Khotbah Minggu (27 April 2014) Ringkasan Khotbah GRII Kelapa Gading Pengkhotbah : Pdt. Billy Kristanto, Th.D Tema : …....….…..……………...…......... Nas Alkitab : ............................................................................................................. 723/762 20 April 2014 Tahun ke-15 Melayani di Dalam Kuasa Kebangkitan Kristus (Minggu Paskah) Pdt. Billy Kristanto, Th.D. Lukas 24:1-32 Waktu kita membaca di dalam cerita alkitab gambaran tentang kebangkitan Yesus tidak jauh berbeda di dalam satu segi dengan cerita kematian Yesus Kristus. Waktu kita melihat cerita Yesus dipaku di atas kayu salib, dari sisi orang yang melihat secara jasmani, di situ bukan melihat satu gambaran kemenangan, tetapi lebih melihat satu gambaran kekalahan, bukan melihat gambaran kemuliaan tetapi lebih melihat gambaran kehinaan, bukan melihat satu gambaran yang merupakan kebesaran tetapi melihat sesuatu yang tidak perlu dibanggakan, itu yang dilihat oleh dunia. Kita tertarik waktu membaca cerita kebangkitan Yesus, biasanya kalau di film-film ada cerita kalau pertama kalah dulu lalu kemudian menang, orang tidak tahu begitu dia menyatakan kekuatannya, langsung orang menjadi takjub dan takluk, tetapi cerita alkitab tidak dibangun dengan cara Hollywood seperti ini, tidak. Di dalam cerita kebangkitan kita tidak mendapati gambaran seseorang yang danggap tidak mampu, yang dianggap bukan Anak Allah, yang dianggap orang biasa, yang dianggap orang gila, eh ternyata tibatiba bangkit, lalu seluruh dunia jadi bertekuk lutut dihadapanNya, kita tidak mendapati gambaran seperti itu. Konsisten di dalam ketersembunyian, karena memang tidak semua orang layak untuk mengerti cerita kebangkitan, mereka yang tidak melihat Yesus, mereka yang tidak menyertai Yesus di dalam peristiwa kematianNya, mereka yang tidak percaya salib, mereka tidak berhak untuk menikmati sukacita kebangkitan. Ini prinsip alkitab, kita tidak membicarakan penghiburan, kita tidak membicarakan good news untuk orang yang tidak merasa dirinya sakit dan ada masalah. Kita mengatakan kita menghibur orang lain, orang yang kita hibur pasti adalah orang yang secara asumsi kita, kita berpikir dia sedang sedih, kita tidak menghibur orang yang sedang berpesta. Orang berpesta merasa di dalam kehidupannya tidak ada persoalan, dia merasa tidak ada kematian di dalam kehidupannya, untuk apa bicara tentang kebangkitan, orang saya sudah hidup? Kita tidak bisa membicarakan kebangkitan tanpa kematian, tidak bisa membicarakan berita sukacita tanpa berita dukacita dan ini sebetulnya sedang diusung di dalam cerita GRII KG 723/762 (hal 4) kebangkitan Yesus, not without the cross, bukan tanpa berita salib. Bahkan waktu kita membaca dalam ayat 1 yang digambarkan di situ adalah setting kuburan, setting orang-orang yang masih berduka membawa rempah-rempah untuk preserve tubuhnya Yesus supaya ada baubauan dan memperlambat pembusukannya dsb. Penerimaan terhadap kuburan, penerimaan terhadap fakta kematian, penerimaan terhadap kegagalan, penerimaan terhadap kekacauan di dalam kehidupan kita, penerimaan terhadap konflik, penerimaan bahwa kita memang ada masalah di dalam hidup ini dan ini mendahului cerita kebangkitan. Sekali lagi, kita tidak membicarakan kebangkitan tanpa kuburan, kalau Yesus tidak pernah mati, tidak akan pernah ada cerita kebangkitan. Tetapi kita melihat di dalam bagian ini, waktu kita terus membaca, ada satu gambaran yang sulit untuk mereka pahami, satu sisi mereka datang dengan realita kematian, tetapi mereka tidak bisa berbagian di dalam history of salvation. Ini cara penyajian Lukas waktu menggambarkan pattern, dinamika perjalanan pekerjaan Tuhan di dalam sejarah yang terus berjalan, mereka terlambat untuk mengikuti bagian itu, bersyukur akhirnya mereka tetap bisa berpartisipasi, bukan terlambat untuk selama-lamanya, ada orang yang terlambat selama-lamanya. Yesus sudah bangkit, tetapi mereka masih berada di dalam tradisi kematian Kristus, karena memang Yesus juga betul-betul mati. Ada satu hal yang bisa menghalangi pelayanan kita yaitu waktu kita diikat oleh pengertian tradisi kematian ini, yang tidak bisa lagi mengikuti pekerjaan Tuhan, padahal Tuhan sudah bergerak kearah yang lain, padahal Tuhan sudah bangkit, tetapi mereka memaksakan tidak, masih mati. Mayatnya mana? Semua injil mengatakan, mereka mencari mayat Yesus, Yesus sudah bangkit, tetapi mereka mencari mayat, manusia kalau sudah mati sudah tidak ada harganya lagi, mayat itu