Reproductive Studies of Common Ponyfish (Leiognathus equulus

advertisement
Kajian Reproduksi Ikan Bete (Leiognathus equulus, Forsskal 1775) di Danau
Tempe, Kabupaten Wajo, Propinsi Sulawesi Selatan.
Reproductive Studies of Common Ponyfish (Leiognathus equulus, Forsskål 1775) at
Tempe Lake, Wajo Regency, South Sulawesi Province.
Joeharnani Tresnati*)
*) Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin
Abstract
Tempe Lake in Wajo Regency, South Sulawesi Province, including the lake is quite
fertile and have an important role in social and economic life of the surrounding community
because it has the potential of fishery resources are fairly reliable. One type of fish found in
lake fish Tempe is ponyfish (Leiognathus sp) or a local language known as "bale bete". This
fish is highly favored by the people of Tempe Lake. But with the scarcity of fish this happens
rarely caught by fishermen in the community so that the sale value surrounding the lake is
quite expensive, where each tail for Rp 10,000. The scarcity of fish has been quite alarming
so necessary to study its reproduction.
The purpose of this study was to see Gonad Maturity Stage and Gonad Maturity Index
of common ponyfish in Tempe Lake, Wajo District. The usefulness of this study in order to
provide the necessary information and can be considered as a basis for the conservation of
fishery resources of common ponyfish in Tempe Lake, Wajo District. The research was
conducted in January to June 2010 with intervals of 2 weeks on Tempe Lake, Wajo Regency,
South Sulawesi. Fish samples were observed at the sampling starts with a total length
measurement is measured from the front of the head to tip of tail at the rear by using a ruler
measuring 1 mm thoroughness. Body weight was weighed using digital scales 0.01 g
thoroughness. Furthermore, the fish sample is then observed its dissected gonad to determine
sex and morphology with reference of common ponyfish (Leiognathus equulus, Forsskål
1775) made by Rahardjo (2004). After determining the Gonad Maturity Stage, gonad weights
were measured using an electric scale 0.001 g thoroughness then inserted into the bottle and
are given a solution of formalin to continue the observations histologically at the Laboratory
of Histology, Fish Quarantine Center, Makassar.
The conclusion from the research conducted is: The morphology and supported also
histology results, there are 5 Gonad Maturity Stages of common ponyfish (Leiognathus
equulus Forsskål, 1775) males and females, there are of Stage I to V. Gonad maturity index
value of common ponyfish male are relatively smaller than females at every stage of gonad
maturity. Histological observations showed the different levels of maturity of the ovocytes in
a single gonad that can be known as a partial spawner..
PENDAHULUAN
Danau Tempe adalah salah satu danau yang berada di Provinsi Sulawesi Selatan.
Danau ini merupakan danau penghasil ikan air tawar terbesar di Sulawesi Selatan. Suplai air
berasal dari dua sungai besar yaitu sungai yang bersumber dari Pegunungan Latimojong dan
dari sungai Walanae di Pegunungan Lompobattang. Selain itu ada beberapa sungai kecil yang
masuk ke danau tersebut yaitu sungai Kalola, Lancirang dan Batu-batu. Pembuangan air
danau hanya melalui sungai Cenranae yang bermuara di Teluk Bone.
Ikan bete (Leiognathus sp) adalah salah satu jenis ikan yang terdapat di Danau Tempe.
Masyarakat di sekitar danau Tempe sangat menggemarinya, sehingga mulai langka diperoleh.
Akibatnya, harganya menjadi cukup mahal, yaitu sekitar Rp10.000/ekor. Agar keberadaan ikan ini
tetap lestari di alam, diperlukan pengelolaan tentang aspek biologinya seperti Tingkat Kematangan
Gonad (TKG) secara morfologi dan histologi dan Indeks Kematangan Gonad.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat TKG (Tingkat Kematangan Gonad) secara
morfologi dan histologi serta Indeks Kematangan Gonad pada Ikan Bete di Danau Tempe,
Kabupaten Wajo.
