Bab II Tinjauan Pustaka

advertisement
 BAB II
2.1
Kolagen
Kolagen berasal dari bahasa Yunani yang berarti lem (perekat). Kolagen
TINJAUAN PUSTAKA
merupakan komponen struktural utama dari jaringan ikat putih (white connetive
tissue) yang meliputi hampir 30 persen dari total protein pada jaringan dan organ
tubuh vertebrata dan invertebrata. Pada mamalia, kolagen terdapat di kulit, tendon,
tulang rawan dan jaringan ikat. Demikian juga pada burung dan ikan, sedangkan pada
avertebrata kolagen terdapat pada dinding sel (Sumbono,2011)
Kolagen termasuk dalam golongan protein fibril. Molekul protein ini terdiri
atas beberapa rantai polipeptida yang memanjang dan dihubungkan satu dengan yang
lain oleh beberapa ikatan silang hingga merupakan bentuk serat yang stabil (Fatimah,
2008).
Unit struktural pembentuk kolagen adalah tropokolagen yang mempunyai
struktur batang dengan BM 300.000 dengan didalamnya terdapat tiga rantai
polipeptida yang sama panjang, bersama-sama membentuk struktur triple heliks
(Junianto 2006). Kolagen merupakan protein yang mengandung 35% glisin dan
sekitar 11% alanin serta kandungan prolin yang cukup tinggi (Amiruldin, 2007)
Tropokolagen akan terdegradasi dengan pemanasan atau perlakuan dengan zat
seperti asam, basa, urea, dan potassium permanganate. Selain itu, serabut kolagen
dapat mengalami penyusutan jika dipanaskan di atas suhu penyusutannya (Ts). Suhu
penyusutan (Ts) kolagen ikan adalah 45oC. Jika kolagen dipanaskan pada T>Ts
(misalnya 65 – 70 0C), serabut triple heliks yang dipecah menjadi lebih panjang.
Pemecahan struktur tersebut menjadi lilitan acak yang larut dalam air inilah yang
disebut gelatin (Azwar dkk ,2008).
Kolagen murni sangat sensitif terhadap reaksi enzim dan kimia. Perlakuan
alkali dan asam dapat menyebabkan kolagen mengembang yang sering dikonversikan
menjadi gelatin.
7
8
Bab II Tinjauan Pustaka
2.2
Gelatin
2.2.1.
Pengertian Gelatin
Gelatin merupakan salah satu produk turunan protein yang diperoleh
dari hasil hidrolisis kolagen hewan yang terkandung dalam tulang dan kulit.
Susunan asam aminonya hampir mirip dengan kolagen, dimana glisin merupakan
2/3 dari seluruh asam amino yang menyusunnya, 1/3 asam amino yang tersisa
diisi oleh prolin dan hidroksiprolin (Tazwir dkk, 2007).
Asam-asam amino saling terikat melalui ikatan peptida membentuk
gelatin. Susunan asam amino gelatin berupa Glisin-X-Y dimana X umumnya
asam amino prolin dan Y umumnya asam amino hidroksiprolin. Tidak
terdapatnya triptofan pada gelatin menyebabkan gelatin tidak dapat digolongkan
sebagai protein lengkap (Junianto 2006). Struktur kimia gelatin dapat dilihat
pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Struktur Kimia gelatin
Sumber. Tazwir dkk 2007
Gelatin merupakan sistem koloidal padat (protein) dalam cairan (air)
sehingga pada suhu dan kadar air yang tinggi gelatin mempunyai kemampuan
cairan, yaitu disebut fase sol atau hidrosol, sebaliknya pada suhu dan kadar air
yang rendah gelatin mempunyai kemampuan yang lebih kasar atau lebih pekat
strukturnya, yaitu disebut fase gel. Pemanasan dan penambahan air akan
mengubah gelatin menjadi fase sol, sebaliknya pendinginan dan pengurangan air
akan mengubah gelatin menjadi fase gel (Fatimah, 2008).`
Pretreatment Asam Klorida dalam Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan untuk
Pembuatan Gelatin
9
Bab II Tinjauan Pustaka
2.2.2.
