58 penurunan kecemasan dan koping orang tua dalam merawat

advertisement
PENURUNAN KECEMASAN DAN KOPING ORANG TUA DALAM MERAWAT
ANAK YANG MENGALAMI HOSPITALISASI MELALUI PENERAPAN CARING
SWANSON DI RS MARDI WALUYO BLITAR
Rahmawati Maulidia, DR I Dewa Gede Ugrasena, Yuni Sufyanti
Universitas Airlangga Surabaya
Email: [email protected]
ABSTRAK
Pendahuluan: Hospitalisasi pada anak dapat menimbulkan stress baik pada anak maupun
orang tua. Kecemasan pada orang tua menimbulkan suatu mekanisme koping yang nantinya
diperlukan dalam mengatasi suatu stress. Salah satu upaya untuk meminimalkan kecemasan
dan koping orang tua tersebut dengan mengoptimalkan peran perawat dalam memberikan
informasi dan dukungan kepada orang tua melalui penerapan caring. Metode: Penelitian ini
menggunakan metode Pre-experimental One Group Pret-Post test Design yang bertujuan
untuk mengetahui adanya penurunan kecemasan dan peningkatan koping orang tua pasien
anak dengan adanya perilaku caring Swanson. Sampel yang digunakan 14 orang perawat
dengan teknik total sampling dan 47 orang tua pasien dengan teknik purposive sampling.
Variabel independent penelitian ini adalah perilaku caring perawat sedangkan variable
dependentnya kecemasan dan koping orang tua pasien. Responden perawat mendapat
perlakuan intervensi berupa sosialisasi dan bimbingan perilaku caring Swanson sedangkan
responden orang tua mendapatkan intervensi perilaku caring Swanson oleh perawat ruangan
di IRNA Nusa Indah Mardi Waluyo Blitar. Data penelitian ini di olah menggunakan uji
Paired t test. Hasil dan analisa: Hasil menunjukkan bahwa nilai p adalah 0,000 (<0,05). Hal
ini menunjukkan bahwa perilaku caring perawat secara signifikan mampu menurunkan
kecemasan dan meningkatkan mekanisme koping orang tua pasien saat menunggu anak di
rumah sakit. Diskusi dan Kesimpulan: Perilaku caring perawat merupakan etik dan ideal
moral dari keperawatan yang memerlukan kualitas interpersonal dan humanistic. Sehingga
perlu adanya pelatihan caring yang berkelanjutan yang diberikan kepada perawat yang
nantinya berdampak terhadap penurunan kecemasan dan peningkatan mekanisme koping
orang tua.
Kata Kunci: Perilaku Caring Perawat, Kecemasan, Orang Tua Pasien dan Mekanisme
ABSTRACT
Introduction: Hospitalization for children may lead to stress for both children and parents. Parents’
anxiety would elicit a coping mechanism which is required in overcoming stress. One way to minimize the
anxiety and to boost coping is by optimizing the role of nurses in informing and supporting the parents
(caring). Method: In this research, Pre-experimental One Group Pret-Post test Design was used aiming to
identify the decreased anxiety and increased coping in pediatric patients’ parents exposed to Swanson’s
caring behavior. 14 nurses and 47 parents were chosen using total sampling method and purposive
sampling, respectively. The independent variable was the nurse’s caring behavior while the dependent
variables were parents’ anxiety and coping. The nurses of Nusa Indah Mardi Waluyo Blitar inpatient ward
were given intervention beforehand through socialization and guidelines of Swanson caring behavior, while
the parents were given secondhand intervention from the nurses. Research data were processed using
Paired t-test. Result and Analysis: Results showing p = 0.000 (<0.05) means that the nurses were able to
significantly reduce the anxiety and increase the coping of the parents whose children are hospitalized.
Discussion and Summary: Nurse’s caring behavior is the ethical and ideal morality value in nursing which
require interpersonal and humanistic qualities. A continuous training for caring behavior is needed in
nursing as it affects the anxiety and coping mechanism of the parents.
Keywords: Nurse Caring Behavior, Anxiety, Pediatric Patient Parents, and Coping Mechanism
58
59 Jurnal Hesti Wira Sakti, Volume 4, Nomor 1, April 2016. hlm. 58-73
PENDAHULUAN
Hospitalisasi merupakan hal yang
dapat menyebabkan timbulnya stres bagi
anak berkaitan dengan adanya perubahan
lingkungan dan status kesehatan yang
mereka alami. Wong (2004) menjelaskan
bahwa hospitalisasi adalah keadaan krisis
pada saat anak sakit dan dirawat di rumah
sakit sehingga harus beradaptasi dengan
lingkungan rumah sakit. Hal yang sama
dikemukakan oleh Hockenberry, Wilson
dan Winkelstein (2009) bahwa hal utama
yang dapat menyebabkan stress dari proses
hospitalisasi adalah perpisahan dari orang
tua, kehilangan kontrol, serta takut akan
cedera tubuh dan nyeri. Selain pada anak
ternyata orang tua juga mengalami hal
yang sama yaitu perasaan takut, cemas,
rasa bersalah, sedih bahkan sering kali
konflik dihadapi karena harus menunggu
anak di rumah sakit. Anak yang
mengalami cemas selama di rumah sakit
akan mengakibatkan cemas pada orangtua.
Cemas
orang
tua
akan
meningkatkan cemas pada anak (Wong, et.
al; 2009). Respon kecemasan merupakan
perasaan yang paling umum yang dialami
oleh orang tua ketika ada masalah
kesehatan pada anaknya. Hal itu dapat
penduduk
Indonesia
dan
diperkirakan 35 per 100 anak menjalani
hospitalisasi dan 45 % diantaranya
mengalami
kecemasan
(Sumaryoko,
2008). Hal ini juga terjadi di Kota Blitar,
terutama rumah sakit yang menjadi tempat
penelitian yaitu RS Mardi Waluyo Blitar.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
orang tua di RS Mardi Waluyo Blitar
didapatkan
60%menunjukkan
cemas
sedang, 40% menyatakan cemas ringan.
Kecemasan yang terjadi kebanyakan
dikarenakan baru pertama kali anaknya
sakit, kurangya biaya dan kondisi anak.
Sedangkan menurut wawancara dengan
perawat ruang rawat inap anak, sekitar
80% mengatakan beban kerja perawat
ruangan tergantung musim, kadang tinggi
kadang rendah dengan BOR terakhir bulan
Mei sekitar 36,98%. Perawat diruangan
disebabkan oleh beberapa sebab, seperti
penyakit kronis, perawatan (caring) yang
kurang menyenangkan, tingkat ekonomi
keluarga, yang semua itu dapat berdampak
pada proses penyembuhan. Kecemasan ini
dapat meningkat apabila orang tua merasa
kurang informasi terhadap penyakit
anaknya dari rumah sakit terkait sehingga
dapat menimbulkan reaksi tidak percaya
apabila mengetahui tiba-tiba penyakit
anaknya serius (Sukoco, 2002). Salah satu
upaya untuk meminimalkan kecemasan
dan koping orang tua tersebut dengan
mengoptimalkan peran perawat dalam
memberikan informasi dan dukungan
kepada orang tua melalui penerapan
caring. Namun selama ini di beberapa
rumah sakit terutama peran perawat dalam
penerapan caring ini masih belum
maksimal sehingga orang tua masih sering
mengalami kecemasan dan koping yang
maladaptive.
Menurut Smith (2004) hampir 4
juta anak di dunia dalam setahun
mengalami hospitalisasi, 6 % diantaranya
berumur dibawah 7 tahun. Berdasarkan
Survei Kesehatan Nasional (SUSENAS)
tahun 2010 jumlah anak usia prasekolah di
Indonesia sebesar 72 % dari jumlah total
juga hampir 60% tidak mengerti mengenai
caring. Pelatihan dan sosialisasi mengenai
caring juga belum pernah dilakukan
sehingga konsep caring yng dilakukan
masih sesuai pemahaman dari masingmasing perawat.
