Ringkasan - GRII Kelapa Gading

advertisement
Khotbah Minggu (27 April 2014)
Ringkasan Khotbah
GRII Kelapa Gading
Pengkhotbah : Pdt. Billy Kristanto, Th.D Tema : …....….…..……………...….........
Nas Alkitab
: .............................................................................................................
723/762
20 April 2014
Tahun ke-15
Melayani di Dalam Kuasa Kebangkitan Kristus
(Minggu Paskah)
Pdt. Billy Kristanto, Th.D.
Lukas 24:1-32
Waktu kita membaca di dalam cerita
alkitab gambaran tentang kebangkitan Yesus
tidak jauh berbeda di dalam satu segi dengan
cerita kematian Yesus Kristus. Waktu kita
melihat cerita Yesus dipaku di atas kayu salib,
dari sisi orang yang melihat secara jasmani, di
situ
bukan
melihat
satu
gambaran
kemenangan, tetapi lebih melihat satu
gambaran
kekalahan,
bukan
melihat
gambaran kemuliaan tetapi lebih melihat
gambaran kehinaan, bukan melihat satu
gambaran yang merupakan kebesaran tetapi
melihat sesuatu yang tidak perlu dibanggakan,
itu yang dilihat oleh dunia.
Kita tertarik waktu membaca cerita
kebangkitan Yesus, biasanya kalau di film-film
ada cerita kalau pertama kalah dulu lalu
kemudian menang, orang tidak tahu begitu
dia menyatakan kekuatannya, langsung orang
menjadi takjub dan takluk, tetapi cerita alkitab
tidak dibangun dengan cara Hollywood
seperti ini, tidak. Di dalam cerita kebangkitan
kita tidak mendapati gambaran seseorang
yang danggap tidak mampu, yang dianggap
bukan Anak Allah, yang dianggap orang biasa,
yang dianggap orang gila, eh ternyata tibatiba bangkit, lalu seluruh dunia jadi bertekuk
lutut dihadapanNya, kita tidak mendapati
gambaran seperti itu. Konsisten di dalam
ketersembunyian, karena memang tidak
semua orang layak untuk mengerti cerita
kebangkitan, mereka yang tidak melihat
Yesus, mereka yang tidak menyertai Yesus di
dalam peristiwa kematianNya, mereka yang
tidak percaya salib, mereka tidak berhak untuk
menikmati sukacita kebangkitan.
Ini
prinsip
alkitab,
kita
tidak
membicarakan penghiburan, kita tidak
membicarakan good news untuk orang yang
tidak merasa dirinya sakit dan ada masalah.
Kita mengatakan kita menghibur orang lain,
orang yang kita hibur pasti adalah orang yang
secara asumsi kita, kita berpikir dia sedang
sedih, kita tidak menghibur orang yang
sedang berpesta. Orang berpesta merasa di
dalam kehidupannya tidak ada persoalan, dia
merasa tidak ada kematian di dalam
kehidupannya, untuk apa bicara tentang
kebangkitan, orang saya sudah hidup? Kita
tidak bisa membicarakan kebangkitan tanpa
kematian, tidak bisa membicarakan berita
sukacita tanpa berita dukacita dan ini
sebetulnya sedang diusung di dalam cerita
GRII KG 723/762 (hal 4)
kebangkitan Yesus, not without the cross,
bukan tanpa berita salib.
Bahkan waktu kita membaca dalam ayat
1 yang digambarkan di situ adalah setting
kuburan, setting orang-orang yang masih
berduka membawa rempah-rempah untuk
preserve tubuhnya Yesus supaya ada baubauan dan memperlambat pembusukannya
dsb.
Penerimaan
terhadap
kuburan,
penerimaan
terhadap
fakta
kematian,
penerimaan terhadap kegagalan, penerimaan
terhadap kekacauan di dalam kehidupan kita,
penerimaan terhadap konflik, penerimaan
bahwa kita memang ada masalah di dalam
hidup ini dan ini mendahului cerita
kebangkitan.
Sekali
lagi,
kita
tidak
membicarakan kebangkitan tanpa kuburan,
kalau Yesus tidak pernah mati, tidak akan
pernah ada cerita kebangkitan. Tetapi kita
melihat di dalam bagian ini, waktu kita terus
membaca, ada satu gambaran yang sulit
untuk mereka pahami, satu sisi mereka datang
dengan realita kematian, tetapi mereka tidak
bisa berbagian di dalam history of salvation.
Ini
cara
penyajian
Lukas
waktu
menggambarkan pattern, dinamika perjalanan
pekerjaan Tuhan di dalam sejarah yang terus
berjalan, mereka terlambat untuk mengikuti
bagian itu, bersyukur akhirnya mereka tetap
bisa berpartisipasi, bukan terlambat untuk
selama-lamanya, ada orang yang terlambat
selama-lamanya. Yesus sudah bangkit, tetapi
mereka masih berada di dalam tradisi
kematian Kristus, karena memang Yesus juga
betul-betul mati.
