B A B IV ANALISIS Dalam Oxford Dictionary of Philosophy, kata ‘Analisis’ (berasal dari kata Analysis) diartikan sebagai : The process of breaking a concept down into more simple parts, so that its logical structure is displayed [Stanford Encyclopedia of Philosopy, plato.stanford.edu]. Definisi di atas telah cukup memberikan garis besar mengenai pengertian analisis, yakni menguraikan suatu konsep, ide, pernyataan, permasalahan, atau teori menjadi bagian-bagian kecil (detail) agar struktur logis konsep tersebut dapat terlihat dengan jelas. Dengan demikian, konsep tersebut dapat dipahami dengan lebih baik oleh logika pikiran manusia, baik dari segi penyebabnya maupun pemahaman mengenai bagaimana duduk perkaranya [Poerwadarminta, 1976, dalam Warpani, 1984]. Melalui pemahaman yang benar, diharapkan penilaian-penilaian objektif, dan upaya-upaya perbaikan yang efektif dapat diperoleh. Lawan dari analisis adalah sintesis, yaitu menggabungkan bagian-bagian informasi dari dua atau lebih sumber yang terpisah untuk membuat sesuatu yang utuh. Fokus analisis pada bab ini adalah mengenai metodologi identifikasi yang dipakai, kerusakan kondisi wilayah pesisir akibat unsur-unsur DAS, dan dampak kerusakan terhadap aspek ekonomi dan sosial masyarakat pesisir. Metode analisis yang digunakan bersifat deskriptif dan faktual. Deskriptif artinya menjelaskan fokus analisis dengan mendetail dan lebih mendalam dengan menguraikannya menjadi komponen-komponen yang mendasar, sedangkan faktual adalah mengangkat contohcontoh yang sedang (atau pernah) terjadi di lapangan yang menguatkan pernyataanpernyataan yang menjadi fokus analisis. Dengan demikian, diharapakan inti dari pembahasan pada Tugas Akhir ini dapat sebenar-benarnya dipahami dengan baik. IV-1 4.1 Analisis mengenai Metodologi Identifikasi Metode untuk mengidentifikasi unsur-unsur DAS penyebab kerusakan wilayah pesisir adalah dengan pendekatan matriks korelasi. Bentuk korelasinya adalah hubungan kausal (sebab-akibat). Hal-hal yang menjadi pertimbangan mengapa memakai metode ini adalah sebagai berikut : 1. Sasaran dari identifikasi adalah menentukan unsur-unsur DAS yang menjadi penyebab kerusakan kondisi wilayah pesisir. Dengan demikian, metode identifikasi yang sesuai adalah dengan meneliti hubungan sebab-akibat antara fenomena kerusakan lingkungan wilayah pesisir dengan unsur-unsur yang terdapat di dalam DAS. 2. Penggunaan pendekatan matriks dalam mengidentifikasi korelasi antar unsur memberikan kemudahan untuk : - Mengidentifikasi mana unsur-unsur yang saling berkorelasi dan mana yang tidak. - Mendeskripsikan hubungan antara unsur-unsur yang saling berkorelasi. Deskripsi mengenai hubungan yang terjadi ditulis pada sel yang memuat unsur-unsur yang saling berkorelasi 4.2 Analisis Unsur-unsur DAS Penyebab Kerusakan Lingkungan Wilayah Pesisir Dampak unsur-unsur DAS terhadap kerusakan lingkungan wilayah pesisir terjadi melalui 3 jenis keluaran DAS, yakni : a. Hasil Sedimen, mengakibatkan pendangkalan pantai dan muara dan meningkatkan kekeruhan perairan pesisir. Kurangnya pasokan sedimen menyebabkan rusaknya ekosistem pesisir, seperti mangrove, dan menghambat pertumbuhan daratan pantai. b. Debit air sungai, mengakibatkan banjir (jika besar) dan intrusi air asin melalui mulut sungai (jika rendah). Perubahan salinitas perairan juga dipengaruhi oleh besarnya debit air tawar dari aliran sungai, yang berpotensi merusak kehidupan ekosistem perairan pesisir. IV-2 c. Kandungan polutan, mengakibatkan pencemaran perairan pesisir. Kelebihan kandungan unsur hara dan nutrien pada perairan berpotensi menyebabkan eutrofikasi. 