hubungan faktor individu dan budaya organisasi dengan perilaku

advertisement
TESIS
HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN BUDAYA
ORGANISASI DENGAN PERILAKU CARING
PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP
RUMAH SAKIT UMUM GANESHA GIANYAR
I GUSTI AGUNG AYU SHERLYNA PRIHANDHANI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
TESIS
HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN BUDAYA
ORGANISASI DENGAN PERILAKU CARING
PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP
RUMAH SAKIT UMUM GANESHA GIANYAR
I GUSTI AGUNG AYU SHERLYNA PRIHANDHANI
NIM 1392161034
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN BUDAYA
ORGANISASI DENGAN PERILAKU CARING
PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP
RUMAH SAKIT UMUM GANESHA GIANYAR
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Program Pascasarjana Universitas Udayana
I GUSTI AGUNG AYU SHERLYNA PRIHANDHANI
NIM 1392161034
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
iii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 18 MARET 2015
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita D, Msi
NIP.195807041987032001
dr. Ni Made Sri Nopiyani, MPH
NIP.198311042008012005
Mengetahui
Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Ketua Program Studi Magister
Ilmu Kesehatan Masyarakat
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Prof. Dr.dr.A.A. Raka Sudewi,Sp.S (K)
NIP.195902151985102001
Prof. dr. D. N Wirawan, MPH
NIP.194810101977021001
iv
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 18 Maret 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No.: 0847/UN14.4/HK/2015, Tanggal 18 Maret 2015
Ketua
: Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si
Anggota
:
1. dr. Ni Made Sri Nopiyani, MPH
2. Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M.Repro PA (K)
3. Dr. I Putu Ganda Wijaya S.Sos., MM
4. Dr. Luh Seriani, SKM., M.Kes
v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
NAMA
: IGAA Sherlyna Prihandhani
NIM
: 1392161034
PROGRAM STUDI
: Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat (MIKM)
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya ilmiah tesis saya yang berjudul
Hubungan Faktor Individu dan Budaya Organisasi dengan Perilaku Caring
Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Ganesha Gianyar ini benarbenar hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang
lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari
didapatkan bukti bahwa Tesis ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima
sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No.17 Tahun 2010.
Denpasar, Maret 2015
Yang Membuat Pernyataan,
IGAA Sherlyna Prihandhani
NIM 1392161034
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian tesis
yang berjudul Hubungan Faktor Individu dan Budaya Organisasi dengan Perilaku
Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Ganesha Gianyar.
Perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Dr. Dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si selaku dosen pembimbing I
yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan
dan saran dalam penulisan hasil penelitian tesis ini. Ucapan terima kasih juga
penulis ucapkan kepada dr. Ni Made Sri Nopiyani, MPH, selaku dosen
pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan
bimbingan dan saran kepada penulis sehingga penyusunan tesis ini dapat selesai.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada :
1.
Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD,
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka
Sudewi, Sp.S (K) dan Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan
Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. dr. Dewa
Nyoman Wirawan, MPH atas kesempatan yang diberikan kepada penulis
untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana.
vii
2.
Tim penguji pada sidang hasil penelitian tesis yaitu Prof. Dr. Dr. Mangku
Karmaya, M.Repro, PA(K), Dr. I Pt. Ganda Wijaya, S.Sos, MM, Dr.Luh Seri
Ani, SKM, M.Kes atas koreksi dan saran untuk perbaikan tesis ini.
3.
Manajer Keperawatan dan Perawat Pelaksana di ruang rawat inap Rumah
Sakit Umum Ganesha Gianyar yang telah banyak meluangkan waktu dan
kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
4.
Teman – teman angkatan V MIKM UNUD yang telah banyak memberikan
semangat.
Penulis menyadari hasil penelitian tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan
yang nantinya dapat dipergunakan untuk menyempurnakan hasil penelitian
selanjutnya.
Demikian hasil penelitian tesis ini penulis susun dengan harapan semoga
dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu melimpahkan rahmat-Nya
kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan menyelesaikan hasil
penelitian tesis ini.
Denpasar, Maret 2015
Penulis
viii
ABSTRAK
HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN BUDAYA ORGANISASI
DENGAN PERILAKU CARING PERAWAT PELAKSANA DI RUANG
RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM GANESHA GIANYAR
Perilaku caring perawat merupakan salah satu komponen esensial dari mutu
layanan rumah sakit. Hasil survei kepuasan pasien mengindikasikan kurangnya
perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku caring serta faktorfaktor yang berhubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang
rawat inap RSU Ganesha Gianyar.
Rancangan penelitian ini adalah cross-sectional menggunakan pendekatan
kuantitatif. Data dikumpulkan melalui self administered kuesioner terhadap 48
perawat pelaksana pada bulan November-Desember 2014 di ruang rawat inap
RSU Ganesha. Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat dengan uji chisquare dan multivariat dengan regresi logistik.
Analisis univariat menunjukkan bahwa sebagian besar perawat berusia 26-30
tahun (45,8%), berjenis kelamin perempuan (77,1%), memiliki pendidikan DIII
(54,2%), masa kerjanya ≥5 tahun (56,3%) serta dengan status perkawinan
menikah (56,3%). Perawat pelaksana yang memiliki persepsi baik terhadap aspek
budaya organisasi sebesar 54,2% dan memiliki perilaku caring baik (56,3%).
Analisis bivariat menunjukkan bahwa usia (p=0,034), pendidikan (p=0,034), masa
kerja (p=0,025), status perkawinan (p=0,001), kepemimpinan (p=0,030), desain
pekerjaan (p=0,001), dukungan manajemen (p=0,007), sistem rewards (<0,001),
manajemen konflik (<0,001) serta pola komunikasi (p=0,022) berhubungan
dengan perilaku caring perawat pelaksana, namun hasil analisis multivariat
menunjukkan bahwa hanya sistem rewards yang memiliki hubungan dengan
perilaku caring perawat
pelaksana (OR=23,39;95%CI=1,53-356,94;pvalue=0,023).
Faktor yang berhubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana adalah
sistem rewards, dimana perawat pelaksana yang memiliki persepsi sistem
rewards baik memiliki peluang 24 kali lebih besar untuk berperilaku caring baik.
Upaya peningkatan perilaku caring melalui mekanisme rewards financial dan non
financial perlu dilakukan oleh pihak manajemen RSU Ganesha Gianyar.
Kata Kunci: faktor individu, budaya organisasi, perilaku caring, perawat,
Rumah Sakit
ix
ABSTRACT
THE ASSOCIATION OF INDIVIDUAL FACTORS AND ORGANIZATION CULTURE
AND APPROACH WITH NURSING QUALITY OF CARE IN GANESHA PUBLIC
HOSPITAL, GIANYAR
A high quality of nursing care is an essential component of hospital service
provision. This study aims to reveal the level of quality of care and the factors
associated with related behavior at the inpatient ward in Ganesha Public Hospital.
The study design was cross-sectional quantitative. Data were collected through
self-administered questionnaires to 48 inpatient nurses during NovemberDecember 2014 as well as through participatory observation. Data analysis
included univariate, bivariate with chi-square test, and multivariate logistic
regression.
Univariate analysis showed that the majority of nurses were aged 26-30 years
(45.8%), female (77.1%), had a DIII education (54.2%), tenure ≥5 years (56.3 %),
and marital status were married (56.3%). 54,2% of nurses indicated a positive
perception of the organization culture and 56.3% believed they provided a
relatively high quality of care. This understanding was confirmed during
participatory observation. Bivariate analysis showed that age (p=0.034), education
(p=0.034), tenure (p=0.025), marital status (p=0.001), leadership (p=0.030), job
design (p=0.001), management support (p=0.007), rewards system (<0.001),
conflict management (<0.001) and the communication patterns (p=0.022) were
associated with nursing quality of care. However, the results of multivariate
analysis indicated that the insufficient system of rewards was most associated with
nursing quality of care (OR = 23.39; 95% CI = 1.53 to 356.94; p-value=0.023).
Factor most associated with nursing quality of care was the system of rewards.
It was evident that nurses viewing the rewards system to be sufficient provided
the best quality of care. Efforts to increase the quality of care by providing
financial/non-financial incentives such as training, salary bonuse to nursing staff
should be implemented by the management.
Keywords: Individual factors, organizational culture, nursing quality of care,
Gianyar
x
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DEPAN ........................................................................................
i
SAMPUL DALAM.......................................................................................
ii
LEMBAR PERSYARATAN GELAR ..........................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
iv
PENETAPAN PANITIA PENGUJI .............................................................
v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .....................................
vi
UCAPAN TERIMA KASIH .........................................................................
vii
ABSTRAK ...................................................................................................
ix
ABSTRACT .................................................................................................
x
DAFTAR ISI ................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xvi
DAFTAR SINGKATAN .............................................................................. xvii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ........................................................................
1
1.1 Latar Belakang .......................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................
8
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................
9
1.3.1 Tujuan Umum ...............................................................
9
1.3.2 Tujuan Khusus ..............................................................
9
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................
10
1.4.1 Manfaat Teoritis ............................................................
10
1.4.1 Manfaat Praktis .............................................................
10
KAJIAN PUSTAKA .....................................................................
12
2.1 Konsep Caring .......................................................................
12
2.1.1 Definisi Caring .............................................................
12
2.1.2 Komponen Perilaku Caring ...........................................
14
2.1.3 Karakteristik Caring .....................................................
22
2.1.4 Aktifitas yang Menunjukkan perilaku Caring Perawat ..
23
xi
2.1.5 Instrumen yang Digunakan Untuk Mengukur Perilaku
Caring ..........................................................................
23
2.2 Konsep Karakteristik Individu ................................................
25
2.2.1 Definisi Karakteristik Individu ......................................
25
2.2.2 Faktor-faktor Karakteristik Individu ..............................
26
2.3 Konsep Budaya Organisasi .....................................................
28
2.3.1 Definisi Budaya Organisasi ...........................................
28
2.3.2 Dimensi Budaya Organisasi ...........................................
29
2.3.3 Fungsi Budaya Organisasi .............................................
41
2.3.4 Membangun dan Mempertahankan Budaya Organisasi ..
41
2.3.5 Instrumen Pengukuran Budaya Organisasi .....................
42
2.4 Konsep dan Teori Perilaku .....................................................
43
2.4.1 Domain Perilaku ............................................................
44
2.4.2 Proses Terjadinya Perilaku ............................................
45
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS ..............
46
3.1 Kerangka Berpikir ...................................................................
46
3.2 Konsep Penelitian ...................................................................
48
3.3 Hipotesis Penelitian .................................................................
49
BAB IV METODE PENELITIAN ..............................................................
50
4.1 Rancangan Penelitian .............................................................
50
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................
50
4.3 Penentuan Sumber Data .........................................................
50
4.4 Variabel Penelitian .................................................................
51
4.4.1 Variabel Bebas (independent) ........................................
51
4.4.2 Variabel Tergantung (dependent)...................................
51
4.4.3 Definisi Operasional Variabel ........................................
52
4.5 Instrumen Penelitian ...............................................................
55
4.6 Prosedur Penelitian.................................................................
59
4.7 Analisis Data ..........................................................................
60
HASIL PENELITIAN...................................................................
62
BAB V
xii
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................
62
5.2 Karakteristik Responden Penelitian ........................................
65
5.3 Persepsi Perawat Pelaksana terhadap Budaya Organisasi di
RSU Ganesha Gianyar............................................................
66
5.4 Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap
RSU Ganesha Gianyar............................................................
67
5.5 Hasil Observasi Pelaksanaan Perilaku Caring Perawat
Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar ..........
69
5.6 Analisis Bivariat Hubungan Perilaku Caring dengan Variabel
Bebas .....................................................................................
70
5.7 Analisis Uji Multivariat Variabel Bebas dengan Variabel
Tergantung .............................................................................
73
BAB VI PEMBAHASAN ...........................................................................
76
6.1
Perilaku Caring Perawat Pelaksana ......................................
6.2
Hubungan Antara Usia dengan Perilaku Caring Perawat
Pelaksana .............................................................................
6.3
84
Hubungan Antara Desain Pekerjaan dengan Perilaku Caring
Perawat Pelaksana................................................................
6.9
84
Hubungan Antara Kepemimpinan dengan Perilaku Caring
Perawat Pelaksana................................................................
6.8
82
Hubungan Antara Status Perkawinan dengan Perilaku
Caring Perawat Pelaksana ....................................................
6.7
81
Hubungan Antara Masa Kerja dengan Perilaku Caring
Perawat Pelaksana................................................................
6.6
80
Hubungan Antara Pendidikan dengan Perilaku Caring
Perawat Pelaksana................................................................
6.5
79
Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Caring
Perawat Pelaksana................................................................
6.4
76
86
Hubungan Antara Dukungan Manajemen dengan Perilaku
Caring Perawat Pelaksana ....................................................
xiii
87
6.10 Hubungan Antara Sistem Rewards dengan Perilaku Caring
Perawat Pelaksana................................................................
87
6.11 Hubungan Antara Manajemen Konflik dengan Perilaku
Caring Perawat Pelaksana ....................................................
