4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1
Karakteristik Petrografi Agregat
Mielenz menjelaskan pada tahun 1945 bahwa pemeriksaan petrografi agregat
beton yang diusulkan untuk proyek-proyek dari Biro Reklamasi Amerika
dianggap sangat penting sebagai suplemen standar, empiris, dan pengujian
penerimaan yang hampir secara universal diterapkan oleh organisasi rekayasa
besar dan progresif. Pemeriksaan petrografi memerlukan inspeksi visual dan
pemisahan litologi (karakteristik batuan) berbagai ukuran agregat dan fraksi
agregat (Mielenz, 1945).
Hasil penelitian yang dilaksanakan oleh El-Desoky pada tahun 2014 menerangkan
bahwa batu basal dari Gabal Wassif, Atalla vulkanik, dan Gabal Esh Mellaha diuji
untuk digunakan sebagai agregat dalam campuran beton. Perwakilan 12 sampel
dikumpulkan dari daerah-daerah tersebut. Sampel ini diperiksa dengan
menggunakan mikroskop petrografi untuk mengevaluasi tekstur sampel, tingkat
perubahan, dan adanya kaca vulkanik dalam matriks. Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa basal dapat digunakan untuk mempersiapkan beton yang
berkualitas, tetapi untuk pilihan jenis basal yang cocok harus lebih diperhatikan.
Sebuah perbaikan umum dalam sifat campuran beton telah ditemukan dengan
menggunakan basalt agregat dalam campuran (El-Desoky, dkk., 2014)
Fistric dan peneliti lainnya pada tahun 2002 menjelaskan bahwa terdapat
hubungan yang erat antara karakteristik petrografi batuan vulkanik Kroasia
dengan ketahanan batuan tersebut terhadap proses pemecahan. Beberapa
karakteristik petrografi yang mempengaruhi ketahanan agregat terhadap
pemecahan adalah ukuran kristal, bentuk kristal, susunan kristal dan adanya retak
mikro pada batuan induk. Kanduangan mineral juga mempengaruhi ketahanan
batuan yang bersangkutan terhadap proses pemecahan.
4
Kajian yang mereka lakukan mengenai ukuran kristal, menyimpulkan bahwa
agregat yang mengandung ukuran kristal yang besar memiliki ketahanan rendah
terhadap pemecahan, walauapun memiliki karakter petrografi yang lebih baik
(retak
mikro
yang
sedikit,
kandungan
mineral
yang
sedikit
kurang
menguntungkan). Adanya retak mikro (retak dengan lebar kurang dari 0,1 mm)
pada batuan induk ternyata sangat mempengaruhi kekuatan agregat, sebab retak
mikro ini biasanya juga masih terdapat pada agregat (setelah batu dipecah). Retak
mikro akan membentuk microblock yang memperlemah struktur material batuan
dan ketahanan terhadap pecah. Hal ini juga berlaku pada batuan dengan nilai
abrasi yang baik. (Fistric, dkk., 2002)
Pernyataan Fistric didukung oleh Kondelchuk dan peneliti lainnya pada tahun
2005. Mereka mengemukakan bahwa perbedaan parameter petrografi dari batuanbatuan granit sangat mempengaruhi sifat mekanis dari batuan yang bersangkutan,
sehingga sifat-sifat fisik dan mekanis dari batuan merupakan fungsi dari
parameter petrografi dari batuan tersebut. ketahanan batuan terhadap abrasi akan
bertambah seiring dengan bertambahnya kandungan quartz dan feldspar.
Sementara kandungan mika dalam batuan justru akan memberi efek yang
sebaliknya, yaitu ketahanan terhadap abrasi makin melemah. Ketahanan batuan
terhadap impact atau beban kejut akan bertambah jika kandungan mika bertambah
dan kandungan feldspar berkurang (Kondelchuk, dkk., 2005).
2.1.2
Kinerja Agregat dalam Perkerasan Kaku
Penelitian yang dilakukan oleh Prasetya Adi pada tahun 2013 menyimpulkan
bahwa semakin baik jenis agregat (nilai keausan rendah) maka akan menghasilkan
kuat tekan beton porous yang lebih besar. Ikatan semen yang baik mampu
mengikat agregat sehingga tidak terlepas saat dilakukan uji kuat tekan. Faktor air
semen yang kecil (0,4) menghasilkan kuat tekan beton porous yang lebih besar
pula (Adi, 2013).