Fungsi dan Kegunaan Gelatin
Kegunaan gelatin antara lain sebagai bahan pengisi, pengemulsi
(emulsifier),
pengikat, pengendap, pemerkaya gizi, sifatnya juga luwes yaitu
dapat membentuk lapisan tipis yang elastis, membentuk film yang transparan dan
kuat, kemudian sifat penting lainnya yaitu daya cernanya yang tinggi (Saepul dan
Pujilestari,2011). Tabel 2.1 berikut ini menunjukkan fungsi dan contoh
penggunaan gelatin pada berbagai produk (Anonymous, 2003)
Tabel 2.1 Contoh-Contoh Produk yang Menggunakan Gelatin.
Aplikasi
Kegunaan
Produk pangan secara umum
Sebagai zat pengental, penggumpal, membuat
produk menjadi elastis, pengemulsi, penstabil,
pembentuk busa, menghindari sineresis, pengikat
air,
memperbaiki
konsistensi,
pelapis
tipis,
pemerkaya gizi.
Daging olahan
Untuk meningkatkan daya ikat air, konsistensi
dan stabilitas produk, sosi, kornet, ham, dll.
Susu Olahan
Untuk memperbaiki tekstur, konsistensi, dan
stabilitas produk serta menghindari sineresis pada
yoghurt, es krim, susu asam, keju cottage, dll.
Minuman
Sebagai penjernih sari buah (juice), bir, dan wine.
Farmasi
Pembungkus kapsul atau tablet obat.
Kosmetika (khususnya produk-produk
Digunakan untuk menstabilkan emulsi pada
emulsi)
sampo,
penyegar
(lotion/cream),
dan
pelindung
sabun (terutama
kulit
yang cair),
lipstik, cat kuku, busa cukur,
krim pelindung sinar matahari, dll.
Film
Membuat film menjadi lebih sensitive
Sumber: Fatimah (2008)
Penggunaan gelatin dalam pengolahan pangan lebih disebabkan oleh
sifat fisik dan kimia yang khas daripada nilai gizinya sebagai sumber protein
(Amiruldin, 2007). Berikut spesifikasi gelatin ikan untuk pangan dapat dilihat
pada Tabel 2.2
Pretreatment Asam Klorida dalam Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan untuk
Pembuatan Gelatin
10
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.2 Spesifikasi Gelatin Ikan untuk Pangan
Bentuk
Parameter
Granular
Bau
Tidak berbau
pH
4,6 – 6,5
0
Viskositas gelatin 10% pada 30 C
Garde A
7 – 10
(cP)
Kadar abu (%)
Maks 2
Kadar air (%)
15
Logam berat (ppm)
Maks 10
Arsenik (ppm)
Maks 0,8
Salmonella
Negatif
E colli
Negatif
Sumber: www.norlandprod.com (2012)
2.2.3.
Bahan Baku Gelatin
Gelatin dapat dibuat dari bahan yang kaya akan kolagen seperti kulit
dan tulang hewan. Selama ini sumber utama gelatin yang banyak dimanfaatkan
sapi dan babi. Penggunaan tulang dan kulit ikan dapat dijadikan sebagai suatu
altematif non konvensional untuk mencari sumber gelatin selain dari kulit dan
tulang sapi maupun babi yang dapat menimbulkan masalah sosial pada
golongan masyarakat tertentu. Tulang dan kulit ikan mengandung cukup besar
protein kolagen. Kandungan kolagen pada kulit ikan keras (teleostei) berkisar
15-17%, sedangkan pada tulang ikan rawan (elasmobranch) berkisar 22-24%.
Kandungan kolagen dari berbagai jenis ikan disajikan pada Tabel 2.3.
Pretreatment Asam Klorida dalam Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan untuk
Pembuatan Gelatin
11
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.3 Kandungan Kolagen dari Beberapa Jenis Tulang Ikan
Jenis Ikan
Kandungan Kolagen (%)
Ikan Nila
16,4
Ikan bawal
19
Ikan kakap
20
Ikan kembung
16,3
Ikan tuna
19,86
Ikan mas
16
Ikan hiu
23,8
Sumber: Saepul dan Pujilestari, (2011)
2.2.4.
Klasifikasi Gelatin
Jaswir (2007) menuturkan bahwa gelatin dapat diklasifikasikan
berdasarkan tahapan pretreatment pada proses perendamannya yaitu gelatin
tipe A dan tipe B. Gelatin tipe A yaitu gelatin yang dalam proses
perendamannya menggunakan larutan asam. Biasanya gelatin tipe ini terbuat
dari kulit hewan muda, terutama babi. Karena kulit binatang semacam ini tidak
memiliki ikatan yang kuat, sehingga proses pelunakannya berlangsung cepat.