bukan Yesus, mayat itu hanya tubuh yang Yesus pernah hidup di dalamnya. Tetapi mereka mencari mayat, seolah-olah mayat itu mewakili gambaran tentang Yesus, bahkan waktu kita membaca dalam cerita kebangkitan, kita tidak mendapatkan gambaran tentang hadirnya Yesus kembali di dalam arti terutama bahwa kita bisa mengenali bentuk tubuhnya, oh ini adalah Yesus, kita tadi membaca sampai pada dua orang yang berjalan ke Emaus. Kalau yang GRII KG 723/762 (hal 1) Ekspositori Injil Lukas (35) Ekspositori Injil Lukas (35) penting adalah bagaimana Yesus yang dulu, sebelum Dia mati, itu dibangkitkan kembali dengan gambaran yang sama, maka kita bisa bertanya, kok ini keterlaluan ya, yang dua orang ini tidak bisa mengenali Yesus? Kenapa? Apakah mereka sakit mata atau mereka berbicara tidak melihat orang atau bagaimana? Saya percaya gambaran seperti itu tidak masuk akal, kita assume pasti mereka waktu bercakap-cakap, ya bercakap-cakap dengan melihat Yesus, sangat tidak sopan kalau berbicara dengan orang dengan tidak melihat orangnya, ini agak keterlaluan, begitu kan ya? Misalnya kalau kita pernah berbicara dengan satu orang, lalu orang itu kaget setelah berbicara selama satu jam baru tahu bahwa dia berbicara dengan kita, oh ternyata itu kamu ya? Ini orang aneh, kita harus hati-hati dengan orang seperti ini, hal seperti itu tidak wajar, dalam kehidupan sehari-hari mungkin hal seperti itu juga tidak terjadi. Maka kita bisa assume, waktu Yesus berjalan dengan dua orang menuju Emaus ini, mereka juga melihat, tetapi mereka tidak mengenali. Meaning, bukan itu yang penting, bukan gambaran Yesus yang iconic, oh ya benar loh, jenggotnya seperti itu, ya benar ada kumisnya, hal seperti ini tidak penting sama sekali, ini bukan bicara tentang bentuk kumis, jenggot atau sorotan matanya dsb., sama sekali tidak, justru bagian itu di bypass sama sekali di dalam kejadian tentang kebangkitan Yesus Kristus. Sekali lagi, bagaimana gambaran kontinuitas tentang sebelum Dia mati dan setelah Dia bangkit? Apa yang bisa kita perlajari dari firman Tuhan? Mereka datang dengan satu gambaran Yesus yang sudah jadi mayat, sementara Roh Kudus sudah bergerak ke arah yang lain. Kita bisa mematikan gereja dengan tidak menjadi peka tentang apa yang mau Tuhan kerjakan di dalam kehidupan kita, lalu memaksakan cara pandang kita, harus begini, mati ya mati, tidak ada kebangkitan, mati pasti jadi mayat dan yang bisa delete tentang pembusukan hanya satu yaitu rempah-rempah saya, begitu saja, tidak ada yang lain. Lalu kita bersikeras dengan pandangan kita, walaupun dengan rendah hati datang kepada Tuhan dan bertanya, Tuhan mau kita mengerjakan apa, Tuhan mau saya melihat apa, begitu? Orang yang terkurung di dalam tradisi akhirnya ya seperti itu, paling banyak menjadi observer tradisi, kita bisa mengobservasi berapa banyak darah yang mengalir dst., tetapi Yesus sudah bukan mayat lagi di sini, Yesus sudah bangkit dan mereka yang terus terpaku terhadap kematian Yesus dibelakang, mereka tidak akan berbagian di dalam cerita kebangkitan ini, karena history of salvation itu sedang bergerak. Lukas menceritakan injil dalam cara yang seperti ini, ada pekerjaan Tuhan yang dinyatakan dalam sejarah dan bahwa sejarah itu terus-menerus bergerak secara dinamis. Kita sekarang seringkali komplain, mungkin khususnya anak-anak yang masih muda, remaja pemuda, mereka bilang, orang tua saya memaksa saya, seperti seolah-olah kita masih hidup di tahun 1950 dengan cara tahun 1945, ini tahun 2017 sebetulnya mereka tahu tidak sih? Ada gap, orang yang berusaha membekukan tradisi, orang yang berusaha untuk membuat tradisi menjadi sesuatu yang establish, akhirnya tidak bisa lagi mengikuti pekerjaan Tuhan. Salah satu keindahan saya percaya meskipun kita bukan tidak ada kelemahan di dalam Gereja Reformed Injili Indonesia, karena kita terus-menerus menekankan dinamika pimpinan Roh Kudus. Kadang-kadang kelihatan seperti tidak sesuai dengan gambaran tradisi, gereja yang seperti ini bukan seperti gereja yang dibicarakan dalam tradisi, gereja Calvinis yang rapih dsb., memang rapih bagus juga, tetapi jauh lebih penting bagaimana kita terus-menerus peka untuk mengikuti pimpinan Tuhan dalam kehidupan kita. Gereja yang diberkati Tuhan adalah gereja yang terus-menerus melihat dan bekerja di dalam kuasa kebangkitan ini. Tidak membiarkan diri diikat oleh cerita tradisi kematian, lalu bersikeras tentang apa yang mereka yakin pasti seperti itu, pasti Yesus tidak mungkin