91
6.12 Hubungan Antara Pola Komunikasi dengan Perilaku Caring
Perawat Pelaksana................................................................
92
6.13 Keterbatasan Penelitian ........................................................
93
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
94
7.1 Simpulan .................................................................................
94
7.1 Saran .......................................................................................
95
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
98
LAMPIRAN ................................................................................................. 104
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komponen Kompensasi yang Berlaku di Rumah Sakit Swasta ....
39
Tabel 4.1 Definisi Operasional dan Cara Pengukuran .................................
52
Tabel 4.2 Distribusi Pernyataan Positif dan Negatif
Variabel Budaya
Organisasi...................................................................................
56
Tabel 4.3 Distribusi Pernyataan Variabel Perilaku Caring ..........................
57
Tabel 5.1 Karakteristik Responden Penelitian di Ruang Rawat Inap RSU
Ganesha Gianyar Tahun 2014 .....................................................
65
Tabel 5.2 Distribusi Persepsi Budaya Organisasi Perawat Pelaksana di
Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar Tahun 2014 ...............
66
Tabel 5.3 Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU
Ganesha Gianyar Tahun 2014 .....................................................
68
Tabel 5.4 Hasil Observasi Perilaku Caring Perawat Pelaksana Di Ruang
Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar Tahun 2014 ..........................
69
Tabel 5.5 Hasil Analisis Bivariat Variabel Bebas dengan Perilaku Caring
Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Ginayar
Tahun 2014 ................................................................................
70
Tabel 5.6 Hasil Analisis Multivariat Faktor Individu dan Budaya
Organisasi dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang
Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar Tahun 2014 .........................
xv
74
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Konsep Penelitian Hubungan Faktor Individu dan Budaya
Organisasi dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana di
Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar ...............................
xvi
40
DAFTAR SINGKATAN
SINGKATAN
ACLS
: Advanced Cardiac Life Support
ASKES
: Asuransi Kesehatan
ATLS
: Advanced Trauma Life Support
BOR
: Bed Occupancy Rate
Care-Q
: Caring Assesment Inventory
CBA
: Caring Behavior Assesment
CBI
: Caring Behavior Inventory
CT Scan
: Computerized Tomography scanner
DM
: Diabetes Mellitus
ICU
: Intensive Care Unit
MNCB
: Measuring of Nursing Care Behavior
PPGD
: Pertolongan Penderita Gawat Darurat
RSU
: Rumah Sakit Umum
SDM
: Sumber Daya Manusia
THR
: Tunjangan Hari Raya
TKTP
: Tinggi Kalori Tinggi Protein
UMR
: Upah Minimum Regional
VIP
: Very Important Person
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan industri kesehatan saat ini terus mengalami pertumbuhan yang
pesat, dan salah satu bentuk pelayanan kesehatan tersebut adalah rumah sakit, baik
itu rumah sakit milik pemerintah maupun swasta (Nursalam, 2002). Kompetisi di
sektor kesehatan akan semakin meningkat seiring dengan terbukanya pasar bebas.
Dalam rangka meningkatkan pelayanan, persaingan dalam rumah sakit ini
membawa dampak bagi manajemen rumah sakit (Wibowo, 2010). Tuntutan
masyarakat untuk pelayanan yang terbaik semakin meningkat dan menjadikan
rumah sakit berusaha agar dapat memberikan pelayanan yang terbaik (Hasibuan,
2010).
Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit diberikan oleh tim kesehatan termasuk
dari tim keperawatan. Tim ini merupakan bagian dari tim yang berada di lini
terdepan untuk menghadapi pasien selama 24 jam, oleh sebab itu sangat
diperlukan sumber daya keperawatan yang berkualitas dan mampu berespon
terhadap keadaan yang ada (Gillies, 2004). 90% layanan di rumah sakit diberikan
oleh perawat, maka peran perawat sangat besar dalam menentukan kualitas
pelayanannya (Huber, 2011). Pelayanan keperawatan yang bermutu merupakan
harapan semua orang sehingga rumah sakit sebagai penyedia layanan keperawatan
dituntut untuk selalu meningkatkan mutu pelayanannya.
1
2
Seorang perawat harus selalu mengembangkan sikap, perilaku dan
pengetahuannya dalam melakukan pengkajian, perencanaan, implementasi hingga
evaluasi dalam praktiknya. Sikap dan perilaku yang harus dikembangkan oleh
perawat salah satunya yaitu perilaku caring (De Wit, 2011). Perilaku caring
adalah esensi dari keperawatan yang membedakan perawat dengan profesi lain.
Caring tidak hanya mempraktikkan seni perawatan, memberi kasih sayang untuk
meringankan penderitaan pasien dan keluarga, meningkatkan kesehatan dan
martabat, tetapi juga memperluas aktualisasi diri perawat (Morison & Burnard,
2009). Caring merupakan hal yang utama dalam praktik keperawatan yang
senantiasa selalu dilandasi pada nilai kebaikan, perhatian, serta menghormati
keyakinan spiritual pasien (Rubenfield, 2007).
Kenyataan yang dihadapi bahwa masih banyak rumah sakit pemerintah
maupun swasta yang memusatkan diri pada pengobatan pasien saja. Keberhasilan
ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan perawat hanya memberikan
perhatian pada tugas-tugas mengobati daripada merawat. Tidak banyak waktu
bagi perawat mendengarkan keluhan pasien, memberi dukungan, hal ini
disebabkan karena delegasi lebih diberikan untuk tugas-tugas dokter (Tomey,
2006). Diungkapkan juga dalam penelitian oleh Agustin (2002) bahwa perawat
yang tidak berperilaku caring kurang dari 50%, sedangkan oleh Byrne dan
Heyman (1997, dalam Nyoman, 2008) pasien yang di rawat inap banyak yang
mengalami stress dan komunikasi perawat sebagai pokok permasalahannya.
Penyebab dasar perawat kurang berperilaku caring karena perawat lebih
banyak berfokus pada kinerja medik. Kondisi tersebut diperkuat oleh faktor
3
lingkungan kerja dalam hal ini budaya organisasi yang kurang mendukung
perawat terhadap perilaku caring perawat (Tomey, 2006). Pada dasarnya perilaku
caring dipengaruhi oleh faktor lain selain faktor individu. Perilaku caring perawat
pelaksana, merupakan kinerja perawat yang dapat dipengaruhi oleh usia, jenis
kelamin, pendidikan, status pernikahan dan masa kerja.
Hasil penelitian dari Panjaitan dan Agustini (2007) menyatakan bahwa ada
hubungan antara usia dengan sikap caring. Artinya semakin bertambah usia
perawat maka sikap caring terhadap pasien akan semakin meningkat. Namun
berdasarkan hasil penelitian Supriyadi (2006) menunjukkan tidak ada hubungan
bermakna antara usia dengan perilaku caring di RSUD Bantul. Sedangkan masa
kerja terhadap perilaku caring didukung hasil penelitian Supriatin (2009) juga
menunjukkan ada hubungan antara masa kerja dengan perilaku caring di RSUD
Kota Bandung.
Perilaku caring perawat tidak dapat dibedakan antara perawat laki-laki dan
perawat perempuan maupun tingkat pendidikannya. Hasil penelitian Supriatin
(2009) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dan tingkat
pendidikan dengan perilaku caring, bahwa perawat laki-laki dan perempuan
sama-sama data berperilaku caring. Begitu juga dengan tingkat pendidikan.
Namun berdasarkan penelitian oleh Setiati (2005) yang menemukan adanya
hubungan antara faktor pendidikan, penghasilan, status pernikahan dan image
dengan perilaku caring perawat terhadap kepuasan pasien.
Terbentuknya perilaku caring sangat dipengaruhi oleh sistem nilai bersama
yang dianut oleh para perawat yang tercermin dalam visi, misi, dan tujuan rumah
4
sakit. Visi, misi, serta tujuan yang ingin dicapai mencerminkan budaya suatu
organisasi. Budaya organisasi yang kuat dapat menciptakan kesamaan tujuan,
motivasi karyawan dan struktur pengendalian dalam membentuk perilaku untuk
meningkatkan prestasi organisasi yang berdampak pada kinerja anggota organisasi
(Kreitner & Kinicki, 2010). Didukung juga dalam penelitian oleh Bijaya (2006)
mengungkapkan ada korelasi yang signifikan antara budaya organisasi dengan
kinerja perawat. Faktor budaya organisasi menurut Robbins (2010) terdapat
sepuluh variabel yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang yaitu inovasi,
pengambilan risiko, kepemimpinan, integritas, dukungan manajemen, desain
pekerjaan, identitas manajemen, sistem rewards, manajemen konflik, dan pola
komunikasi.
Menurut Dessler (2005), variabel sistem rewards (imbalan) berpengaruh
terhadap motivasi, yang secara langsung mempengaruhi kinerja seseorang.
Penelitian Robinson dan Larsen (1990) terhadap pegawai penyuluh kesehatan
pedesaan di Columbia menunjukkan bahwa pemberian rewards (imbalan)
mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap kinerja pegawai dibanding pada
kelompok pegawai yang tidak mendapatkan imbalan. Pembentukan karyawan
yang lebih produktif dapat diperoleh melalui pengelolaan faktor budaya organisasi
dalam bentuk pengaturan sistem rewards, dukungan manajemen, desain pekerjaan
serta pemeliharaan komunikasi dalam penyelesaian konflik melalui praktek
kepemimpinan yang mendorong rasa saling percaya.
Berdasarkan hasil penelitian Rusmiati (2008), peran individu dan lingkungan
kerja (budaya organisasi) memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan tugas
5
keperawatan. Hasil penelitian Lande (2008) menunjukkan bahwa ada hubungan
signifikan dari faktor organisasi dengan kinerja asuhan keperawatan, didukung
juga dengan hasil penelitian Rodwell et al. (2008) menyimpulkan ada hubungan
signifikan baik secara parsial maupun simultan antara praktik komunikasi
organisasional dengan kinerja karyawan.
Peningkatan kinerja harus diatur dengan baik agar dapat meningkatkan
kinerja seorang perawat, dengan ini faktor individu dan sistem manajemen kinerja
organisasilah yang dapat membantu meningkatkan kinerja perawat (Gitosudarmo,
2010). Kualitas kerja dapat terjaga dengan baik jika terdapat dukungan individu
dan lingkungan kerja dalam hal ini adalah budaya organisasi yang kondusif,
sehingga nanti keinginan organisasi dapat tercapai.
Rumah Sakit Umum Ganesha merupakan Rumah Sakit Swasta tipe C dan
berada di bawah naungan Yayasan Ganesha, sehingga hal inilah yang menjadikan
RSU Ganesha berbeda dengan RS Pemerintah baik dalam hal sistem perekrutan
SDM hingga manajemen pengelolaan kegiatan pelayanannya, mulai dari
pelayanan administrasi, pelayanan rekam medis, pelayanan penunjang medis,
pelayanan medis, pelayanan keperawatan dan lain-lain. Visi rumah sakit yaitu
menjadikan Rumah Sakit Umum ramah lingkungan dan bermutu dengan standar
nasional di tahun 2015. Misi rumah sakit yaitu; (1) melakukan pengelolaan rumah
sakit secara profesional dengan meningkatkan produktivitas, efisiensi dan
efektivitas yang tinggi, (2) meningkatkan kemampuan SDM yang terus-menerus
melalui pendidikan dan latihan yang berkesinambungan, (3) memberi pelayanan
kesehatan bermutu dan terjangkau keseluruh lapisan masyarakat berasaskan
6
sentuhan manusiawi dan kepuasan pelanggan (Profil RSU Ganesha Gianyar).
Rumah Sakit Umum Ganesha dalam perkembangannya memperoleh angka
kunjungan fluktuatif dan cenderung menurun. Data rekam medik RSU Ganesha
Gianyar menunjukkan bahwa dalam 3 tahun terakhir terjadi penurunan jumlah
pasien rawat inap yaitu sebesar 4007 pasien pada tahun 2011, 1026 pasien pada
tahun 2012 dan 3136 pasien pada tahun 2013 (Manajemen RSU Ganesha, 2013).
Penurunan pemakaian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) juga terjadi
tahun 2011 60,8%, 40,5% tahun 2012, dan 44,5% tahun 2013, hal ini disebabkan
karena kunjungan pasien ke rumah sakit berkurang Penurunan kunjungan salah
satunya disebabkan karena tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan
berkurang. Hasil pengumpulan data mengenai survei kepuasan pasien di RSU
Ganesha tahun 2012 berjumlah 80,2% dan 2013 berjumlah 77,5%. Hasil ini
signifikan menunjukkan terjadi penurunan sebesar 2,7% dari tahun 2012 (SDM
RSU Ganesha, 2013).
Hasil wawancara dengan manajer keperawatan RSU Ganesha tanggal 29
September 2014 terkait survei kepuasan pasien menyebutkan bahwa banyak
ditemukan keluhan pada pelayanan paramedis di rawat inap, terutama yang terkait
dengan perilaku caring perawat. Hasil survei kepuasan pasien menunjukkan
bahwa perawat terlihat mengerjakan kegiatan diluar pekerjaannya, yaitu ketika
jam perawatan pasien, perawat sibuk mengobrol dengan teman perawat lainnya.
