Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1, 2014, artikel 1 Status Keberlanjutan Pengelolaan Perikanan Budidaya Di Pulau-Pulau Kecil Makassar Sustainabiltiy Status of Aquaculture Fisheries Management at Makassar Small Islands Hasrat AS [email protected], John Haluan, and I Ketut Budiastra Program Pascasarjana Universitas Terbuka Graduate Studies Program Universitas Terbuka ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah mengetahui status keberlanjutan pengelolaan perikanan budidaya. Analisis keberlanjutan dilakukan dengan pendekatan Rapfish. Dimensi kelembagaan dan sosial budaya merupakan dimensi yang paling rendah nilai status keberlanjutannya. Dari hasil analisis multidimensi diperoleh atribut social yaitu fosfat, nitrat, produktivitas usaha perikanan, logam berat, konstribusi social perikanan terhadap PDRB, kelayakan usaha perikanan, besarnya modal usaha untuk budidaya laut, ketersediaan lembaga sosial, ketersediaan lembaga keuangan mikro, tingkat kepatuhan masyarakat, ketersediaan peraturan pengelolaan sumberdaya secara formal, pola hubungan masyarakat dalam kegiatan perikanan, pemberdayaan masyarakat dan tingkat penyerapan tenaga kerja. Atribut-atribut tersebut perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan perikanan budidaya di lokasi studi. Kata kunci : keberlanjutan, perikanan budidaya, pulau-pulau kecil. ABSTRACT The aim of this study is to determine the status of sustainable management of aquaculture. Aquaculture sustainable management analysis was done using Rapfish. The institutional and socio-cultural dimension have a very low sustainable index. s A multidimensional analysis showed that more sensitive attributes were phosphate, nitrate, productivity of fisheries, heavy metal, fisheries sector contribution to GDP, feasibility of fishery, amount of venture capital for aqua culture, availability of social institutions, availability of micro finance institutions, level of public compliance, availability of resource management regulations, pattern of public relations in the fisheries, community empowerment and level of employment. These attributes need attention in the management of aquaculture at the study sites. Keywords : sustainability, aquaculture, small islands. LATAR BELAKANG Dalam konsep pengembangan pulau-pulau kecil (PPK) didasarkan atas potensi yang dominan di pulau tersebut. Dolman (1990) potensi yang umum dimiliki PPK adalah perikanan budidaya dan kegiatan kepariwisataan. Pengembangan perikanan budidaya di Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1, 2014, artikel 1 PPK diharapkan dapat menciptakan kondisi yang tidak merusak lingkungan. Kegiatan perikanan budidaya yang sesuai untuk PPK antara lain rumput laut, berbagai jenis ikan kerapu, teripang, dan kerang-kerangan. Perikanan budidaya merupakan suatu usaha memanfaatkan sumberdaya di kawasan pesisir dalam hal memelihara berbagai jenis ikan, kerang-kerangan, rumput laut dan biota laut lainnya yang bernilai ekonomis penting (Ismail et al., 2001). Menurut Lim (1998), garis besar konsep pembangunan berkelanjutan memiliki empat dimensi, yaitu ekologis, sosial ekonomi budaya, sosial politik, serta hukum dan kelembagaan untuk pemecahan masalah-masalah di wilayah pesisir. Lebih lanjut Fauzi dan Anna (2002) menyatakan bahwa konsep pembangunan perikanan yang berkelanjutan mengandung aspek: ecological sustainability, socioeconomic sustainability, community sustainability dan institutional sustainability. Goodland (1995) pembangunan berkelanjutan dibedakan menjadi empat, yakni environmental sustainability, economic sustainability, social sustainability dan sustainable development. Dalam hal ini pengertian pembangunan berkelanjutan merupakan integrasi dari tiga