bangkit. Menarik kalau kita melihat di dalam cerita ini, bukan tidak ada kesaksian, ada kesaksian, tetapi kesaksian dari siapa? Kesaksian dari perempuan, nah ini juga boleh kita renungkan di dalam kaitan tema kita, melayani di dalam kuasa kebangkitan Kristus. Melayani di dalam kuasa kebangkitan bukan berarti melayani karena saya punya power cukup kuat, saya ini pengurus lama, saya ini hamba Tuhan, saya ini senior, jadi kamu harus memperhatikan saya kalau saya bicara, karena saya ini adalah orang yang sudah lama sekali di GRII Kelapa Gading, jadi tolong dengarkan saya. Bukan seperti itu, itu gaya pelayanan bukan kuasa kebangkitan Yesus, tapi itu gaya dunia bagaimana kriteria mendengarkan ya seperti ini. Kita harus mendengarkan dia, kenapa? Karena dia adalah orang kaya, karena pengetahuannya banyak, karena dia senior. Mungkin di sini Yesus salah memakai perempuan, kenapa tidak memakai Kayafas atau siapa lah? Begitu dia bicara harus diterima, karena Kayafas, tidak, Dia tidak tanggung-tanggung, not even Petrus, Yakobus atau Yohanes, tetapi yang ada di sini adalah perempuan-perempuan yang tidak penting ini, yang menimbulkan kontroversi, yang suka dianggap sering gosip-lah, mungkin karena terlalu di press, setelah itu ada imajinasi yang bukan-bukan sehingga menceritakan gambaran-gambaran yang delusi seperti ini. Hal ini juga termasuk di dalam realita pelayanan kita, waktu kita melayani di dalam kuasa kebangkitan Kristus, perempuanperempuan ini menyaksikan sesuatu yang truthful dan mereka tidak berusaha untuk mencari nama dalam kesaksian ini, tidak, mereka simply stating the truth, mengatakan bahwa Yesus telah bangkit. Tetapi posisi mereka itu, gambaran mereka sebagai perempuan, itu tidak diterima dan inilah keindahan waktu kita melayani, kalau kita boleh menerima satu pengalaman, ketika kita menyaksikan kebenaran, ketika kita menyatakan firman Tuhan, ketika kita GRII KG 723/762 (hal 2) mengabarkan Kristus, lalu kita jadi tidak dianggap, karena orang tidak pandang siapa kita, siapa kamu, kenapa saya harus mendengarkan kamu? Perempuan-perempuan ini melayani dan menyaksikan di dalam kuasa kebangkitan Kristus, tetapi dunia, jangankan dunia, muridmuridNya pun masih melihat seperti itu, gereja pun masih melihat seperti ini. Ah dia kan perempuan, orang baru, kita tidak mendengar mereka, dia kan orang baru, kita hanya mendengarkan orang-orang penting, sama, di dalam lingkaran, inner circle Yesus pun juga berpikir seperti ini. Siapa sih mereka itu? Kalau yang bicara Petrus, Yohanes, Yakobus nah itu ok, tapi ini siapa? Bukan termasuk daripada 12 murid itu dan dia yang menyaksikan, lalu kita harus terima begitu saja, ya tidak bisa dong, dia harus belajar, bukan ngajar, posisi dia masih terlalu baru, gereja pun berpikir seperti ini juga. Tidak ada kepekaan untuk membedakan yang mana yang dari Tuhan, yang mana firman Tuhan, tetapi orang selalu melihat dahulu siapa yang bicara, posisi dia dimana? Siapa dia itu? Tidak jauh berbeda. Kalau kita melayani di dalam kuasa kebangkitan Kristus saya percaya, salah satu hal yang sederhana yaitu berbagian di dalam cerita seperti ini mungkin kita seperti posisi perempuan, waktu kita mengatakan, orang melihat, kamu sebetulnya itu siapa ya? Jangan-jangan kamu hanya bicara idol talk, hanya bicara yang tidak ada benarnya dan terutama mengapa? Karena mereka perempuan, karena mereka dianggap bukan orang yang penting. Kita bersyukur kalau pelayanan kita diterima, bisa menyentuh orang lain, bisa menggerakkan orang lain bukan karena posisi kita, bukan, bukan karena orang melihat siapa kita, bukan, tetapi karena ada resonance dalam hati nurani, yang masih bekerja di dalam diri orang lain, orang tahu yang kita katakan adalah berasal dari Tuhan, bukan berasal dari diri kita sendiri. Nah ini satu jalan salib, perkataan perempuan-perempuan ini tidak diterima oleh rasul-rasul yang lain, Maria dari Magdala, Yohana, Maria ibu Yakobus dll., menarik waktu kita membaca, Petrus satu sisi seperti mau percaya, sisi yang lain juga tetap tidak mau percaya. Ini catatan injil tentang cerita kebangkitan, dia cepat-cepat pergi kekuburan mau memastikan, betul tidak sih? Waktu dicek ya memang betul, hanya tinggal kain kafan, di dalam hal ini perempuan itu tidak bohong, tetapi mereka tetap tidak bisa percaya bahwa apa yang dikatakan, khususnya yang berkaitan dengan perkataan malaikat, “mengapa kamu mencari Dia yang hidup diantara orang mati?” Pembicaraan seperti itu di