PENGEMBANGAN MODEL BAHAN AJAR PENDIDIKAN

advertisement
PENGEMBANGAN MODEL BAHAN AJAR PENDIDIKAN
LINGKUNGAN HIDUP BERBASIS LOKAL DALAM MATA
PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Syukri Hamzah 1
A. PENDAHULUAN
Dampak dan hasil “pendidikan lingkungan hidup” yang telah
dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan belum banyak terlihat, baik pada
masyarakat maupun lingkungan.
lingkungan
hidup
yang
berakar
Sebaliknya,
dari
berbagai
permasalahan
perilaku manusia masih kerap kita
temukan dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataan belum maksimalnya capaian
hasil pendidikan ini diakui oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup Indonesia
(2004:3) yang menyatakan bahwa “materi dan metode pelaksanaan pendidikan
lingkungan hidup tidak aplikatif, kurang mendukung penyelesaian permasalahan
lingkungan hidup yang dihadapi di daerah masing-masing.”
Hal ini secara
tidak langsung merupakan indikasi bahwa secara umum konsepsi pendidikan
lingkungan hidup di sekolah lebih banyak pada tatanan ide dan instrumental,
belum pada tatanan praksis. Oleh karena itu, pengkajian terhadap pelaksanaan
pembelajaran pendidikan lingkungan hidup selama ini sangat perlu dilakukan,
dalam arti bahwa kita perlu mengkaji strategi pembelajaran dan
penyediaan
pengalaman belajar pada peserta didik dalam rangka mencari alternatif bentuk
model pembelajaran yang dianggap akan lebih efektif dari yang sebelumnya.
Keharusan untuk meninjau kembali tentang pelaksananan pendidikan lingkungan
hidup juga ditekankan oleh Soemarwoto (2001: 180-183)
bahwa
pendidikan
lingkungan
hidup
mulai
yang menyatakan
dari sekolah dasar sampai
perguruan tinggi perlu ditinjau kembali agar bahan pelajaran dapat diinternalkan
dan melahirkan masyarakat yang bersikap dan berkelakuan ramah terhadap
lingkungan hidup.
Menurut beliau kelemahan
1
Dosen FKIP Universitas Bengkulu
1 selama ini adalah pelajaran
lingkungan idup terlalu berat pada ekologi dan tidak memasukkan hal-hal praktis
dari kehidupan sehari-hari.
Pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan telah memberikan
rambu-rambu ke arah perlunya pengkajian terhadap strategi pembelajaran untuk
mempersiapkan suatu model pembelajaran, khususnya bahan ajar berbasis lokal
yang
ditandai
dengan
terbukanya pintu
pendidikan dalam bidang kurikulum.
bagi penerapan desentralisasi
Namun, pengembangan suatu model
bahan ajar pendidikan lingkungan hidup hendaknya sesuai dengan kebutuhan
di daerah yang bersangkutan dengan tetap memperhatikan bahwa materi yang
dikembangkan
harus
disesuaikan
dengan
perkembangan
peserta
didik,
kemampuan, minat dan kebutuhannya. Sejalan dengan itu, maka pengembangan
materi bahan ajar dan strategi pendidikan lingkungan hidup harus mengacu
pada karakteristik daerah yang bersangkutan, baik yang berkenaan dengan
kondisi bentang alam, sumber daya alam, maupun kondisi sosial ekonomi, serta
budaya masyarakatnya. Masalah-masalah yang berkenaan dengan sumber daya
hendaknya selalu digambarkan melalui praktek ekologis yang serasi.
Kondisi lain yang mendukung pentingnya bahan ajar yang relevan dengan
kebutuhan siswa adalah kenyataan bahwa siswa berasal dari suatu kelompok
masyarakat yang memiliki keanekaragaman sosial budaya, aspirasi politik, dan
kondisi ekonomi tersendiri pula yang akan mewarnai skemata atau struktur
mentalnya yang pada gilirannya akan berpengaruh pada proses pembelajaran
dan hasil belajar yang ingin dicapai.
Pengkajian terhadap bahan ajar itu sendiri dalam suatu proses
pembelajaran merupakan hal yang cukup penting,
seperti dinyatakan oleh
Cunningswort (1995) bahwa suatu bahan ajar sangat berpengaruh terhadap
suasana suatu proses pembelajaran.
Atas dasar hal-hal yang dikemukakan di atas, maka pengembangan model
bahan ajar Pendidikan Lingkungan Hidup berbasis lokal sangat perlu dilakukan.
2 1. Masalah
Rumusan
masalah
yang
diajukan
“Bagaimanakah model pengembangan
dalam
penelitian
ini
adalah
bahan ajar Pendidikan Lingkungan
berbasis lokal dalam mata pelajaran IPS untuk satuan pendidikan SD kelas IV
yang sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku?” .
Secara
khusus
masalah yang menjadi objek studi adalah sebagai berikut:
1. Materi-materi pokok apakah yang dibutuhkan sebagai
bahan ajar
Pendidikan Lingkungan dalam mata pelajaran IPS bagi murid SD di
Lingkungan Masyarakat Adat Rejang?
2. Bagaimanakah model pengembangan bahan ajar Pendidikan Lingkungan
dalam mata pelajaran IPS yang berbasis lokal bagi murid SD di
lingkungan masyarakat adat Rejang yang dapat mewujudkan tujuan
pendidikan lingkungan?
3. Apakah bahan ajar Pendidikan Lingkungan yang berbasis lokal cukup
efektif digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Lingkungan ?
2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran empirik tentang:
1. Pokok-pokok materi Pendidikan Lingkungan yang dibutuhkan sebagai
bahan ajar Pendidikan Lingkungan berbasis lokal pada murid SD di
lingkungan masyarakat adat Rejang.
2. Mendapatkan model pengembangan bahan ajar Pendidikan Lingkungan
berbasis lokal yang telah teruji.
3. Efektivitas bahan ajar Pendidikan Lingkungan berbasis lokal dalam
pembelajaran Pendidikan Lingkungan.
3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian terbatas pada lingkungan wilayah tempat
mayoritas komunitas masyarakat adat Rejang berdomisili karena materi
pendidikan lingkungan yang dikaji juga berkaitan dengan kondisi masyarakat adat
Rejang. Sedangkan produk bahan ajar yang diujicobakan dibatasi pada 3 pokok
3 bahasan untuk kelas 4 yang tercakup pada empat standar kompetensi, yakni
seperti terlihat dalam tabel berikut:
No
1
SUB POKOK BAHASAN
POKOK BAHASAN
Kenampakan alam dan gejala-gejala alam,
Keberadaan, pemanfaatan, dan pengelolaan Sumber
Daya alam serta dampaknya
Lingkungan Alam
2
Lingkungan Sosial Budaya
3
Lingkungan Sosial Ekonomi
Keberadaan flora dan fauna serta pengelolaan dan
pemanfaatannya
Keluarga, masyarakat, dan lingkungan.
