997
Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi Dalam Era
Dinamika Global, 2003, Alumni, Bandung
Brierly, J.L, The Law of Nations, 6th Edition, Edited by Sir Humpherly Waldock,
Oxford, London, 1985
Brownly, Ian. Principles of Publik International Law, Fourth edition, Oxford
University Press, 1990
-----------------, Basic Document on International Law. Clarendon Press: Oxford,
1974.
Chairul Anwar, Hukum Internasional: Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa,
Penerbit Djambatan, Jakarta, 1989
Dunoff, Jeffrey L. International Law: Norm, Actors, Process: A Problem Oriented
Approach, 2nd edition. Aspen Publishers, NY. 2006
Kusumaatmadja. Mochtar, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung,
2003.
Schwarzenberger, Georg, and Brown, A Manual of International Law, 6th edition,
Professional Books Limiter, London and Cardiff, 1976.
Soekotjo Hardiwinoto, Pengantar Hukum Internasional, Badan Penerbit Undip,
Semarang, 1995.
Starke, An Introduction to International Law, 9th edition, Butterworths, London,
1987
Sam Suheidi, “Sejarah Hukum Internasional”.Bina Cipta, Bandung, 1969.
Vienna Convention on Succession of States in Respect of Treaties
http://treaties.un.org/doc/Treaties/1996/11/19961106%200551%20AM/Ch_XXIII_02p.pdf
Download