exclude, orang hanya melihat berdasarkan kasat mata, orang hanya melihat apa yang dilihat oleh mata jasmani, itu orang yang kasihan sekali. Petrus hanya melihat fakta ini, betul sih hanya tinggal kain kafan, memang tidak ada mayat di situ, di dalam hal ini betul, tetapi dia tidak percaya tentang pembicaraan-pembicaraan supranatural itu, apa yang dikatakan malaikat dan malaikat itu mengatakan bahwa Yesus sudah bangkit. Itu tidak sesuai dengan rasio, pikiran itu hanya bisa dipahami oleh orang kontemplatif, orang-orang yang kurang membumi, yang tidak mendunia begitu, mereka memikirkan hal-hal yang tidak kelihatan dan akhirnya menjadi orang-orang yang tidak realistis begitu? Petrus pun jatuh ke dalam persoalan seperti ini, tidak ada persoalan bahwa tinggal kain kafan, lalu kubur kosong, tetapi hal ini tidak cukup untuk membangun kepercayaan bahwa Yesus sudah bangkit, di dalam hal ini murid-murid betul. Ada satu lagu (Sebab Dia Hidup) yang menurut saya dalam penerjemahan bahasa Indonesianya salah, dikatakan, “kubur kosong membuktikan Dia hidup”. Kubur kosong itu tidak membuktikan Yesus hidup, kalau kubur kosong membuktikan Yesus hidup, Petrus langsung percaya kalau Yesus hidup, mana bisa kubur kosong membuktikan Yesus hidup? Kubur kosong itu bisa saja Petrus salah masuk kuburan, makanya kosong, itu satu kemungkinan, kemungkinan kedua adalah kosong karena mayatnya dicuri, seperti yang dicatat di dalam alkitab sendiri, ya kan? Jadi kubur kosong tidak otomatis membuktikan Yesus hidup, tradisi kubur kosong saja tidak cukup, sama sekali tidak cukup untuk membangun cerita bahwa Yesus hidup, loncatannya terlalu cepat. Makanya di sini di dalam gambaran firman Tuhan, secara menarik alkitab juga tidak membangun di dalam tradisi kubur kosong saja, tidak, tetapi ada gambaran-gambaran lain yang menyertai dan mengkonfirmasikan juga tradisi kubur kosong, the empty tomb. Di dalam bagian ini kita membaca, Petrus melihat kubur kosong, tetapi dia tidak kemudian langsung percaya, oh….. kubur kosong, kalau begitu Yesus hidup ya? Tidak, di dalam hal ini dia waras, bukan menarik konsekuensi yang terlalu cepat, karena kubur kosong, lalu kemudian Yesus hidup. Ada keragu-raguan, masih ada pertanyaan di dalam hatinya, apa sebetulnya yang terjadi, mengapa kuburan bisa kosong? Sekali lagi, seperti tema melayani di dalam kuasa kebangkitan Kristus, ini bukan berarti setiap kali kita melayani karena kuasa kebangkitan Kristus, terus di dalam satu keadaan yang selalu di atas, selalu menggebugebu, selalu beriman tinggi dsb., menurut saya itu tidak livable. Saya pernah masuk ke toko buku kristen dan mendengar orangorang berbicara di situ tentang penganiayaan orang kristen di Ambon dari perspektif iman mereka sebagai orang kristen, satu orang bilang, kenapa kita percaya kepada Tuhan harus takut kepada orang yang tidak percaya kepada Tuhan? Tidak usah takut, walaupun rumah dibakar, bahkan dipenggal sekalipun, tidak usah takut, mendengar kalimat seperti itu, bulu kuduk saya berdiri. Bagaimana ya saya menghayati bagian ini, oh Billy Kristantio, imanmu yang sangat kecil tidak bisa banding dengan orang yang bicara tadi. Oh…, saya tidak berpikir seperti itu, justru saya berpikir, mungkin orang ini tidak mengerti apa yang dia bicarakan, sedikit mirip dengan perkataan GRII KG 723/762 (hal 3) Petrus, meskipun mereka semua meninggalkan Engkau, saya akan masuk penjara dan mati untuk Engkau Tuhan. Kelihatan seperti iman yang begitu besar, sebetulnya itu adalah self confidence. Saya tidak yakin perjalanan kehidupan mengikut Kristus secara sehat yang tidak disertai dengan pertanyaan-pertanyaan, keragu-raguan dst., itu to good to be true, karena di dalam gambaran cerita kebangkitan sendiri kita melihat Petrus ragu-ragu, Yohanes tidak mengerti, Yakobus bingung, itu yang kita baca. Kita tidak mendapatkan satu cerita gambaran kebangkitan, lalu setelah itu amin, haleluya…., mari sekarang kita bernyanyi haleluya chorus karena Yesus sudah bangkit, tidak seperti itu, justru mereka bingung. Ini cerita kebangkitan diwarnai oleh orang-orang yang bingung, yang bertanya-tanya, orangorang yang jengkel, orang-orang yang merasa, kamu orang bicara gosip, kita sedang susah-susahnya kamu malahan cerita gosip yang sama sekali tidak konteks sensible. Jadi kejengkelan-kejengkelan manusia mewarnai kebangkitan, sebagai satu proses untuk mengenal kuasa kebangkitan Kristus. Kita bukan model orang-orang kristen yang mengatakan amen, haleluya, mari