Ada satu hal yang bisa menghalangi
pelayanan kita yaitu waktu kita diikat oleh
pengertian tradisi kematian ini, yang tidak bisa
lagi mengikuti pekerjaan Tuhan, padahal
Tuhan sudah bergerak kearah yang lain,
padahal Tuhan sudah bangkit, tetapi mereka
memaksakan tidak, masih mati. Mayatnya
mana? Semua injil mengatakan, mereka
mencari mayat Yesus, Yesus sudah bangkit,
tetapi mereka mencari mayat, manusia kalau
sudah mati sudah tidak ada harganya lagi,
mayat itu bukan Yesus, mayat itu hanya tubuh
yang Yesus pernah hidup di dalamnya. Tetapi
mereka mencari mayat, seolah-olah mayat itu
mewakili gambaran tentang Yesus, bahkan
waktu
kita
membaca
dalam
cerita
kebangkitan,
kita
tidak
mendapatkan
gambaran tentang hadirnya Yesus kembali di
dalam arti terutama bahwa kita bisa
mengenali bentuk tubuhnya, oh ini adalah
Yesus, kita tadi membaca sampai pada dua
orang yang berjalan ke Emaus. Kalau yang
GRII KG 723/762 (hal 1)
Ekspositori Injil Lukas (35)
Ekspositori Injil Lukas (35)
penting adalah bagaimana Yesus yang dulu,
sebelum Dia mati, itu dibangkitkan kembali
dengan gambaran yang sama, maka kita bisa
bertanya, kok ini keterlaluan ya, yang dua
orang ini tidak bisa mengenali Yesus? Kenapa?
Apakah mereka sakit mata atau mereka
berbicara
tidak
melihat
orang
atau
bagaimana?
Saya percaya gambaran seperti itu tidak
masuk akal, kita assume pasti mereka waktu
bercakap-cakap, ya bercakap-cakap dengan
melihat Yesus, sangat tidak sopan kalau
berbicara dengan orang dengan tidak melihat
orangnya, ini agak keterlaluan, begitu kan ya?
Misalnya kalau kita pernah berbicara dengan
satu orang, lalu orang itu kaget setelah
berbicara selama satu jam baru tahu bahwa
dia berbicara dengan kita, oh ternyata itu
kamu ya? Ini orang aneh, kita harus hati-hati
dengan orang seperti ini, hal seperti itu tidak
wajar, dalam kehidupan sehari-hari mungkin
hal seperti itu juga tidak terjadi. Maka kita bisa
assume, waktu Yesus berjalan dengan dua
orang menuju Emaus ini, mereka juga melihat,
tetapi mereka tidak mengenali. Meaning,
bukan itu yang penting, bukan gambaran
Yesus yang iconic, oh ya benar loh, jenggotnya
seperti itu, ya benar ada kumisnya, hal seperti
ini tidak penting sama sekali, ini bukan bicara
tentang bentuk kumis, jenggot atau sorotan
matanya dsb., sama sekali tidak, justru bagian
itu di bypass sama sekali di dalam kejadian
tentang kebangkitan Yesus Kristus.
Sekali
lagi,
bagaimana
gambaran
kontinuitas tentang sebelum Dia mati dan
setelah Dia bangkit? Apa yang bisa kita
perlajari dari firman Tuhan? Mereka datang
dengan satu gambaran Yesus yang sudah jadi
mayat, sementara Roh Kudus sudah bergerak
ke arah yang lain. Kita bisa mematikan gereja
dengan tidak menjadi peka tentang apa yang
mau Tuhan kerjakan di dalam kehidupan kita,
lalu memaksakan cara pandang kita, harus
begini, mati ya mati, tidak ada kebangkitan,
mati pasti jadi mayat dan yang bisa delete
tentang pembusukan hanya satu yaitu
rempah-rempah saya, begitu saja, tidak ada
yang lain. Lalu kita bersikeras dengan
pandangan kita, walaupun dengan rendah hati
datang kepada Tuhan dan bertanya, Tuhan
mau kita mengerjakan apa, Tuhan mau saya
melihat apa, begitu? Orang yang terkurung di
dalam tradisi akhirnya ya seperti itu, paling
banyak menjadi observer tradisi, kita bisa
mengobservasi berapa banyak darah yang
mengalir dst., tetapi Yesus sudah bukan mayat
lagi di sini, Yesus sudah bangkit dan mereka
yang terus terpaku terhadap kematian Yesus
dibelakang, mereka tidak akan berbagian di
dalam cerita kebangkitan ini, karena history of
salvation itu sedang bergerak.
Lukas menceritakan injil dalam cara yang
seperti ini, ada pekerjaan Tuhan yang
dinyatakan dalam sejarah dan bahwa sejarah
itu terus-menerus bergerak secara dinamis.
Kita sekarang seringkali komplain, mungkin
khususnya anak-anak yang masih muda,
remaja pemuda, mereka bilang, orang tua
saya memaksa saya, seperti seolah-olah kita
masih hidup di tahun 1950 dengan cara tahun
1945, ini tahun 2017 sebetulnya mereka tahu
tidak sih? Ada gap, orang yang berusaha
membekukan tradisi, orang yang berusaha
untuk membuat tradisi menjadi sesuatu yang
establish, akhirnya tidak bisa lagi mengikuti
pekerjaan Tuhan. Salah satu keindahan saya
percaya meskipun kita bukan tidak ada
kelemahan di dalam Gereja Reformed Injili
Indonesia,
karena
kita
terus-menerus
menekankan dinamika pimpinan Roh Kudus.
Kadang-kadang kelihatan seperti tidak sesuai
dengan gambaran tradisi, gereja yang seperti
ini bukan seperti gereja yang dibicarakan
dalam tradisi, gereja Calvinis yang rapih dsb.,
memang rapih bagus juga, tetapi jauh lebih
penting bagaimana kita terus-menerus peka
untuk mengikuti pimpinan Tuhan dalam
kehidupan kita.
