BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan manusia untuk berinteraksi dengan sesama tidak dapat dielakkan, karena manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu setiap manusia pasti berhubungan dengan manusia lainnya. Hubungan manusia dengan manusia lainnya dapat dibentuk melalui hubungan individu dengan kelompok atau hubungan manusia dengan lingkungannya. Dalam menjalin hubungan dengan orang lain akan ditemui sifat-sifat buruk seperti iri, dengki, sombong, kekanakkanakan, egois, malas, manja, berfikir negatif, tidak percaya diri dan minder atau rendah diri. Minder atau rendah diri terkadang menjadi sifat buruk dan dapat menjadi sifat yang yang bersemayam didalam jiwa seseorang. Kata minder berasal dari bahasa Inggris feel inferior yang berarti rendah diri. Kata minder sebenarnya adalah sifat yang menunjukkan rendah diri yang dapat mengganggu aktivitas pergaulan sehari-hari. Timbulnya rasa minder atau rendah diri ialah salah satu perilaku yang tidak komunikatif dan tidak mau berinteraksi. Timbulnya rasa minder disebabkan oleh faktor kecacatan fisik, adanya kekurangan yang terdapat didalam diri, timbulnya lintasan pikiran yang menggambarkan diri rendah, adanya angan-angan yang tidak tercapai (Fitria, 2009) Seringkali individu lebih menghargai orang lain dari pada diri sendiri. Sikap ini membuat individu menjadi minder dan bahkan mungkin enggan berinteraksi 1 dengan orang lain. Tentu saja rasa minder akan merugikan diri sendiri dan orang disekitarnya. Sebab individu tidak dapat membuat dirinya berharga bagi orang lain dan mendedikasikan talenta ataupun keterampilan individu bagi orang lain. Untuk mengatasi rasa minder ada satu syarat, yakni menghargai diri sendiri. Minder adalah ciri khusus orang yang bermental lemah. Mental yang lemah membawa dampak pada rasa tidak aman, selalu gelisah dan kuatir. Kerja otak yang dikuasai rasa kuatir, takut dan gelisah tanpa sebab atau disebabkan oleh halhal kecil, maka kerja otakpun menjadi lemah dan tidak dapat berfungsi untuk memikirkan hal-hal besar yang bermanfaat bagi diri-sendiri dan orang lain. Jika rendah diri dibiarkan ada pada diri seseorang maka seseorang akan merasa terisolasi dari lingkungan sekitarnya (Sari, 2010). Menurut Steven R. Covey (dalam Sari, 2010), rasa minder muncul karena persepsi individu yang salah, karena urutan dari persepsi akan menghasilkan cara pandang individu dan dengan pandang individu akan mempengaruhi perilaku individu. Menurut Norman Vincet Peale (dalam Fitria, 2009) untuk mengatasi rasa minder (inferiority complex), mengembangkan gambaran mental diri-sendiri yang sukses, berfikir positif, menjadi diri-sendiri, memahami kemampuan diri, menguatkan diri dengan kata-kata dinamis “ Jika Tuhan bersama saya, siapa yang bisa menghalangi saya, ucapkan kalimat itu sekarang, mencari konselor yang berkompeten untuk konsultasi. Jika rasa rendah diri dibiarkan, seseorang akan merasa terisolasi dari lingkungan sekitarnya. Seseorang yang merasa rendah diri perlu berkonsultasi dengan orang yang berkompeten dalam membantu mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi. Orang yang berkompeten misalnya psikolog, 2 konselor atau guru bimbingan dan konseling, dengan memberi pertolongan melalui konseling kelompok. Konseling kelompok adalah suatu pertolongan bantuan kepada individu dalam suasana kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan dan diarahkan pada pemberian kemudahan dalam rangka perkembangan dan pertumbuhannya (Supriatna, 2003). Gazda (1984) mengemukakan konseling kelompok sebagai suatu hubungan antar pribadi yang dinamik dengan memusatkan pada kesadaran pikiran dan perilaku, serta berdasarkan fungsi-fungsi terapi yang bersifat memberi kebebasan, berorientasi terhadap kenyataan, katarsis, saling mempercayai, memelihara, memahami dan mendukung. Terdapat pendekatan-pendekatan konseling kelompok, salah satunya adalah pendekatan konseling kelompok Adlerian. Tujuan pendekatan