Kekuatan beton tidak lebih tinggi daripada kekuatan agregatnya. Oleh karena itu,
sepanjang kuat tekan agregat lebih tinggi daripada beton yang dibuat dari agregat
tersebut maka agregat tersebut masih dianggap cukup kuat. Namun dalam kasus-
5
kasus beton kuat tekan tinggi yang mengalami konsentrasi tegangan lokal
cenderung memiliki tegangan lebih tinggi daripada kekuatan seluruh beton, dalam
hal ini maka kekuatan agregat menjadi kritis (Tjokrodimuljo, 1996).
Misdapron pada tahun 2007 menegaskan bahwa agregat batu Ape (batu alam)
tidak dapat digunakan sebagai bahan beton non pasir untuk aplikasi perkerasan
jalan, conblock dan bagian struktur yang menerima beban kejut. Sebab, pada rasio
volume semen agregat 1:6 adalah 1,962 ton. Termasuk jenis beton ringan.
Semakin besar perbandingan volume semen dan agregat, berat jenis, kuat tekan
dan modulus elastisitas yang didapat semakin rendah (Misdarpon, 2007).
Pernyataan Misdarpon tersebut didukung oleh penelitian Wicaksana pada tahun
2011 yang menerangkan bahwa beton yang menggunakan agregat batu pecah
mempunyai nilai kuat tekan yang lebih tinggi dibanding beton beragregat batu
alam, karena batu pecah dengan bentuk permukaan yang lebih kasar mempunyai
bidang gesek yang lebih besar daripada batu alam. Disamping itu, nilai faktor air
semen juga berpengaruh terhadap nilai kuat tekan beton yang dihasilkan
(Wicaksana, 2011).
Selain tekstur agregat, perlakuan gradasi agregat kasar dalam beton ternyata akan
mempengaruhi besar dan kecilnya bidang kontak antar agregat. Pada variasi
agregat yang baik, bidang kontak antar agregat akan semakin kecil sehingga
angka pori (porositas) beton yang dihasilkan akan semakin kecil. Dengan kecilnya
porositas dan bidang kontak maka jumlah semen yang diperlukan dalam suatu
perlakuan yang sama akan semakin sedikit. Semakin kecilnya porositas dalam
penggunaan variasi gradasi agregat akan memyebabkan nilai berat jenis beton
semakin besar. Nilai porositas yang kecil akan membuat beton semakin padat
sehingga kuat tekan yang dihasilkan akan menjadi besar. Pada peningkatan kuat
tekan beton, akan diikuti oleh naiknya nilai kuat tarik belah dan modulus
elastisitas beton (Prasetyo, 2010).
6
2.2 Landasan Teori
2.2.1
Karakteristik petrografi Batuan Beku
Karakteristik petrografi merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk
diketahuinya tekstur/struktur batuan, mineralisasi, komposisi mineral penyusun
batuan, jenis dan nama batuan.
Gambar 2.1 Mikroskop Polarasisi (kiri) dan Benda Uji Sayatan Batuan (kanan)
Pengamatan secara seksama pada sayatan tipis batuan dilakukan dibawah
mikroskop polarisasi seperti yang telah ditunjukkan pada Gambar 2.1 di atas.
Pada pemerian petrografi, pertama-tama akan diamati mineral penyusun batuan,
selanjutnya dilihat tekstur dalam batuan. Tekstur batuan sangat membantu
mengelompokkan batuan selain memberikan gambaran proses yang terjadi selama
pembentukan batuan.
Untuk menentukan prosentase dalam sayatan tipis agregat yang diletakkan di atas
preparat, seperti yang ditunjukkan Gambar 2.1 sebelumnya, mengacu pada
gambaran yang telah dibuat oleh Philpots pada tahun 1989 yang ditunjukkan pada
Gambar 2.2. Dengan menggunakan bantuan gambaran tersebut dapat diketahui
prosentase mineral dapat sayatan batuan.