Gereja yang diberkati Tuhan adalah
gereja yang terus-menerus melihat dan
bekerja di dalam kuasa kebangkitan ini. Tidak
membiarkan diri diikat oleh cerita tradisi
kematian, lalu bersikeras tentang apa yang
mereka yakin pasti seperti itu, pasti Yesus
tidak mungkin bangkit. Menarik kalau kita
melihat di dalam cerita ini, bukan tidak ada
kesaksian, ada kesaksian, tetapi kesaksian dari
siapa? Kesaksian dari perempuan, nah ini juga
boleh kita renungkan di dalam kaitan tema
kita, melayani di dalam kuasa kebangkitan
Kristus. Melayani di dalam kuasa kebangkitan
bukan berarti melayani karena saya punya
power cukup kuat, saya ini pengurus lama,
saya ini hamba Tuhan, saya ini senior, jadi
kamu harus memperhatikan saya kalau saya
bicara, karena saya ini adalah orang yang
sudah lama sekali di GRII Kelapa Gading, jadi
tolong dengarkan saya. Bukan seperti itu, itu
gaya pelayanan bukan kuasa kebangkitan
Yesus, tapi itu gaya dunia bagaimana kriteria
mendengarkan ya seperti ini. Kita harus
mendengarkan dia, kenapa? Karena dia adalah
orang kaya, karena pengetahuannya banyak,
karena dia senior.
Mungkin di sini Yesus salah memakai
perempuan, kenapa tidak memakai Kayafas
atau siapa lah? Begitu dia bicara harus
diterima, karena Kayafas, tidak, Dia tidak
tanggung-tanggung, not even Petrus, Yakobus
atau Yohanes, tetapi yang ada di sini adalah
perempuan-perempuan yang tidak penting
ini, yang menimbulkan kontroversi, yang suka
dianggap sering gosip-lah, mungkin karena
terlalu di press, setelah itu ada imajinasi yang
bukan-bukan
sehingga
menceritakan
gambaran-gambaran yang delusi seperti ini.
Hal ini juga termasuk di dalam realita
pelayanan kita, waktu kita melayani di dalam
kuasa kebangkitan Kristus, perempuanperempuan ini menyaksikan sesuatu yang
truthful dan mereka tidak berusaha untuk
mencari nama dalam kesaksian ini, tidak,
mereka simply stating the truth, mengatakan
bahwa Yesus telah bangkit. Tetapi posisi
mereka itu, gambaran mereka sebagai
perempuan, itu tidak diterima dan inilah
keindahan waktu kita melayani, kalau kita
boleh menerima satu pengalaman, ketika kita
menyaksikan
kebenaran,
ketika
kita
menyatakan firman Tuhan, ketika kita
GRII KG 723/762 (hal 2)
mengabarkan Kristus, lalu kita jadi tidak
dianggap, karena orang tidak pandang siapa
kita, siapa kamu, kenapa saya harus
mendengarkan kamu?
Perempuan-perempuan ini melayani dan
menyaksikan di dalam kuasa kebangkitan
Kristus, tetapi dunia, jangankan dunia, muridmuridNya pun masih melihat seperti itu,
gereja pun masih melihat seperti ini. Ah dia
kan perempuan, orang baru, kita tidak
mendengar mereka, dia kan orang baru, kita
hanya mendengarkan orang-orang penting,
sama, di dalam lingkaran, inner circle Yesus
pun juga berpikir seperti ini. Siapa sih mereka
itu? Kalau yang bicara Petrus, Yohanes,
Yakobus nah itu ok, tapi ini siapa? Bukan
termasuk daripada 12 murid itu dan dia yang
menyaksikan, lalu kita harus terima begitu
saja, ya tidak bisa dong, dia harus belajar,
bukan ngajar, posisi dia masih terlalu baru,
gereja pun berpikir seperti ini juga. Tidak ada
kepekaan untuk membedakan yang mana
yang dari Tuhan, yang mana firman Tuhan,
tetapi orang selalu melihat dahulu siapa yang
bicara, posisi dia dimana? Siapa dia itu? Tidak
jauh berbeda.
Kalau kita melayani di dalam kuasa
kebangkitan Kristus saya percaya, salah satu
hal yang sederhana yaitu berbagian di dalam
cerita seperti ini mungkin kita seperti posisi
perempuan, waktu kita mengatakan, orang
melihat, kamu sebetulnya itu siapa ya?
Jangan-jangan kamu hanya bicara idol talk,
hanya bicara yang tidak ada benarnya dan
terutama
mengapa?
Karena
mereka
perempuan, karena mereka dianggap bukan
orang yang penting. Kita bersyukur kalau
pelayanan kita diterima, bisa menyentuh
orang lain, bisa menggerakkan orang lain
bukan karena posisi kita, bukan, bukan karena
orang melihat siapa kita, bukan, tetapi karena
ada resonance dalam hati nurani, yang masih
bekerja di dalam diri orang lain, orang tahu
yang kita katakan adalah berasal dari Tuhan,
bukan berasal dari diri kita sendiri.
Nah ini satu jalan salib, perkataan
perempuan-perempuan ini tidak diterima oleh
rasul-rasul yang lain, Maria dari Magdala,
Yohana, Maria ibu Yakobus dll., menarik waktu
kita membaca, Petrus satu sisi seperti mau
percaya, sisi yang lain juga tetap tidak mau
percaya. Ini catatan injil tentang cerita
kebangkitan, dia cepat-cepat pergi kekuburan
mau memastikan, betul tidak sih? Waktu dicek
ya memang betul, hanya tinggal kain kafan, di
dalam hal ini perempuan itu tidak bohong,
tetapi mereka tetap tidak bisa percaya bahwa
apa yang dikatakan, khususnya yang berkaitan
dengan perkataan malaikat, “mengapa kamu
mencari Dia yang hidup diantara orang mati?”
