PRESENTASI KASUS Central Serous Retinopathy Oleh

advertisement
PRESENTASI KASUS
Central Serous Retinopathy
Oleh:
Lutfie
0906487871
Narasumber
dr. Gusti G. Suardana, SpM
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA
MARET 2013
DAFTAR ISI
Halaman Judul ...................................................................................................................... 1
Daftar Isi ................................................................................................................................ 2
Bab I Pendahuluan ................................................................................................................. 3
Bab II Ilustrasi Kasus ............................................................................................................. 4
Bab III Tinjauan Pustaka .................................................................................................... 10
1 Anatomi dan Histologi Makula.................................................................................. 10
2 Defisini dan Patofisiologi CSR .................................................................................. 12
3 Temuan Klinis CSR ................................................................................................... 15
4 Pemeriksaan Penunjang CSR..................................................................................... 17
5 Tatalaksana CSR ........................................................................................................ 17
6 Prognosis CSR ........................................................................................................... 18
Bab IV Pembahasan ............................................................................................................. 19
Bab V Kesimpulan ............................................................................................................... 22
Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 23
2
BAB I
PENDAHULUAN
Makula adalah bagian pada mata yang bertanggung jawab untuk penglihatan detail /
membutuhkan fokus dan sangat dibutuhkan untuk melakukan kegiatan sehari – hari sebagai
seorang manusia yang fungsional, misalnya membaca atau menyetir.1,2 Oleh karenanya,
kelainan pada makula merupakan sebuah gangguan yang sangat bermakna
Salah satu kelainan yang dapat ditemukan adalah Central Serous Chorio Retinopathy (CSCR)
/ Central Serous Retinopathy (CSR) / Idiopathic Central Serous Chorioretinopathy (ICSC).
Kelainan ini didefinisikan sebagai elevasi retina pars sensoris akibat cairan serosa, dengan
etiologi yang idiopatik.3,4
Secara epidemiologis, penyakit ini umumnya ditemukan leih banyak enam kali lipat pada laki
– laki dengan insidensi 10 per 100.000 populasi, ras Asian dan Hispanik, serta usia produktif
(20 – 55 tahun), dengan faktor predisposisi stres dan penggunaan kortikosteroid.3,4
Dalam hal ini, produktivitas adalah salah satu komponen vital fungsi manusia. Mengingat
83% input sensoris berasal dari organ penglihatan, kelainan pada makula yang dapat cukup
mengganggu fungsi ini sudah seharusnya dapat ditangani dengan baik oleh para praktisi
kesehatan.
3
BAB II
ILUSTRASI KASUS
ANAMNESIS
Pasien baru / lama
: Pasien baru.
Tempat pemeriksaan : A7 / Poli vitreoretina.
Waktu pemeriksaan
: Senin, 25 Maret 2013, 15:20 WIB.
Identitas
Nama
: Tn. UJ
No. RM
: 375-65-60
Usia
: 31 tahun
Agama
: Islam
Alamat
: Lampung
Pekerjaan
: Buruh
Pembayaran
: ASKES
Keluhan Utama
Mata tidak merah dengan penglihatan kedua mata buram perlahan sejak 1 tahun lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan utama mata tenang visus turun perlahan sejak 1 tahun lalu.
Penglihatan dirasakan kabur / tidak jelas saat membaca dengan terkadang garis lurus terlihat
bengkok (metamorfopsia). Pada lapang pandang pasien tidak terlihat adanya bayangan hitam
4
(skotoma) pada daerah tertentu. Pasien tidak merasakan adanya sensasi benda yang
melayang-layang di mata, rasa terfoto dengan lampu blits kamera (fotopsia).
Pasien sendiri sudah dalam waktu sekitar 2-3 tahun terakhir ini mengonsumsi obat yang
diberikan dari dokter di Lampung, yaitu steroid Dexamethasone dan Omeprazole, setiap kali
terdapat keluhan nyeri yang didiagnosis peradangan saluran cerna kronik. Adapun obat
terakhir diminum sekitar dua bulan lalu. Pasien memiliki profesi sebagai seorang buruh dan
mengaku belakangan ini sedang memiliki banyak sekali hal yang sedang dipikirkan dan
dicemaskan. Pasien mengaku bukanlah orang yang suka menyendiri atau sering curiga
kepada orang lain.
Riwayat trauma, mata nyeri, jalan menabrak, sering terjatuh, penglihatan berkabut, konsumsi
alkohol, penglihatan membaik pada siang atau malam hari, paparan sinar matahari berlebihan
pada mata, pemakaian kacamata atau penglihatan membaik dengan kacamata disangkal oleh
pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak terdapat riwayat hipertensi, DM, asma, alergi, penyakit jantung, penyakit paru, maupun
sakit mata.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terdapat riwayat hipertensi, DM, asma, alergi, penyakit jantung, penyakit paru, maupun
sakit mata pada keluarga.
Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan
Pasien sehari – harinya bekerja sebagai seorang buruh pabrik di Lampung.
Pasien memiliki kebiasaan merokok 1 batang sehari.
Pembiayaan kesehatan menggunakan ASKES.
5
PEMERIKSAAN FISIK:
Keadaan Umum
: Tampak sakit ringan.
Kesadaran
: Compos mentis.
Tanda Vital
Tekanan darah
: 105/81 mmHg.
Frekuensi nadi
: 76 x/menit reguler.
Frekuensi nafas
: 18 x/ menit reguler.
Suhu
: Afebris.
PEMERIKSAAN OFTALMOLOGIS
Mata Kanan
Pemeriksaan
Mata Kiri
Kedudukan bola mata: ortoforia
6/30, pinhole tidak maju
Visus
6/ 30, pinhole tidak maju
15,7
TIO
19,4
Pergerakan Bola Mata
Tenang: edema (-), spasme (-)
Tenang: injeksi konjungtiva (-),
injeksi silier (-)
Palpebra
Konjungtiva
Tenang: edema (-), spasme (-)
Tenang: injeksi konjungtiva (-),
injeksi silier (-)
Jernih
Kornea
Jernih
Dalam
Bilik mata depan
Dalam
Kripta iris (+)
Bulat, sentral, middilatasi e..c.
Kripta iris (+)
Iris/ pupil
midriatikum
Jernih
Bulat, sentral, middilatasi e..c.
midriatikum
Lensa
Jernih
6
Jernih
Badan kaca
Jernih
Papil bulat, batas tegas, CDR
Papil bulat, batas tegas, CDR
0,3-0,4; aa/vv = 2/3
0,3-0,4; aa/vv = 2/3
Funduskopi
Refleks Makula menurun,
Reflek Makula menurun,
ditemukan edema makula
ditemukan edema makula
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto fundus
Refleks makula menurun, ditemukan edema makula, dimana makula terkesan
terelevasi.
7

