208 APLIKASI PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO Oleh: Lies Indriyani1) dan Asniah1) ABSTRACT Conditions of agricultural environment polluted by the use of synthetic chemicals that are not wise lead to decreased levels of fertility and soil health. Utilization of natural materials as bokashi fertilizer and the use of biological agent Trichoderma expected to minimize the use of inorganic fertilizers on cocoa plant nurseries as one of the leading commodity Southeast Sulawesi. The study was conducted to examine the effect of bokashi fertilizer and bio-fertilizers on the growth of cocoa seedlings (Theobroma cacao L.) from September to November 2012. The study was designed with a Randomized Complete Block Design with 9 treatments and 3 replications. The results showed that there were no significant differences by treatment bokashi and biological fertilizers on plant height, stem diameter, number of leaves and dry weight of plants. There were differences in the effect on the leaves number at 8 weeks after planting, i.e. 10 g bokashi treatment and 50% inorganic generate more leaves number. Keywords: biofertilizers, bokashi, cocoa, Trichoderma PENDAHULUAN Kakao mengalami perkembangan cukup pesat di Indonesia. Produksi kakao di Indonesia hanya peringkat ke-29 dunia pada tahun 1969-1970, kemudian meningkat menjadi peringkat ke-16 dunia pada tahun 1980-1981 (FAO,1972 dalam Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2006). Berdasarkan data statistik, volume ekspor biji kakao pada tahun 2004 mengalami peningkatan hingga 3,6% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kemajuan tersebut dipicu oleh kenaikan volume produksi kakao dari 265,8 ribu ton pada tahun 2003 menjadi 275,5 ribu ton pada tahun 2004 (Muchtar, 2005). Pada umumnya tanaman kakao di Provinsi Sulawesi Tenggara diusahakan oleh masyarakat dan tersebar pada semua kabupaten/kota yang ada di provinsi ini. Luas areal kebun kakao pada tahun 2007 mencapai 196.884 ha dengan jumlah petani kakao mencapai 103.297 orang (Disbun Sultra, 2007). Daerah penghasil kakao di Sulawesi Tenggara yaitu Kabupaten Kolaka. Daerah ini mampu menghasilkan 28,650 ton/tahun dengan luas perkebunan rakyat 47,75 hektar. Berdasarkan data 1 tersebut, produktivitas kakao masih tergolong rendah (rata-rata 0,6 ton/hektar/tahun), masih sangat jauh dari rata-rata produksi kakao nasional. Hal ini menjadi tantangan bagi peneliti pertanian khususnya di daerah Sulawesi Tenggara untuk meningkatkan produksi kakao tersebut, terlebih lagi dengan ditetapkannya kakao menjadi salah satu komoditas unggulan Sulawesi Tenggara. Pemupukan bertujuan untuk mengganti unsur hara yang hilang dan menambah persediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk meningkatkan produksi dan mutu tanaman. Menurut Sarif (1986) dalam Rusmana et al. (2003) ketersediaan unsur hara yang lengkap dan berimbang yang dapat diserap oleh tanaman merupakan faktor yang menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (2006) menganjurkan bahwa pada pembibitan kakao dibutuhkan urea 2 g setiap 2 minggu pada satu bibit. Di pasaran terdapat dua jenis pupuk yaitu pupuk anorganik dan organik. Pupuk anorganik mempunyai kandungan unsur hara yang tinggi, tetapi bila diberikan terus menerus akan mengakibatkan akumulasi AGRIPLUS, Volume 23Pertanian Nomor :Universitas 03 September 2013, ISSN 0854-0128 )Staf Pengajar Jurusan Agroteknologi Fakultas Halu Oleo, Kendari 208 209 unsur hara tertentu pada tanah yang pada akhirnya akan merusak agregat tanah seperti pemadatan. Sementara itu, pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah dan sedikit menambah unsur hara, tetapi dapat membuat unsur hara yang terikat di dalam tanah menjadi tersedia untuk tanaman. Bokashi adalah hasil fermentasi bahan-bahan organik seperti sekam, serbuk gergaji, jerami, kotoran hewan dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut difermentasikan dengan bantuan mikroorganisme aktivator yang mempercepat proses fermentasi. Campuran mikroorganisme yang digunakan untuk mempercepat fermentasi dikenal sebagai effective microorganism (EM). Penggunaan EM tidak hanya mempercepat proses fermentasi, tetapi juga menekan bau yang biasanya muncul pada proses penguraian bahan organik. Selain itu, bokashi juga terbukti meningkatkan kesuburan serta produktifitas tanaman. Hal tersebut sangat wajar karena pupuk alami