Selain itu disebutkan jarang memberi informasi sebelum melakukan tindakan,
kurang tanggap dan kurang memperhatikan kebutuhan pasien, perawat sebaiknya
lebih tanggap dalam memenuhi panggilan pasien, lebih ramah serta sopan dalam
7
berhadapan dengan pasien. Kondisi ini dapat dihindari dengan memenuhi
kebutuhan pasien yang dilandasi perilaku caring.
Peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa perawat di ruang rawat
inap kelas I dan kelas II RSU Ganesha., diperoleh bahwa perawat berperilaku
caring kepada pasien jika ada permintaan dari kepala tim perawat, kepala tim
perawat tidak menunjukkan bagaimana berperilaku caring yang baik, perawat
juga bekerja sebatas rutinitas, jenjang karir yang tidak jelas, sistem insentif yang
kurang baik, kurang mendapatkan perhatian dari pimpinan yang dalam hal ini
manajer keperawatan, penyelesaian konflik yang terjadi diruangan sebagian besar
diselesaikan di tingkat atas (bidang keperawatan), perawat pelaksana merasa tidak
dipentingkan dan hal ini dapat berpengaruh terhadap perilaku perawat. Hasil
observasi selama 3 hari di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar ditemukan
perawat jarang menyapa pasien, lebih banyak melakukan tindakan medis
(kedokteran), uraian tugas perawat pelaksana kurang jelas, sistem rewards dan
punishment yang tidak jelas dan kurang optimalnya supervisi sebagai controlling
dari manajemen keperawatan
Kepala ruang menambahkan sebaiknya ada dukungan dari pihak manajemen
RS untuk memasukkan caring perawat dalam penilaian kinerja dan standar
prosedur, sehingga dapat dilakukan supervisi kembali. Pelatihan yang kurang
memadai kepada seluruh staf juga merupakan faktor utama, pelatihan harus
dilakukan di luar RSU Ganesha, akan tetapi jadwal kerja perawat menjadikan
tidak banyak yang bisa mengikuti pelatihan yang dijadwalkan oleh manajemen
RSU Ganesha untuk meningkatkan kompetensi perawat. Salah satu indikator
8
kualitas rumah sakit adalah kepuasan pasien, oleh sebab itu kondisi diatas sangat
berpengaruh dan perlu adanya perbaikan terhadap pelayanan keperawatan.
Gambaran fenomena dan beberapa hasil penelitian yang terkait dengan
perilaku caring dan budaya organisasi diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku
caring perawat sangat dipengaruhi oleh budaya organisasi untuk meningkatkan
kepuasan layanan kepada pasien. Perilaku caring perawat dan budaya organisasi
sangat menentukan baik dan buruknya kualitas pelayanan kepada pasien. Sikap
atau perilaku caring harus ditanamkan dan menjadi budaya yang melekat pada
perawat sehingga setiap tindakan atau asuhan yang diberikan bukan hanya sekedar
terselesaikannya pekerjaan tetapi pada pemuasan kebutuhan pasien. Terkait
fenomena yang terjadi di RSU Ganesha Gianyar, peneliti tertarik untuk meneliti
hubungan faktor individu dan budaya organisasi dengan perilaku caring perawat
pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran karakteristik perawat pelaksana di ruang rawat inap
RSU Ganesha Gianyar?
2. Bagaimana gambaran budaya organisasi perawat pelaksana di ruang rawat
inap RSU Ganesha Gianyar?
3. Bagaimana gambaran perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat
inap RSU Ganesha Gianyar?
9
4. Apakah ada hubungan faktor individu (umur, pendidikan, jenis kelamin,
status pernikahan, dan masa kerja) dengan perilaku caring perawat
pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar?
5. Apakah ada hubungan faktor budaya organisasi (kepemimpinan, desain
pekerjaan, dukungan manajemen, sistem rewards, manajemen konflik,
pola komunikasi) dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang
rawat inap RSU Ganesha Gianyar?
6. Apakah faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku caring
perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
faktor individu dan faktor budaya organisasi dengan perilaku caring
perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar.
1.3.2 Tujuan Khusus
Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mengetahui sebagai berikut :
1.
Gambaran karakteristik perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU
Ganesha Gianyar.
2.
Gambaran budaya organisasi perawat pelaksana di ruang rawat inap
RSU Ganesha Gianyar.
3.
Gambaran perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap
RSU Ganesha Gianyar.
10
4.
Hubungan faktor individu perawat pelaksana (umur, pendidikan, jenis
kelamin, status pernikahan, dan lama kerja) dengan perilaku caring
perawat di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar.
5.
Hubungan faktor budaya organisasi (kepemimpinan, desain pekerjaan,
dukungan manajemen, sistem rewards, manajemen konflik, pola
komunikasi) dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat
inap RSU Ganesha Gianyar.
6.
Faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku caring
perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat menambah wawasan dalam meningkatkan kemampuan
menganalisis faktor individu dan budaya organisasi dengan perilaku caring
perawat dengan menggunakan cara berpikir yang ilmiah. Penelitian ini
selanjutnya dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi peneliti lain
terkait peran budaya organisasi dalam membentuk perilaku caring perawat
di rumah sakit.
1.4.2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi pengelola rumah sakit
untuk mengevaluasi kinerja perawat dilihat dari pelaksanaan perilaku caring
perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar serta dapat
11
dipergunakan untuk bahan pertimbangan meningkatkan kualitas layanan
sehingga meningkatkan kepuasan pasien yang dirawat di RSU Ganesha
Gianyar.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep Caring
Konsep caring merupakan konsep sentral atau inti bagi keperawatan, akan
tetapi caring tidak bisa dianggap sebagai paradigma yang unik bagi profesi
keperawatan karena profesi kesehatan lain juga menganggap caring sebagai
bagian integral dari kemampuannya yang terdiri atas pengetahuan dan
keterampilan. Caring merupakan esensi dari praktik keperawatan dalam
memenuhi kebutuhan manusia. Caring merupakan hasil dari budaya, nilai dan
hubungan dengan manusia lain.
2.1.1 Definisi Caring
Beberapa teori dalam keperawatan telah dikembangkan dari berbagai sudut
pandang untuk menjelaskan dan mendeskripsikan tentang caring. Caring
merupakan asuhan yang diberikan secara terus menerus difokuskan pada
perawatan fisik maupun mental dan meningkatkan rasa aman pasien (Watson,
2005). Caring adalah pola umum yang terjadi secara alami yang dimiliki oleh
perawat untuk membantu seseorang untuk tumbuh seperti ibu pada anaknya,
suami dengan istri dan guru pada muridnya (Martin, 2002). Definisi ini dibantah
oleh Tschudin (2003) yang menyatakan bahwa caring bukan hanya membantu
seseorang untuk tumbuh tetapi lebih dari itu bahwa caring dalam keperawatan
berarti perawat membantu pasien untuk memahami penyakitnya dan bagaimana
mengatasi penyakitnya tersebut.
12
13
Teori caring Jean Watson pertama kali dipublikasikan pada tahun 1979
dengan judul “The Philosophy and Science of Caring”. Jean Watson
mendefinisikan caring sebagai ilmu. Perspektif ilmu caring didasarkan pada
ontologi hubungan dimana semua yang terlibat berada dalam suatu hubungan,
bersatu dan mempunyai keterkaitan antara satu dengan yang lain. Caring melekat
pada tujuan hubungan saling membantu, karena sangat tidak mungkin seseorang
dapat memberi bantuan secara efektif tanpa adanya caring. Caring adalah sikap
responsif dan bertanggung jawab dalam rangka memenuhi harapan pasien
(Nurachmah, 2010). Hubungan interaksi yang dibangun antara perawat-pasien
adalah hubungan caring dimana merupakan landasan komunikasi terapeutik dan
sentuhan kasih sayang dan caring bersifat manusiawi karena asuhan diberikan
secara individual.
Perilaku caring juga dapat dipersepsikan berbeda-beda setiap pasien atau
lingkungan tempat dimana pasien mendapatkan pelayanan keperawatan. Hasil
riset Kimble (2010) tentang persepsi pasien terhadap perilaku caring perawat di
Unit Rawat Inap untuk kategori karatif humanistic, dimana yang dimaksud adalah
perilaku caring oleh pasien apabila perawat menjawab pertanyaan dengan cepat,
mengetahui apa yang mereka (perawat) lakukan, perawat tahu menggunakan alatalat, perawat tahu cara injeksi, mengganti balutan, benar-benar mendengarkan
apabila pasien berbicara, memberi obat nyeri ketika pasien kesakitan, memberikan
informasi kepada keluarga pasien tentang perkembangan pasien.
Hasil penelitian Tomey & Alligood (2006) tentang nurse caring behaviours
menganalisa bahwa perawat lebih menekankan pada perilaku caring fisik daripada
14
afektif. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Suryani (2010) mengenai
sikap caring perawat pelaksana di instalansi rawat inap didapatkan sikap caring
perawat pelaksana masih rendah.
Dapat disimpulkan bahwa caring terdiri dari dua aspek yaitu berupa tindakan
nyata perawat dalam melakukan peran dan tugasnya dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien dan aspek afektif perawat seperti perasaan cinta,
altruism, belas kasih, kehangatan serta perasaan lain yang mendasari perawat
melakukan tindakan caring kepada pasien.
2.1.2 Komponen Perilaku Caring
Peran perawat
sebagai petugas kesehatan diharapkan mampu membagi
pengetahuan dan memberikan perawatan kepada pasien, akan tetapi deskripsi
caring dalam memberikan asuhan keperawatan terkadang tidak dipahami atau
dipersepsikan berbeda oleh perawat. Caring tidak hanya penting bagi perawat
karena caring sangat berhubungan erat dengan penerima pelayanan keperawatan
yaitu pasien maupun keluarga pasien. Hal penting untuk diketahui mengenai
persepsi perawat, pasien maupun keluarga pasien tentang perilaku caring yang
dianggap mereka penting untuk dilakukan perawat guna memberikan kepuasan,
tidak hanya bagi pasien dan keluarga pasien tetapi juga bagi perawat (Dwidiyanti,
2008).
Watson mengungkapkan dalam bukunya bahwa perilaku caring adalah proses
yang dilakukan oleh perawat yang meliputi pengetahuan, tindakan dan
dideskripsikan sebagai sepuluh faktor karatif yang digunakan dalam praktik
keperawatan dibeberapa setting klinik yang berbeda. sepuluh faktor karatif ini
15
yaitu sifat dari karakter perawat yang menjelaskan bagaimana caring
dimanifestasikan sebagai esensi dan inti keperawatan, diantaranya :
a.
Membentuk dan menghargai sistem nilai humanistic dan altruistik.
Humanistic altruistic merupakan sikap yang didasari oleh nilai kemanusiaan,
seperti menghormati otonomi pasien terhadap pilihannya sendiri.
Altruism adalah perilaku yang menunjukkan kapasitas seseorang yang empati
dan dapat merasakan apa yang dialami orang lain. Pandangan Watson tentang
manusia, yaitu individu merupakan totalitas dari bagian-bagian, memiliki
harga diri di dalam dan dirinya yang memerlukan perawatan, dipahami dan
kebutuhan untuk dibimbing. Di samping itu perawat yang mempunyai sifat
caring dapat meningkatkan potensi seseorang untuk membuat pilihan
tindakan yang terbaik (Watson, 1998).
Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan
asuhan keperawatan adalah memanggil nama pasien dengan nama sehari-hari,
mengenali karakteristik pasien (umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, dll),
mengenali kelebihan dan kekurangan pasien, memenuhi panggilan pasien
walaupun sedang mengerjakan hal lain yang tidak berhubungan dengan
pasien, mendengarkan apa yang menjadi keluhan dan kebutuhan pasien,
menghargai dan menghormati pendapat dan keputusan pasien, membimbing
pasien dalam melakukan suatu tindakan keperawatan yang merupakan
kebutuhannya.
16
b.
Menanamkan sikap penuh pengharapan.
Faktor ini sangat erat hubungannya dengan nilai altruisme dan humanistik.
Perawat membantu pasien untuk memperoleh kesejahteraan dan kesehatan
melalui hubungan yang efektif dengan pasien dan memfasilitasi klien untuk
menerapkan gaya hidup sehat (Watson, 1979 dalam Tomey & Alligood,
2006). Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam
memberikan asuhan keperawatan adalah memberi motivasi kepada pasien
untuk menghadapi penyakitnya secara realistik, memberi informasi pada
pasien tentang tindakan keperawatan dan pengobatan yang akan diberikan,
membantu pasien untuk memahami alternatif tindakan perawatan dan
pengobatan yang telah ditetapkan, meyakinkan bahwa kehidupan kematian
dan takdir setiap orang telah ditentukan, mendorong pasien melakukan halhal positif atau bermanfaat terkait dengan proses penyembuhannya (Malini,
2009).
c.