7
Gambar 2.2 Prosentase mineral pada sayatan tipis berdasarkan Philpots (1989)
Dalam penelitian ini dipilih batuan beku sebagai objek penelitian, sebab batuan
beku sering digunakan sebagai batu pecah guna diimplementasikan lebih lanjut
dengan berbagai fungsi.
Jenis batuan beku berasal dari material cair dari dalam perut bumi yang keluar
dan membeku di permukaan bumi. Batuan jenis ini masih dibedakan atas batuan
beku luar (extrusive igneous rock) dan batuan beku dalam (intrusive igneous
rock).
Batuan beku dibentuk dari material yang keluar dari permukaan bumi disaat
gunung berapi meletus dan akibat pengaruh cuaca sehingga mengalami
pendinginan dan membeku. Umumnya batuan beku berbutir halus, seperti
misalnya batu apung, andesit, basalt, obsidian, dan sebagainya. Batuan beku
8
dalam dibentuk dari magma yang tidak dapat keluar ke permukaan bumi. Magma
mengalami pendinginan dan membeku secara perlahan-lahan. Batuan yang
memiliki tekstur kasar ini dapat ditemui di permukaan bumi karena erosi dan
gerakan bumi. Seperti misalnya batu granit, granodiorit, gabbro dan diorit.
1. Mineral Penyusun Batuan Beku
Tabel 2.1 Mineral penyusun batuan beku
A. Mineral Utama
Mineral Mafik
Mineral Felsik
Kelompok Olivin Kel. Piroksen
Kelompok Feldspar
Kelompok Mika
1. Forsterite
1. Ortopiroksen
1. Plagioklas
1. Muskovit
2. Fayalite
a. Enstatite
2. Kalsium Feldspar 2. Kuarsa
3. Monticellite
b. Hyperstene
a. Sanidin
3. Tridmit
2. Klinopiroksen
b. Ortoklas
4. Kristobalit
Kel. Ambiphol
1. Horblende
a. Augit
c. Mikroklin
2. Riebeckkite
b. Diopsid
3. Feldspatoid
c. Pigeonite
a. Leusit
Kelompok Mika
1. Biotit
d. Aegirine
b. Nefelin
c. Sodalit
d. Cancrinit
C. Mineral Asesori
B. Mineral Sekunder
1. Serpentin
1. Apatit
2. Idingsit
2. Beryl
3. Limonit
3. Fluorit
4. Antofilit
4. Peroskit
5. Tremolit-aktonolit
5. Spinel
6. Hornblende
6. Turmalin
7. Klorit
7. Zircon
8. Kalsit
8. Magnetit
9. Kaolin
9. Ilmenit
10. Epidot
11. Serisit
12. Anelcite
13. Natrolite
Sumber: Panduan Pengujian Petrografi UPN “Veteran” Yogyakarta
9
2. Tekstur dan Struktur Batuan Beku
a. Tekstur
Tabel 2.2 Tekstur Batuan Beku
Tekstur Umum
Derajat Kristalinitas
1. Holokristalin
a. Granular
b. Mukrolit
c. Kristalin
2. Hipokristalin
a. Kristal
b. Massa gelas
3. Hologhialin
a. Massa gelas
Kemas
1. Ewuigranular
a. Panidiomorfik granular
b. Hipidiomorfik granular
c. Allotriomorfik
2. Inequigranular
a. Porfitik
b. Vitroverik
c. Pofiroafanitik
d. Felsoferik
Tekstur Khusus
Tekstur Intergrowth
1. Grafik
2. Granoferik
3. Mirmekitik
4. Intergranular
5. Diabasik
6. Ofitik
7. Subofitik
8. Intersertal
9. Poiklitik
10. Porfiritik Corona
11. Pertit
12. Antipertit
Tekstur Aliran
1. Pilotaksitik
2. Trakitik
3. Hialopolitik
Sumber: Panduan Pengujian Petrografi UPN “Veteran” Yogyakarta
b. Struktur
Struktur batuan beku terdiri atas tiga jenis, yaitu amigdaloidal, vesikuler dan
skoria.
2.2.2
Sifat Mineral Penyusun Batuan
Kajian tehadap sifat mineral merupakan hal yang harus dilakukan untuk
mengetahui sifat batuan. Karakteristik petrografi agregat sangat berpengaruh
terhadap sifat fisik-mekanik agregat (Sucipta, dkk., 2000). Sifat-sifat mineral
utama yang menentukan sifat fisik batuan antara lain.
