- JDIH Setjen Kemendagri

advertisement
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BELU
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELU
NOMOR 13 TAHUN 2012
TENTANG
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BELU,
Menimbang
:
a.
bahwa Human Immunodeficiency
Virus (HIV), penyebab Acquired
Immuno
Deficiency
Syndrome
(AIDS) adalah virus perusak sistem
kekebalan tubuh manusia yang
proses
penularannya
sulit
dipantau,
meningkat
secara signifikan
dan
tidak
mengenal batas wilayah, usia,
status sosial dan jenis kelamin;
b.
bahwa dalam konteks wilayah
Kabupaten Belu, perkembangan
penyebaran HIV dan AIDS semakin
22
mengkhawatirkan dari tahun ke
tahun, sehingga dapat mengancam
derajat kesehatan masyarakat dan
kelangsungan kehidupan manusia;
Mengingat
:
c.
bahwa penularan HIV dan AIDS
mempunyai implikasi terhadap
kesehatan, politik, ekonomi, sosial
budaya, etika, agama dan hukum,
sehingga
memerlukan
penanggulangan secara melembaga,
sistematis, menyeluruh, terpadu,
partisipatif
dan
berkesinambungan;
d.
bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana
dimaksud
dalam
huruf a, huruf b dan huruf c, perlu
membentuk Peraturan
Daerah
tentang
Pencegahan
dan
Penanggulangan HIV dan AIDS;
1.
Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun
1945;
2.
Undang-Undang Nomor 69 Tahun
1958
tentang
Pembentukan
Daerah-daerah Tingkat II Dalam
Wilayah Daerah-daerah Tingkat I
Bali, Nusa Tenggara Barat dan
Nusa Tenggara Timur (Lembaran
Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1958
Nomor
122,
22
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik Indonesia Nomor 1655);
3.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 1981 Nomor 76,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik Indonesia Nomor 3209);
4.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 109,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik Indonesia Nomor 4235);
5.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik Indonesia Nomor 4431);
6.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004
tentang
Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana
telah
diubah
beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintah
22
Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
7.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 143, Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Nomor 5062);
8.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Nomor 5063);
9.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011
tentang
Pembentukan
Peraturan
Perundang-undangan
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
10. Peraturan Presiden Nomor 75
Tahun
2006
tentang
Komisi
Penanggulangan AIDS Nasional;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 79
Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan
dan
Pengawasan
Penyelenggaraan
Pemerintah
Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
22
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik Indonesia Nomor 4539);
12. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor 688/Menkes/Per/VII/1997
tentang Peredaran Psiokotropika;
13. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor 785/Menkes/Per/VII/1997
tentang
Ekspor
dan
Impor
Psiokotropika;
14. Peraturan
Menteri
Koordinator
Bidang
Kesejahteraan
Rakyat
selaku
Ketua
Komisi
Penanggulangan AIDS Nasional
Nomor02/PER/MENKO/KESRA/I/
2007 tentang Kebijakan Nasional
Penanggulangan HIV dan AIDS
melalui
Pengurangan
Dampak
Buruk
Penggunaan
Narkotika
Psikotropika
dan
Zat
Adiktif
Suntik;
Dengan Persetujuan Bersama
22
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN BELU
dan
BUPATI BELU
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DAERAH
TENTANG
PENCEGAHAN
DAN
PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Belu.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten
Belu.
3. Bupati adalah Bupati Belu.
4. Wakil Bupati adalah Wakil Bupati Belu.
5. Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Belu
selanjutnya
disingkat
KPAK adalah
Komisi
Penanggulangan AIDS Kabupaten Belu.
6. Pencegahan adalah upaya-upaya agar seseorang
tidak
tertular
HIV
dan
AIDS
dan
tidak
menularkannya kepada orang lain.
22
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Penanggulangan adalah upaya-upaya menekan laju
penularan HIV dan AIDS.
Human Immunodeficiency Virus yang selanjutnya
disingkat HIV merupakan virus yang merusak
sistem kekebalan tubuh manusia.
Acquired Immune Deficiency Syndrome yang
selanjutnya disingkat AIDS adalah kumpulan gejala
penyakit yang disebabkan oleh HIV.
Orang dengan HIV dan AIDS yang selanjutnya
disingkat ODHA adalah orang yang sudah terinfeksi
HIV baik pada tahap belum ada gejala maupun
yang sudah ada gejala penyakit ikutan.