ini membangun dan mempertahankan hubungan antara konseli dan konselor berdasarkan pada kepercayaan bersama dan rasa hormat dan dimana konseli merasa dimengerti dan diterima konselor, menyediakan suasana konseling dimana konseli dapat datang untuk mengerti kepercayaan dasar individu dan perasaan tentang dirinya dan menemukan mengapa kepercayaan individu bisa salah, membantu konseli mengembangkan pandangan ke tujuan individu yang salah dan kebiasaan kalah diri melalui proses konfrontasi dan interpretasi, Membimbing konseli dalam menemukan alternatif dan mendorong individu untuk membuat keputusan yang memberi pandangan pada tindakan, Dinkmayer (1979 dalam Corey, 1989). 3 Penelitian ini sejalan dengan penelitian Brough, Marjorie F (1994) Evaluasi program konseling kelompok Adlerian yang berbunyi investigasi/penyelidikan efek dari program konseling kelompok Adlerian untuk memberikan pengentasan kesepian, mengurangi perasaan rendah diri, dan mendorong tindakan dengan membandingkan UCLA Skala Kesepian (UCLA-LS) dengan 2 skala kepentingan sosial yaitu Skala kepentingan sosial (SIS) dan tingkat kepentingan Sosial (SII). 179 orang dewasa menyelesaikan kuesioner yang berisi UCLA-LS, SIS, dan SII, dan tanggapan mereka digunakan untuk membandingkan 3 skala. 26 dari konseli berpartisipasi dalam 10 sesi per minggu konseling kelompok yang berusaha untuk meningkatkan kepentingan sosial, penurunan kesepian dengan modifikasi gaya hidup, mengurangi perasaan rendah diri, dan mendorong tindakan. Menyelesaikan kuesioner pada sesi pertama dan terakhir dari program konseling kelompok Adlerian. Meskipun hubungan antara skala yang ditunjukkan hanya sebelum dan setelah konseling kelompok pada skor UCLA-LS menunjukkan kesepian menurun, interaksi sosial meningkat, perasaan rendah diri berkurang dan mendorong tindakan. UCLA-LS juga paling sensitif terhadap ukuran kepuasan dengan aktivitas keluarga, pekerjaan, jenis kelamin, dan sosial. Hasil Penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang telah dilakukan Michael dan David (2000). Michael dan David meneliti penggunaan konseling kelompok Adlerian dilakukan di Burundi, Afrika Tengah. Warga Burundi tahun 2000 sekitar 80% dari penduduknya hidup dalam garis kemiskinan. Menurut Program Pangan Dunia tahun 2000 sekitar 57% dari anak di bawah lima tahun menderita kekurangan gizi kronis. Hal ini di benarkan dengan 4 fakta yang ada di lapangan sebuah penelitian yang dilakukan di 178 negara, penduduk Burundi memiliki kepuasan hidup terendah di dunia dan hampir seluruhnya hidup bergantung pada bantuan asing. Penelitian bertujuan untuk mengurangi perasaan rendah diri yang dialami remaja Burundi. Kebanyakan dari remaja Burundi mengalami perasaan rendah diri dari faktor fisik, psikologis maupun sosial. Yang di akibatkan faktor kemiskinan yang mengakibatkan kematian dan kelaparan/gizi buruk. Dengan mengisi Skala Perasaan Rendah Diri (Scale Feelings Inferiority), wawancara dan dokumentasi secara acak dari 30 remaja pria dan wanita dari keluarga miskin di Burundi. Proses terapi kelompok dilakukan waktu sekitar satu setengah bulan untuk bisa mengurangi perasaan rendah diri remaja Burundi. Setelah proses terapi kelompok diberikan hasil menunjukkan perasaan rendah diri remaja Burundi tidak dapat berkurang/menurun. Setelah dievaluasi ditemukan penyebab utamanya adalah sejak kecil 30 remaja pria dan wanita Burundi sudah hidup dalam kemiskinan yang luar biasa yang mengakibatkan remaja burundi banyak melihat orang yang kelaparan, kekurangan gizi dan kematian yang memunculkan perasaan rendah diri sejak kecil. SMP N 8 Salatiga adalah tempat penulis melakukan penelitian. Karena didapat hasil nilai rasa rendah diri yang tinggi terbukti dari penelitian dimana didapatkan dari nilai UAN tahun 2011 SMP Negeri 8 Salatiga menduduki peringkat 17 dari 26 SMP Salatiga. Penulis mengambil subyek SMP Negeri 8 Salatiga untuk menjadi tempat penelitian. Setelah penulis menyebarkan