Peran perawat dalam memberikan
dukungan kepada orang tua saat anak
mengalami hospitalisasi sangat penting.
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang
paling sering berinteraksi dengan anak dan
keluarga
sangat
berperan
dalam
meminimalisasir cemas sebagai dampak
hospitalisasi yang terjadi pada anak dan
keluarga serta membentuk koping yang
positif. Potter dan Perry (2005)
menjelaskan bahwa salah satu peran
perawat yaitu educator dimana perawat
mendemonstrasikan prosedur, memberikan
informasi penting dan mengevaluasi hasil
Maulidya, Penurunan Kecemasan Dan Koping Orang Tua
pembelajaran.
Pemberian
informasi
kepada orangtua dan klien saat
hospitalisasi merupakan salah satu bentuk
dukungan perawat (Sanjari et al, 2009).
Dukungan perawat termasuk dalam
aktifitas caring yang terbagi menjadi
empat macam dukungan yaitu informasi
dan komunikasi, emosional, penilaian dan
instrumental (Skillbeck dan Payne, 2003).
Caring
merupakan
tindakan
yang
diarahkan untuk membimbing, mendukung
individu lain atau kelompok dengan nyata
atau
antisipasi
kebutuhan
untuk
meningkatkan
kondisi
kehidupan
seseorang. Tuiuan dari caring adalah
memberikan rasa aman dan nyaman untuk
menurunkan
kecemasan.
Perawat
hendaknya menyediakan waktu untuk
mendengarkan (listening) keluhan pasien.
Di rumah sakit, caring diartikan sebagai
suatu moral imperative yang artinya
bentuk
moral,
sehingga
dalam
menjalankan perannya perawat harus
terdiri dari orang-orang yang bermoral
baik dan memiliki kepedulian terhadap
kesehatan pasien, yang mempertahankan
martabat dan menghargai pasien sebagai
seorang manusia. Sikap caring diberikan
melalui kejujuran, kepercayaan, dan niat
baik. Caring yang baik oleh perawat dapat
menolong klien untuk meningkatkan
perubahan positif dalam aspek fisik,
psikologis, spiritual, dan sosial. Tetapi
sebaliknya jika caring dirasakan kurang,
maka hal ini cenderung menjadi factor
penyebab kecemasan orang tua terkait
hospitalisasi anak (Dwidiyanti, 2007).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Mariyam, 2008 menunjukkan
menunjukkan bahwa responden yang tidak
mendapatkan perilaku caring perawat
cenderung mengalami kecemasan berat
dibandingkan dengan responden yang
memperoleh perilaku caring dari perawat.
Sehingga peranan caring oleh perawat
dalam hal ini juga penting dalam
meminimalisir kecemasan orang tua
60
Berbagai upaya telah dilakukan
untuk menurunkan tingkat kecemasan
orang tua misalnya dalam penelitian yang
dilakukan oleh Vulcan dan NikulichBarret (1988) meneliti tentang efek dari
jenis penyampaian informasi dengan video
terhadap penurunan kecemasan orang tua
menjelaskan bahwa terdapat perbedaan
tingkat kecemasan pada orang tua yang
mendampingi anak di Rumah Sakit. Mok
dan Leung (2006) dalam penelitiannya
tentang
perawat
sebagai
pemberi
dukungan pada ibu sebagai orang tua anak
yang dirawat di Rumah Sakit menjelaskan
orang tua merasa tenang ketika tim
keperawatan
mampu
memberikan
dukungan sehingga mereka mampu
membentuk koping positif. Koping ini
digambarkan sebagai strategi yang
digunakan oleh seseorang untuk mengatasi
masalah yang dianggap sebagi proses dan
mekanisme
yang
vital.
Sehingga
diharapkan dengan adanya keterlibatan
perawat dalam proses caring dapat
membawa perubahan terhadap kecemasan
dan koping dari orang tua. Menurut teori
“Roy’s Adaptation Model”, menjelaskan 4
(empat) elemen essensial dalam model
adaptasi keperawatan yaitu: manusia,
lingkungan, kesehatan dan keperawatan.
Roy menjelaskan bahwa manusia memiliki
sistem adaptasi terhadap berbagai stimulus
atau stressor yang masuk dalam hal ini
hospitalisasi anak merupakan salah satu
stressor bagi orang tua. Mekanisme koping
merupakan proses penterjemahan stimulus
dengan dua sub system yaitu sub sistem
kognator dan sub sistem regulator. Hasil
dari proses adaptasi akan menghasilkan
respon adaptive atau maladaptive.
Sehingga diharapkan nantinya pada
permasalahan kecemasan dan koping
orang tua perlu dilakukan pengkajian
menyeluruh pada sistem dan sub sistem
yang mempengaruhi sikap orang tua
tersebut
termasuk
peran
perawat,
pengkajian tidak hanya pada orang tua
61 Jurnal Hesti Wira Sakti,Volume 4, Nomor 1, April 2016, hlm 56-73
namun lebih pada interaksi antara perawat,
pasien dan keluarga pasien.
Sedangkan teori caring dari
Kristen M. Swanson menyediakan
kerangka kerja untuk
menemukan
kebutuhan fisik dan psikologis anak yang
berada dalam tatanan klinik. Menurut
Swanson (1999) dalam Tomey dan
Alligood (2006), komponen umum dan
mendasar dari suatu keperawatan yang
baik adalah merawat (caring) seluruh
aspek yang dimiliki oleh klien yang terdiri
atas biopsikososial dan spiritual untuk
mencapai kesejahteraan. Caring itu sendiri
didefinisikan oleh Swanson sebagai suatu
cara pemeliharaan atau pengasuhan orang
lain yang dilakukan oleh seseorang dengan
penuh komitmen dan tanggung jawab.
Swanson (1999) dalam Middle Range
Theory of Caring mendeskripsikan 5
proses caring yaitu (1) komponen
mempertahankan keyakinan (maintaining
belief), (2) komponen pengetahuan
(knowing), (3) Komponen kebersamaan
(being with), (4) komponen tindakan
(doing for and enabling, (5) komponen
memungkinkan (intended client outcome).
Wright & Leahey (2009) mendefinisikan
bahwa intervensi keperawatan meliputi
tindakan
terapeutik
pada
konteks
hubungan perawat-klien yang berdampak
pada individu dan keluarga. Intervensi
tersebut untuk mempengaruhi perubahan
klien dan keluarga, namun keefektifan
dipengaruhi oleh kesesuaian intervensi
yang
dilakukan
dengan
struktur
fisiobiologis spiritual dari klien/keluarga.
Intervensi
keperawatan
menggunakan pendekatan model caring
Swanson belum pernah diterapkan di
Rumah Sakit ini terutama dalam
meminimalisir kecemasan orang tua dan
membentuk mekanisme koping yang
efektif. Saat ini perkembangan teori caring
lebih ke arah tindakan preventif bukan
reaktif. Tanpa adanya tindakan caring ini
memungkinkan hanya ada tindakan
biomedis yang digunakan dalam setiap
perawatan anak dan keluarga dan akan
kehilangan essensi dalam pemenuhan
kebutuhan dasar manusia, dimana caring
merupakan ciri khas profesi keperawatan.
Berdasarkan uraian diatas maka diperlukan
kajian tentang penerapan model Caring
Swanson
oleh
perawat
terhadap
kecemasan dan koping orang tua dalam
merawat
anak
yang
mengalami
hospitalisasi.
BAHAN DAN METODE
Penelitian
ini
menggunakan
rancangan Pre-experimental One Group
Pret-Post test Design. Sampel penelitian
terdiri dari 14 orang perawat dan 47 orang
tua pasien di RS Mardi Waluyo Blitar.
Teknik sampling total dan purposive pada
responden yang memenuhi kriteria inklusi.
Kriteria inklusi perawat sebagai berikut:
Perawat yang tidak menjalani cuti kerja
(cuti tahunan, cuti kerja dan cuti
melahirkan dan ijin belajar), berpendidikan
min DIII, bersedia menjadi responden.