Orang yang Hidup Dengan ODHA yang selanjutnya
disingkat OHIDHA adalah orang, badan atau
anggota keluarga yang hidup bersama dan
memberikan perhatian kepada ODHA.
Infeksi Menular Seksual selanjutnya disingkat IMS
adalah penyakit dan atau gejala penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual.
Voluntary Counseling and Testing yang selanjutnya
disingkat VCT adalah konseling dan tes HIV yang
dilakukan secara sukarela atau dengan persetujuan
klien dan hasilnya harus bersifat rahasia serta
wajib disertai konseling sebelum dan sesudah tes.
Care Supoort and Treatment yang selanjutnya
disingkat CST adalah suatu layanan medis,
psikologis
dan
sosial
yang
terpadu
dan
berkesenambungan dalam menyelesaikan masalah
ODHA selama perawatan dan pengobatan.
15. Perawatan dan pengobatan adalah Upaya dan
pelayanan tenaga medis untuk meningkatkan
derajat kesehatan ODHA.
22
16. Dukungan adalah upaya-upaya yang diberikan
kepada ODHA dan OHIDHA baik dari keluarga
maupun masyarakat untuk meningkatkan kualitas
hidup.
17. Pemeriksaan HIV adalah tes HIV anonim yang
dilakukan pada sampel darah, produk darah,
jaringan dan organ tubuh sebelum didonorkan.
18. Surveilans HIV atau sero-surveilans HIV adalah
kegiatan pengumpulan data tentang infeksi HIV
yang dilakukan secara berkala guna memperoleh
informasi tentang besaran masalah, sebaran dan
kecenderungan penularan HIV dan AIDS untuk
perumusan
kebijakan
dan
kegiatan
penanggulangan HIV dan AIDS, di mana tes HIV
dilakukan secara unlinked anonymous.
19. Surveilans perilaku adalah kegiatan pengumpulan
data tentang perilaku yang berkaitan dengan
masalah HIV dan AIDS dan dilakukan secara
berkala guna memperoleh informasi tentang
besaran masalah dan kecenderungannya untuk
perumusan
kebijakan
dan
kegiatan
penanggulangan HIV dan AIDS.
20. Informed consent adalah penjelasan yang diberikan
kepada seseorang untuk mendapatkan persetujuan
tertulis sebelum dilakukan test HIV dan AIDS
secara sukarela.
21. Anti retroviral (ARV) adalah obat yang sifatnya tidak
mematikan tapi menekan laju perkembangan HIV di
dalam tubuh manusia.
22. Prevention of Mother to Child Transmition yang
selanjutnya disingkat PMTCT adalah pencegahan
penularan HIV dari ibu kepada anaknya yang akan
atau sedang atau sudah dilahirkannya. Layanan
22
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
PMTCT bertujuan mencegah penularan HIV dari ibu
kepada anak.
Manager Kasus/Pendamping adalah seorang yang
mendampingi dan melakukan pemberian layanan
lanjutan terhadap ODHA
Stigma adalah pengucilan terhadap orang atau
suatu kelompok tertentu dengan memberi cap atau
julukan tertentu tanpa alasan yang sah secara
hukum.
Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan
atau pengucilan yang langsung maupun tidak
langsung di dasarkan pada perbedaan manusia atas
dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan,
status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan,
politik yang berakibat pengurangan, penyimpangan,
atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau
penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan
dasar dalam kehidupan baik individu maupun
kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum,
sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya.
Masyarakat adalah setiap orang atau kelompok
orang yang berdomisili di Wilayah Kabupaten Belu.
Dunia usaha adalah orang atau badan yang
melaksanakan kegiatan dengan tujuan untuk
mendapatkan keuntungan.
Kondom adalah sarung karet yang dipasang pada
alat kelamin laki-laki dan perempuan pada waktu
akan melakukan hubungan seksual dengan
maksud untuk mencegah penularan penyakit
akibat hubungan seksual maupun sebagai alat
kontrasepsi.
Pekerja Seks Komersial selanjutnya di singkat PSK
adalah seorang Laki-laki, perempuan atau Waria
22
30.
31.
32.
33.
34.
yang menyediakan dirinya untuk melakukan
hubungan seksual dengan mendapatkan imbalan.