aspek, yakni: kelestarian sosial, kelestarian lingkungan dan keberlangsungan ekonomi. Pengelolaan usaha budidaya perikanan dapat dilakukan pada kawasan seperti selat, teluk, laguna, dan gusung yang terlindung dari pengaruh arus kuat, gelombang besar, angin yang kencang serta bebas cemaran. Arifin et al. (2011), melaporkan bahwa luas perairan yang potensial untuk budidaya rumput laut di kawasan pesisir Makassar sekitar 110,012.6 hektar dengan klasifikasi sesuai dan sekitar 1.963,6 hektar dan tidak sesuai sekitar 108.156 hektar serta luasan yang efektif sebesar 243,225 hektar. Luas perairan yang potensial untuk budidaya ikan kerapu sistem KJA adalah sebesar 1961.3 hektar dengan klasifikasi sesuai sekitar 1.961,3 hektar dan tidak sesuai sekitar 108.158,2 hektar, dengan luasan yang efektif sekitar 209,97 hektar. Permasalahan yang hendak dikaji adalah: bagaimana keberlanjutan dapat dicapai dan seberapa besar nilai keberlanjutan pengelolaan perikanan budidaya, yang meliputi dimensi ekologi, ekonomi, kelembagaan dan sosial budaya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui status keberlanjutan pengelolaan perikanan budidaya. METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1, 2014, artikel 1 Penelitian ini dilaksanakan di kawasan PPK Makassar, meliputi P. Samalona, P. Kodingareng Lompo, P. Kodingareng Caddi, P. Barrang Lompo, P. Barrang Caddi dan P. Bone Tambung (Gambar 1). Pengambilan data dilakukan pada bulan April - Oktober 2011. Gambar 1. Peta lokasi penelitian Figure 1. Map of research location Pengumpulan Data Pengumpulan data diperoleh dengan cara observasi lapangan melalui wawancara dengan kusioner dan konsultasi publik. Data sekunder diacu dari hasil penelitian Arifin, et al., (2010) dan Bohari (2010). Metode Analisis Data Analisis keberlanjutan pengelolaan perikanan budidaya dilakukan dengan pendekatan Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries). Dalam implementasinya, Rapfish menggunakan teknik Multi Dimensional Scaling (MDS). Nilai indeks pada setiap dimensi tersebut mencerminkan status keberlanjutan pengelolaan perikanan budidaya di daerah studi, dengan menggunakan reference dari bad (buruk) sampai good (baik) pada selang 0 – 100. Selang indeks tersebut yaitu ≤ 24,9 dalam status buruk, selang 25 – 49,9 dalam status kurang, selang 50 – 74,9 dalam status cukup, dan selang > 75 dalam status baik (modifikasi Kruskal dalam Jhonson dan Wichern, 1992). Pengelolaan Perikanan budidaya Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1, 2014, artikel 1 Hasil analisis Rapfish menghasilkan indeks keberlanjutan sebesar 50,210 pada skala keberlanjutan 0 – 100. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan perikanan budidaya termasuk kategori ”cukup berkelanjutan”, dengan indeks keberlanjutan > 50 (Gambar 2). Gambar 2. Nilai status keberlanjutan pengelolaan perikanan budidaya Figure 2. Indeks of sustainability management aquaculture Berdasarkan Gambar 1 diatas, diketahui bahwa secara umum masih perlu dilakukan perbaikan pada berbagai dimensi pengelolaan perikanan budidaya. Untuk mengetahui dimensi pengelolaan mana yang memerlukan perbaikan maka perlu dilakukan analisis Rapfish pada setiap dimensi. Dimensi Ekologi Dari hasil analisis diperoleh bahwa indeks keberlanjutan dimensi ekologi sebesar 65,257 (Gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan dimensi ekologi “cukup berkelanjutan”. Menurut Arifin et al. (2011), kandungan fosfat pada lapisan permukaan perairan pesisir Makassar berkisar antara 0,05 mg/l - 1,77 mg/l. Kandungan fosfat tertinggi diperoleh pada lokasi dekat pantai. Distribusi rerata kandungan nitrat di lapisan permukaan berkisar antara 0,033 mg/l – 0,072 mg/l. Sementara itu Lifu (2001) melaporkan bahwa perairan