Optical Coherence Tomography (OCT) – OD & OS
Lapisan pada daerah makula mengalami edema dan terelevasi.
DAFTAR MASALAH
Central Serous Retinopathy ODS.
PENATALAKSANAAN
Rencana Diagnosis:

Tes Amsler Grid.

Fluorescens Angiography.
Rencana Terapi

Edukasi untuk menghindari stres.

Penghentian terapi Dexamethasone.

Fotokoagulasi laser.
8
PROGNOSIS
Ad vitam
: Bonam.
Ad functionam
: Dubia ad bonam.
Ad sanactionam
: Dubia ad malam.
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi dan Histologi Makula
Makula adalah salah satu komponen dari tunika neuralis / retina mata. Retina melapisi
khoroid mulai dari papila saraf optik di bagian posterior hingga ora serrata di anterior.1
Pada irisan histologik, umumnya dapat ditemukan 10 lapisan retina, berturut – turut dari
luar ke dalam:1,2

Epitel pigmen, merupakan lapisan sel poligonal yang teratur dengan sitoplasma
kaya akan butir melanin. Fungsi utama lapisan ini adalah meyerap cahaya dan
mencegah pemantulan, nutrisi fotoreseptor, penimbunan vitamin A, serta
pembentukan rodopsin.

Lapisan batang dan kerucut.

Membran limitans eksterna.

Lapisan inti luar, terdiri atas inti sel batang dan sel kerucut.

Lapisan pleksiform luar.

Lapisan inti dalam, terdiri atas sel bipolar, horizontal, amakrin, dan Muller.

Lapisan pleksiform dalam.

Lapisan sel ganglion.

Lapisan serat saraf.

Membran limitans dalam.
Papila nervus optikus adalah tonjolan yang berisi sera saraf mata, umumnya tidak
mengandung sel fotoreseptor dan tidak peka terhadap cahaya, sehingga disebut sebagai
bintik buta (blind spot). Pada daerah ini, terdapat pula arteri sentralis yang memperdarahi
retina serta pada beberapa orang terdapat pula arteri silioretina untuk mensuplai makula.
Adapun kebutuhan sirkulasi retina juga dibantu oleh lapisan khoriokapiler dari koroid
yang masuk melewati epitel pigmen maupun membran Bruch.1 Retina memiliki sawar
darah luar dan dalam. Sawar darah luar umumnya bersifat impermeabel, akan tetapi
dinding kapiler khoriokapiler mengandung beberapa fenestrasi yang dapat ditembus,
10
misalnya oleh molekul flouresens. Setelah menembus membran Bruch, umumnya taut
ketat pada RPE akan menghalangi jalannya molekul. Sawar darah dalam retina terusun
atas taut ketat antara retina dan endotel kapiler. Sawar ini hanya dapat ditembus apabila
terjadi kebocoran.3 Pada kondisi normal, sawar darah ini memiliki mekanisme pompa aktif
yang mengeluarkan cairan dan protein dari ruang subretinal yang potensial.
Gambar 1. Sawar Darah Retina.3
Kira – kira 2,5 mm lateral dari bintik buta, terdapat daerah yang umumnya berwarna lebih
gelap dibandingkan retina di sekitarnya karena sel epitel pigmen retinanya lebih banyak
mengandung pigmen.2 Pada beberapa mata, makula dapat terlihat berpigmen kuning
(lutein dan zeaxanthin) sehingga dikenal pula sebagai makula lutea / bintik kuning.1