seperti bokashi biasanya memang mengandung unsur hara dalam dosis kecil, namun lengkap unsur makro dan mikronya. Pupuk hayati adalah pupuk yang mengandung bahan aktif mikroba yang mampu menghasilkan senyawa yang berperan dalam proses penyediaan unsur hara dalam tanah, sehingga dapat diserap tanaman. Pupuk hayati juga membantu usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat penyebaran hara yang tidak diserap tanaman pemupukan anorganik. Melalui aplikasi pupuk hayati, efisiensi penyediaan hara akan meningkat sehingga penggunaan pupuk anorganik bisa berkurang (Goenadi, et al. 2000). Potensi jamur Trichoderma sebagai jamur antagonis yang bersifat preventif terhadap serangan penyakit tanaman telah menjadikan jamur tersebut semakin luas digunakan oleh petani dalam usaha pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Disamping karakternya sebagai antagonis, diketahui pula bahwa Trichoderma sp. juga berfungsi sebagai dekomposer dalam pembuatan pupuk organik. Aplikasi jamur Trichoderma pada pembibitan tanaman guna mengantisipasi serangan OPT sedini mungkin membuktikan semakin menurunnya tingkat serangan hama terhadap tanaman yang dibudidayakan. Penelaahan mengenai pengaruh pupuk organik dan pupuk hayati terhadap pertumbuhan bibit kakao dapat dilakukan melalui penelitian “Aplikasi pupuk organik dan pupuk hayati terhadap pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacao L.)” ini. Tujuan khusus dilaksanakannya penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh aplikasi pupuk bokashi dan jamur Trichoderma sp. terhadap pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacao L.) dan mengetahui kombinasi dosis pupuk bokashi dan dosis jamur Trichoderma sp. yang memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan bibit kakao. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Unhalu, sedangkan analisis tanah dan jaringan tanaman serta perbanyakan agens hayati dilakukan di Laboratorium Dasar Agroteknologi. Penelitian berlangsung dari bulan September sampai Desember 2012. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bokashi dan agens hayati Trichoderma, pupuk dasar dan bibit kakao. Alat yang dibutuhkan yaitu media persemaian, rumah plastik sebagai tempat pembibitan, cangkul, ayakan, parang dan alat-alat yang dibutuhkan untuk keperluan lapangan serta untuk keperluan analisis laboratorium. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 9 perlakuan dan 3 kali ulangan sehingga terdapat 27 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 5 tanaman, sehingga jumlah seluruh tanaman AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 03 September 2013, ISSN 0854-0128 210 135 tanaman. Perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut: A = 100% anorganik B = 10 g bokashi + 100% anorganik C = 10 g bokashi + 50% anorganik D = 20 g bokashi + 100% anorganik E = 20 g bokashi + 50% anorganik F = 10 g Trichoderma + 100% anorganik G = 10 g Trichoderma + 50% anorganik H = 20 g Trichoderma + 100% anorganik I = 20 g Trichoderma + 50% anorganik Untuk mengukur bobot kering, bagian tanaman dikeringkan dalam oven pada temperatur 80o C selama 48 jam hingga diperoleh bobot kering yang tetap. Untuk mengetahui respon perlakuan antara bokashi dan Trichoderma dilakukan pengamatan pertumbuhan tanaman dan pengamatan penunjang. Parameter pertumbuhan yang diamati meliputi: a. Tinggi batang, diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh daun (diukur pada 4, 8 dan 12 MST). b. Diameter batang, diukur 5 cm dari pangkal akar (diukur pada 4, 8 dan 12 MST). c. Jumlah daun, dihitung dari seluruh daun yang terbentuk (diukur pada 4, 8 dan 12 MST) d. Bobot kering total tanaman (diukur pada akhir percobaan). Analisis Data Analisis ragam dengan univariat (ANOVA) dilakukan terhadap data pengamatan variabel pertumbuhan. Jika dari analisis ragam terdapat keragaman yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan. Pengamatan penunjang sebelum percobaan terdiri atas data hasil analisis tanah awal dan akhir, hasil analisis bokashi, hasil analisis Trichoderma, hama penyakit, data curah hujan, suhu dan kelembaban selama penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh pupuk bokashi dan pupuk hayati terhadap tinggi tanaman pada umur 4, 8 dan 12 minggu setelah tanam (MST). Rata-rata tinggi tanaman ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Pengaruh perlakuan