i STUDI DESKRIPTIF PERUBAHAN DAN FUNGSI ALAT MUSIK

advertisement
STUDI DESKRIPTIF PERUBAHAN DAN FUNGSI ALAT MUSIK YANG
DIPAKAI DALAM IBADAH DI GKPI RESSORT KHUSUS JALAN MEDAN
NOMOR 34 KELURAHAN SYAHMAD KECAMATAN LUBUKPAKAM
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
L
E
H
BOBY SANDY SIHOMBING
NIM: 060707022
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2012
i
STUDI DESKRIPTIF PERUBAHAN DAN FUNGSI ALAT MUSIK YANG
DIPAKAI DALAM IBADAH DI GKPI RESSORT KHUSUS JALAN MEDAN
NOMOR 34 KELURAHAN SYAHMAD KECAMATAN LUBUKPAKAM
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
L
E
H
BOBY SANDY SIHOMBING
NIM : 070707016
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Drs. Setia Dermawn Purba, M.Si.
NIP 196512211991031001
Drs. Bebas Sembiring, M.Si.
NIP 195703131991031001
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan,
untuk memenuhi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam
bidang ilmu Etnomusikologi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2012
ii
PENGESAHAN
DITERIMA OLEH:
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah
satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu
Budaya< Universitas Sumatera Utara, Medan
Pada Tanggal :
Hari
:
Fakultas Ilmu Budaya USU,
Dekan,
Dr. Syahron Lubis, M.A.
NIP
Panitia Ujian:
Tanda Tangan
1. Drs, Muhammad Takari, M.A., Ph.D
2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd.
3.Drs. Setia Deermawan Purba, M.Si.
4.Drs. Bebas Sembiring, M.Si.
5.
iii
DISETUJUI OLEH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
KETUA,
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D.
NIP 196512211991031001
iv
ABSTRAKSI
Melalui skripsi ini, penulis akan menganalisis Kirtan yang disajikan dalam ibadah
mingguan masyarakat Sikh, di rumah ibadah Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan,
dalam dua fokus utama yaitu tekstual dan melodi. Perlu diketahui bahwa Kirtan
merupakan istilah bahasa Sanskerta yang berarti kegiatan mengagungkan Tuhan Yang
Maha Esa. Kegiatan ini bisa berupa menyampaikan atau berbicara tentang keagungankeagungan Tuhan Yang Maha Esa dan bisa berupa menyanyikan nama-nama suci Tuhan
untuk mengagungkan Tuhan. Kirtan atau lebih lengkap lagi, sankirtan (mengagungkan
bersama-sama atau beramai-ramai), adalah proses yang dianjurkan untuk mencapai
kesucian dan kedamaian hati. Agama Sikh berdiri di penghujung abad ke-15 dan awal
abad ke-16. Kata Sikh sendiri berarti “murid” atau “pengikut.”
Pendekatan yang penulis lakukan adalah dengan menggunakan metode penelitian
kualitatif. Adapun dalam proses kerjanya penulis melakukan pengamatan terlibat, peneliti
sebagai partisipant observer, wawancara, studi pustaka (termasuk pustaka online dalam
jejaring dunia maya), perekaman kegiatan, transkripsi, dan analisis laboratorium.
Penelitian ini berfokus kepada pendapat informan dalam konteks studi emik, namun
diimbangi dengan penafsiran-penafsiran berdasarkan kaidah ilmiah yang disebut dengan
pendekatan etnik oleh penulis.
Dari metode dan teknik tersebut di atas didapatkan hasil penelitian sebagai
berikut. (a) Teks Kirtan merupakan teks yang diambil dari kitab suci agama Sikh yang
diberi nama Guru Granth Sahib. Isinya secara umum adalah puji-pujian kepada Tuhan
Yang Maha Esa, yang disebut dengan Waheguru. (b) Struktur melodinya secara umum
adalah strofik yaitu melodi yang sama atau hampir sama menggunakan teks yang terus
menerus berbeda, karena itu dapat diklasifikasikan sebagai musik logogenik. Tangga
nada yang digunakan adalah berasal dari sistem raga India, khususnya menggunakan
interval-interval mikrotonal. Ritmenya berdasar kepada sistem tala yang menggunakan
meter 4 yang disebut dengan laghu. Denagn demikian, struktur melodi berakar dari
tradisi musik India, khususnya Hindustani (India Utara).
v
ABSTRACT
Thoroughout this thesis, I will be analyzed Kirtan which is performing in Sikh
socio-religious sosciety weekly praying in Gurdwara Tegh Bahadar Temple, Polonia
Medan temple, especially in two main focuses, textual and melody. For the reader
knowing, that Kirtan is a terminology in Sanskrit language which mean activity to
praying the One God. This activity is fill by the religious chanting text which its thema
about the Great of God and the Holy Name in Sikh religious systems. Kirtan or sankirtan
mean praying in the group, which aim to the goal of the holy and peace heart. The Sikh
relligion began in the end of 15th century or the first decade of 16th century. The word
Sikh in the gramatical means as “student” or “followers.”
The scientific approaches, I use qualitative research method. In the work process
the writer use partisipant observation as a partisipant observer, interview, literature study
(and online literature in the internet), recording of activities, transcription, and laboratory
analysis. This research focused in the informants view in the context of emic study, but I
use the explain basic on scientific procedures which called etic approach.
Basic on these methods and technics, the writes discovere from this research as
follows. (a) The Kirtan texts is come from Sikh Holy Book called Guru Granth Sahib.
The thema of this texts are praying to The One God, called Waheguru. (b) The melodic
structure, generally can be classified as strophic, which use same or near form melody
and differetnt texts, we will be catogorized it as logogenic music. The Kirtan melodic
basic on raga system in India music culture, specifically use the microtonal intervals. The
rhythm of Kirtan melody, basic on time dimensions tala system in India music, use meter
4 which called laghu. In generally, Kirtan melody can be speak rooted from India music
tradition, especially Hindustani (North India) music.
vi
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Pada zaman modern saat ini, musik telah berkembang pesat dan berperan penting
dalam kehidupan manusia. Menurut Aristoteles musik mempunyai kemampuan
mendamaikan hati yang gundah, mempunyai terapi rekreatif, dan menumbuhkan jiwa
patriotisme. Menurut Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 602),
musik adalah: ilmu atau seni menyusun nada atau suara diutarakan, kombinasi dan
hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai keseimbangan
dan kesatuan, nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama,
lagu, dan keharmonisan (terutama yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu).
Musik menjadi bahagian dari kesenian dan kebudayaan umat manusia. Musik
digunakan dan difungsikan untuk berbagai aktivitas umat manusia. Mulai dari
penggunaannya untuk kerja, untuk hiburan-hiburan di dalam masyarakat perkotaan seperti
di pub, ballroom hotel, café atau cefetaria, ruang dansa, dan lainnya, juga di dalam
masyarakat pedesaan seperti untuk memeriahkan upacara panen, kenduri, memebersihkan
desa, jamu laut, dan lain-lainnya. Musik juga selalu digunakan da;am upacara-upacara
masyarakat manusia seperti untuk menyambut bayi lahir, memebrikan nama anak,
sirkumsisi, nyanyian anak, perkawinan, masuk rumah baru, kematian, dan lain-lainnya.
Selain itu, agama-agama di dunia ini juga selalu menggunakan musik dalam setiap
ritual yang dipersembahkan. Misalnya di dalam agama Katolik ada upacara ekaristi yang
melibatkan penggunaan musik dan unsur-unsurnya. Begitu pula di dalam agama Budha ada
upacara kematian (tiau sang) yang juga menggunakan musik. Di dalam agama Sikh
1
terdapat berbagai upacara seperti Ardas, Kirtan, dan lainnya yang juga menggunakan
musik. Dalam agama Hindu tradisi Veda yang terdiri dari Yajur Veda, Sama Veda, Rig
Veda, dan Yajur Veda sendiri selalu disajikan dengan menggunakan musik dan unsurunsurnya. Demikian pula di dalam agama Islam teerdapat berbagai kegiatan yang
menggunakan unsur-unsur musik, seperti penyambutan bayi lahir, sunatan, dan perkawinan
yang menggunakan genre musik marhaban dan barzanji.1
Di dalam agama Kristen Protestan juga dalam berbagai upacara atau ibadahnya
selalu menggunakan musik atau unsur musik. Misalnya dalam menyambut hari natal,
sebagai hari kelahiran Tuhan Yesus di setiap tanggal 25 Desember maka selalu
menggunakan musik, bahkan ada beberapa nyanyian yang merupakan ikon hari natal
seperti Silent Night (Malam Kudus), Jingle Bell, dan lainnya. Ini membuktikan kepada kita
bahwa musik memiliki peranan penting dalam kehidupan agama-agama di seluruh dunia
ini.
Seiring dengan perkembangannya, musik juga mempunyai peranan penting di
dalam ibadah gereja. Hal ini dapat dilihat dari hampir semua gereja yang menggunakan
musik sebagai pengiring ibadah gereja. Alat musik pengiring di gereja ada yang
1
Di dunia ini, manusia ada yang beragama dan ada juga yang tidak beragama, namun sebahagian
besar adalah beragama. Secara kuantitas, masyarakat yang tidak beragama berada pada peringkat ketiga
dengan jumlah persentase 16 persen dari keseluruhan penduduk dunia. Yang menarik adalah setengah dari
kelompok ini, percaya kepada Tuhan namun tidak mengikuti agama tertentu. Agama Yahudi yang jumlah
pemeluknya memiliki persentase 0,22 % dari jumlah penduduk dunia berada pada peringkat terakhir dalam
daftar agama-agama resmi dunia. Berdasarkan laporan situs Baztab di Iran, hasil surveinya memperlihatkan
agama Kristen menguasai 33 persen masyarakat dunia namun mereka mengalami perpecahan yang lebih
besar dan lebih prinsipil dibanding agama-agama lainnya. Agama Kristen sekarang terpecah menjadi
berbagai macam aliran yang berbeda-beda seperti Katolik, Protestan, Ortodoks Timur, Anglikan, Evangelis,
Pantekosta, dan lain sebagainya. Islam yang dipeluk oleh sekitar 21 persen dari penduduk dunia termasuk
Suni, Syiah dan beberapa mazhab lainnya menempati agama kedua dengan penganut terbanyak setelah
agama Kristen. Orang-orang yang tidak beragama berada pada peringkat ketiga dengan persentase 16 persen
dari jumlah penduduk dunia, termasuk di antaranya mereka yang tidak percaya kepada Tuhan, orang-orang
sekuler, dan yang menyembunyikan keyakinannya. Yang menarik adalah setengah dari mereka ternyata
percaya kepada Tuhan walaupun tidak meyakini agama mana pun. Agama Hindu berada pada peringkat
keempat dengan jumlah pengikut sebanyak 14 persen dari jumlah penduduk dunia. Diikuti agama Buddha,
agama tradisional Cina dan kepercayaan-kepercayaan tradisional masyarakat Afrika yang masing-masing
memiliki jumlah persentase sebanyak 6 persen. Agama Sikh dengan 0,36 persen komunitasnya menempati
peringkat berikutnya dan Yahudi ternyata menempati peringkat paling akhir dari daftar agama-agama dunia
menurut jumlah pengikutnya. [icc-jakarta.com]
2
menggunakan organ atau keybord tunggal tanpa alat musik lain, dan ada juga gereja yang
menggunakan beberapa alat musik sebagai pengiring ibadah yang terdiri dari gitar elektrik,
bass elektrik, keybord, piano elektrik, dan drum set.2
Seperti halnya pada Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) Ressort Khusus
Jalan Medan-Lubukpakam yang telah menggunakan beberapa alat musik gitar elektrik,
bass elektrik, dua keybord elektrik dan drum set (peralatan band seperangkat gendang)
sebagai alat musik pengiring ibadah di gereja tersebut. Khususnya untuk gereja yang
beraliran Lutheran3 di daerah Kota Lubukpakam hanya gereja GKPI Ressort Khusus Jalan
Medan-Lubukpakam yang menggunakan beberapa alat musik yang lebih banyak jenisnya
dalam setiap ibadah gereja.
Dalam tulisan ini, penulis akan menjelaskan perubahan musik pengiring ibadah
gereja dan fungsi divisi musik dari Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) Ressort
khusus Jalan Medan-Lubukpakam. Ibadah menurut Poerwadarminta di dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang
didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dengan kata lain,
ibadah adalah sarana atau perkumpulan yang dilakukan agama Kristen khususnya agama
Kristen Protestan, untuk memuji dan memuliakan Tuhan yang diadakan pada setiap hari
minggu.
Dari awal berdirinya gereja GKPI Ressort khusus Jalan Medan–Lubukpakam,
gereja tersebut tidak menggunakan alat musik apa pun di dalam ibadah gereja setiap
minggunya.Di dalam setiap ibadah gereja tersebut hanya menggunakan Buku Ende (yang
2
Satu set alat musik drum ini terdiri dari berbagai jenis, seperti bass drum, snare drum, beberapa
simbal, tom tam, dan alat-alat perkusi tambahan lainnya. Seperangkat drum ini biasa pula digunakan dalam
berbagai genre musik, seperti band, kombo, keroncong, campusr sari, dangdut, dan lain-lainnya. Namun
dapat dipastikan bahwa alat msuik drum set berasal dari kebudayaan musik Eropa (Barat).
3
Yang dimaksud aliran Lutheran adalah merujuk kepada Kristen Protestan yang awalnya dibawa
oleh Marthin Luther King yang mereformasi gereja terutama awalnya di Eropa. gerakan Protestan ini adalah
muncul sebagai reaksi dan respon terhadap berbagai kebijakan Gereja Katolik yang dipandang “tidak sesuai”
dengan ajaran Kristiani. Misalnya penjualan surat-surat aflaf (pengampunan dosa) oleh Paus untuk biaya
operasional gereja, begitu pula dengan pertentangan pendapat gereja dengan ilmu pengetahuan,
“otoritarianisme” di dalam gereja, dan lain-lainnya.
3
berisikan lagu-lagu yang berbahasa Batak Toba) dan Buku Nyanyian (yang berisikan lagu –
lagu berbahasa Indonesia). Pada tahun 1978 GKPI Ressort Khusus Jalan Medan–
Lubukpakam menggunakan sebuah alat musik organ untuk mengiringi lagu-lagu yang ada
di dalam Buku Ende dan Buku Nyanyian. Pada tahun 2003 alat musik organ digantikan
oleh sebuah alat musik keybord sebagai alat musik yang dipakai dalam ibadah untuk
mengiringi lagu-lagu di dalam Buku Ende dan Buku Nyanyian.
Kemudian pada tahun 2008, alat musik yang dipakai ibadah bertambah lagi yaitu:
dua buah keybord, satu buah gitar elektrik, dan satu buah gitar bas elektrik. Namun pada
awalnya, alat-alat musik tersebut tidak dengan mudah dapat diterima oleh jemaat di Gereja
GKPI, sebab jemaat di gereja tersebut banyak yang tidak menyetujui alat-alat musik
tersebut dipakai dalam ibadah. Namun demikian, setelah dengan penuh perjuangan yang
dilakukan oleh Vikar Pdt. R. Pasaribu, bersama pemuda-pemudi Gereja Kristen Protestan
Indonesia, akhirnya pada bulan Januari 2008 penambahan peralatan musik dapat diterima
dan disetujui dirapat majelis dalam pencairan dana untuk membeli sarana dan prasarana
yang diperlukan demi terwujudnya peralatan musik tersebut.
Pada bulan September 2008 adalah peresmian sekaligus ibadah pertama di GKPI
Ressort Khusus Jalan Medan-Lubukpakam dengan menggunakan peralatan musik tersebut
sebagai musik pengiring dalam ibadah. Setelah masuknya peralatan musik tersebut, jemaat
yang menghadiri ibadah di GKPI Ressort Khusus Jalan Medan–Lubukpakam semakin
bertambah banyak.
Sesuai dengan sepuluh fungsi musik yang diutarakan oleh Alan P. Merriam, yang
salah satunya adalah fungsi pengungkapan emosional, yang berkaitan dengan perubahan
yang terjadi setelah peralatan musik dipakai dalam ibadah, karena lagu – lagu yang
disuguhkan dapat semakin menyentuh perasaan jemaat yang beribadah sehingga lebih
bersemangat dan penuh sukacita dalam memuji dan memuliakan Tuhan. Jemaat yang
4
menghadiri ibadah di GKPI Ressort Khusus Jalan Medan–Lubukpakam juga semakin
bertambah banyak setelah hadirnya peralatan musik dalam ibadah. Hal ini sesuai dengan
hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan informan kunci Bapak Vikar Pdt. R.
Pasaribu dan informan lainnya yakni beberapa jemaat yang beribadah di gereja tersebut.
Dari wawancara dengan Bapak Vikar Pdt. R. Pasaribu, penulis mengetahui bahwa,
menurut Peraturan Rumah Tangga Gereja Kristen Protestan Indonesia yang terdapat pada
pasal 9 (Sembilan), Gereja Kristen Protestan Indonesia mempunyai bagan kepengerjaan
yang berbentuk seksi-seksi. Seksi nyanyian dan koor merupakan salah satu bagian dari
seksi-seksi tersebut. Seksi nyayian dan koor bertangungjawab terhadap beberapa divisi,
salah satunya adalah divisi nyanyian/koor dan divisi musik. Divisi nyanyian/koor dan
divisi musik adalah divisi yang membidangi pujian dan penyembahan dan bertanggungjawab terhadap
lagu pujian dan penyembahan serta musik yang disuguhkan dalam
mengiringi lagu-lagu dalam setiap jalannya ibadah sehingga ibadah dapat berjalan dengan
baik.