kita mati untuk Tuhan, mau dipenggal juga tidak apaapa, amen….. haleluya kita akan bersukacita di dalam Yesus, bukan seperti itu. Karena bagian seperti itu tidak kita dapati di dalam cerita kebangkitan Kristus yang dicatat di sini, yang ada adalah gambaran realistis, ada orang ketakutan, ada orang yang bingung. Jadi ini adalah gambaran yang realistis, bagaimana penyataan alkitab waktu membicarakan proses manusia unuk mengerti kebangkitan Yesus Kristus, bukan tanpa pergumulan. Kalau memahami dan menyertai jalan salib Yesus Kristus sudah pasti pergumulan bukan? Kita tahu di situ muridmurid banyak yang mengundurkan diri, Petrus menyangkal, tapi bukan berarti murid-murid yang lain lebih baik, mereka juga tidak menyertai Yesus sampai ke bawah kayu salib, mereka semua menghindar, karena memang itu pergumulan berat. Lalu kita pikir kebangkitan, karena sudah bangkit saya tidak usah bergumul lagi, toh ini good news, tidak seperti itu, kebangkitan juga sama, perlu pergumulan, sama seperti mengikut Yesus di dalam penderitaanNya, menyertai penderitaan Kristus, waktu kita mengerti kebangkitan Kristus juga bukan tanpa pergumulan. Ini bukan satu gambaran good news lalu kemudian menjadi sesuatu yang cheap dan mudah sekali, lalu setelah itu, okelah orang menerima, tadi kita katakan, Yesus tidak memakai cara waktu Dia bangkit lalu dia masuk ke Yerusalem menampakkan diri kepada Kayafas dll., tidak, kalau Dia mau memakai cara itu atau lebih lagi, ke Roma saja sekalian, Roma itu kan pusat dunia pada saat itu, ya Dia ke Roma saja, setelah itu seluruh dunia akan jadi pengikut Kristus, tetapi tidak ada cerita kebangkitan seperti itu. Orangorang itu tidak layak untuk mendengar cerita kebangkitan Yesus, karena mereka tidak pernah tertarik dengan cerita salib, di sini ada relasi yang sangat erat yang tidak bisa kita pisahkan, antara cerita kematian dan cerita kebangkitan Yesus. Di dalam perspektif Lukas itu jelas sekali, baik perikop pertama maupun yang kedua, yang ayat 6 misalnya dikatakan, Yesus pernah berkata waktu Dia masih di Galilea bahwa Dia akan bangkit, lalu kita membaca di dalam perikop yang kedua, Yesus sendiri mengatakan di dalam ayat 26, bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk dalam kemuliaanNya? Itu gambaran Lukas, ada pattern story of salvation, penderitaan, lalu setelah itu kemuliaan, kita tidak berbicara kemuliaan kristen tanpa penderitaan karena nama Tuhan, tidak ada. Kemuliaan yang di share oleh Kristus, itu adalah kemuliaan yang juga sekaligus didahului dengan penderitaan yang juga di share kepada saudara dan saya. Dunia mengejar kemuliaan kalau bisa tanpa penderitaan, justru kemuliaan sebagai gambaran supaya kita bisa excluding penderitaan di dalam kehidupan kita. Kita dipermuliaan di dalam pengertian kita tidak dihina, karena dihina itu menderita, begitu kan ya? Maka kita mengejar berbagai macam hal, bagaimana caranya supaya kita tidak dihina, supaya kita dipermuliakan, misalnya menjadi great achiever, dengan menjadi great achiever saya bisa pamerkan semua achievement saya, maka saya tidak akan dihina. Lalu orang lain senang atau tidak senang harus memperhitungkan saya, mempermuliakan saya, meskipun orang itu dengan dongkol, itu urusannya dia, pokoknya orang tidak bisa lagi menghina saya. Itu jalan dunia, bukan jalan sorgawi, bukan. Di dalam alkitab kita membaca, justru kemuliaan itu datang sebagai sesuatu yang akan Tuhan berikan, lalu kita pasif, kita bukan promote diri kita sendiri, bukan, tetapi Tuhan yang akan memberikan kemuliaan itu kepada kita. Panggilan kita adalah bagaimana kita menyertai penderitaan Kristus, tanpa cerita salib, tidak mungkin ada cerita kebangkitan. Ada satu perkataan terkenal dari seorang penulis bernama Oswald Chambers, dia bukan hanya bilang tentang kuasa kebangkitan, tetapi dia juga bilang tentang kuasa kematian. Kuasa kebangkitan Kristus itu bekerja sesuai dengan kuasa kematian Kristus yang juga bekerja di dalam kehidupan kita. Apa maksudnya? Kalau kita hidup menyangkal diri, setia memikul salib kita, meskipun dihina ya tidak apa-apa juga karena itu bagian dari pengalaman salib, asalkan sedang melakukan pekerjaan Tuhan, tetapi tetap dengan rendah hati melayani Tuhan. Orang yang di dalam kehidupannya ada kuasa, kematian Kristus bekerja di dalam kehidupannya, itu kuasa kebangkitan Kristus otomatis akan menyertai kehidupannya. Ada orang berdoa meminta supaya kuasa Tuhan diberikan, minta penyertaan, minta berkat, tetapi