Keberadaan budaya lokal dan peranannya di masyarakat
Situs sejarah dan lingkungan
Macam teknologi produksi dan transportasi
Dampak teknologi terhadap kegiatan masyarakat dan
lingkungan
Bentuk-bentuk kegiatan ekonomi masyarakat
Dampak kegiatan ekonomi masyarakat terhadap
lingkungan
Dampak kondisi alam terhadap kegiatan ekonomi di
masyarakat
Sedangkan pada kelas 5 dan 6 karena tidak terdapat materi yang bersifat
lokal, maka tidak menjadi bagian yang diujicobakan dalam penelitian ini.
4. Metode Penelitian
Untuk memenuhi tujuan penelitian, maka penelitian ini didesain dengan
pendekatan “penelitian pengembangan” (Research & Development). Pendekatan
ini mengacu pada pendapat Borg & Gall (1983: 772), yang menyatakan bahwa
model penelitian pengembangan ialah suatu proses yang digunakan untuk
mengembangkan dan memvalidasi produk-produk pendidikan,
seperti materi
pembelajaran, buku teks, metode pembelajaran, dan lain-lain yang dilakukan
dalam suatu siklus penelitian dan pengembangan. Langkah-langkah penelitian
pengembangan juga mengacu pada langkah-langkah yang dikemukakan oleh Borg
& Gall (1983;773) yang meliputi: (1) penelitian pengumpulan informasi; (2)
perencanaan; (3) membuat rancangan model awal; (4) uji coba pendahuluan; (5)
revisi terhadap rancangan awal; (6) ujicoba produk utama; (7) revisi terhadap
4 produk utama; (8) uji coba operasional; (9) revisi produk operasional; (10)
diseminasi dan retribusi.
B. KAJIAN TEORI
1. Hakikat Pendidikan Lingkungan Hidup
Pendidikan lingkungan hidup menurut konvensi UNESCO di Tbilisi
1997 merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menciptakan suatu
masyarakat dunia yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan masalahmasalah yang terkait di dalamnya serta memiliki pengetahuan, motivasi,
komitmen, dan keterampilan untuk bekerja, baik secara perorangan maupun
kolektif dalam mencari alternatif atau memberi solusi terhadap permasalahan
lingkungan hidup yang ada sekarang dan untuk menghindari timbulnya masalahmasalah lingkungan hidup baru (Gyallay,2003:408).
Adapun
tujuan umum pendidikan lingkungan hidup menurut
konferensi Tbilisi 1997 adalah: (1) untuk membantu menjelaskan masalah
kepedulian serta perhatian tentang saling keterkaitan antara ekonomi, sosial,
politik, dan ekologi di kota maupun di wilayah pedesaan; (2) untuk memberikan
kesempatan kepada setiap orang untuk mengembangkan pengetahuan,
nilai,
sikap, komitmen, dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melindungi dan
memperbaiki lingkungan, dan (3) untuk menciptakan pola perilaku yang baru
pada individu, kelompok, dan masyarakat sebagai suatu keseluruhan terhadap
lingkungan (Gyallay, 2001: 409). Tujuan yang ingin dicapai tersebut meliputi
aspek: (1) pengetahuan, (2) sikap, (3) kepedulian. (4) keterampilan, dan (5)
partisipasi (Gyallay, 201: 409). Sedangkan Internasional Working Meeting On
Environment Education Inschool Curriculum, dalam rekomendasinya mengenai
pelaksanaan
pendidikan
lingkungan
hidup,
menyatakan
bahwa
proses
pembelajaran yang dilakukan hendaknya merupakan suatu proses mereorganisasi
nilai dan memperjelas konsep-konsep untuk membina keterampilan dan sikap
yang diperlukan untuk memahami dan menghargai antar hubungan manusia,
kebudayaan, dan lingkungan fisiknya.
Pendidikan lingkungan hidup harus juga
diikuti dengan praktik pengambilan keputusan dan merumuskan sendiri ciri-ciri
5 perilaku yang didasarkan pada isu-isu tentang kualitas lingkungan (Schmieder,
1977:25).
Dengan demikian, proses pembelajaran pendidikan lingkungan hidup
yang dilakukan selain memperluas wawasan kognitif hendaknya juga menyentuh
ranah keyakinan ilmiah, sikap, nilai, dan perilaku. Tillar (2000: 28) juga
menekankan hal yang senada,
menumbuh-kembangkan
yakni hakikat pendidikan adalah proses
eksistensi
peserta
didik
yang
memasyarakat
membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional, dan global.
2. Hakikat Bahan Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup Berbasis Lokal
Belajar pada tingkat pendidikan dasar menurut Tillar (1999: 42-43),
bukan sekedar transmisi ilmu pengetahuan sebagai fakta, tetapi lebih dari itu,
yakni peserta didik mengolah dengan penalaran sebagai bekal dasar bagi setiap
warganegara yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa
proses pembelajaran pada pendidikan dasar, menuntut integrasi dengan
lingkungan.
Selanjutnya, kata “lokal” dalam konteks pengertian masalah yang dibahas
di sini dimaksudkan sebagai lingkungan tempat peseta didik berdomisili, hidup,
dan dibesarkan pada suatu kelompok masayarakat adat tertentu yang memilki
suatu sistem nilai budaya tertentu pula. Sistem nilai budaya itu sendiri menurut
Koentjaraningrat (187: 11), terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam
pikiran sebagian warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap
amat bernilai dalam hidup. Hal ini bermakna bahwa sistem nilai yang ada di
masayarakat
tersebut
akan
termanifestasikan
dalam
perilaku
kehidupan
masyarakat tersebut sehari-hari, baik itu terwujud dalam bentuk kearifan-kearifan
lokal maupun tradisi atau lainnya.
Hal-hal yang diungkap di atas menunjukkan bahwa suatu kelompok adat
memiliki tata nilai yang unik, baik yang berkaitan dengan pengelolaan alam
maupun yang berkaitan dengan perikehidupan lainnya.
Tata nilai itu akan
menjadi identitas masyarakat yang bersangkutan dan melahirkan kearifan dan
pengetahuan yang unggul yang kondusif dan lestari, dan yang tak kalah
6 pentingnya bahwa kelompok masyarakat tersebut berhak untuk mengoperasikan
kearifan dan pengetahuannya itu menurut pertimbangan dan aspirasinya.
Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa materi bahan ajar
pendidikan lingkungan hidup berbasis lokal
adalah
materi
pelajaran yang
bersumber dari kondisi lingkungan hidup dan kehidupan nyata serta fenomena
yang ada di lingkungan peserta didik yang disusun secara sistematis yang di
dalamnya termasuk lingkungan fisik, sosial (budaya dan ekonomi), pemahaman,
keyakinan, dan wawasan lokal peserta didik itu sendiri.
Bahan ajar itu sendiri menurut Dick & Carey (1996: 229) merupakan
seperangkat materi/substansi pelajaran (teaching material) yang disusun secara
sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai oleh
peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Dalam kaitannya dengan bahan ajar
pendidikan lingkungan hidup, Hines.dkk. (1993: 2), dalam tulisannya “Global
Issues and Environment Education”, mengidentifikasi empat elemen pokok yang
harus ada dalam pendidikan lingkungan hidup, yaitu: (1) pengetahuan tentang isuisu lingkungan; (2) pengetahuan tentang strategi tindakan yang khusus untuk
diterapkan pada isu-isu lingkungan; (3) kemampuan untuk bertindak terhadap isuisu lingkungan, dan (4) memiliki kualitas dalam menyikapi serta sikap
personalitas yang baik.