4.2.1 Analisis Keterkaitan Unsur-unsur DAS dengan Hasil Sedimen Curah hujan berperan dalam proses erosi melalui tenaga kinetisnya. Tenaga kinetis tersebut akan makin besar seiring makin besarnya butiran air dan kecepatannya. Besarnya diameter butiran air hujan yang sampai ke tanah dipengaruhi karakteristik ujung daun vegetasi dan kecepatan jatuh butiran bergantung kepada elevasi tajuk vegetasi. Oleh karena itu, upaya efektif mengurangi erosi tanah akibat hujan adalah dengan memperbanyak tumbuhan-tumbuhan yang pendek, seresah, dan humus. Rumput-rumputan yang menutupi lahan dengan rapat berpotensi memperkecil erosi tanah. Kandungan sedimen dalam aliran sungai disebabkan oleh erosi pada DAS. Unsur-unsur DAS yang menjadi penyebab tingginya kandungan sedimen dalam aliran sungai, yang berpotensi menimbulkan masalah di wilayah pesisir disajikan dalam Tabel IV-1. Tabel IV-1 Unsur-unsur DAS yang mempengaruhi hasil sedimen[diadaptasi dari Asdak, 2004] Unsur-unsur DAS Pengaruh terhadap Hasil Sedimen Hujan yang intensif (dengan kecepatan dan diameter Curah Hujan butiran yang besar) menyebabkan potensi terjadinya erosi makin besar pula. Jaringan Sungai Topografi Semakin tinggi kerapatan drainase sungai, maka semakin meningkat pula hasil sedimen dalam DAS DAS yang sebagian besar topografinya curam dan tidak terputus makin memperbesar terjadinya erosi. Jenis tanah yang mudah terkikis memperbesar potensi Kondisi Tanah terjadinya erosi. Kerusakan struktur tanah akibat curah hujan yang tinggi atau kegiatan penebangan hutan menyebabkan tanah menjadi mudah terkikis. IV-3 Penutupan tanah secara rapat oleh tumbuh-tumbuhan berelevasi rendah dan humus melindungi tanah dari erosi karena meredam tenaga kinetis air hujan. Vegetasi Penutup Tanah Tegakan vegetasi yang tinggi dengan cabang yang banyak dan berdaun lebar malah memperbesar diameter butiran air hujan dan memperbesar energi kinetis butiran air. • Adanya tanah terbuka (tanpa penutupan vegetasi) akibat penebangan dan pembersihan hutan, lahan pertanian yang tidak mengindahkan kaidah bercocok tanam yang mendukung Keadaan dan Penggunaan Lahan konservasi lingkungan menyebabkan Sepanjang DAS meningkatnya potensi erosi. • Abu, dan lumpur akibat aktivitas dan letusan gunung berapi merupakan sumber penghasil sedimen. IV-4 Gambar IV-1 Diagram analisis unsur-unsur DAS penyebab tingginya jumlah sedimen dalam aliran sungai IV-5 Partikel-partikel tanah hasil erosi sebagiannya akan turun ke daratan yang lebih rendah dan masuk ke dalam sungai. Melalui proses transpor sedimen, partikel-partikel (sedimen) tersebut akan dibawa sampai ke hilir. Sungai di hilir, yang pada umumnya berpenampang lebar dan memiliki topografi (kemiringan) relatif datar, membuat aliran sungai relatif tenang, sehingga sedimen cenderung untuk mengendap (sedimentasi). Masuknya sedimen ke perairan pesisir dapat berdampak positif dan negatif bagi wilayah pesisir. Endapan sedimen dapat membuat lahan-lahan baru yang subur (daratan alluvium), membentuk daratan pantai, serta memberikan substansi yang dibutuhkan oleh ekosistem-ekosistem pesisir, seperti mangrove. Namun, air yang keruh karena muatan sedimen tersuspensi yang terlalu tinggi menyebabkan terhalangnya penetrasi sinar matahari sampai ke dasar perairan, sehingga mengganggu proses fotosintesis dan metabolisme ekosistem dan organisme perairan. Laju sedimentasi yang terlalu tinggi