10
1. Kekerasan (hardness)
Penilaian kekerasan mineral berdasarkan skala yang direka oleh Friedrich Mohs
(1812) yang dikenal dengan Mohs Scale. Secara berurutan Mohs menyusun 10
mineral dari yang paling lunak ke material yang paling keras, seperti yang telah
disajikan pada Tabel 2.3 berikut ini.
Tabel 2.3 Skala Kekerasan Mohs
Jenis mineral
Skala Kekerasan
Talc
1
Gypsum
2
Calcite
3
Fluorite
4
Apatite
5
Feldspar
6
Quartz
7
Topaz
8
Corundum
9
Diamond
10
Sumber: Alden (2009)
2. Berat Jenis
Kerapatan batuan dapat dinyatakan sebagai “berat jenis”, dimana kerapatan
batuan relatif terhadap kerapan air. Meski demikian, batuan dengan jenis sama
bisa memiliki berat jens yang berlainan, tergantung dari perbedaan kandungan
mineral dan pori/ruang. Pada Tabel 2.4 berikut ini tersaji berat jenis beberapa
mineral utama penyusun batuan.
Tabel 2.4 Berat Jenis Mineral
Jenis Mineral
Berat jenis
Albite
2,6-2,63
Andesine
2,6-2,63
Bytowine
2,72-2,74
Hornblende
2,9-3,4
Pyroxene
3,18
Sumber: Alden, 2009
11
2.2.3
Agregat
Agregat didefinisikan sebagai pecahan dari batuan. Pasir, dan kerikil merupakan
agregat yang menjadi komponen utama dalam pembuatan sebuah struktur beton.
Pada tahun 1974, American Standard Testing and Material (ASTM)
mendefinisikan agregat/batuan pecah sebagai suatu bahan yang terdiri dari
mineral padat, berupa massa berukuran besar atau berupa fragmen-fragmen.
Agregat/batuan pecah merupakan komponen utama dari perkerasan jalan yang
mengandung 90-95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75-85%
berdasarkan persentase volume. Dengan demikian sifat-sifat agregat dan hasil
campuran agregat dengan material lain menentukan daya dukung, mutu dan
keawetan perkerasan jalan.
Sebagai bahan utama penyusun beton, agregat harus memiliki kualitas yang baik
agar dapat mempunyai kinerja yang maksimal dalam penggunaannya. Berikut
kriteria agregat sebagai bahan utama penyusun beton.
2.2.3.1 Sifat-Sifat Agregat
Sifat agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban lalu lintas.
Agregat dengan sifat yang baik dibutuhkan untuk lapisan permukaan yang
langsung menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di
bawahnya. Sifat agregat sebagai bahan konstruksi beton untuk perkerasan kaku
dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu
1. Persyaratan Agregat Kasar
Persyaratan minimum agregat kasar yang dapat digunakan sebagai bahan
penyusun perkerasan kaku disajikan pada tabel 2.5.
Tabel 2.5 Sifat Dan Ketentuan Minimum Agregat Kasar 1
Sifat
Ketentuan
Kehilangan
Angeles
akibat
abrasi
Los Tidak melampaui 40% untuk 500
putaran
Berat isi lepas
Minimum 1200 kg/m3
Berat jenis
Minimum 2,1
12
Sifat
Penyerapan oleh air
Ketentuan
Ampas besi : maksimum 6%
Lainnya : maksimum 2,5%
Bentuk partikel pipih dan lonjong
Masing-masing maksimum 25%
dengan rasio 3:1
Bidang pecah (2 atau lebih)
Minimum 80%
Sumber: Spesifikasi umum Bina Marga revisi 3 (2010)
Selain parameter pengujian dan persyaratan di atas, terdapat juga parameter dan
persyaratan lain untuk mengukur kualitas serta kekuatan agregat, yaitu pengujian
Aggregate Impact Value (AIV) dan Soundness Test. Pengujian AIV mengacu pada
British Standart 812 part 3:1975 sedangkan soundness test mengacu pada ASTM
C 88-76. Pada Tabel 2.6 telah disajikan persyaratan nilai AIV dan Soundness Test.