Pada bahan ajar pendidikan lingkungan hidup yang berbasis lokal, tata
nilai dan kearifan yang terpelihara di masyarakat dalam mengelola lingkungan,
merupakan salah satu sumber materi pembelajaran pendidikan lingkungan hidup
itu sendiri.
Seperti dikemukakan oleh Tillar (1999: 42-43), bahwa lingkungan
adalah sumber belajar (learning resources) yang pertama dan utama. Proses
belajar mengajar yang tidak memperhatikan lingkungan, juga tidak akan
membuahkan hasil belajar yang maksimal.
Semiawan (1992: 14), berkaitan
dengan hal ini menyatakan bahwa anak akan mudah memahami konsep-konsep
yang rumit
dan abstrak apabila dalam pembelajaran disertai dengan contoh-
contoh yang kongkret, yaitu contoh yang wajar sesuai dengan situasi dan kondisi
yang dihadapi.
7 Teori-teori belajar yang menjelaskan dan mendukung bagi kemungkinan
kesesuaian bahan ajar yang disusun berdasarkan kondisi dan fenomena lokal
antara lain teori perkembangan kognitif Piaget. Dalam hal ini, Piaget (dalam
Ginn, 2001: 2) menjelaskan bahwa perkembangan kognitif itu sendiri merupakan
suatu usaha penyesuaian diri terhadap lingkungan melalui proses asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi merupakan suatu tindakan pasif dalam membangun
pengetahuan utama yang melibatkan penafsiran peristiwa dalam hubungannya
dengan struktur kognitif yang ada.
Sedangkan, akomodasi merupakan suatu
pengetahuan yang baru yang mengacu pada perubahan struktur kognitif yang
disebabkan oleh lingkungan. Dengan demikian, realita dan fenomena konkret
yang ditemui peserta didik tesebut, akan menjadi referensi baginya dalam
mempelajari materi pendidikan lingkungan hidup.
Selanjutnya, teori lainnya adalah teori belajar kognitif. Teori belajar
kognitif menjelaskan tentang fungsi intelektual otak dengan suatu analogi
bagaimana
computer
beroperasi.
Otak
manusia
menerima
informasi,
menyimpannya, dan kemudian mendapatkan kembali informasi tersebut ketika
diperlukan. Teori kognitif ini berasumsi bahwa setiap orang telah mempunyai
pengalaman dan pengetahuan di dalam dirinya yang tertata dalam bentuk struktur
mental atau skema.
Skema itu sendiri merupakan struktur pengetahuan internal
yang telah dimiliki seseorang. Skema tersebut terbentuk dari informasi yang
diperolehnya secara empiris terhadap apa yang ada dan ia temui di lingkungannya
(Soekamto dan Udin, 1997: 21-28).
Teori belajar kognitif menyatakan proses
belajar akan berjalan dengan baik apabila materi pembelajaran yang baru
beradaptasi secara tepat dengan struktur kognitif yang telah dimiliki peserta didik.
Sejalan dengan teori belajar kognitif yang dikemukakan di atas adalah
teori
belajar konstektual yang menyatakan bahwa belajar itu terjadi hanya ketika
peserta didik memproses pengetahuan dan informasi baru sedemikian rupa,
sehingga dapat dipertimbangkannya dalam kerangka acuan mereka sendiri
(memori mereka sendiri, pengalaman, dan tanggapan), dan fokus belajar
kontekstual itu sendiri adalah pada berbagai aspek yang ada di lingkungan belajar
(Blanchard, 2001: 1).
8 Sedangkan, teori belajar konstruktif yang dikembangkan atas dasar
premis bahwa kita membangun perspektif dunia kita sendiri melalui skema
(struktur mental) dan pengalaman individu (Mergel, 1998: 9). Dalam hal ini,
struktur pengetahuan yang dimiliki peserta didik akan memberikan makna dan
mengorganisasi pengalaman-pengalaman serta memberikan jalan kepada individu
untuk menyerap informasi baru yang diberikan. Oleh karena itu, pengetahuan
perorangan adalah suatu fungsi dari pengalaman utama seseorang, struktur mental,
dan kepercayaan yang digunakan untuk menginterpretasikan objek dan peristiwa.
Apa yang diketahui seseorang adalah didasarkan pada persepsi fisik dan
pengalaman sosial yang dipahami oleh pikirannya (Mergel, 1998: 10). Seperti
juga dikemukakan oleh Bruner, salah seorang tokoh teori konstruktif bahwa
belajar adalah sebuah proses aktif di mana peserta didik menyusun dan
membangun ide-ide atau konsep berdasarkan struktur pengetahuan yang
dimilikinya (Smith, 1996: 1). Dengan demikian, menurut teori konstruktif proses
pembelajaran yang bermakna harus bermula dari pengetahuan yang telah dimiliki
peserta didik.
Teori lain yang mendukung adalah teori belajar behavior. Menurut teori
behavior, lingkungan merupakan salah satu unsur yang menyediakan stimulus
yang menyebabkan tanggapan individu berkembang.
behavior
Atas dasar itu teori
menyatakan bahwa suatu perilaku itu dibentuk oleh lingkungan.
Perubahan perilaku yang terjadi pada peserta didik merupakan hasil belajar
(Smith, 1996: 1). Dengan demikian, perubahan perilaku juga merupakan hasil
belajar seseorang terhadap lingkungannya.
Dari keseluruhan teori belajar yang diungkapkan di atas, dapat
disimpulkan bahwa bahan ajar yang dapat mendesain terjadinya interaksi antara
peserta didik dengan lingkungan
dapat diharapkan cukup efektif dalam
pembentukan pemahaman dan perilakunya terhadap lingkungan. Hal ini pula
yang menjadi salah satu ciri dan dasar bagi pengembangan bahan ajar pendidikan
lingkungan hidup berbasis lokal.
9 3. Teori Pengembangan Bahan Ajar
Bahan ajar yang efektif menurut Gerlach dan Ely sebagaimana dikutip
oleh Karim (1980: 70) harus memenuhi syarat: (1) ketepatan kognitif (cognitive
appropriateness); (2) tingkat berpikir (level of shopisication); (3) biaya (cost); (4)
ketersediaan bahan (availability); dan (5) mutu teknis (technical quality).
Sedangkan dalam hal pengembangan bahan ajar, Dick dan Carey (1996:
228), mengajukan hal-hal berikut untuk diperhatikan, yakni: (1) memperhatikan
motivasi belajar yang diinginkan, (2) kesesuaian materi yang diberikan , (3)
mengikuti suatu urutan yang benar, (4) berisikan informasi yag dibutuhkan, dan
(5) adanya latihan praktek, (6) dapat memberikan umpan balik, (7) tersedia tes
yang sesuai dengan materi yang diberikan, (8) tersedia petunjuk untuk tindak
lanjut ataupun kemajuan umum pembelajaran (9) tersedia petunjuk bagi peserta
didik untuk tahap-tahap aktivitas yang dilakukan, dan (10) dapat diingat dan
ditransfer.
menyatakan
Romiszowski (1986: 22) mengenai pengembangan bahan ajar
bahwa
pengembangan
suatu
bahan
ajar
hendaknya
mempertimbangkan empat aspek, yaitu: (1) aspek akademik; (2) aspek sosial;
(3) aspek rekreasi; dan (4) aspek pengembangan pribadi.