Kegunaan dilakukannya penelitian ini agar dapat memberikan informasi yang penting
serta dapat menjadi bahan pertimbangan sebagai dasar untuk pelestarian sumberdaya
perikanan ikan bete di Danau Tempe, Kabupaten Wajo
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2010 hingga Juni 2010 di Danau
Tempe, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, kemudian analisis preparat histologi
dilaksanakan di Laboratorium Histologi Balai Karantina Ikan Makassar.
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah cool box, mistar besi berketelitian 0,5 mm, botol sampel,
lap halus dan kasar, pipet tetes. Bahan yang digunakan adalah ikan Bete sebagai sampel yang
diamati, larutan Bouins sebagai bahan fiksatif, Alkohol 100%, 95%,70% sebagai media
washing,dehidrasi dan rehidrasi, Xylene teknis untuk pembersih/penjernih jaringan, Parafin
(lilin) sebagai media menanam jaringan agar mudah dipotong, Haematoxilin dan Eosin untuk
bahan pewarna, Aquades sebagai pembantu proses pewarnaan dan pengenceran, Kertas label
untuk penandaan sampel, Alkohol asam untuk membantu proses pewarnaan, Tissue roll
sebagai pembersih, Entelan sebagai media perekat.
B. Metode Pengambilan ikan contoh
Pengambilan ikan contoh dilakukan selama 6 bulan, dari hasil tangkapan nelayan
yang di daratkan di TPI 45 Kabupaten Wajo dengan menggunakan alat tangkap jaring apung
permukaan yang menggunakan pemberat timah. Ukuran mata jaring (mesh size) yang
digunakan berkisar 5 hingga 7 cm. Tasi dan nilon yang digunakan yaitu No. 3 dan
menggunakan perahu sebagai alat bantu. Ikan ini diambil secara keseluruhan dari hasil
tangkapan nelayan kemudian dimasukkan ke dalam cool box.
Ikan contoh diamati di tempat pengambilan sampel diawali dengan
pengukuran
panjang total yaitu diukur mulai dari ujung depan bagian kepala sampai ke ujung sirip ekor
paling belakang dengan menggunakan mistar ukur berketelitian 1 mm. Bobot tubuh
ditimbang dengan menggunakan timbangan digital berketelitian 0,01 g.
Selanjutnya ikan contoh dibedah dengan menggunakan alat bedah (gunting bedah,
scalpel dan pinset) kemudian diamati gonadnya untuk menentukan jenis kelamin dan TKG
secara morfologi dengan acuan klasifikasi TKG dari Rahardjo (2004) tentang Klasifikasi
tingkat kematangan gonad secara morfologi Ikan Petek (Leiognathus equlus, Forsskal 1775).
Setelah menentukan TKG, bobot gonad diukur dengan menggunakan timbangan elektrik
berketelitian 0,001 g kemudian gonad dimasukkan kebotol roll dan diberikan larutan formalin
untuk melanjutkan pengamatan secara histologi di Laboratorium Histologi Balai Karantina
Ikan Makassar.
C.
Analisis Data
1. Tingkat Kematangan Gonad
Hasil pengamatan tingkat kematangan gonad dilakukan secara morfologi disajikan
dalam bentuk tabel untuk setiap perkembangan gonad sedangkan pengamatan yang secara
histologi ditampilkan dalam bentuk gambar (foto).
2.
Indeks Kematangan Gonad
Indeks kematangan gonad (IKG) adalah suatu nilai dalam persen yang merupakan
perbandingan antara bobot gonad dan bobot tubuh ikan (termasuk gonad) dikalikan 100% :
IKG 
Bg
x 100
BT
dimana : IKG = Indeks Kematangan Gonad (%),
Bg = bobot gonad (g), BT = bobot tubuh (g).