menyebabkan laju pendangkalan juga menjadi cepat, dan menyebabkan kerusakan ekosistem pesisir [Asdak, 2004]. Berdasarkan hal itu, maka yang harus dilakukan adalah mengendalikan sedimen yang dihasilkan DAS, agar jumlahnya tidak melebihi ambang batas toleransi kawasan pesisir, yang akan menimbulkan kerusakan, dan tidak terlalu sedikit, yang nantinya akan menghabiskan dataran pantai, terlebih bagi kawasan yang memiliki tingkat abrasi yang tinggi. Dampak positif dan negatif sedimentasi pada perairan pesisir dapat dilihat pada Tabel IV-2. Tabel IV-2 Dampak positif dan negatif aliran sedimen ke perairan pesisir [ Sumber : Asdak, 2004] Sedimentasi + membentuk morfologi pantai Dampak Positif + membuat lahan-lahan baru yang subur + substansi bagi kehidupan ekosistem pesisir • meningkatkan kekeruhan perairan, sehingga mengganggu aktivitas ekosistem dan biota perairan Dampak Negatif • pendangkalan mengganggu kehidupan ekosistem dan biota perairan pesisir IV-6 4.2.2 Analisis Unsur-unsur DAS dalam Mempengaruhi Debit Sungai Debit air sungai dan erosi tanah dipengaruhi oleh debit air larian permukaan (run-off). Jika debit air larian makin besar, potensi terjadinya erosi dan banjir makin besar pula [Asdak, 2004]. Pengaruh unsur-unsur tersebut terhadap debit air larian disajikan pada Tabel IV-3. Berbeda dengan unsur-unsur DAS yang lainnya, curah hujan merupakan unsur yang sifatnya tidak dapat dipengaruhi oleh manusia. Memang, untuk hujan yang bersifat lokal / skala kecil, keberadaan vegetasi dapat mempengaruhi kelembaban udara lokal, sehingga mempengaruhi hujan lokal. Namun, untuk hujan turun dalam kurun waktu yang panjang, yang merupakan penyebab banjir di hilir, hutan yang berkondisi baikpun tidak cukup mampu untuk mencegahnya, karena tanah akan menjadi jenuh, dan air hujan akan mengalir berupa air permukaan, sehingga debit air menjadi besar. Reboisasi besar-besaran terhadap lahan kritis dan hutan gundul dianggap dapat mengurangi debit sungai saat musim hujan, sehingga meminimalkan potensi banjir. Namun, reboisasi besar-besaran ternyata dapat berakibat menurunkan cadangan air tanah, terlebih pada musim kemarau. Pada musim kemarau, vegetasi pun membutuhkan nutrisi dan air untuk keberlangsungan hidupnya. Sehingga, makin banyak vegetasi dan makin besar ukurannya, maka makin besar pula konsumsi air tanah. Kasus ini pernah terjadi di Fiji, yang melakukan reboisasi pohon pinus besar-besaran di hulu, sampai 60.000 hektar. Akibatnya, aliran air DAS berkurang hingga 50 – 60 %. IV-7 Tabel IV-3 Unsur-unsur DAS yang mempengaruhi air permukaan [diadaptasi dari Asdak, 2004] Unsur-unsur DAS Pengaruh terhadap debit air permukaan Volume air larian yang ditimbulkan oleh hujan Curah Hujan yang intensitasnya tinggi akan lebih besar dibandingkan hujan yang kurang intensif. Bentuk dan jumlah percabangan sungai Jaringan Sungai mempengaruhi volume dan kecepatan aliran air permukaan DAS yang sebagian besar topografinya curam dan Topografi tidak terputus akan mempercepat laju air larian daripada DAS dengan lereng yang landai Kondisi Tanah Tanah dengan permeabilitas tinggi (cepat menyerap air) akan menurunkan air larian. Vegetasi memiliki kemampuan untuk Vegetasi Penutup Tanah mempertahankan kapasitas tanah dalam menyerap air dan menurunkan laju dan volume air larian Tanah terbuka akibat penebangan hutan, lahan pertanian yang tidak mengindahkan kaidah Penggunaan Lahan bercocok tanam yang mendukung konservasi lingkungan menyebabkan menurunnya laju infiltrasi