Dari observasi yang dilakukan penulis, divisi nyanyian/koor dan divisi musik di
GKPI Ressort Khusus Jalan Medan-Lubukpakam terkoordinasi dengan baik, hal ini jauh
berbeda dari observasi yang dilakukan penulis terhadap beberapa gereja yang ada di Kota
Lubukpakam, dari segi seksi nyanyian/koor atau seksi musiknya yang
hanya berupa
simbolis dan cenderung belum sepenuhnya berjalan dengan aktif. Bahkan, hanya gereja
Kharismatik saja yang memiliki beberapa alat musik yang dipakai dalam ibadah, sementara
gereja yang beraliran Lutheran, seperti: HKBP (Huria Kristen Batak Protestan), GKPS
(Gereja Kristen Protestan Sinalungun), GKPI (gereja Kristen Protestan Indonesia), HKI
(Huria Kristen Indonesia), BNKP (Banua Niha Kristen Protestan), yang ada di Kota
Lubukpakam hanya menggunakan organ tunggal sebagai pengiring lagu-lagu pada setiap
ibadah gereja.
5
Sementara divisi nyanyian/koor dan divisi musik di Gereja Kristen Protestan
Indonesia Jalan Medan-Lubukpakam, telah terkoordinir dengan baik dengan memiliki
peralatan musik band yang memadai seperti drum set, dua keybord, gitar elektrik dan gitar
bass elektrik, lengkap dengan musisi yang telah dibina dengan baik keahliannya pada
setiap alat musik yang tersedia, disamping itu Gereja Kristen Protestan Indonesia juga
menggunakan singer/songleader tiga orang pada setiap ibadah di Gereja.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, maka fungsi utama dari divisi nyanyian/koor
dan divisi musik gereja GKPI tersebut adalah sebagai berikut:
(a) Monitoring musisi dan songleader atau singer,
(b) Mengadakan program training musik,
(c) Mengaransemen musik, dan
(d) Pelatihan singer/song leader.
Keberadaan musik di dalam GKPI Ressort Khusus Jalan Medan Nomor 34
Kelurahan Syahmad Kecamatan Lubuk Pakam, seperti terurai di atas, sangat menarik
untuk dikaji memalui berbagai disiplin ilmu sosial dan humaniora. yang lebih menarik lagi
adalah dikaji melalui disiplin etnomusikologi, sebagai ilmu yang penulis pelajari beberapa
tahun terakhir ini, serta penulisan skripsi ini juga yang berlatar belakang etnomusikologi.
Oleh karena itu perlu dijelaskan bahwa pendekatan keilmuan dalam menulis skripsi ini
adalah etnomusikologi. selain itu dijelaskan juga apa itu etnomusikologi.
Menurut I Made Bandem (2001:1-2), etnomusikologi merupakan sebuah bidang
keilmuan yang topiknya menantang dan menyenangkan untuk diwacanakan. Sebagai
disiplin ilmu musik yang unik, etnomusikologi mempelajari musik dari sudut pandang
sosial dan budaya. Sebagai disiplin yang amat populer saat ini, etnomusikologi merupakan
ilmu pengetahuan yang relatif muda umurnya. Kendati umurnya baru sekitar satu abad,
6
namun dalam uraian tentang musik eksotik sudah dijumpai jauh sebelumnya. Uraian-raian
tersebut ditulis oleh para penjelajah dunia, utusan-utusan agama, orang-orang yang suka
berziarah dan para ahli filologi. Pengenalan musik Asia di Dunia Barat, pada awal-awalnya
dilakukan oleh Marco Polo, pengenalan musik China oleh Jean-Babtise Halde tahun 1735
dan Josep Amiot tahun 1779. Kemudian musik Arab oleh Guillaume-Andre Villoeau hun
1809. Periode ini dipandang sebagai awal perkembangan etnomusikologi. Masa ini pula
diterbitkan Ensiklopedi Musik oleh Jean-Jaques Rousseau, tepatnya tahun 1768, yang
memberi semangat tumbuhnya etnomusikologi.
Penelitian tentang musik rakyat dari
berbagai bangsa di Eropa dilakukan oleh Grin dan Herder dan kawan-kawannya, yang
akhirnya menjadi tumbuhnya benih keasadaran akan perbedaan budaya dalam persamaan
universal makhluk manusia.
Sikap dan ideologi etnosentrisme Eropa perlahan-lahan bertukar ke arah humanisme
universal manusia. Misalnya konsep Jerman di atas segalanya (Deuthsland ubber alles)
tidak relevan dalam tatanan dunia kini. Begitu juga Amerika Serikat yang menetapkan
konsep keanekaragaman (unibis e umum), terus berusaha menerapkannya walau tetap
masih adanya sisa-sisa etnosentrisme, terutama pembedaan warna kulit, serta gerakan
puritanisme agama.
Sebagai sebuah disiplin ilmu, etnomusikologi dengan terang-terangan dinobatkan
sebagai dua kelompok disiplin, yaitu ilmu humaniora dan ilmu sosial sekali gus. Selain itu
pula, sangat dirasakan perlunya memanfaatkan ilmu eksakta di bidang disiplin ini,
terutama yang berkaitan dengan organologi, akustik, dan artefak. Etnomusikologi, pada
waktu ini, memberikan kontribusi keunikannya dalam hubungannya bersama aspek-aspek
ilmu pengetahuan sosial dan aspek-aspek ilmu humaniora, dalam caranya untuk
melengkapi satu dengan lainnya, mengisi penuh kedua pengetahuan itu. Keduanya akan
7
dianggap sebagai hasil akhir darinya sendiri; keduanya dipertemukan menjadi pengetahuan
yang lebih luas (Merriam 1964).
Etnomusikologi biasanya secara tentatif paling tidak menjangkau lapangan-lapangan
studi lain sebagai suatu sumber stimulasi baik terhadap etnomusikologi itu sendiri maupun
disiplin saudaranya, dan ada beberapa cara yang dapat dijadikan nilai pemecahan terhadap
masalah-masalah ini. Studi teknis dapat memberitahukan kita banyak tentang sejarah
kebudayaan.
Fungsi dan penggunaan musik adalah sebagai suatu yang penting dari
berbagai aspek lainnya pada kebudayaan, untuk mengetahui kerja suatu masyarakat.
Musik mempunyai interelasi dengan berbagai tumpuan budaya; ia dapat membentuk,
menguatkan, saluran sosial, politik, ekonomi, linguistik, religi, dan beberapa jenis tata
tingkah laku lainnya. Teks nyanyian melahirkan beberapa pemikiran tentang suatu
masyarakat, dan musik secara luas dipergunakan sebagaimana analisis makna terhadap
prinsip struktur sosial. Etnomusikolog seharusnya tak dapat menghindarkan diri terhadap
dirinya sendiri dengan masalah-masalah simbolisme di dalam musik, pertanyaan tentang
hubungan antara berbagai seni, dan semua kesulitan pengetahuan apa itu estetika dan
bagaimana strukturnya.
Ringkasnya, masalah-masalah etnomusikologi bukan hanya
terbatas kepada teknik semata--tetapi juga tentang tata tingkah laku manusia.
Etnomusikologi juga tidak sebagai sebuah disiplin yang terisolasi, yang memusatkan
perhatiannya kepada masalah-masalah esoteris saja, yang tak dapat diketahui oleh orang
selain yang melakukan studi etnomusikologi itu sendiri.
Tentu saja, etnomusikologi
berusaha mengkombinasikan dua jenis studi, untuk mendukung hasil riset, untuk
memecahkan masalah-masalah spektrum yang luas, yang mencakup baik ilmu humaniora
ataupun sosial.
Dari uraian-urain tentang etnomusikologi di atas, maka dapat dikatakan bahwa
etnomusikologi adalah disiplin yang mengkaji musik dalam koteks sosial dan budaya.
8
Pendekatan yang digunakan adalah multidisiplin, didukung oleh sifat etnomusikologi yang
berada dalam dua bidang sekali gus yaitu ilmu sosial dan humaniora. Dalam konteks
penelitian ini, etnomusikologi digunakan untuk mengkaji faktor-faktor sosial dan budaya
yang mempengaruhi perubahan penggunaan musik terutama alat-alat musik dan fungsi
musik dalam Gereja Kristen Protestan Indonesia Ressort Khusus Jalan medanLubukpakam.
Dengan demikian, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi mengenai
perubahan yang terjadi dalam musik dan fungsi dari divisi nyanyian/koor dan divisi musik
serta bermaksud mengangkat topik ini menjadi sebuah tulisan ilmiah dalam bentu skripsi4
dengan judul: “Studi Deskriptif Perubahan dan Fungsi Alat Musik yang Dipakai
dalam Ibadah di GKPI Ressort Khusus Jalan Medan Nomor 34 Kelurahan Syahmad
Kecamatan Lubuk Pakam.”
1.2 Pokok Permasalahan
Dari latar belakang seperti sudah diuraiakan di atas, maka penulis membuat
pembatasan masalah agar penjelasan tulisan ini lebih akurat dan terperinci, dan
menghindari meluasnya ruang lingkup permasalahan. Adapun pokok permasalahan yang
penulis tentukan di dalam tulisan ini adalah:
4
Dalam dunia pendidikan di Indonesia, skripsi adalah sebuah karya tulis ilmiah, yang menjadi salah
satu syarat untuk menyelesaikan studi di strata satu (S-1). Untuk program Diploma Tiga (D-3) bentuk karya
ilmiahnya disebut kertas karya. Seterusnya untuk program strata dua (S-2) atau masgister karya ilmiahnya
dalam bentuk tulisan adalah tesis. Sedangkan pada program strata tiga (S-3) karya tulis akhirnya adalah
disertasi. Perbedaan-perbedaan karya saintifik di setiap strata pendidikan ini adalah tingkat kedalaman dan
luasnya kajian. Gelar yang diberikan oleh perguruan tinggi untuk masing-masing strata tersebut telah diatur
dengan sedemikian rupa. Untuk program diploma tiga gelar umumnya adalah ahli madya (A.Md.) ada yang
memperluasnya menjadi seperti ahli madya kebidanan (A.Md. Keb.). Untuk gelar strata satu umumnya
disebut sarjana dengan berbagai kekhususan ilmu, seperti S.S. (Sarjana Sastra), S.Si. (Sarjana Sains), S.Ked.
(Sarjana Kedokteran_, S.E. (Sarjana Ekonomi), S.H. (Sarjana Hukum), SIP. (Sarjana Ilmu Politik), SST.
(Sarjana Sains Terapan), S.Sn. (Sarjana Seni), dan masih banyak lagi yang lainnya. Gelar strata dua disebut
dengan magister dengan spesifikasinya seperti M.Hum. (Magister Humaniora), M.Si. (Magister Sains),
M.Pd. (Magister Pendidikan), M.Kn. (Magister Kenotariatan), M.M. (Magister Manajemen), MSP. (Magister
Studi Pembangunan), dan lain-lain. Untuk strata tiga diberi gelar Doktor (Dr.). Sementara Profesosr adalah
gelar yang berupa pengabdian kepada masyarakat, dengan syarat tertentu.
9
1. Faktor-faktor sosial, budaya, dan religi apakah yang mengakibatkan perubahan
penggunaan peralatan musik yang dipakai di GKPI Ressort Khusus Jalan
Medan-Lubukpakam? Pokok masalah ini akan dijawab oleh uraian-uraian yang
berdasar kepada penelitian lapangan, berupa faktor sosial dan budaya seperti
jawaban terhadap perubahan zaman, adanya kegiatan yang sama dalam konteks
gereja seperti yang dilakukan aliran Kharismatik, sementara itu secara religi
pula, ada ajaran-ajaran Kristen yang bersumber dari Alkitab memang memuji
Tuhan alangkah baiknya disertai dengan penggunaan musik, dan lain-lainnya.
2. Bagaimana fungsi dan guna musik yang dihasilkan dari divisi musik di GKPI
Ressort Khusus Jalan Medan-Lubukpakam? Pokok permasalahan ini akan
dijawab dengan analisis terhadap bagaimana guna dan fungsi musik yang
cenderung menggunakan alat-alat musik yang terus berkembang jumlahnya.
Termasuk penggunaan lagu-lagu yang terkodifikasi di dalam buku lagu.
I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
I.3.1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pernyataan Mantle Hood dan Willi Apel (1969:298), yang
menyatakan bahwa etnomusikologi adalah suatu metode untuk mempelajari musik apapun
tidak hanya dari segi musiknya, tetapi juga melihat hubungannya dengan konteks budaya.
Maka dari pernyataan tersebut penulis membuat tujuan penulisan, antara lain:
1. Untuk mengetahui faktor-faktor soail dan budaya (termasuk agama) yang
mengakibatkan perubahan peralatan musik yang dipakai di GKPI Ressort Khusus
Jalan Medan–Lubukpakam.
2. Untuk mengetahui fungsi dan guna musik yang dihasilkan dari divisi musik di
GKPI Ressort Khusus Jalan Medan–Lubukpakam.
10
1.3.2 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang dicapai diharapkan tulisan ini mempunyai manfaat antara
lain, sebagai berikut :
1. Bagi pembaca agar dapat mengetahui bagaimana gambaran, peranan, bentuk lagu
yang disajikan, dan bentuk pertunjukan yang disajikan;
2. Untuk memberikan gambaran bagaimana salah satu gereja melakukan kebijakan
dalam mengelola dan mempertunjukan musiknya, dalam konteks penyampaian isi
Alkitab;
2. Untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh penulis selama studi di Departemen
Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Sumatera Utara (USU);
3. Sebagai sumber informasi dan memberi wawasan keilmuan bagi pembaca dan
penulis sehingga bermanfaat bagi masyarakat pendukungnya;
4. Sebagai salah satu persyaratan untuk menjadi sarjana di Departemen
Etnomusikologi;
5. Sebagai contoh studi deskriptif tentang perkembangan musik di dalam gereja.
6. Sebagai salah satu bentuk pengembangan kajian-kajian di dalam disiplin etnomusikologi, yang selalu melakukan pembaharuan-pembaharuan teori dan metodologi
sesuai dengan perkembangan zaman.
1.4 Konsep dan Teori yang Dipergunakan
Untuk mengkaji dua pokok masalah di atas, yaitu perubahan dan fungsi musik di
GKPI Ressot Khusus Jalan Medan-Lubukpakam, maka penulis menggunakan dua teori
utama. Untuk mengkaji perubahan digunakan teori perubahan. Sementara untuk mengkaji
fungsi (dan guna) musik yang dihasilkan divisi musik digunakan teori fungsionalisme baik
11
itu dari disiplin antropologi mapun etnomusikologi itu sendiri. Namun sebelumnya
dijelaskan terlebih dahulu konsep-konsep yang digunakan di dalam skripsi ini, yaitu: studi,
deskriptif, perubahan, dan musik.
1.4.1 Konsep
Menurut Mely G. Tan (1990:21), konsep merupakan defenisi dari apa yang kita
amati, konsep menentukan antara variabel-variabel mana yang kita ingin menentukan
hubungan empiris. Sehubungan dengan penulisan ini, akan diuraikan beberapa konsep
yang dibutuhkan, yaitu sebagai berikut.
Pengertian studi seperti yang dikemukakan oleh Poerwadarminta di dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2001:1093) adalah penelitian ilmiah, dan deskripsi di dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:258) artinya mengambarkan apa adanya. Deskripsi
atau deskriptif berasal dari bahasa Inggris yaitu descriptif, yang artinya bersifat
menyatakan sesuatu dengan memberikan gambaran melalui kata-kata atau tulisan. Seeger
(1958:184)
menyebutkan
bahwa
deskriptif
adalah
penyampaian
objek
dengan
menerangkan terhadap pembaca secara tulisan maupun lisan dengan sedetil-detilnya .
Perubahan adalah suatu proses di mana sesuatu keadaan yang berubah dan dapat juga
dikatakan dengan peralihan dari suatu masa (ibid: 05). Perubahan yang dimaksud dalam
tulisan ini adalah berkembangnya zaman yang semakin modern telah menjadikan
perubahan juga terhadap gereja, mencakup bagaimana terjadinya perubahan dan apakah
yang telah berubah dan apakah pengaruh dari perubahan tersebut terhadap jemaat di GKPI
Ressort Khusus Jalan Medan-Lubukpakam.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:766), yang dimaksud dengan musik
adalah: ilmu atau seni menyusun nada atau suara dalam urutan, kombinasi dan hubungan
temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan
12
kesinambungan, nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung
irama, lagu dan keharmonisan
(terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat
menghasilkan bunyi-bunyi itu). Di sisi lain Malm (1977:12) menyatakan bahwa musik
adalah suara yang diorganisasikan sedemikian rupa.
Adapun konsep penulis terhadap judul skripsi ini adalah perkembangan zaman yang
semakin modern telah menjadikan musik juga mengalami kemajuan pesat, khususnya
peralatan band yang telah dipergunakan di pesta adat suku-suku khususnya suku Batak5 di
Sumatera Utara, dan peralatan band juga telah dipergunakan didalam ibadah gereja bagi
umat Kristen sehingga telah menjadikan adanya perubahan pada komunitas masyarakat,
terutama didalam ibadah di gereja, khususnya di GKPI Ressort Khusus Jalan MedanLubukpakam. Baik perubahan pada ensambel musik, maupun perubahan pada minat
jemaat yang menghadiri ibadah di gereja tersebut.
1.4.2 Teori
Menurut Kerlinger (1973), teori adalah sebuah set konsep atau construct yang saling
berhubungan satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, sebagai landasan cara berfikir
bagi penulis dalam membahas permasalahan penelitian ini, diperlukan teori-teori yang
berhubungan dengan disiplin ilmu etnomusikologi untuk untuk menunjang data-data atau
informasi yang diharapkan bagi penelitian.