Pramuria adalah wanita yang bekerja dan berprofesi
sebagai
penghibur,
menemani
tamu
dan
pengunjung
di
klub-klub
malam
yang
memerlukannya baik sebagai teman minum,
ngobrol ataupun berdansa.
Mucikari
adalah
seorang
pembina
yang
dipercayakan untuk mengkoordinir sekelompok
penjaja/pekerja seks serta menyediakan tempat
untuk terjadi transaksi seksual.
Bar adalah setiap usaha komersial yang ruang
lingkup
kegiatannya
menyediakan
minuman
beralkohol dan minuman lainnya sebagai usaha
pokok dan makanan kecil sebagai usaha tambahan.
Pengelola Bar adalah Badan atau perorangan yang
mengelola
atau
menyelenggarakan
usaha
Bar/kegiatan Hiburan malam untuk dan atas
namanya sendiri maupun atas nama pihak lain,
yang menjadi tanggungannya dan menyediakan
pramuria yang dapat digunakan sebagai penjaja
seks.
Panti Pijat adalah suatu usaha yang menyediakan
tempat fasilitas untuk pijat sebagai usaha pokok
dan dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan
makanan dan minuman.
35. Pengelola Panti Pijat adalah Badan atau perorangan
yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk pijat
sebagai usaha pokok dan dapat menyediakan
pramu pijat serta makanan dan minuman.
22
36. Pramu Pijat adalah seorang laki-laki atau
perempuan yang mempunyai tugas untuk memijat
ditempat usaha pijat.
37. Pelanggan seks adalah seorang yang membeli jasa
seks para pekerja seks komersial.
38. Perilaku pasangan seksual beresiko adalah perilaku
berganti-ganti
pasangan
seksual
tanpa
menggunakan kondom.
39. Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya yang
selanjutnya disebut
NAPZA
adalah obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintesis maupun semi sintesis yang dapat
menyebabkan
penurunan
atau
perubahan
kesadaran, hiolang rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan.
40. NAPZA Suntik adalah NAPZA yang dalam
penggunaannya melalui penyuntikan ke dalam
pembuluh darah sehingga dapat menularkan HIV
dan AIDS.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
22
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 2
Pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS
diselenggarakan
berdasarkan
asas
kemanusiaan,
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan,
keadilan, kepastian hukum, manfaat dan kesetaraan
gender.
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
Peraturan Daerah ini bertujuan untuk melindungi
masyarakat dari bahaya HIV dan AIDS dengan cara:
a. meningkatkan promosi perilaku hidup bersih dan
sehat;
b. menjamin
kesinambungan
upaya pencegahan
penyebaran HIV dan AIDS;
c. menyediakan sistem
pelayanan
perawatan,
dukungan, pengobatan dan pendampingan terhadap
ODHA dan OHIDHA; dan
d. menyelenggarakan
upaya
pemulihan
dan
peningkatan kualitas hidup ODHA.
BAB III
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS
Bagian Kesatu
22
Pencegahan HIV dan AIDS
Pasal 4
Upaya pencegahan HIV dan AIDS dilakukan melalui :
a. Melakukan sosialisasi dan pendidikan tentang
informasi HIV dan AIDS kepada seluruh masyarakat;
b. kegiatan promosi yang meliputi
komunikasi,
informasi dan edukasi dalam rangka menumbuhkan
sikap dan perilaku hidup bersih dan sehat;
c. perlu penggunaan kondom pada setiap hubungan
seks beresiko;
d. pengurangan dampak buruk penggunaan narkoba
suntik;
e. pengurangan resiko penularan HIV dan AIDS dari ibu
ke anak;
f. penyelenggaraan
kewaspadaan
umum (universal
precaution) dalam rangka mencegah terjadinya
penularan HIV dan AIDS dalam kegiatan pelayanan
kesehatan;
g. VTC yang dikukuhkan dengan persetujuan tertulis
klien (informed consent);
h. pemeriksaan HIV dan AIDS terhadap semua darah,
produk darah, cairan mani, organ dan jaringan tubuh
yang didonorkan; dan
i. melakukan
pengaturan,
pembinaan,
dan
pengendalian pada tempat-tempat yang beresiko
terjadi penularan.