bokashi dan pupuk hayati terhadap tinggi tanaman umur 4, 8 dan 12 MST Tinggi tanaman (cm) Perlakuan 4 MST 8 MST 12 MST 26,19 23,74 19,25 A = 100 % anorganik 25,18 21,43 18,72 B = 10 g bokashi + 100 % anorganik 26,68 21,99 18,78 C = 10 g bokashi + 50 % anorganik 25,55 21,58 18,98 D = 20 g bokashi + 100 % anorganik 24,80 21,45 17,80 E = 20 g bokashi + 50 % anorganik 24,74 21,02 18,58 F = 10 g Trichoderma + 100 % anorganik 25,84 21,65 18,61 G = 10 g Trichoderma + 50 % anorganik 26,67 21,97 18,18 H = 20 g Trichoderma + 100 % anorganik 25,91 21,45 18,45 I = 20 g Trichoderma + 50 % anorganik Tidak terdapatnya pengaruh pupuk bokashi dan pupuk hayati terhadap tinggi tanaman pada umur 4, 8 dan 12 minggu setelah tanam (MST) disebabkan media tumbuh untuk bibit kakao belum menunjukkan pengaruhnya. Pada umur 4 MST bibit kakao masih menggunakan cadangan makanan dari kotiledon. Tidak terdapat perbedaan pengaruh terhadap tinggi tanaman disebabkan oleh lingkungan tumbuh yang sama terutama dalam hal penerimaan sinar matahari. Selain AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 03 September 2013, ISSN 0854-0128 211 dimanfaatkan dalam proses fotosintesis, sinar matahari juga dapat merangsang hormon tumbuh auksin. Selama percobaan di rumah plastik, digunakan intensitas penyinaran sebesar 50% sehingga tidak terdapat efek auksin pada tinggi tanaman semua perlakuan. Fitter dan Hay (1994) mengemukakan bahwa tidak terdapat pertumbuhan memanjang di dalam penaungan pada tanaman Arenaria servillifolia dan Hieracium pilosella. Respon tersebut juga dipengaruhi oleh tidak adanya IAA. Perlakuan C (10 g bokashi + 50 % anorganik) serta perlakuan G (10 g Trichoderma + 50% anorganik) dapat digunakan untuk menggantikan perlakuan A (100 % anorganik). Hal ini dikarenakan selain untuk pertumbuhan tanaman, bokashi dan pupuk hayati juga dapat memperbaiki kesuburan dan menjaga kesehatan tanah. Menurut Goenadi (2005) biofertilizer dapat membantu usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat penyebaran hara yang berlebihan yang tidak diserap tanaman pada penggunaan pupuk konvensional. Diameter Batang Penelitian ini menunjukkan bahwa aplikasi bokashi dan pupuk hayati tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap diameter batang pada semua umur pengamatan (Tabel 2). Tabel 2. Pengaruh perlakuan bokashi dan pupuk hayati terhadap diameter batang umur 4, 8 dan 12 MST Diameter batang (cm) Perlakuan 4 MST 8 MST 12 MST 0,25 0,24 0,23 A = 100 % anorganik 0,26 0,25 0,24 B = 10 g bokashi + 100 % anorganik 0,26 0,25 0,24 C = 10 g bokashi + 50 % anorganik 0,26 0,25 0,25 D = 20 g bokashi + 100 % anorganik 0,23 0,23 0,21 E = 20 g bokashi + 50 % anorganik 0.26 0,26 0,26 F = 10 g Trichoderma + 100 % anorganik 0,24 0,24 0,23 G = 10 g Trichoderma + 50 % anorganik 0,26 0,26 0,25 H = 20 g Trichoderma + 100 % anorganik 0,25 0,25 0,21 I = 20 g Trichoderma + 50 % anorganik Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan C (10 g bokashi + 50 % anorganik ) memiliki diameter batang yang besar. Hal ini disebabkan oleh berbagai kelebihan dari bokashi sehingga mampu memberikan kondisi terbaik bagi lingkungan pertumbuhan bibit kakao. Selain itu, dengan penambahan bokashi akan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah sehingga akar tanaman berfungsi dengan baik dalam memasukkan unsur hara dari tanah ke seluruh jaringan tanaman, fotosintat yang dihasilkan lebih banyak sehingga diameter batang tanaman akan berkembang dengan baik. Jumlah Daun Aplikasi bokashi dan pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap jumlah daun umur 8 MST (Tabel 3). Dari hasil pengamatan dan analisis statistik terlihat bahwa pada umur 4 MST bibit kakao masih menggunakan cadangan makanan di bijinya dan karakter benih (vigor) sehingga peranan media tumbuh belum terlihat. Pada umur 8 MST, perlakuan C (10 g bokashi + 50 % anorganik) mempunyai jumlah daun lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan E (20 g Trichoderma + 100% anorganik) dan H (20 g Trichoderma + 100 % anorganik). Hal ini dikarenakan pada kedua perlakuan tersebut diduga mengalami kelebihan unsur hara. Apabila kelebihan unsur hara maka AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 03 September 2013, ISSN 0854-0128 212 setiap tanaman tidak dapat meningkatkan produksi sesuai dengan Hukum Minimum Leibig bahwa unsur hara yang berlebih menjadi faktor pembatas