Menanamkan sensitifitas atau kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain.
Perawat harus belajar untuk mengembangkan sifat sensitif dan peka terhadap
perasaan pasien sehingga lebih ikhlas, dan sensitif dalam memberikan asuhan
keperawatan (Watson, 1998). Perilaku caring perawat yang mencerminkan
faktor ini dalam memberikan asuhan keperawatan adalah tetap sabar ketika
pasien bersikap kasar terhadap perawat, mendampingi dan menenangkan
klien ketika menghadapi penderitaan atau permasalahan, menawarkan
bantuan terhadap masalah yang dihadapi pasien serta memenuhi kebutuhan
pasien (Malini, 2009).
17
d.
Mengembangkan hubungan saling percaya dan saling membantu.
Hubungan saling percaya antara perawat dan pasien adalah hal yang penting
dalam asuhan keperawatan. Hubungan ini akan meningkatkan penerimaan
terhadap perasaan positif dan negatif antara perawat dan pasien (Watson,
1998).
Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan
asuhan keperawatan adalah mengucapkan salam ketika berinteraksi dengan
pasien, menyepakati kontrak yang dibuat bersama pasien, menepati kontrak,
mempertahankan kontak mata yang dibuat bersama pasien, berbicara dengan
suara yang lembut, posisi perawat berhadapan dengan pasien pada saat
berkomunikasi, menjelaskan prosedur tindakan setiap akan melakukan
tindakan, mengorientasikan pasien baru dan melakukan terminasi pada setiap
selesai berinteraksi (Malini, 2009).
e.
Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif.
Perawat berbagi perasaan dengan pasien merupakan hal yang riskan. Perawat
harus mempersiapkan diri dalam menghadapi ekspresi perasaan positif dan
negatif pasien dengan cara memahami ekspresi pasien secara emosional dan
intelektual dalam situai yang berbeda (Watson, 1998).
Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan
asuhan keperawatan adalah memberikan kesempatan pada pasien untuk
mengekspresikan perasaannya, merawat mengungkapkan bahwa ia menerima
kelebihan dan kelemahan pasien, mendorong pasien untuk mengungkapkan
18
harapan terhadap kondisi saat ini, menjadi pendengar yang aktif pada setiap
keluhan pasien yang menyenangkan dan tidak menyenangkan (Malini, 2009).
f.
Menggunakan metode sistematis dalam menyelesaikan masalah caring untuk
pengambilan keputusan secara kreatif dan individualistik.
Perawat menggunakan proses keperawatan yang sistematis dan terorganisir
untuk menyelesaikan masalah kesehatan pasien sesuai dengan ilmu dan kiat
keperawatan (Watson, 1998).
Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan
asuhan keperawatan adalah mengkaji, merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi proses keperawatan sesuai dengan masalah pasien, memenuhi
kebutuhan keinginan pasien yang tidak bertentangan dengan kesehatannya,
melibatkan pasien dan keluarga dalam menentukan masalah keperawatan dan
prioritas, menetapkan rencana keperawatan bersama pasien dan keluarga,
melibatkan pasien dan keluarga dalam setiap pelaksanaan tindakan
keperawatan serta melibatkan pasien dan keluarga dalam setiap pelaksanaan
evaluasi tindakan keperawatan (Malini, 2009).
g.
Meningkatkan proses belajar mengajar interpersonal.
Faktor karatif ini merupakan konsep yang penting dalam keperawatan karena
memperlihatkan
dengan
jelas
perbedaan
antara
keperawatan
dan
penyembuhan. Perawat memberikan informasi kepada pasien dan pasien
diberi tanggung jawab juga dalam proses kesehatan dan kesejahteraannya.
Perawat memfasilitasi proses ini dengan teknik belajar mengajar bertujuan
untuk memandirikan pasien dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri,
19
menentukan kebutuhan diri dan memberikan pribadi pasien kesempatan untuk
berkembang (Watson, 1998).
Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan
asuhan keperawatan adalah menciptakan lingkungan yang tenang, aman, dan
nyaman untuk proses pemberian pendidikan keperawatan, memberikan
pendidikan
kesehatan
sesuai
dengan
kebutuhan
perawatan
pasien,
menjelaskan setiap keluhan pasien secara rasional dan ilmiah sesuai dengan
tingkat pemahaman pasien dan cara mengatasinya serta meyakinkan pasien
tentang kesediaan pasien untuk menjelaskan apa yang ingin diketahui
(Malini, 2009).
h.
Menciptakan lingkungan mental, sosial, spiritual serta fisik yang supportif
dan korektif.
Perawat
harus memahami
lingkungan eksternal dan internal yang
berpengaruh terhadap kesehatan dan penyakit individu. Lingkungan internal
meliputi kesejahteraan mental dan spiritual serta keyakinan sosial budaya
individu, sedangkan lingkungan eksternal meliputi kenyamanan, privasi,
keamanan dan kebersihan serta keindahan (Watson, 1998).
Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan
asuhan keperawatan adalah menyetujui keinginan pasien bertemu dengan
pemuka agama, menghadiri pertemuan pasien dengan pertemuan agama,
memfasilitasi atau menyediakan keperluan pasien ketika akan berdoa atau
beribadah sesuai dengan agamanya, bersedia mencarikan alamat dan
20
menghubungi keluarga yang sangat diharapkan mengunjungi pasien serta
bersedia menghubungi teman pasien atas permintaan pasien (Malini, 2009).
i.
Memenuhi kebutuhan dasar manusia dengan penuh perhatian dalam
mempertahankan keutuhan dan martabat manusia.
Perawat harus memahami kebutuhan biofisikal, psikososial, psikofisikal, dan
interpersonal bagi dirinya sendiri dan juga pasien. Pasien harus terpenuhi
kebutuhan tingkat dasar terlebih dahulu sebelum berusaha mencapai
kebutuhan yang berada diatasnya. Makanan dan eliminasi, adalah contoh
kebutuhan biofisikal pada tingkatan bawah, sedangkan aktivitas, istirahat dan
kebutuhan seksual adalah kebutuhan psikofisikal pada tingkatan paling
bawah. Pencapaian dan afiliasi adalah kebutuhan psikososial yang lebih
tinggi sedangkan aktualiasasi diri adalah kebutuhan interpersonal dan
intrapersonal yang lebih tinggi (Watson, 1998).
Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan
asuhan keperawatan adalah bersedia memenuhi kebutuhan dasar dengan
ikhlas, menyatakan perasaan bangga dapat menjadi orang yang bermanfaat
bagi pasien, menghargai pasien dan privasi pasien ketika sedang memenuhi
kebutuhannya, menunjukkan pada pasien bahwa pasien adalah orang yang
pantas dihormati dan dihargai (Malini, 2009).
j.
Memberikan kesempatan untuk terbuka pada eksistensial-fenomenologikal
dan dimensi spiritual caring serta penyembuhan yang tidak dapat dijelaskan
secara utuh dan ilmiah. Watson berkeyakinan bahwa perawat mempunyai
tanggung jawab untuk melaksanakan sepuluh faktor karatif dalam
21
memberikan
asuhan
keperawatan
dan
memfasilitasi
pasien
untuk
meningkatkan kesehatannya melalui upaya health promotion. Upaya ini
dilaksanakan dengan mengajarkan perubahan gaya hidup yang sehat kepada
pasien untuk meningkatkan kesehatan, menyediakan lingkungan yang
mendukung, mengajarkan metode pemecahan masalah dan mengenalkan pada
pasien keterampilan koping dan adaptasi terhadap rasa kehilangan (Watson,
1998).
Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan
asuhan keperawatan adalah memberikan kesempatan pada pasien dan
keluarga untuk melakukan hal-hal yang bersifat ritual dari proses
penyembuhannya, memfasilitasi kebutuhan pasien dan keluarga terhadap
keinginan melakukan terapi alternatif sesuai pilihannya, memotivasi pasien
dan keluarga untuk berserah diri pada Tuhan Yang Maha Esa, serta
menyiapkan pasien dan keluarganya ketika menghadapi fase berduka (Malini,
2009).
Watson (1979, dalam George, 1990), juga mengemukakan tujuh asumsi
dasar tentang caring, a) Caring dapat efektif bila ditunjukkan dan
dipraktekkan dalam hubungan interpersonal; b) Caring memuat sepuluh
faktor caratif yang menghasilkan kepuasan pasien dan pemenuhan kebutuhan
pasien; c) Caring yang efektif meningkatkan pertumbuhan individu dan
keluarga; d) Caring memberi respon menerima seseorang bukan hanya dia
tahu tapi juga untuk apa dan apa yang akan terjadi padanya serta dapat
memberi kesempatan seseorang memilih yang terbaik bagi dirinya; e) Caring
22
lebih pada healthogenic ketimbang curing. Praktek caring menyatukan
pengetahuan biofisikal dengan pengetahuan perilaku manusia; f) Lingkungan
caring meliputi perkembangan yang potensial yang membentuk atau
meningkatkan kesehatan dan perawatan bagi yang sakit. Keilmuan tentang
caring, bagaimanapun melengkapi ilmu tentang pengobatan (curing); g)
Praktik caring adalah sentral bagi praktek keperawatan.
2.1.3 Karakteristik Caring
Karakteristik Caring menurut Chin (2010) adalah a) Be ourselves, sebagai
manusia harus jujur, dapat dipercaya, tidak tergantung pada orang lain. Artinya
bahwa setiap orang harus menjadi diri sendiri dan mandiri; b) Clarity, keinginan
untuk terbuka dengan orang lain; c) Respect, selalu menghargai orang lain. Belajar
menerima dan memahami orang lain dan belajar menjadi makhluk sosial; d)
Separatenes, dalam caring tidak berarti terbawa dalam depresi atau ketakutan
orang lain. Tatap dalam kondisi waspada dengan mempersiapkan diri secara fisik
dan psikologi; e) Freedom, adalah memberi kebebasan pada orang lain untuk
mengekspresikan perasaannya; f) Emphaty, dengan memahami perasaan pasien
tetapi dirinya tidak hanyut oleh perasaan tersebut baik secara emosional maupun
fisik; g) Communication, komunikasi verbal dan nonverbal harus menunjukkan
keselarasan; h) Evaluation, dilakukan bersama-sama perawat dan pasien.
Karakteristik Caring menurut Leininger (1988) terbagi menjadi tiga yaitu : a)
Professional caring, yaitu sebagai perwujudan kemampuan kognitif. Perawat
dalam bertindak terhadap respon yang ditunjukkan pasien berlandaskan ilmu,
sikap, dan keterampilan profesional, sehingga dalam memberikan bantuan
23
terhadap pasien sesuai dengan kebutuhan masalah dan tujuan yang telah
ditetapkan perawat dan pasien; b) Scientific caring, segala keputusan dalam
memberi asuhan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki perawat; c) Humanistic
caring, proses bantuan kepada seseorang bersifat kreatif.
2.1.4 Aktifitas yang Menunjukkan Perilaku Caring Perawat
Menurut Wolf, et al (2004) telah mengembangkan daftar inventarisasi
perilaku caring perawat, Wolf menuliskan secara berturut sepuluh peringkat
perilaku yang menunjukkan caring perawat. Kesepuluh perilaku tersebut meliputi:
a) Mendengar dengan penuh perhatian; b) Memberi rasa nyaman; c) Berkata jujur;
d) Memiliki kesabaran; e) Bertanggung jawab; f) Memberikan informasi sehingga
pasien dapat mengambil keputusan; g) Memberikan sentuhan; h) Menunjukkan
sensitifitas; i) Menunjukkan rasa hormat terhadap pasien; j) Memanggil pasien
dengan namanya.
2.1.5 Instrumen yang Digunakan Untuk Mengukur Perilaku Caring
Instrumen yang digunakan dalam mengukur perilaku caring menurut
beberapa ahli, diantaranya:
2.2.5.1 Caring Behavior Assesment Tool
Caring Behavior Assesment Tool (CBA) adalah alat ukur yang paling awal
dikembangkan untuk mengukur perilaku caring dengan menggunakan teori
Watson dan sepuluh karatif Watson. Alat ukur ini dikembangkan oleh Cronin dan
Harrison pada tahun 1988 untuk mengidentifikasi perilaku caring perawat yang
dipersepsikan oleh pasien. Caring Behavior Assesment Tool (CBA) terdiri atas 63
24
item pertanyaan yang dikelompokkan menjadi 7 sub skala. Faktor 1, 2 dan 3 dari
faktor karatif Watson dikelompokkan menjadi satu kelompok dan faktor ke 6
dianggap oleh Cronin dan Harrison melekat pada seluruh faktor karatif lainnya.
Jawaban pertanyaan menggunakan 5 skala likert yang menggambarkan tingkatan
masing-masing perawat dalam merefleksikan perilaku caring.