air. IV-8 Gambar IV-2 Diagram analisis unsur-unsur DAS penyebab tingginya debit air dalam aliran sungai IV-9 4.2.3 Analisis Unsur-unsur DAS Penyebab Pencemaran Terkait dengan pencemaran perairan pesisir, telah dijelaskan bahwa masing-masing jenis penggunaan ruang dan lahan DAS memiliki dampak pencemaran. Kadar masing-masing sumber pencemar dari aktivitas penggunaan lahan DAS disajikan dalam Tabel IV-4. Tabel IV-4 Kadar sumber-sumber pencemar di wilayah pesisir yang berasal dari unsur pemanfaatan ruang dan lahan DAS [Brodie, 1995 dalam Dahuri, 2004] Sumber Pencemar Pertanian Perkotaan Industri Nutrien *** ** * Pestisida *** * Sampah * *** * Zat Kimia beracun * * ** Logam beracun * * *** Keterangan : *** = sumber terbesar ** = sumber moderat * = sumber terkecil Pencemaran wilayah perairan pesisir akan permasalahan lingkungan pesisir seperti: 1. Kerusakan dan kematian ekosistem dan biota-biota perairan pesisir akibat dari: • air yang keruh karena tingginya kandungan sedimen • pestisida dan logam beracun yang berpotensi mematikan populasi ikan 2. Eutrofikasi, yakni peningkatan populasi alga (fitoplankton) akibat kadar unsur hara dan nutrien di perairan pesisir. Dampaknya adalah : • peningkatan populasi alga mengakibatkan kebutuhan oksigen meningkat melebihi ambang batas kandungan oksigen terlarut dalam perairan. Jika kondisi ini terjadi berkepanjangan, ikan-ikan dan invertebrata dasar laut akan terancam mengalami kematian karena kekurangan oksigen IV-10 • peningkatan spesies alga beracun, selain berdampak seperti di atas, juga berpotensi mematikan ikan-ikan dan biota yang mengkonsumsi alga tersebut. Kegiatan pertanian di daratan berkontribusi terbesar dalam menyumbangkan polutan berupa nutrien (zat hara) dan pestisida ke perairan pesisir melalui aliran sungai. Ini berpotensi menyebabkan eutrofikasi perairan pesisir. Selain itu, kegiatan peternakan, berupa penggembalaan yang intensif di sekitar aliran sungai, berkontribusi besar dalam menyumbangkan polutan berupa bakteri pada badan perairan sungai [Asdak, 2004]. Landuse berupa perkotaan dan permukiman menyumbangkan limbah berupa sampah ke perairan pesisir. Salah satu penyebabnya adalah masih adanya paradigma masyarakat Indonesia yang menganggap bahwa sungai merupakan tempat untuk membuang sampah rumah tangga. Hal ini juga dipicu dengan makin banyaknya permukiman-permukiman penduduk di kawasan bantaran sungai. Masuknya limbah oleh Curah Hujan Jumlah Polutan dalam Aliran Sungai Pembuangan limbah langsung ke sungai Pertanian Zat kimia dan logam beracun Industri Sampah padat dan cair Permukiman dan Perkotaan Nutrien, pestisida, dan bakteri patogen Gambar IV-3 Diagram analisis unsur-unsur DAS dalam menyebabkan polusi sungai Polutan berupa zat kimia dan logam beracun yang masuk ke perairan pesisir melalui aliran sungai secara dominan merupakan hasil aktivitas perindustrian di daratan. Zat-zat kimia yang melampai ambang batas akan meningkatkan angka kebutuhan oksigen perairan sehingga akan IV-11 menurunkan kualitas air dan mematikan biota-biota perairan [Asdak, 2004]. Tabel IV-5 Pencemaran DAS akibat aktivitas penggunaan lahan Jenis penggunaan lahan Pertanian dan peternakan Permukiman dan perkotaan Jenis bahan polutan yang Penyebab pencemaran dihasilkan (mayoritas) • Nutrient Pembuangan limbah pertanian dan • Pestisida kotoran hewan ternak langsung ke badan • Bakteri patogen perairan sungai • Sampah padat dan cair Pembuangan sampah langsung ke badan perairan sungai • Industri • Zat kimia