Bagian tengah makula ini dikenal sebagai fovea sentralis, yang merupakan pusat
penglihatan yang paling peka. Fovea berbentuk sumur dangkal berbentuk bulat dengan
letak 4 mm ke arah temporal dari lempeng optik dan sekitar 0,8 mm di bawah meridian
horizontal.
Gambar 2. Struktur Anatomis dan Histologis Makula.1
11
Cekungan ini disebabkan oleh tidak adanya lapisan dalam retina sehingga lapisan ini
hanya terdiri atas sel fotoreseptor, terutama sel kerucut yang tersusun rapat dan berukuran
lebih panjang dibandingkan dengan bagian perifer retina.1,2
Gambar 3. Lapisan pada Retina dan Fovea (OCT). Sumber: www.aashiwadeyecare.com.
Makula bertanggung jawab untuk menghasilkan penglihatan yang bersifat detail atau
terfokus dengan jelas, dan umumnya digunakan dalam kegiatan membaca, menonton, atau
menyetir. Hal ini dimungkinkan dengan adanya lapisan sel kerucut yang rapat pada fovea.
Adapun daerah ini juga merupakan tempat utama untuk diskriminasi warna.1
Di samping itu, akibat terbentuknya perubahan ketebalan ini, dapat pula ditemukan adanya
pola pantulan refleks cahaya khusus pada penyinaran dengan oftalmoskop, yang dapat
ditemukan pada sisi temporal dari papil nervus optikus, dan dikenal sebagai refleks
makula / foveal reflex.2
2. Definisi dan Patofisiologi Central Serous Retinopathy (CSR)
CSR didefinisikan sebagai terjadinya elevasi / ablasi retina bagian sensoris pada makula
yang disebabkan oleh keberadaan cairan serosa.3 Adapun patofisiologi yang mendasari
kejadian ini sampai saat ini masih belum terlalu dimengerti (idiopatik), namun
diperkirakan terjadi sebagai akibat dari gangguan pompa ionik dari Retinal Pigmented
Epithelial cells (RPE) maupun vaskulopati yang menyebabkan kebocoran / peningkatan
permeabilitas dari khoriokapiler.4
12
Faktor risiko yang diketahui berperan pada CSR adalah usia muda / pertengahan (20-40
tahun), ras Kaukasia, jenis kelamin (laki-laki lebih banyak 6 kali lipat, wanita umumnya
pada usia lebih tua), stres fisiologis, kepribadian tipe A, hipertensi sistemik, Obstructive
Sleep Apnea (OSA), penggunaan steroid jangka panjang, Cushing syndrome, penyakit
lupus, serta kehamilan pada trimester ke tiga.3,4
Kepribadian tipe A, hipertensi sistemik, stres, maupun OSA diperkirakan terkait dengan
meningkatnya kadar kortisol dan epinefrin yang beredar dalam darah, sehingga mengubah
autoregulasi dari sirkulasi koroid.4
Administrasi glukokortikoid dikatakan dapat menyebabkan CSR dengan cara mengubah
ekspresi gen reseptor adrenergik, sehingga berkontribusi pada efek katekolamin dan
jumlah cAMP pada RPE. Oleh karenanya, terjadi perubahan fungsi pompa ionik ataupun
mengubah permeabilitas dari sawar darah dan karenanya mengganggu sawar darah retina
bagian luar.5
Secara garis besar, perjalanan penyakit CSR dapat dibagi menjadi 6 tahapan, yaitu:6