pesisir Makassar telah terkontaminasi logam berat antara lain besi (Fe), timbal (Pb) dan tembaga (Cu). Kandungan logam besi yang terukur adalah Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1, 2014, artikel 1 berkisar antara 0,00297 – 0,0324 ppm , timbal (Pb) sekitar 0,64 -1,39 ppm dan tembaga (Cu) berkisar antara 0,37 - 0,57 ppm. Perairan PPK Makassar merupakan bagian dari Selat Makassar, dimana perairannya relatif subur, proses penyuburan yang terjadi berlangsung sepanjang tahun, baik pada musim barat maupun pada musim timur. Namun demikian usaha perikanan budidaya belum dioptimalkan. Hal tersebut menyebabkan tingginya nilai sensitivitas atribut produktivitas usaha perikanan. A B Gambar 3. Indeks status keberlanjutan dimensi ekologi (A) Peran masing-masing atribut dimensi ekologi yang dinyatakan dalam bentuk perubahan nilai RMS (B) Figure 3. The status of sustainability indeks for ecological dimension (A) Each role ecological dimension attribute expressed in types of RMS change value (B) Analisis leverage dilakukan bertujuan untuk melihat atribut yang sensitif memberikan konstribusi terhadap indeks dimensi ekologi. Berdasarkan Gambar 2 dari empat belas (14) atribut yang dianalisis, menunjukkan bahwa atribut ”fosfat, nitrat, produktivitas usaha perikanan dan logam berat” memiliki tingkat sensitivitas yang relatif lebih tinggi, sedangkan atribut ”kesesuaian perairan” memiliki tingkat sensitivitas yang relatif lebih rendah dari ke tigabelas (13) atribut lainnya. Dimensi Ekonomi Dari hasil analisis diperoleh bahwa indeks keberlanjutan dimensi ekonomi sebesar 50,998 (Gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan dimensi ekologi “cukup berkelanjutan”. Product Domestic Regional Bruto (PDRB) dapat dijadikan indikator pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Lapangan usaha yang sangat menonjol Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1, 2014, artikel 1 konstribusinya terhadap PDRB Kota Makassar adalah perdagangan, hotel dan restaurant sebesar 28,57%. PPK Makassar merupakan bagian dari kepulauan Spermonde, dimana pada perairan tersebut merupakan pertemuan massa air yang berasal dari Selat Makassar dan Laut Flores yang menyebkan kawasan ini relatif subur sehingga kelayakan usaha perikanan relatif tinggi. Kebutuhan modal usaha dalam kegiatan budidaya KJA cukup tinggi, dimana modal untuk pengadaan wadah KJA dengan luasan 3 x 3 x 3 m per kotaknya berkisar antara Rp 10 juta sampai Rp15 juta termasuk biaya operasional. Hal ini disebabkan biaya operasionalnya juga cukup tinggi, untuk pembelian bibit ikan kerapu macan mencapai Rp 1000-Rp 1500/cm (untuk hasil pembibitan yang didatangkan dari Bali atau Takalar), disamping itu masa pemeliharaan juga menjadi faktor penyebab rendahnya minat masyarakat untuk melakukan kegiatan budidaya KJA. Kegiatan usaha rumput laut membutuhkan modal sekitar Rp 1.000.000-1.500.000 per unitnya (40 x 60 m), disamping teknologi budidayanya relatif sederhana dan dapat dikuasai (Kasnir, 2010). Analisis leverage dilakukan bertujuan untuk melihat atribut yang sensitif memberikan konstribusi terhadap indeks dimensi ekonomi. Berdasarkan Gambar 3 dari sepuluh (10) atribut yang dianalisis, menunjukkan bahwa atribut ” konstribusi sektor perikanan terhadap PDRB, kelayakan usaha perikanan dan besarnya modal usaha untuk budidaya laut” memiliki tingkat sensitivitas yang relatif lebih tinggi, sedangkan atribut ”jenis komoditas unggulan” memiliki tingkat sensitivitas yang lebih rendah dari atribut lainnya. A Gambar 4. Indeks B status keberlanjutan dimensi ekonomi (A); Peran masing- masing atribut dimensi ekonomi yang dinyatakan dalam bentuk perubahan nilai RMS (B) Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1, 2014, artikel 