Bagian Kedua
Penanggulangan HIV dan AIDS
Pasal 5
22
(1) Upaya penanggulangan HIV dan AIDS dilakukan
melalui kegiatan perawatan, dukungan, pengobatan
dan pendampingan terhadap ODHA dan OHIDHA
yang dilakukan berdasarkan pendekatan berbasis
klinis,
keluarga,
kelompok
dukungan,
serta
masyarakat.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan:
a. meningkatkan kemampuan sumber daya manusia
yang melakukan perawatan, dukungan, dan
pengobatan;
b. meningkatkan sarana pelayanan kesehatan,
meliputi :
1. dukungan pelayanan klinik IMS;
2. kuantitas dan kualitas pelayanan VCT;
3. dukungan pelayanan CST;
4. ketersediaan distribusi obat, bahan habis pakai
dan reagensia serta obat anti retroviral dan
obat IMS;
5. dukungan pelayanan infeksi oportunistik;
6. Menyediakan alat dan layanan pemeriksaan
HIV dan AIDS pada darah dan produk darah,
organ dan jaringan tubuh yang didonorkan;
7. menyediakan layanan perawatan, dukungan,
pengobatan, dan pendampingan kepada setiap
orang yang sudah terinfeksi HIV dan AIDS.
c. mendukung kelompok dukungan sebaya ODHA
dan OHIDHA;
d. melaksanakan surveilans IMS, HIV, dan perilaku
beresiko tertular HIV dan AIDS;
e. mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan
kasus-kasus HIV dan AIDS;
22
f. menyediakan sarana dan perbekalan pendukung
lainnya.
Pasal 6
Upaya pencegahan dan penanggulangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5, dilakukan secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan serta
dilaksanakan secara bersama-sama oleh pemerintah
daerah, tokoh agama, tokoh masyarakat, Tokoh adat,
masyarakat, media massa dan dunia usaha.
BAB IV
PERLINDUNGAN TERHADAP ODHA DAN OHIDHA
Pasal 7
(1) Pemerintah Daerah melindungi hak-hak pribadi dan
hak-hak asasi orang yang terinfeksi HIV dan AIDS
dari stigma dan dikriminasi termasuk perlindungan
dari kerahasiaan status HIV dan AIDS .
(2) Seluruh fasilitas kesehatan seperti rumah sakit,
klinik dan/atau dokter praktik tidak diperkenankan
menolak memberikan akses layanan kesehatan pada
pasien yang terinfeksi HIV dan AIDS;
(3) Tenaga kesehatan atau konselor dengan persetujuan
ODHA dapat
menyampaikan
informasi kepada
pasangan seksualnya dalam hal :
a. ODHA yang tidak mampu menyampaikan
statusnya setelah mendapat konseling yang
cukup;
22
b. ada indikasi telah terjadi penularan pada
pasangan seksualnya;
c. untuk
kepentingan
pemberian
perawatan,
dukungan, pengobatan dan pendampingan pada
pasangan seksualnya.
(4) Pemerintah daerah mengatur agar narapidana yang
terinfeksi HIV dan AIDS memperoleh hak-hak
layanan kesehatan dan hak-hak kerahasian yang
sama dengan orang lain yang terinfeksi HIV dan AIDS
di luar lembaga pemasyarakatan.
(5) Pemerintah Daerah melindungi hak-hak pribadi dan
hak-hak asasi ODHA dan OHIDHA.
BAB V
KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Bagian Kesatu
Kewajiban
Pasal 8
(1) Pelanggan seks berkewajiban:
a. menggunakan kondom pada saat melakukan
hubungan seksual;
b. menciptakan suasana aman dan tertib baik
terhadap
PSK
dan
mucikari
maupun
lingkungannya.
(2) Pengelola Bar, pengelola panti pijat dan pengelola
lokasi berkewajiban:
22
a. melaporkan kepada pemerintah daerah setiap
bulan semua penghuni bar, panti pijat dan lokasi
yang berada dibawah asuhannya.
b. menandatangani
pernyataan
tertulis
untuk
mengikuti pelatihan dan bersedia mengikuti
peraturan pemakaian kondom 100%;
c. mengharuskan pelanggan seks menggunakan
kondom pada waktu melakukan hubungan
seksual;
d. memberikan perlindungan kepada pramuria,
pramu pijat, dan PSK dan melaporkan kepada
pihak yang berwajib pelanggan yang memaksakan
kehendaknya
untuk
melakukan
hubungan
seksual tanpa menggunakan kondom;
e. memberikan pembinaan secara terus menerus
kepada pramuria, pramu pijat dan PSK terutama
tentang penggunaan kondom dan pemeriksaan
kesehatan secara berkala;
f. mengistirahatkan dan membantu pramuria,
pramu pijat dan PSK yang menderita IMS, HIV dan
AIDS
untuk mendapatkan pengobatan yang
memadai;
g. mewajibkan pramuria, pramu pijat dan PSK yang
sedang
menjalani
pengobatan
IMS
untuk
mengkonsumsi obat secara teratur.