Pembicaraan seperti itu di exclude, orang
hanya melihat berdasarkan kasat mata, orang
hanya melihat apa yang dilihat oleh mata
jasmani, itu orang yang kasihan sekali. Petrus
hanya melihat fakta ini, betul sih hanya tinggal
kain kafan, memang tidak ada mayat di situ, di
dalam hal ini betul, tetapi dia tidak percaya
tentang
pembicaraan-pembicaraan
supranatural itu, apa yang dikatakan malaikat
dan malaikat itu mengatakan bahwa Yesus
sudah bangkit.
Itu tidak sesuai dengan rasio, pikiran itu
hanya bisa dipahami oleh orang kontemplatif,
orang-orang yang kurang membumi, yang
tidak mendunia begitu, mereka memikirkan
hal-hal yang tidak kelihatan dan akhirnya
menjadi orang-orang yang tidak realistis
begitu? Petrus pun jatuh ke dalam persoalan
seperti ini, tidak ada persoalan bahwa tinggal
kain kafan, lalu kubur kosong, tetapi hal ini
tidak cukup untuk membangun kepercayaan
bahwa Yesus sudah bangkit, di dalam hal ini
murid-murid betul. Ada satu lagu (Sebab Dia
Hidup)
yang
menurut
saya
dalam
penerjemahan bahasa Indonesianya salah,
dikatakan, “kubur kosong membuktikan Dia
hidup”. Kubur kosong itu tidak membuktikan
Yesus
hidup,
kalau
kubur
kosong
membuktikan Yesus hidup, Petrus langsung
percaya kalau Yesus hidup, mana bisa kubur
kosong membuktikan Yesus hidup? Kubur
kosong itu bisa saja Petrus salah masuk
kuburan,
makanya
kosong,
itu
satu
kemungkinan, kemungkinan kedua adalah
kosong karena mayatnya dicuri, seperti yang
dicatat di dalam alkitab sendiri, ya kan?
Jadi kubur kosong tidak otomatis
membuktikan Yesus hidup, tradisi kubur
kosong saja tidak cukup, sama sekali tidak
cukup untuk membangun cerita bahwa Yesus
hidup, loncatannya terlalu cepat. Makanya di
sini di dalam gambaran firman Tuhan, secara
menarik alkitab juga tidak membangun di
dalam tradisi kubur kosong saja, tidak, tetapi
ada gambaran-gambaran lain yang menyertai
dan mengkonfirmasikan juga tradisi kubur
kosong, the empty tomb. Di dalam bagian ini
kita membaca, Petrus melihat kubur kosong,
tetapi dia tidak kemudian langsung percaya,
oh….. kubur kosong, kalau begitu Yesus hidup
ya? Tidak, di dalam hal ini dia waras, bukan
menarik konsekuensi yang terlalu cepat,
karena kubur kosong, lalu kemudian Yesus
hidup. Ada keragu-raguan, masih ada
pertanyaan di dalam hatinya, apa sebetulnya
yang terjadi, mengapa kuburan bisa kosong?
Sekali lagi, seperti tema melayani di
dalam kuasa kebangkitan Kristus, ini bukan
berarti setiap kali kita melayani karena kuasa
kebangkitan Kristus, terus di dalam satu
keadaan yang selalu di atas, selalu menggebugebu, selalu beriman tinggi dsb., menurut
saya itu tidak livable. Saya pernah masuk ke
toko buku kristen dan mendengar orangorang berbicara di situ tentang penganiayaan
orang kristen di Ambon dari perspektif iman
mereka sebagai orang kristen, satu orang
bilang, kenapa kita percaya kepada Tuhan
harus takut kepada orang yang tidak percaya
kepada Tuhan? Tidak usah takut, walaupun
rumah dibakar, bahkan dipenggal sekalipun,
tidak usah takut, mendengar kalimat seperti
itu, bulu kuduk saya berdiri. Bagaimana ya
saya menghayati bagian ini, oh Billy Kristantio,
imanmu yang sangat kecil tidak bisa banding
dengan orang yang bicara tadi. Oh…, saya
tidak berpikir seperti itu, justru saya berpikir,
mungkin orang ini tidak mengerti apa yang
dia bicarakan, sedikit mirip dengan perkataan
GRII KG 723/762 (hal 3)
Petrus,
meskipun
mereka
semua
meninggalkan Engkau, saya akan masuk
penjara dan mati untuk Engkau Tuhan.
Kelihatan seperti iman yang begitu besar,
sebetulnya itu adalah self confidence.
Saya tidak yakin perjalanan kehidupan
mengikut Kristus secara sehat yang tidak
disertai
dengan
pertanyaan-pertanyaan,
keragu-raguan dst., itu to good to be true,
karena di dalam gambaran cerita kebangkitan
sendiri kita melihat Petrus ragu-ragu, Yohanes
tidak mengerti, Yakobus bingung, itu yang kita
baca. Kita tidak mendapatkan satu cerita
gambaran kebangkitan, lalu setelah itu amin,
haleluya…., mari sekarang kita bernyanyi
haleluya chorus karena Yesus sudah bangkit,
tidak seperti itu, justru mereka bingung. Ini
cerita kebangkitan diwarnai oleh orang-orang
yang bingung, yang bertanya-tanya, orangorang yang jengkel, orang-orang yang
merasa, kamu orang bicara gosip, kita sedang
susah-susahnya kamu malahan cerita gosip
yang sama sekali tidak konteks sensible. Jadi
kejengkelan-kejengkelan manusia mewarnai
kebangkitan, sebagai satu proses untuk
mengenal kuasa kebangkitan Kristus. Kita
bukan model orang-orang kristen yang
mengatakan amen, haleluya, mari kita mati
untuk Tuhan, mau dipenggal juga tidak apaapa, amen….. haleluya kita akan bersukacita di
dalam Yesus, bukan seperti itu. Karena bagian
seperti itu tidak kita dapati di dalam cerita
kebangkitan Kristus yang dicatat di sini, yang
ada adalah gambaran realistis, ada orang
ketakutan, ada orang yang bingung.