pertumbuhan dan produktifitas tanaman, bukan hanya pada kondisi kekurangan unsur hara. Tabel 3. Pengaruh perlakuan bokashi dan pupuk hayati terhadap jumlah daun umur 4, 8 dan 12 MST Jumlah daun (lembar) Perlakuan 4 MST 8 MST 12 MST A = 100 % anorganik 4,21 7,55b 10,79 B = 10 g bokashi + 100 % anorganik 4,44 7,34b 10,22 C = 10 g bokashi + 50 % anorganik 4,22 7,56b 10,54 D = 20 g bokashi + 100 % anorganik 3,56 5,77ab 8,23 E = 20 g bokashi + 50 % anorganik 4,00 6,55a 10,45 F = 10 g Trichoderma + 100 % anorganik 4,43 6,90ab 10,65 G = 10 g Trichoderma + 50 % anorganik 3,89 6,45ab 10,43 H = 20 g Trichoderma + 100 % anorganik 4,00 5,89a 8,89 I = 20 g Trichoderma + 50 % anorganik 4,32 6,57ab 9,78 Keterangan: Angka rata-rata pada kolom yang sama yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan α=0,05 Daun sebagai bagian dari organ tanaman tempat berlangsungnya fotosintesis juga merupakan tempat penyimpanan hasil fotosintesis (fotosintat) berupa bahan organik yang merupakan energi untuk metabolisme tanaman. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa jumlah daun dan ukuran daun pada tanaman dipengaruhi oleh genotip dan lingkungan tumbuh. Bobot Kering Total Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh aplikasi bokashi dan pupuk hayati terhadap bobot kering total tanaman (Tabel 4). Tabel 4. Pengaruh perlakuan bokashi dan pupuk hayati terhadap bobot kering total tanaman pada umur 12 MST Bobot kering total (g) Perlakuan A = 100 % anorganik B = 10 g bokashi + 100 % anorganik C = 10 g bokashi + 50 % anorganik D = 20 g bokashi + 100 % anorganik E = 20 g bokashi + 50 % anorganik F = 10 g Trichoderma + 100 % anorganik G = 10 g Trichoderma + 50 % anorganik H = 20 g Trichoderma + 100 % anorganik I = 20 g Trichoderma + 50 % anorganik Meskipun berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman saat 8 MST, aplikasi bokashi dan upuk hayati berpengaruh terhadap bobot kering total tanaman. Walaupun jumlah daun sama, 4,11 3,90 4,94 3,62 3,36 2,97 4,41 3,68 3,65 tetapi ukuran daun yang berbeda dapat menyebabkan bobot kering sama. Media tanam mempengaruhi kemunculan daun-daun baru (flush). Bobot kering tanaman dipengaruhi oleh banyaknya AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 03 September 2013, ISSN 0854-0128 213 unsur hara yang dapat diserap oleh akar dan kondisi lingkungan yang mendukung terjadinya fotosintesis. Apabila fotosintesis berjalan optimal, maka fotosintat yang dihasilkan akan banyak digunakan untuk pertumbuhan bagian-bagian tanaman dan akan mempengaruhi bobot kering total tanaman. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil penelitian disimpulkan: (1) tidak terdapat pengaruh bokashi dan pupuk hayati dengan agens hayati Trichoderma terhadap pertumbuhan bibit kakao kecuali pada parameter jumlah daun umur 8 MST; dan (2) perlakuan penambahan Bokashi 10 g dan 50% anorganik cukup baik untuk pertumbuhan bibit kakao. Selain dapat menghemat biaya pemupukan juga dapat mempertahankan kesuburan dan kesehatan tanah. Saran Perlu penelitian lanjutan seperti pemanfaatan bokashi dan pupuk hayati dengan agen hayati Trichoderma sebagai pupuk pada media tanam tanpa menggunakan pupuk kandang agar efektifitas kedua pupuk tersebut dapat terlihat. DAFTAR PUSTAKA Fitter, A.H. dan Hay, R.K.M., 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Madav University Press. Yogyakarta. Goenadi, Avriani, 2005. Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kakao sebagai Kompos pada Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L) Kultivar Upper Amazone Hybrid (UAH). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran. Bandung. Muchtar, Octa . 2005. Kontroversi Penerapan Pajak Ekspor Komoditi Kakao. Media Investor Online. http://Investorindonesia.com. Diakses tanggal 4 Agustus 2012. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2006. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Agromedia Pustaka. Jakarta. Rusmana, Nyanjang, Arkat Agus Salim dan Yati Rahmiati. 2003. Penggunaan Pupuk Majemuk NPK 25-7-7 terhadap Peningkatan Produksi dan Mutu pada Tanaman Teh Menghasilkan di tanah Andisols, Kebun Ketowono, PT Perkebunan Nusantara XII. Prosiding teh Nasional 2003 Gambung. Hal 181-185. Salisbury, B.B. dan C.W. Ross, 1995. Fisiologi Tumbuhan jilid I. Penerbit ITB. Bandung AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 03 September 2013, ISSN 0854-0128