(3) Pramuria, pramu pijat dan PSK berkewajiban:
a. meminta pasangannya menggunakan kondom
pada saat melakukan hubungan seksual;
b. menolak melakukan hubungan seksual dengan
pelanggan yang tidak mau menggunakan kondom;
22
c. memeriksa kesehatan secara berkala pada unit
layanan IMS yang ditunjuk oleh pemerintah
daerah;
d. segera berobat bila terinfeksi IMS, HIV dan AIDS
serta bertanggungjawab untuk tidak menularkan
kepada orang lain
(4) Petugas kesehatan berkewajiban:
a. memberikan pelayanan tanpa diskriminasi kepada
ODHA dan OHIDHA;
b. memberikan pelayanan kepada ODHA dan IMS
melalui pra dan pasca konseling;
c. memberikan
pelayanan
pengobatan
kepada
ODHA dan IMS sesuai dengan prosedur dan
standard pelayanan kesehatan;
d. menggunakan peralatan medis steril dan atau
sekali dipakai dan memastikan darah transfusi
atau pemindahan jaringan/organ tubuh bebas
dari IMS, HIV dan AIDS;
e. setiap pemeriksaan untuk mendiagnosa HIV dan
AIDS harus dengan penjelasan yang benar dari
konselor dan mendapat persetujuan yang
bersangkutan;
f. memberikan konseling yang memadai sebelum
dan sesudah pemeriksaan serta merahasiakan
hasil pemeriksaan;
g. setiap Petugas Konseling harus dapat membantu
ODHA
dan
OHIDHA
dalam
penilaian
biopsikososial termasuk dukungan hidup sehat;
h. memberikan informasi dan pendidikan kesehatan
secara berkala kepada kelompok sasaran;
22
i. menjamin
ketersediaan
kondom
serta
memudahkan akses terhadap kondom bagi orangorang yang berperilaku seks resiko tinggi;
j. melakukan surveilans dan monitoring secara
berkala tentang tatalaksana layanan IMS, HIV dan
AIDS dan program kondom 100%; dan
k. melaporkan tempat kegiatan transaksi seksual
yang tidak mau bekerja sama dalam upaya
pencegahan dan penanggulangan IMS, HIV dan
AIDS kepada pihak yang berwajib.
(5) Pemerintahan daerah berkewajiban:
a. memberikan arahan dan petunjuk pelaksanaan
pencegahan dan penanggulangan IMS, HIV dan
AIDS bagi pihak terkait termasuk lembaga donor
nasional maupun internasional;
b. mengkoordinasi strategi penanggulangan IMS, HIV
dan AIDS dengan pihak terkait;
c. memberikan arahan kepada instansi teknis di
daerah dalam rangka pengalokasian dana bagi
Kegiatan Penanggulangan HIV dan AIDS yang
berkaitan dengan bidang tugas masing-masing;
d. melakukan program komunikasi, informasi dan
Edukasi yang benar, jelas dan lengkap tentang
pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS
melalui media massa, tokoh masyarakat, tokoh
agama, tokoh adat, organisasi masyarakat, dunia
usaha, lembaga pendidikan maupun lembaga
swadaya masyarakat lainnya yang bergerak
dibidang kesehatan secara periodik;
e. menyediakan tempat layanan konseling dan tes
HIV sukarela;
22
f. menyediakan
kondom
pada
tempat
yang
berpotensi penularan IMS, HIV dan AIDS;
g. mendukung RSUD Atambua sebagai Rumah Sakit
Rujukan dalam penguatan sistem layanan
kesehatan yang baku bagi ODHA dan OHIDHA;
h. menyediakan obat anti Retroviral dan obat anti
infeksi oportunistik termasuk ketersediaan bahan
dan peralatan testing HIV;
i. memberikan dukungan ekonomi bagi ODHA dan
OHIDHA;
j. memberikan perlindungan dan kesempatan bagi
ODHA dan OHIDHA dalam mencari lapangan
pekerjaan;
k. menunjuk unit layanan kesehatan pemerintah
daerah maupun swasta untuk melakukan tes HIV
dan IMS; dan
l. menindak tegas pengelola bar, pengelola panti
pijat dan pengelola lokasi, Pramuria, Pramu Pijat
dan PSK sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) yang tidak menunjang pelaksanaan
penerapan Peraturan Daerah tentang pencegahan
dan penanggulangan IMS, HIV dan AIDS.