Jadi ini adalah gambaran yang realistis,
bagaimana
penyataan
alkitab
waktu
membicarakan proses manusia unuk mengerti
kebangkitan Yesus Kristus, bukan tanpa
pergumulan. Kalau memahami dan menyertai
jalan salib Yesus Kristus sudah pasti
pergumulan bukan? Kita tahu di situ muridmurid banyak yang mengundurkan diri, Petrus
menyangkal, tapi bukan berarti murid-murid
yang lain lebih baik, mereka juga tidak
menyertai Yesus sampai ke bawah kayu salib,
mereka semua menghindar, karena memang
itu pergumulan berat. Lalu kita pikir
kebangkitan, karena sudah bangkit saya tidak
usah bergumul lagi, toh ini good news, tidak
seperti itu, kebangkitan juga sama, perlu
pergumulan, sama seperti mengikut Yesus di
dalam penderitaanNya, menyertai penderitaan
Kristus, waktu kita mengerti kebangkitan
Kristus juga bukan tanpa pergumulan.
Ini bukan satu gambaran good news lalu
kemudian menjadi sesuatu yang cheap dan
mudah sekali, lalu setelah itu, okelah orang
menerima, tadi kita katakan, Yesus tidak
memakai cara waktu Dia bangkit lalu dia
masuk ke Yerusalem menampakkan diri
kepada Kayafas dll., tidak, kalau Dia mau
memakai cara itu atau lebih lagi, ke Roma saja
sekalian, Roma itu kan pusat dunia pada saat
itu, ya Dia ke Roma saja, setelah itu seluruh
dunia akan jadi pengikut Kristus, tetapi tidak
ada cerita kebangkitan seperti itu. Orangorang itu tidak layak untuk mendengar cerita
kebangkitan Yesus, karena mereka tidak
pernah tertarik dengan cerita salib, di sini ada
relasi yang sangat erat yang tidak bisa kita
pisahkan, antara cerita kematian dan cerita
kebangkitan Yesus. Di dalam perspektif Lukas
itu jelas sekali, baik perikop pertama maupun
yang kedua, yang ayat 6 misalnya dikatakan,
Yesus pernah berkata waktu Dia masih di
Galilea bahwa Dia akan bangkit, lalu kita
membaca di dalam perikop yang kedua, Yesus
sendiri mengatakan di dalam ayat 26,
bukankah Mesias harus menderita semuanya
itu untuk masuk dalam kemuliaanNya?
Itu gambaran Lukas, ada pattern story of
salvation, penderitaan, lalu setelah itu
kemuliaan, kita tidak berbicara kemuliaan
kristen tanpa penderitaan karena nama Tuhan,
tidak ada. Kemuliaan yang di share oleh
Kristus, itu adalah kemuliaan yang juga
sekaligus didahului dengan penderitaan yang
juga di share kepada saudara dan saya. Dunia
mengejar kemuliaan kalau bisa tanpa
penderitaan,
justru
kemuliaan
sebagai
gambaran supaya kita bisa excluding
penderitaan di dalam kehidupan kita. Kita
dipermuliaan di dalam pengertian kita tidak
dihina, karena dihina itu menderita, begitu kan
ya? Maka kita mengejar berbagai macam hal,
bagaimana caranya supaya kita tidak dihina,
supaya kita dipermuliakan, misalnya menjadi
great achiever, dengan menjadi great achiever
saya bisa pamerkan semua achievement saya,
maka saya tidak akan dihina. Lalu orang lain
senang
atau
tidak
senang
harus
memperhitungkan saya, mempermuliakan
saya, meskipun orang itu dengan dongkol, itu
urusannya dia, pokoknya orang tidak bisa lagi
menghina saya. Itu jalan dunia, bukan jalan
sorgawi, bukan.
Di dalam alkitab kita membaca, justru
kemuliaan itu datang sebagai sesuatu yang
akan Tuhan berikan, lalu kita pasif, kita bukan
promote diri kita sendiri, bukan, tetapi Tuhan
yang akan memberikan kemuliaan itu kepada
kita. Panggilan kita adalah bagaimana kita
menyertai penderitaan Kristus, tanpa cerita
salib, tidak mungkin ada cerita kebangkitan.
Ada satu perkataan terkenal dari seorang
penulis bernama Oswald Chambers, dia bukan
hanya bilang tentang kuasa kebangkitan,
tetapi dia juga bilang tentang kuasa kematian.
Kuasa kebangkitan Kristus itu bekerja sesuai
dengan kuasa kematian Kristus yang juga
bekerja di dalam kehidupan kita. Apa
maksudnya? Kalau kita hidup menyangkal diri,
setia memikul salib kita, meskipun dihina ya
tidak apa-apa juga karena itu bagian dari
pengalaman salib, asalkan sedang melakukan
pekerjaan Tuhan, tetapi tetap dengan rendah
hati melayani Tuhan.