Sedangkan orang tua sebagai berikut:
orang tua yang anaknya dirawat di ruang
rawat anak selama minimal 3 hari dan
pertama kali mengalami hospitalisasi,
orang tua sebagai pendamping utama anak
selama dirawat atau orang tua yang setiap
hari mengunjungi anak selama dirawat,
orang tua mampu membaca dan menulis,
orang tua yang bersedia menandatangani
surat pernyataan kesediaan terlibat dalam
penelitian. Sedangkan kriteria eksklusi:
Terdapat keterbatasan baik fisik, mental
atau kognitif yang dapat mengganggu
penelitian (contoh:gangguan penglihatan
(buta), pendengaran (tuli), dan dimensia),
tidak dapat mengikuti secara penuh saat
pelaksanaan dengan berbagai alasan (drop
out). Data yng diambil berupa data
demografi umum perawat dan orang tua
pasien, data variable yang diukur yaitu
perilaku caring perawat, kecemasan dan
koping orang tua pasien dengan
Maulidya, Penurunan Kecemasan Dan Koping Orang Tua
menggunakan kuisioner. Pengumpulan
data berupa kuisioner Caring Swanson,
kecemasan Zung Self Anxiety Rating Scale
(ZSAS) dan mekanisme koping Revised
Ways of Coping Scale(WCQ-R).
Intervensi dilakukan mulai tanggal
3 Juni sampai 10 Juli 2015 (5 minggu)
melalui tahap sebagai berikut minggu
pertama peneliti memberikan penjelasan
kepada Karu pada tanggal 3 Juni 2015
yang dimulai pukul 08.00-09.00 WIB
mengenai penerapan perilaku Caring
untuk tekhnik observasi dan bimbingan
serta persamaan persepsi. Minggu kedua
tanggal 8-13 Juni 2015 peneliti melakukan
observasi kepada perawat pelaksana
sebanyak satu kali yang didampingi oleh
kepala ruang terutama saat shift pagi
ketika perawat melakukan tindakan dan
menerima pasien pertama kali. Minggu
ketiga peneliti mulai melakukan sosialisasi
tindakan Caring Swanson sebanyak 3 kali
pada tanggal 15, 18 dan 22 Juni 2015 pada
pukul 13.00-14.00 WIB yang berisi materi
penjelasan dan bimbingan metode caring
penerapannya dengan metode ceramah
diskusi dan simulasi. Sebelum dan setelah
sosialisasi dilakukan pretest dan posttest.
Nilai rerata pretest sebesar 51% dan nilai
rerata posttest sebesar 95%, terjadi
peningkatan
nilai
sebesar
44%.
Selanjutnya pada proses bimbingan
dilakukan sebanyak 2 kali terutama pada
saat shift pagi. Bimbingan hanya berupa
pengarahan setelah timbang terima pagi
dan siang, serta praktek langsung ke pasien
yang dilakukan oleh peneliti didampingi
kepala ruang. Selanjutnya pada minggu
keempat tanggal 28 juni-4 Juli 2015
perawat ruangan menerapkan sendiri
tindakan Caring pada klien. Minggu
kelima tanggal 5-10 Juli 2015 peneliti
beserta kepala ruang mulai mengobservasi
perawat pelaksana yang sedang melakukan
proses Caring.
Sedangkan pada responden orang tua
intervensi yang dilakukan adalah mengkaji
tingkat kecemasan dan koping orang tua
62
pasien anak sebelum dan sesudah
dilakukan tindakan Caring oleh perawat
pelaksana mulai tanggal 14 Juni-10 Juli
2015, terutama pada saat dilakukan
tindakan medis dan pada saat kontak
pertama kali dengan perawat selama
anaknya dirawat di rumah sakit. Kemudian
dilanjutkan proses tabulasi dan pengolahan
data.
HASIL
Hasil analisis dari data demografi
14 perawat menunjukkan bahwa perawat
yang bekerja di IRNA Nusa Indah RSUD
Mardi Waluyo Blitar berada pada rentang
usia antara 25-45 tahun sebanyak 13
(92,9%) dan sebagian besar berjenis
kelamin perempuan yaitu 12 (85,7%).
Tingkat pendidikan perawat paling banyak
lulusan DIII yaitu 9 (64,3%) dengan status
terbanyak sudah menikah yaitu 12 (85,7%)
dan lama kerja masih direntang 1-5 tahun
sebanyak 12 (85,7%). Perawat banyak
yang belum mengikuti pelatihan yaitu 13
(92,9%). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar perawat di IRNA
Nusa Indah RSUD Mardi Waluyo Blitar
berada di rentang usia produktif dengan
jenis kelamin terbanyak perempuan,
pendidikan terbanyak lulusan DIII
Keperawatan dengan status
sudah
menikah, lama kerja masih dalam rentang
waktu yang masih singkat dan banayak
yang belum mengikuti pelatihan.
Hasil analisis dari data demografi
orang tua pasien menunjukkan bahwa
orang tua yang menunggu anaknya di
IRNA Nusa Indah RSUD Mardi Waluyo
Blitar sebagian besar berada pada rentang
usia 25-45 tahun sebanyak 43 (91,5%)
dengan jenis kelamin terbanyak adalah
perempuan yaitu 40 (85,1%). Orang tua
pasien rata-rata memiliki anak 1 sebesar
20 (42,6%) dan anak 2 sebesar 21 (44,7%).
Pendidikan sebagian besar lulusan SMA
yaitu 18 (38,3%) dengan pekerjaan ratarata sebagai wiraswasta yaitu 25 (53,2%).
63 Jurnal Hesti Wira Sakti,Volume 4, Nomor 1, April 2016, hlm 56-73
Diagram 5.1 Analisis Perilaku
Caring Perawat sebelum dan sesudah
Sosialisasi perilaku Caring di IRNA Nusa
Indah RSUD Mardi Waluyo Blitar Bulan
Juni-Juli 2015
Diagram 5.2 Analisis Kecemasan Orang
Tua Pasien sebelum dan sesudah adanya
perilaku Caring perawat di IRNA Nusa
Indah RSUD Mardi Waluyo Blitar Bulan
Juni-Juli 2015
Sikap
Diagram 3 Praktik keluarga tentang
pencegahan food borne disease sebelum
dan sesudah pendekatan Calgary Family
Intervention Model (CFIM) bulan MaretApril 2015 Diagram 5.3 Analisis
Mekanisme Koping Orang Tua Pasien
sebelum dan sesudah adanya perilaku
Caring perawat di IRNA Nusa Indah
RSUD Mardi Waluyo Blitar Bulan JuniJuli 2015
Diagram 5.1 menunjukkan sebelum
diberikan intervensi (pretest) sosialisasi
dan bimbingan perilaku caring Swanson
sebagian besar perilaku caring perawat
berada dalam kategori kurang dengan ratarata 57, setelah diberikan intervensi
(posttest) meningkat menjadi baik dengan
rata-rata 65,57. Peningkatan mean sebelum
dan sesudah dilakukan intervensi sebanyak
8 poin. Perubahan perilaku caring perawat
ini didapatkan dengan statistic paired t test
p=0,00 yang menunjukkan ada perubahan
yang signifikan antara sebelum dan
sesudah dilakukan intervensi sosialisasi
dan bimbingan perilaku caring Swanson
oleh peneliti
Diagram 5.2 menunjukkan sebelum
diberikan intervensi (pretest) perilaku
caring oleh perawat sebagian besar
kecemasan orang tua pasien berada dalam
kategori cemas ringan dan sedang dengan
rata-rata 35, setelah diberikan intervensi
(posttest) tetap masih dalam kategori
cemas ringan dan sedang namun dengan
rata-rata 32. Penurunan mean sebelum dan
sesudah dilakukan intervensi sebanyak 3
poin. Menurut hasil statistic dengan
menggunakan paired t test p=0,00
didapatkan adanya perubahan yang
signifikan antara sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi perilaku caring
Swanson oleh perawat.