2.2.5.2 Care-Q (Caring Assesment Inventory)
Larson (1984, Watson 2004) menjelaskan care Q adalah instrumen dapat
dipakai mempersepsikan perilaku caring perawat. Perawat mengidentifikasikan
perilaku
yang
mengekspresikan
penting
perasaan,
adalah
mendengarkan,
komunikasi,
dan
sentuhan,
melibatkan
kesempatan,
pasien
dalam
perencanaan keperawatannya. Perilaku caring yang ditampilkan pada alat ukur ini
meliputi 50 dimensi caring yang dibagi dalam 6 variabel yaitu kesiapan dan
kesediaan, penjelasan dan peralatan, rasa nyaman, antisipasi, hubungan saling
percaya serta bimbingan dan pengawasan.
2.2.5.3 Caring Behavior Inventory
Caring Behavior Inventory (CBI) dikembangkan oleh Jean Watson (2002)
dengan menggunakan konsep dasar caring secara umum dan teori transpersonal
caring Watson. Versi pertama alat ukur ini terdiri atas 75 item yang dengan proses
psikometrik direduksi menjadi 43 kemudian mengecil kembali menjadi 42 item
dengan alternatif jawaban menggunakan skala likert 4 poin yaitu 1= sangat tidak
setuju, 2=tidak setuju, 3=setuju, dan 4=sangat setuju. CBI 42 item pertanyaan
diuji menggunakan 541 subjek penelitian yang terdiri dari 278 perawat dan 263
25
pasien. Konsistensi rebilitas internal dilaporkan sampai 0.96 pada tahun 2001
(Morrison, 2007).
Wolf et al (2004) mengkategorikan faktor karatif dari teori Watson menjadi 5
dimensi perilaku caring, yaitu mengakui keberadaan pasien, menanggapi dengan
rasa hormat, pengetahuan dan keterampilan, menciptakan hubungan positif,
perhatian terhadap yang dialami orang lain.
Pengukuran perilaku caring perawat pelaksana RS Ganesha Gianyar
direncanakan menggunakan Caring Behavior Inventory dari Wolf (2004) dengan
memperhatikan 5 dimensi perilaku caring. Hal ini karena dimensi caring ini erat
hubungannya dengan kompetensi kognitif, afektif, dan psikomotor yang
dibutuhkan perawat agar mampu memberikan asuhan keperawatan dan memenuhi
kebutuhan pasien.
2.2 Konsep Karakteristik Individu
2.2.1 Definisi Karakteristik Individu
Sumber daya yang terpenting dalam organisasi adalah sumber daya manusia,
Sumber daya manusia ini akan membantu menjaga organisasi tetap bertahan
dengan tenaga, bakat, kreativitas serta usahanya. Setiap orang memiliki
karakteristik individu yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Karakteristik
individu merupakan faktor-faktor yang tersedia, data yang diperoleh sebagian
besar dari informasi yang tersedia dalam berkas personalia, meliputi usia, jenis
kelamin, status perkawinan, pendidikan, dan masa kerja dalam organisasi
26
(Robbins, 2010). Siagiaan (2008) menyatakan bahwa karakteristik individu dapat
dilihat dari umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan dan masa kerja
2.2.2 Faktor-faktor Karakteristik Individu
a. Usia
Usia adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan). Usia berkaitan
dengan tingkat kedewasaan/maturitas seseorang. Semakin tinggi usia,
semakin mampu menunjukkan kematangan jiwa dan semakin dapart
berpikir rasional, bijaksana serta terbuka terhadap pendapat orang lain
(Siagiaan,
2010).
Pendapat
ini
didukung
oleh
Desslerr
(2005)
mengemukakan usia produktif adalah usia 25-45 tahun. Tahap ini
merupakan penentu seseorang untuk memilih bidang pekerjaan yang
sesuai bagi karir individu tersebut. Pendapat berbeda dikemukakan oleh
Zachher & Frese (2011) yang menyatakan bahwa terdapat korelasi antara
umur dengan kinerja karyawan. Robbins (2010) mengemukakan bahwa
kinerja
merosot
dengan
semakin
meningkatnya
umur.
Robbins
menegaskan perundangan di Amerika menyatakan pelanggaran hukum
bagi perusahaan yang memperkerjakan seseorang yang telah pensiun dari
pekerjaannya. Hasil penelitian lain yaitu dari Masitoh (2010) menyatakan
tidak ada hubungan bermakna antara karakteristik umur dengan kinerja
perawat.
b. Jenis Kelamin
Manusia dibedakan menurut jenis kelaminnya yaitu pria dan wanita.
Dalam studi didapatkan bahwa tidak ada perbedaan dalam produktivitas
27
kerja pria dan wanita. Siagiaan (2010) mengemukakan secara sosial
budaya pegawai perempuan yang berumah tangga akan memiliki tugas
tambahan, hal ini menyebabkan kemangkiran yang lebih sering dari
pegawai perempuan. Pendapat berbeda yang dikemukakan oleh Masitoh
(2010), Aminuddin (2011), dan Panjaitan (2007) mengatakan tidak ada
perbedaan kinerja perawat pria dan wanita.
c. Latar belakang pendidikan
Tingkat pendidikan perawat mempengaruhi kinerja perawat (Siagiaan,
2010). Perawat yang memiliki pendididkan tinggi, kinerjanya akan lebih
baik karena memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas
dibandingkan dengan perawat yang memiliki tingkat pendidikan rendah.
Faktor pendidikan mempengaruhi perilaku kerja. Makin tinggi pendidikan
akan berhubungan positif terhadap perilaku kerja seseorang (Pangewa,
2007).
d. Status Perkawinan
Merupakan suatu ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.
Robbins (2010)
mengungkapkan pernikahan mampu
meningkatkan tanggung jawab yang dapat membuat suatu pekerjaan
menjadi berharga. Penelitian Purbadi dan Sofiana (2006) mengungkapkan
individu menikah akan meningkat kinerjanya karena mempunyai
pemikiran yang lebih matang dan bijaksana. Pernikahan menyebabkan
peningkatan tanggung jawab dalam pekerjaan.
28
e. Masa kerja
Masa kerja merupakan lama seorang perawat bekerja pada suatu oganisasi
yaitu dimulai dari perawat resmi dinyatakan sebagai pegawai/karyawan
tetap rumah sakit. Masa kerja perawat merupakan faktor yang dapat
berpengaruh terhadap kinerja perawat. Siagiaan (2010) menyatakan bahwa
lama kerja dan kepuasan serta kinerja berkaitan secara positif. Pendapat ini
didukung oleh Riani (2011) karyawan masa kerjanya lebih lama akan lebih
produktif dari karyawan yang baru bekerja.
2.3 Konsep Budaya Organisasi
2.3.1 Definisi Budaya Organisasi
Budaya organisasi merupakan suatu yang membedakan organisasi satu
dengan organisasi lainnya yang memiliki sistem pengertian bersama dari anggotaanggota organisasinya (Robbins, 2010). Menurut Wibowo (2010) budaya
organisasi adalah karakteristik organisasi dari anggotanya yang menggambarkan
kesuksesan dan kegagalan para anggotanya. Kreitner & Knicki (2010)
mengungkapkan budaya organisasi merupakan nilai dan keyakinan yang
mendasari identitas organisasi. Dalam tingkat organisasional, budaya merupakan
asumsi dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh anggota kelompok untuk
membentuk dan mempengaruhi perilaku serta petunjuk dalam memecahkan
masalah (Gibson, Ivanicevic & Donelly, 2010). Menurut Luthan (2007) budaya
organisasi adalah tata nilai dan norma yang menuntun perilaku anggota organisasi.
Budaya organisasi terdiri dari nilai dan asumsi bersama didalam organisasi
(Dessler, 2005).
29
2.3.2 Dimensi Budaya Organisasi
Budaya organisasi terdiri atas sejumlah karakteristik yang menjadi dasar bagi
anggota mengenai organisasi, bagaimana kegiatan dilakukan didalamnya serta
cara anggota diharapkan berperilaku. Stephen Robbins (2010) mengemukakan
sepuluh dimensi yang mempengaruhi budaya organisasi meliputi inovasi,
pengambilan risiko, kepemimpinan, integritas, dukungan manajemen, desain
pekerjaan, identitas manajemen, sistem rewards, manajemen konflik, dan pola
komunikasi.
a. Inovasi
Inovasi adalah tingkat tanggung jawab, kebebasan yang dimiiki anggota
organisasi dalam mengemukakan pendapat. Inovasi anggota organisasi harus
dihargai oleh kelompok atau pemimpin suatu organisasi sepanjang menyangkut
ide untuk mengembangkan organisasi.
Penelitian oleh Ricardo, Ronald & Jolly (2003) menyatakan ada korelasi kuat
praktik manajemen dengan kinerja karyawan.
b. Pengambilan risiko
Pengambilan risiko merupakan suatu tingkatan memotivasi karyawan dalam
pengambilan keputusan yang inovatif, kreatif dan berani mengambil risiko.
Inovasi mencakup lebih dari sekedar perbaikan, mencari dan mengambil risiko
yang besar tentang gagasan dan perubahan (Rivai, 2011). Hasil penelitian oleh
Rizal (2007) menekankan ada pengaruh yang signifikan antara kreativitas dan
inovasi terhadap motivasi dan kinerja karyawan.
30
c. Kepemimpinan
Kepemimpinan terbentuk ketika muncul kemampuan seorang pemimpin dalam
menerima secara terbuka dan positif dengan memberikan kesempatan pada staf
untuk menggali perasaan, kritikan, dan menyuarakan reaksi yang negatif secara
terbuka. Kinerja perawat pelaksana dipengaruhi oleh proses kepemimpinan
yang dilaksanakan oleh kepala ruangan sebagai manajer langsung di ruangan.
Jika manajer melibatkan staf dalam pencapaian tujuan organisasi, diharapkan
kinerja perawat pelaksana semakin optimal (Siagian, 2010)
d. Integritas
Integrasi merupakan sejauh mana organisasi dapat mendorong anggota
organisasi untuk bekerja lebih terkoordinasi. Kekompakan unit dalam suatu
organisasi dapat mendorong kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dihasilkan
perawat pelaksana (Aminudin, 2007).
e. Dukungan Manajemen
Dukungan
manajemen
merupakan
gaya
manajemen
yang
terbentuk
berdasarkan etika dan nilai-nilai standar yang tinggi. Manajemen harus
menunjukkan sikap dan loyalitas positif terhadap pekerja dan organisasi.
Manajer memberikan orang lain perasaan bahwa hasil pekerjaan yang
karyawan lakukan dihargai betapapun sederhananya (Wibowo, 2010).
f. Desain pekerjaan
Desain pekerjaan pada organisasi menguraikan cakupan, kedalaman dan tujuan
dari setiap pekerjaan yang membedakan antara pekerjaan yang satu dengan
pekerjaan lainnya. Gibson (2010) menjelaskan desain pekerjaan mengacu pada
31
proses yang diterapan pada manajer untuk memutuskan tugas pekerjaan dan
wewenang.
Desain
pekerjaan
merupakan
mengklasifikasikan tugas dan tanggung
upaya
seorang
manajer
jawab dari setiap
individu.
Gitosudarmo (2010) menambahkan bahwa desain pekerjaan berpengaruh
terhadap efektifitas organisasi.
g. Identitas manajemen
Identitas manajemen adalah bagaimana tugas pekerjaan secara formal dibagi,
dikelompokkan dan dikoordinasikan (Robbins, 2010). Identitas manajemen
menunjukkan cara suatu kelompok dibentuk, garis komunikasi dan hubungan
otoritas serta pembuatan keputusan (Marquis & Huston, 2010). Kinerja
perawat dipengaruhi juga oleh identitas manajemen yang telah ditetapkan,
tugas dan wewenang yang jelas, aturan yang jelas dan prosedur teknis dalam
mengoptimalkan kinerja. Identitas manajemen menggambarkan garis komando,
garis kewenangan dan garis koordinasi dalam melakukan tugas.
h. Sistem Rewards
Perusahaan menggunakan rewards sebagai suatu sistem balas jasa atas hasil
kerja anggota/karyawan. Perilaku yang diberi imbalan, dihukum, dan dibiarkan
akan menentukan bagaimana budaya organisasi berevolusi. Perusahaan yang
memiliki sistem rewards yang didasarkan pada intangible performance
menciptakan budaya organisasi yang berorientasi pada karyawan (Riani, 2011).
Manajemen perlu memberikan penghargaan kepada karyawan yang telah
menunjukkan kerja keras untuk menyenangkan pelanggan, seperti kenaikan
32
gaji atau promosi kesehatan, hal ini didukung oleh penelitian oleh Muzaputri
(2008) menjelaskan ada hubungan antara imbalan dan kinerja perawat.
Sistem Rewards dibedakan menjadi:
1. Finansial
a. Langsung
Penghargaan langsung diantaranya adalah yang disebut gaji, insentif, bonus
(Armstrong dan Murlis, 2007). Upah atau gaji diartikan juga sebagai
pembayaran dalam bentuk uang secara tunai, harga untuk jasa-jasa yang
elah diberikan oleh seseorang kepada orang lain. Fungsi upah adalah
sebagai jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan
produksi yang dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan
menurut suatu persetujuan, undang-undang dan peraturan yang dibayarkan
atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja.