Gelatin tipe B merupakan gelatin yang berbahan baku lebih keras. Tak
heran jika proses perendaman memakan waktu lebih lama, menggunakan
larutan basa (base). Ikatan kolagen dalam proses ini dipisah sebagian,
sementara itu protein selain kolagen serta zat-zat kimia lainnya dinetralisir
dengan menambahkan larutan asam kemudian dibasuh lagi dengan air untuk
mengangkat sisa-sisa garam yang masih melekat (Jaswir, 2007).
Menurut Ward dan Court dalam Junianto dkk (2006) menyatakan
bahwa asam mampu mengubah serat kolagen triple heliks menjadi rantai
tunggal sedangkan larutan perendam basa hanya mampu menghasilkan rantai
ganda. Hal ini menyebabkan pada waktu yang sama jumlah kolagen yang
dihidrolisis oleh larutan asam lebih banyak daripada larutan basa. Karena itu
Pretreatment Asam Klorida dalam Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan untuk
Pembuatan Gelatin
12
Bab II Tinjauan Pustaka
perendaman dalam larutan basa membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
menghidrolisis
kolagen.
2.2.5.
Sifat Fisiko-Kimia Gelatin
Fatimah (2008) menyatakan bahwa sifat fisik gelatin berbentuk
padat,kering, tidak berasa, tidak berbau, transparan dan berwarna kuning redup
sampaikuning sawo. Umumnya gelatin mempunyai BM 80.000 gr/mol.
Gelatin dapat mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film,
mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid.
Massa jenis gelatin adalah 1,35 gr/cm. Pada suhu 71 °C gelatin mudah larut
dalam air dan membentuk gel pada suhu 49 °C. Gelatin terdenaturasi pada suhu
diatas 80 oC. Gelatin memiliki sifat larut air (Wahyuni, 2003)
Sifat fungsional gelatin sangat penting dalam aplikasi suatu produk.
Sifat fungsional gelatin merupakan sifat fisikokimia yang mempengaruhi
perilaku gelatin dalam makanan selama proses, penyimpanan, penyiapan dan
pengkonsumsian. Adapun sifat fungsional dapat berupa berikut : organoleptik
mliputi warna, bau, viskositas, kekuatan gel, titik gel, titik leleh,dan
pH
(Azwar, dkk, 2008).
Berdasarkan proses pembuatannya terdapat dua jenis gelatin yaitu Tipe
A dan Tipe B. Gelatin Tipe A diproduksi melalui proses asam sedangkan Tipe
B diproduksi melalui proses basa. Hal ini berpengaruh terhadap sifat gelatin
yang dihasilkan. Berikut tabel 2.4 sifat gelatin tipe A dan tipe B menurut
Tourtellote (1980).
Pretreatment Asam Klorida dalam Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan untuk
Pembuatan Gelatin
13
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.4 Sifat Gelatin Tipe A dan Tipe B
Nilai
Sifat
Tipe A
Tipe B
Kadar Protein (%)
87,26
87,26
Kekuatan gel (bloom)
75 – 300
75 – 275
Viskositas (cP)
2,0 – 7,5
2,0 – 7,5
pH
3,8 – 6,0
5,0 – 7,1
Titik isoelektrik
9,0 – 9,2
4,8 – 5,0
Sumber : Tourtellote (1980) dalam Nurimala (2004)
Salah satu sifat fisik gelatin yang menentukan mutu gelatin adalah
kemampuannya untuk membentuk gel yang disebut kekuatan gel. Kekuatan gel
dipengaruhi oleh pH, adanya komponen elektrolit dan non elektrolit serta
bahan tambahan lainnya. Gelatin dapat membentuk gel dan bersifat termal
reversibel. Termal reversibel yaitu setelah gel dipanaskan dan selanjutnya
didinginkan dapat membentuk gel kembali. Mekanisme pembentukan gel
melibatkan ikatan ionik dari gugus karbonil dari rantai asam amino dan sedikit
ikatan hydrogen (Fatimah, 2008)
Sifat fisik penting lainnya adalah viskositas. Viskositas terutama
dipengaruhi oleh interaksi hidrodinamik antar molekul gelatin, selain