Diagram 5.3 menunjukkan sebelum
diberikan intervensi (pretest) perilaku
caring oleh perawat sebagian besar koping
orang tua pasien berada dalam kategori
koping adaptive dengan rata-rata 96,25,
setelah diberikan intervensi (posttest) tetap
masih dalam kategori koping adaptive
namun
dengan
rata-rata
95,63.
Peningkatan mean sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi sebanyak 0,38 poin.
Menurut
hasil
statistic
dengan
menggunakan statistic paired t test
p=0,016 didapatkan adanya perubahan
yang signifikan antara sebelum dan
sesudah dilakukan intervensi perilaku
caring Swanson oleh perawat.
PEMBAHASAN
Perilaku caring perawat di IRNA Nusa
Indah RSUD Mardi Waluyo
Hasil penelitian terhadap perilaku
caring perawat pelaksana di IRNA Nusa
Indah RSUD Mardi Waluyo sebelum
mendapatkan sosialisasi menunjukkan
bahwa rata-rata perilaku caring perawat
adalah 57 (47,5%). Interpretasi dari
prosentase ini menunjukkan bahwa
perilaku caring perawat pelaksana di
IRNA Nusa Indah RSUD Mardi Waluyo
masih dikatakan kurang dan penerapannya
masih belum optimal.
Ketidakoptimalan perilaku caring
perawat ini merupakan hal yang kurang
positif bagi pelayanan keperawatan di
rumah sakit karena caring merupakan etik
dan ideal moral dari keperawatan yang
memerlukan kualitas interpersonal dan
humanistic (Tomey&Alligood 2006).
Perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien seharusnya lebih
meningkatkan kepeduliannya pada pasien
Maulidya, Penurunan Kecemasan Dan Koping Orang Tua
dengan cara memberi perhatian, rasa
nyaman, dukungan, kepercayaan yang
ditunjukkan dengan kehadiran, sentuhan
kasih
sayang,
mendengarkan
dan
memahami klien (Potter&Perry, 2009).
Penerapan perilaku caring perawat yang
belum optimal ini terlihat dari hasil
observasi yang dilakukan oleh peneliti
dengan bantuan kepala ruang IRNA Nusa
Indah RSUD Mardi Waluyo. Hasil
observasi menunjukkan bahwa dalam
memberikan
pelayanan
keperawatan
sebagian
besar
perawat
tidak
memperkenalkan diri, tidak menjelaskan
perannya pada pasien, jarang menyediakan
waktu untuk mengkaji masalah yang
dihadapi keluarga pasien, terutama terkait
dengan masalah psikologis, jarang
membantu pasien dan keluarga untuk
kegiatan ibadah dan kurang memberikan
motivasi terhadap masalah yang dihadapi
orang tua pasien. Sebagian juga perawat
masih ada yang kurang memberikan
perhatian penuh pada orang tua pasien dan
tidak menjelaskan prosedur tindakan
keperawatan yang akan dilakukan bahkan
orang tua disuruh melakukan sendiri
maupun
tanpa
adanya
penjelasan
mengenai proses penyakit.
Perilaku caring perawat yang
masih belum optimal ini juga bisa
disebabkan oleh factor pemahamam
perawat. Pemahaman perawat tentang
perilaku caring dapat diperoleh salah
satunya melalui pelatihan, karena pelatihan
merupakan metode terorganisasi yang
memastikan bahwa seseorang mempunyai
pengetahuan dan ketrampilan untuk tujuan
khusus yaitu mereka mendapatkan
pengetahuan yang dibutuhkan untuk
melakukan tugas kerja (Marquis&Huston,
2010). Perawat pelaksana di IRNA Mardi
Waluyo Blitar sebagian besar jarang
mengikuti pelatihan, sehingga kurang
mendapat informasi, semakin banyak
informasi yang didapatkan semakin
banyak pengetahuan yang diperoleh.
Belum optimalnya perilaku caring perawat
64
ini juga dapat mempengaruhi kualitas
pelayanan keperawatan yang diberikan
pada pasien. Oleh karena itu penerapan
perilaku caring perawat ini perlu
mendapatkan perhatian khusus dan
pengelolaan yang lebih baik dari rumah
sakit. Perilaku caring dapat diterapkan
dengan baik, bila perawat memiliki
pemahaman yang baik tentang perilaku
caring tersebut.
Begitu juga dengan lama kerja
menurut Arichman (2005) menyatakan
bahwa pengalaman kerja seseorang akan
menentukan bagaimana seorang perawat
menjalankan fungsinya sehari-hari, karena
semakin lama perawat bekerja maka akan
semakin terampil dan berpengalaman
dalam menghadapi masalah. Sedangkan
masa kerja yang belum cukup lama akan
menimbulkan hal kurang baik terhadap
pekerjaan karena masih belum mengenal
dan menghayati pekerjaannya. Hal ini
Menurut peneliti sesuai karena sebagian
besar lama kerja perawat masih tergolong
singkat sekitar 1-5 tahun, hal ini
menentukan bagaimana perawat tersebut
dalam bekerja. Perawat ruangan masih
belum memahami benar makna fungsi
caring yang memang seharusnya dilakukan
perawat terhadap pasien.
Faktor
usia
juga
bisa
mempengaruhi, menurut Siagian (2009)
menyatakan bahwa usia mempunyai kaitan
erat
dengan
kinerja
seseorang,
berhubungan dengan tingkat kedewasaan
psikologis yang nantinya akan menentukan
kematangan individu dalam mengambil
keputusan.. Hal ini sesuai dengan data
penelitian bahwa sebagian besar pada
rentang usia produktif 25-45 tahun. Usia
tersebut termasuk usia dewasa awal
dimana seseorang akan bertanggungjawab
menjalankan perannya sebagai perawat.
Sedangkan hasil penelitian terhadap
perilaku caring perawat pelaksana di
IRNA Nusa Indah RSUD Mardi Waluyo
setelah
mendapatkan
sosialisasi
menunjukkan bahwa rata-rata perilaku
65 Jurnal Hesti Wira Sakti,Volume 4, Nomor 1, April 2016, hlm 56-73
caring perawat adalah 65.57 (54,64%)
dimana masih dalam kategori baik.
Meskipun sudah ada peningkatan 8 poin
namun masih belum mencapai sangat baik.
Hasil penelitian ini menunjukkan ada
perbedaan yang signifikan antara perilaku
caring perawat sebelum dan sesudah
mendapatkan sosilaisasi perilaku caring p
value= 0,000.
Peningkatan penerapan perilaku
caring perawat ini didukung oleh adanya
pelatihan yang diberikan kepada perawat.
Hasil test kognitif perilaku caring perawat
pelaksana di IRNA Nusa Indah RSUD
Mardi Waluyo menunjukkan peningkatan
rerata yaitu rerata nilai pre test sebesar
50.71 dan posttest sebesar 95.71. Pelatihan
merupakan salah satu instrumen yang
paling efektif untuk meningkatkan kinerja
dan produktivitas kerja pegawai dalam
suatu organisasi. Sedangkan menurut
Marquis&Huston (2010) bahwa pelatihan
didefinisikan sebagi metode terorganisasi
yang memastikan bahwa seseorang
mempunyai pengetahuan dan keterampilan
yang dibutuhkan untuk keperluan kerja.
Hal ini juga sesuai dengan penelitian
Glembocki & Dunn (2010) tentang
membangun budaya caring melalui
pelatihan, didukung juga oleh penelitian
Sutriyani (2009), Muttaqin (2008) yang
menyatakan adanya peningkatan perilaku
caring sebelum dan sesudah pelatihan dan
bimbingan caring. Sehingga menurut
peneliti, dengan melihat hasil test kognitif
dan didukung oleh beberapa sumber
bahwa pelatihan yang diberikan ini salah
satu factor sangat mempengaruhi terhadap
adanya peningkatan perilaku caring yang
dilakukan oleh perawat. Peningkatan ini
memungkinkan perawat untuk dapat lebih
meningkatkan kesadaran dan motivasi
serta percaya diri saat menerapkan caring.