Tabel 2.6 Sifat Dan Ketentuan Minimum Agregat Kasar 2
Sifat
Ketentuan
Aggregate Impact Value
Maks. 30%
Soundness Test
Maks. 11%
Sumber: BS 812 & ASTM C88-76
2. Persyaratan Agregat Halus
Persyaratan minimum agregat halus yang dapat digunakan sebagai bahan
penyusun perkerasan kaku disajikan pada Tabel 2.7 berikut ini.
Tabel 2.7 Tabel Persyaratan Minimum Agregat Halus
Sifat
Ketentuan
Berat isi lepas
Minumum 1200 kg/m3
Penyerapan oleh air
Maksimum 5%
Sumber: Spesifikasi umum Bina Marga revisi 3 (2010)
2.2.3.2 Pengujian Sifat Fisik Agregat
Seiring dengan kebutuhan akan data yang akurat mengenai sifat fisik agregat yang
berbeda-beda, maka berbagai pengujian telah dirumuskan untuk mengetahui sifat
fisik agregat dan untuk memprediksi performa dari agregat pada saat usia
layannya. Disamping itu juga diperlukan data yang akurat, agar agregat dari
berbagai tempat tersebut bisa dibandingkan untuk mengetahui agregat mana yang
terbaik.
13
Pengujian fisik dilakukan untuk mengukur bentuk, tekstur, kandungan mineral
serta kekuatan agregat dalam.
a. Petrografi, untuk mengetahui kandungan mineral agregat melalui irisan tipis
batuan yang diamati menggunakan mikroskop polaris.
b. Aggregate Impact Value, untuk mengetahui ketahanan agregat terhadap
pemecahan selama masa layan;
(
)
(
)
Keterangan:
Ai = Berat agregat (gram);
Bi
= Berat agregat tertahan saringan no. 8 (gram).
c. Los Angeles Abrasion test, untuk mengetahui kekerasan dan ketahanan agregat
terhadap abrasi;
d. Berat Jenis, guna mengetahui perbandingan antara berat volume agregat dan
berat volume air. Berat jenis dibedakan menjadi 3 jenis, antara lain.
1.
Berat Jenis Bulk (bulk specfic grafity)
Berat jenis bulk adalah berat jenis dengan memperhitungkan berat agregat
dalam keadaan kering dan seluruh volume agregat. Perhitungan berat jenis
dan penyerapan air adalah sebagai berikut.
(
(
)
)
Keterangan:
Ab = Berat benda uji kering oven (gram);
Bb = Berat benda uji kondisi jenuh kering permukaan (gram);
Cc = Berat benda uji di ari (gram)
2.
Berat Jenis Kering Permukaan (surface saturated dry)
Berat
jenis
kering
permukaan
merupakan
berat
jenis
dengan
memperhitungkan berat agrega tdalam keadaan kering permukaan. Jadi
14
berat jenis kering adalah berat agregat kering ditambah berat air yang
meresap ke dalam pori agregat dan seluruh volume agregat. Perhitungan
berat jenis kering permukaan dihitung berdasarkan rumus berikut.
(
(
)
)
Keterangan:
Bb = Berat benda uji kondisi jenuh kering permukaan (gram);
Cb = berat benda uji di air (gram).
3.
Berat Jenis Semu (Apparent Specific Gravity)
Berat jenis semu ialah berat jenis dengan memperhitungkan berat agrega
dalam keadaan kering dan volume agregat yang tidak dapa diresapi oleh
air.
(
)
(
)
Keterangan:
Ab = Berat benda uji kering oven (gram);
Cb = Berat benda uji di air (gram).
e. Uji penyerapan air, guna mengetahui ketahanan agregat terhadap pelapukan
dan cuaca;
(
)
Keterangan:
Ab
= Berat benda uji kering oven (gram);
Bb = Berat benda uji kondisi jenuh kering permukaan (gram).
f. Pengujian Soundness, bertujuan untuk mengukur durabilitas agregat terhadap
proses pelapukan akibat pengaruh alam dan juga proses pengausan secara
kimia.