Jolly dan Bolitho
(dalam Tomsilon. ed, 1998: 96-97), mengajukan langkah-langkah pengembangan
bahan ajar sebagai berikut: (1) mengidentifikasi kebutuhan materi yang perlu
dibutuhkan (2) mengeksplorasi kondisi lingkungan wilayah tempat bahan ajar
akan digunakan; (3) menentukan masalah atau topik yang sesuai dengan
kenyataan yang ada di lingkungan peserta didik untuk diajarkan; dan (4) memilih
pendekatan latihan dan aktivitas serta pendekatan prosedur pembelajaran, dan (5)
menulis rancangan materi bahan ajar.
Atas dasar teori belajar dan pengembangan bahan ajar yang dikemukakan
di atas, maka kerangka konseptual model pengembangan bahan ajar yang uji
cobakan seperti digambarkan dengan bagan di bawah ini:
10 Teori‐teori Belajar TUJUAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN
RANCANGAN MODEL BAHAN AJAR PENDIDIKAN LINGKUNGAN
HIDUP
KEBUTUHAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP BERBASIS LOKAL PESERTA DIDIK Kondisi dan Realitas Fenomena Lingkungan hidup COBA UJI MODEL BAHAN AJAR MODEL BAHAN AJAR PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP BERBASIS LOKAL KURIKULUM YANG BERLAKU Gambar 1 Bagan model pengembangan bahan ajar pendididkan lingkungan hidup berbasis lokal
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial SD,
yang ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Nomor 22 tahun 2006 tentang tentang Standar Isi Untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah adalah agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut:
1.
Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya
2.
Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial
3.
Memiliki
komitmen
dan
kesadaran
terhadap
nilai-nilai
sosial
dan
kemanusiaan
4.
Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Sedangkan ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai
berikut.
1. Manusia, Tempat, dan Lingkungan
2. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan
11 3. Sistem Sosial dan Budaya
4. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.
Tujuan dan ruang lingkup mata pelajaran IPS yang dikemukakan di atas,
yang kemudian diturunkan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
ingin diwujudkan.
Setelah ditelaah dengan seksama berdasarkan tujuan dan
materi pendidikan lingkungan, dapat diidentifikasi butir-butir materi pembelajaran
yang berkaitan dengan pendidikan lingkungan untuk kelas 1 sampai dengan kelas
4 sebagai berikut ini.
Tabel 1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kelas 1, Semester 1
Standar Kompetensi
1. Memahami identitas diri dan
keluarga, serta sikap saling
menghormati dalam
kemajemukan keluarga
Kompetensi Dasar
1.1 Mengidentifikasi identitas diri, keluarga, dan kerabat
1.2 Menunjukkan sikap hidup rukun dalam kemajemukan
keluarga Kelas 1, Semester 2
Standar Kompetensi
2. Mendeskripsikan lingkungan
rumah
Kompetensi Dasar
2.1 Mendeskripsikan letak rumah
2.2 Menjelaskan lingkungan rumah sehat dan perilaku
dalam menjaga kebersihan rumah Kelas II, Semester 2
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
2. Memahami kedudukan dan
peran anggota dalam
keluarga dan lingkungan
tetangga
2.1 Mendeskripsikan kedudukan dan peran anggota keluarga
2.2 Memberi contoh bentuk-bentuk kerjasama di lingkungan
tetangga
12 Kelas III, Semester 1
Standar Kompetensi
1. Memahami lingkungan dan
melaksanakan kerjasama di
sekitar rumah dan sekolah
Kompetensi Dasar
1.1 Menceritakan lingkungan alam dan buatan di sekitar
rumah dan sekolah
1.2 Memelihara lingkungan alam dan buatan di sekitar rumah
1.3 Membuat denah dan peta lingkungan rumah dan sekolah
1.4 Melakukan kerjasama di lingkungan rumah, sekolah, dan
kelurahan/desa
Kelas IV, Semester 1
Standar Kompetensi
1.
Memahami sejarah,
kenampakan alam, dan
keragaman suku bangsa di
lingkungan
kabupaten/kota dan
provinsi
Kompetensi Dasar
1.1. Mendeskripsikan kenampakan alam di lingkungan
kabupaten/kota dan provinsi serta hubungannya
dengan keragaman sosial dan budaya
1.2. Menunjukkan jenis dan persebaran sumber daya alam
serta pemanfaatannya untuk kegiatan ekonomi di
lingkungan setempat
1.3. Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya
setempat (kabupaten/kota, provinsi)
1.4. Menghargai berbagai peninggalan sejarah di
lingkungan setempat (kabupaten/kota, provinsi) dan
menjaga kelestariannya
Kelas IV, Semester 2
Standar Kompetensi
2.
Mengenal sumber daya
alam, kegiatan ekonomi,
dan kemajuan teknologi di
lingkungan
kabupaten/kota dan
provinsi
Kompetensi Dasar
2.1 Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan
sumber daya alam dan potensi lain di daerahnya
2.2 Mengenal perkembangan teknologi produksi,
komunikasi, dan transportasi serta pengalaman
menggunakannya
2.3 Mengenal permasalahan sosial di daerahnya
Standar kompetensi dan kompetensi dasar pada kelas 1 semester 1, kelas 2
semester 1, dan kelas 3 semester 2, setelah dikaji ternyata kompetensi yang
ditentukan tidak berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan
lingkungan.
13 1. Validasi Kelayakan Bahan Ajar yang Dikembangkan
Kegiatan pengembangan bahan ajar mengacu langkah-langkah pada model
pengembangan yang telah dikemukakan di atas (Gambar 1). Adapun prosedur
pengembangan, validasi, hingga produk bahan ajar mengikuti langkah-langkah
seperti terdapat dalam Lampiran 2.
Validasi terhadap bahan ajar yang dikembangkan dilakukan dengan (1) uji
coba keterbacaan (readability) wacana bahan ajar dan (2) penilaian bahan ajar secara keseluruhan oleh pengguna sasaran, dan (3) uji terhadap capaian skor hasil
belajar.
Wacana bahan ajar yang disusun dan dan diujicobakan meliputi:
1. Rejang Lebong Dan Lingkungan Alamnya;
yang membahas tentang
kondisi alam wilayah Rejang Lebong, flora dan fauna, dan persitiwa alam
di wilayah yang bersangkutan
2. Kekayaan Alam Rejang Lebong;
yang membahas tentang pengertian
sumber daya alam, macam dan jenis sumber daya alam yang ada di
wilayah itu, dan pemanfaatan sumber daya alam yang ramah lingkungan.
3. Lembaga Adat dan Tradisi Masyarakat Rejang; yang membahas tentang
masyarakat adat Rejang, lembaga adat, tradisi masyarakat adat, dan peran
lembaga adat yang berkaitan dengan pemanfaatan dan pemeliharaan
lingkungan.