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tingkat Kematangan Gonad Secara Morfologi
Dari hasil penelitian selama 6 bulan, jumlah keseluruhan ikan bete (Leiognathus
equulus Forsskal, 1775) yang diperoleh sebanyak 170 ekor dimana ikan bete jantan sebanyak
75 ekor dan ikan bete betina sebanyak 95 ekor.
Ikan Jantan
Tingkat Kematangan Gonad ikan bete (Leiognathus equulus Forsskal, 1775) jantan
yang diperoleh selama penelitian adalah TKG I, II, III, IV, dan V. Pada TKG I, panjang
testis berkisar antara 11 – 20 mm, bobot testis 0.18 - 0.92 g dan IKG berkisar antara 0.1781 0.5542 %. Testis terdiri atas dua lembar seperti kipas, satu lembar belum tumbuh sempurna
dengan ukuran lebih kecil daripada lembar lainnya, berwama putih kecoklatan dengan
permukaan licin. Hal ini sama dengan hasil penelitian Rahardjo (2004) dimana testis terdiri
atas dua lembar menyerupai kipas, satu lembar belum tumbuh sempurna dengan ukuran yang
relatif lebih kecil daripada lembar lainnya, berada di ujung rongga tubuh dekat anus,
berwama putih kecoklatan dengan permukaan licin.
Pada TKG II, panjang testis berkisar 20 – 27 mm, bobot testis 0.14 - 2.00 g dan IKG
berkisar 0.1357-1.2150 %. Ukuran testis lebih besar dari TKG I dan berwama putih dengan
permukaan sedikit bergerigi. Hal ini sama dengan hasil penelitian Rahardjo (2004), ukuran
testis lebih besar, sepasang organ tumbuh sempurna dan berukuran sama besar. Testis
berwama putih dengan permukaan sedikit bergerigi..
Pada TKG III, panjang testis berkisar 29 - 35 mm, bobot testis 0.63 - 1.42g dan IKG
berkisar 0.3720 - 1.4823 %. Warna testis makin putih dan permukaannya bergerigi terlihat
jelas. Hal ini sama dengan hasil penelitian Rahardjo (2004), warna testis makin putih dan
permukaan testis yang bergerigi terlihat jelas. Testis menempati kurang dari seperlima rongga
tubuh di ujung posterior di dekat anus.
Pada TKG IV, panjang testis berkisar 43 - 45 mm, bobot testis 1.38 - 3.00 g dan IKG
berkisar 0.8185 - 2.7590 %. Ukuran testis lebih besar dan lebih pejal. Testis berwama putih
susu dan menempati hampir seperempat rongga perut di dekat anus. Hal ini sama dengan
hasil penelitian Rahardjo (2004), ukuran testis lebih besar dan lebih pejal. Testis berwama
putih susu dan menempati hampir seperempat rongga tubuh di ujung posterior di dekat anus.
Pada TKG V, panjang testis berkisar 32 – 40 mm, bobot testis 0.38 - 1.26 g dan IKG
berkisar 0.3574-1.0733 %. Sebagian testis mengkerut, berwarna putih seperti susu, ukuran
testis semakin kecil. Hal ini sama dengan hasil penelitian Rahardjo (2004), testis kempis pada
bagian uiung posterior.
Ikan Betina
Dari hasil pengamatan secara morfologi ditemukan karakteristik gonad ikan bete
(Leiognathus equulus Forsskal, 1775) betina pada TKG I, II, III, IV, dan V. Pada TKG I,
panjang ovari berkisar 15 - 20 mm, bobot ovari 0.41 - 0.65 g dengan kisaran IKG sekitar
0.2988-1.6447%. Butir telur belum terlihat oleh mata biasa. Ovari berwana putih kekuningan
dan pemukaan licin dan ukuran kecil serta berbentuk bulat oval dan tunggal . Hal ini sama
dengan hasil penelitian Rahardjo (2004), ovari berwana putih kekuningan dan pemukaan
licin. Ukuran ovari relatif kecil dan berbentuk bulat oval dan tunggal. Butir telur belum
terlihat oleh mata biasa. Ovari berada di ujung posterior di dekat anus.