dipengaruhi suhu, pH dan konsentrasi. Standar mutu gelatin untuk industri
dapat dilihat pada Tabel 2.5
Pretreatment Asam Klorida dalam Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan untuk
Pembuatan Gelatin
14
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.5. Standar Mutu Gelatin Berdasarkan SNI dan British Standard
Karakteristik
Mutu
Warna
Tidak berwarna sampai kekuningan
Bau, rasa
Normal
Kadar air
Maksimum 16%
Kadar abu
pH*
Maksimum 3,25%
British Standar 757
Kuning pucat
-
4,5-6,5
Viskositas
-
1,5- 7,5 cp
Kekuatan gel*
-
50 – 300 bloom
Logam berat
Maksimum 50 mg/kg
-
Arsen
Maksimum 2 mg/kg
-
Tembaga
Maksimum 30 mg/kg
-
Seng
Maksimum 100 mg/kg
-
Sulfit
Maksimum 1000 mg/kg
-
*
SNI 01-3735-1995 (1995)
Sumber : SNI 01-3735-1995 (1995) dan *British Standar 757 dalam Joharman (2006)
2.3
Proses Pembuatan Gelatin
Pembuatan gelatin dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu proses asam dan
proses basa. Perbedaan kedua proses ini terletak pada proses perendamannya
(demineralisasi). Berdasarkan kekuatan ikatan kovalen silang dan jenis bahan yang
dihidrolisis maka penerapan jenis asam maupun basa organik dan metode hidrolisis
lainnya seperti lama hidrolisis, pH dan suhu akan berbeda-beda.
Proses utama pembuatan gelatin dibagi menjadi tiga tahap, yaitu pertama
adalah tahap pretreatment, kedua adalah konversi kolagen menjadi gelatin (hidrolisis)
dan ketiga adalah pemurnian dan pengeringan (Fatimah, 2008).
Persiapan dilakukan dengan pencucian pada tulang ikan. Tulang dibersihkan
dari sisa-sisa daging dan kotoran lain yang mengandung deposit-deposit lemak yang
tinggi. Proses penghilangan lemak dari jaringan tulang disebut dengan degreasing.
Penghilangan lemak pada tulang efektif dilakukan pada suhu antara titik cair lemak
Pretreatment Asam Klorida dalam Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan untuk
Pembuatan Gelatin
15
Bab II Tinjauan Pustaka
dan suhu koagulasi albumin tulang yakni antara 32-80 0C, sehingga dihasilkan larutan
lemak yang
optimum (Nurimala, 2004).
Demineralisasi yaitu proses perendaman dalam larutan asam yang bertujuan
untuk menghilangkan garam kalsium dan garam-garam lainnya sehingga diperoleh
ossein (tulang lumer). Proses ini biasanya berlangsung dalam larutan asam klorida
dengan konsentrasi antara 4-7 %. Jannah (2007) menyebutkan bahwa apabila
konsentrasi asam yang digunakan terlalu tinggi maka protein yang terdapat didalam
kolagen tidak dapat berubah menjadi gelatin. Lama waktu perendaman juga akan
berpengaruh terhadap kualitas gelatin yang dihasilkan yakni apabila perendamannya
terlalu lama maka kadar protein dalam gelatin semakin rendah (Fatimah, 2008)
Selanjutnya tahap penggembungan (swelling) adalah tahap yang bertujuan
untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan mengkonversi kolagen menjadi gelatin.
Pada tahap ini perendaman dapat dilakukan dengan larutan asam organik seperti asam
asetat, sitrat, fumarat, askorbat, malat, suksinat, tartarat, dan asam lainnya yang aman
dan tidak menusuk hidung. Sedangkan asam anorganik yang biasa digunakan adalah
asam hidroklorat,fosfat, klorida, dan sulfat (Saepul dan Pujilestari, 2011).
Menurut Martianingsih dkk (2010) pada proses perendaman (demineralisasi)
juga mengakibatkan terjadinya penggembungan (swelling) yang dapat membuang
material-material yang tidak diinginkan, seperti lemak dan protein non-kolagen
dengan kehilangan kolagen yang minimum.