4. Kegiatan ekonomi, teknologi, dan sarana transportasi; yang membahas
tentang kegiatan ekonomi masyarakat, teknologi produksi, dan sarana
transportasi yang dikaitkan dengan permasalahan lingkungan dan upaya
pemeliharaannya.
Hasil uji coba yang dilakukan adalah seperti berikut ini, pertama, uji
keterbacaan wacana bahan ajar yang dikembangkan dengan Teknik Cloze
(Sadtono, 1979)
menunjukkan tingkat keterbacaan masing-masing wacana
sebagai berikut: (1) kategori keterbacaan wacana-1; sedang (61,81); (2) kategori
keterbacaan wacana-2,
sedang (67.05); (3) kategori keterbacaan wacana-3,
14 sedang (69,21%); dan (4) kategori keterbacaan wacana-4, sedang (60,29). Dengan demikian, simpulan yang dapat diambil terhadap seluruh naskah wacana bahan ajar yang dikembangkan tersebut memenuhi syarat dan layak digunakan bagi
peserta didik kelas IV SD.
Kedua, hasil penilaian kelayakan naskah model bahan ajar yang dilakukan
oleh praktisi (guru), hampir keseluruhannya menyatakan bahwa model bahan ajar
yang dikembangkan layak digunakan dalam proses pembelajaran pendidikan lingkungan hidup pada peserta didik kelas IV SD di wilayah Rejang Lebong ( 45 %
sangat layak dan 48,82 % layak, dan 6,18 tidak layak).
2. Hasil Uji terhadap Skor Hasil Belajar
Pengujian terhadap capaian skor hasil belajar dilakukan dengan
membandingkan antara model bahan ajar yang berbasis lokal dengan yang tidak
berbasis lokal melalui eksperimen dengan Model Solomon empat Group untuk
setiap pokok bahasan. Pengujian dilakukan pada kelompok subjek penelitian
yang secara teoritis dikategorikan setara dan homogen. Perlakuan pada masingmasing kelompok dilakukan secara simultan.
Deskripsi rata-rata hasil belajar dan standar deviasi untuk setiap pokok
bahasan pada masing masing kelompok – seperti terlihat dalam Tabel 1 berikut
TABEL 2 DESKRIPSI STATISTIK SKOR HASIL BELAJAR SETIAP POKOK BAHASAN
Group Pokok Bahasan 1 Pokok Bahasan 2 Pokok Bahasan 3 Pokok Bahasan 4 Mean
SD
Mean
SD
Mean
SD
Mean
SD
82,49
10,01
64.9
21,28
65,7
9,79
65,7
7,64
Non-Pretes(C)
62,49
16,80
62,0
14,62
62,2
8,43
60,3
8.29
Kontrol
Pretes (B)
44,37
14,73
38,8
10,84
46,8
11,83
42,5
10,59
Non-pretes (D)
31,51
9,24
31,2
14,72
38,2
9,54
31,7
10,65
Experimen
Pretes (A)
Keterangan:
A = Group yang diberikan prestes, perlakuan, dan postes.
B = Group yang diberikan prestes, dan postes saja.
C = Group yang diberi perlakuan dan postes saja.
D = Group yang hanya diberikan postes saja.
15 Data statistik dalam Tabel 1 di atas, menunjukkan bahwa rata-rata hasil
belajar bagi seluruh group eksperimen yang diberi perlakuan dengan bahan ajar
berbasis lokal (Group A dan C), memiliki hasil belajar lebih tinggi dibandingkan
dengan group kontrol (B dan D). Secara kasar, efek perlakuan tersebut (pembelajaran dengan bahan ajar berbasis lokal) dapat diketahui dengan membandingkan
angka rata-rata postes yang dicapai oleh masing-masing group eksperimen (group
A dan C) dan group kontrol (gorup B dan group D).
Perhitungan dengan
ANAVA dua jalur terhadap capaian hasil belajar masing-masing pokok bahasan
adalah seperti berikut ini.
a.
Perhitungan ANAVA terhadap Skor Hasil Belajar Pokok Bahasan
Pertama
Rumusan hipotesis yang diajukan untuk kepentingan uji dengan ANAVA
dua jalur tersebut, adalah sebagai berikut “Hasil belajar peserta didik yang diajar
dengan bahan ajar pendidikan lingkungan berbasis lokal lebih tinggi daripada
hasil belajar peserta didik yang tidak diajar dengan bahan ajar pendidikan
lingkungan berbasis lokal.”
Rangkuman hasil analisis varians hasil belajar pokok bahasan pertama
dengan formula ANAVA seperti pada tabel 2 di bawah ini.
TABEL 3 RANGKUMAN HASIL ANAVA DUA JALUR TERHADAP SKOR HASIL BELAJAR
POKOK BAHASAN PERTAMA
Sumber Varians JK dk RJK Antar Kelompok 51655,17 3 17218,39 (AK) Dalam Kelompok 23280,4 136 171,17941 (DK) Antar kolom (k) 41762,31 1 41762,31 Antar Baris (b) 9446,429 1 9446,429 Total 74935,57 139 Keterangan
** = sangat signifikan
*= signifikan
Fhitung 100,59** Ftabel α=0,05 α=0,01 2,68 3,94 4,42* 55,1844** 3,92 6.84 Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa harga Fhitung> Ftabel(0,05;
0,01),
yaitu 100,59 > 2,68 dan 3,94 pada sumber varians antar kelompok. Oleh
16 karena itu, hipotesis nol ditolak. Hal ini bermakna bahwa terdapat perbedaan
capaian rata-rata hasil belajar antar group yang sangat signifikan. Sedangkan, Fh
untuk sumber varians antar kolom (efek pembelajaran) lebih besar dari pada
Ft(0,05), yakni 4,42 > 3,92.
Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruh intervensi
model bahan ajar berbasis lokal terhadap rata-rata hasil belajar pada taraf
signifikansi α=0,05, Dengan demikian, secara keseluruhan dapat disimpulkan
bahwa skor hasil belajar dengan bahan ajar pendidikan lingkungan berbasis lokal
lebih tinggi daripada yang tidak diajar dengan bahan ajar pendidikan lingkungan
yang berbasis lokal.
b. Perhitungan ANAVA terhadap Skor Hasil Belajar Pokok Bahasan
Kedua
Rumusan hipotesis yang diajukan untuk kepentingan uji dengan ANAVA
dua jalur tersebut, adalah sebagai berikut: “Hasil belajar peserta didik yang
diajar dengan bahan ajar pendidikan lingkungan berbasis lokal lebih tinggi
daripada hasil belajar peserta didik yang tidak diajar dengan bahan ajar
pendidikan lingkungan berbasis lokal.”
Rangkuman hasil analisis hasil belajar pokok bahasan kedua dengan
formula ANAVA seperti pada tabel 3 di bawah ini.