15
2.2.3.3 Gradasi Agregat
Gradasi adalah susunan butir agregat sesuai dengan ukurannya. Ukuran butir
agregat dapat diperoleh melalui analisis saringan. Gradasi ditentukan oleh
material yang lolos dari berbagai macam ukuran saringan yang disusun bertahap
dengan ukuran saringan dengan lubang terkecil diletakkan paling bawah. Gradasi
juga ditentukan oleh material yang tertahan pada setiap saringan.
Tabel 2.8 Tabel Gradasi Agregat
Saringan
Nomor
Ukuran (mm)
½ inci
/8 inci
3/16 inci
No. 8
No. 16
No. 30
No. 50
No. 100
14
10
5
2.36
1.18
600 μm
300 μm
150 μm
3
Prosentase lolos
Agregat Kasar
(%)
100
95 – 100
30 – 65
20 – 50
15 – 40
10 – 30
5 – 15
0–8
Prosentase lolos
Agregat Halus
(%)
100
89 – 100
60 – 100
30 – 100
15 – 100
5 – 70
0 – 15
Sumber: Spesifikasi umum Bina Marga revisi 3 (2010)
2.2.4
Semen Portland
Semen portland ialah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan
kliker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis
dengan gips sebagai bahan tambahan. Semen berfungsi merekatkan butir-butir
agregat agar terjadi suatu massa yang kompak/padat. Selain itu, semen juga
bermanfaat mengisi rongga-rongga di antara butiran agregat. Walaupun semen
hanya mengisi ±10% saja dari volume beton, namun karena merupakan bahan
yang aktif, maka perlu dipelajari maupun dikontrol secara ilmiah. Bahan
penyusun semen terdiri atas berbagai macam senyawa kimia, seperti yang telah
disajikan pada Tabel 2.9 di bawah ini.
Tabel 2.9 Kandungan Senyawa pada Semen
Chemical Properties
Magnisum Oxida (MgO)
Sulfur Trioxide (SO3)
Loss Ignition
Percentage (%)
0,77
1.51
5.36
16
Chemical Properties
Insoluble Residue
Silikon Dioxide (SiO2)
Alumunium Oxide (Al2O3)
Ferric Oxide (Fe2O3)
Calcium Oxide (CaO)
Total
Free Lime
Percentage (%)
2.13
18.87
5.18
3.48
61.63
98.93
1.74
Sumber: PT. Semen Tonasa (2015)
2.2.5
Air
Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting namun harganya paling
murah. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta untuk menjadi bahan
pelumas antara butir-butir agregat agar dapat dengan mudah dikerjakan dan
dipadatkan. Untuk bereaksi dengan semen, air yang diperlukan hanya ±25% berat
semen.
2.2.6
Beton
Beton merupakan material komposit yang rumit. Sebagai material komposit, sifat
beton sangat tergantung pada sifat unsur masing-masing serta interaksi mereka.
Ada 3 sistem umum yang melibatkan semen, yaitu pasta semen, mortar dan beton.
Pada beton yang baik, setiap butir agregat seluruhnya terbungkus dengan mortar.
Demikian pula halnya dengan ruang antar agregat, halus terisi oleh mortar. Jadi,
kualitas pasta atau mortar menetukan kualitas beton.
Sebagai materi komposit, keberhasilan penggunaan beton tergantung pada
perencanaan yang baik, pemilihan dan pengadaan masing-masing material yang
baik, proses penanganan dan proses produksinya. Untuk memperoleh kualitas
beton yang baik, diperlukan beberapa pengujian beton segar dan beton keras.
2.2.7
Beton Perkerasan Kaku
Secara umum konstruksi pekerjaan jalan terbagi atas dua jenis, yaitu perkerasan
lentur berbahan pengikat aspal dan perkerasan kaku berbahan pengikat pasta
semen. Perkerasan kaku biasanya digunakan untuk ruas jalan dengan hierarki
17
fungsional arteri yang berada di kawasan luar maupun dalam kota untuk melayani
beban lalu-lintas yang berat dan padat. Fungsi utama perkerasan adalah untuk
memikul beban lalu lintas dengan aman dan nyaman, dimana selama umur
rencananya tidak terjadi kerusakan yang berarti.