(6) Masyarakat dan lembaga-lembaga non-pemerintah
berkewajiban dan memperoleh kesempatan yang
seluas-luasnya untuk berperan dalam upaya
pencegahan dan penanggulangan IMS, HIV dan AIDS
termasuk pendampingan dan pemberdayaan ODHA
(7) ODHA berkewajiban:
a. tidak menularkan secara sengaja cairan tubuh
yang mengandung HIV kepada orang lain;
22
b. ibu ODHA berkewajiban tidak menularkan HIV ke
bayi/anak dengan cara mengikuti program
pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak
(PMTCT);
c. membantu pelaksanaan program pencegahan dan
penanggulangan HIV dan AIDS di daerah;
d. mengembangkan potensi diri dan sesama
kelompok dukungan sebaya untuk pengembangan
diri;
e. membantu upaya para tenaga kesehatan untuk
pengobatan anti-retroviral.
(8) OHIDHA berkewajiban:
a. tidak melakukan stigma dan diskriminasi
terhadap
ODHA
atau
secara
sengaja
menghilangkan nyawa ODHA;
b. membantu manajer kasus/ pendamping dalam
memberikan dukungan dan perawatan ODHA;
c. membantu tenaga kesehatan dalam upaya
pengobatan ODHA;
d. dapat bertindak sebagai tenaga pendamping
minum obat bagi ODHA;
e. membantu ODHA dalam pengembangan diri;
f. membantu
upaya
pencegahan
dan
penanggulangan HIV dan AIDS di daerah.
Bagian Kedua
Larangan
Pasal 9
22
(1) Setiap orang dilarang melakukan Mandatory HIV
Test.
(2) Setiap orang yang telah mengetahui dirinya terinfeksi
HIV dan AIDS dilarang mendonorkan darah, produk
darah, cairan mani, organ dan jaringan tubuh
lainnya kepada orang lain.
(3) Setiap orang dilarang meneruskan darah, produk
darah, cairan mani, organ dan jaringan tubuhnya
yang terinfeksi HIV dan AIDS kepada calon penerima
donor.
(4) Setiap orang atau badan dilarang mempublikasikan
status HIV dan AIDS seseorang kecuali dengan
persetujuan yang bersangkutan.
(5) Setiap orang dilarang melakukan diskriminasi dalam
bentuk apapun kepada orang yang terduga atau
disangka atau telah terinfeksi HIV dan AIDS.
BAB VI
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS DAN KELOMPOK
KERJA
Pasal 10
(1) Upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan
AIDS dapat dilakukan secara efektif, terpadu dan
terkoordinasi dengan baik perlu dibentuk KPAK.
(2) Pemerintah Daerah menyediakan Kantor Sekretariat
tetap dan fasilitas lainnya untuk memperlancar
kegiatan yang dilaksanakan oleh KPAK.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, tata
cara pengisian keanggotaan, dan tata kerja KPAK
22
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Bupati.
Pasal 11
(1) Untuk
membantu
KPAK
dalam
melakukan
pencegahan terhadap HIV dan AIDS perlu dibentuk
kelompok kerja.
(2) Kelompok kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari unsur:
a. instansi dibidang kesehatan;
b. Kepolisian Republik Indonesia;
c. sekretariat KPAK; dan
d. instansi terkait.
BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 12
Masyarakat bertanggungjawab untuk berperan serta
dalam kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV
dan AIDS serta perlindungan terhadap ODHA dan
OHIDHA dengan cara :
a. berperilaku hidup sehat;
b. meningkatkan ketahanan keluarga;
c. mencegah terjadinya diskriminasi terhadap ODHA,
OHIDHA, dan keluarganya;
d. menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
bagi ODHA, OHIDHA, dan keluarganya;
22
e. aktif dalam kegiatan promosi,
perawatan,
dukungan, pengobatan, dan pendampingan terhadap
ODHA dan OHIDHA.