TABEL 4 RANGKUMAN HASIL ANAVA DUA JALUR TERHADAP SKOR HASIL BELAJAR
POKOK BAHASAN KEDUA
Sumber Varians Ftabel JK dk RJK Antar Kelompok 29502,76 3 9834,25333 (AK) Dalam Kelompok 371579,9 136 2732,20515 (DK) Antar kolom (k) 28371,78 1 28371,78 Antar Baris (b) 941,2071 1 941,2071 Total 401082,66 139 Keterangan
** = sangat signifikan
*= signifikan
ns =
Fhitung α=0,05 α=0,05 3,60* 2,68 =3,94 30,14** 0,3445 ns 3,92 =6,84 tidak signifikan
Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa harga Fhitung > Ftabel(0,05;0,01)
yaitu 3,60 > 2,68 dan 3,94 pada sumber varians antar kelompok. Oleh karena itu
Ho ditolak, yang bermakna bahwa terdapat perbedaan capaian rata-rata hasil
17 belajar antar group yang sangat signifikan baik pada taraf signifikansi α=0,05
maupun
α=0,01. Sedangkan, Fh untuk sumber varians antar kolom (efek
pembelajaran) lebih besar dari pada Ft(0,05;0,01) yakni 30,14> 3,92 dan 6,84. Hal
ini bermakna bahwa terdapat pengaruh intervensi perlakuan model bahan ajar
berbasis lokal terhadap capaian rata-rata hasil belajar. Sedangkan Fhitung antara
baris menunjukkan <Ftabel(0,05;0,01) yaitu 0,3445 < 3,92. Hal ini bermakna bahwa
capaian skor hasil belajar akan lebih tinggi bila di ajar dengan bahan ajar berbasis
lokal. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa skor hasil belajar dengan
bahan ajar pendidikan lingkungan berbasis lokal lebih tinggi daripada yang tidak
diajar dengan bahan ajar pendidikan lingkungan yang berbasis lokal.
c.
Perhitungan ANAVA terhadap Skor Hasil Belajar Pokok Bahasan
Ketiga
Rumusan hipotesis yang diajukan untuk kepentingan uji dengan ANAVA
dua jalur, adalah sebagai berikut: “Hasil belajar peserta didik yang diajar dengan
bahan ajar pendidikan lingkungan berbasis lokal lebih tinggi daripada hasil belajar
peserta didik yang tidak diajar dengan bahan ajar pendidikan lingkungan berbasis
lokal.”
Rangkuman hasil analisis varians hasil belajar pokok bahasan ketiga
dengan formula ANAVA seperti pada tabel 4 di bawah ini.
TABEL 5 RANGKUMAN HASIL ANAVA DUA JALUR TERHADAP
SKOR HASIL BELAJAR POKOK BAHASAN KETIGA
Sumber Varians Ftabel JK dk Antar Kelompok 17562,86 3 (AK) Dalam Kelompok 13525,71 136 (DK) Antar kolom (k) 16071,43 1 Antar Baris (b) 1260 1 Total 31088,57 139 Keterangan
** = sangat signifikan
*=signifikan
RJK Fhitung α=0,05 α=0,01 5977,14333 58,86** 2,68 3,94 142,815147 16071,43 1260 12,76** 12,6692** 3,92 6,84 ns = tidak signifikan
Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa harga Fhitung > Ftabel(0,05;0,01),
yaitu 58,6 > 2,69 dan 3,94 pada sumber varians antar kelompok. Jadi, dalam hal
18 ini Ho ditolak yang bermakna bahwa terdapat perbedaan capaian rata-rata hasil
belajar antar group yang sangat signifikan. Sedangkan, Fh untuk sumber varians
antar kolom (efek pembelajaran) lebih besar dari pada Ft(0,05;0,01). yakni 12,76 >
3,92 dan 6,84.
Hal ini bermakna bahwa terdapat pengaruh intervensi perlakuan
model bahan ajar berbasis lokal terhadap rata-rata hasil belajar.
Dengan
demikian, dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa: secara keseluruhan
skor hasil belajar dengan bahan ajar pendidikan lingkungan berbasis lokal lebih
tinggi daripada yang tidak diajar dengan bahan ajar pendidikan lingkungan yang
berbasis lokal.
d. Perhitungan ANAVA terhadap Skor Hasil Belajar Pokok Bahasan
Keempat
Rumusan hipotesis yang diajukan untuk kepentingan uji dengan ANAVA
dua jalur tersebut adalah sebagai berikut:“Hasil belajar peserta didik yang diajar
dengan bahan ajar pendidikan lingkungan berbasis lokal lebih tinggi daripada
hasil belajar peserta didik yang tidak diajar dengan bahan ajar pendidikan
lingkungan berbasis lokal.”
Rangkuman hasil analisis hasil belajar pokok bahasan keempat dengan
formula ANAVA seperti pada tabel 5 di bawah ini.
TABEL 6 RANGKUMAN HASIL ANAVA DUA JALUR TERHADAP SKOR HASIL BELAJAR
POKOK BAHASAN KEEMPAT
Sumber Varians JK Antar Kelompok 25976,56 (AK) Dalam Kelompok 11991,07 (DK) Antar kolom (k) 23465,4 Antar Baris (b) 2260,045 Total 37967,63 Keterangan
** = sangat signifikan
*
dk RJK Fhitung Ftabel α=0,05 α=0,01 3 8658,8533 98,21** 2,68 3,94 136 88,1696 1 1 139 23465,4 2260,045 10,38** 25,6329** 3,92 6,84 = signifikan
ns = tidak signifikan
Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa pada sumber varians antar
kelompok harga Fhitung > Ftabel(0,05;
0,01),
yaitu 98,21 > 2,69 dan 3,94. Dengan
19 demikian, Ho ditolak yang bermakna bahwa terdapat perbedaan capaian rata-rata
hasil belajar antar group yang sangat signifikan.
Sedangkan, Fh untuk sumber
varians antar kolom (efek pembelajaran) juga menunjukkan harga lebih besar dari
pada Ft(0.05;0,01), yaitu 10,38 > 392 dan 6,84. Hal ini menunjukkan bahwa adanya
pengaruh intervensi perlakuan bahan ajar Pendidikan Lingkungan berbasis lokal
terhadap rata-rata hasil belajar yang sangat signifikan. Dengan demikian, dari
perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan skor hasil
belajar dengan bahan ajar pendidikan lingkungan berbasis lokal
daripada yang tidak diajar
lebih tinggi
dengan bahan ajar pendidikan lingkungan yang
berbasis lokal.
3. Pembahasan
Hasil perhitungan dengan ANAVA dua jalur terhadap keseluruhan skor
hasil belajar pada setiap pokok bahasan di atas menunjukkan adanya perbedaan
capaian rata-rata hasil belajar yang signifikan, yakni capaian rata-rata skor hasil
belajar group eksperimen (A dan C) lebih tinggi dibandingkan dengan group
kontrol (B dan D). Hal ini menggambarkan bahwa model bahan ajar berbasis
lokal cukup efektif
bila dipakai dalam proses pembelajaran pendidikan
lingkungan hidup di wilayah Rejang Lebong. Temuan ini pada dasarnya memberikan gambaran bahwa model bahan ajar berbasis lokal yang dicobakan cukup
efektif digunakan dalam proses pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup
guna mencapai tujuan Pendidikan lingkungan hidup walaupun
penelitian ini
belum mengamati komponen-komponen lain yang terlibat dalam proses pembelajaran, seperti metode, alat bantu, dan keterampilan guru. Atas dasar kenyataan
ini, maka model pengembangan bahan ajar berbasis lokal sebagaimana yang
telah diujicobakan dalam penelitian ini sangat mungkin untuk diacu dan
dikembangkan lebih lanjut dalam rangka penyusunan bahan ajar Pendidikan
Lingkungan Hidup Berbasis Lokal di wilayah lain.