Menurut Utama dalam Junianto dkk (2006) pada saat tahapan perendaman
harus dilakukan dengan tepat (waktu dan konsentrasinya), agar tidak terjadi kelarutan
kolagen dalam larutan dan menyebabkan penurunan rendemen yang dihasilkan . Nilai
rendemen dapat menjadi indikator untuk mengetahui efektif tidaknya metode yang
diterapkan pada suatu penelitian, khususnya tentang optimalitasnya dalam
menghasilkan suatu produk. Semakin tinggi nilai rendemen berarti perlakuan yang
diterapkan pada penelitian tersebut semakin efektif.
Pretreatment Asam Klorida dalam Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan untuk
Pembuatan Gelatin
16
Bab II Tinjauan Pustaka
Tahapan selanjutnya adalah hidrolisis dengan pemanasan. Hidrolisis bertujuan
untuk mengkonversi
kolagen transisi menjadi gelatin. Suhu minimum dalam proses
0
0
hidrolisis
adalah 40 – 50 C bahkan hingga suhu 100 C. hidrolisis kolagen tulang
dilakukan dalam suasana asam pada pH 6 – 7 karena umumnya pH tersebut
merupakan titik isoelektrik dari komponen - komponen protein non kolagen, sehingga
mudah terkoagulasi dan dihilangkan. Apabila pH lebih rendah perlu penanganan
cepat untuk mencegah denaturasi lanjutan (Saepul dan Pujilestari, 2011).
Larutan gelatin hasil hidrolisis dilakukan pemekatan yang bertujuan untuk
meningkatkan total solid larutan sehingga mempercepat proses pengeringan.
Pemekatan biasanya dilakukan pada suhu 550C selama 2 jam (Joharman, 2006).
Kemudian dilakukan selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 40 –60 0C
(Junianto dkk,2006)
2.3.1. Konversi Kolagen Menjadi Gelatin
Konversi kolagen menjadi gelatin terjadi dalam tiga tahap, yaitu
hidrolisis lateral, hidrolisis ikatan polipeptida terutama
glisin, dan
penghancuran struktur kolagen (Nurimala,2004).
Menurut Martianingsih dkk (2010) pada proses perendaman terjadi
pengkonversian kolagen menjadi bentuk yang sesuai untuk hidrolisis, yaitu
dengan adanya interaksi ion H + dari larutan asam dengan kolagen. Sebagian
ikatan hidrogen dalam tropokolagen serta ikatan-ikatan silang yang
menghubungkan tropokolagen satu dengan tropokolagen lainnya dihidrolisis
menghasilkan rantai-rantai tropokolagen yang mulai kehilangan struktur tripel
heliknya.
Gambar 2.2 Reaksi Pemutusan Ikatan Hidrogen Tropkolagen
Sumber Martianingsih, dkk (2010)
Pretreatment Asam Klorida dalam Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan untuk
Pembuatan Gelatin
17
Bab II Tinjauan Pustaka
Menurut Ward and Court dalam Amiruldin (2007) asam mampu
mengubah serat kolagen triple helix menjadi rantai tunggal sedangkan larutan
perendaman basa hanya mampu menghasilkan rantai ganda. Hal ini
menyebabkan pada waktu yang sama jumlah kolagen yang dihidrolisis oleh
larutan asam lebih banyak daripada larutan basa. Karena itu perendaman
dalam
larutan
basa
membutuhkan
waktu
yang
lebih
lama
untuk
menghidrolisis kolagen.
Gambar 2.3 Perubahan Triple Helix Menjadi Rantai Tunggal
Sumber Nurimala (2004)
Hidrolisis dengan pemanasan (T ≥ 40 0C) akan melanjutkan perusakan
ikatan-ikatan silang, serta untuk merusak ikatan hidrogen. Ikatan-ikatan
hidrogen yang telah dirusak dan ikatan-ikatan kovalen yang dipecah akan
menghasilkan konversi yang larut air. Tropkolagen pada saat proses hidrolisis
akan mengalami reaksi dengan reaksi hidrolisis tropokolagen pada saat proses
perendaman dalam larutan asam. Ikatan hidrogen dan ikatan silang kovalen
rantai – rantai tropkolagen diputus sehingga struktur triple helix akan terpecah
dan membentuk gelatin yang larut dalam air (Martianingsih dkk, 2010).
Gambar 2.4 Reaksi Hidrolisis Ikatan Silang Kovalen Tropkolagen
Sumber: Martianingsih dkk, (2010)
Pretreatment Asam Klorida dalam Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan untuk
Pembuatan Gelatin
Download