dia tidak mau menyangkal diri, tidak mau pikul salib, dalam alkitab gambaran seperti itu tidak ada. Satu bejana yang tidak terlebih dahulu mengosongkan dirinya, itu tidak bisa diisi oleh kepenuhan Kristus, kalau kita sendiri sudah penuh dengan ego kita, bagaimana Kristus mau masuk ke sana? Tidak ada tempat lagi. Semakin kita mengosongkan diri, semakin kita membiarkan kuasa kematian Kristus itu bekerja di dalam kehidupan kita, sacrificial love, semakin kuasa kebangkitan itu bekerja di dalam kehidupan kita. GRII KG 723/762 (hal 4) Saya sedikit mau membahas tentang dua orang yang berjalan ke Emaus karena ini juga melengkapi, sekali lagi tadi kita mengatakan tradisinya bukan hanya tradisi kubur kosong seperti kita membaca cerita kubur kosong hanya berakhir dengan kebingungan, karena di situ kemudian diakhiri oleh perikop ini setelah Petrus menyaksikan kubur kosong, dia bertanya di dalam hatinya, apa yang kiranya telah terjadi. Bukan membawa kepada konklusi iman, tidak dicatat di sini, setelah Petrus melihat kubur kosong, maka dia jadi yakin bahwa Yesus hidup dan Yesus bangkit, tidak? Yang ada di dalam gambaran ini adalah dia bertanya di dalam hatinya apa sebetulnya yang telah terjadi? Sekali lagi, tradisi kubur kosong saja tidak cukup untuk membangun cerita bahwa Yesus sudah bangkit. Menarik kalau kita membaca perlengkapan dari dua orang yang berjalan menuju Emaus di sini, mereka sedang mempercakapkan segala sesuatu yang sedang terjadi, setting-nya mirip dengan yang sudah kita bahas di atas tadi, setting orang yang tidak berpengharapan, dll. Seringkali kebahagiaan yang tanpa kita sadar Yesus sedang hadir dalam saat-saat seperti itu, Yesus hadir di dalam saat-saat kita rasa kehidupan sangat hopeless, kita rasa paling susah, kita rasa kita paling sendirian, kita rasa ditinggalkan. Sebetulnya di dalam saat-saat seperti itu Yesus hadir, Yesus menyertai perjalanan dari kedua orang yang ke Emaus ini, Yesus mendekati mereka, Yesus datang, Yesus berjalan bersama-sama dengan mereka tanpa mereka sadar. Kita tidak membangun kerohanian kita di dalam perasaan keagamaan yang bisa keliru, ada orang-orang yang membangun di dalam perasaan-perasaan keagamaan saja dan akhirnya confusing antara itu dengan Tuhan sendiri. Maksudnya adalah kita mendambakan saat-saat dimana kita merasa seperti dekat dengan Tuhan, merasa disertai Tuhan, memang saat-saat seperti itu menyenangkan. Tapi ada saat-saat dimana kita lebih percaya bahwa kita sedang merasa di padang gurun, lalu seperti tidak ada siapasiapa di situ, saya dalam keadaan kering kerontang, tetapi Yesus juga sedang ada disitu, hanya saja kita tidak sadar, kenapa? Karena kita menggantikan Yesus dengan perasaan-perasaan dekat dengan Yesus, perasaan-perasaan dekat dengan Yesus itu bukan Yesus, Yesus ya Yesus, perasaan ya perasaan, ada orang-orang yang hidup sangat bergantung dengan perasaan-perasaannya dan dibawa sedemikian rupa sampai di dalam kehidupan keluarganya juga dll. Kalau mau bicara tentang dua orang yang sedang berjalan ke Emaus, ini pasti tidak di dalam keadaan sukacita, mereka pasti di dalam satu keadaan perasaan yang kecewa, karena apa yang mereka harapkan tampaknya tidak terjadi, begitu kan ya? Meskipun sebetulnya Tuhan terus bekerja di dalam caraNya sendiri, tetapi mereka tidak bisa memahami, mata mereka somehow terhalang, and yet Yesus sebetulnya sedang berjalan bersama-sama dengan mereka. Menarik waktu cerita ini dibaca sampai akhir , sebetunya di dalam gambaran waktu Yesus berbicara menjelaskan tentang nabi, bukan tidak ada kobaran hati, ada kobaran hati dan resonansi itu sedang bekerja, tetapi mereka tetap tidak bisa mengerti, itu apa? Setelah melihat kebelakang baru mereka mengerti apa yang sedang terjadi, kobaran di dalam hati, tetapi waktu mereka bercakap-cakap ini mereka tidak terlalu sadar. Tadi kita mengatakan penampakan tentang bentuk tubuh Yesus dsb., itu bukan sesuatu yang penting untuk mengenang Yesus yang pernah dikenal oleh mereka. Kita bukan mengenal Yesus melalui gambaran iconic seperti itu, bukan, tapi melalui gambaran waktu kita membaca, jelas apa yang dilakukan Yesus di situ, Dia berusaha menjelaskan tentang firman Tuhan, kitab nabi-nabi, nubuatan mesianic dsb. Yesus menjelaskan mulai dari apa yang sudah dikerjakan Tuhan sejak dari dulu, bukan hanya Yesus waktu Dia hadir di dalam dunia, tetapi sebelum bahkan Yesus berinkarnasi ke dalam dunia sudah dinubuatkan oleh nabinabi, itu dijelaskan oleh Yesus