Orang yang di dalam kehidupannya ada
kuasa, kematian Kristus bekerja di dalam
kehidupannya, itu kuasa kebangkitan Kristus
otomatis akan menyertai kehidupannya. Ada
orang berdoa meminta supaya kuasa Tuhan
diberikan, minta penyertaan, minta berkat,
tetapi dia tidak mau menyangkal diri, tidak
mau pikul salib, dalam alkitab gambaran
seperti itu tidak ada. Satu bejana yang tidak
terlebih dahulu mengosongkan dirinya, itu
tidak bisa diisi oleh kepenuhan Kristus, kalau
kita sendiri sudah penuh dengan ego kita,
bagaimana Kristus mau masuk ke sana? Tidak
ada tempat lagi. Semakin kita mengosongkan
diri, semakin kita membiarkan kuasa kematian
Kristus itu bekerja di dalam kehidupan kita,
sacrificial love, semakin kuasa kebangkitan itu
bekerja di dalam kehidupan kita.
GRII KG 723/762 (hal 4)
Saya sedikit mau membahas tentang dua
orang yang berjalan ke Emaus karena ini juga
melengkapi, sekali lagi tadi kita mengatakan
tradisinya bukan hanya tradisi kubur kosong
seperti kita membaca cerita kubur kosong
hanya berakhir dengan kebingungan, karena
di situ kemudian diakhiri oleh perikop ini
setelah Petrus menyaksikan kubur kosong, dia
bertanya di dalam hatinya, apa yang kiranya
telah terjadi. Bukan membawa kepada
konklusi iman, tidak dicatat di sini, setelah
Petrus melihat kubur kosong, maka dia jadi
yakin bahwa Yesus hidup dan Yesus bangkit,
tidak? Yang ada di dalam gambaran ini adalah
dia bertanya di dalam hatinya apa sebetulnya
yang telah terjadi? Sekali lagi, tradisi kubur
kosong saja tidak cukup untuk membangun
cerita bahwa Yesus sudah bangkit.
Menarik
kalau
kita
membaca
perlengkapan dari dua orang yang berjalan
menuju Emaus di sini, mereka sedang
mempercakapkan segala sesuatu yang sedang
terjadi, setting-nya mirip dengan yang sudah
kita bahas di atas tadi, setting orang yang
tidak
berpengharapan,
dll.
Seringkali
kebahagiaan yang tanpa kita sadar Yesus
sedang hadir dalam saat-saat seperti itu,
Yesus hadir di dalam saat-saat kita rasa
kehidupan sangat hopeless, kita rasa paling
susah, kita rasa kita paling sendirian, kita rasa
ditinggalkan. Sebetulnya di dalam saat-saat
seperti itu Yesus hadir, Yesus menyertai
perjalanan dari kedua orang yang ke Emaus
ini, Yesus mendekati mereka, Yesus datang,
Yesus berjalan bersama-sama dengan mereka
tanpa mereka sadar. Kita tidak membangun
kerohanian kita di dalam perasaan keagamaan
yang bisa keliru, ada orang-orang yang
membangun di dalam perasaan-perasaan
keagamaan saja dan akhirnya confusing antara
itu dengan Tuhan sendiri. Maksudnya adalah
kita mendambakan saat-saat dimana kita
merasa seperti dekat dengan Tuhan, merasa
disertai Tuhan, memang saat-saat seperti itu
menyenangkan. Tapi ada saat-saat dimana
kita lebih percaya bahwa kita sedang merasa
di padang gurun, lalu seperti tidak ada siapasiapa di situ, saya dalam keadaan kering
kerontang, tetapi Yesus juga sedang ada
disitu, hanya saja kita tidak sadar, kenapa?
Karena kita menggantikan Yesus dengan
perasaan-perasaan dekat dengan Yesus,
perasaan-perasaan dekat dengan Yesus itu
bukan Yesus, Yesus ya Yesus, perasaan ya
perasaan, ada orang-orang yang hidup sangat
bergantung dengan perasaan-perasaannya
dan dibawa sedemikian rupa sampai di dalam
kehidupan keluarganya juga dll.
Kalau mau bicara tentang dua orang
yang sedang berjalan ke Emaus, ini pasti tidak
di dalam keadaan sukacita, mereka pasti di
dalam satu keadaan perasaan yang kecewa,
karena apa yang mereka harapkan tampaknya
tidak terjadi, begitu kan ya? Meskipun
sebetulnya Tuhan terus bekerja di dalam
caraNya sendiri, tetapi mereka tidak bisa
memahami, mata mereka somehow terhalang,
and yet Yesus sebetulnya sedang berjalan
bersama-sama dengan mereka. Menarik
waktu cerita ini dibaca sampai akhir ,
sebetunya di dalam gambaran waktu Yesus
berbicara menjelaskan tentang nabi, bukan
tidak ada kobaran hati, ada kobaran hati dan
resonansi itu sedang bekerja, tetapi mereka
tetap tidak bisa mengerti, itu apa? Setelah
melihat kebelakang baru mereka mengerti apa
yang sedang terjadi, kobaran di dalam hati,
tetapi waktu mereka bercakap-cakap ini
mereka tidak terlalu sadar. Tadi kita
mengatakan penampakan tentang bentuk
tubuh Yesus dsb., itu bukan sesuatu yang
penting untuk mengenang Yesus yang pernah
dikenal oleh mereka. Kita bukan mengenal
Yesus melalui gambaran iconic seperti itu,
bukan, tapi melalui gambaran waktu kita
membaca, jelas apa yang dilakukan Yesus di
situ, Dia berusaha menjelaskan tentang firman
Tuhan, kitab nabi-nabi, nubuatan mesianic
dsb. Yesus menjelaskan mulai dari apa yang
sudah dikerjakan Tuhan sejak dari dulu, bukan
hanya Yesus waktu Dia hadir di dalam dunia,
tetapi sebelum bahkan Yesus berinkarnasi ke
dalam dunia sudah dinubuatkan oleh nabinabi, itu dijelaskan oleh Yesus Kristus.