Pada TKG II, panjang ovari berkisar 20 – 28 mm, bobot ovari 0.33 - 1.49 g sedangkan
kisaran IKG sekitar 0.1934 - 2.6848 %. Ukuran ovari lebih besar dan berwama kekuningan.
berbentuk bulat oval serta telur belum terlihat jelas oleh mata biasa. Hal ini sama dengan
hasil penelitian Rahadjo (2004), ukuran ovarium lebih besar dan berwama kekuningan.
Ovarium berbentuk bulat oval. Di bagian anterior ovarium terbentuk lekukan pendek. Telur
belum terlihat jelas oleh mata biasa. Diameter telur berkisar mtara 36-468 µm. Di bagian
tengah dari kedua sisi lateral terdapat titik merah bakal pembuluh darah.
Pada TKG III, panjang ovari berkisar 32 - 39 mm, bobot ovari 0.71 - 4.10 g sedangkan
kisaran IKG sekitar 0.4033 - 3.5627 %. Ovari berwarna kuning terang, Butir telur mulai
terlihat oleh mata biasa dan pembuluh darah sudah tampak jelas di kedua sisi lateral ovari.
Hal ini sama dengan hasil penelitian Rahardjo (2004), ovarium berwarna kuning terang. Butir
telur mulai terlihat oleh mata biasa dengan diameter berkisar antara 36-540 µm. Pembuluh
darah sudah tampak jelas di kedua sisi lateral ovarium. Ovarium menempati hamper
seperempat rongga tubuh di ujung posterior di dekat anus.
Pada TKG IV, panjang ovari berkisar 40 - 49
mm, bobot ovari 1.81 - 11.52 g
sedangkan kisaran IKG sekitar 2.1436 - 6.6340 %. Ovari bertambah besar ukurannya dan
berwarna kuning kemerahan. Jumlah pembuluh darah lebih banyak daripada ovarium pada
TKG III. Butir telur terlihat jelas karena selaput gonad transparan. Hal ini sama dengan hasil
penelitian Rahardjo (2004), ovarium bertambah besar ukurannya dan berwarna kuning
kemerahan. Jumlah pembuluh darah lebih banyak daripada ovarium pada TKG III. Butir telur
terlihat jelas karena selaput gonad transparan, diameternya berkisar antara 36-816 µm.
Ovarium menempati hampir sepertiga rongga perut dan mendesak usus ke bagian depan.
Bentuk ovarium bulat oval dengan lekukan yangjelas di bagian anterior, menandakan bahwa
pasangan organ menyatu.
Pada TKG V, panjang ovari berkisar 46 - 51 mm, bobot ovari 0.97 - 2.04 g sedangkan
kisaran IKGnya sekitar 0.4185 - 0.7856 %. Gonad mengempis pada bagian posterior. Hal ini
sama dengan hasil penelitian Rahardjo (2004), ovarium mengempis dibagian posteriornya,
terdapat pada ikan yang sudah selesar memijah.
Menurut Rahardjo (2004), ovarium pada ikan petek mulai berkembang pada saat ikan
berukuran 50 mm. Ovarium berbentuk tunggal pada awal perkembangan (TKG I). Pada tahap
berikutnya, ujung anterior ovarium melekuk ke dalam seolah membagi ujung anterior
menjadi dua cabang. Lekukan ini tidak berubah sampai akhir perkembangan ovarium
sehingga dapat dikatakan bentuk ovarium tidak menyerupai sepasang organ kembar,
melainkan organ kembar yang termodifikasi bentuknya.