Untuk mendeskripsikan alat-alat musik yang digunakan di GKPI Ressort Khusus Jalan
Medan-Lubukpakam, penulis menggunakan teori klasifikasi yang ditawarkan oleh Sachs
5
Dalam berbagai kajian keilmuan, istilah Batak digunakan untuk menggeneralisasi suku-suku
bangsa Batak Toba, Simalungun, Pakpak-Dairi, Karo, dan Mandailing-Angkola. Kelima suku bangsa ini
memiliki berbagai kesamaan, yang utama adalah mengelompokkan manusia batak ke dalam tiga kategori,
yaitu teman semarga dalam klen patrilineal yang disebut dongan sabutuha, suhut, dengan sibeltek, kahanggi,
dan lainnya;; kemudian kelompok pemberi isteri yang disebut beru, boru, atau anak boru; dan pihak pemberi
isteri yang disebut dengan mora, hula-hula, atau kalimbubu. Demikian pula dengan bahasa, masyarakat
Mandailing, Angkola, dan Batak Toba cenderung memeakai bahasa yang hampir sama. Di sisi lain Karo dan
Pakpak-Dairi juga memiliki kesamaan, sedangkan Simalungun berada dalam dua tradisi bahasa ini. Dalam
berbagai kajian keilmuan lainnya, masing-masing suku bangsa ini dipandang sebagai kelompok etnik
tersendiri saja, tidak dimasukkan dalam induk besar Batak.
13
dan Hornbostel. Curt sach dan Erick M. Von Hornbostel secara garis besar mengklasifikasi
alat musik kedalam 4 kelompok, sebagai berikut.
1. Idiofon adalah semua alat musik yang sumber bunyinya berasal dari getaran badannya
sendiri. Contoh: gong
2. Khordofon adalah semua alat musik yang bunyinya bersumber dari getaran senar.
Contoh : gitar, biola.
3. Aerofon adalah semua alat musik yang bunyinya bersumber dari getaran udara.
Contoh: suling, saluang
4. Membranofon adalah semua alat musik yang bunyinya bersumber dari getaran
membran, selaput gendang. Contoh: gendang, drum.
1.4.2.1 Teori Perubahan
Menurut Carol R. Ember (1987:32), suatu kebudayaan tidaklah pernah bersifat
statis, melainkan selalu berubah. Hal ini berhubungan dengan waktu, bergantinya generasi,
serta perubahan dan kemajuan tingkat pengetahuan masyarakat. Merriam (1964:172)
mengemukakan bahwa perubahan dapat berasal dari dalam lingkungan kebudayaan atau
internal, dan perubahan juga dapat berasal dari luar kebudayaan atau eksternal. Perubahan
secara internal merupakan perubahan yang timbul dari dalam dan dilakukan oleh pelakupelaku kebudayaan itu sendiri dan disebut juga inovasi. Sedangkan perubahan eksternal
merupakan perubahan yang timbul akibat pengaruh dari luar lingkup kebudayaan tersebut.
Selain itu, teori perubahan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini juga bertitik
tolak dari persepektif materialistis. Marx6 (dalam Lauer, 1993:205) secara ringkas
6
Marx atau nama lengkapnya Karl Marx adalah filosof Eropa dari Jerman, yang menggagas filsafat
materialismedan kemudian mengembangkan komunisme. Dalam ajaran Marx yang utama adalah bahwa
dunia ini ada karena materi, jadi materi adalah inti dari segalanya. Ia dalam komunismenya mengembangkan
ajaran bahwa dunia ini akan tidak makmur dan sejahtera selagi masih ada kelas-kelas sosial yaitu antara
14
menghimpun mekanisme perubahan dengan ungkapan: “Kincir angin menimbulkan
masyarakat feodal;” “mesin-uap menimbulkan masyarakat kapitalis-industri.” Selanjutnya
Velben dan Ogburn yang sangat dipengaruhi oleh Marx, menekankan pentingnya pengaruh
teknologi terhadap perubahan. Velben menyatakan bahwa pola keyakinan dan perilaku
manusia, terutama dibentuk oleh cara mencari nafkah dan mendapatkan kesejahteraannya,
yang selanjutnya disebut sebagai fungsi teknologi. Ogburn menyatakan bahwa manusia
selamanya berupaya memelihara dan dan menyesuaikan diri dengan alam yang senantiasa
diperbaharui oleh teknologi.
seterusnya, Velben dan Ogburn (dalam Lauer, 1993:112-116) menunjukkan
bagaimana cara perubahan teknologi menimbulkan masalah bagi manusia dalam 4 (empat)
hal. Pertama, teknologi sebagai satu faktor yang sangat mempengaruhi perubahan.
Pandangan ini lebih mencerminkan pandangan Ogburn. Di sisi lain Velben menganggap
teknologi sebagai sebagai pendorong perubahan. Kedua, teknologi sebagai kekuatan
berpengaruh yang tidak terelakkan terhadap perubahan. Ketiga, teknologi sebagai “juru
selamat.” Keempat, teknologi sebagai anti agama Kristen.
Keempat pandangan tersebut, walaupun telah memberikan manfaat yang besar
dalam perubahan kebudayaan, telah mendapat kritikan berdasarkan kasus-kasus tertentu
yang diteliti pada ahli antropologi lainnya. Epstein dalam penelitiannya di dua desa di
India Selatan, menyimpulkan bahwa satu desa yang telah mengenal sistem irigasi (unsur
teknologi) telah meningkatkan kemakmuran, namun tatanan sosialnya tidak berubah sama
pemilik modal (borjuis) yang mengatur masyarakat pekerja seperti buruh dan tani (proletariat). Untuk
mencapai kesejahteraan ini harus dihilangkan kelas-kelas sosial tersebut. Segala kegiatan sosioekonomi harus
diatur oleh negara dan untuk kesejahteraan bersama. Ajaran marx ini kemudian dalam konteks sejarah dunia
dikembangkan oleh Lenin, Stalin, dan Trosky di Uni Sovyet, juga oleh Mao Zedong di Republik Rakyat
Cina. Sehingga ajaran komunisme ini kadang disebut lebih spesifik lagi seperti Leninisme, Stalinisme, dan
Maois. Meskipun ajaran Komunis mulai mengalami penurunan dimuali di era 1980-an, namun sampai
sekarang Komunisme sebagai sebuah ideologi negara masih kuat di berbagai negara seperti: Korea Utara,
Kuba, Republik rakyat China, Polandia, dan Rusia itu sendiri. Ada juga negara-negara yang pro terhadap
ideologi ini seperti Venezuela yang beraliran sosialis, Iran yang berteman dengan negara-negara tersebut, dan
lain-lainnya.
15
sekali. Sementara satu desa lainnya yang tetap berladang justru mengalami perubahan yang
sangat besar. Whyte juga menganalisis bahwa perubahan besar terjadi pada sebuah
organisasi sosial sebuah pabrik gelas, bersamaan dengan perubahan teknologi yang sangat
kecil. Sumber perubahannya adalah pekerja baru dari etnik berlainan dengan asal etnik
pekerja lama.
Pandangan Velben dan Ogburn tentang perubahan teknologi dijadikan sebagai
salah satu landasan teori dalam penelitian ini adalah dalam rangka memahami kondisi
sosial budaya jemaat GKPI, khususnya di Ressort Khusus Jalan Medan-Lubukpakam.
Seiring dengan perkembangan teknologi di bidang peralatan musik, maka terdapat
kecenderungan penggunaan alat-alat musik yang berteknologi canggih dalam kaitannya
mengiringi nyanyian dan ibadah bagi para jemaatnya. Perubahan ini juga melihat bahwa
aliran Kharismatik di dalam Kriosten juga menggunakan teknologi peralatan musik
modern dan elektrik untuk ibadahnya, yang juga dipandang tidak bertentangan bahkan
selaras dengan ajaran-ajaran Kristen yang bersumber dari Alkitab.
1.4.2.2 Teori Fungsionalisme
Teori merupakan yang alat terpenting dari suatu pengalaman. Tanpa teori hanya
ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan
(Koentjaraningrat 1973:10). Teori adalah landasan dasar keilmuan untuk menganalisis
berbagai fenomena. Teori adalah rujukan utama dalam memecahkan masalah penelitian
didalam ilmu pengetahuan.
Teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang dipergunakan dalam ilmu sosial,
yang menekankan pada saling ketergantungan antara institusi-institusi (pranata-pranata)
dan kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat tertentu. Analisis fungsi menjelaskan bagaimana
16
susunan sosial didukung oleh fungsi-institusi-institusi seperti: negara, agama, keluarga,
aliran, dan pasar terwujud.
Teori fungsionalisme dalam ilmu antropologi mulai dikembangkan oleh seorang
pakar yang sangat penting dalam sejarah teori antropologi, yaitu Bronislaw Malinowski
(1884-1942). Ia lahir di Cracow, Polandia, sebagai putera keluarga bangsawan Polandia.
Ayahnya adalah gurubesar dalam Ilmu Sastra Slavik. Jadi tidak mengherankan apabila
Malinowski memproleh pendidikan yang kelak memberikannnya suatu karier akademik
juga. Tahun1908 ia lulus Fakultas Ilmu Pasti dan Alam dari Universitas Cracow. Yang
menarik, selama studinya ia gemar membaca buku mengenai folkor dan dongeng-dongeng
rakyat, sehingga ia menjadi tertarik kepada ilmu psikologi. Ia kemudian belajar psikologi
kepada Profesor W. Wundt, di Leipzig, Jerman (Koentjaraningrat 1987:160).
Ia kemudian mengembangkan suatu kerangka teori baru untuk menganlisis fungsi
kebudayaan manusia, yang disebutnya dengan teori fungsionalisme kebudayaan, atau a
functional theory of culture. Ia kemudian mengambil keputusan untuk menetap di Amerika
Serikat, ketika ia menjadi guru besar Antropologi di University Yale tahun 1942. Sayang
tahun itu ia juga meninggal dunia. Buku mengenai fungsional yang baru yang telah
ditulisnya, diredaksi oleh muridnya H. Crains dan menerbitkannya dua tahun selepas itu
(Malinowski 1944).
Bagi Malinowski (T.O. Ihromi 2006), mengajukan sebuah orientasi teori yang
dinamakan fungsionalisme, yang beranggapan atau berasumsi bahwa semua unsur
kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat di mana unsur itu terdapat. Dengan kata lain,
pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola
kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan
bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi medasar
dalam kebudayaan yang bersangkutan. Menurut Malinowski, fungsi dari satu unsur budaya
17
adalah kemampuannya untuk memenuhi beberapa kebutuhan dasar atau beberapa
kebutuhan yang timbul dari kebutuhan dasar yaitu kebutuhan sekunder dai para warga
suatu masyarakat. Kebutuhan pokok adalah seperti makanan, reproduksi (melahirkan
keturunan), merasa enaq badan (bodily comfort), keamanan, kesantaian, gerak dan
pertumbuhan. Beberapa aspek dari kebudayaan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar itu.
Dalam pemenuhan kebutuhan dasar itu, muncul kebutuhan jenis kedua (derived needs),
kebutuhan sekunder yang harus juga dipenuhi oleh kebudayaan.
Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode geografi berintegrasi secara
fungsional
yang dikembangkannya dalam kuliah-kuliahnya tentang metode-metode
penelitian lapangan dalam masa penulisannya ketiga buku etnografi mengenai kebudayaa
Trobriand selanjutnya, menyebabkan bahwa konsepnya mengenai fungsi sosial dari adat,
tingkah laku manusia, dan pranata-pranata sosial menjadi mantap juga. Dalam hai itu ia
membedakan antara fungsi sosial dalam tiga tingkat abstraksi (Koentjaraningrat,
1987:167), yaitu:
1.
Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat
abstraksi pertama mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap adat, tingkah laku
manusia dan pranata sosial yang lain dalam masyarakat;
2.
Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat
abstraksi kedua mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap kebutuhan suatu adat atau
pranata lain untuk mencapai maksudnya, seperti yang dikonsepsikan oleh warga
masyarakat yang bersangkutan;
3.
Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat
abstraksi ketiga mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap kebutuhan mutlak untuk
berlangsungnya secara integrasi dari suatu sistem sosial yang tertentu.
18
Contohnya: unsur kebudayaan yang memenuhi kebutuhan akan makanan
menimbulkan kebutuhuan sekunder yaitu kebutuhan untuk kerja sama dalam pengumpulan
makanan atau untuk produksi; untuk ini masyarakat mengadakan bentuk-bentuk organisasi
politik dan pengawasan sosial yang manjamin kelangsungan kewajiban kerja sama tersebut
di atas. Jadi menurut pandangan Malinowski tentang kebudayaan, semua unsur
kebudayaan akhirnya dapat dipandang sebagai hal yang memenuhi kebutuhan dasar para
warga masyarakat.
Seperti Malinowski, Arthur Reginald Radcliffe-Brown (1881-1955), seorang ahli
lain dalam antropologi sosial berdasarkan teorinya mengenai prilaku manusia pada konsep
fungsionalisme. Namun demikian, berlainan dengan Malinowski,
Radcliffe-Brown
(Ihromi 2006), mengatakan, bahwa bebagai aspek perilaku sosial, bukanlah berkembang
untuk memuaskan kebutuhan individual, tapi justru timbul untuk mempertahankan struktur
sosial masyarakat. Struktur sosial dari suatu masyarakat adalah seluruh jaringan dari
hubungan-hubungan sosial yang ada.
Radcliffe-Brown (Koentjaraningrat 1987:175) hanya membuat deskripsi mengenai
organisasi sosial secara umum, tidak mendetail, dan agak banyak membuat bahan
mengenai upacara keagamaan, keyakinan keagamaan, dan mitologi. Dalam mendekripsi
etnografi The Andaman Islander, itu merupakan contoh lain dari suatu deskripsi
terintegrasi secara fungsional, di mana berbagai upacara agama dikaitkan dengan mitologi
atau dongeng-dongeng suci yang bersangkutan, dan di mana pengaruh dan efeknya
terhadap struktur hubungan antara warga dalam suatu komunitas desa Andaman yang
kecil, menjadi tampak jelas.
Metodologi deskripsi tersebut dengan sengaja dan sadar dipergunakannya, dan
dapat dirumuskan mengenai upacara (Koentjaraningrat 1987), sebagai berikut:
19
1.
Agar suatu masyarakat dapat hidup langsung, maka harus ada suatu sentimen dalam
jiwa para warganya yang merangsang mereka untuk berperilaku sosial dengan
kebutuhan masyarakat;
2. Tiap unsur dalam sistem sosial dan tiap gejala atau benda yang dengan demikian
mempunyai efek pada solidaritas masyarakat, menjadi pokok orientasi dari sentimen
tersebut;
3. Sentimen itu dalam pikiran individu dalam pikiran individu warga masyarakat sebagai
akibat pengaruh hidup masyarakat;
4. Adat-istiadat upacara adalah wahana dengan apa sentimen-sentimen itu dapat
diekspresikan secara kolektif dan berulang-ulang pada saat-saat tertentu;
5. Ekspresi kolektif dari sentimen memelihara intensitas-intensitas itu dalam jiwa warga
masyarakat, dan bertujuan meneruskannya kepada warga-warga dalam generasi
berikutnya (1922:233-234).
Radcliffe-Brown kemudian menyarankan untuk memakai istilah “fungsi sosial”
untuk menyatakan efek dari suatu keyakinan, adat, atau pranata, kepada soladaritas sosial
dalam masyarakat itu, dan ia merumuskan bahwa: “… the social funcition of the
ceremonial customs of the Andaman Islanders is to transmit from one generation to
another the emotional dispositions on which the society (as it constituted) depends for its
existence.”
Radcliffe-Brown juga memiliki teori yang sama dengan Malinowski yaitu teori
fungsionalisme. Menurut beliau lebih menekankan teori fungsional struktural, ia
mengatakan, “… bahwa berbagai aspek perilaku sosial, bukanlah berkembang untuk
memuaskan kebutuhan individual, tapi justru timbul untuk mempertahakan struktur sosial
masyarakat dan struktur sosial masyarakat adalah seluruh jaringan dari hubunganhubungan sosial yang ada.”
20
Jadi, menurut penulis, kedua teori fungsional ini memfokuskan fungsi-fungsi sosial
budaya pada apa penyebabnya. Bagi Malinowski penyebab fungsi itu adalah pada
kebutuhan dasar manusia sebagai individu-individu. Sementara menurut Radcliffe-Brown
fungsi itu muncul untuk memenuhi sistem sosial yang telah dibangun berdasarkan
kesepakatan bersama.
Dalam konteks penelitian ini misalnya, guna dan fungsi musik termasuk
pengembangan dan perubahan alat musik di GKPI Ressort Khusus Jalan MedanLubukpakam muncul karena untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu masyarakat
(jemaat)nya. Kebutuhan individu ini disesuaikan dengan perkembangan zaman dan
teknologi, serta yang terpenting adalah ajarn dari Alkitab tidak melarang perubahan
tersebut, sesuai dengan penafsiran pendeta dan jemaatnya. Bagi jemaat generasi muda
perubahan ini bahkan menjadi daya tarik tersendiri bagi keperluan atau kebutuhan
dasarnya, ibadah dalam dimensi yang menarik, yaitu menggunakan alat-alat musik yang
berteknologi kekinian, bukan organ tunggal seperti sebelumnya.