Kristus. Sekali lagi, penyajian Lukas yang sangat menekankan history of salvation bukan berawal pada Betlehem, bukan, ini berawal pada rencana kekal Allah, lalu sudah dinubuatkan di dalam firman Tuhan, pengenalan Mesias yang sejati melalui firman Tuhan, bukan melalui penampakan. Di sini Yesus bukan penampakan, di sini Dia betulbetul hadir bersama-sama dengan mereka, ini kurang penting apa lagi, ini sudah lebih dari sekedar penampakan? Tetapi bahkan jalan mengenal Mesias seperti inipun di exclude oleh Lukas, ini bukan bagian yang penting, kalau ini bagian yang penting, sekali lagi, mereka akan langsung bertekuk lutut menyembah kepada Yesus tanpa bilang apaapa, karena mereka melihat ini Yesus. Tetapi cerita ini tidak mengatakan seperti itu, berarti penglihatan mereka tentang bentuk tubuh Yesus sama sekali tidak penting menurut Lukas, yang lebih penting adalah apakah seseorang itu bisa memahami bahwa Yesus ini adalah yang sudah dibicarakan di dalam firman Tuhan? Apakah Yesus yang sudah dinubuatkan oleh nabi-nabi ini adalah Yesus yang mereka kenal atau Yesus yang lain? Kalau hanya bicara tentang wajah, bicara tentang gerak-gerik, oh.. ini Yesus loh…, kelihatan jalannya seperti itu…., iya ya, Yesus memang jalannya seperti itu, untuk catatan firman Tuhan bagian seperti ini tidak penting sama sekali. Tetapi apakah mereka mengenal Yesus melalui kitab suci? Hati mereka berkobarkobar karena Yesus sedang menjelaskan diriNya sendiri, kitab suci itu menjadi hidup bagi mereka karena perwujudan dari pada nubuatan itu sedang ada bersama-sama dengan mereka, di situ terjadi resonance. Saya seringkali memakai istilah ini, resonance, kita bisa mengukur kerohanian kita dari adanya resonance ini juga di dalam kehidupan kita atau orang share tentang pekerjaan Tuhan, tentang penginjilan, tentang pelayanan dsb., kita ada resonance atau tidak? Ada orang yang resonance ketika dikatakan di situ ada dijual tas bermerk yang murah, waah dia langsung ada resonance, tetapi kalau bicara tentang pekerjaan Tuhan tidak ada resonance atau resonance-nya kecil sekali, seperti lilin yang hampir padam. Murid-murid ini, meskipun mereka betul dalam gambaran dukacita, GRII KG 723/762 (hal 1) Ekspositori Injil Lukas (35) Ekspositori Injil Lukas (35) kecewa, hopeless dsb., tetapi masih ada resonance, berarti mereka masih mempunyai hati nurani yang baik, bisa be-resonance waktu Yesus mengajarkan tentang hal seperti ini. Waktu kita membaca terus, mereka sendiri juga menceritakan kesulitan mereka, pergumulan mereka, cerita tentang perempuan-perempuan itu yang mereka sendiri juga agaknya sulit percaya, mereka juga mengkonfirmasikan bahwa ada temanteman yang pergi, memang mendapati bahwa kubur betul-betul kosong, di dalam hal ini bukan cerita kosong, tetapi memang betul kuburannya kosong. Tetapi mereka juga tidak berani masuk ke dalam kesimpulan bahwa Yesus sudah bangkit, Yesus kemudian mengatakan, jalan salib ini, sekali lagi, menderita untuk masuk ke dalam kemuliaan, menjelaskan tentang kitab suci. Lalu kapan mata mereka menjadi celik? Ini satu prinsip yang tidak bisa di over emphasize yaitu waktu Yesus duduk bersamasama dengan mereka lalu Dia mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkan dan memberikan kepada mereka. Perjamuan kudus itu intinya adalah menyatakan bahwa Yesus yang sudah mati, yang tubuhNya dipecah-pecahkan, yang darahNya dicurahkan. Di dalam saat seperti itu mereka sadar bahwa ini adalah the resurrected Christ, menarik gambaran tidak bisa lebih kontras lagi, bagaimana mengerti kebangkitan Yesus melalui perspektif kematian, melalui perspektif salib? Saya pikir di dalam tradisi kristen termasuk juga di dalam gereja reformed, tepat kalau kita memang lebih meninggikan, lebih mementingkan Jumat agung dari pada minggu paskah. Paulus mengatakan tanpa kembangkitan, iman kita sia-sia, pasti minggu paskah juga penting sekali, tetapi kalau boleh mengajak saudara merenungkan bagian ini, Yesus tidak bergumul untuk bangkit, tapi Yesus bergumul untuk naik ke atas kayu salib. Kebangkitan itu sesuatu yang pasti terjadi di dalam kehidupan Yesus, karena Dia Tuhan, karena Dia Ilahi, tidak mungkin tidak bangkit, kemenangan Yesus itu bukan waktu Dia bangkit, bukan, kemenangan Yesus adalah waktu Yesus mati, waktu Dia taat sepenuhnya dan mengatakan kehendakMu yang jadi, itu kemenangan. Kebangkitan adalah merupakan konfirmasi kemenangan ketaatan Kristus, saya mau mengatakan apa? Berdasarkan ayat ini, dua murid