Perawat dapat menerapkan caring dengan
optimal apabila adanya bimbingan yang
maksimal dan supervise yang rutin supaya
perawat terbiasa dan menjadikan caring
sebagai budaya dalam pemberian asuhan
keperawatan.
Menurut
Notoatmojo
(2005)
pendidikan adalah proses penyampaian
informasi
kpada
seseorang
untuk
mendapatkan perubahan perilaku sehingga
semakin tinggi tingkat
pendidikan
seseorang akan semakin kritis, logis dan
sistematis
cara
berfikir
sehingga
meningkat pula kualitas kinerjanya. Selain
itu semakin tinggi pendidikan seseorang
maka akan semakin mudah menerima atau
menyesuaikan dengan hal baru. Hal ini
cukup beralasan karena ada factor yang
mengganggu diantaranya pendidikan ratarata minimal DIII. Sehingga ini juga
memungkinkan perawat sudah mampu
berpikir kritis dan mau diajak berubah.
Peningkatan ini dapat terlihat dari perilaku
perawat dalam penerapan 5 karatif caring
Swanson, terutama masalah knowing,
being with dan enabling. Knowing
(pengetahuan) adalah memahami makna
dalam kehidupan orang lain, menghindari
asumsi, memfokuskan pada orang yang
dirawat, mencari petunjuk, mengkaji halhal terkait dan berhubungan dengan orang
yang terdekat dengan klien, perawat
mengkaji tingkat kecemasan klien (orang
tua) dan manifestasi klinis dari kecemasan
tersebut serta perawat mengkaji siapa
sajakah orang-orang terdekat dengan orang
tua dan dukungan yang bisa dilakukan
(Tomey&Alligood,2006). Menurut hasil
observasi item knowing dalam caring
Swanson mengalami peningkatan terutama
dalam hal memberikan informasi tentang
penyakit,
kondisi
pasien
maupun
pemberian pendidikan kesehatan kepada
keluarga pasien. Perawat mulai menyadari
pentingnya pemberian informasi ini untuk
menurunkan tingkat kecemasan orang tua.
Selanjutnya being with (bersama
klien) yaitu berbeda secara emosional
dengan orang lain. Hal ini meliputi
keberadaannya sebagai seorang individu
yang berbeda dengan orang lain,
Maulidya, Penurunan Kecemasan Dan Koping Orang Tua
mengkomunikasikan
keberadaannya,
berbagi rasa tanpa menyusahkan orang
lain, perawat memberikan perhatian
kepada klien (orang tua), mendengarkan
masalah yang dihadapi klien serta
bersama-sama merumuskan bagaimana
mengatasi
masalah
tersebut
(Tomey&Alligood, 2006). Menurut hasil
observasi setelah diberikan intervensi item
being
with
ini
juga
mengalami
peningkatan yaitu perawat mulai bersedia
memperkenalkan diri, tidak menjelaskan
perannya pada pasien, menyediakan waktu
untuk mendengarkan keluhan keluarga
pasien dan memberikan perhatian penuh
pada orang tua pasien
Item
selanjutnya
enabling
(memberdayakan) yaitu memfasilitasi
orang lain melalui transisi kehidupan dan
kejadian yang tidak dikenal dengan
memfokuskan
kejadian,
menginformasikan,
menjelaskan,
mendukung,
memvalidasi
perasaan,
mencari alternatif, berpikir fokus dan
memberikan umpan balik. Perawat
memberikan kesempatan orang tua untuk
melaksanakan perannya sebagai orang tua
merawat anak yang sakit dengan
pendampingan
perawat
sehingga
kebutuhan tentang informasi, membuat
keputusan dan lain-lain dapat difasilitai
oleh orang tua (Tomey&Alligood, 2006).
Menurut hasil observasi pada item ini
setidaknya perawat mulai memberikan
kesempatan orang tua untuk melaksanakan
perannya dan memberikan motivasi baik
kepada pasien maupun keluarga sudah
menunjukkan adanya peningkatan.
Watson dalam Tomey & Alligood
(2006)
menyatakan
bahwa
caring
merupakan upaya untuk melindungi,
meningkatkan
dan
menjaga
atau
mengabdikan rasa kemanusiaan dengan
membantu orang lain mencari arti dalam
sakit, penderitaan dan keberadaanya serta
membantu orang lain untuk meningkatkan
pengetahuan dan pengendalian diri.
Sehingga menurut peneliti poin terpenting
66
dari perilaku caring ini adalah perilaku
yang harus tumbuh dari dalam diri perawat
dan berasal dari hati perawat yang
terdalam dan caring ini tidak hanya
memperlihatkan apa yang dikerjakan
perawat yang bersifat tindakan fisik, tetapi
juga mencerminkan ketulusan perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien.
Kecemasan Orang Tua Pasien di IRNA
Nusa Indah RSUD Mardi Waluyo
Hasil penelitian diperoleh rata-rata
kecemasan orang tua sebelum diberikan
intervensi adalah 35,10 dan rata-rata
sesudah adalah 32,27 dimana masih dalam
kategori cemas ringan dan sedang. Hasil
uji statistic menggunakan paired t-test
didapatkan hasil p value 0,000 dimana
menunjukkan terdapat perbedaan yang
signifkan pengaruh intervensi caring
perawat terhadap penurunan kecemasan
dalam merawat anak yang berada di rumah
sakit.
Potter
dan
Perry
(2005)
menjelaskan bahwa salah satu peran
perawat yaitu educator dimana perawat
mendemonstrasikan prosedur, memberikan
informasi penting dan mengevaluasi hasil
pembelajaran.
Pemberian
informasi
kepada orangtua dan klien saat
hospitalisasi merupakan salah satu bentuk
dukungan perawat (Sanjari et al, 2009).
Dukungan perawat termasuk dalam
aktifitas caring yang terbagi menjadi
empat macam dukungan yaitu informasi
dan komunikasi, emosional, penilaian dan
instrumental (Skillbeck dan Payne, 2003).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya
caring perawat yang berupa dukungan ini
sangat membantu dalam menurunkan
kecemasan orang tua.
Caring yang baik oleh perawat
dapat menolong klien untuk meningkatkan
perubahan positif dalam aspek fisik,
psikologis, spiritual, dan sosial. Tetapi
sebaliknya jika caring dirasakan kurang,
maka hal ini cenderung menjadi factor
penyebab kecemasan orang tua terkait
67 Jurnal Hesti Wira Sakti,Volume 4, Nomor 1, April 2016, hlm 56-73
hospitalisasi anak (Dwidiyanti, 2007).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Mariyam, 2008 menunjukkan
menunjukkan bahwa responden yang tidak
mendapatkan perilaku caring perawat
cenderung mengalami kecemasan berat
dibandingkan dengan responden yang
memperoleh perilaku caring dari perawat.
Setiap orang tua yang anaknya
sakit akan mengalami kecemasan akibat
perubahan biopsikososial begitu juga
dengan responden dalam penelitian ini
mengalami kecemasan meskipun bukan
kategori cemas berat. Ada beberapa factor
yang mempengaruhi tingkat kecemasan
orang tua diantaranya adalah factor
intrinsik dan factor ekstrinsik. Namun
responden dalam penelitian ini mengalami
kecemasan dikarenakan oleh factor antara
lain orang tua baru pertama kali membawa
anaknya ke rumah sakit, orang tua
khawatir biaya perawatan di rumah sakit,
cemas dengan gejala yang tampak pada
anak, kondisi anak yang tidak segera
membaik, dan adanya tindakan invasive
yang dilakukan oleh perawat. Kecemasan
orang tua ini akan terlihat dari tanda dan
gejala yang tampak.
Menurut Hawari (2009) tanda dan
gejala kecemasan pada setiap orang
bervariasi.
Keluhan
yang
sering
dikemukakan oleh responden dalam
penelitian ini, saat mengalami kecemasan
secara umum antara lain gejala psikologi,
gangguan pola tidur, gangguan konsentrasi
dan gangguan somatic. Kecemasan dapat
diekspresikan secara langsung melalui
perubahan fisiologis dan perilaku yang
secara tidak langsung melalui timbulnya
kecemasan
(Kaplan&Sadock,
1998).