Di lain sisi kalau kita melihat dari perspektif teori fungsionalnya Radcliffe-Brown,
maka munculnya perubahan dan juga pengembangan instrumen musik untuk iringan
ibadah, muncul untuk memenuhi sistem atau struktur sosial yang telah dibentuk
berdasarkan kesepakatan yang ada. Bahwa gereja dalam hal ini GKPI memiliki sistem
ibadah yang melibatkan penggunaan dan fungsi musik. Bagaimanapun sistem ini harus
diisi. Perubahan dan pengembangan hanyalah ditujukan untuk mengisi sistem dan tujuan
yang lebih jauh yaitu sampainya ajaran Gereja dan penghayatan terhadap iman Kristiani di
semua lapisan jemmatnya lebih dalam lagi.
Lebih jauh, menurut pengamatan penulis guna dari perubahan musik di GKPI
Ressort Khusus Jalan Medan-Lubukpakam adalah:
21
a.
Menghidupkan dan menggairahkan suasana kebaktian sehingga anak-anak, remaja dan
pemuda lebih betah dan bertahan di gereja GKPI Ressort Khusus Jalan Medan–
Lubukpakam dan tidak pindah ke gereja lain,
b.
Meningkatkan partisipasi pemuda dalam pelayanan di gereja,
c.
Meningkatkan kemampuan pemuda dalam bermain musik,
d.
Sebagai implementasi (penerapan), dalam memuji Tuhan dengan berbagai alat musik
(Alkitab, Mazmur 150),
e.
Mengajak jemaat dalam melaksanakan ibadah sehingga lebih semangat dan penuh
sukacita dalam memuji Tuhan Yang Maha Esa, melalui iringan musik yang lebih
hidup, modern, dan meriah,
f.
Menghidupkan suasana hati dalam ibadah yang membangun keimanan dan kerohanian
jemaat.
Berkenaan dengan penggunaan alat musik, penulis akan melihatnya berdasarkan teori
yang ditawarkan Allan P. Merriam (1964 : 223-226) dalam bukunya The Anthropology of
Music yaitu: penggunaan (uses) dan fungsi (function) merupakan salah satu masalah yang
terpenting didalam Etnomusikologi. Penggunaan musik meliputi pemakaian musik dalam
konteksnya atau bagaimana musik itu digunakan, sedangkan fungsi musik berkaitan
dengan tujuan pemakaian musik tersebut.
Di dalam buku Allan P. Merriam juga disebutkan bahwa terdapat sepuluh fungsi
musik dalam ilmu etnomusikologi yaitu:
1. Fungsi pengungkapan emosional,
2. Fungsi pengungkapan estetika,
3. Fungsi hiburan,
4. Fungsi komunikasi,
5. Fungsi perlambangan,
22
6. Fungsi reaksi jasmani,
7. Fungsi yang berkaitan dengan norma sosial,
8. Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan,
9. Fungsi kesinambungan kebudayaan, dan
10.
Fungsi pengintregasian masyarakat.
Dengan melihat dari kesepuluh fungsi musik diatas, maka musik pengiring ibadah
digolongkan kedalam fungsi pengungkapan emosional, fungsi pengesahan lembaga sosial
dan upacara keagamaan, fungsi pengintegrasian masyarakat, fungsi komunikasi, dan fungsi
reaksi jasmani. Namun demikian, penulis juga berdasarkan penelitian lapangan akan
menafsirkan fungsi-fungsi lainnya terhadap musik dan perubahannya di dalam jemaat
GKPI Ressort Khusus Jalan Medan-Lubukpakam.
I.5 Metode Penelitian
Metode adalah cara atau jalan menyangkut masalah kerja yang dapat memahami
objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan (Koentjaraningrat :1985). Metode
dalam hal ini berkaitan dengan sisi teknis, bagaimana peneliti melakukan penelitian.
Dalam disiplin etnomusikologi ini dari penelitian itu adalah kerja atau aktivitas penelitian
lapangan, bukan studi kepustakaan saja.
Menurut Soetriono (2007:163), metode penelitian adalah langkah-langkah
pengumpulan dan mengolah data yang dikembangkan untuk memperoleh pengetahuan atau
jawaban terhadap permasalahan melalui prosedur yang handal dan dapat dipercaya. Di
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998:581), metode penelitian diartikan sebagai
cara mencari kebenaran dan azas-azas alam, masyarakat atau kemanusiaan yang
bersangkutan.
23
Metode kerja yang penulis lakukan adalah menggunakan metode penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Koentjaraningrat,(1990:29), penelitian
deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan,
gejala, atau kelompok tertentu untuk menentukan frekuensi dari suatu gejala-gejala lain
dalam masyarakat. Sedangkan penelitian dengan pendekatan kualitatif yaitu rangkaian
kegiatan atau proses menjaring data atau informasi yang bersifat sewajarnya mengenai
suatu masalah dalam kondisi aspek atau bidang kehidupan pada objeknya (Bogdan dan
Taylor 1999:19). Maka dari itu, penulis mengunakan metode
deskriptif dengan
pendekatan kualitatif karena pendekatan ini lebih menggambarkan kata-kata secara detail
dan perolehan datanya bersumber pada ungkapan, catatan, atau tingkah laku masyarakat
yang diteliti. Data-data penelitian diperoleh dari tulisan-tulisan atau ceramah yang terekam
dalam konteks yang berbeda-beda, dapat melalui observasi, wawancara dan lain
sebagainya.
1.5.1 Studi Kepustakaan
Pengumpulan data melalui studi kepustakaan yaitu suatu metode untuk
mendapatkan teori yang relevan dengan judul yang bersangkutan, sehingga mempunyai
pemahaman yang cukup dengan permasalahan dari penulisan yang akan dibuat penulis.
Penulis mengumpulkan data sekunder dengan membaca buku-buku, makalah, literatur dan
tulisan ilmiah atau melalui internet yang berhubungan dengan penelitian ini.
I.5.2 Kerja Lapangan
Demi mendukung pengumpulan data dalam menjawab segala permasalahan dan
untuk mengaplikasikan metode penelitian yang bersifat kualitatif, maka penulis akan
berpedoman pada disiplin ilmu etnomusikologi seperti yang dikemukakan oleh Nettl
24
(1964:63), bahwa ada dua kerangka kerja Etnomusikologi yaitu kerja lapangan dan kerja
laboratorium. Dalam kerja lapangan ini penulis mengadakan penelitian dengan
menggunakan dua cara yaitu :
I.5.2.1 Metode Wawancara
Moleong menawarkan sebaiknya menggunakan wawancara berstruktur
dan
wawancara tidak berstruktur (1993:138-139). Pada wawancara berstruktur, penulis
menyusun daftar pertanyaan pada pokok permasalahan saja, sedangkan pada wawancara
tidak berstruktur penulis melakukan tanya jawab seperti dalam percakapan sehari-hari
dengan menanyakan secara lebih mendalam tentang objek penelitian kepada informan.
Adapun informan kunci tersebut adalah Pendeta sedangkan informan lainnya adalah
pemain musik dan jemaat di GKPI Ressort Khusus Jalan Medan-Lubukpakam.
Data-data yang penulis dapatkan dilapangan direkam melalui handphone dan
mencatat segala hal yang berhubungan dengan objek penelitian, serta jawaban dari
pertanyaan yang diajukan penulis kepada informan.
I.5.2.2 Observasi
Menurut Ali (dalam Saragih 1987:5) mengatakan bahwa, observasi adalah
penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan terhadap subyek, baik
secara langsung maupun tidak menggunakan teknik yang disebut dengan pengamatan atau
observasi.
Sesuai dengan pendapat tersebut di atas, maka pelaksanaan penelitian yang
dilakukan penulis dilapangan adalah pengamatan langsung, guna melihat secara langsung
bagaimana proses jalannya ibadah dari awal sampai pada akhir ibadah. Hal ini bertujuan
25
untuk mengenal lebih jauh lagi jalannya pertunjukan sehingga membantu penulis
menyelesaikan penelitian penulis.
1.5.3 Kerja Laboratorium
Semua data yang dikumpulkan penulis dari hasil penelitian yang dipelajarinya
dilapangan dianalisis kembali sehingga mendapatkan hasil akhir yang baik dalam
pembahasan masalah yang dihadapi. Lebih jauh, jika data yang dirasa masih kurang
lengkap maka penulis melengkapinya dengan menemui informan kunci atau mencari
bahan-bahan dari buku atau melalui internet untuk mendukung penulisan ini.
Dalam kerja laboratorium ini, penulis melakukan kajian, transkripsi dan analisis
suara musik.
Kemudian mendeskripsikan dan mengkajinya dengan pendekatan
etnomusikkologi dalam konteks multidisiplin ilmu. Berbagai fenomena sosial, budaya, dan
religi dihubungkaitkan dengan teori-teori dan pandangan-pandangan saintifik, yang
kemudian dituangkan dalam bentuk skripsi ini.
I.5.4 Pemilihan Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian yang penulis lakukan ini adalah berada di Gereja Kristen
Protestan Indonesia (GKPI) Ressort Khusus Jalan Medan-Lubukpakam Nomor 34,
Kelurahan Syahmad, Lubukpakam.
Lokasi penelitian ini berada di kawasan Kota
Lubukpakam. Jemaatnya sebahagian besar adalah suku Batak Toba, dan suku-suku lainnya
seperti Simalungun, Karo, dan Pakpak-Dairi. Gereja ini menjadi tumpuan lokasi penelitian
penulis karena berbagai fenomena perubahan dan pengembangan musiknya yang
cenderung terus memperluas jenis alat musik yang menuadi daya tarik bagi jemaatnya.
Secara adinistratif pemerintahan, gereja ini berada di dalam kawasan Kabupaten Deli
Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Secara kebudayaan kawasan Deli Serdang adalah
26
merupakan wilayah budaya Melayu, Simalungun, dan Karo. Kawasan ini adlah wilayah dri
Kesultanan Serdang yang berpusat awal di Rantau Panjang dan Kemudian pindah ke
Perbaungan. namun selepas itu, kawasan Deli Serdang adalah multietnik yang merupakan
wilayah migrasi etnik-etnik lain dari Sumatera Utara sendiri mapun Nusantara. Datanglah
para migran Batak Toba, Aceh, Mandailing, Angkola, Nias, Minangkabau, Jawa, Sunda,
dan lain-lainnya. Mereka berbaur dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Jadi secara budaya GKPI ini amatlah menarik untuk dikaji.
27
BAB II
GAMBARAN UMUM GEREJA KRISTEN PROTESTAN
INDONESIA (GKPI) RESSORT KHUSUS
JALAN MEDAN LUBUKPAKAM
Pada Bab II ini, penulis akan memaparkan sejarah singkat Gereja Kristen
Protestan Indonesia (GKPI), khususnya gambaran umum GKPI Resort Khusus Jalan
Medan Lubukpakam. Penulis juga akan menjelaskan tata ibadah GKPI secara umum.
Namun, sebelumnya penulis akan menjelaskan sedikit tentang fungsi dan peranan gereja,
sebagai pengantar uraian teoritis pada Bab II berikut ini.
2.1 Pengertian Fungsi dan Peranan Gereja
Menurut Buku Katekhisasi Gereja Kristen Protestan Indonesia (2001 – 81),
gereja adalah persekutuan (perhimpunan/kesatuan) orang- orang yang percaya kepada
Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat manusia dan dunia. Jadi gereja
bukanlah gedung atau tempat berkumpul atau berkebaktian bagi orang Kristen, melainkan
gereja adalah orangnya yang bersekutu (berhimpun) di dalam Tuhan, tertulis di dalam
Alkitab Matius 18 – 20.
Peranan Gereja adalah memberitakan Injil, yang artinya: memberitahukan kepada
semua orang bahwa Tuhan Yesus telah datang ke dunia untuk menyediakan keselamatan
bagi setiap orang yang mau mengakui dosanya dan percaya kepada Tuhan Yesus sebagai
juruselamat.
Tugas-tugas pokok Gereja adalah seperti uraian berikut ini:
28
1.
Apostolat (Bersaksi atau Kesaksian), yakni memberi kesaksian tentang berita
kesukaan dan keselamatan yang dibawa Tuhan Yesus, dengan berbagai cara, antara
lain: khotbah, kesaksian pribadi, melalui buku, melalu televisi, radio, dan lain –
lain.
2.
Pastorat (Bersekutu atau Pembinaan Persekutuan), dengan cara menyelenggarakan
ibadah, pendidikan agama, pembinaan bagi orang-orang Kristen.
3.
Diakonat (Melayani atau Pelayanan), yaitu : melayani sesama manusia yang sedang
mengalami kesusahan, antara lain: merawat atau mengunjungi orang sakit,
menghibur
yang
berkemalangan,
menolong
orang-orang
yang
miskin,
menyelenggarakan panti asuhan untuk yatim piatu atau memberi sedekah atau
sumbangan bagi orang-orang susah dan anak–anak yatim-piatu, dan lain-lain.
2.2 Sejarah Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI)
Gereja Kristen Protestan Indonesia, disingkat GKPI lahir sebagai hasil reformasi
dari gereja yang besar (Huria Na Boloni) atau dikenal Huria Kristen Batak Protestan
(HKBP).. Hidup gereja sudah lebih mengarah kepada keduniawian, dengan
mengesampingkan ajaran-ajaran Tuhan. Kemudian beberapa tokoh dan warga jemaat
gereja sepakat untuk mendirikan gereja baru sebagai “pembayar hutang“ akan kesalahankesalahan yang dilakukan oleh gereja-gereja yang sebelumnya. Gereja tersebut adalah
GKPI dan secara resmi tanggal 30 Agustus 1964 GKPI didirikan. GKPI adalah gereja
nasional, walau kebanyakan anggota jemaatnya berasal dari beberapa suku, tetapi GKPI
bukan gereja suku. Pertumbuhan GKPI juga semakin pesat, dimana gereja dan jemaatnya
sudah menyebar ke berbagai pelosok Indonesia.
Untuk mendukung kehidupan persekutuan yang Am diantara seluruh gereja
didunia, GKPI telah memasuki badan-badan organisasi lokal, nasional, regional, dan
29
dunia, seperti PGI Indonesia, Dewan Gereja Asia dan dunia yaitu LWF, UEM. GKPI
sebagai hasil reformasi dari HKBP mempunyai visi, yaitu: Beriman dan Bertaqwa. GKPI
juga mempunyai motto “Pelayanan adalah melayani bukan untuk dilayani.” Dalam
menjalankan visinya, GKPI mewujudkan rencana untuk mencapai tujuan visi yaitu
dengan fungsi gerejawi seperti : Apostolat, Pastorat, dan Diakonat (sumber. Almanak
GKPI 2011:326). Kemudian, untuk mewujudkan visi dan program pelayanan GKPI,
GKPI mempunyai biro-biro dan organisasi-organisasi pendukung serta unit-unit yang
semuanya bertujuan iman, dan pembaharuan menuju hidup kekal dalam Kerajaan Allah.
2.2.1 Kronologi Sejarah GKPI
Berikut ini adalah kronologi sejarah berdirinya Gereja Kristen Protestan Indonesia,
yang diawali oleh kronologi masuknya agama Kristen ke Indonesia.
- Richard Burton dan Evans dikirim lembaga PI Inggris untuk memasuki Tanah
Batak, tetapi tidak berhasil.
- 1834 Henry Lyman dan Samuel Munson dari lembaga P.I. Boston (Amerika)
mencoba memasuki Tanah Batak, tetapi dibunuh oleh masyrakat dibawah
pimpinan Raja Panggalamei Lumbantobing di Sisangkak Lobu Pining. Pada tahun
yang sama, IL. Nommensen Lahir di Nordstrand, Jerman.
- 1857 G. Van Asselt dari Belanda mencoba menyebarkan Injil di daerah Selatan
Tanah Batak.
- 7 Oktober 1861 Rapat I (Synode AM I) para Missonaris Eropa di Sipirok Bunga
Bondar, tanggal ini diakui sebagai hari lahirnya gereja Batak.Para Missonaris itu
adalah: Heine, Klammer, Benz, dan Van Asselt.
30
- 1864, IL Nommensen dari Reinische Mission Gesselschaft (Lembaga PI Jerman)
memasuki Silindung untuk mengabarkan injil, pada tahun inilah agama Kristen
berkembang di Tanah Batak.
- 1864 – 1960- an Gereja Batak berada dalam satu wadah organisasi, yaitu “HKBP
Na Boloni” yang saat ini disebut Huria Kristen Batak Toba (HKBP). Seiring
dengan dengan perkembangan zaman, terjadi banyak penyimpangan dalam
HKBP, sehingga beberapa gereja yang berlatar suku, bahasa dan alasan lain
memisahkan diri dari HKBP.
- 8 Mei 1963, terbentuk “ Panitia Panindangion Reformasi HKBP.“
- 10 Nopember 1963, terbentuk "Dewan Keutuhan."
- 1 Desember 1963, Pesta Hatopan Reformasi (Pesta Umum Reformasi) oleh
Panitia
Panindangion Reformasi HKBP, bertempat di Tarutung, dihadiri oleh ribuan
anggota jemaat.
- 19 April 1964, terbentuk "Dewan Koordinasi HKBP 1950.”
- 23 Mei 1964, nama Dewan Koordinasi HKBP 1950 diubah menjadi "Dewan
Koordinasi Patotahon HKBP."
-
1-2 Juli 1964, Musyawarah Besar Dewan Koordinasi Patotahon HKBP,
bertempat
di
Pematangsiantar.
- 15 Agustus 1964, di Pematangsiantar, para pengetuai sepakat mendirikan gereja
baru.
- 16 Agustus 1964, para pengetua dari: Kisaran, Tanah Jawa, Pematansiantar,
menemui Dr. A. Lumbantobing dan Dr. S.M.Hutagalung, sehubungan dengan
pendirian gereja baru.