beracun • Logam beracun Pembuangan limbah industri langsung ke badan sungai • Tidak melaksanakan prosedur treatment terhadap limbah dengan benar 4.3 Analisis mengenai Kerusakan Lingkungan Pesisir Akibat DAS Jika timbul pertanyaan, ‘berapa kadar air tawar dan substansi yang dibawanya sehingga dapat merusak kondisi lingkungan kawasan pesisir?’, maka jawabannya adalah bergantung kepada jangkauan (range) toleransi ekosistem-ekosistem pesisir terhadap perubahan kondisi lingkungan tempat hidupnya. Perlu diketahui bahwa kondisi lingkungan yang optimal bagi kehidupan masing-masing ekosistem pesisir adalah berbeda-beda. Kondisi optimal perairan pesisir bagi keberlangsungan hidup ekosistem-ekosistem pesisir dapat dilihat pada Tabel IV6. IV-12 Tabel IV-6 Kadar optimal dari kondisi fisis perairan pesisir terhadap kelangsungan hidup ekosistem pesisir [ Dahuri, dkk, 2004; Zulkifli, 2003; www.dkp.go.id; web.ipb.ac.id] Kadar Optimal Ekosistem Penetrasi cahaya Salinitas (per mil) o Suhu perairan ( C) pada perairan jernih ( meter ) Mangrove 10 – 30 Terumbu Karang 30 – 35 25 – 29 Tidak lebih dari 10 Padang Lamun 24 - 35 28 – 30 Tidak lebih dari 10 20 – 30 Rumput Laut Estuari 5 – 30 Parameter lingkungan fisik perairan pesisir sangat dipengaruhi oleh aliran sungai. Fluktuasi salinitas perairan sangat dipengaruhi oleh debit air tawar dari aliran sungai. Banyaknya sedimen tersuspensi pada perairan akan menghambat cahaya matahari untuk masuk ke dalam kolom-kolom air. Suhu perairan dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, dan limbah-limbah panas. 4.4 Analisis Dampak Kerusakan Kondisi Wilayah Pesisir terhadap Aspek Ekonomi Masyarakat Pesisir Dampak kerusakan lingkungan wilayah pesisir terhadap aspek ekonomi masyarakat pesisir telah disajikan pada Bab IV. Akibat buruk tersebut meliputi terganggunya atau gagalnya kegiatan-kegiatan produksi milik masyarakat dan perusahaan yang memakai sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir, sehingga mereka mengalami penurunan pendapatan, kehilangan aset ekonomi dan kerugian finansial. Dampak pendangkalan pantai akibat sedimentasi mempengaruhi lalu lintas dan perlabuhan kapal-kapal. Contohnya kejadian pada muara Segara Anakan, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2005. DASar perairan menjadi dangkal akibat pengendapan sedimen yang dibawa aliran Sungai Citanduy, Cimeneng, dan Cibeureum. Akibatnya, alur pelayaran kapal-kapal tanker pemasok minyak mentah dari Timur-Tengah yang akan memasuki Pelabuhan Khusus Pertamina Lomanis menjadi terganggu. Begitu juga dengan kapal-kapal industri lain, karena area pelabuhan tersebut juga dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan lain. IV-13 Langkah penanggulangan yang diambil adalah dengan mengeruk dasar perairan pada alur pelayaran. Frekuensi pengerukan bergantung kepada laju bertambahnya sedimen. Berdasarkan informasi dari pihak Pertamina, laju pertambahan ketebalan lumpur pada alur pelayaran tersebut adalah 75 cm per tahun atau 1.5 meter dalam 2 tahun. Jika pasokan lumpur dari sungai meningkat, maka frekuensi kegiatan pengerukan harus ditambah demi kelancaran distribusi minyak mentah. Hal ini akan merugikan perusahaan secara finansial, karena dibutuhkan dana Rp. 4,8 miliar untuk melakukan sekali pengerukan [Harian Pikiran Rakyat, 2005]. Sedimentasi juga mengakibatkan pendangkalan di kawasan pantai dan laguna sehingga menurunkan populasi ikan. Sekitar 45 jenis ikan yang menghuni laguna Segara Anakan, termasuk Ikan Sidat yang