Dimana dalam penelitian ini kecemasan
responden dilihat dengan menggunakan
instrument
untuk kecemasan yang
dimodifikasi dari Z-RAS (Zung rating
anxiety Scale) yang terdiri dari 20
pertanyaan dengan rentang skor 20-80.
Usia tersebut termasuk usia dewasa
dimana lebih sering mengalami gangguan
kecemasan dan kecemasan lebih sering
terjadi pada wanita (Krasucki1998).
Kecemasan seseorang yang muncul karena
factor usia berkaitan dengan sedikit
banyaknya pengalaman masa lalu terhadap
hal yang sama yang bisa menyebabkan
kecemasaan, sehingga pada usia tua
kecemasan lebih ringan dibandingkan
dengan usia muda (Kaplan&Sadock,
2007). Berbeda dengan (Stuart&Sundeen,
1998) menyatakan bahwa usia tua lebih
rentan
mengalami
kecemasan
dibandingkan muda karena orang tua
mengalami penurunan status kesehatan.
Hal diatas sesuai bahwa sebagian besar
usia orang tua pasien dalam rentang 25-45
tahun dimana kecemasan yang dialami
masih tergolong ringan dan sedang dan
wanita cenderung lebih mudah mengalami
kecemasan karena wanita perasaannya
lebih sensitive daripada laki-laki.
Selain
itu
sebagian
besar
pendidikan orangtua adalah SMA.
Pendidikan mempengaruhi proses belajar
seseorang sehingga cenderung lebih
mudah memperoleh banyak informasi dari
perawat (Notoatmojo, 2007). Tingkat
pendidikan yang tinggi pada seseorang
akan membentuk pola yang lebih adaptif
terhadap kecemasan. Namun menurut Gass
dan Curiel (2011) menjelaskan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan maka
semakin tinggi pula tingkat kecemasan.
Sehingga tidak selalu penurunan tingkat
kecemasan ini dikarenakan tingkat
pendidikan tinggi namun tidak menutup
kemungkinan
orang
tua
yang
berpendidikan sarjana biasanya lebih
cemas karena mereka memikirkan hal-hal
yang mereka ketahui akan terjadi dan
menambah masalah yang ada. Hal ini
tergantung dari bagaimana individu
menyikapi setiap permasalahan yang ada
Maulidya, Penurunan Kecemasan Dan Koping Orang Tua
Mekanisme Koping Orang Tua Pasien
di IRNA Nusa Indah RSUD Mardi
Waluyo
Hasil penelitian diperoleh rata-rata koping
orang tua sebelum diberikan intervensi
adalah 95,25 dan rata-rata sesudah adalah
95,63 dimana masih dalam kategori
koping yang adaptive. Hasil uji statistic
menggunakan paired t-test didapatkan
hasil p value 0,016 dimana menunjukkan
terdapat perbedaan yang signifikan
pengaruh intervensi caring perawat
terhadap peningkatan koping dalam
merawat anak yang berada di rumah sakit.
Namun peningkatan ini sangat kecil sekali,
kebanyakan responden memiliki koping
yang sama antara sebelum dan sesudah
intervensi. Koping merupakan berbagai
usaha yang dilakukan individu untuk
menanggulangi stress yang dihadapi
(Stuart,2009). Perawat dalam proses caring
dalam hal ini sangat terlibat dalam
meminimalkan stress yang dihadapi oleh
orang tua pasien sehingga merubah koping
dari maladptive menjadi adaptive.
Menurut Bell dalam Rasmun
(2001) membagi koping menjadi dua yaitu
koping jangka panjang dan koping jangka
pendek. Koping jangka panjang adalah
cara yang efektif dan realistic untuk
menangani masalah dalam kurun waktu
yang lama contohnya berbicara dengan
orang lain tentang masalah yang dihadapi,
mencoba mencari informasi lebih banyak,
melakukan latihan fisik. Sedangkan koping
jangka
pendek
digunakan
untuk
mengurangi stress dalam waktu jangka
pendek dengan menggunakan alcohol,
obat, bercanda melamun banyak tidur,
beralih pada aktivitas lain, makan dan
minum. Sehingga dalam hal ini sangat
penting peran perawat menerapkan caring
dalam mengurangi stress dan membentuk
oping jangka panjang, terutama pada poin
being with (bersama klien) yaitu berbeda
secara emosional dengan orang lain. Hal
ini meliputi keberadaannya sebagai
seorang individu yang berbeda dengan
68
orang
lain,
mengkomunikasikan
keberadaannya, berbagi rasa tanpa
menyusahkan orang
lain.
Perawat
memberikan perhatian kepada klien (orang
tua), mendengarkan masalah yang
dihadapi klien serta bersama-sama
merumuskan
bagaimana
mengatasi
masalah tersebut.
Menurut teori “Roy’s Adaptation
Model”, menjelaskan 4 (empat) elemen
essensial
dalam
model
adaptasi
keperawatan yaitu: manusia, lingkungan,
kesehatan dan keperawatan. Roy (1999)
menjelaskan bahwa manusia memiliki
sistem adaptasi terhadap berbagai stimulus
atau stressor yang masuk dalam hal ini
hospitalisasi anak merupakan salah satu
stressor bagi orang tua. Orang tua harus
mampu beradaptasi sehingga mampu
menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
Mekanisme koping merupakan proses
penterjemahan stimulus dengan dua sub
system yaitu sub sistem kognator dan sub
sistem regulator. Hasil dari proses adaptasi
akan menghasilkan respon adaptive atau
maladaptive.
Menurut
Wong
(2009)
mengungkapkan bahwa salah satu
mekanisme koping yang digunakan oleh
seseorang adalah perilaku mengatasi
masalah
(Approach
behaviour).
Responden dalam penelitian sebagian
besar menggunakan pendekatan ini
misalnya menanyakan informasi yang
berkenaan dengan diagnosis dan kondisi
anak, mencari pertolongan dan dukungan
orang lain, mengambil hikmah dari setiap
masalah, merencanakan tindakan yang
terbaik
untuk
kesembuhan
anak,
mengungkapkan perasaan , dan menerima
dengan ikhlas serta berdoa semoga
permasalahan segera teratasi. Semua ini
dapat diidentifikasi dengan menggunakan
alat ukur Revised Ways of Coping Scale
(WCQ-R) menurut Lazarus dan Folkman
yang terdiri dari 39 pertanyaan dengan 8
strategi koping dengan rentang skor 39156.
69 Jurnal Hesti Wira Sakti,Volume 4, Nomor 1, April 2016, hlm 56-73
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
bahwa kecemasan yang dialami orang tua
masih dalam rentang kategori cemas
ringan dan sedang sehingga koping yang
dialaminya pun masih tergolong adaptive.
Rasmun (2001) mengungkapkan koping
yang efektif menghasilkan adaptasi yang
menetap yang merupakan kebiasaan baru
dan perbaikan dari situasi yang lama.
Individu
sewaktu-waktu
mengesampingkan ingatan-ingatan yang
menyakitkan.
Videback
(2008)
mengungkapkan koping ini biasanya
diterapkan bergantung tingkat kecemasan
yang dialami, jika seseorang berada pada
pada tingkat kecemasan ringan maka akan
menerapkan koping yang adaptive
sebaliknya jika seseorang menerapkan
maladaptive maka individu berada pada
kecemasan yang berat bahkan panic.
Menurut Mutadin (2002) bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi strategi
mekanisme koping antara lain, keyakinan
atau pandangan positif dimana keyakinan
menjadi sumber daya psikologis yang
sangat penting, ketrampilan memecahkan
masalah dimana ketrampilan ini meliputi
kemampuan
mencari
informasi,
menganalisa
situasi
mengidentifikasi
masalah dengan tujuan untuk mencari
alternative tindakan, dukungan social
meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan
informasi dan emosional pada individu dan
materi meliputi uang, barang atau layanan
yang dapat dibeli. Sehingga dari beberapa
hal diatas peneliti menyimpulkan begitu
sangat berarti peranan seorang perawat
dalam pemberian asuhan keperawatan
berbasis
caring
Swanson.