Tahap 1, akut, belum terdapat kebocoran, namun telah terjadi perubahan pada area
multifokal taut ketat.

Tahap 2, subakut, tahap perkembangan dari tahap 1, dimana mulai terjadi
kebocoran fokal pada taut ketat, umumnya masih tetap asimtomatik namun dapat
pula mulai dirasakan adanya keluhan penglihatan, misalnya penurunan visus dan
metamorfopsia. Umumnya, tahapan ini mengalami regresi spontan.

Tipe 3, kronik, dimana tahap 2 berlangsung kronik, biasanya akan ditemukan defek
pada lapang pandang dan penurunan visus akan terjadi secara lebih nyata.
Umumnya CSR baru terdeteksi pada tahapan ini dan harus ditatalaksana dengan
fotokoagulasi.

Tipe 4, inaktif, yaitu tahapan yang ditemukan pada kasus CSR yang mengenai satu
mata. Mata lain dapat saja telah menunjukkan adanya defek RPE pada FA, akan
tetapi tidak terdapat gejala.

Tipe 5, tahapan komplikasi, misalnya dekompensasi RPE, umumnya muncul 5-10
tahun setelah onset CSR.

Tipe 6, komplikasi neovaskularisasi subretinal.
CSR dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 6
13

Berdasarkan tipenya:
o Tipikal, yaitu ditemukan satu atau dua area kebocoran pada FA.
o Atipikal, yaitu kebocoran multipel.

Berdasarkan keadaan edema yang ditemukan:
o Tipe 1, koleksi cairan terjadi pada ruang subretinal (94% kasus).
o Tipe 2, koleksi cairan terjadi di bawah ruang RPE (3% kasus).
o Tipe 3, campuran tipe 1 dan tipe 2.
3. Temuan Klinis Central Serous Retinopathy (CSR)
Berdasarkan anamnesis, umumnya dapat ditemukan metamorfopsia unilateral atau
bilateral yang dapat pula disertai mikropsia, dengan berkurangnya lapang pandang
terutama wilayah sentral, kesulitan membedakan warna / diskromatopsia ringan,
berkurangnya sensitivitas terhadap kontras, hingga bintik buta / skotoma.3 Keluhan ini
umumnya disebabkan oleh adanya edema sentralis sehingga menyebabkan kerapatan sel
berkurang.
Melalui pemeriksaan fisik, visus yang ditemukan berkisar antara 6/9 - 6/30, namun pada
beberapa kasus dapat dikoreksi dengan lensa konveks lemah hingga mencapai tajam
penglihatan sempurna. Hal ini disebabkan oleh elevasi retina sensoris tersebut dapat
bermanifestasi pada hipermetropia yang didapat, sehingga dapat saja terkoreksi dengan
lensa positif.3,4
Status oftalmologis di luar pemeriksaan funduskopi umumnya berada dalam batas normal.
Adapun pada pemeriksaan funduskopi, dapat ditemukan elevasi dari retina bagian sensoris
dengan bentuk bulat atau oval / pembengkakan berbatas tegas pada makula serta cairan
subretinal pada lesi awal atau presipitat pada permukaan retina posterior. 3 Dalam hal ini,
dapat ditemukan refleks makula yang menurun atau bahkan tidak ada.6
14
Gambar 4. Temuan Funduskopi pada CSR.3
4. Pemeriksaan Penunjang Central Serous Retinopathy (CSR)
Untuk menunjang diagnosis CSR, dibutuhkan beberapa pemeriksaan penunjang, di
antaranya:

Tes Amsler grid. Tes ini digunakan untuk mengevaluasi fungsi makula, yaitu
dengan cara pasien melihat dengan satu mata ke titik sentral dari suatu gambaran
dengan kisi-kisi yang tersusun atas garis horizontal dan vertikal, umumnya dengan
warna putih dan latar belakang hitam.
Saat pemeriksaan, ditanyakan pada pasien apakah dengan satu mata keempat sudut
terlihat, apakah terdapat garis yang berbentuk iregular, atau tidak terlihat dengan
acuan suatu titik tengah. Bentuk iregular ini dapat dilaporkan adanya gambaran
bergelombang (metamorfopsia), terlihat kelabu, kabur, maupun tidak terlihat /
skotoma.2
Pada CSR, biasanya ditemukan metamorfopsia yang bersesuaian dengan daerah
yang terkena defek.3
Gambar 4. Tes Amsler Grid: Normal, Skotoma dan Metamorfopsia.
Sumber: www.amslergrid.org
15

OCT, dapat menunjukkan adanya elevasi bagian neurosensoris dari retina serta
ablasi, maupun defisit dari RPE.3
Gambar 5. OCT pada CSR.3

FA (Fluorescein Angiography), umumnya menunjukkan gambaran smokestack
ataupun ink blot. Gambaran smokestack diperlihatkan sebagai titik yang
mengalami hiperfluoresensi kemudian dilanjutkan dengan difusi melalui area yang
mengalami elevasi / ablasi. Gambaran ink blot adalah temuan yang cukup sering
diperoleh, yaitu titik dengan hiperfluoresensi yang kemudian membesar.3
Gambar 6. FA pada CSR.3

ICGA (Indo Cyanine Green Angiography). Pada pemeriksaan ini, terdapat fase
arterial, dimana ditemukan angiogram normal, fase pengisian vena awal / fase
awal, fase pengisian vena akhir / fase tengah, dan fase akhir.6
Fase awal menunjukkan hipoflouresensi dengan pembuluh darah koroid yang
terdilatasi pada kutub posterior dan lokasi kebocoran mulai dapat ditemukan. Fase
tengah menunjukkan area dengan hiperfloresensi karena hiperpermeabilitas koroid
serta tipe kebocoran yang terjadi.3 Fase akhir umumnya masih ditandai dengan
hiperfloresensi karena adanya pengumpulan cairan pada ruang subretinal.
16
5. Diagnosis Banding CSR
Untuk mata tenang visus turun perlahan, perlu dipikirkan beberapa etiologi, di antaranya
katarak, retinopati diabetik maupun hipertensif, glaukoma kronik, kelainan refraksi,
retinitis pigmentosa, degenerasi makula, maupun kelainan makula lainnya.
Di samping CSR, kebocoran dari RPE dapat pula disebabkan oleh penyebab lain misalnya
neovaskularisasi koroid, inflamasi, maupun tumor.
Melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik serta ditunjang oleh pemeriksaan penunjang,
diagnosis banding tersebut satu per satu dapat disingkirkan.
6. Tatalaksana Central Serous Retinopathy (CSR)
Prinsip penatalaksanaan kasus CSR adalah observasi selama 3 - 6 bulan pada kebanyakan
kasus karena perjalanannya yang menunjukkan resolusi spontan.3,4,7 Di samping itu,
dilakukan pula modifikasi pada beberapa faktor risiko yang dapat diubah, terutama
pemakaian steroid jangka panjang ataupun gaya hidup, terutama terkait dengan stres,
misalnya berupa terapi meditasi / yoga.4,5
Tatalaksana secara medikamentosa umumnya jarang dilakukan, akan tetapi apabila
muncul komplikasi misalnya neurovaskularisasi koroid, berdasarkan penelitian, diperoleh
bahwa administasi agen intravitreal, misalnya bevicizumab dapat digunakan.5
Tatalaksana lain yang perlu dipertimbangkan adalah fokoagulasi laser pada RPE yang
mengalami kebocoran apabila setelah observasi tidak ditemukan regresi spontan.3,4
Indikasi umum untuk terapi ini adalah:4,7