BAB VIII
PEMBIAYAAN
Pasal 13
Biaya
yang
timbul
sebagai
akibat
diberlakukannya Peraturan Daerah ini bersumber pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten
Belu (APBD) dan sumber lain yang tidak mengikat.
BAB IX
PEMBINAAN DAN KOORDINASI
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 14
(1) Bupati melakukan pembinaan terhadap semua
kegiatan yang berkaitan dengan pencegahan,
penanggulangan HIV dan AIDS serta perlindungan
terhadap ODHA dan OHIDHA.
(2) Pembinaan sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1) diarahkan untuk:
a. mencegah dan menanggulangi penularan IMS, HIV
dan AIDS;
22
b. memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi
dan pelayanan kesehatan yang cukup, aman,
bermutu, dan terjangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat sehingga mampu mencegah dan
menanggulangi penularan HIV dan AIDS;
c. melindungi masyarakat terhadap segala kejadian
yang dapat menimbulkan penularan HIV dan
AIDS;
d. memberikan
kemudahan
dalam
rangka menunjang
peningkatan
upaya
pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS;
e. meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam
upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan
AIDS;
(3) Pembinaan secara teknis dapat dilakukan oleh KPAK
dan /atau instansi yang membidangi kesehatan.
Bagian Kedua
Koordinasi
Pasal 15
Wakil Bupati melakukan koordinasi terhadap instansi
terkait dalam upaya pencegahan dan penanggulangan
HIV dan AIDS serta perlindungan terhadap ODHA dan
OHIDHA.
BAB X
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 16
22
(1) Bupati berwenang memberikan sanksi administratif
terhadap orang atau lembaga yang dalam kedudukan
tertentu melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah sebagai berikut:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pencabutan sementara ijin penyelenggaraan usaha
dan profesi;
d. penghentian atau penutupan penyelenggaraan
usaha dan profesi.
(3) Tata
cara
pemberian
sanksi
administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XI
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 17
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan
Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai
Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana
di bidang HIV dan AIDS sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Kitab Undang - Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan
22
Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) :
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti
keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak
pidana dibidang HIV dan AIDS agar keterangan
atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan
mengenai orang pribadi atau badan tentang
kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan
dengan tindak pidana HIV dan AIDS;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang
pribadi atau badan sehubungan dengan tindak
pidana HIV dan AIDS;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan
dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak
pidana di bidang HIV dan AIDS;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan
bahan bukti pembukuan, pencatatan dan
dokumen-dokumen
lain
serta
melakukan
penyitaan terhadap barang bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka
pelaksanaan penyidikan tindak pidana di bidang
HIV dan AIDS;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang
meninggalkan ruangan atau tempat pada saat
periksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa
sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak
pidana HIV dan AIDS;
22
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya
dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan;
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk
kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang
HIV dan AIDS menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
memberitahukan
dimulainya
penyidikan
dan
menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut
Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang - Undang Hukum Acara Pidana.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 18
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 7 ayat
(2), Pasal 8 ayat (1), ayat (2) ayat (3), ayat (4), ayat
(6), ayat (7) dan ayat (8) dan Pasal 9 dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau
denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah pelanggaran.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
22
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan
Peraturan
Daerah
ini
dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Belu.
Ditetapkan di Atambua
pada tanggal 10 September 2012
BUPATI BELU,
Ttd.
JOACHIM LOPEZ
Diundangkan di Atambua
pada tanggal 10 September 2012
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BELU,
PETRUS BERE
LEMBARAN DAERAH
2012 NOMOR 13
KABUPATEN
BELU
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELU
22
TAHUN
NOMOR 13 TAHUN 2012
TENTANG
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS
I.
UMUM
HIV
(Human
Immunodeficiency
Virus)
merupakan virus menular yang dapat merusak
sistem
kekebalan
tubuh
manusia.
Akibat
kerusakan sistem kekebalan tubuh ini maka
seseorang akan dengan mudah diserang berbagai
macam penyakit dalam tenggang waktu yang
relatif bersamaan. Kumpulan berbagai gejala
penyakit ini disebut Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS).