Penghargaan yang lain dikenal dengan istilah kompensasi insentif
merupakan program kompensasi yang mengaitkan bayaran dengan
produktivitas. Tujuan dasar dari semua program insentif adalah untuk
meningkatkan produktivitas para karyawan guna mencapai keunggulan
kompetitif. Insentif berupaya memperkuat hubungan kinerja-imbalan dan
dengan demikian memotivasi kalangan karyawan yang terpengaruh. Insentif
membayar
individu atau kelompok atas apa yang secara persis
dihasilkannya, diberikan sewaktu-waktu dan bersifat tidak tetap (Simamora,
2010).
33
Model lain dari sistem rewards adalah bonus. Bonus untuk karyawan adalah
pembayaran sekaligus yang diberikan karena karyawan memenuhi sasaran
kinerja. Bonus boleh didasarkan pada pencapaian sasaran obyektif atau
penilaian suyektif. Bonus di rumah sakit diberikan kepada perawat yang
mampu bekerja melebihi kapasitas yang seharusnya sehingga tingkat
kepuasan klien dapat dirasakan.
Sistem rewards finansial di rumah sakit merupakan suatu imbalan atau
kompensasi yang diterima oleh pelaksana pelayanan atas jasa yang
diberikan kepada pelanggan/pasien dalam rangka observasi, diagnosis,
pengobatan, konsultasi, visite, tindakan medis, rehabilitasi medis atau
pelayanan lain yang disebut dengan istilah jasa pelayanan (SKB Menkes
dan Mendagri no 883/Menkes/SKB/1998 dan no 060.440-995). Sedangkan
menurut
Keputusan
Menkes
RI
No.477/Menkes/SK/IV/2004,
jasa
pelayanan di rumah sakit adalah imbalan yang diterima oleh pelaksana
pelayanan atas jasa yang diberikan kepada pasien dalam rangka observasi,
diagnosis, pengobatan, konsultasi, visite, rehabilitasi medik dan atau
pelayanan lainnya. Aspek legal atau peraturan yang khusus mengatur
tentang pembagian kompensasi rumah sakit belum ada yang lengkap dan
terperinci. Aturan yang ada hanya mengatur secara garis besar proporsi jasa
sarana dengan jasa pelayanan dibagi berdasarkan kelompok ketenagaan
sehingga dalam operasionalnya harus lebih dijabarkan lagi.
Sesuai dengan SK Menkes No.582/Menkes/VI/1997 dan SK Menkes
No.66/Menkes/II/1987, keduanya tentang pola tarif rumah sakit pemerintah
34
dimana jasa pelayanan dimasukkan di dalam tarif tiap-tiap kegiatan
pelayanan. Setiap kegiatan pelayanan terdiri dari dua komponen yaitu jasa
sarana sekitar 60%-70% dan jasa pelayanan sekitar 30%-40%. Peraturan
lain yang mengatur jasa pelayanan adalah SKB Menkes dan Mendagri no
883/Menkes/SKB/1998 dan no 060.440-995 yang mengatur jasa pelayanan
yang bersumber dari pasien ASKES. Pembagiannya adalah 40% untuk
tenaga medis, 50% untuk perawat dan 10% untuk administrasi.
Kompensasi jasa finansial pada suatu rumah sakit ini juga terkait erat
dengan berbagai faktor baik ekternal maupun internal (Trisnantoro, 2000
dalam Tahir, 2004). Faktor eksternal yang dominan adalah peraturan
perundang-undangan yang menetapkan aturan besarnya kompensasi,
misalnya pada karyawan non ahli atau tenaga buruh, maka masalah
kompensasi ini diatur oleh peraturan mengenai upah minimum regional
(UMR), akan tetapu untuk tenaga ahli atau tenaga profesional hingga saat
ini belum ada aturan UMR-nya. Faktor eksternal lain yang terkait adalah
standarisasi pendapatan, yang biasanya ditetapkan oleh Labour Union atau
Perhimpunan Profesi, misalnya Persatuan Perawat Nasional Indonesia
(PPNI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI) atau Ikatan Bidan Indonesia (IBI)
yang menetapkan standar kompensasi bagi anggota profesinya. Sayangnya
hal ini belum terlaksana di Indonesia (Tahir, 2004).
Sehingga berdasarkan pemaparan tersebut diatas, maka pada umumnya
rumah sakit pemerintah menetapkan tiga komponen imbalan yang
dibayarkan kepada pegawai yaitu : 1) Basic salary, merupakan gaji dan
35
tunjangan yang dibayarkan rutin setiap bulan sengan sumber dana dari kas
pemerintah, penghitungannya berdasarkan pangkat, jabatan, pendidikan,
lama bekerja, jumlah anggota keluarga; 2) insentif, biasanya diberikan
setiap bulan dengan sumber dana dari operasional rumah sakit yang telah
dianggarkan, dengan dasar penghitungannya dari keterpaparan tugas,
emergency, shift, beban kerja; 3) bonus.
Pemberian bonus di rumah sakit didasarkan pada jumlah unit produksi
yang dapat dihasilkan dalam satu kurun waktu tertentu oleh instansi rumah
sakit. Jika Bed Occupancy Rate (BOR) melebihi jumlah yang telah
ditetapkan, maka perawat menerima bonus atas kelebihan jumlah yang
dihasilkan itu. Penghematan waktu juga menjadi salah satu dasar pemberian
bonus di rumah sakit dengan alasan jika perawat menyelesaikan tugas
dengan memuaskan dalam waktu yang lebih singkat dari waktu yang
seharusnya, maka dipersepsikan akan lebih banyak pekerjaan yang dapat
diselesaikan (Lusiani, 2007).
Penelitian terkait imbalan finansial ini diantaranya adalah Adji (2010) yang
mengatakan bahwa faktor imbalan (p value = 0,002, OR = 20,94), sumber
daya (p value= 0,047, OR – 8,63) juga berhubungan dengan kinerja perawat
di ruang rawat inap RSU Raden Matther Jambi, dimana perawat yang
menilai besarnya imbalan tidak sesuai dengan peran dan beban kerja mereka
berpeluang mempunyai kinerja kurang baik 20,9 kali dibandingkan dengan
perawat yang menilai besar imbalan sesuai dengan peran kerja.
36
b. Tidak langsung
Kompensasi tidak langsung adalah pemberian bagian keuntungan/manfaat
lainnya bagi para pekerja di luar gaji atau upah tetap, dapat berupa uang atau
barang. Kompensasi tidak langsung juga dikatakan sebagai program
penghargaan dengan variasi yang luas, sebagai pemberian bagian
keuntungan organisasi/perusahaan. Misalnya THR, Tunjangan Hari Natal,
pemberian jaminan kesehatan, liburan, cuti, dan lain-lain (Nawawi, 2008).
2. Non Finansial
Sistem rewards non finansial menurut Marwansyah dan Mukaram (2007)
dapat berupa pujian, tanggung jawab terhadap pekerjaan dan pengembangan
diri. Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai sistem rewards non
finansial.
a. Pencapaian
Penelitian yang dilakukan oleh Armstrong (2007) mengenai kebutuhan staf
manajerial
menghasilkan
identifikasi
tiga
kebutuhan utama,
yaitu
pencapaian, kekuasaam, afiliasi. Kebutuhan pencapaian didefinisikan
sebagai
keberhasilan
kompetitif
yang
diukur
berdasarkan
standar
keunggulan pribadi.
b. Pengakuan
Pengakuan merupakan salah satu motivator yang ampuh. Orang ingin tahu
bukan hanya seberapa baik dia telah mencapai sasarannya atau menjalankan
pekerjaannya, tetapi juga seberapa baik penghargaan yang diterima atas
37
pencapaiaannya. Rewards harus diberikan secara tepat dan harus
dihubungkan dengan pencapaian yang nyata. Rewards ini jangan hanya
disampaikan dalam pengakuan semata. Rewards no finansial, terutama
bonus pencapaian yang disampaikan segera setelah prestasi diraih,
merupakan simbol yang jelas atas pengakuan yang digabungkan dengan
tunjangan berwujud. Ini merupakan cara penting untuk membuat proses
rewards finansial dan non finansial bisa saling mendukung.
c. Tanggung Jawab
Orang dimotivasi dengan memberinya tanggung jawab yang lebih besar atas
pekerjaannya. Ini merupakan proses yang sangat essensial dalam
pemberdayaan. Pemberian tanggung jawab sejalan dengan konsep motivasi
instrinsik yang didasarkan pada isi jabatan. Ini juga terkait dengan konsep
fundamental bahwa individu termotivasi ketika diberika sarana untuk
mencapai tujuannya.
d. Pengaruh
Orang termotivasi untuk mempengaruhi dan berkuasa. Penelitian oleh
McClelland menunjukkan selain mencari prestasi, para manajer terutama
didorong untuk mendapatkan kekuasaan, walaupun mereka tetap memiliki
kebutuhan afiliasi, seperti hubungan persahabatan. Organisasi melalui
kebijakan partisipasi bisa memotivasi orang dengan cara memberi
kesempatan
untuk
mengungkapkan
gagasannya,
kesempatan
pandangannya didengar dan bertindak sesuai pandangannya tersebut.
agar
38
e. Pertumbuhan diri atau pengembangan karir
Individu pada semua level organisasi, baik didorong oleh ambisi maupun
tidak, mulai mengakui pentingnya untuk meningkatkan keterampilan dan
terus menerus mengembangkan karirnya. Ini merupakan pengembangan
falsafah berkelanjutan. Kini banyak orang beranggapan bahwa pelatihan
merupakan bagian dari paket rewards, kesempatan belajar, mengikuti
kursus.
f. Sistem Grading sebagai Jenjang Karir Profesional
Sistem jenjang karir profesional perawat meliputi tiga aspek yang saling
berhubungan yaitu kinerja, orientasi profesional dan kepribadian perawat
serta kompetensi yang
menghasilkan kinerja profesional.
Perawat
profesional diharapkan mampu berpikir rasional, mengakomodasi kondisi
lingkungan, mengenal diri sendiri, belajar dari pengalaman dan mempunyai
aktualisasi diri sehingga meningkatkan jenjang karir profesinya. Jenjang
karir perawat dapat dicapai melalui pendidikan formal dan pendidikan
berkelanjutan berbasis kompetensi serta pengalaman kerja di sarana
kesehatan.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Setiati (2011) di salah satu Rumah Sakit Swasta
di Denpasar yang meneliti tentang sistem kompensasi yang berlaku di rumah sakit
tersebut, didapatkan hasil bahwa sumber daya manusia di rumah sakit
mengharapkan
peningkatan
untuk
dibandingkan dengan rumah sakit lain.
komponen
yang
besar
nominalnya
39
Tabel 2.1
Komponen Kompensasi yang Berlaku di Rumah Sakit Swasta
Komponen yang Ada
Frekuensi Pemberian Dasar Perhitungan/Formula
Saat ini
Finansial Langsung
Gaji Pokok
Setiap Akhir Bulan
Tunjangan Jabatan
Setiap Akhir Bulan
Tunjangan kehadiran
Setiap Akhir Bulan
Tunjangan Produksi
Setiap Akhir Bulan
Tunjangan Fungsional
Setiap Akhir Bulan
Bonus
Sekali setahun
Insentif
Pertengahan Bulan
Uang Suka Duka
Bila ada kegiatan suka
duka
Sekali setahun
Tunjangan Hari Raya
Finansial Tidak Langsung
Tunjangan kesehatan
Asuransi Jiwa
Pakaian seragam
Dibayarkan setiap bulan
dalam bentuk premi
asuransi kesehatan
Dibayarkan setiap bulan
dalam bentuk premi
asuransi jiwa.
Diberikan 1 stel setiap 6
bulan.
Dasar perhitungan: golongan pekerjaan
dan masa kerja.
Ada 5 golongan pekerjaan yang
ditentukan berdasarkan tingkat
pendidikan dan unit kerja. Besar
nominal tidak mengacu pada persentase
terhadap UMR.
Besar tunjangan jabatan ditentukan
dengan kebijakan rumah sakit.
Diberikan sama rata per poin kehadiran
(pagi dan siang dihitng 1 poin, malam
dihitung 2 poin).
Diberikan berdasarkan nilai indeks
masing-masing karyawan.
Unsur penentu indeks: kelompok
pekerjaan, masa kerja, level jabatan.
Indeks dikalikan dengan nilai rupiah,
merupakan besar nominal yang diterima
masing-masing karyawan.
Berdasarkan: masa kerja, kelompok
pekerjaan.
Besar nominal tergantung keuntungan
RS (5% dari keuntungan bersih RS).
Diberikan berdasarkan nilai indeks
insentif karyawan.
Unsur penentu indeks insentif: indeks
produksi, kompetensi, bobot kerja,
tanggung jawab, kemahiran.
Nilainya baku tergantung jenis kegiatan
suka duka.