Persistensi CSR lebih dari 4 bulan.

Munculnya rekurensi.

Keberadaan defek lapang pandang pada mata yang awalnya sehat.

Permintaan pasien dengan alasan tuntutan pekerjaan untuk visus baik.
Di samping itu, dapat pula dilakukan Photo Dynamic Therapy (PDT), terutama pada kasus
CSR kronik. Tatalaksana ini dapat berefek langsung pada sirkulasi koroid melalui
17
percepatan resorpsi cairan, akan tetapi berisiko untuk menimbulkan iskemia pada makula,
sehingga seringkali tidak dikerjakan.4
7. Prognosis Central Serous Retinopathy (CSR)
Pada umumnya, penyakit ini akan mengalami resolusi spontan pada mayoritas pasien
dalam waktu 3-6 bulan diikuti dengan perbaikan visus pada 80% pasien, walaupun dapat
pula ditemukan kasus tanpa perbaikan tajam penglihatan. Akan tetapi, rekurensi seringkali
terjadi (50% kasus).
Kasus ini dapat pula berlangsung secara kronik, yaitu lebih dari 12 bulan, namun
umumnya hanya terjadi pada minoritas pasien maupun usia yang lebih tua.3
18
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien adalah pasien baru dari poli vitreoretina, laki – laki, usia 31 tahun, dengan keluhan
utama mata tenang visus turun perlahan sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit.
Berdasarkan anamnesis, diperoleh keluhan penglihatan kabur terutama saat membaca, yang
termasuk ke dalam salah satu jenis kegiatan dengan kebutuhan fokus / penglihatan yang
detail. Terdapat keluhan penyerta berupa metamorfopsia, yaitu garis lurus seringkali terlihat
menjadi bengkok. Hal ini cukup khas untuk adanya kelainan pada makula.
Oleh karena itu, dicari keluhan lain yang berkaitan, namun pasien tidak mengeluhkan adanya
bayangan hitam (skotoma) pada daerah tertentu ataupun tidak terdapat penurunan penglihatan
untuk warna tertentu.
Untuk menyingkirkan diagnosis banding lain untuk keluhan utama pasien, ditanyakan
beberapa pertanyaan lain. Pasien tidak memiliki riwayat trauma sebelumnya.
Pasien mengaku tidak pernah merasakan adanya kondisi dimana mata terasa nyeri, maupun
kelainan lapang pandang perifer yang menyebabkannya menabrak saat berjalan, terjatuh,
maupun kesulitan saat naik tangga, sehingga diagnosis glaukoma kronik dapat disingkirkan.
Pasien tidak memiliki keluhan penglihatan berkabut, riwayat konsumsi alkohol, penglihatan
membaik pada malam hari, paparan sinar matahari berlebih, maupun hipertensi, diabetes
melitus, dan riwayat penyakit mata pada keluarga. Dalam hal ini, diagnosis banding untuk
katarak juga dapat disingkirkan.
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi maupun diabetes melitus yang menjadi faktor risiko
utama retinopati, sehingga diagnosis banding ini juga dapat disingkirkan.
Pasien tidak memiliki riwayat penggunaan kacamata ataupun penglihatan membaik dengan
kacamata. Pada kejadian CSR, sebenarnya penglihatan dapat membaik dengan kacamata plus
sebagai akibat dari kondisi hipermetrop yang diakibatkan oleh elevasi makula. Akan tetapi,
fenomena ini seringkali tidak ditemukan pada beberapa kasus.
19
Pasien masih berusia 31 tahun dan tidak banyak terpapar sinar matahari, sehingga dugaan
degenerasi makula dapat disingkirkan walaupun sebenarnya terdapat faktor risiko lainnya,