Kelima
komponen caring Swanson maintaining
belief
(mempertahankan
keyakinan)
dimana membantu dalam mempertahankan
keyakinan atau memberi pandangan yang
positif untuk bersikap optimis , knowing
(pengetahuan)
dimana
membantu
memberikan informasi, being with
(bersama klien) dimana membantu
memecahkan masalah dan memberikan
dukungan yang terbagi menjadi empat
macam dukungan yaitu informasi dan
komunikasi, emosional, penilaian dan
instrumental, doing for (melakukan
intervensi)
dan
enabling
(memberdayakan).
SIMPULAN DAN SARAN
Adanya sosialisasi dan bimbingan
perilaku caring Swanson oleh peneliti
meningkatkan perilaku caring perawat di
IRNA Nusa Indah Mardi Waluyo Blitar,
adanya penurunan kecemasan dan
peningkatan koping orang tua pasien
setelah dilakukan perilaku caring Swanson
oleh perawat di IRNA Nusa Indah RSUD
Mardi Waluyo Blitar
Berdasarkan hasil penelitian diharapak
pihak rumaha sakit melakukan supervise
yang
rutin
terhadap
pelayanan
keperawatan yang diberikan perawat
terutama yang terkait dengan perilaku
caring perawat,m enjadikan caring sebagai
budaya dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dan membuat
slogan maupun poster pentingnya perilaku
caring, meningkatkan kemampuan perawat
khususnya dalam professional caring
melalui pendidikan informal dengan
melakukan pelatihan dan bimbingan secara
rutin dan terjadwal serta mengikutsertakan
perawat pelaksana dalam setiap pelatihan
untuk update informasi dan bagi peneliti
selanjutnya perlu adanya penelitian
lanjutan tentang pengaruh perilaku caring
perawat dengan waktu yang lebih lama,
sehingga dapat terlihat peningkatan atau
perubahan tersebut bisa melekat pada diri
perawat, perlu ada penelitian lanjutan
tentang penerapan perilaku caring terhadap
pelayanan keperawatan dengan metode
kuantitatif menggunakan control atau
dengan metode kualitatif sehingga dapat
dipastikan hasil ini lebih objectif dan
mengurangi bias.
Maulidya, Penurunan Kecemasan Dan Koping Orang Tua
DATAR RUJUKAN
Al-Akour NA, et al. (2013). Perception of
Jordnian mothers to nursing support
during their children hospitalization.
Journal Clinic Nurse. 22(1-2): 233-9.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme
d?term=Perception%20of%20Jordni
an%20mothers%20to%20nursing%2
0support%20during%20their%20chil
dren%20hospitalization%5Ball%5D
&cmd=correctspelling
Alimul Hidayat, (2005), Metode Penelitian
Keperawatan dan Teknik Analisa
Data, Jakarta : Salemba Medika
Apriany, D. (2013). Hubungan antara
Hospitalisasi Anak dengan Tingkat
Kecemasan Orang Tua. Jurnal
Keperawatan Soedirman, vol 8 No 2.
Ball, W. J. & Bindler, C. R. (2003).
Pediatric nursing caring for children.
Pearson: New Jersey
Daniel, F., et al. (2007). Psychometric
properties
of the
State–Trait
Inventory for Cognitive and Somatic
Anxiety (STICSA): Comparison to
the State–Trait Anxiety Inventory
(STAI). American Psychological
Association Journal, 4, 369–381
Dahlan, M.S. (2010). Besar Sampel dan
Cara Pengambilan Sampel dalam
Penelitian
Kedokteran
dan
Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika
Dharma, K.K. (2011). Metodologi
penelitian keperawatan ; Panduan
melaksanakan dan menerapkan hasil
penelitian. Jakarta : Trans Info
Medika
Dwidiyanti, M. (2007). Caring kunci
sukses perawat mengamalkan ilmu.
Semarang: Hasani
Efendy, Masruri. 2011. Kecemasan Orang
Tua yang Anaknya Dirawat di
Rumah Sakit. Diakses pada tanggal 2
Februari
2015.
http://fendyahya.blogspot.com/2011/
03/kecemasan-orang-tua-yanganaknya.html
70
Friedman, Marylin M., Bowden, V.R., &
Jones, E.G. (2010). Buku Ajar
Keperawatan keluarga Riset, Teori &
Praktik. Alih bahasa, Achir Yani S.
Hamid, dkk ; Editor Edisi Bahasa
Indonesia, Estu Tiar. – Ed.5- Jakarta
: EGC.
Glembocki, M. M., & Dunn, K.S. (2010).
Building an organizational culture of
caring: Caring Perceptions enhanced
with education. The Journal of
Continuing Education in Nursing •
Vol
41,
No
12.
http://proquest.umi.com/pqdweb?SQ
=caring+behavior+and+patient+satis
f action&DBId1. Diperoleh 28 Mei
2015.
Hallstroom, I., Runesson, I. & Elander, G.
(2002) Observed parental needs
during their child’s hospitalization.
Journal of Pediatric Nursing, 17,
140-148
Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2009).
Essensial of Pediatric Nursing. St
Louis: Mosby year book.
Hunsberger, Mabel. (2000). The Effect Of
Introducing Parents Of Hospitalized
Children To The Nursing Mutual
Participation Model Of Care A
Randomized
Controlled
Trial.
Canada: University of Waterloo
Krasucki, C., Howard, C. & Mann.
A.(1998 Februari) The relationship
between anxiety disorders and age.
Geriatry
Psychiatry
Journal.
13(2):79-99
Kaplan, H.I. Saddock, B.I., 2007. Mood
Disorder. In Synopsis of Psychiatry.
Baltimore: William and Wilkins
2007, 288-303
Keliat, B.A. (1999). Penatalaksanaan
Stress. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran: EGC.
Lazarus R.S, Folkman S. (1984). Stress,
appraisal, and coping. New York :
Springer Publishing Company
Lau W. K. Bernard & Tse W.C. Wilson.
Psychological effects of physical
71 Jurnal Hesti Wira Sakti,Volume 4, Nomor 1, April 2016, hlm 56-73
illness and hospitalisation on the
child and the family. J.H.K.C.
Psychology. (1993) 3, 9-18.
Liliweri Alo. (2002). Makna budaya dalam
komunikasi
antar
budaya.
Yogyakarta : KLIS
Melynk, B.M. (2000). Intervention studies
involving parents of hospitalized
young children: an analysis of the
past and future recommendation.
Journal of sPediatric Nursing, 15, 412
Mok, E. L. (2006). Nurses as providers of
support for mothers of Premature
Infant. Journal of Clinical Nursing
15, 726-734.
Marquis, B.I., & Huston, C.j. (2010).
Kepemimpinan dan manajemen
keperawatan: Teori dan aplikasi.
Jakarta:EGC.
Maryam. Arif K. (2008). Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan Tingkat
Kecemasan Orang Tua Terkait
Hospitalisasi Anak Usia Toddler di
BRSD RAA Soewonso Pati. Jurnal
Keperawatan.Vol 1 No. 2, 38-56
Miller, dkk. (2004). Responding to the
needs of children with chronic health
care in an era of health service
perform. Journal of Canadian
Medical Assosiation
Muttaqin, Z. (2008). Pengaruh pelatihan
supervisi pada kepala ruangan
terhadap perilaku caring perawat
pelaksana di ruang rawat inap RSUD
Kabupaten Cianjur. Tesis. Program
Magister
FIK
UI.
Tidak
diperjualbelikan
Naviati, E. (2011). Hubungan Dukungan
Perawat dengan Tingkat Kecemasan
Orang Tua di Ruang Rawat Anak
RSAB Harapan Kita Jakarta. Thesis
FIK UI.s
Notoatmojo, S., 2003. Perilaku dan
pendidikan kesehatan. Jakarta: PT.