1 Figure 4. The status of sustainability indeks for economic dimension (A) Each role economic dimension attribute expressed in types of RMS change value (B) Dimensi Kelembagaan Dari hasil analisis diperoleh bahwa indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan sebesar 33,986 (Gambar 5). Hal ini menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan “kurang berkelanjutan”. Lembaga sosial sangat diperlukan untuk mendorong dan menfasilitasi terjaminnya berbagai kegiatan dalam kawasan, namun lembaga yang dibentuk masih bersifat proyek. Lembaga Keuangan Mikro mempunyai karakter khusus yang seusai dengan konstituennya, seperti : 1) terdiri dari berbagai bentuk pelayanan keuangan, terutama simpanan dan pinjaman; 2) diarahkan untuk melayani masyarakat berpenghasilan rendah; dan 3) menggunakan sistem serta prosedur yang sederhana (Chotim dan Handayani, 2001). Permasalahan ketidakpatuhan masyarakat adalah kurangnya kesadaran dan kurangnya penegakan hukum di lapangan. Hal tersebut disebabkan karena masalah kepentingan dan kebutuhan, masyarakat membutuhkan uang untuk kebutuhan keluarga dengan cara mudah, sementara aparat juga membutuhkan sesuatu dari nelayan dengan tidak menindaknya. Penyelesaian ini harus dilakukan secara terpadu dengan melibatkan stakeholders. Ketersediaan peraturan pengelolaan secara farmal sudah ada, hal ini telah terbit Peraturan daerah pengelolaan wilayah pesisir nomor 06/2007, disamping sosialisasi tentang adanya perda tersebut dari hasil wawancara dengan masyarakat masih banyak yang belum tahu. Bentuk ketersediaan peraturan lainnya adalah adanya konsep peraturan desa, dimana Perdes ini telah dibuat dengan melibatkan masyarakat pada masing-masing desa, namun perdes yang telah dibuat sampai saat ini belum di aplikasikan sebagaimana yang diharapkan. Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1, 2014, artikel 1 A B Gambar 5. Indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan (A); Peran masing-masing atribut dimensi kelembagaan yang dinyatakan dalam bentuk perubahan nilai RMS (B) Figure 5. The status of sustainability indeks for institutional dimension (A) Each role institutional dimension attribute expressed in types of RMS change value (B) Analisis leverage bertujuan untuk melihat atribut yang sensitif memberikan konstribusi terhadap indeks dimensi kelembagaan. Berdasarkan Gambar 4 dari sembilan (9) atribut yang dianalisis, menunjukkan bahwa atribut ”ketersediaan lembaga sosial, ketersediaan lembaga keuangan mikro, tingkat kepatuhan masyarakat dan ketersediaan peraturan pengelolaan sumberdaya secara formal.” memiliki tingkat sensitivitas yang relatif lebih tinggi, sedangkan atribut ”pemegang kepentingan utama” memiliki tingkat sensitivitas yang lebih rendah dari atribut lainnya. Dimensi Sosial Budaya Dari hasil analisis diperoleh bahwa indeks keberlanjutan dimensi sosial budaya sebesar 40,236 (Gambar 6). Hal ini menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan dimensi sosial budaya “kurang berkelanjutan”. Analisis leverage dilakukan bertujuan untuk melihat atribut yang sensitif memberikan konstribusi terhadap indeks dimensi sosial budaya. Berdasarkan Gambar 5 dari sembilan (9) atribut yang dianalisis, menunjukkan bahwa atribut ” yaitu pola hubungan masyarakat dalam kegiatan perikanan, pemberdayaan masyarakat dan tingkat penyerapan tenaga kerja.” memiliki tingkat sensitivitas yang relatif lebih tinggi, sedangkan atribut ”memiliki nilai sejarah, seni dan budaya” memiliki tingkat sensitivitas yang lebih rendah dari atribut lainnya. Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1, 2014, artikel 1 A B Gambar 6. Indeks keberlanjutan dimensi sosial budaya (A); Peran masing-masing atribut dimensi sosial budaya yang dinyatakan dalam bentuk perubahan nilai RMS (B) Figure 6. The status of sustainability indeks for socio-cultural dimension (A) Each role socio-cultural dimension attribute expressed in types of RMS change value (B Beckmann dan Koning (2001), menyebutkan bahwa masyarakat akan menciptakan jaringan pengaman sosial yang dapat menjamin keberlangsungan terhadap mereka, seperti halnya kebutuhan akan modal ketika saluran formal yang ada tidak mampu untuk memberikan jaminan kepada masyarakat. Pada dasarnya, hubungan sosial yang bersifat horizontal dalam kehidupan sosial akan mewujudkan diri dalam bentuk hubungan tolongmenolong. Hubungan sosial yang bersifat vertikal, sebagiannya terwujud dalam hubungan patron-klien (Kusnadi, 2002). Menurut Scott (1983), hubungan patron-klien merupakan kasus khusus hubungan antara dua orang yang sebagian besar melibatkan persahabatan instrumental. Seseorang dengan kedudukan sosial lebih tinggi (patron) menggunakan pengaruh dan sumber dayanya untuk memberikan perlindungan dan atau keuntungan kepada klien. Kemudian, klien membalas pemberian tersebut dengan memberikan dukungan yang umum dan bantuan, termasuk jasa-jasa pribadi kepada patron. Nikijuluw (2001), pendekatan pemberdayaan masyarakat pesisir meliputi: (1) penciptaan lapangan kerja alternatif sebagai sumber pendapatan lain bagi keluarga, (2) mendekatkan masyarakat dengan sumber modal dengan penekanan pada penciptaan mekanisme mendanai diri sendiri (self financing mechanism), (3) mendekatkan masyarakat dengan sumber teknologi baru yang lebih berhasil dan berdaya guna, (4) mendekatkan masyarakat dengan pasar, serta (5) membangun solidaritas serta aksi kolektif di tengah masyarakat. Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1, 2014, artikel 1 Faktor tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi. Tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan perikanan umumnya tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga sendiri yang disesuaikan dengan peran dalam tahapan persiapan, proses produksi, panen dan pemasaran. Untuk KJA memerlukan paling tidak 2 orang per unitnya dalam proses produksi berupa memberikan pakan pagi, siang dan sore hari, membersihkan keramba, mengontrol penyakit dan pertumbuhan. Budidaya rumput laut hanya memerlukan satu orang mulai dari pengikatan, penanaman dan pemeliharaan, penangkapan. Dari hasil analisis multi dimensi memperlihatkan bahwa dimensi kelembagaan dan sosial budaya merupakan dimensi yang paling rendah indeks keberlanjutannya. Nilai indeks keberlanjutan untuk masing-masing dimensi disajikan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Indeks keberlanjutan pada setiap dimensi Table 1. Index of sustainability on each dimension Dimensi Indeks keberlanjutan Ekologi 65,257 Ekonomi 50,998 Kelembagaan 33,986 Sosial budaya 40,236 Gambar 7 A memperlihatkan bahwa nilai indeks keberlanjutan untuk setiap dimensi berbeda-beda. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan bukan berarti semua indeks dari setiap dimensi harus memiliki nilai yang sama besar, akan tetapi dalam berbagai kondisi daerah tentu memiliki prioritas dimensi apa yang lebih dominan untuk menjadi perhatian. Pada prinsipnya indeks keberlanjutan pada setiap dimensi tersebut berada pada kategori ”kurang berkelanjutan”. A B Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1, 2014, artikel 1 Gambar 7. Diagram Layang keberlanjutan (A); Ordinasi analisis Monte Carlo yang menunjukkan posisi median dan selang kepercayaan 95% terhadap median (B). Figure 7. Kite diagram sustainability (A); Ordination analysis Monte Carlo the indicate median position and interval 95% confidence about median. Beberapa parameter statistik yang diperoleh dari analisis Rapfish dengan