yaitu rokok.
Dari sebagian anamnesis tersebut, kelainan dapat diarahkan pada kelainan makula.
Dari hasil anamnesis lainnya, diperoleh data bahwa pasien dalam waktu sekitar 2-3 tahun
terakhir ini mengonsumsi steroid, yaitu Dexamethasone, setiap kali terdapat keluhan nyeri
yang didiagnosis peradangan saluran cerna kronik dengan obat terakhir diminum sekitar dua
bulan lalu. Steroid dikatakan dapat meningkatkan kadar cAMP dan karenanya mengganggu
fungsi pompa ionik pada RPE. Kondisi ini dapat mengganggu fungsi sawar darah retina
sehingga dapat terjadi kebocoran dari khoriokapiler.
Pasien memiliki profesi sebagai seorang buruh dan mengaku belakangan ini sedang memiliki
banyak sekali hal yang sedang dipikirkan dan dicemaskan. Dalam hal ini, stres juga menjadi
salah satu faktor risiko lain yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kortisol dan
epinefrin sehingga mengubah autoregulasi dari sirkulasi koroid. Ditambah dengan gangguan
fungsi pompa ionik tadi, dapat terjadi kebocoran yang lebih berat.
Faktor risiko lain, misalnya OSA, kepribadian tipe A, penyakit sistemik lain tidak dialami
oleh pasien.
Dengan hasil anamnesis tersebut, terdapat kecurigaan kuat terjadinya CSR. Karena terdapat
kecurigaan CSR dan dapat terjadi ablasi karenanya, ditanyakan apakah pasien merasakan
adanya sensasi benda yang melayang-layang di mata (floater) atau rasa terfoto dengan lampu
blits kamera (fotopsia). Tidak ditemukannya keluhan ini menjukkan diagnosis banding untuk
ablasi retina juga disingkirkan.
Dilihat dari perjalanan penyakitnya, CSR diperkirakan berada pada tahap 3 (kronik) karena
telah terdapat keterlibatan dari kedua mata dan telah berlangsung lebih dari 4 bulan, yaitu
waktu dimana diperkirakan telah terjadi regresi spontan.
Melalui pemeriksaan fisik, diketahui bahwa status oftalmologis di luar pemeriksaan
funduskopi berada di batas normal. Oleh karena itu, beberapa penyingkiran diagnosis
banding dapat lebih diperkuat.
Pemeriksaan tajam penglihatan menunjukkan visus 6/30 untuk kedua mata yang tidak
membaik dengan pinhole, sehingga diagnosis kelainan refraksi dapat disingkirkan. Adapun
20
temuan visus tersebut berada dalam rentang yang bersesuaian dengan CSR. Dengan TIO
normal, glaukoma kronik dapat disingkirkan. Demikian pula dengan katarak karena diperoleh
lensa yang jernih. Gambaran retina normal dan tidak ditemukan drusen yang umumnya
ditemukan pada degenerasi makula sehingga diagnosis untuk degenerasi makula dapat
disingkirkan.
Pada funduskopi, ditemukan penurunan refleks makula dan kesan edema makula, ditandai
dengan elevasi / terangkatnya makula sehingga terlihat lebih dekat dengan pemeriksa.
Untuk menunjang diagnosis CSR, dilakukan foto fundus dan OCT. Hasil foto fundus sama
dengan temuan pada funduskopi. Hasil OCT juga menunjukkan bahwa pada bagian makula
kedua mata pasien terdapat edema dan elevasi yang diduga diakibatkan oleh adanya cairan
serosa subretinal. Dilihat dari hasil OCT, CSR yang terjadi adalah tipe tipikal pada dua lokasi
kebocoran dengan edema terjadi hanya pada subretinal (tipe 1) yang dominan terjadi, yaitu