merupakan komoditi bernilai jual tinggi, terancam punah akibat pendangkalan dan penyempitan laguna. Penduduk nelayan yang menyandarkan hidupnya dari sektor perikanan di Segara Anakan terancam mengalami penurunan pendapatan. Ikan Sidat merupakan komoditi perikanan yang dicari oleh restoran-restoran Jepang. Harganya mencapai Rp. 100.000,00 per porsi. [Pikiran Rakyat, 2005 dalam wordpress.com]. Tabel IV-7 Dampak pendangkalan pantai bagi kegiatan ekonomi wilayah pesisir Segara Anakan, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2005 [ Pikiran Rakyat, 2005] Kegiatan Ekonomi Dampak Pendangkalan Pantai dan Muara Penurunan pendapatan nelayan akibat menurunnya • Perikanan populasi ikan di laguna Segara Anakan, seperti Ikan Sidat yang memiliki harga jual tinggi Pendangkalan alur pelabuhan menghambat suplai • Industri pengolahan • Kegiatan Pengerukan alur pelabuhan, yang memakan dana kepelabuhanan mencapai 4,8 miliar untuk sekali pengerukan. bahan mentah / bahan baku untuk industri-industri. Banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan sungai (hilir) yang dangkal, sehingga air sungai meluap menggenangi lahan sekitarnya. Banjir tersebut menggenangi dan merusak tambak-tambak yang dikelola masyarakat pesisir, menyebabkan para petani tambak mengalami kerugian yang besar. Seperti kasus IV-14 banjir yang terjadi Mangkang Wetan, Kecamatan Tugu, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2004. Banjir menghilangkan tambak milik 15 orang petani seluas 50 hektar. Menurut pengakuan salah satu warga, kerugian akibat jebolnya tanggul yang membuat hanyut ikan dan udang itu mencapai kurang lebih Rp 75.000.000,00 [Tempointeraktif, 2004]. Banjir juga berakibat rusaknya sarana dan prasarana (utilitas). Masih di daerah yang sama, meluapnya Kali Bringin, salah satu sungai di Kota Semarang, sampai menggenangi jalan raya hingga mencapai ketinggian puluhan centimeter dan membuat lalu lintas tersendat. Perbaikan tanggul pinggir sungai sepanjang sekitar 10 meter menghabiskan biaya tidak kurang dari Rp 3.000.000,00. Bahan tanggul tersebut terdiri atas bambu, tarikan kawat dan karung berisi tanah [Tempointeraktif, 2004]. Tabel IV-8 Dampak banjir bagi kegiatan ekonomi wilayah pesisir Mangkang Wetan, Kecamatan Tugu, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2004 [ Tempointeraktif, 2004] Kegiatan Ekonomi Dampak Banjir 15 orang petani tambak mengalami kerugian • Pertambakan mencapai Rp. 75.000.000,00 karena kehilangan areal tambak seluas 50 hektar • Prasarana Transportasi Banjir menggenangi jalan raya dan menghambat arus transportasi. Biaya pembuatan tanggul pencegah banjir mencapai Rp. 3.000.000 sepanjang 10 meter. Intrusi air laut berdampak pada tercemarnya sumur-sumur dan areal persawahan penduduk dengan air asin. Payaunya sumber daya air mereka menyebabkan mereka dihadapkan pada sedikitnya 2 pilihan, yang kedua-duanya menyebabkan keluarnya biaya yang lebih besar, yaitu mengubah air payau tersebut menjadi air yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan mereka, atau membeli dari penjual air bersih yang didatangkan dari daerah lain. Masuknya air asin ke sawah-sawah menyebabkan petani mengalami gagal panen dan mengalami kerugian [ Wahyono dkk, 2001; Asdak, 2004; Kompas, 2004 dalam Digilib Online]. IV-15 Pencemaran perairan pesisir menyebabkan matinya populasi biota pesisir seperti udang windu dan mematikan kegiatan budidaya penduduk setempat. Kesuburan tambak yang menurun akibat pencemaran, sehingga tambak harus