Kebijakan pencegahan dan penanggulangan
HIV dan AIDS dan harus dilaksanakan secara
terpadu melalui upaya peningkatan perilaku
hidup
sehat,
pencegahan
penularan,
pengobatan/perawatan dan dukungan terhadap
ODHA,
beserta
keluarganya.
Yang
secara
keseluruhan
dapat meminimalisir dampak
epidemik dan mencegah terjadinya stigma dan
diskriminatif.
Untuk melakukan upaya-upaya pencegahan
dan penanggulangan HIV dan AIDS secara efektif
dan terpadu, maka perlu pengaturan dalam
22
peraturan
daerah
yang
mencakup
upaya
pencegahan melalui kegiatan sosialisasi dan
penyebarluasan
informasi
tentang
penanggulangan HIV dan AIDS terhadap seluruh
komponen masyarakat, pelaksanaan fasilitasi,
pengobatan, perawatan, pendampingan dan
dukungan terhadap ODHA .
Berdasarkan
pertimbangan
diatas
Pemerintah
Kabupaten
Belu
bersama-sama
dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Belu
memandang sangat perlu untuk menerbitkan
Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan
Penanggulangan HIV dan AIDS di Kabupaten Belu.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan”
adalah
upaya
pencegahan
dan
penanggulangan
HIV/AIDS
harus
menghormati hak asasi manusia, harkat dan
martabat ODHA, OHIDHA dan keluarganya.
Yang dimaksud dengan “asas kesamaan
kedudukan dalam hukum dan pemerintahan”
adalah upaya penanggulangan HIV dan AIDS
harus dilaksanakan sedemikian rupa tanpa
ada pembedaan baik antar sesama pengidap
HIV dan AIDS maupun antara pengidap dan
masyarakat bukan pengidap lainnya.
22
Yang dimaksud dengan “asas keadilan”
adalah tidak melakukan stigmatisasi dan
diskriminasi terhadap ODHA, OHIDHA,
keluarganya dan petugas yang terkait dalam
penanggulangan HIV/AIDS.
Yang dimaksud dengan ”asas kesetaraan
gender” adalah tidak membedakan peran dan
kedudukan berdasarkan jenis kelamin dalam
penanggulangan HIV dan AIDS.
Pasal 3
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang
dimaksud
dengan
"perawatan,
dukungan,
pengobatan dan pendampingan "
adalah upaya kesehatan untuk
meningkatkan derajat kesehatan
ODHA dan upaya dari sesama
ODHA maupun keluarganya dan
atau orang lain yang bersedia
memberi perhatian pada ODHA
secara
lebih baik.
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 4
22
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Yang
dimaksudkan
dengan
“kewaspadaan umum” adalah
segala tindakan atau prosedur
pencegahan
yang
harus
dilakukan
sesuai
dengan
standar umum yang berlaku.
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
22
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pendekatan
berbasis
klinis”
adalah
suatu
rangkaian upaya pendekatan yang
dilakukan
berdasarkan
prinsipprinsip ilmu kedokteran klinis.
Yang dimaksud dengan “pendekatan
berbasis keluarga” adalah suatu
rangkaian upaya pendekatan yang
dilaksanakan
dengan
melibatkan
peran
serta
pihak
keluarga
semaksimal mungkin.
Yang dimaksud dengan “pendekatan
berbasis kelompok dukungan” adalah
suatu rangkaian upaya pendekatan
yang dilaksanakan dengan melibatkan
peran serta kelompok pendukung
semaksimal mungkin.
Yang dimaksud dengan “pendekatan
berbasis masyarakat” adalah suatu
upaya pendekatan yang dilakukan
dari dan untuk masyarakat.
Yang dimaksud dengan “pendekatan
berbasis masyarakat” adalah suatu
upaya pendekatan yang dilakukan
dari, oleh, dan untuk masyarakat.
22
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Cukup Jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pengelola lokasi
adalah germo yang menampung PSK di
tempat yang sudah disiapkan khusus
untuk transaksi pekerja seksual.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
22
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan mandatory
HIV test adalah tes HIV yang disertai
dengan identitas klien tanpa disertai
konseling sebelum test dan tanpa
persetujuan dari klien.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
22
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksudkan dengan “orang dalam
kedudukan tertentu” adalah individu
yang melaksanakan suatu kegiatan
karena profesinya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
22
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BELU
NOMOR 79
22
Download