Rineka Cipta
Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan
metodologi
penelitian
ilmu
keperawatan: Pedoman skripsi, tesis,
dan
instrumen
penelitian
keperawatan.
Jakarta:
Salemba
Medika.
Nursalam, 2013. Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:
Salemba Medika
Phelan J, Grupp, et al. (2003). Depression
in mothers of children presenting for
emergency and primary care: impact
on mothers' perceptions of caring for
their children. Journal Ambul
Pediatric.
(3);
142-6
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme
d/?term=Depression+in+mothers+of
+children+presenting+for+emergenc
y+and+primary+care%3Aimpact+on
+mothers+perceptions+of+caring+fo
r+their+children+%28GruppPhelan+et+al+2003%29
Poott, N. & Mandleco, B.L. (2007).
Pediatric Nursing: Caring for
Children and their families (2nd ed).
United States: Thomson-Delmar
learning.
Potter, Patricia. A & Perry, Anne. G.
(2005).Buku Ajar Fundamental
Keperawatan I. Jakarta: EGC
Pujiastutik. (2008). Tingkat kecemasan
orang tua terhadap anak yang
mengalami hospitalisasi di ruang
Mawar RSI Gondolegi Malang.
http://skripsi.umm.ac.id/files/disk1/2
94/jiptummpp-gdl-s1-2008pujiastuti-14678-PENDAHUL-N.pdf
Rasmun, 2001. Stress, koping dan
adaptasi, Sagung seto, Jakarta.
Sanjari, M., & Fatemah, S. e. (2009).
Nursing Support For Parents of
Hospitalized Children. Issues in
Comprehensive Pediatric Nursing,
120-130.
Sartika, Nanda. (2011. Konsep Caring.
Diambil
dari
http://www.pedoman.news.com.
Maulidya, Penurunan Kecemasan Dan Koping Orang Tua
Diakses pada 10 Desember 2014
pukul 16.10 pm
Sastroasmoro & Ismael. (2010). Dasardasar metodologi penelitian klinis.
Jakarta: Sagung seto.
Scott . et.al. (2010, September). Anxiety
responses of parents during and after
the hospitalization of their 5-to 11year-old
children.
Psychology
Media. 2010 Sep;40(9):1495-505
Shields, L., Kristersson-Hallstroom, I. &
O’Callaghan, M. (2003). An
examination of the needs of parents
of hospitalized children : comparing
parent’s and staff’s perception.
Scandinavian Journal of Caring
Sciences, 17, 176-184.
Siagian, S.P. (2009). Manajemen sumber
daya manusia. Jakarta: Bumi Aksara
Skillbeck, J., & Payne, S. (2003).
Emotional Support and The Role of
Clinical Nurse Specialist in Palliative
Care. Blackwell Journal, 521-530.
Stuart, G.W. & Sunden, J. (2009).
Principles and practice of psychiatric
nursing. St Louis: Mosby.
Stratton, M. K. (2004). Parents
experiences of their child’s care
during hospitalization. Journal of
cultural diversity. Vol. 11, No. 1
Sukoco, N. B. (2002). Identifikasi tingkat
kecemasan klien yang diopname
lebih dari satu minggu di ruang A
dan D BRSD Kepanjen Malang.
Diambil dari http: // www. Digilib,
ltb. Ac. ld. Pada tanggal 18
Desember 2014. Malang
Sutriyanti. (2009). Pengaruh pelatihan
perilaku caring perawat terhadap
kepuasan pasien di ruang rawat inap
RSUD Curup Bengkulu. Program
Magister FIK UI. Tesis. Tidak
diperjualbelikan.
Smith EM. (2000). Maternal stress during
hospitalization of the adopted child.
Journal Maternal Child Nurs. 25
(1):37-42.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme
72
d/?term=Maternal+stress+during+ho
spitalization+of+the+adopted+child+
%28Smith+EM%2C+2000%29
Sumaryoko.(2008). Hubungan Tingkat
Pendidikan
Dengan
Tingkat
Pengetahuan Perawat Tentang Terapi
Bermain Pada Anak Di Rumah Sakit
Se Wilayah Boyolali. Surakarta :
Universitas
Muhammadiyah
Surakarta
Tehrani, Hasan, et al. (2012). Effects of
stress on mothers of hospitalized
children in a hospital in iran. Iran
Journal Child Neurologi. 6 (4):39-45.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme
d/?term=Effects+of+stress+on+moth
er+of+hospitalized+children+in+a+h
ospital+in+Iran+%28Tayebeh+Hsan
+Tehrani+et+al%2C+2012%29.
Theofanidis. D., (2006). Chronic illness in
childhood: Psychosocial adaptation
and nursing support for the child and
family. Issue 2 Health Science
Journal.
April
3,
2011.
http://www.hsj.gr/volume1/issue2/iss
ue02_rev01.pdf
Tiedeman, M. E. (1997). Anxiety
Responses of Parents During and
After the Hospitalization of Their 5to 11-Year-Old Children. Journal of
Pediatric Nursing, Vol 12 No 2.
Tommey,A.M., &Alligood, M.R. (2006).
Nursing theorists and their work.
(6thedition). St. Louis: Mosby
UBM Medica Psychiatric Times Hamilton
Anxiety Scale. (n.d.) April 1, 2011
https://member.cmpmedica.com/inde
x.php?referrer=http://member.cmpm
edica.com/cga.php?assetID=186&ref
errer=http://www.psychiatrictimes.co
m/clinical-scales/anxiety/.
Undang Undang no 36 tahun 2009.
Perlindungan anak. 21 April 2011.
http://focalpointgender.kejaksaan.go.
id/downloads/undang2/UU%20No%
2029%20tahun%202009%20PERLI
NDUNGAN%20ANAK.pdf
73 Jurnal Hesti Wira Sakti,Volume 4, Nomor 1, April 2016, hlm 56-73
Valizadeh L, et al. (2012). Importance and
Availability of Nursing Support for
Mothers in NICU: A Comparison of
Opinions of Iranian Mothers and
Nurses. Iran Journal Pediatric. 22
(2):
191-6.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme
d/?term=Importance+and+availabilit
y+of+Nursing+Support+for+Mother
+in+Comparison+of+Opinion+of+Ir
anian+Mothers+and+Nurses+%28Le
lla+Valdlzadeh%2C+2012
Vulcan, B.M., & Niculich-Barret, N.
(1988). The effect of select
information on mother’s anxiety
level
during
their
children’s
hospitalization. Journal of Pediatric
Nursing, 3(2):97-102. April 4, 2011.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme
d
Watson, Jean. (2009). Assesing and
Measuring Caring in Nursing and
Health Sciences. LLC: Springer
Publishing Company
Wolf, Z R, et al. (2006). The Caring
Behaviors Inventory for Elders,
development
and
psychometric
characteristics. International Journal
for Human Caring. 10 (1) 49-59
Wong, D.L. (2004). Pedoman klinis:
keperawatan pediatric. Edisi 4. (Alih
bahasa: Ester. M). Jakarta: EGC.
Wong & Hockenberry. (2003). Nursing
care Of Infant and Children. 7 ed. St.
Louise,
London,
Philadelphia,
Sydney, Toronto: Mosby An Affilite
Of Elsevier Science
Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson, D.
Winkelstein, M.L., & Schwartz, P.
(2009). Buku ajar keperawatan
pediatrik edisi 6 volume 2. Jakarta:
EGC
Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson, D.,
Winkelstein, M.L., & Schwartz, P.
(2009). Buku ajar keperawatan
pediatrik edisi 6 volume 1 (Andry
Hartono, Sari Kurnianingsih, &
Setiawan, penerjemah). Jakarta: EGC
Wright, M.C. (2008, March). Behavioural
effect of hospitalization in children.
Journal of Pediatric and Health, 31,
165167.http://onlinelibrary.wiley.com/do
i/10.1111/j.14401754.1995.tb00777.
x/abstract
Zung, William. W.K. (1971). A Rating
Instrument for Anxiety Disorder.
Psychosomatics
Download