direhabilitasi, seperti yang terjadi di Desa Bungko Lor, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Biaya total untuk membuka tambak sampai panen, untuk kepadatan udang yang rendah (10.000 benih) mencapai Rp. 30.950.000,00. [Wahyono dkk, 2001]. Secara skematik, dampak kerusakan lingkungan wilayah pesisir terhadap aspek ekonomi masyarakat pesisir dapat dilihat pada Gambar IV-4. Kerusakan lingkungan wilayah pesisir berujung pada penurunan daya beli masyarakat melalui terganggunya kegiatan ekonomi pesisir. Jika kegiatan ekonomi masyarakat terganggu, maka ada 4 hal yang dialami oleh masyarakat pesisir, yakni kehilangan mata pencaharian, menurunnya pendapatan, bertambahnya pengeluaran, dan kerugian finansial. KEGIATAN EKONOMI TERGANGGU KEHILANGAN MATA PENCAHARIAN PENDAPATAN MENURUN BERTAMBAHNYA PENGELUARAN KERUGIAN FINANSIAL PENURUNAN DAYA BELI MASYARAKAT Gambar IV-4 Indikasi dampak kerusakan lingkungan wilayah pesisir terhadap aspek ekonomi 4.5 Analisis Dampak Kerusakan Kondisi Wilayah Pesisir terhadap Aspek Sosial Masyarakat Pesisir Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa kerusakan kondisi lingkungan wilayah pesisir dapat berdampak langsung terhadap aspek sosial masyarakat, dan dapat pula merupakan imbas dari dampak terhadap aspek ekonomi. Potensi kerugian yang merupakan dampak langsungnya antara lain : IV-16 1. Mengganggu aktivitas sosial masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan , dan lainnya akibat banjir dan abrasi. Terganggunya aktivitas tersebut bisa disebabkan oleh kerusakan struktur bangunan permukiman, sekolah-sekolah, tempat-tempat ibadah, dan sarana kesehatan, atau terhambatnya kelancaran dan kenyamanan aktivitas sosial tersebut secara langsung saat terjadi banjir. 2. Berjangkitnya wabah penyakit, seperti flu dan diare, akibat tidak terpeliharanya sanitasi lingkungan akibat banjir. 3. Menimbulkan wabah keracunan akibat mengkonsumsi produk laut dari perairan yang telah tercemar. 4. Sumber-sumber air penduduk, seperti air sungai dan sumur, menjadi payau dan tidak layak pakai untuk minum, mencuci, dan mandi. Pemakaian air tersebut untuk mandi menyebabkan gatal-gatal pada kulit. Sedangkan dampak terhadap aspek sosial yang merupakan kelanjutan dari dampak ekonomi antara lain : 1. Penurunan pendapatan dan kehilangan mata pencaharian menyebabkan masyarakat mengalami penurunan daya beli. Sehingga akses mereka untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari, sarana pendidikan dan kesehatan menjadi makin terbatas, terutama masyarakat nelayan kecil dan buruh nelayan. 2. Himpitan kemiskinan yang melanda nelayan kecil mendorong mereka untuk melanggar hukum dengan masih mempergunakan alat tangkap yang dilarang secara hukum, karena pendapatan yang mereka dapatkan cenderung lebih besar. 3. Kehilangan populasi ikan dan biota pesisir di kawasan pantai akibat pendangkalan dan pencemaran menyebabkan nelayan kecil kehilangan mata pencaharian mereka, sedangkan nelayan kaya berkapal besar dapat terus melaut ke perairan yang lebih jauh dari pantai. Pada kondisi kecemburuan sosial yang memuncak, para nelayan kecil dapat bertindak kriminal, seperti pembakaran kapal purse seine di Cilacap (Jawa Tengah) dan Belawan (Sumatra Utara) [Wahyono dkk, 2001] Inti dari dampak kerusakan kondisi lingkungan wilayah pesisir terhadap aspek sosial masyarakat pesisir secara visual dapat dilihat pada Gambar IV-5. IV-17 Gambar IV-5 Dampak kerusakan kondisi lingkungan wilayah pesisir terhadap aspek sosial IV-18