Sumber: Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku Bina Marga
Gambar 2.3 Struktur perkerasan kaku tanpa lapis aspal (atas) dan struktur
perkerasan kaku dengan lapis aspal di permukaan (bawah)
Berdasarkan Gambar 2.2 struktur perkerasan kaku terdiri dari plat beton semen
yang bersambung (tidak menerus) atau menerus, tanpa atau dengan tulangan,
terletak di atas lapis pondasi bawah, tanpa atau dengan lapis peraspalan sebagai
lapis permukaan.
Pada perkerasan kaku daya dukung perkerasan diperoleh dari plat beton. Hal
tersebut disebabkan oleh sifat plat beton yang ukup kaku sehingga dapat
menyebabkan beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang
rendah pada lapisan-lapisan di bawahnya.
Tabel 2.10 Syarat kuat lentur beton untuk perkerasan kaku
Umur
Uraian
(hari)
Beton Percobaan Campuran
28
Perkerasan Beton Semen (pengendalian produksi)
28
Sumber: Speisifikasi Umum Bina Marga revisi 3 (2010)
18
Syarat kuat
lentur (MPa)
4.7
4.5
Pada tahun 2010, dengan memperbaharui peraturan sebelumnya, Bina Marga
menentukan syarat minimum kekuatan perkerasan kaku, sebagaimana disajikan
pada Tabel 2.9 diatas. Di sisi lain, pada SNI Pd T-14-2003 tentang mutu beton
untuk perkerasan kaku menyatakan bahwa nilai kuat lentur beton berkisar antara 3
MPa - 5 MPa. Atau apabila dikonversi untuk mengetahui besaran miinimal kuat
tekannya adalah antara 16 MPa – 45 MPa.
Secara umum, perkerasan kaku sama dengan pelat lantai, akan tetapi berdasarkan
fungsinya yang menerima beban lentur maka kekuatan dari slab beton ditentukan
oleh kekuatan beton itu sendiri, tidak bergantung pada tulangan seperti pelat lantai
yang menerima beban tekan.
2.2.8
Pengujian Beton Keras
Pengujian beton keras bertujuan untuk mengetahui kekuatan beton dalam
menahan beban. Berikut beberapa pengujian beton keras.
1. Pengujian Kuat Tekan (Compressive Strenght)
Kuat tekan beban beton adalah besarnya beban per satuan luas, yang
menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu
yang dihasilkan oleh mesin tekan. Benda uji berupa kubus (15 cm x 15 cm x 15
cm). Ilustrasi pengujian benda uji beton pada mesin kuat tekan beton dengan
pembebanan yang konstan.
Gambar 2.4 Ilustrasi Pengujian Kuat Tekan Beton
19
Nilai kuat tekan beton dihitung menggunakan rumus berikut
(
Keterangan: P
)
= Beban Maksimum (kg)
A = Luas penampang (cm2)
Berdasarkan SNI 03-1974-1990 terdapat ketentuan konversi konversi kuat tekan
beton dari bentuk kubus ke bentuk silinder, maka digunakan angka perbandingan
kuat tekan seperti yang telah disajikan pada Tabel 2.11 berikut.
Tabel 2.11 Angka Konversi Benda Uji Kuat Tekan Beton
Bentuk Benda Uji
Perbandingan
Kubus: 15 x 15 x 15 cm
1,00
Silinder: 15 x 30 cm
0,83
2. Pengujian Kuat Lentur (Flexural Strenght)
Kuat tarik lentur merupakan nilai tegangan tarik yang dihasilkan dari momen
lentur dibagi dengan momen penahan penampang benda uji. Benda uji yang
digunakan berupa balok beton berpenampang bujur sangkar dengan tinggi balok
lebih besar dari lebar penampangnya dan panjang total balok empat kali lebar
penampangnya.
Gambar 2.5 Ilustrasi Pengujian Kuat Lentur Beton Menggunakan Pembebanan
Tiga Titik
20
Nilai kuat tarik lentur dihitung menggunakan rumus berikut
(
)
(
)
Keterangan: flt = Kuat Tarik Lentur (MPa)
P = beban maksimum yang mengakibatkan keruntuhan balok uji (N)
L = Panjang batang di antara kedua tumpuan (mm)
b = Lebar balok rata-rata pada penampang runtuh (mm)
d = Tinggi balok rata-rata penampang runtuh (mm)
21
Download