Perbedaan jenis kelamin ditentukan oleh faktor dalam dan luar. Faktor dalam berupa
jenis kelamin dan hormon sedangkan faktor luar ditentukan oleh suhu, pakan, intensitas
cahaya, pH, nitrogen dan metabolitnya, alkalinitas, kesadahan, dan zat buangan yang
berbahaya bagi kehidupan ikan. Faktor luar yang sering dilakukan untuk menentukan jenis
kelamin ikan dalam budidaya adalah pakan (Watanabe, 1984, Masandre, 2010). Faktor
lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap penentuan jenis kelamin adalah suhu. Suhu
tinggi membuat masa sensitif ikan lebih cepat terjadi. Ini berarti ikan lebih senang memijah
pada suhu tinggi. Suhu juga mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung
terhadap diferensiasi kelamin (Smith et al dalam Masandre, 2010).
Indeks Kematangan Gonad (IKG)
Pada ikan jantan kisaran IKG terkecil dilihat pada TKG I sekitar 0.2988 - 1.6447 %
dengan nilai rata-rata IKG 0.3266 ± 0.1140 % dan yang terbesar pada TKG IV dengan
kisaran IKG 0.8185 - 2.7590 % dan rata-rata 1.7892 ± 1.3728 %, kemudian terjadi penurunan
pada TKG V dengan kisaran IKG 0.3574 - 1.0733 dan rata-rata 0.3800 ± 0.5062 %
sedangkan pada ikan bete betina yang tertinggi pada TKG I dengan kisaran IKG 0.2988 1.6447 % dan nilai rata-rata 0.6373 ± 0.6716 % dan yang terbesar pada TKG IV dengan
kisaran IKG 2.1436 - 6.6340 % dan
rata-rata 4.0157 ± 1.2519 %, kemudian terjadi
penurunan pada TKG V dengan kisaran IKG 0.4185 - 0.7856 % dan rata-rata 0.6021 ±
0.2597 %. IKG ikan bete jantan dan betina dari TKG I sampai TKG IV terus meningkat dan
kemudian mengalami penurunan pada TKG V dikarenakan ikan bete jantan dan betina telah
mengalami pemijahan pada TKG V.
B. Tingkat Kematangan Gonad Secara Histologi
Ikan Betina
Berdasarkan hasil pengamatan secara mikroskopik yang dilakukan, karakter
mikroskopik gonad yang ditemukan terdiri dari TKG II, III, IV dan V dapat dilihat pada
Gambar 1 dan 2.
Pada TKG II, ditemukan oogonia menyebar di dalam ovari dan mengalami
pembelahan mitosis beberapa kali untuk menghasilkan oosit (Gambar 1). Tahap ini juga
disebut tahap diferentiatif yaitu tahap dimana oogonia berdiferensi menjadi oosit, Oosit akan
mengalami beberapa fase. Dimana fase awal yaitu previtelogenesis, dimana ukuran oosit
menjadi lebih besar tanpa terjadi akumulasi material kuning telur (yolk).
Selanjutnya
vitellogenesis
awal.
Vitellogenesis
ditandai
dengan
semakin
bertambahnya volume sitoplasma yang berasal dari luar sel yaitu kuning telur atau
vitellogenin (Fujaya 2004), dimana ukuran oosit menjadi lebih besar dan nukleus lebih besar
dengan sendirinya oosit mengatur posisinya didalam ovari. Pada gambar terlihat dua tahap
perkembangan telur yang berbeda yaitu tahap I (Oogonia) dan tahap IIb (Oosit perinukleolar
(oosit sekunder). Hal ini sama dengan hasil penelitian Rahardjo (2004), sebagian besar
oogonium telah berubah menjadi oosit primer. Diameter sel telur antara24-288µm, kantung
kuning telur mulai terbentuk di lapisan perifer sitoplasma (dekat membrane sel). Disebut
sebagai tahap awal vitellogenesis.
Oosit ditandai oleh nukleus yang besar, berada pada bagian perifer dan di dalamnya
tersebar beberapa nukleus. Sel-sel folikel berperan dalam memproduksi butir-butir kuning
telur, pembentukan khorion, transportasi ion dan molekul dalam oosit, ovulasi dan memiliki
kapasitas fagositas serta memproduksi hormon gonad (Jong-Brink et al. 1983 dalam Kantun
2004). Sel-sel folikel bisa ditemukan pada setiap perkembangan ovari dan berlangsung secara
terus-menerus sampai musim pemijahan (Takashima dan Hibiya 1996 dalam Rosdiana,
2009).