menggunakan metode MDS berfungsi sebagai standar untuk menentukan kelayakan terhadap hasil kajian yang dilakukan di daerah studi. Tabel 2 menyajikan nilai stress dan R2 (koefisien determinasi) untuk setiap dimensi maupun multidimensi. Nilai tersebut berfungsi untuk menentukan perlu tidaknya penambahan atribut untuk mencerminkan dimensi yang dikaji secara akurat (mendekati kondisi sebenarnya). Tabel 2. Hasil analisis Rapfish untuk beberapa parameter statistik Table 2. Result of Rapfish analysis for some statistical parameters. Nilai Statistik Multidimensi Ekologi Ekonomi Kelembagaan Sosial budaya Stress 0,125 0,120 0,130 0,400 0,140 R2 0,935 0,950 0,940 0,950 0,940 Jumlah Iterasi 3 3 3 3 3 Berdasarkan Tabel 2, setiap dimensi maupun multidimensi memiliki nilai stress yang lebih kecil dari ketetapan yang menyatakan bahwa nilai stress pada analisis dengan metode MDS cukup memadai jika diperoleh nilai 25% (Fisheries.com, 1999). Semakin kecil nilai stress yang diperoleh berarti semakin baik kualitas hasil analisis yang dihasilkan. Berbeda dengan nilai koefisien determinasi (R2), kualitas hasil analisis semakin baik jika nilai koefisien determinasi semakin besar (mendekati 1). Dengan demikian dari kedua parameter (nilai stress dan R2) menunjukkan bahwa seluruh atribut yang digunakan pada analisis keberlanjutan pengelolaan perikanan budidaya relatif baik dalam menerangkan ke-empat dimensi pengelolaan yang dianalisis. Analisis Monte Carlo digunakan untuk melihat pengaruh kesalahan pembuatan skor pada setiap atribut dari masing-masing dimensi yang disebabkan oleh kesalahan prosedur atau pemahaman terhadap atribut, variasi pemberian skor karena perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda, stabilitas proses analisis MDS, kesalahan memasukkan data atau ada data yang hilang (missing data), dan nilai stress yang terlalu tinggi. Hasil analisis Rapfish berupa indeks keberlanjutan mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi. Hasil analisis Monte Carlo dilakukan dengan beberapa kali pengulangan Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1, 2014, artikel 1 ternyata mengandung kesalahan yang tidak banyak mengubah nilai indeks total maupun masing-masing dimensi. Ordinasi analisis Monte Carlo dapat dilihat pada Gambar 6 B. Pada Gambar 7 B terlihat bahwa selang kepercayaan 95% terhadap indeks keberlanjutan pengelolaan perikanan budidaya pada analisis Monte Carlo adalah 50,210. Berdasarkan Tabel 3 berikut, terlihat bahwa indeks keberlanjutan pengelolaan perikanan budidaya pada selang kepercayaan 95% diperoleh hasil yang tidak banyak mengalami perbedaan antara hasil analisis MDS dengan analisis Monte Carlo. Perbedaan indeks keberlanjutan antara hasil analisis metode MDS dengan analisis Monte Carlo mengindikasikan hal-hal sebagai berikut: 1) kesalahan dalam pembuatan skor setiap atribut relatif kecil, 2) variasi pemberian skor akibat perbedaan opini relatif kecil, 3) proses analisis yang dilakukan secara berulang-ulang stabil, 4) kesalahan pemasukan data dan data hilang dapat dihindari. Perbedaan hasil analisis yang relatif kecil sebagaimana disajikan pada Tabel 3, menunjukkan bahwa analisis Rapfish dengan menggunakan metode MDS untuk menentukan keberlanjutan sistem yang dikaji memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi, dan sekaligus dapat disimpulkan bahwa metode analisis Rapfish yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dipergunakan sebagai salah satu alat evaluasi untuk menilai secara cepat (rapid appraisal) keberlanjutan dari sistem pengelolaan budidaya laut. Tabel 3. Hasil analisis Monte Carlo untuk nilai keberlanjutan dari masing-masing dimensi pada selang kepercayaan 95% Table 3. The result analysis Monte Carlo to value sustainability for each dimensión interval 95% confidence. Status Indeks Hasil MDS Hasil Monte Carlo Ekologi 65,257 63,952 Ekonomi 50,998 48,328 Kelembagaan 33,986 32,715 Sosial budaya 40,236 41,904 Multidimensi 50,985 50,210 KESIMPULAN 1. Dimensi kelembagaan dan sosial budaya merupakan dimensi yang paling rendah indeks keberlanjutannya. Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1, 2014, artikel 1 2. Berdasarkan penilaian terhadap setiap atribut, diperoleh atribut yang paling sensitif yaitu fosfat, nitrat, produktivitas usaha perikanan, logam berat, konstribusi sektor perikanan terhadap PDRB, kelayakan usaha perikanan, besarnya modal usaha untuk budidaya laut, ketersediaan lembaga sosial, ketersediaan lembaga keuangan mikro, tingkat kepatuhan masyarakat, ketersediaan peraturan pengelolaan sumberdaya secara formal, pola hubungan masyarakat dalam kegiatan perikanan, pemberdayaan masyarakat dan tingkat penyerapan tenaga kerja. DAFTAR PUSTAKA Arifin, T., T. L. Kepel, S. N. Amri dan A. Daulat. 2011. Analisis Kebijakan Pengelolaan Kawasan Pesisir Kota Makassar. Laporan Penelitian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir. Jakarta. Beckmann Benda von F , Keebet von Benda Beckmann dan J. Koning, 2001. Sumberdaya Alam dan Jaminan Sosial. Pustaka Pelajar. 414 p. Bohari, Ridwan, 2010. Model Kebijakan Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu dan Berkelanjutan di Pantai Makassar Sulawesi Selatan (Disertasi). SPs-IPB. 263 hal. Chotim, E.E dan Handayani, A.D, Lembaga Keuangan Mikro Dalam Sejarah, Jurnal Analisis Sosial, Vol.6, No. 3 Desember 2001. p11-29, Bandung, Akatiga. Dolman, A.J. 1990. The Potential Contribution of Marine Resources to Sustainable Development in Small-Island Developing Countries, in Beller, W.P. D’Ayala and P. Hein (Eds), Sustainable Development and Environmental Management of Small Island. Mand and the Biosphere Series, Volume 5. UNESCO, Paris and Parthenon Publishing Carnforth. Fauzi, A., and S. Anna. 2002. Assessment of fishery resource depreciation for policy considerations. Journal of Coastal and Marine Resources 4(2):36–49. Fauzi, A., and S. Anna. 2003. Assessment of sustainability of integrated coastal management projects: a CBA-DEA approach. Journal of Coastal and Marine Resources, Special Issue 1:34–48. Fisheries Com. 1999. Rapfish Project. http:/fisheries.com/project/rapfish.htm. Diakses 5 Desember 2010. Goodland, R. 1995. The Concept of Environmental Sustainability. Annual Review of Ecology and Systematics. JSTOR, Volume 26, 1-24. Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1, 2014, artikel 1 Ismail, A., Wedjatmiko, Sarifuddin dan B. Sumiono. 2001. Kajian Teknis Pembesaran Ikan Kerapu Sunu (Plectropomus spp.) dalam Keramba Jaring Apung di lahan Petani. Teknologi Budidaya Laut dan Pengembangan Sea Farming di Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan dan JICA, p. 407-427. Johnson, RA & Wichern, DW. 1992. Applied Multivariate Statistical Analysis, 3th. Prentice Hall Englewood Cliss, New Jersey. Kusnadi. 2002. Konflik Sosial Nelayan: Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya Perikanan. LkiS.Yogyakarta. 190 p. Lim. 1998. Carrying capacity assessment of Pulau Payar Marine Park, Malaysia . Bay of Bengal Programme. Madras. 129 p. Nikijuluw, Victor P.H. (2001. Populasi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir serta Strategi Pemberdayaan Mereka dalam Konteks Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Secara Terpadu. Makalah pada Pelatihan Pengelolaan Pesisir Terpadu. Proyek Pesisir, PKSPL, Institut Pertanian Bogor. Bogor, 29 Oktober 2001. 17 p. Scott, J.C. 1983. Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsistensi di AsiaTenggara. Edisi Kedua. LP3ES. Jakarta.