31
- 18 Agustus 1964, kebaktian malam oleh anggota jemaat yang ingin mendirikan
gereja baru.
-
19 Agustus 1964, perencanaan pembentukan organisasi gereja baru.
- 23 Agustus 1964, Kebaktian I atas nama gereja baru Gereja Kristen Protestan
Indonesia, (GKPI), bertempat di Gereja Bala Keselamatan Pematangsiantar,
dipimpin oleh Pdt. B.P. Siregar.
- 25 Agustus 1964, Kebaktian anggota jemaat gereja baru (GKPI) di salah satu
rumah anggota jemaat, karena gedung gereja belum ada.
- 30 Agustus 1964, Kebaktian II di pekarangan rumah dr.Luhut Lumbantobing,
dipimpin oleh Pdt. B.P.Siregar. Selesai ibadah diteruskan dengan pemilihan
pengurus.
- 31 Oktober 1964 (hari Sabtu) diadakan Musyawarah GKPI yang pertama (Synode
AM GKPI I ) di Pematangsiantar, yang dihadiri utusan dari 35 jemaat.
-
1 Nopember 1964 (hari Minggu) Pesta Peresmian GKPI, sekaligus melantik
pengurus, dan pentahhbisan 13 orang Pendeta Baru. Pengurus baru atau Pengurus
Pertama GKPI, yaitu: Pimpinan Umum: Pdt. Dr.A.Lumbantobing. - Wakil
Pimpinan
Umum:
Pdt.
Dr.SM.Hutagalung.
Pds.
Sekretaris
Umum:
Dj.P.Nainggolan. - Bendahara: St.E. Tanjung. Sementara hari lahir ditetapkan
tanggal 30 Agustus 1964.
-
1964-1996, GKPI eksis di dunia, dengan berbagai pergumulan dan tantangan
sebagai tubuh Kristus yang menyebarkan Injil damai sejahtera.
2.3
Sejarah Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) Ressort Khusus Jalan
Medan- Lubukpakam
32
GKPI Ressort Khusus Jalan Medan Lubukpakam adalah sebuah gereja yang
berada dalam naungan Gereja Kristen Protestan Indonesia Pusat, yang merupakan
anggota dari Persekutuan Gereja di Indonesia (PGI). GKPI Ressort Khusus Jalan Medan
Lubukpakam merupakan salah satu organisasi gereja yang berada di Kota Lubukpakam.
GKPI Ressort Khusus Jalan Medan Lubukpakam terletak di Jalan Medan No. 34
Kelurahan Syahmad Kecamatan Lubukpakam Kabupaten Deliserdang.
2.4 Kronologi Berdirinya Sejarah GKPI Ressort Khusus Jalan MedanLubukpakam
Pada tahun 1970 Bishop Pdt. Marganda Tobing, Pdt. Tarigan, Marpaung,
Sipahutar Lld. berencana untuk mendirikan gereja baru.
-
Pada tahun 1970 juga Siphutar Lld, Inang boru Tarihoran, Siahaan/ boru
Panjaitan mengadakan rapat bersama pengetua dari GKPI Ressort Jalan
Siantar - Lubukpakam dalam rangka mendirikan gereja yang baru, dibawah
naungan (sebagai pagaran) dari GKPI Ressort Jalan Siantar-Lubukpakam.
-
Pada hari itu juga atau tepatnya setelah rapat diadakan pengumpulan gelang
emas dan barang yang berharga lainnya seikhlas hati, dalam rangka membeli
tanah yang ukurannya 10 rante di Jalan Medan No. 34 Kelurahan Syahmad
Kecamatan Lubukpakam Kabupaten Deliserdang.
-
Pada awal mulanya ibadah bertempat di rumah Polisi Siahaan/ boru Panjaitan
dikarenakan gedung gereja belum ada.
-
Setelah tanah sudah dibeli,
jemaat
gereja tersebut
bahu-membahu
mengangkati tanah untuk menimbun, karena dahulunya tanah tersebut adalah
rawa-rawa. Jemaat gereja tersebut juga bergotong-royong membangun gereja
dari papan-papan.
33
-
Pada tahun 1974, adalah peresmian berdirinya GKPI Jalan Medan
Lubukpakam sekaligus ibadah pertama di gereja tersebut.
-
Dari awal berdirinya hingga tahun 1979, GKPI Jalan Medan Lubukpakam
adalah sebagai pagaran (di bawah naungan) GKPI Jalan Siantar–
Lubukpakam.
-
Pada tahun 1980, GKPI Jalan Medan Lubukpakam sudah menjadi GKPI
Ressort Jalan Medan dikarenakan gereja tersebut sudah mempunyai beberapa
gereja pagaran yang menopang GKPI Ressort Jalan Medan Lubukpakam.
-
Pada tahun 1982 sampai dengan sekarang, GKPI Jalan Medan Lubukpakam
telah menjadi gereja Ressort Khusus dikarenakan gereja tersebut sudah
mampu untuk berdiri sendiri tanpa ditopang oleh gereja-gereja pagaran lagi.
Oleh sebab itu, gereja tersebut dinamakan gereja GKPI Ressort Khusus Jalan
Medan Lubukpakam.
2.4 Waktu dan Tempat Ibadah
Sesuai dengan sejarah berdirinya GKPI Jalan Medan Lubukpakam, yaitu pada
tahun 1974 pada awalnya ibadah dilakukan di sebuah rumah warga jemaat GKPI Bapak
Siahaan/br. Panjaitan. Seiring berjalannya waktu, sampai pada saat ini tempat ibadah
teletak di Jalan Medan No. Kelurahan Lubukpakam. Berikut ini adalah letak geografis
Waktu ibadah Gereja Kristen Protestan Indonesia pada umumnya sama, yaitu
telah diatur oleh GKPI pusat, sehingga waktu ibadah di setiap gereja GKPI adalah sama.
Berikut ini adalah waktu ibadah di GKPI secara umum. Dalam hal ini, penulis akan
menuliskan waktu ibadah yang dijalankan pada saat ini. Awalnya ibadah di GKPI Ressort
Khusus Jalan Medan – Lubukpakam ibadah hanya pada pukul 10:00 – 12:00 WIB. Pada
tahun 1990, pegawai negeri sipil, baik yang bekerja sebagai guru/ staf pengajar maupun
34
yang bekerja di dinas pemerintahan diwajibkan untuk tinggal di Lubukpakam. Oleh sebab
itu, banyak suku-suku lain diluar suku Batak Toba yang beribadah di GKPI Ressort
tersebut. Maka Pendeta beserta pengetua gereja mengadakan rapat, yang dimana inti dari
rapat tersebut adalah membagi jadwal ibadah kedalam dua bagian yaitu: ibadah pertama
pada pukul 09:00 – 10:15 WIB yang tertib ibadahnya adalah menggunakan bahasa
Indonesia, dan ibadah kedua pada pukul 10:30 – 12:00 WIB yang tata tertib ibadahnya
menggunakan bahasa Batak toba. Dari tahun 1990 itulah sampai dengan sekarang, ibadah
di GKPI Ressort Khusus Jalan Medan – Lubukpakam menjadi dua tahapan jadwal ibadah
setiap minggunya.
2.5 Tata Ibadah Gereja Kristen Protestan Indonesia
Secara umum tata ibadah GKPI dimanapun sama yaitu telah diatur oleh GKPI
pusat.
Ibadah setiap minggunya di gereja GKPI Ressort Khusus Jalan Medan-
Lubukpakam dibagi menjadi dua tahapan ibadah, yaitu:
1.
Ibadah pertama pada pukul 09:00 – 10:15 WIB yang menggunakan peralatan
musik band sebagai pengiring ibadah dan keseluruhan tata tertib ibadah
berbahasa Indonesia. Adapun tata tertib ibadahnya adalah sebagai berikut:
a.
Invocation/ panggilan beribadah,
b.
Votum / introitus / doa,
c.
Nyanyian bersama (diambil dari Kidung pujian),
d.
Epistel (diambil dari ayat Alkitab),
e.
Litani pengampunan dosa,
f.
Nyanyian bersama (diambil dari Kidung pujian),
g.
Petunjuk hidup baru,
h.
Menyanyikan Kidung Jemaat,
35
i.
Pengakuan Iman Rasuli
j.
Warta Gereja/ doa syafaat,
k.
Nyanyian bersama (diambil dari Kidung Pujian),
l.
Pengumpulan persembahan,
m. Nyanyian persembahan (diambil dari Kidung Pujian),
1.
n.
Doa Bapa Kami/ Berkat, dan
o.
Doxologi; amin, amin, amin
Ibadah kedua pada pukul 10:30–12:00 WIB yang menggunakan keyboard tunggal
sebagai pengiring ibadah dan keseluruhan tata tertib ibadah berbahasa batak toba.
Adapun tata tertib ibadahnya adalah sebagai berikut:
a. Marende
Marende yang artinya adalah bernyanyi, biasanya lagunya dari buku Ende.
b. Votum/ introitus/ tangiang
Votum artinya ibadah diawali dari: dalam nama Bapa dan Putra dan Roh
Kudus, kemudian dilanjutkan dengan introitus yang artinya adalah, ayat dari
dalam Bibel (Alkitab) sebagai ayat pembuka untuk memulai ibadah,
dilanjutkan dengan tangiang yang atinya adalah doa.
c. Marende
Marende yang artinya adalah bernyanyi, lagu yang dinyanyikan dari Buku
Ende.
d. Epistel
Epistel yang artinya ayat dari Bibel (Alkitab) sebagai ayat penguatan iman
jemaat.
e. Koor Naposo bulung
Koor naposo bulung yang artinya adalah koor pemuda – pemudi gereja.
36
f. Marende
Marende yang artinya adalah bernyanyi, lagu yang dinyanyikan dari Buku
Ende.
g. Manopoti dosa
Manopoti dosa yang artinya adalah, pengampunan dosa.
h. Koor Ina
Koor Ina yang artinya adalah, koor kaum Ibu.
i. Marende
Marende yang artinya adalah bernyanyi, lagu yang dinyanyikan dari Buku
Ende.
j. Singkat ni Patik
Singkat ni Patik yang artinya adalah, intisari atau ringkasan dari 10 Hukum
taurat (0 perintah Tuhan).
k. Koor Ama
Koor ama yang artinya adalah, koor kaum bapak.
l. Marende
Marende yang artinya adalah bernyanyi, lagu yang dinyanyikan dari Buku
Ende.
m.
Manghatindangkhon haporseaon
Manghatindangkhon haporseaon yang artinya adalah, Pengakuan iman
rasuli.
n.
Tingting/ warta gereja
37
Tingting/ warta gereja adalah pemberitaan berita keuangan, jemaat yang
meninggal atau mau menikah, surat undangan yang masuk ke gereja dan lain
lain.
o.
Tangiang pangondion
Tangiang pangondion yang artinya adalah doa syafaat.
p.
Marende
Marende yang artinya adalah bernyanyi, lagu yang dinyanyikan dari Buku
Ende.
q.
Jamita
Jamita, yang artinya adalah khotbah atau pemberitaan firman Tuhan kepada
jemaat yang beribadah.
r.
Marende
Marende yang artinya adalah bernyanyi, lagu yang dinyanyikan dari Buku
Ende.
s.
Ayat pelean
Ayat pelean artinya ayat dari Bibel (Alkitab) yang dibacakan sesudah
persembahan.
t.
Tangiang pelean
Tangiang pelean artinya adalah doa persembahan.
u.
Ende pelean
Ende pelean yang artinya adalah bernyanyi untuk mengumpulkan
persembahan, lagunya biasanya dari Buku Ende.
v.
Tangiang panutup
Tangiang panutup artinya adalah doa penutup.
38
w. Pasu–pasu
Pasu–pasu yang artinya penyampaian berkat dari Tuhan yang disampaikan
oleh Pendeta.
x.
Huria mangendehon: Amen, amen, amen
Huria mangendehon: Amen, amen, amen artinya jemaat menyanyikan: amin,
amin, amin.
39
BAB III
DESKRIPSI MUSIK PENGIRING IBADAH DAN
DIVISI MUSIK DI GKPI RESSORT KHUSUS
JALAN MEDAN – LUBUKPAKAM
3.1 Deskripsi Ibadah
Ibadah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perbuatan untuk
menyatakan bakti kepada Allah, yang didasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya. Dengan kata lain, ibadah adalah sarana atau perkumpulan
yang dilakukan agama Kristen khususnya agama Kristen Protestan untuk memuji dan
memuliakan Tuhan yang diadakan setiap hari minggu.
Ibadah merupakan sesuatu yang penting dan wajib dilakukan setiap hari
minggu di gereja. Ibadah di GKPI Ressort Khusus Jalan Medan-Lubukpakam
dipimpin oleh seorang Pendeta atau pelayan gereja (Penatua) yang bertugas sebagai:
1.
Pembaca Liturgis atau biasa disebut MC (Master Ceremonial) atau dalam bahasa
Batak disebut “Paragenda”. Paragenda bertugas membacakan seluruh tata tertib
ibadah mulai dari awal sampai pada khotbah. Setelah itu, Pengkhotbah yang
akan memimpin ibadah dan yang akan menutup ibadah.
2.
Pembaca Warta gereja. Pembacaan berita gereja biasanya dibacakan oleh
Sekretaris Jemaat atau bendahara jemaat. Dalam hal ini, berita gereja di bagi
menjadi 3 bagian, yaitu:
40
(a) Berita Umum, yaitu berita tentang statistic kebaktian minggu sebelumnya,
tempat kebaktian malam sektor, berita sukacita dan berita dukacita. Dan halhal lain tentang perkembangan di gereja.
(b) Surat masuk, yaitu membacakan surat-surat atau undangan yang masuk ke
gereja. dan pengeluaran gereja selama satu minggu, memberitakan surat
yang masuk dari atau setiap undangan ke gereja.
(c) Berita keuangan, yaitu membacakan uang masuk dan uang keluar gereja.
Jalannya ibadah juga dibantu oleh tiga orang song leader/ singer yang
menyanyikan lagu-lagu pujian dan penyembahan, serta beberapa pemusik yang
mengiringi lagu-lagu pujian dan penyembahan dari tata tertib ibadah, antara lain:
seorang pemain drum, seorang pemain gitar elektrik, seorang pemain bass elektrik,
dan dua orang pemain keyboArd.
3.2 Deskripsi Alat Musik Pengiring Ibadah
Kata despkripsi berasal dari bahasa Inggris yaitu deskcriptive, yang berarti
berifat menyatakan sesuatu dengan memberikan gambaran melalui kata–kata atau
tulisan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia deskriptif adalah menggambarkan
apa adanya.
Kata musik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 602), yaitu: ilmu
atau seni menyusun nada atau suara diutarakan, kombinasi dan hubungan temporal
untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai keseimbangan dan kesatuan,
nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan
keharmonisan (terutama yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu). Jadi, alat musik
41
pengiring ibadah adalah alat- alat musik yang dipergunakan untuk mengiringi jalannya
ibadah.
3.3 Faktor-faltor Sosiobudaya Penyebab perubahan peralatan Musik yang
Dipakai
dalam Ibadah
3.3.1 Kronologi Perubahan Peralatan Musik yang Dipakai dalam Ibadah
a.
Pada awal berdirinya, gereja GKPI Ressort Khusus Jalan Medan –
Lubukpakam tidak menggunakan alat musik apapun dalam ibadah.
b.
Pada tahun 1978, alat musik organ masuk dan dipergunakan dalam
ibadah.
c.
Pada tahun 2003, alat musik keyboard masuk dan dipergunakan
dalam ibadah.
d.
Pada tahun 2008, peralatan musik di GKPI Ressort Khusus Jalan
Medan – Lubukpakam bertambah lagi yakni : satu set drum, dua
buah keyboard, satu gitar elektrik dan satu gitar bass elektrik.
3.3.2
Faktor Penyebab Perubahan Peralatan Musik yang Dipakai dalam
Ibadah
42
Berdasarkan wawancara penulis dengan narasumber yakni Bapak Vikar Pdt.
R. Pasaribu, faktor–faktor yang menyebabkan perubahan peralatan musik yang dipakai
dalam ibadah adalah sebagai berikut:
b.
Menghidupkan dan menggairahkan suasana kebaktian sehingga
anak–anak, remaja dan pemuda lebih betah dan bertahan di gereja
GKPI Ressort Khusus Jalan Medan – Lubukpakam dan tidak lari ke
gereja lain,
c.
Meningkatkan partisipasi pemuda dalam pelayanan di gereja,
d.
Meningkatkan kemampuan pemuda dalam bermain musik,
e.
Implementasi, memuji Tuhan dengan berbagai alat musik (Alkitab,
Mazmur 150),
f.
Mengajak jemaat dalam melaksanakan ibadah sehingga lebih
semangat dan penuh sukacita dalam memuji Tuhan Yang Maha Esa,
melalui iringan musik yang lebih hidup dan meriah.
g.
Menghidupkan suasana hati dalam ibadah yang membangun
keimanan dan kerohanian jemaat.
3.4 Waktu dan Tempat Penyajian Alat Musik yang Dipakai dalam Ibadah
Alat musik pengiring tersebut digunakan di dalam gedung gereja, untuk
mengiringi ibadah di gereja setiap minggunya, pesta kebangunan rohani pemuda –
pemudi gereja, pesta kebangunan rohani kaum ibu atau pesta kebangunan rohani kaum
bapak. Atau juga dipergunakan pada saat pesta pembangunan gereja, dan lain - lain
yang pelaksanaannya dilakukan di halaman gereja.