Pada TKG III (Gambar 4), ukuran sel telur bertambah besar, lipid globul telah banyak
terbentuk. Menurut Richter dan Rustidja (1985 dalam Fujaya 1999) bahwa pada tahap III
oosit mulai tumbuh (200 – 700 µm), dan membentuk globul telur dalam jumlah besar.
Dengan pengumpulan kuning telur tersebut, maka proses vitelogenesis berakhir pada tahap
III. Pada gambar ditemukan dua tahap perkembangan telur yang berbeda yaitu tahap III
(Oosit alveoli kortikal) dan IV (Oosit matang). Hal ini sama dengan hasil penelitian
Rahardjo, 2004 dimana Oosit sekunderjumlahnya semakin bertambah dan letaklya semakin
mendekati lumen ovarium. Diameter sel telur yang teramati berkisar antara 24 – 324 µm. Di
beberapa bagian masih terlihat oogonium. Sebagian oosit sekunder telah berkembang
menjadr ootid. Butir kuning telur (tolk egg) dan vacuola minyak menyebar dan sekitar inti sel
mengarah ke tepi.
Pada TKG IV (Gambar 2) ukuran sel telur bertambah besar. Sel telur berwarna
kekuning-kuningan, yang menandakan telur matang. Amplop vitelin semakin menipis.
Menurut Tresnati (2001) dalam Rosdiana (2009), dominasi oosit yang matang pada fase ini
diduga karena pembentukan vitelin sudah berakhir. Vitelin berbentuk seperti gelembung yang
sangat besar, zona radiata menipis yang mengindifikasi bahwa isi ovari semakin banyak dan
padat sehingga mendesak dinding ovari dan oosit sudah siap dipijahkan.
Kuning telur semakin banyak dan memenuhi sebagian besar sitoplasma. Fujaya (1999)
mengatakan bahwa selama proses vitellogenesis perkembangan retikulum endoplasma kurang
merata di dalam sel-sel granulosa dan theca. Pada saat itu gobul-gobul kuning telur
bergabung pada bagian tengah sel, selain itu terdapat beberapa sel-sel yang mengalami atresia
akibat dari proses regresi selama vitellogenesis. Pada gambar terlihat empat tahap
perkembangan telur yang berbeda yaitu tahap I (oogonia), IIa (Oosit dengan nukleolus
kromatin (oosit primer), IIb (Oosit perinukleolar (oosit sekunder)), III (Oosit alveoli kortikal)
dan IV (Oosit matang). Hal ini sama dengan hasil penelitian Rahardjo, 2004 dimana Ovarium
didominasi oleh ootid dan ovum. Diameler sel telur antara 24 – 384 µm. Vitellogenesis telah
selesai, inti bermigrasi ke tepi mendekati mikropil dan melebur ke dinding sel.
Og
F
St
Op
TKG II
Pembesaran 4X
Og
Op
Om
Lg
Oak
Y
Nu
TKG III
Pembesaran 4 X
Gambar 1. Histologi ovari ikan bete, Leiognathus equulus Forsskal 1775, betina pada tingkat
kematangan gonad II dan III. Pewarnaan Mayer’s Haematoxylin.
Keterangan : St = Sitoplasma; Nu = Nukleus; Og = Oogonia; Op = Oosit dengan nukleolus
kromatin (oosit primer); Op = Oosit perinukleolar (oosit sekunder); Oak = Oosit
alveoli kortikal; Lg = Lipid globul; Y= Yolk (kuning telur); Om = Oosit matang;
F = Folikel.
Nu
Op
Y
Og
Av
Oak
Os
Om
TKG IV
Pembesaran 10X
Lg
Ao
TKG V
Pembesaran 10X
Gambar 2. Histologi ovari ikan ikan bete, Leiognathus equulus Forsskal, 1775 betina pada
tingkat kematangan gonad III dan IV. Pewarnaan Mayer’s Haematoxylin.