Besarnya: 1x (gaji pokok+tunjangan
fungsional
40
i. Manajemen Konflik
Manajemen konflik merupakan proses identifikasi permasalahan dan peluang,
serta pemilihan alternatif pemecahan masalah. Pelibatan pihak lain dalam
manajemen konflik berperan dalam pembelajaran individu dan organisasi
(Daft, 2008). Hasil penelitian oleh Ricardo, Ronald, & Jolly (2003)
mendapatkan hasil ada pengaruh antara manajemen konflik terhadap
peningkatan budaya organisasi.
j. Pola Komunikasi
Komunikasi adalah kumpulan dari individu yang berinteraksi satu sama lain.
Komunikasi yang baik menciptakan saling pengertian dan akan memperkuat
kohesi dan tercapainya tujuan-tujuan kelompok yang berdampak pada tujuan
organisasi (Sopiah, 2009).
Perilaku anggota dapat dikendalikan dari komunikasi. Fungsi ini berjalan
ketika karyawan diwajibkan untuk menyampaikan keluhan terkait dengan
pelaksanaan tugas kewajiban karyawan itu didalam perusahaan (Sully, 2005).
Hasil penelitian oleh Rodwell et al (2008) menyimpulkan bahwa ada korelasi
signifikan praktik komunikasi organisasional dengan kinerja karyawan.
Didukung juga oleh Sulistyo (2009) yang menekankan ada pengaruh yang
bermakna komunikasi organisasional terhadap kinerja karyawan.
41
2.3.3 Fungsi Budaya Organisasi
Fungsi budaya organisasi menurut Stephen Robbins & Judge (2010) adalah :
a. Budaya memiliki rasa identitas anggota organisasi, seperti logo pada
beberapa perusahaan yang memiliki makna bagi organisasi itu sendiri
(Riani, 2011).
b. Budaya meningkatkan stabilitas sistem sosial. Budaya merupakan perekat
sosial yang menyatukan organisasi dengan cara menyediakan standar apa
yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan karyawannya.
c. Budaya membantu melahirkan komitmen baru terhadap sesuatu yang lebih
besar dari kepentingan personal. Luthan (2007) juga mengungkapkan
bahwa budaya menghasilkan dan meningkatkan komitmen terhadap misi
organisasi.
d. Budaya sebagai membuat semuanya lebih bermakna serta pengendali
dalam membentuk perilaku karyawan.
e. Sebagai penentu menciptakan perbedaan antara satu organisasi dengan
organisasi lainnya.
2.3.4 Membangun dan Mempertahankan Budaya Organisasi
Sebuah organisasi yang ingin membangun dan mempertahankan budaya
organisasi memerlukan waktu yang cukup lama.. Ada 3 hal berdasarkan Stephen
Robbins & Judge (2010) yang memiliki peranan penting sebuah budaya.
a. Seleksi
Nilai-nilai organisasi didapatkan oleh karyawan melalui proses seleksi dan
diseragamkan untuk pembentukan budaya organisasi. Proses seleksi ini
42
bertujuan untuk merekrut kemampuan, pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan individu di dalam organisasi (Robbins & Judge, 2010).
b. Tindakan Manajemen Puncak
Norma-norma yang berlaku di organisasi melalui manajemen puncak
diseragamkan berdasarkan apa yang mere lakukan serta bagaiamana pihak
eksekutif bersikap terkait pengambilan risiko, kebebasan yang diberikan
kepada karyawan dan lain sebagainya (Robbins & Judge, 2010).
c. Metode Sosialisasi
Merupakan sebuah proses yang menjadikan adaptasi bagi karyawan agar
mengerti dengan kultur organisasi, bermanfaat juga agar karyawan paham
tentang organisasinya, sehingga karyawan dapat menghadapi masalah (Robbins
& Judge, 2010).
2.3.5 Instrumen Pengukuran Budaya Organisasi
Format instrumen yang digunakan untuk mengukur budaya organisasi adalah
dalam bentuk kuesioner. The Denison Organizational Culture Survey, merupakan
salah satu format survei budaya organisasi. Model ini telah dilakukan berdasarkan
pada penelitian lebih dari 15 tahun dan melibatkan 1000 organisasi yang
dilakukan oleh Dr.Denison dari Universitas Micchigan. Kelebihan dari model
instrumen ini adalah merupakan instrumen yang memfokuskan pada kebiasaan,
didesain dan dibuat sesuai dengan lingkungan semua tingkat organisasi, mudah
dan cepat diimplementasikan.
43
Instrumen ini dikembangkan berdasarkan 4 karakteristik budaya yang
mempunyai korelasi dengan organisasi, yaitu :
a. Keterlibatan
Karateristik organisasi yang menilai pandangan karyawan yang bekerja
sama dalam mencapai tujuan organisasi. Didalamnya terdapat norma,
pemberdayaan dan pengembangan kapabilitas.
b. Konsistensi
Nilai yang memfokuskan pada integrasi sumber-sumber organisasi untuk
mengembangkan sistem untuk melaksanakan kegiatan organisasi yang
meliputi koordinasi dan integrasi.
c. Adaptasi
Merupakan kebutuhan organisasi dalam melaksanakan kegiatan dalam
mendukung kapabilitas perilaku internal dari organisasi. Kemampuan ini
meliputi fokus pada pelanggan, menciptakan perubahan dan pembelajaran
organisasi.
d. Misi
Merupakan tujuan jangka panjang yang penting bagi organisasi, meliputi
tujuan dan visi organisasi serta pencapaian tujuan organisasi.
2.4 Konsep dan Teori Perilaku
Berdasarkan teori Lawrence Green (1980) perilaku seseorang atau
masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan
dan tradisi sebagai faktor predisposisi disamping faktor pendukung seperti
lingkungan fisik, prasarana dan perilaku petugas kesehatan. Perilaku merupakan
44
gerakan yang dapat diamati dari luar, seperti orang berjalan, naik sepeda dan
mengendarai motor atau mobil. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan
atau aktifitas manusia dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang
sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, tertawa, kuliah, menulis, membaca dan
sebagainya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku adalah
semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun
tidak dapat diamati pihak luar (Notoatmodjo, 2003).
Berdasarkan berbagai pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus berdasarkan
pengetahuan dan sikap seseorang.
2.4.1 Domain Perilaku
Perilaku adalah respon dari stimulus (rangsangan dari luar). Meskipun bentuk
stimulusnya sama, namun bentuk respon akan berbeda dari setiap orang. Faktorfaktor yang membedakan respon terhadap stimulus disebut determinan perilaku.
Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Faktor Internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat
given atau bawaan misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis
kelamin.
b. Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, ekonomi, politik,
lingungan kerja. Faktor lingkungan ini sering menjadi faktor dominan
yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003)
45
2.4.2 Proses Terjadinya Perilaku
Hasil penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi
proses yang berurutan, yaitu :
1) Awareness (kesadaran), orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
stimulus (objek) terlebih dahulu.
2) Interest, yakni mulai tertarik kepada stimulus.
3) Evaluation hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4) Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
5) Adaption, subjek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran
dan sikapnya terhadap stimulus
Seorang perawat juga senantiasa harus memiliki pengetahuan dasar mengenai
bagaimana melakukan perawatan pada pasien yang tercermin dari perilaku
berdasarkan atas pengetahuan, pengalaman, nilai dan memadukan informasi baru
sehingga pengetahuan empiris tersebut akan menjadi pengetahuan deskriptif
dimana perawat akan mampu menggambarkan segala ciri, sifat, gejala yang ada
pada pasien yang dirawatnya dimana salah satu bentuk perilaku dasar yang harus
dimiliki oleh perawat adalah perilaku caring (Notoatmodjo, 2003)
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian pustaka perilaku caring dalam asuhan keperawatan
merupakan bagian dari bentuk kinerja perawat dalam merawat pasien. Pada
dasarnya perilaku caring dipengaruhi oleh faktor internal dalam hal ini adalah
faktor individu yang ada di dialam individu perawat yaitu usia, jenis kelamin,
pendidikan, status perkawinan dan masa kerja. Variabel ektsternal yang memiliki
efek terhadap perawat untuk melakukan perilaku caring adalah variabel budaya
organisasi, dimana budaya organisasi adalah dan pengatur jalannya organisasi
yang didalamnya terdapat cara para anggotanya diharapkan akan berperilaku.
Terdapat sepuluh dimensi budaya organisasi yang dapat mempengaruhi
perawat pelaksana akan melakukan aktivitas caring kepada pasien, yaitu inovasi,
pengambilan risiko, kepemimpinan, integritas, dukungan manajemen, sistem
rewards, manajemen konflik, desain pekerjaan, identitas manajemen, pola
komunikasi. Berdasarkan permasalahan yang terjadi di RSU Ganesha Gianyar,
peneliti hanya akan mengidentifikasi hubungan antara enam faktor eksternal yang
dalam hal ini budaya organisasi yaitu hubungan antara kepemimpinan, sistem
rewards, desain pekerjaan, dukungan manajemen, manajemen konflik dan pola
komunikasi.
Aktivitas perilaku caring yang dipengaruhi oleh faktor individu dan budaya
organisasi merupakan proses yang dilakukan oleh perawat dan digunakan dalam
praktik keperawatan. Lima dimensi caring yang sebaiknya dimiliki oleh perawat
46
47
dalam memberikan caring kepada pasien, yaitu mengakui keberadaan pasien,
menanggapi dengan rasa hormat, pengetahuan dan keterampilan yang profesional,
menciptakan hubungan positif dan perhatian terhadap apa yang dialami orang lain.
Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi bagaimana seorang perawat
berperilaku caring yang akhirnya akan mempengaruhi kinerja perawat, berkaitan
dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran
suatu jabatan sesuai dengan tugas yang telah ditetapkan. Dengan mengidentifikasi
hubungan terhadap sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku perawat dalam
melakukan aktivitas caring, maka akan didapatkan bagaimana perawat dapat
memotivasi dirinya untuk senantiasa melakukan aktivitas caring.
48
3.2 Konsep Penelitian
Variabel Bebas
Internal
Faktor Individu :
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Tingkat
pendidikan
4. Status
perkawinan
5. Masa Kerja
Variabel Tergantung
Pelaksanaan Perilaku Caring
Perawat
1.
2.
3.
Eksternal
Faktor Budaya Organisasi :
1. Kepemimpinan
2. Dukungan Manajemen
3. Desain pekerjaan
4. Sistem Rewards
5. Manajemen Konflik
6. Pola Komunikasi
4.
5.
Mengakui keberadaan
manusia.
Menganggapi dengan rasa
hormat.
Pengetahuan dan
keterampilan.
Menciptakan hubungan
positif.
Perhatian terhadap yang
dialami orang lain.
Eksternal
Faktor Budaya Organisasi :
7. Inovasi
8. Pengambilan Risiko
9. Integritas
10. Identitas manajemen
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Gambar 3.1 Konsep Penelitian Hubungan Faktor Individu dan Budaya Organisasi Dengan
Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Ganesha Gianyar
49
3.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini meliputi :
1. Ada hubungan yang positif antara usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
status perkawinan dan masa kerja dengan perilaku caring oleh perawat
pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar.
2. Ada hubungan yang positif antara kepemimpinan, desain pekerjaan, dukungan
manajemen, sistem rewards, manajemen konflik dan pola komunikasi dengan
perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain survei analitik dengan pendekatan cross
sectional, dimana variabel bebas dan variabel tergantung dilakukan pengukuran
sekaligus dalam waktu bersamaan (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini bertujuan
melihat hubungan antara faktor individu dan budaya organisasi dengan perilaku
caring perawat pelaksana berdasarkan lima dimensi menurut teori Watson, di
RSU Ganesha Gianyar.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Instalansi rawat inap RSU Ganesha Gianyar
meliputi ruang inap kelas I, kelas II, kelas III, VIP dan perinatologi. Penelitian
dimulai dari penyusunan proposal sampai dengan penyusunan laporan tesis yang
dilaksanakan pada September 2014 – Maret 2015.
4.3 Penentuan Sumber Data
Populasi merupakan seluruh subjek (manusia, binatang atau percobaan, data
laboratorium) yang diteliti dan memenuhi karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2010). Penelitian dilakukan dengan metode sensus dimana keseluruhan subjek
yang ada di populasi, yaitu 48 perawat pelaksana rawat inap RSU Ganesha
50
51
Gianyar menjadi sampel dalam penelitian ini. Alasan menggunakan instalansi
rawat inap karena aktivitas perawat 24 jam bersama pasien adalah di rawat inap.
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor individu, meliputi usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan, dan masa kerja, dan juga
faktor budaya organisasi, meliputi lima variabel kepemimpinan, dukungan
manajemen, desain pekerjaan, sistem rewards manajemen konflik, pola
komunikasi.
4.4.2 Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah perilaku caring perawat
berdasarkan Wolf et al (2004) yang mengkategorikan faktor karatif dari Watson
menjadi lima dimensi perilaku caring, yaitu mengakui keberadaan manusia,
menganggapi dengan rasa hormat, pengetahuan dan keterampilan profesional,
menciptakan hubungan positif, perhatian terhadap yang dialami orang lain.