Sekali lagi, penyajian Lukas yang sangat
menekankan history of salvation bukan
berawal pada Betlehem, bukan, ini berawal
pada rencana kekal Allah, lalu sudah
dinubuatkan di dalam firman Tuhan,
pengenalan Mesias yang sejati melalui firman
Tuhan, bukan melalui penampakan. Di sini
Yesus bukan penampakan, di sini Dia betulbetul hadir bersama-sama dengan mereka, ini
kurang penting apa lagi, ini sudah lebih dari
sekedar penampakan? Tetapi bahkan jalan
mengenal Mesias seperti inipun di exclude
oleh Lukas, ini bukan bagian yang penting,
kalau ini bagian yang penting, sekali lagi,
mereka akan langsung bertekuk lutut
menyembah kepada Yesus tanpa bilang apaapa, karena mereka melihat ini Yesus. Tetapi
cerita ini tidak mengatakan seperti itu, berarti
penglihatan mereka tentang bentuk tubuh
Yesus sama sekali tidak penting menurut
Lukas, yang lebih penting adalah apakah
seseorang itu bisa memahami bahwa Yesus ini
adalah yang sudah dibicarakan di dalam
firman Tuhan? Apakah Yesus yang sudah
dinubuatkan oleh nabi-nabi ini adalah Yesus
yang mereka kenal atau Yesus yang lain?
Kalau hanya bicara tentang wajah, bicara
tentang gerak-gerik, oh.. ini Yesus loh…,
kelihatan jalannya seperti itu…., iya ya, Yesus
memang jalannya seperti itu, untuk catatan
firman Tuhan bagian seperti ini tidak penting
sama sekali.
Tetapi apakah mereka mengenal Yesus
melalui kitab suci? Hati mereka berkobarkobar karena Yesus sedang menjelaskan
diriNya sendiri, kitab suci itu menjadi hidup
bagi mereka karena perwujudan dari pada
nubuatan itu sedang ada bersama-sama
dengan mereka, di situ terjadi resonance. Saya
seringkali memakai istilah ini, resonance, kita
bisa mengukur kerohanian kita dari adanya
resonance ini juga di dalam kehidupan kita
atau orang share tentang pekerjaan Tuhan,
tentang penginjilan, tentang pelayanan dsb.,
kita ada resonance atau tidak? Ada orang yang
resonance ketika dikatakan di situ ada dijual
tas bermerk yang murah, waah dia langsung
ada resonance, tetapi kalau bicara tentang
pekerjaan Tuhan tidak ada resonance atau
resonance-nya kecil sekali, seperti lilin yang
hampir padam. Murid-murid ini, meskipun
mereka betul dalam gambaran dukacita,
GRII KG 723/762 (hal 1)
Ekspositori Injil Lukas (35)
Ekspositori Injil Lukas (35)
kecewa, hopeless dsb., tetapi masih ada
resonance, berarti mereka masih mempunyai
hati nurani yang baik, bisa be-resonance
waktu Yesus mengajarkan tentang hal seperti
ini. Waktu kita membaca terus, mereka sendiri
juga
menceritakan
kesulitan
mereka,
pergumulan
mereka,
cerita
tentang
perempuan-perempuan itu yang mereka
sendiri juga agaknya sulit percaya, mereka
juga mengkonfirmasikan bahwa ada temanteman yang pergi, memang mendapati bahwa
kubur betul-betul kosong, di dalam hal ini
bukan cerita kosong, tetapi memang betul
kuburannya kosong. Tetapi mereka juga tidak
berani masuk ke dalam kesimpulan bahwa
Yesus sudah bangkit, Yesus kemudian
mengatakan, jalan salib ini, sekali lagi,
menderita untuk masuk ke dalam kemuliaan,
menjelaskan tentang kitab suci.
Lalu kapan mata mereka menjadi celik?
Ini satu prinsip yang tidak bisa di over
emphasize yaitu waktu Yesus duduk bersamasama dengan mereka lalu Dia mengambil roti,
mengucap berkat, memecah-mecahkan dan
memberikan kepada mereka. Perjamuan
kudus itu intinya adalah menyatakan bahwa
Yesus yang sudah mati, yang tubuhNya
dipecah-pecahkan,
yang
darahNya
dicurahkan. Di dalam saat seperti itu mereka
sadar bahwa ini adalah the resurrected Christ,
menarik gambaran tidak bisa lebih kontras
lagi, bagaimana mengerti kebangkitan Yesus
melalui perspektif kematian, melalui perspektif
salib? Saya pikir di dalam tradisi kristen
termasuk juga di dalam gereja reformed, tepat
kalau kita memang lebih meninggikan, lebih
mementingkan Jumat agung dari pada
minggu paskah. Paulus mengatakan tanpa
kembangkitan, iman kita sia-sia, pasti minggu
paskah juga penting sekali, tetapi kalau boleh
mengajak saudara merenungkan bagian ini,
Yesus tidak bergumul untuk bangkit, tapi
Yesus bergumul untuk naik ke atas kayu salib.
Kebangkitan itu sesuatu yang pasti terjadi di
dalam kehidupan Yesus, karena Dia Tuhan,
karena Dia Ilahi, tidak mungkin tidak bangkit,
kemenangan Yesus itu bukan waktu Dia
bangkit, bukan, kemenangan Yesus adalah
waktu Yesus mati, waktu Dia taat sepenuhnya
dan mengatakan kehendakMu yang jadi, itu
kemenangan.