check list di empat kelas, yaitu kelas VII A, VII C, VII D, dan VII F didapatkan 12 siswa 5 yang mempunyai rasa rendah diri yang tinggi. Berikut data 12 siswa dari empat kelas yang mempunyai rasa rendah diri yang telah di ukur melalui check list rasa rendah diri. Tabel 1.1 Siswa di SMP N 8 Salatiga Yang Mengalami Rasa Rendah Diri No Nama Kelas Skor Kategori 1 PPW (kelompok eksperimen) VII A 30 Tinggi 2 DA (kelompok eksperimen) VII C 30 Tinggi 3 M. FH (kelompok eksperimen) VII C 32 Tinggi 4 NA ( Kelompok kontrol) VII C 32 Tinggi 5 NIP (kelompok eksperimen) VII C 31 Tinggi 6 NN (kelompok eksperimen) VII D 30 Tinggi 7 IJ( Kelompok kontrol) VII D 31 Tinggi 8 YJK (( Kelompok kontrol) VII F 30 Tinggi 9 PF( Kelompok kontrol) VII F 30 Tinggi 10 GW ( Kelompok kontrol) VII F 30 Tinggi 11 FKN (kelompok eksperimen) VII C 31 Tinggi 12 MS ( Kelompok kontrol) VII C 30 Tinggi Penulis tertarik untuk melakukan penelitian di SMP kelas VII Negeri 8 Salatiga dengan hasil penelitian bertolak belakang dan hasil penyebaran cheks list rasa rendah diri. Penulis tertarik dengan judul “ Menurunkan Rasa Rendah Diri Melalui Konseling Kelompok Adlerian Siswa kelas VII SMP Negeri 8 Salatiga”. 6 1.2 Rumusan Masalah Masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah Konseling kelompok Adlerian dapat menurunkan secara signifikan rasa rendah diri siswa kelas VII SMP Negeri 8 Salatiga Tahun 2011/2012? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: Untuk mengetahui signifikasi penurunan rasa rendah diri siswa kelas VII SMP Negeri 8 Salatiga tahun 2011/2012, melalui layanan konseling kelompok Adlerian. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini memunyai beberapa manfaat, antara lain adalah: 1.4.1 a. Manfaat Teoritik Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi tentang bagaimana menurunkan rasa rendah diri melalui konseling kelompok salah satunya menggunakan konseling kelompok Adlerian sehingga dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di sekolah . b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi peneliti lain yang berminat meneliti permasalahan yang terkait dengan konseling kelompok Adlerian. 7 c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti lain yang berminat meneliti permasalahan yang terkait dengan menurunkan rasa rendah diri. 1.4.2 Manfaat Praktis a. Manfaat bagi penulis penelitian ini dapat memberikan manfaat pengalaman belajar penulisan karya ilmiah, serta untuk menambah wawasan bagi penulis mengenai rasa rendah diri siswa serta konseling kelompok Adlerian. b. Bagi siswa, dapat memberi wawasan tentang pentingnya layanan konseling kelompok Adlerian terhadap dapat menurunkan rasa rendah diri sehingga dapat dijadikan sebagai wahana dalam pengembangan diri pribadi mereka. c. Bagi Sekolah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam memberikan layanan konseling kelompok Adlerian sehingga rasa rendah diri siswa dapat menurun. 1.5 Sistematika Penulisan BAB I Pendahuluan. Berisi: Latar belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Sistematika Penulisan BAB II Landasan Teori. Berisi : Pengertian Rasa Rendah Diri, Ciri-Ciri Rasa Rendah Diri, Penyebab Perasaan Rendah Diri, Gejala-gejala Rasa rendah diri, Cara Mengatasi Rasa Rendah Diri, Teori Konseling Kelompok Adlerian, Aplikasi Prinsip Adlerian pada konseling kelompok, Tujuan konseling kelompok Adlerian, 8 Teknik Konseling Adlerian, Fase-fase/tahap-tahap konseling kelompok Adlerian, Peran dan fungsi konselor Adlerian, Penelitian yang relevan, Hipotesis. BAB III Metode Penelitian. yang berisi: Jenis Penelitian, Variabel penelitian, Subyek Penelitian, Definisi Operasional, Teknik Pengumpulan Data, Uji Coba Instrumen, PreTest, Teknik Analisis. BAB IV Analisis Penelitian dan Pembahasan. yang berisi: Izin Penelitian, Gambaran mengenai siswa, Pengumpulan data, Pelaksanaan Eksperimen, Analisis data, Uji Hipotesis, Pembahasan hasil penelitian. BAB V Penutup. Berisi : Kesimpulan dan Saran 9