Keterangan : Lg = Lipid globul; Y= Yolk (kuning telur); Av = Amplop vitelin (Khorion); Ao
= Oosit atresi; O. Oogonia; Op. Oosit dengan nukleolus kromatin (oosit primer);
Os. Oosit perinukleolar (oosit sekunder); Oak = Oosit alveoli kortikal; Om =
Oosit matang.
TKG V (Gambar 2)
telah nampak oosit
atresi yaitu telur yang belum sempat
dikeluarkan pada tahap pemijahan. Pada gambar terlihat dua tahap perkembangan telur yang
berbeda yaitu tahap IV (Oosit matang) dan tahap V (Oosit berovulasi).
Berdasarkan hasil secara histologi untuk menentukan tingkat kematangan gonad (TKG)
mengalami perbedaan dengan hasil secara morfologi. Hal ini ditemukan pada TKG I betina
secara morfologi dan tidak adanya ditemukan TKG I betina secara histologi. Melainkan yang
dianggap TKG I betina secara morfologi setelah dihistologi yang ditemukan TKG V jantan.
Hal ini disebabkan karakteristik morfologi TKG I betina hampir sama dengan karakteristik
morfologi TKG V jantan sebab warna dan kondisi gonad sama.
Ikan jantan
Pada TKG I, secara histologi terlihat pada tahap ini testis mengandung sel
spermatogonia, Spermatogonia dapat membelah secara mitosit untuk menghasilkan
spermatogonia lagi atau mengalami diferensiasi sel menjadi spermatosit primer (PochonMasson, 1983 dalam Korl et al.,1992). tampak pula spermatosit primer yang telah
berkembang menjadi spermatosit sekunder, sebagian spermatosit sekunder berkembang
menjadi spermatid (Gambar 3).
Pada TKG II, testis terdapat spermatid. Keberadaan spermatid ini bukan pembentukan
baru, melainkan lanjutan dari pembentukan tahap sebelumnya (Gambar 3). Hal ini sama
dengan hasil penelitian Rahardjo, 2004 dimana Testis lebih berkembang daripada TKG I.
Pada TKG III, spermatogonia telah berubah menjadi menjadi sel spermatid. Jumlah
spermatid terus bertambah dan sebagian telah berubah menjadi spermatozoa dewasa dan
jumlahnya akan bertambah (Gambar 4).
Pada TKG IV, testis pada stadium ini menunjukkan spermatid yang sudah berkembang
menjadi spermatozoa (Gambar 4). Spermatozoa berasal dari spermatid yang telah mengalami
Spg
Sps
TKG I
Pembesaran 10X
Spt
TKG II
Pembesaran 10X
Spt
TKG II
Pembesaran 40X
Gambar 3. Histologi testis ikan bete, Leiognathus equulus Forsskal 1775 Jantan pada tingkat
kematangan gonad I dan II. Pewarnaan Mayer’s Haematoxylin.
Keterangan: spg = spermatogonia; Spt = spermatid; Sps = Spermatosit.
Spt
Spz
TKG III
Pembesaran 40X
Spz
TKG IV
Pembesaran 40X
Spt
Spz
TKG V
Pembesaran 10X
Gambar 4. Histologi testis ikan bete, Leiognathus equulus Forsskal, 1775 jantan pada tingkat
kematangan gonad V. Pewarnaan Mayer’s Haematoxylin.
Keterangan : Spt = spermatid; Spz = Spermatozoa
diferensiasi melalui proses spermiogenesis. Pada fase matang ukuran menjadi semakin kecil
sehingga hanya tampak bagian kepala seperti bintik-bintik kecil.