pada 93% kasus. Belum terdapat gambaran komplikasi seperti pada tahap 5 atau 6, yang
ditandai dengan kelainan pada RPE dan neovaskularisasi.
Oleh karenanya, diagnosis kerja yang ditegakkan adalah CSR.
Terdapat beberapa rencana diagnosis untuk menilai fungsi makula, yaitu Amsler Grid, untuk
menentukan lokasi metamorfopsia atau mendeteksi bila sebenarnya terdapat kelainan lain
pada makula. Di samping itu, dapat pula dipertimbangkan dilakukannya Fluorescens
Angiography untuk melihat secara lebih objektif lokasi dan tipe kebocoran.
Umumnya, penyakit ini akan mengalami regresi spontan dalam 4 bulan terhitung dari onset
keluhan. Akan tetapi, keluhan pada pasien telah dialami pada kedua mata dan berlangsung
selama 1 tahun. Oleh karenanya, telah terdapat indikasi dilakukannya fotokoagulasi laser.
Faktor risiko pada pasien, terutama stres dan steroid, dalam hal ini juga perlu untuk dikontrol
melalui menghindari stres dan juga terminasi penggunaan steroid ataupun penggunaan obat obatan lain.
Melihat kondisi pasien ini, dapat dinilai prognosis ad vitam bonam karena penyakit ini
umumnya tidak mengancam nyawa, prognosis ad fungsionam dubia ad bonam karena visus
masih belum begitu rendah, tetapi dapat saja menjadi dubia ad malam bila kondisi ini
dibiarkan dan terjadi komplikasi. Oleh karenanya, fokoagulasi laser harus dilakukan.
Prognosis ad sanactionam dubia ad malam karena kecenderungan rekurensi pada kasus ini
cukup besar, yaitu 50% kasus.
21
BAB V
KESIMPULAN
Pasien laki – laki, usia 31 tahun, datang dengan keluhan utama mata tenang visus turun
perlahan sejak 1 tahun lalu. Keluhan penyerta lain yang ditemukan adalah metamorfopsia.
Terdapat faktor risiko usia, jenis kelamin, penggunaan steroid jangka panjang, dan stres
fisiologis. Berdasarkan pemeriksaan fisik, ditemukan refleks makula menurun dan edema
makula. Hasil foto fundus dan OCT menunjukkan adanya elevasi bagian neurosensoris retina
dan edema.
Berdasarkan temuan tersebut, ditegakkan diagnosis Central Serous Retinopathy dengan
rencana diagnosis tambahan tes Amsler Grid dan FA, serta rencana tatalaksana terminasi
terapi steroid, edukasi menghindari stres, serta fotokoagulasi laser.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Jusuf AA. Diktat Kuliah; Tinjauan Histologi Bola Mata, Alat Keseimbangan dan
Pendengaran. Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Jakarta:
2012.
2. Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil. Pemeriksaan Dasar Mata. Edisi pertama. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2011.
3. Kanski JJ. Clinical Ophtalmology: A Systematic Approach. 7th ed; Philadelphia:
Saunders Elsevier. 2011.
4. Theng
K,
Roy
H.
Central
Serous
Chorioretionopathy.
Available
from:
emedicine.medscape.com/article/1227025-overview#showall. Accessed March 26,
19.00 WIB.
5. Shah SP, Desai CK, Desai MK, Dikshit Rk. Steroid-induced Central Serous
Retionpathy. Indian J Pharmacol. 2011 Sep-Oct; 43(5): 607-8.
6. Agarwal A. Fundus Fluorescein and Indocyanine Green Angiography. Thorofare:
SLACK Inc; 2008.
7. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology.
4th ed. New Delhi: New Age
International; 2007.
23
Download