ini tidak bisa mengerti tentang kebangkitan kecuali mereka melihatnya dari persepektif pengorbanan Kristus. Demikian juga saudara dan saya, kita tidak akan bisa mengerti apa artinya melayani di dalam kuasa kebangkitan Kristus kalau kita tidak melihat dari perspektif salib. Kalau salib tidak menarik untuk kita, kalau cerita pengorbanan Yesus Kristus tidak menarik untuk kita, maka cerita kebangkitan juga tidak akan mempunyai atraksi apa-apa, akan dianggap sebagai cerita dongeng, cerita gosip dsb. Bukan kebetulan kalau perempuan-perempuan ini ada certain pararel, karena perempuan-perempuan ini juga yang berani menyertai kematian Kristus, yang laki-laki semuanya menghindar, kecuali Yohanes, tetapi yang perempuan ini menyertai kematian Kristus dan mereka adalah yang pertama bisa bersukacita tentang kebangkitan Yesus, di situ ada pararel. Jangan menghina perempuan, anak-anak, orang cacat, orang biasa, orang miskin dsb., mungkin mereka adalah orang-orang yang paling mengerti apa artinya penderitaan Kristus dan karena itu juga paling layak untuk menjadi saksi kebangkitan Kristus. Mereka menjadi celik, melihat bahwa inilah Yesus, Yesus yang sudah bangkit, Yesus yang kita kenal, khususnya dikenal melalui apa? Sekali lagi, bukan melalui penampakan tubuhNya dsb., tetapi melalui apa yang Dia sudah pernah lakukan di atas kayu salib, itu yang membuat mereka celik. Sangat menarik, tidak ada demonstrasi yang lain, tidak ada, Yesus tidak mendemonstrasikan kebangkitanNya misalnya dengan bisa terangkat sampai ke atas genteng lalu Dia turun lagi, tidak ada catatan seperti itu, yang ada adalah bahwa Dia-lah sebetulnya yang sudah berkorban untuk mereka. Waktu memecah-mecahkan roti, waktu membagibagikan kepada mereka, di situ mata mereka menjadi celik. Justru waktu mereka celik, Yesus lenyap, sepertinya tidak happy ending, justru waktu mereka ragu-ragu, mereka kecewa, Yesus hadir menjelaskan, waktu mata mereka terbuka, Yesus lenyap. Maunya kita justru di saat seperti ini Kamu ada di sini terus, kita bisa pesta selama-lamanya, tapi ini bukan surga, bukan, Yesus lenyap, Yesus kemana? Yesus akan meneguhkan murid-murid yang lain, tapi kita yang sudah diteguhkan seperti “ditinggalkan” oleh Yesus, tetapi kita sudah pernah dikuatkan, kita sudah pernah dicelikkan, bisa melihat dengan mata rohani kita supaya kita bersaksi, supaya kita memberitakan kematian dan kebangkitan Kristus. Ini bagian yang jarang dibahas, Yesus yang meninggalkan mereka, biasanya kita bicara tentang penyertaan Yesus, Yesus yang mendampingi kita, berjalan bersama dengan kita, pembicaraan yang jarang waktu kita merenungkan bagian Yesus yang meninggalkan kita dan lenyap. Tetapi meninggalkan bukan karena kita jatuh di dalam dosa atau karena kita melawan Tuhan, itu jenis meninggalkan yang lain, bukan jenis yang itu, ini ditinggalkan di dalam pengertian karena Yesus take care saudara-saudara yang lain, lalu saudara yang sudah kuat diminta untuk menyaksikan, menguatkan saudarasaudara yang masih lemah. Kita mendoakan diaken-diaken supaya mereka adalah orang-orang yang seperti ini, dari katanya saja sederhana, pengertian diaken itu adalah pelayan, memang pelayan ada waktu untuk dilayani juga, pelayan bukan terus melayani tanpa dilayani, pelayan juga perlu dilayani. Yesus pun selama Dia berada di dalam dunia, ada saat-saat Dia memberikan diriNya dilayani, tetapi yang mau kita tekankan adalah saat-saat dimana Tuhan seperti tidak terlalu take care terhadap kehidupan kita, kenapa Yesus tidak ada bersama dengan saya terus di sini ya? Kenapa GRII KG 723/762 (hal 2) kita tidak celebrating persekutuan table fellowship selama-lamanya? Kenapa Dia pergi memberkati orang lain? Kenapa Dia pergi memperhatikan orang lain? Bagaimana saya dan keluarga saya? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu mungkin bisa muncul, jangan lupa, Tuhan sudah pernah mencelikkan mata kita, Tuhan sudah pernah menyertai kita, Tuhan sudah pernah menjelaskan firman Tuhan kepada kita, kalau Yesus lenyap, Yesus selalu hadir di dalam kehidupan kita, hanya kalau boleh melihat ini sebagai satu paradigma kehidupan kita. Perlu satu keluasan hati waktu kita melihat orang lain sedang dilayani oleh Tuhan, Tuhan sedang bersabar kepada mereka, Tuhan sedang menanti mereka, lalu kita berbagian di dalam penantian, kesabaran, belas kasihan Tuhan dst. Kiranya Tuhan memberkati kita semua. Amin. Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (AS) GRII KG 723/762 (hal 3)