Selain itu, hasil analisis terhadap keseluruhan data yang diperoleh bahwa
fenomena alam dan sosial di lingkungan lokal merupakan salah satu sumber
20 belajar yang perlu dimanfaatkan secara optimal, terlebih dengan keleluasaan yang
telah diberikan kepada pihak sekolah untuk mengembangkan kurikulum sendiri.
Hasil-hasil penelitian yang diperoleh juga menunjukkan kebenaran
beberapa teori belajar yang dijadikan acuan dalam penelitian ini, seperti teori
perkembangan kognitif Piaget, teori kognitif, teori behavior, teori belajar
kontekstual, dan teori Pengembangan bahan ajar.
D. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil survei dengan pengguna bahan ajar dan eksperimen
penggunaan bahan ajar dalam rangka pengujian model pengembangan bahan ajar
yang diajukan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, materi pokok yang butuhkan sebagai bahan ajar Pendidikan
Lingkungan Hidup di wilayah Rejang Lebong memiliki kesesuaian dengan tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang telah diberlakukan. Namun
dalam hal ini, muatan materi yang diangkat dari realitas kondisi lokal dapat lebih
diutamakan, karena selain lebih mudah dipahami juga dapat memupuk rasa
tanggung jawab dan bangga terhadap identitas lokal yang melekat pada materi itu.
Misalnya yang berkenaan dengan adat dan tradisi masyarakat setempat.
Kedua , Model pengembangan bahan ajar Pendidikan Lingkungan Hidup
berbasis lokal yang dujicobakan ternyata
cukup efektif digunakan untuk
mencapai tujuan pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup. Hal ini karena
muatan materi yang bersumber dari realitas dan fenomena lokal lebih memudahkan peserta didik dalam memahami masalah-masalah lingkungan yang
diajarkan. Bagi guru sendiri, hal ini lebih membantunya dalam mempersiapkan
dan menyampaikan materi Pendidikan Lingkungan Hidup kepada peserta didik
karena kepraktisan isi materi serta substansi materi tersebut lebih bersifat kontekstual.
Ketiga, hasil uji terhadap capaian hasil belajar dengan bahan ajar yang
dikembangkan melalui eksperimen empat group Solomon terhadap empat pokok
21 bahasan, menunjukkan bahwa daya serap peserta didik terhadap materi bahan ajar
Pendidikan Lingkungan Hidup berbasis lokal yang dikembangkan cukup baik
dibandingkan dengan yang tidak diajar dengan bahan ajar yang berbasis lokal.
Atas dasar temuan ini, maka model pengembangan bahan ajar Pendidikan
Lingkungan Hidup berbasis lokal sebagaimana diajukan dalam penelitian ini dimungkinkan untuk digunakan sebagai acuan dalam pengembangan materi pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup di daerah lain.
SARAN
Mengacu pada temuan hasil penelitian yang dikemukakan di atas serta
keterbatasan yang ada dalam penelitian ini, beberapa saran yang diajukan kepada
guru dan pihak terkait, serta para peneliti lainnya adalah sebagai berikut:
Pertama, kepiawaian guru sangat dituntut dalam melaksanakan proses pembelajaran. Sehubungan dengan itu, guru hendaknya lebih kreatif dalam mengembangkan model-model pembelajaran yang juga sekaligus merupakan upaya
meningkatkan kompetensi profesionalnya. Karena itu,
ketika merancang dan
melaksanakan kegiatan pembelajaran tidak hanya terpaku pada buku-buku paket
atau pada buku-buku teks yang ada, tetapi hendaknya secara kreatif dan bervariasi
memanfaatkan hal-hal yang ada di lingkungan peserta didik sebagai sumber
belajar dan bahan ajar bagi peserta didiknya.
Kedua, para guru hendaknya senantiasa meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan dan wawasannya, baik yang terkait dengan pelaksanaan tugastugas fungsional dan profesionalnya maupun yang berhubungan dengan materi
pembelajaran. Dalam hal ini diharapkan guru tidak bersikap pasif atau menunggu
ketersediaan kelengkapan sarana belajar untuk melaksanakan suatu proses pembelajaran secara lebih efektif, tetapi guru hendaknya dengan kemampuan yang dimilikinya selalu berupaya mengembangkan suatu proses pembelajaran yang efektif guna mewujudkan tujuan pelajaran yang ingin dicapai.
Ketiga, Pendidikan Lingkungan Hidup sudah saatnya untuk mendapatkan
perhatian yang lebih baik lagi. Program pelatihan tentang Pendidikan Lingkungan
Hidup terhadap para guru hendaknya dapat dilakukan secara khusus, terutama
22 guru SD yang menggunakan sistem guru kelas, sehingga pengetahuan dan
wawasan para guru tentang Pendidikan Lingkungan Hidup dapat lebih meningkat
dan lebih baik lagi sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya.
REKOMENDASI
Selanjutnya berkaitan dengan hasil temuan penelitian yang dikemukakan
terdahulu, berikut rekomendasi yang diajukan peneliti berkenaan dengan proses
pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup adalah sebagai berikut ini.
1. Upaya Mengefektifkan Pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup
Hasil penelitian yang dilaksanakan ini menunjukkan bahwa bahan ajar
yang dikembangkan berdasarkan realitas lokal ternyata dapat memfasilitasi
proses pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup dengan baik, karena
materi yang disajikan dapat dilihat dan diamati secara langsung oleh peserta
didik, sehingga mampu memberikan pemahaman yang lebih baik pada
peserta didik. Saat ini, Pendidikan Lingkungan Hidup yang dilaksanakan
terintegrasi dalam mata pelajaran tertentu, bukan merupakan materi
pembelajaran yang berdiri sendiri. Oleh karena itu, tidak jarang penyajian
materi sangat terbatas dilihat dari segi keluasan dan kedalamannya. Di
samping itu, dari segi kemampuan dan kepedulian guru sendiri terhadap
masalah lingkungan hidup, boleh jadi masih sangat kurang, sehingga kegiatan
pembelajaran yang dilakukan belum mampu memenuhi harapan ataupun
menjangkau tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup seperti yang diinginkan.
Hal lain yang juga mempengaruhi capaian hasil belajar adalah waktu yang
tersedia pada pembelajaran di kelas yang sangat minim dan alat bantu yang
tersedia umumnya masih jauh dari kebutuhan yang harus dipenuhi. Atas
dasar kenyataan ini, diperlukan upaya kreatif dan terarah dari pihak terkait
untuk menyusun program pengembangan materi Pendidikan Lingkungan
Hidup yang berbasis lokal agar kegiatan pembelajaran dan capaian hasil belajar dapat lebih ditingkatkan lagi. Untuk itu, model pengembangan bahan
23 ajar yang dihasilkan dari penelitian ini merupakan salah satu alternatif yang
dapat diacu untuk maksud tersebut.