43
3.4.1 Alat alat musik yang dipergunakan dan beberapa properti pendukung
musik pengiring ibadah
Alat – alat musik yang dipergunakan, antara lain:
1.
Keyboard
Keyboard adalah sebuah alat musik yang memiliki bilah – bilah nada atau tuts
dalam susunan khusus dan dimainkan dengan menggunakan jari tangan. Susunan
tombol – tombol keyboard searah dengan logika berpikir manusia, yaitu bagian kiri
bernada rendah dan bagian kanan bernada tinggi. Keyboard dapat memainkan
beragam suara seperti suling, gitar, terompet, saxophone, biola, suara – suara beberapa
jenis perkusi dan lain – lain. Di GKPI ressort khusus Jalan Medan – Lubukpakam
keyboard ada 2 jenis yaitu: keyboard jenis Korg PA 50 SD dan keyboard jenis
Technics KN 2400.
44
Gambar 3.1
Alat Musik Keyboard
sumber: dokumentasi Boby Sandy Sihombing (2012)
45
Gambar 4.2
Gambar Keyboard di Atas Kursi Penyanggah
sumber: dokumentasi Boby Sandy Sihombing
(2012)
2.
Gitar bass elektrik
Gitar bass elektrik merupakan alat musik bersenar empat atau lima yang
mempunyai nada diatonik, alat musik ini dimainkan dengan cara dipetik menggunakan
jari atau plectrum dan dimainkan oleh satu orang pemain. Gitar bass elektrik termasuk
kedalam klasifikasi chordophone. Gitar bass elektrik berfungsi sebagai pembawa ritme
dan melodi. Gitar bass elektrik ada yang bersenar empat atau lima buah.
46
Gitar bass elektrik menggunakan listrik untuk memperbesar suara dari bass
tersebut. Gitar bass elektrik penampilannya mirip dengan gitar elektrik tetapi gitar bass
elektrik memiliki badan yang lebih besar, neck ( leher ) yang lebih panjang, dan
biasanya memiliki empat atau lima senar, namun ada juga yang memiliki enam senar.
Di GKPI merk gitar bass elektriknya adalah Rockwell dengan senar gitarnya adalah
empat buah. Pemain gitar bass elektrik di GKPI tersebut memainkan gitarnya dengan
posisi berdiri.
3. Gitar elektrik
Gitar elektrik merupakan alat musik bersenar enam yang mempunyai nada
diatonik, alat musik ini dimainkan dengan cara dipetik menggunakan jari atau
plectrum dan dimainkan oleh satu orang pemain. Gitar elektrik termasuk kedalam
klasifikasi chordophone. Gitar elektrik berfungsi sebagai pembawa ritme dan melodi.
Merk gitar di GKPI adalah Rockwell jenis Balny Blues. Di GKPI pemain gitar elektrik
memainkan gitarnya dengan posisi duduk.
47
Gambar 4.3
Gitar Bas Elektrik
sumber: dokumentasi Boby Sandy Sihombing (2012)
48
Gitar elektrik adalah sejenis gitar yang menggunakan beberapa pick up untuk
mengubah bunyi atau getaran dari senar gitar menjadi arus listrik yang akan dikuatkan
kembali dengan menggunakan seperangkat amplifier dan loudspeaker. Pick up adalah
suara gitar listrik yang dihasilkan dari getaran senar gitar yang mengenai kumparan
yang ada dibadan gitar. Terkadang sinyal yang keluar dari pick up diubah secara
elektronik dengan gitar effect sebagai distorsi.
Gambar 4.4
Gitar Melodi Elektrik
sumber: dokumentasi Boby Sandy Sihombing (2012)
49
4.
Satu set drum
Dalam music pop, rock dan jazz biasanya mengacu kepada satu set drum, yaitu
sekelompok drum yang biasanya terdiri dari snare drum, tom – tom, bass drum,
cymbal, hi – hat. Orang yang memainkannya biasanya disebut drummer.
Gambar 4.5
Drum Set
sumber: dokumentasi Boby Sandy Sihombing (2012)
50
3.4.2
Properti Pendukung yang Dipergunakan
1. Buku lagu dan stand book
Buku lagu merupakan kumpulan lagu–lagu yang dipergunakan sebagai
panduan untuk bernyanyi. Di GKPI menggunakan tiga jenis buku lagu sebagai
panduan yaitu:
a.
Buku ende adalah buku yang berisikan lagu – lagu rohani yang berbahasa
batak toba, buku ini berukuran panjang 21cm dan lebar 15cm. Buku ini terdiri dari
974 halaman.
b.
Kidung jemaat adalah buku yang berisikan lagu – lagu rohani yang
berbahasa Indonesia, buku ini berukuran panjang 21cm dan lebar 15cm. Buku ini
terdiri dari 975 halaman.
c.
Buku pelengkap kidung jemaat
2. Microphone
Microphone yang ada di GKPI Ressort Khusus Jalan Medan – Lubukpakam ada
6 unit, terdiri atas 2 microphone jenis wireless dan 4 microphone jenis kabel. 2
micorophone jenis wireless dan 1 microphone jenis kabel dipergunakan oleh
penyanyi ( songleader ) dan 3 microphone jenis kabel dipergunakan oleh Pendeta
yang berkhotbah, Liturgis ( pembaca tertib acara) dan Pembaca warta gereja (
pembaca berita – berita, undangan, pemasukan dan pengeluaran gereja selama 1
minggu sebelumnya).
3.
Loudspeaker
51
Loudspeaker yang digunakan di GKPI Ressort Khusus Jalan Medan –
Lubukpakam berjumlah 7 unit, yang terdiri atas 6 speaker gantung dan monitor 1
buah dengan 4000 watt.
4.
Mixer
Mixer yang dipergunakan di GKPI Ressort Khusus Jalan Medan – Lubukpakam
adalah jenis Ultra Driver Pro, tipe CS – 800, yang digunakan sebagai alat untuk
menggabungkan bunyi atau suara dari musik dan vokal, lalu kemudian dihasilkan
melalui loudspeaker.
52
BAB IV
PERUBAHAN MUSIK PADA IBADAH DI
GKPI RESSORT KHUSUS
JALAN MEDAN-LUBUKPAKAM
4.1 Pengenalan
Menurut Carol R. Ember ( 1987:32 ), suatu kebudayaan tidaklah pernah
bersifat statis, melainkan selalu berubah. Hal ini berhubungan dengan waktu,
bergantinya generasi, serta perubahan dan kemajuan tingkat pengetahuan masyarakat.
Merriam (1964:172) mengemukakan bahwa perubahan dapat berasal dari dalam
lingkungan kebudayaan atau internal, dan perubahan juga dapat berasal dari luar
kebudayaan atau eksternal. Perubahan secara internal merupakan perubahan yang
timbul dari dalam dan dilakukan oleh pelaku-pelaku kebudayaan itu sendiri dan
disebut juga inovasi. Sedangkan perubahan eksternal merupakan perubahan yang
timbul akibat pengaruh dari luar lingkup kebudayaan tersebut.
Seperti yang tertulis pada kutipan diatas, jemaat GKPI Ressort Khusus Jalan
Medan – Lubukpakam juga mengalami perubahan dalam sajian musik pada saat
ibadah. Dimana, para jemaat dan pengurus gereja menyepakati perubahan musik
pengiring pada acara kebaktian. Perubahan ini juga disebabkan oleh faktor tekhnologi
yang semakin modern yang pada umumnya lebih diminati oleh pemuda–pemudi.
Dalam bab ini, penulis akan menjelaskan perubahan musik pada ibadah di
GKPI Ressort Khusus Jalan Medan–Lubukpakam. Di samping itu, penulis juga akan
menjelaskan perubahan emosional jemaat pada saat ibadah. Dalam hal ini, penulis
terlebih dahulu menjelaskan perubahan alat music yang digunakan sebagai music
53
pengiring ibadah dari sejak berdirinya GKPI Resort Khusus Jalan Medan Lubukpakam
sampai dengan saat ini.
4.2 Alat Musik Pengiring Ibadah
Sejak berdirinya gereja GKPI Resort Khusus Jalan Medan Lubukpakam
sampai sekarang ini, alat musik yang digunakan sebagai pengiring ibadah mengalami
perubahan, yaitu dari tanpa memakai alat musik sampai dengan menggunakan alat
musik fullband. Berikut ini, penulis akan menjelaskan tahap dan beberapa factor
perubahan alat music sebagai pengiring nyanyian ibadah.
4.2.1 Ibadah Gereja Tanpa Instrumen Musik
Gereja GKPI Resort Khusus Jalan Medan – Lubukpakam berdiri pada tahun
1974. Sesuai dengan hasil wawancara dengan bapak Marpaung, pada awal berdirinya
gereja tidak menggunakan alat musik apapun dalam ibadah, tetapi hanya dipandu oleh
seorang songleader, dalam bahasa Batak disebut “panjaha ende”, dalam bahasa
Indonesia “pembaca Nyanyian”. Beliau juga mengatakan bahwa pada saat itu tidak
semua warga jemaat yang mempunyai Buku Ende (kumpulan lagu-lagu ibadah gereja
GKPI). Sehingga pada saat ibadah, sebelum bernyanyi, songleader terlebih dahulu
menyanyikan beberapa bar dari lagu tersebut untuk mengambil dana dasarnya,
kemudian membacakan teks lagu dari kalimat per-kalimat. Sama halnya dengan
jemaat, juga menyanyikan lagu tersebut kalimat per-kalimat yang telah diucapkan
songleader. Perlu penulis sampaikan, bahwa pada saat jemaat hendak bernyanyi
terlebih dahulu songleader mengucapkan “ta endehon ma”, yang artinya “mari kita
nyanyikan”.
54
Pada tata ibadah GKPI, yaitu yang tertulis pada buku agenda GKPI ada
beberapa nyanyian yang tidak dipimpin oleh songleader, tetapi langsung dinyanyikan
secara bersamaan. Lagu-lagu tersebut adalah: Halleluya, ada pada Buku Logu HKBP ,
4.2.2 Organ Pedal Sebagai Musik Pengiring Ibadah
. Pada tahun 1978 untuk meningkatkan pelayanan terhadap warga jemaat,
pengurus gereja membeli sebuah organ pedal. Penggunaan organ pada ibadah gereja
tidak lain adalah untuk mengiringi lagu-lagu pada ibadah gereja. Dimana lagu-lagu
yang dimainkan adalah lagu-lagu yang sudah ditetapkan oleh Pengurus GKPI Pusat,
dan pada umumnya lagu-lagu nyanyian tersebut telah dibukukan dalam sebuah buku
yang berjudul “Buku Logu HKBP”. Dari aspek penyajiannya, pemain organ hanya
memainkan nada yang telah tertulis pada Buku Logu HKBP tersebut. Berikut ini
adalah salah satu nyanyian yang ada di Buku Logu HKBP No.
55
Sama halnya pada saat sebelum gereja memiliki organ pedal, pada saat
bernyanyi jemaat selalu dipimpin oleh seorang songleader. Namun setelah adanya
organ pedal, peranan seorang songleader pada saat itu hanyalah membacakan teks lagu
yang akan dinyanyikan secara kalimat-perkalimat kemudian jemaat menyanyikan lagu
tersebut secara kalimat per-kalimat juga. Peranan songleader sebagai pengambil nada
dasar sebuah lagu digantikan oleh pemain organ.
Seiring dengan berjalannya waktu, dan sejalan dengan meningkatnya
perkembangan media cetak pada masa itu, jemaat diwajibkan untuk memiliki Buku
Ende. Menurut penuturan Bapak Marpaung, hal ini berguna untuk memperlancar
jalannya ibadah kebaktian gereja, sehingga tidak perlu lagi songleader membacakan
teks lagu yang akan dinyanyikan jemaat. Hal ini juga berguna agar lagu-lagu yang ada
di Buku Ende dapat dipelajari dan dinyanyikan warga jemaat di rumah masingmasing. Setelah warga jemaat diwajibkan untuk mempunyai Buku Ende, maka
peranan songleader pada saat itu hanyalah sebagai memimpin nyanyian, tidak lagi
membacakan Teks lagu yang akan dinyanyikan. Dibawah ini adalah gambar organ
pedal.
4.2.3 Organ Elektrik Sebagai Musik Pengiring Ibadah Gereja
Sekitar tahun 1990-an, gereja telah memakai organ elektrik. Hal ini
disebabkan karena beberapa bagian dari organ pedal mengalami kerusakan. Bapak
Marpaung mengungkapkan, pada saat itu hampir 2 bulan jemaat beribadah tanpa
adanya iringan music, tetapi kembali ke semula, yaitu hanya dipimpin oleh songleader.
Oleh karena itu, pengurus gereja menyepakati untuk membeli organ elektrik. Dan
sejak itu jemaat dapat kembali diiringi musik pada saat beribadah.
56
Dari segi teknologi, organ pedal dengan organ elektrik sangat jauh berbeda.
Sumber suara dari organ pedal berasal dari pedal yang dimainkan oleh kaki si pemain
organ, sedangkan organ elektrik sumber suaranya berasal dari tenaga listrik dan telah
mempunyai pengaturan suara atau volume. Selain itu, organ pedal hanya memiliki
tombol nada atau yang lazim disebut tuths, sedangkan organ elektrik, selain memiliki
tombol nada dan pengatur suara atau volume, organ elektrik juga telah memiliki
tombol power dan tombol style, misalnya samba, rumba, tango. Berikut ini adalah
gambar organ elektrik.
57
Penggunaan organ elektrik dalam ibadah tidak ada bedanya pada saat gereja
menggunakan organ pedal, yaitu pemain organ lebih awal memainkan beberapa bar
atau beberapa kalimat lagu, kemudian dinyanyikan secara bersamaan. Meskipun organ
elektrik terdapat fasilitas style, tetapi dalam penyajiannya dalam mengiringi ibadah,
style tersebut tidak digunakan. melalui loudspeaker.
58
BAB V
GUNA DAN FUNGSI MUSIK PADA IBADAH DI
GKPI RESSORT KHUSUS
JALAN MEDAN-LUBUKPAKAM
5.1 Pengertian Penggunaan dan Fungsi
Seperti telah disinggung pada Bab I, bahwa musik (termasuk alat-alat musik
dan perubahannya) yang terdapat di Gereja Kristen Protestan Indonesia Ressort
Khusus Jalan Medan-Lubukpakam memiliki guna dan fungsi sosiobudaya dan religi.
Untuk itu terlebih dahulu dideskripsikan pengertian guna dan fungsi dalam disiplin
etnomusikologi. Menurut Bronislaw Malinowski, yang dimaksud fungsi itu intinya
adalah bahwa segala aktivintas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan
suatu rangkaian dari sejumlah keinginan naluri makhluk manusia yang berhubungan
dengan seluruh kehidupannya. Kesenian sebagai contoh dari salah satu unsur
kebudayaan, terjadi karena pada dasasrnya manusia ingin memuaskan keinginan
nalurinya terhadap keindahan. Ilmu pengetahuan juga timbul karena keinginan naluri
manusia untuk tahu. Teknologi seperti halnya penemuan alat-alat musik elektronik
adalah untuk memenuhi keindahan di bidang bunyi-bunyian. Internet pula diciptakan
untuk berkomunikasi di dunia maya atau virtual. Namun banyak pula aktivitas
kebudayaan yang terjadi karena kombinasi dari beberapa macam human need itu.
Dengan pemahaman ini seorang peneliti bisa menganalisis dan menerangkan banyak
masalah dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan manusia.7
7
Lihat Koentjaraningrat (penye.) Sejarah Teori Antropologi I (1987:171). Abstraksi
tentang fungssi yang ditawarkan oleh Malinowski berkaitan erat dengan usaha kajian etnografi
dalam antropologi. Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode etnografi
59
Sesuai dengan pendapat Malinowski, musik di dalam kehidupan jemaat GKPI
Ressort Khusus Jalan Medan-Lubukpakam, eksis dan berkembang karena diperlukan
untuk memuaskan suatu rangkaian keinginan naluri masyarakat pendukungnya yang
haus akan cinta kasihnya kepada agama Kristen. Musik menjadi unsur penting di
dalam ibadah mereka. Dengan menggunakan musik, para jemaat dapat dengan
khidmat memuji, menyembah, dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Musik
memberikan sumbangannya sebagai sarana komunikasi antar jemaat dan Tuhan serta
antara jemaat dengan pendeta, dan sesama mereka.
A.R. Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat dengan
struktur sosial masyarakat. Bahwa struktur sosial itu hidup terus, sedangkan individuindividu dapat berganti setiap masa. Dengan demikian, Radcliffe-Brown yang melihat
fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu masyarakat, mengemukakan bahwa
fungsi adalah sumbangan satu bagian aktivitas kepada keseluruhan aktivitas di dalam
sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni
atau konsistensi internal, seperti yang dihuraikannya berikut ini.
By the definition here offered ‘function’ is the contribution which a
partial activity makes of the total activity of which it is a part. The
function of a perticular social usage is the contribution of it makes to
the total social life as the functioning of the total social system. Such a
view implies that a social system ... has a certain kind of unity, which
we may speak of as a functional unity. We may define it as a condition
in which all parts of the social system work together with a sufficient
degree of harmony or internal consistency, i.e., without producing
persistent conflicts can neither be resolved not regulated (1952:181).
berintegrasi secara fungsional yang dikembangkan dalam kuliah-kuliahnya tentang metodemetode penelitian lapangan dalam masa penulisan buku etnografi mengenai kebudayaan
masyarakat Trobiands, selanjutnya menyebabkan bahwa konsepnya mengenai fungsi sosial
dari adat, tingkah laku manusia,
dan institusi-institusi sosial menjadi mantap
(Koentjaraningrat 1987:67).