Pada TKG IV, testis pada stadium ini menunjukkan spermatid yang sudah berkembang
menjadi spermatozoa (Gambar 4). Spermatozoa berasal dari spermatid yang telah mengalami
diferensiasi melalui proses spermiogenesis. Pada TKG V, Spermatozoa pada stadium ini
makin berwarna gelap karena kepala sperma tahap demi tahap terus menerus menyerap warna
(Gambar 4).
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan :
1. Tingkat Kematangan Gonad (TKG) pada ikan bete (Leiognathus equulus Forsskal,
1775) jantan dan betina diperoleh lengkap yaitu TKG I, II, III, IV, dan V .
2. Ikan bete jantan mempunyai Indeks Kematangan Gonad (IKG) yang relatif lebih kecil
dibandingkan ikan bete betina pada setiap tingkat kematangan gonad (TKG).
3. Pola pemijahannya adalah partial spawner (mengeluarkan telur secara sedikit – sedikit
atau sebagian), dilihat dari tingkat kematangan telur yang terdapat di dalam ovari.
B.
Saran
Perlu segera dilakukan pembudidayaan ikan bete (Leiognathus equulus Forsskal, 1775)
untuk membantu keberlangsungan spesies ini agar tetap terjaga kelestariannya di danau
Tempe, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan.
DAFTAR PUSTAKA
Allen Gerry, 1999, Marine Fishes of South-East Asia, Periplus, Singapore
Effendie, M.I., 2002. Biologi Perikanan. Perikanan IPB. Yayasan Pustaka Nusatama,
Yogyakarta. 163 hal.
Fujaya, Y. 2002. Fisiologi Ikan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Kottelat, M., J. A. Whitten., N. S. Kartikasari and S. Wirjoatmodjo, 1993. Freshwater Fishes
of Western Indonesia and Sulawesi. Dalhousie University. Canada.
Marsandre, J.Pemeriksaan Gonad. www.google.com/ Special
information/08/05/07/htm. (diakses tanggal 24 mei 2010).
Nugroho. J. S. 2006. Optimalisasi Pemanfaatan Ikan Pepetek (Leiognathus sp.) dan
Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Untuk Substitusi Parsial Tepung Terigu Dalam
Pembuatan Biskuit. IPB. Bogor.
Peristiwady,Teguh.2006.Ikan-ikan Laut Ekonomis Penting di Indonesia Petunjuk
Identifikasi.Jakarta,Indonesia:LIPI
Rahardjo, M. dkk. 2004. Aspek Pemijahan Ikan Petek Leiognathus equulus Forsskal,
1775 (Fam. Leiognathidae) di Pesisir Mayangan Sumbang, Jawa Barat. IPB
Bogor
Rosdiana, I. 2009. Studi Tingkat Kematangan Gonad Secara Morfologi dan Histologi
Ikan Manggabai (Glossogobius Giuris) di Danau Limboto Kabupaten
Gorontalo. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Rosliah. 2009. Morfologi dan Struktur jaringan Gonad Ikan Nilem (Osteochillus
hasseltii), Valenciennes, 1842) di Danau Sidendreng Kabupaten Sidrap.
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Saadah, Shafei, D. S. 1999. Beberapa Aspek Biologi Ikan Petek Leiognathus
sptendens Cuvier di Perairan Teluk Labuan Banten IPB. Bogor.
Supriadi. 2006. Studi Kematangan Gonad Ikan Sepat Siam ( Trichogaster pectoralis, Regan
1910) secara morfologi dan histology di perairan Danau Tempe, Kabupaten Wajo,
Sulawesi – selatan. Universitas Hasanuddin. Makassar
Takshima, F. Dan Hibiya, T. 1995. An Atlas of Fish Histologi Normal and Fathological
Features, Second Edition. Kodansha Ltd. Tokyo.
Taslim. R. S. 2003. Danau Tempe Tatkala "Mangkuk Ikan" Mengering.
www.kompas.com/kompas.cetak/03/04/07teropong/187153.htm. (diakses tanggal 26
april 2010)
Widodo, J. 1988. Penyebaran Beberapa Sumber Perikanan di Indonesia. Jakarta.
Download