Kebangkitan
adalah
merupakan
konfirmasi kemenangan ketaatan Kristus, saya
mau mengatakan apa? Berdasarkan ayat ini,
dua murid ini tidak bisa mengerti tentang
kebangkitan kecuali mereka melihatnya dari
persepektif pengorbanan Kristus. Demikian
juga saudara dan saya, kita tidak akan bisa
mengerti apa artinya melayani di dalam kuasa
kebangkitan Kristus kalau kita tidak melihat
dari perspektif salib. Kalau salib tidak menarik
untuk kita, kalau cerita pengorbanan Yesus
Kristus tidak menarik untuk kita, maka cerita
kebangkitan juga tidak akan mempunyai
atraksi apa-apa, akan dianggap sebagai cerita
dongeng, cerita gosip dsb. Bukan kebetulan
kalau perempuan-perempuan ini ada certain
pararel, karena perempuan-perempuan ini
juga yang berani menyertai kematian Kristus,
yang laki-laki semuanya menghindar, kecuali
Yohanes, tetapi yang perempuan ini menyertai
kematian Kristus dan mereka adalah yang
pertama bisa bersukacita tentang kebangkitan
Yesus, di situ ada pararel. Jangan menghina
perempuan, anak-anak, orang cacat, orang
biasa, orang miskin dsb., mungkin mereka
adalah orang-orang yang paling mengerti apa
artinya penderitaan Kristus dan karena itu juga
paling layak untuk menjadi saksi kebangkitan
Kristus.
Mereka menjadi celik, melihat bahwa
inilah Yesus, Yesus yang sudah bangkit, Yesus
yang kita kenal, khususnya dikenal melalui
apa? Sekali lagi, bukan melalui penampakan
tubuhNya dsb., tetapi melalui apa yang Dia
sudah pernah lakukan di atas kayu salib, itu
yang membuat mereka celik. Sangat menarik,
tidak ada demonstrasi yang lain, tidak ada,
Yesus
tidak
mendemonstrasikan
kebangkitanNya misalnya dengan bisa
terangkat sampai ke atas genteng lalu Dia
turun lagi, tidak ada catatan seperti itu, yang
ada adalah bahwa Dia-lah sebetulnya yang
sudah berkorban untuk mereka. Waktu
memecah-mecahkan roti, waktu membagibagikan kepada mereka, di situ mata mereka
menjadi celik.
Justru waktu mereka celik, Yesus lenyap,
sepertinya tidak happy ending, justru waktu
mereka ragu-ragu, mereka kecewa, Yesus
hadir menjelaskan, waktu mata mereka
terbuka, Yesus lenyap. Maunya kita justru di
saat seperti ini Kamu ada di sini terus, kita bisa
pesta selama-lamanya, tapi ini bukan surga,
bukan, Yesus lenyap, Yesus kemana? Yesus
akan meneguhkan murid-murid yang lain, tapi
kita
yang
sudah
diteguhkan
seperti
“ditinggalkan” oleh Yesus, tetapi kita sudah
pernah dikuatkan, kita sudah pernah
dicelikkan, bisa melihat dengan mata rohani
kita supaya kita bersaksi, supaya kita
memberitakan kematian dan kebangkitan
Kristus. Ini bagian yang jarang dibahas, Yesus
yang meninggalkan mereka, biasanya kita
bicara tentang penyertaan Yesus, Yesus yang
mendampingi kita, berjalan bersama dengan
kita, pembicaraan yang jarang waktu kita
merenungkan
bagian
Yesus
yang
meninggalkan kita dan lenyap. Tetapi
meninggalkan bukan karena kita jatuh di
dalam dosa atau karena kita melawan Tuhan,
itu jenis meninggalkan yang lain, bukan jenis
yang itu, ini ditinggalkan di dalam pengertian
karena Yesus take care saudara-saudara yang
lain, lalu saudara yang sudah kuat diminta
untuk menyaksikan, menguatkan saudarasaudara yang masih lemah.
Kita mendoakan diaken-diaken supaya
mereka adalah orang-orang yang seperti ini,
dari katanya saja sederhana, pengertian
diaken itu adalah pelayan, memang pelayan
ada waktu untuk dilayani juga, pelayan bukan
terus melayani tanpa dilayani, pelayan juga
perlu dilayani. Yesus pun selama Dia berada di
dalam dunia, ada saat-saat Dia memberikan
diriNya dilayani, tetapi yang mau kita
tekankan adalah saat-saat dimana Tuhan
seperti tidak terlalu take care terhadap
kehidupan kita, kenapa Yesus tidak ada
bersama dengan saya terus di sini ya? Kenapa
GRII KG 723/762 (hal 2)
kita tidak celebrating persekutuan table
fellowship selama-lamanya? Kenapa Dia pergi
memberkati orang lain? Kenapa Dia pergi
memperhatikan orang lain? Bagaimana saya
dan keluarga saya? Pertanyaan-pertanyaan
seperti itu mungkin bisa muncul, jangan lupa,
Tuhan sudah pernah mencelikkan mata kita,
Tuhan sudah pernah menyertai kita, Tuhan
sudah pernah menjelaskan firman Tuhan
kepada kita, kalau Yesus lenyap, Yesus selalu
hadir di dalam kehidupan kita, hanya kalau
boleh melihat ini sebagai satu paradigma
kehidupan kita. Perlu satu keluasan hati waktu
kita melihat orang lain sedang dilayani oleh
Tuhan, Tuhan sedang bersabar kepada
mereka, Tuhan sedang menanti mereka, lalu
kita berbagian di dalam penantian, kesabaran,
belas kasihan Tuhan dst. Kiranya Tuhan
memberkati kita semua. Amin.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa
oleh pengkhotbah (AS)
GRII KG 723/762 (hal 3)
Download