60
Sesuai dengan pandangan Radcliffe-Brown, musik di dalam kehidupan jemmat
GKPI Ressort Khusus Jalan Medan-Lubukpakam, merupakan bahagian dari struktur
sosial mereka. Musik dalam hal ini merupakan salah satu bahagian aktivitas yang bisa
menyumbang kepada keseluruhan aktivitas, yang pada akhirnya akan berfungsi bagi
kelangsungan kehidupan budaya masyarakat pengamalnya, dalam hal ini jemaat gereja
GKPI tersebut. Fungsinya lebih jauh adalah untuk mencapai tingkat harmoni dan
konsistensi internal. Pencapaian kondisi itu, dilatarbelakangi oleh berbagai kondisi
sosial, budaya, dan religi.
Bertolak dari teori fungsi, yang kemudian mencoba menerapkannya dalam
etnomusikologi, lebih lanjut secara tegas Merriam membedakan pengertian fungsi ini
dalam dua istilah, yaitu penggunaan dan fungsi.
Menurutnya, membedakan
pengertian penggunaan dan fungsi adalah sangat penting. Para pakar etnomusikologi
pada masa lampau tidak begitu teliti terhadap perbedaan ini. Jika kita berbicara
tentang penggunaan musik, maka kita menunjuk kepada kebiasaan (the ways) musik
dipergunakan dalam masyarakat, sebagai praktik yang biasa dilakukan, atau sebagai
bagian daripada pelaksanaan adat istiadat, baik ditinjau dari aktivitas itu sendiri
maupun kaitannya dengan aktivitas-aktivitas lain (1964:210). Lebih jauh Merriam
menjelaskan perbedaan pengertian antara penggunaan dan fungsi sebagai berikut.
Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it may
or may not also have a deeper function. If the lover uses song to w[h]o
his love, the function of such music may be analyzed as the continuity
and perpetuation of the biological group. When the supplicant uses music
to the approach his god, he is employing a particular mechanism in
conjunction with other mechanism as such as dance, prayer, organized
ritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other hand, is
enseparable here from the function of religion which may perhaps be
interpreted as the establishment of a sense of security vis-á-vis the
universe. “Use” them, refers to the situation in which music is employed
in human action; “function” concerns the reason for its employment and
perticularly the broader purpose which it serves. (1964:210).
61
Berdasarkan kutipan di atas terlihat bahwa Merriam membedakan pengertian
penggunaan dan fungsi musik berasas kepada tahap dan pengaruhnya dalam sebuah
masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu dan menjadi bagian
masyarakat tersebut. Penggunaan bisa atau tidak bisa menjadi fungsi yang lebih
dalam. Merriam memberikan contoh, jika seeorang menggunakan nyanyian yang
ditujukan untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu bisa dianalisis sebagai
perwujudan dari kontinuitas dan kesinambungan keturunan manusia yaitu untuk
memenuhi kehendak biologis bercinta, menikah, berumah tangga, dan pada akhirnya
menjaga kesinambungan keturunan manusia. Jika seseorang menggunakan musik
untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka mekanisme tersebut berhubungan
dengan mekanisme lain, seperti menari, berdoa, mengorganisasikan ritual, dan
kegiatan-kegiatan upacara.
“Penggunaan” menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam kegiatan
manusia; sedangkan “fungsi” berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai
melakukan, dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat
dilayaninya. Dengan demikian, sesuai dengan Merriam, penggunaan lebih berkaitan
dengan sisi praktis, sedangkan fungsi lebih berkaitan dengan sisi integrasi dan
konsistensi internal budaya.
5.2 Penggunaan Musik di GKPI Ressort Khusus Jalan Medan-Lubukpakam
Musik di dalam kehidupan jemaat GKPI Ressort Khusus Jalan MedanLubukpakam digunakan di dalam berbagai kegiatan. Penggunaan yang utama musik
ini adalah di dalam ibadah-ibadah mereka. Di antaranya adalah ibadah hari Minggu,
yang di dalmnya mengandung sistem keagamaan yang telah berulang-ulang dilakukan
62
jemaat ini. Dalam ibadah mingguan ini, musik terkandung di dalam nyanyian (ende)
yang dilatarbelakangi oleh nyanyian-nyanyia etnik Batak Toba, walaupun sebenarnya
GKPI adalah gereja Lutheran yang tidak berbasis pada satu budaya kelompok etnik
saja.
Seperti sudah dideskripsikan pada Bab II tata cara umum tata ibadah GKPI
dimanapun sama yaitu telah diatur oleh GKPI pusat. Ibadah setiap minggunya di
gereja GKPI Ressort Khusus Jalan Medan-Lubukpakam dibagi ke dalam dua tahapan
ibadah, yaitu iabadah pertama dan ibadah kedua.
Ibadah pertama pada pukul 09:00 – 10:15 WIB yang menggunakan
peralatan musik band sebagai pengiring ibadah dan keseluruhan tata tertib ibadah
berbahasa Indonesia. Adapun tata tertib ibadahnya adalah sebagai berikut. Yang awal
adalah invocation atau panggilan beribadah, dilanjutkan kepada votum atau introitus
dan doa. Selepas itu digunakan musik dan alat-alat musik dibunyikan mengiringi
nyanyian bersama (diambil dari Kidung Pujian), dilanjutkan kepada acara epistel
(diambil dari ayat Alkitab). Setelah itu adalah litani pengampunan dosa. Penggunaan
musik berikutnya adalahh pada acara nyanyian bersama (diambil dari Kidung Pujian).
Seterusnya dilanjutkan kepada acara petunjuk hidup baru, diteruskan kepada acara
menyanyikan Kidung Jemaat. Setelah itu adalah axara pengakuan Iman Rasuli.
Diteruskan kepada acara warta gereja dan doa syafaat. Kemudian diteruskan kepada
acara yang menggunakan musik yaitu nyanyian bersama (diambil dari Kidung Pujian).
Selepas itu dilanjutkan kepada acara pengumpulan persembahan. Kemudian diteruskan
kepada acara yang menggunakan musik yaitu nyanyian persembahan (diambil dari
Kidung Pujian). Selanjutnya adalah acara doa Bapa Kami (Berkat), dan yang terakhir
adalah doxologi; yaitu berupa pengucapan bersama kata-kata amin, amin, amin.
63
Di sisi berikutnya, yaitu aktivitas ibadah kedua yang biasanya dilakukan pada
pukul 10:30–12:00 WIB yang menggunakan keyboard tunggal sebagai pengiring
ibadah dan keseluruhan tata tertib ibadah berbahasa Batak Toba. Adapun tata tertib
ibadahnya adalah sebagai berikut. Pada awal ibadah adalah berupa marende yang
artinya adalah bernyanyi, biasanya lagunya dari Buku Ende. Dilanjutkan dengan
votum/ introitus/ tangiang. Votum artinya ibadah diawali dari: dalam nama Bapa dan
Putra dan Roh Kudus, kemudian dilanjutkan dengan introitus yang artinya adalah, ayat
dari dalam Bibel (Alkitab) sebagai ayat pembuka untuk memulai ibadah, dilanjutkan
dengan tangiang yang atinya adalah doa. Setelah itu acara dilanjutkan lagi dengan
kegiatan musical religi yaitu marende yang artinya adalah bernyanyi, lagu yang
dinyanyikan dari Buku Ende. Dilanjutklan dengan epistel yang artinya ayat dari Bibel
(Alkitab) sebagai ayat penguatan iman jemaat. Diteruskan pada penggunaan musik
dalam bentuk koor Naposo bulung adalah paduan suara pemuda–pemudi gereja.
Dilanjutkan dengan acara yang juga musical religius yaitu marende, bernyanyi lagu
dari Buku Ende. Diteruskan ke acara manopoti dosa yaitu pengampunan dosa. Selepas
itu dilanjutkan ke acara musical religius koor Ina yang artinya adalah, koor kaum ibu.
Dilanjutkan ke acara marende. Selanjutnya acara singkat ni Patik yang artinya adalah,
intisari atau ringkasan dari 10 Hukum taurat (0 perintah Tuhan). Diteruskan ke koor
ama, koor kaum bapak. Selepas itu marende dari Buku Ende. Dilanjutkan ke acara
pengakuan iman Rasuli atau dalam bahasa Batak Toba manghatindangkhon
haporseaon. Kemudian diteruskan ke acara
tingting atau warta gereja berupa
pemberitaan keuangan, jemaat yang meninggal, atau mau menikah, surat undangan
yang masuk ke gereja dan lain lain. Diteruskan ke acara tangiang pangondion yang
artinya adalah doa syafaat. Terus ke acara marende lagi. Dilanjutkan ke acara jamita,
yaitu khotbah atau pemberitaan firman Tuhan kepada jemaat yang beribadah.
64
Kemudian marende lagi. Dilanjutkan ke acara ayat ayat pelean ayat dari Bibel
(Alkitab) yang dibacakan sesudah persembahan. Diteruskan ke acara tangiang pelean
(doa persembahan). Sesudah itu acara dlanjutkan ke ende pelean yang artinya adalah
bernyanyi untuk mengumpulkan persembahan, lagunya biasanya dari Buku Ende.
Diteruskan ke acara tangiang panutup (doa penutup). Kemudian ke acara pasu–pasu
yang artinya penyampaian berkat dari Tuhan yang disampaikan oleh Pendeta.
Rangkaian acara ini ditutup dengan acara huria mangendehon: Amen, amen, amen.
Mengucapkan kata amin, amin, amin.
Dari deksripsi dua sesi ibadah di GKPI Ressort Khusus Jalan MedanLubukpakam di atas,, jelaslah bahwa musik emmainkan peranan penting di dalamnya.
Sesi pertama tampaknya lebih general dan menggunakan bahasa Indonesia. Pada sesi
kedua berbagai istilah ibadah gereja dan musik menggunakan istilah Batak Toba.
Kegiatan ibadah ini, bagaimanapun diwarnai dan juga mengambil unsure-unsur
budaya Batak dalam kontee=ks geraja dan kepentingan gereja. Musik memainkan
peranan penting dari satu acara ke acara berikutnya dalam ibadah mingguan umat
Protestan GKPI ini. Dengan demikian terjadi “pembumian” ajarn gereja desuai dengan
lokasi dan kondisi budaya jemaat yang mendukungnya. Jadi seperti yang dikemukakan
Malinowski, fungsi musik dalam gereja ini adalah untuk memenuhi kebutuhan
spiritual setiap anggota jemaatnya. Kalu melihat teori fungsinya Radcliffe-Brown,
maka musik di dalam jemaat GKPI tersebut adalah untuk memenuhi sistem-sistem
kegerejaan yang berdasar kepada kebudayaan dan situasi sosial anggota jemaatnya
sebagai masyarakat yang disatukan oleh sistem religi yang sama, dalam hal ini
maysrakat Kristen Protestan.
65
5.3 Fungsi
Musik di GKPI ini memiliki fungsi dalam konteks kelestarian dan stabilitas
budaya. Musik ini dapat bertahan karena merupakan salah satu alat untuk menjaga
ideologi GKPI. Gereja yang beraliran Lutheran ini mencoba memungsikan musik
dalam setiap ibadahnya dengan mengambil ruh Kristiani dipadu dengan unsur-unsur
budaya Indonesia, dan yang terutama adalah kebudayaan masyarakat Batak Toba.
Musik di GKPI memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut: (a) kontinuitas sistem
religi dan budaya, (b) sarana pendidikan, (c) sebagai ibadah dan upacara keagamaan
Kristen, (d)
sebagai sarana penyampaian ideologi Kristen, (e) sebagai sarana
komunikasi (doa) kepada Tuhan, (f) sebagai pencerminan spiritualitas Kristen, (g)
pengungkapan identitas Kristen dan kebudayaan etnik Sumatera Utara dan Indonesia,
(h) ekspresi kelompok, (i) ekspresi estetika, (j) menyerap nilai-nilai, dan (k)
mengekspresikan ideologi Kristen.
5.3.1 Kelestarian dan Kontinuitas Sistem Religi danBudaya
Berkenaan dengan fungsi sumbangan musik untuk kelestarian dan stabilitas
kebudayaan, Merriam menjelaskan bahwa tidak semua unsur kebudayaan memberikan
tempat untuk mengejewantahkan emosi, hiburan, komunikasi, dan seterusnya. Musik
juga adalah perwujudan kegiatan untuk meluahkan nilai-nilai. Dengan demikian fungsi
musik menjadi bahagian dari berbagai ragam pengetahuan manusia lainnya, seperti
sejarah, mite, dan legenda. Berfungsi menyumbang kesinambungan kebudayaan, yang
diperoleh melalui pendidikan, pengawasan terhadap perilaku yang salah, menekankan
kepada kebenaran, dan akhirnya menyumbangkan stabilitas kebudayaan (Merriam
1964:225).
66
Di dalam musik gereja terkandung unsur-unsur sejarah dan legenda, yang pada
saatnya mampu memberikan sumbangan untuk kelestarian kebudayaan masyarakat
Kristen.
Di dalam musik religi mereka ini terkandung nilai-nilai moral yang
menekankan kepada kebenaran Kristen yang diwariskan. Karena musik gereja adalah
merupakan doa yang dituangkan oleh jemaat yang dipimpin pendeta ke dalam bentuk
syair atau puisi menjadikannya sebagai upaya memperkokoh
ketakwaan kepada
Tuhan yang Trinitas (Bapa, Yesus Kristus, dan Roh Kudus) dan selalu mengikut
rambu-rambu yang telah diajarkan oleh agama Kristen, khususnya Protestan. Adapun
bentuk dari pelestariannya musik gereja ini diajarkan kepada generasi mudanya
(naposo) agar budaya ini tetap dapat terjaga dan tidak hilang bersama dengan zaman.
5.3.2 Pendidikan
Musik gereja sarat dengan pendidikan etika dan agama, hal ini tercermin pada
cara pelaksanaan dan isi tekstualnya. Melalui perantaraan musik gereja ini seseorang
terlatih untuk berdisiplin dalam melakukan aktivitas. Kehadiran yang kontinu pada
setiap ibadah Kristiani akan membentuk pribadi yang tabah dan menghargai waktu.
Dalam mentransformasi keilmuan dalam bentuk lisan oleh para penetua gereja yang
membimbing, membentuk kesabaran bagi murid-muridnya. Pesan-pesan moral dalam
musik gereja di GKPI Ressort Jalan Tmedan-Lubukpakam ini mampu menyentuh hati
seseorang baik penganut, maupun masyarakat yang tidak terlibat di dalamnya.
5.3.3 Ibadah Agama Kristen
Musik gereja di GKPI Ressort Khusus Jalan Medan-Lubukpakam berfungsi
untuk ibahad agama Kristen. Di samping itu musik gereje ini merupakan sebagai
67
sarana penyamopaian ideologi Kristiani yang bersumber dari Alkitab, isi dari musik
gereja ini merupakan doa kepada Tuhan akan kehendak manusia dan kasih Tuhan.
Penyampaian musik di GKPI ini ini menggunakan komunikasi verbal berupa
syair syair (puisi). Musik ini adalah amalan yang dilakukan oleh para jemaat GKPI,
yang menjadi bahagian dari segala kehidupannya. Hiodup mereka diserahkan
sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang mengatur dan membimbing hidup
dalam damai dan cinta kasih.
5.3.4 Sarana Penyampaian Ideologi Kristen
Melalui musik gereja ini, secara langsung musik tersebut menjadi sarana
penyampaian ideologi Kristen dan budi pekerti manusia Kristen. Sejarah membuktikan
bahwa Kristen berkembang dan dapat diterima oleh masyarakat luas di seluruh dunia
ini, bahkan berjumlah paling besar, karena mampu beradaptasi dengan budaya
masyarakatnya. Begitu juga dengan kelompok GKPI yang berkembang di kawasan
Sumatera Utara ini awalnya. Ideologi Kristen yang disampaikan adalah berupa
pewartaan kebenaran-kebenaran yang terkandung di dalam Kitab Suci Bible, yang
menjadi panduan seluruh umat Kristiani di dunia ini dalam mengisi dan menjalani
kehidupan mereka baik di dunia ini maupun di akhirat.
Berbagai ideologi yang terdapat di dalam musik gereja di GKPI ini antara lain
adalah mengajarkan bahwa manusia sejak lahir adalah berdosa, dan semua dosadosanya telah ditebus oleh Sang Juru Selamat, Yesus Kristus, melalui penyaliban di
Bukit Golgota. Sebagai putra Tuhan Ia rela mengorbankan dirinya untuk keselamatan
68
manuisia di dunia dan di akhirat. Dengan mengikuti jalan-Nya dan firman-Nya maka
manusia akan mencapai sorga.
Bagi seorang penganut Kristen, ia akan belajar ideologi tersebut melalui
nyanyian-nyanyian gereja. Selain tentang Yesus Kristus ada juga pesan-pesan moral
tentang menjadi umat yang baik dan berguna bagi semua manusia. Selain itu perlu
juga disampikan segenap ajaran Kristen ini kepada semua domba-domba yang tersesat
di seluruh dunia, untuk menju dunia yang damai, sejahtera, dan dilindungi Tuhan
Yang maha Kuasa.
5.3.5 Ekspresi Kelompok
Musik di GKPI tersebut memiliki fungsi komunikasi sebagai ekspresi
kelompok yang tidak kalah pentingnya. Melalui media musik ini jemmat GKPI
Ressort Khusus Jalan Medan-Lubukpakam ini mengekspresikan bentuk amalan dan
cara mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Aliran Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) adalah faham aliran
Gereja Kristen Lutheran yang datang ke Sumatera Utara dan Indonesia pada umumnya
mementingkan peranan kelompok yang teroganisir dengan baik. Salah satu pendekatan
struktural gereja adalah pentingnya organisasi yang kuat. Dengan adanya organisasi
ang kuat maka akan semakin kuat eksistensi Gereja dan ajaran Kristen di dunia ini.