2. Upaya untuk Lebih Meningkatkan Kepedulian terhadap Pendidikan
Lingkungan Hidup
Pendidikan Lingkungan Hidup yang dilaksanakan selama ini masih berdasarkan apa adanya, dalam arti semampu dan sepengetahuan guru saja,
terlebih pada SD yang menggunakan sistem guru kelas. Di samping itu,
kepedulian serta perhatian terhadap pentingnya Pendidikan Lingkungan Hidup
dirasakan masih belum cukup memadai. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menciptakan suatu kondisi yang kondusif dalam kegiatan pembelajaran
Pendidikan Lingkungan Hidup. Khusus terhadap guru dan pengawas perlu
diprogramkan suatu pelatihan tersendiri tentang pembelajaran Pendidikan
Lingkungan Hidup.
Dengan cara ini diharapkan pengetahuan dan wawasan
para guru dan para pengawas tentang lingkungan serta kepeduliannya terhadap
Pendidikan Lingkungan Hidup dapat lebih meningkat lagi.
24 DAFTAR PUSTAKA
Borg, Walter R, dan Meredith D. Gall. Educational Research An Introduction. New
York: Longman, 1983.
Blanchard. Alan. What is Contextual Learning and Teaching. 2004 (http//
www.Besteducationalservice.com/ contextual.pdf, 2001)
Cunningsworth, Alan. Choosing Your Course Book. Oxford: Heinemann, 1995.
Departemen Pendidikan Nasional. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Pendidikan
Prasekolah, Dasar, Menengah: Ketentuan Umum. Jakarta:, 2003.
-------------. Kurikulum 2004, Pengetahuan Sosial Sekolah Dasar dan Madrasah
Ibtidayah. Jakarta: 2003.
--------------. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22,23, dan 24.
Jakarta: 2006 (http//www.depdiknas.go.id)
Dick, Walter dan Lou Carey. The Systematic Design of Instruction. New York:
Longman, 1996
Ginn, Wanda Y. Jean Piaget-Intellectual Development. Available at (http//
www.sk.com.br/skpiaget.html), 2001.
Gyallay, Peter. Environment: PAP-ETAP Reference Guide Book, Chapter 13. 2004
(http//www.un.org.kh/fae/pdfs/ section4/chapterxxx3/33.pdf).
Hines,et.al. ”Global Issues and Environment Education”. 2004 (http//www.
eriese.org/erie/digest/digest-05/ html. June, 1993).
Karim, Mariana. Pemilihan Bahan Pengajaran. Jakarta: Penlok P3G, 1980.
Kementerian Lingkungan Hidup. Kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup. Jakarta,
2004
Koentjaraningrat. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia,
1987.
Mergel, Instructional Design and Learning Theory. 2004 (http/www. usask.ca/
education/ 802papers/ brenda/ mergel.htm; Mei 1998).
25 Romiszowski. Developing Auto Instructional Materials. Philedelphia: Nicolas
Publishing, 1986
Sadtono. “Teknik Cloze: Sebagai Alat Pengukur Dalam Bahasa”. Pengajaran
Bahasa dan Sastra, Tahun II, No.6, 1979
Schmieder, Allen A. “The Nature and Philosophy of Evironmental Education: Goal
and Objectives”, Trends in Environmental Education. (UNES-CO), 1977.
Semiawan, Conny. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: PT Gramedia, 1992.
Smith, Mark K The Behaviorist Orientation of Learning. 2004 (http//www. infed.
org/biblio/learning_behaviorist.htm, Juli, 1996).
-----------------. The Cognitive Orientation to Learning.
org/biblio/learning_cognitive. htm,Juli, 1996).
2004 (http//www. infed.
Soekamto, Toeti dan Udin Saripudin Winataputra. Teori Belajar dan Model-Model
Pembelajaran. Jakarta: P2T Universitas Terbuka, 1997.
Soemarwoto, Otto. Atur Diri Sendiri: Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Yogyakarta: Gadjah-mada University Press, 2001.
Tilaar, HAR. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000.
-----------------. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1999.
Tomlison, Brian (ed). Material Development in Language teaching. Cambridge:
Cambridege University, 1998.
26 Lampiran 1
Skema Langkah-Langkah Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Lokal
TUJUAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN
MATERI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN
• TEORI BELAJAR • TEORI PSIKOLOGI LINGKUNGAN • TEORI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN KISI‐KISI INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA MATERI BAHAN AJAR POTENSI DAN FENOMENA LOKAL INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
COBA UJI INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA RANCANGAN MATERI MODEL BAHAN AJAR PENDIDIKAN LINGKUNGAN BERBASIS LOKAL COBA UJI RANCANGAN MODEL BAHAN AJAR PENDIDIKAN LINGKUNGAN BERBASIS LOKAL PRODUK MODEL BAHAN AJAR PENDIDIKAN LINGKUNGAN BERBASIS LOKAL 27 KURIKULUM
Lampiran 2
Bagan Langkah Kerja Pengembangan Model
1
Teori dan gambaran umum situasi serta
kondisi wilayah yang berkenaan dengan
penelitian
Studi Literatur
2
Tahap 1
Observasi Lapangan
Alternatif pokok bahasan bahan ajar yang
akan disusun
3
Penyusunan Kisi-kisi ins-trumen
pengumpulan data
Kisi-kisi intrumen penjaringan data yang
berkenaan dengan materi bahan ajar
4
Penyusunan Kuesioner pengumpulan
data
Need
Assesment dan Realita masyarakat
Materi yang dibutuhkan dalam Pendidikan
Lingkungan berbasis lokal
Persiapan
5
Uji validitas dan reliabilitas
Instrumen penumpulan data
Instrumen
pengumpulan
data
yang
memenuhi syarat validitas dan reliabilitas
6
Pengumpulan
data
untuk
penulisan rancangan bahan ajar
Data need assesment serta tradisi dan
kebiasaan masyarakat yang masih dilakukan
saat ini yang dapat menjadi materi bahan
ajar
7
Penulisan rancangan bahan ajar
berbasis lokal
Naskah bahan ajar berdasarkan taksiran
kebutuhan dan Kurikulum yang berlaku
8
Penyusunan tes hasil belajar
dan uji validitas serta reliabilitas
Instrumen pengukuran ketercapaian proses
pembelajaran dengan bahan ajar berbasis
lokal
9
Coba-uji validitas dan reliabilitas
instrumen tes hasil belajar
Instrumen tes hasil belajar memenuhi syarat
valid dan reliabel
10
Pengujian
ajar
Wacana bahan ajar yang sesuai dengan
tingkat kemampuan baca peserta didik
1
Penilaian kelayakan bahan ajar
oleh praktisi (guru)
Bahan ajar yang layak digunakan
2
Revisi hal-hal yang diperlu-kan
dari bahan ajar
Bahan ajar hasil revisi berdasarkan masukan
praktisi
Pengujian keefektifan
ajar (eksprimen)
Hasil evaluasi belajar dengan bahan ajar
pendidikan lingkungan berbasis lokal
keterbacaan bahan
Tahap 2
Pelaksanaan
Tahap 3
Evaluasi
Produk
1
ba-han
Produk yang dikembangkan
28 
Download