Musik di dalam GKPI ini adalah sebagai ekspresi kelompok jemmatnya yang
selalu menginginkan kebersamaan dalam ibadah dan dalam sosial kemasyarakatan.
Kebersamaan ini perlu juga dibina secara berkesinambungan dan berterusan. Musik
menjadi ekspresi dalam kebersamaan berdoa kepada Tuhan dan kebersamaan akan
69
keinginan-keinginan yang dipandu oleh ruh dan tujuan Alkitab yang difirmakan
Tuhan.
.
5.3.6 Ekspresi Emosi
Fungsi musik gereja di GKPI ini lainnya adalah sebagai sarana ekspresi
emosi. Bagaimana keadaan ekspresi emosi dalam bidang musik, Merriam
menjelaskan sebagai berikut.
An important function of music, then, is the opportunity it gives
for variety of emotional expression—the release of otherwise unexpressible thoughts and ideaas, the correlation of a idea variety of emotional
music, of the opportunity to “let off steam” and perhaps to resolve social
conflict, the explosion of creativity itself, and the group of expression of
hostilities. It is quite possible that a much widear variety of emotional
expressions could be cited, but the examples given here indicate clearly
the importance of this function of music (Merriam 1964:222-223).
Menurut Merriam, salah satu fungsi musik yang penting, adalah ketika musik
itu menyediakan atau memberikan berbagai variasi ekspresi emosi. Hal yang tidak
boleh diekspresikan dalam pikiran dan ide, hubungan dari berbagai variasi emosi di
dalam kebudayaan musik.
Secara psikologis, ritme dan tempo dalam lagu dapat memenuhi jiwa
pendengarnya. Dalam fungsinya sebagai ekspresi emosi, musik gereja dapat dilihat
dari dua aspek. Yang pertama emosi dari segi melodi dan ritme dalam menyanyikan
(menyenandungkannya) dan yang kedua musik gereja dilihat dari aspek liriknya. Dari
segi melodi terjadinya hubungan yang simbiotik mutualistis antara musik dan kondisi
jiwa meskipun kondisi pendengar tetap lebih dominan dalam memberikan pengaruh.
Yang kedua apabila ditinjau dari aspek lirik atau syairnya, syair musik di
GKPI ini efektif untuk membangkitkan kesadaran akan kebesaran dan campur tangan
Tuhan di dalam kehidupan manusia. Di dalam syair ini emosi akan kehadiran Tuhan
70
dalam
hidup amatlah
berkesan.
Emosi kesedihan dapat
terungkap ketika
mengenangkan penyaliban Yesus Kristus. Begitu juga kesedihan akan manusia yang
selalu menjauhkan diri dari jalan Tuhan. Manusia selalu cenderung mengikuti bisikan
Setan Lucifer di dalam mengisi kehidupannya. Begitu juga dengan berbagai ekspresi
emosi lainnya seperti bergembira ketika menyambut kebenaran ajaran Kristen,
bergembira ketika datangnya hari natal dan tahun baru Masehi, gembira ketika
dianugerahi keturunan, dan lain-lain. Ekspresi emosi ini terkandung baik di dalam
melodi mapun syair musik-musik gereja di GKPI tersebut.
5.3.7 Ekspresi Estetika
Berbicara tentang seni maka tidak bisa terlepas dari keindahan dan keindahan
itu sendiri identik dengan estetika. Perbincangan mengenai keindahan dan estetika
selalu tetap menarik perhatian karena identik berhubungan dengan pelbagai cabang
kesenian. Sementara itu, secara sosiokultural, seni timbul dalam kebudayaan manusia,
karena manusia memerlukan pemenuhan keinginan akan rasa keindahan.
Seni dan keindahan ini dalam sejarah perkembangan peradaban manusia
dikaji dalam bidang estetika atau falsafah keindahan. Keindahan dalam bidang seni ini
ada yang sifatnya khusus dan ada pula yang mencapai tahap umum. Selain itu konsep
tentang keindahan ini boleh sahaja berbeda di antara kelompok manusia, meskipun
adakalanya terdapat kesamaan.
Kata estetika sendiri diturunkan dari akar kata Yunani aisthetikos, yang
berarti “mengamati dengan indra.” Kata estetika juga terkait dengan kata aesthesis,
yang berarti “pengamatan”. Dalam sejarah ilmu pengetahuan, estetika
adalah salah
satu cabang sains yang mengkaji kesenian. Ilmu pengetahuan ini telah lama digeluti
oleh para ilmuwan di dunia Barat dan dunia lainnya. Walaupun dalam kajiannya
71
estetika ingin mencapai tahapan generalisasi, dan akhirnya adalah mengkaji manusia
pendukungnya, namun ada juga nilai-nilai parsial yang terbatas oleh lingkup etnik,
ras, atau bangsa. Keanekaragaman konsep estetika ini perlu dilihat dan diperhatikan
untuk mengkaji bahwa manusia itu beragam namun ada nilai-nilai universal dalam
satu ragam.
Dalam sejarah pengetahuan dan sains Barat, kajian terhadap unsur-unsur
keindahan, dilakukan dalam disiplin yang disebut estetika (aesthetic) atau dalam
bahasa Indonesia lazim disebut falsafah keindahan. Dalam peradaban Barat, estetika
dimulai daripada sumber budaya Yunani dan Romawi (Edward et al. 1967: volume 1
dan 2). Estetika menurut Adler et al. (eds.) adalah disiplin yang mengkaji tentang
keindahan (sebagai antonim daripada keburukan). Estetika ini memasukkan kajian
secara umum dan teori tentang seni, dan berbagai-bagai pengalaman manusia
mengenainya. Adapun ilmu-ilmu bantunya adalah falsafah seni, psikologi seni, dan
sosiologi seni. Estetika juga kadang-kadang didefinisikan lebih khusus lagi sebagai
sebuah disiplin ilmu keindahan, yang mengandung makna memiliki lapangan kajian
seni, yang mencakup: teater, musik, tari, dan sastra (lihat Adler et al. (eds.) 1986:161).
Selain dari pendapat Adler et al., seorang teoretikus filsafat ternama, Hospers
mendefinisikan estetika atau filsafat keindahan itu sebagai cabang falsafah yang
memusatkan perhatian kepada konsep-konsep dan solusi-solusi masalah yang terjadi
dalam objek-objek estetik yang direnungkan. Dalam sejarah perkembangan ilmu
pengetahuan (sains) Barat, awalnya istilah estetika dipopulerkan oleh Alexander
Gottlieb Baumgarten (1714-1762)
menerusi beberapa uraian yang berkembang
menjadi ilmu tentang keindahan. Baumgarten menggunakan istilah estetika untuk
membedakan antara pengetahuan intelektual dan pengetahuan inderawi.
Karena
istilah estetika baru muncul pada abad ke-18, maka pemahaman mengenai keindahan
72
harus dibedakan dengan pengertian estetika. Jika sebuah bentuk mencapai nilai betul,
maka dapat dinilai estetis, sebaliknya bentuk yang melebihi nilai betul, yaitu mencapai
nilai baik penuh arti, maka dinilai indah. Dalam pengertian tersebut, maka sesuatu
yang estetis belum tentu indah dalam arti sesungguhnya, sedangkan sesuatu yang
indah pasti estetis. Banyak pemikir seni berpendapat bahawa keindahan berhubungan
dengan rasa (taste) yang menyenangkan seperti Clive Bell, George Santayana, dan
R.G Collingwood (lebih jauh lihat Harrison et al., 2001).
Pada masa Yunani yang diteruskan sampai abad pertengahan, keindahan
ditetapkan sebagai bagian daripada teologi. Pada abad pertengahan di Barat, tekanan
diletakan pada subjek, proses yang terjadi ketika seseorang mendapatkan pengalaman
keindahan. Pada zaman modern, tekanan justru diletakkan pada objek, sehingga
tampak bahwa estetika dipertimbangkan sebagai cabang daripada sains, khususnya
falsafah dan psikologi. Maka pertimbangan estetika dalam pengolahan seni setidaknya
dapat dideakati melalui: (1) pemahaman karya sebagai objek estetika, dan (2)
pemahaman terhadap manusia sebagai subjek yang mengamati atau menciptakan karya
yang estetik.
Musik di dalam GKPI Ressot Khusus Jalan Medfan-Lubukpakam juga dapat
dipandang sebagai ekspresi estetika (keindahan) umat Kristen dalam mewujudkan
ibadahnya. Keindahan ini adalah sebagai sdalah satu faktor penting dalam ibadah,
yang menyebabkan jemaat tidak bosan-bosannya melakukan ibadah berupa puji-pujian
kepada Tuhan. Dengan menggunakan keindahan, maka ajaran-ajaran Kristen terhayati
dengan sekasama oleh setiap jemaatnya. Estetika ini juga menurut penulis yang
menyebabkan terjadinya perubahan dan pengembangan musik, terutama dari segi
penggunaan instrumentasi di kalangan GKPI ini. Keindahan ini menjadi daya tarik
sendiri gereje tersebut dalam melakukan ritual atau ibadahnya.
73
5.3.8 Memberitahu
Salah satu fungsi komunikasi dalam kehidupan sosial dan budaya jemaat
GKPI ini adalah fungsi untuk memberitahu. Melalui media musik yang bertujuan
untuk memberitahu dan menasehati agar memiliki pedoman dalam hidup dan
mengetahui apa yang menjadi maksud dan tujuan seorang manusia Kristiani di dunia
ini. Hal ini juga dapat berupa aktivitas yang dilakukan dan apa yang menjadi tujuan
dilakukannya sebuah aktivitas sosiobudaya tersebut. Fungsi dalam komunikasi untuk
memberitahu ini dapat terlihat pada teks-teks dalam lagu-lagu (ende) GKPI ini.
Dalam teks-teks musik tersebut terkandung pesan-pesan moral Kristiani.
Dalam teks-teks musik tersebut setiap jemaat GKPI diberitahu bagaimana ia mesti
bertindak, berbuat, beramal. Setiap umat Kristen adalah menjadi penerang seperti lilin
di malam gelap. Umat Kristiani rela untuk memberikan pipi kiri setelah pipi kanannya
ditampar. Uamat Kristiani rela juga berkorban, sebagaimana Yesus Kristus berkorban
untuk keselamatan semua manusia ini. Berbagai ideologi Kristen lainnya juga
terekspresikan di dalam musik ini.
74
BAB VI
PENUTUP
6.1
Kesimpulan
Pada zaman modern saat ini, musik telah berkembang pesat dan berperan penting dalam
kehidupan manusia. Seiring dengan perkembangannya, musik juga mempunyai peranan penting
didalam ibadah gereja, hal ini dapat dilihat dari hampir semua gereja yang menggunakan musik
sebagai pengiring ibadah gereja, alat musik pengiring digereja ada yang menggunakan organ
atau keybord tunggal tanpa alat musik lain, dan ada juga gereja yang menggunakan beberapa
alat musik sebagai pengiring ibadah yang terdiri dari gitar elektrik, bass elektrik, keybord dan
piano elektrik dan drum set.
Seperti halnya pada Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) Ressort Khusus Jalan
Medan-Lubukpakam yang telah menggunakan beberapa alat musik gitar elektrik, bass elektrik,
dua keybord elektrik dan drum set ( peralatan band ) sebagai alat musik pengiring ibadah di
gereja tersebut. Khususnya untuk gereja yang beraliran Lutheran di daerah kota Lubukpakam
hanya gereja GKPI Ressort Khusus Jalan Medan-Lubukpakam yang menggunakan beberapa alat
musik dalam setiap ibadah gereja.
Perubahan peralatan musik yang dipakai di GKPI Ressort Khusu Jalan Medan –
Lubukpakam dan sistem organisasi yang berstruktur, serta pelayanan yang baik di gereja
tersebut membawa dampak positif terhadap perkembangan gereja tersebut diantaranya
adalah sebagai berikut:
h.
Menghidupkan dan menggairahkan suasana kebaktian sehingga anak – anak,
remaja dan pemuda lebih betah dan bertahan di gereja GKPI Ressort Khusus
Jalan Medan – Lubukpakam dan tidak lari ke gereja lain,
75
i.
Meningkatkan partisipasi pemuda dalam pelayanan di gereja,
j.
Meningkatkan kemampuan pemuda dalam bermain musik,
k.
Implementasi, memuji Tuhan dengan berbagai alat musik ( Alkitab, mazmur
150),
l.
Mengajak jemaat dalam melaksanakan ibadah sehingga lebih semangat dan
penuh sukacita dalam memuji Tuhan Yang Maha Esa, melalui iringan musik
yang lebih hidup dan meriah.
m.
Menghidupkan suasana hati dalam ibadah yang membangun keimanan dan
kerohanian jemaat.
Jenis lagu/ musik yang ditampilkan pada setiap ibadah di GKPI Ressort
Khusus Jalan Medan – Lubukpakam adalah lagu – lagu yang berasal dari Buku
Ende, Kidung Jemaat dan Buku Pelengkap Kidung Jemaat serta terkadang
adalah lagu – lagu rohani yang biasanya dinyanyikan pada saat selesai ibadah.
6.2
Saran
Dalam hal ini, penulis mengakui masih mempunyai banyak kekurangan dalam mengkaji
perubahan dan fungsi alat musik yang dalam ibadah di GKPI ressort khusus Jalan Medan –
Lubukpakam. Oleh karena itu, penulis menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk lebih
menyempurnakan penelitian di bidang yang sama agar peneliti dapat melihat perkembangan
yang lebih baik lagi. Sehingga kajian ini tidak hanya berhenti disini saja, namun dapat
menambah wawasan para peneliti.
76
DAFTAR INFORMAN
1.
Nama
Usia
Pekerjaan
Alamat
: Rianto P. Pasaribu, M. Th
: 34 tahun
: Pendeta praktek ( Vikar )
: GKPI Rokan Baru Ressort Maruli, Jalan Lintas Gunung Tua – Kota
Pinang Kelurahan Rokan Baru Padangsidempuan
2.
Nama
Usia
Pekerjaan
Alamat
: Omp. Tomy Br. Simamora
: 78 Tahun
: Wiraswasta
: Jalan Kyai Haji Agus Salim Lubukpakam
3.
Nama
Usia
Pekerjaan
Alamat
: St. Tigor Pandapotan Simorangkir
: 48 tahun
: Pegawai negeri sipil/ BPH Jemaat di GKPI Jalan Medan – Lubukpakam
: Jalan STM No. 105 Lubukpakam
4.
Nama
Usia
Pekerjaan
Alamat
: Risman br Siahaan
: 47 Tahun
: Petani
: Jalan Medan No. 34 Lubukpakam
5.
Nama
Usia
Pekerjaan
Alamat
: St. Bysher Banjarnahor
: 48 Tahun
: Kadis LLK UKM Kab. Deliserdang/ BPH Jemaat di GKPI Ressort
Khusus Jalan Medan – Lubukpakam
: Jalan Antara Gg. Impres Lubukpakam
6.
Nama
Usia
Pekerjaan
Alamat
: Antonius Sihotang
: 23 Tahun
: Wiraswasta
: JalanPantai Labu No.14 Lubukpakam
7.
Nama
Usia
Pekerjaan
Alamat
: Slamet Riyadi Tampubolon
: 22 Tahun
: Mahasiswa
: JalanGalang No.211 Lubukpakam
8.
Nama
Usia
Pekerjaan
Alamat
: Frengky Pahala Munthe
: 29 Tahun
: Wiraswasta
: Jalan Galang No.119 Lubukpakam
77
9.
Nama
Usia
Pekerjaan
Alamat
: Manaek Pandapotan Malau
: 30 Tahun
: Pegawai Negeri Sipil
: Jalan Medan No. 18 Lubukpakam
10.
Nama
Usia
Pekerjaan
Alamat
: Michael harminsyah Ritonga
: 26 Tahun
: Bank BRI Lubukpakam
: Jalan Kyai Haji Agus Salim Medan
11.
Nama
Usia
Pekerjaan
Alamat
: Yuni Yanti Br. Sihotang
: 25 Tahun
: Guru Honorer
: Jalan Rakyat No. 81 Lubukpakam
12.
Nama
Usia
Pekerjaan
Alamat
: Cecilia Augustina Br. Lumban Tobing
: 27 Tahun
: Guru Honorer
: Jalan Durian I No. 10 Lubukpakam
13.
Nama
Usia
Pekerjaan
Alamat
: Irvan Efriandi Sitorus
: 26 tahun
: Karyawan swasta
: Jalan
78
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 1985. Paper, Skripsi, Tesis, Disertasi, Makalah. Tarsito: Bandung.
Bogdan, R. and Taylor, S. J. 1975. Introduction to Qualitative Resarch Methode.
John Willey and Sons.
Newyork:
Koentjaraningrat. 1985. Metode – metode penelitian masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Anthropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Merriam, Alan P 1964The Anthropology of Music. Chicago: Northwestern Univercity Press.
Molleong, Lexy J. 1989. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nettl, Bruno. 1964. Theory And Methode In Ethnomusicology. Newyork: The Free Press Of
Glencoe.
Sach, Curt and Von Horn Bostel
1914 “ Classification Of Musical Instrument ” terj. Anthony Bainen and Klause
P. Wachman. Berlin Dalam Majalah Zeitscrift Fur Ethnologic, Jahg.
Tyas Andijaning, Hartaris
2007 Musik Modern Seni Musik 2 SMA kelas XI. Jakarta, Erlangga
79
Download