52
4.4.3 Definisi Operasional Variabel
Tabel 4.1
Definisi Operasional dan Cara Pengukuran
No
Variabel
VARIABEL BEBAS
1
Usia
Definisi operasional
Skala
pengukuran
Cara/
alat ukur
Usia perawat dihitung sejak tanggal
kelahiran hingga ulang tahun terakhir
pada saat mengisi kuisioner
Interval
(dalam
tahun)
Kuesioner
Kategorikal
(Nominal)
Kuesioner
Ordinal
Kuesioner
2
Jenis Kelamin
3
Tingkat
Pendidikan
Karakteristik perawat tentang jenis
kelamin yang terdiri dari “laki-laki”
dan “perempuan”
Pendidikan formal terakhir yang
ditamatkan oleh responden
4
Status
Perkawinan
Status perawat yang terikat
pernikahan sah secara hukum
Kategorikal
(Nominal)
Kuesioner
5
Masa kerja
Lamanya perawat bekerja di ruang
rawat inap RSU Ganesha Gianyar
Interval
Kuesioner
6
Kepemimpinan
Proses kepemimpinan kepala ruangan,
diantaranya:
a. Mengarahkan perilaku caring
(penugasan yang jelas dan adil)
b. Mengawasi perilaku caring
(menilai dan memperbaiki)
c. Mengkoordinasikan perilaku
caring (membuat pertemuan kerja)
Nominal
Kuesioner
pernyataan
positif
1, 2, 3, 4, 5
pernyataan
negatif
6, 7, 8
7
Desain
Pekerjaan
Uraian tugas yang mengarah kepada
perilaku caring, diantaranya:
a. Cakupan pekerjaan (banyaknya
tugas yang dilakukan perawat
pelaksana sesuai perannya).
b. Kedalaman pekerjaan
(keleluasaan perawat pelaksana
menentukan bagaimana perilaku
caring dilakukan), hubungan
pekerjaan.
c. Hubungan pekerjaan (keterkaitan
kerja antara kepala ruangan
dengan perawat pelaksana dan
antara sesame perawat pelaksana
yang dibutuhkan dalam
Nominal
Catatan tentang
rencana analisis
Dikelompokkan
sesuai dengan
sebaran data yang
diperoleh
Diberikan skor
0 = laki-laki
1 = perempuan
Diberikan skor
0 = DIII
1 = S1
Diberikan skor
0 = tidak menikah
1 = menikah
Dikelompok- kan
sesuai dengan
sebaran data yang
diperoleh
Diberikan skor
1-5 (sangat tidak
setuju-sangat
setuju)
lalu dikelompokkan
berdasarkan Mean
1. Kurang baik (<
mean)
2. Baik ( ≥ mean)
Kuesioner
Diberikan skor
pernyataan
1-5 (sangat tidak
positif
setuju-sangat
9, 10, 11, 12, 13 setuju)
pernyataan
lalu dikelompokkan
negatif
berdasarkan Mean
14, 15, 16
1. Kurang baik (<
mean)
2. Baik ( ≥ mean)
53
8
Dukungan
Manajemen
9
Sistem rewards
10
11
memberikan caring kepada
pasien)
Dukungan manajemen keperawatan
atau kepala ruangan kepada
karyawannya (perawat pelaksana)
dalam melakukan perilaku caring
terhadap pasien, meliputi fasilitas yang
diberikan, aturan dan kebijakan terkait
prosedur perilaku caring, penugasan
yang jelas dan adil, pengarahan dan
pembinaan serta pengawasan perilaku
caring.
Nominal
Kuesioner
pernyataan
positif
17, 18, 19, 20,
21
pernyataan
negatif
22, 23
Diberikan skor
1-5 (sangat tidak
setuju-sangat
setuju)
lalu dikelompokkan
berdasarkan Mean
1. Kurang baik
(< mean)
2. Baik (≥ mean)
Imbalan yang mendukung perilaku
caring dalam bentuk
a. immaterial (kesempatan
pengembangan diri, suasana kerja
yang kondusif, kesempatan
pengembangan diri, syarat kerja
yang tidak terlalu ketat dan kondisi
kerja yang lebih manusiawi)
b. Materiil (gaji, insentif sesuai
dengan kinerja perawat)
Nominal
Kuesioner
pernyataan
positif
24, 25, 26, 27
pernyataan
negatif
28, 29, 30
Diberikan 1-5
(sangat tidak
setuju-sangat
setuju)
lalu dikelompokkan
berdasarkan Mean
1. Kurang baik
(< mean)
2. Baik ( ≥ mean)
Manajemen
Konflik
Proses yang dilakukan oleh
manajemen keperawatan (manajer dan
kepala ruangan) identifikasi masalah,
peluang dan alternatif pemecahan
masalah dan pengambil keputusan
dalam pelaksanaan caring terhadap
pasien, keputusan bersifat sentralis
atau desentralisasi
Nominal
Kuesioner
pernyataan
positif
31, 32, 33
pernyataan
negatif
34, 35, 36
Diberikan skor
1-5 (sangat tidak
setuju-sangat
setuju)
lalu dikelompokkan
berdasarkan Mean
1. Kurang baik
(< mean)
2. Baik ( ≥ mean)
Pola
Komunikasi
Proses penyampaian dan pertukaran
informasi tentang perilaku caring dari
perawat kepada pasien secara lisan
maupun tulisan
Nominal
Kuesioner
pernyataan
positif
37, 38, 39
pernyataan
negatif
40, 41, 42
Diberikan skor
1-5 (sangat tidak
setuju-sangat
setuju)
lalu dikelompokkan
berdasarkan Mean
1. Kurang baik
(< mean)
2. Baik ( ≥ mean)
Perilaku caring yang dilakukan
oleh perawat sendiri kepada pasien
selama menjadi perawat di ruang
rawat inap dengan menggunakan 5
(lima) dimensi perilaku caring
perawat , CBI (Caring Behavior
Inventory) dari Watson, meliputi :
Mengakui keberadaan manusia
(assurance of human presence),
menanggapi dengan rasa hormat
Nominal
Kuesioner III
yang terdiri dari
42 pernyataan
positif
Diberikan skor
1-5 (tidak pernah
dilakukan –selalu
dilakukan)
lalu dikelompokkan
berdasarkan Mean
1. Kurang baik
(< mean)
2. Baik ( ≥ mean)
VARIABEL TERIKAT
12
Perilaku Caring
Perawat
54
Mengakui
keberadaan
manusia (assurance
of human presence)
Menanggapi
dengan rasa hormat
(Respectful),
Pengetahuan dan
keterampilan
profesional
(Professional
knowledge and
skill),
Menciptakan
hubungan positif
(Positive
connectedness)
Perhatian terhadap
yang dialami orang
lain (Attentiveness
to the other’s
experience)
(Respectful), pengetahuan dan
keterampilan profesional (
Professional knowledge and skill),
menciptakan hubungan positif
(Positive connectedness), perhatian
terhadap yang dialami orang lain
(Attentiveness to the other’s
experience)
Pernyataan perawat terhadap
perilaku caring yang dilakukan
dalam memberikan asuhan
keperawatan meliputi tindakan
membentuk dan menghargai sistem
nilai humanistik dan altruistik,
menanamkan sikap penuh
pengharapan, menanamkan
sensitifitas atau kepekaan terhadap
diri sendiri dan orang lain
Pernyataan perawat terhadap
perilaku caring yang dilakukan
dalam memberikan asuhan
keperawatan meliputi tindakan
mengembangkan hubungan saling
percaya dan saling membantu
meningkatkan dan menerima
ekspresi perasaan positif dan
negatif.
Pernyataan perawat terhadap
perilaku caring yang dilakukan
dalam memberikan asuhan
keperawatan meliputi
menggunakan metode sistematis
penyelesaian untuk pengambilan
keputusan, meningkatkan
pembelajaran dan pengajaran
interpersonal.
Pernyataan perawat terhadap
perilaku caring yang dilakukan
dalam memberikan asuhan
keperawatan meliputi menciptakan
lingkungan fisik, mental,
sosiokultural dan spriritual yang
mendukung.
Pernyataan perawat terhadap
perilaku caring yang dilakukan
dalam memberikan asuhan
keperawatan meliputi memberikan
bimbingan dalam memuaskan
kebutuhan pasien.
55
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang penulis gunakan adalah kuesioner dan pedoman
observasi. Cara pengumpulan data pada penelitian ini adalah semua responden
diminta untuk mengisi tiga macam kuesioner yang telah dijelaskan terlebih dahulu
oleh peneliti.
a. Kuesioner I
Kuesioner I merupakan kuesioner yang berisi tentang faktor individu
perawat (karakteristik individu) meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan,
status pernikahan dan masa kerja. Hasil pengumpulan umur dan masa
kerja akan dikelompokkan sesuai sebaran data yang diperoleh. Jenis
kelamin dikategorikan menjadi pria dan wanita, pendidikan dikategorikan
menjadi DIII dan S1, status pernikahan dikategorikan menjadi menikah,
tidak menikah. Cara pengisian kuesioner ini dilakukan dengan memberi
tanda centang ()
b. Kuesioner II
Kuesioner II merupakan kuesioner tentang budaya organisasi meiputi
kepemimpinan, desain pekerjaan, dukungan manajemen, sistem rewards,
manajemen konflik dan pola komunikasi. Kuesioner ini diadaptasi oleh
peneliti dari The Dennison Organizational Culture Survey Questionnaire.
Peneliti mengembangkan kuesioner ini karena lebih aplikatif dan sesuai
dengan kondisi rumah sakit tempat penelitian dilakukan.
56
Tabel 4.2
Distribusi Pernyataan Positif dan Negatif
Variabel Budaya Organisasi
No
1
2
3
4
5
6
Variabel
Kepemimpinan
Desain pekerjaan
Dukungan Manajemen
Sistem Rewards
Manajemen Konflik
Pola Komunikasi
Positif
Negatif
1,2,3,4,5
9,10,11,12,13
17, 18, 19, 20, 21
24, 25, 26, 27
31, 32, 33
37, 38, 39
6,7,8
14, 15, 16
22, 23
28, 29, 30
34, 35,36
40, 41,42
Skala yang digunakan adalah skala likert 1-5 dengan kriteria untuk
pernyataan positif nilai 1 yaitu Sangat Tidak Setuju (STS) dimana berarti
sangat tidak sesuai dengan kondisi yang dialami oleh perawat pelaksana saat
ini sampai nilai 5 yaitu Sangat Setuju (SS) dimana berarti sangat sesuai
dengan kondisi
yang dialami oleh perawat pelaksana saat ini. Kriteria
penilaian untuk pernyataan negatif merupakan kebalikan dari pernyataan
positif.
c. Kuesioner III
Kuesioner
III
merupakan kuesioner
perilaku
caring
yang akan
dipersepsikan oleh perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap.
Kuesioner ini diadaptasi dari Caring Behavior Investment (CBI)
Questionnaire
57
No
1
2
3
4
5
Tabel 4.3
Distribusi Pernyataan Variabel Perilaku Caring
Variabel
Pertanyaan
Mengakui keberadaan pasien
1-13
Menanggapi dengan rasa hormat
14-21
Pengetahuan dan keterampilan yang
22-29
profesional
Menciptakan hubungan positif
30-33
Perhatian terhadap apa yang dialami orang
34-42
lain
Peneliti menggunakan instrumen ini karena sudah teruji di dalam menilai
perilaku caring. Instrumen ini lebih aplikatif sesuai dengan kondisi
lapangan dan sangat sederhana. Pernyataan dalam kuesioner ini dibuat
dalam pernyataan positif. Skala yang digunakan adalah skala likert 1-5
dengan kriteria untuk pernyataan nilai 1 yaitu Tidak Pernah (TP) dimana
berarti tidak pernah sama sekali dilakukan oleh perawat pelaksana, sampai
nilai 5 yaitu Selalu (SL) dimana berarti tidak pernah tidak dilakukan oleh
perawat pelaksana.
d.
Lembar Observasi Perilaku Caring Perawat
Instrumen yang digunakan untuk menilai perilaku caring perawat pada
pasien menggunakan lembar observasi yang dinilai oleh peneliti dibantu
oleh kepala ruang rawat inap. Instrumen ini mengacu pada instrumen
measuring of nursing caring behavior (MNCB) dan dimodifikasi oleh
peneliti. Instrumen ini digunakan untuk menilai perilaku caring perawat
dalam memberikan pelayanan keperawatan pada pasien dan terdiri dari 42
item pernyataan bersifar favourable yang dibagi dalam 5 aspek perilaku
caring Watson. Pernyataan pada lembar observasi ini diukur dengan
58
alternatif hasil observasi “ya” bila perawat menerapkan perilaku caring
yang sesuai dengan pernyataan pada saat memberikan pelayanan
keperawatan pada pasien. Hasil observasi “Tidak” bila perawat tidak
menerapkan perilaku caring yang sesuai dengan pernyataan pada saat
memberikan pelayanan keperawatan pada pasien.
Kuesioner penelitian telah dilakukan diuji validitas dan realibilitas di
Rumah Sakit Umum Puri Raharja dengan menggunakan 30 responden. Uji
validitas dan reliabilitas sangat penting dalam penelitian untuk mengetahui
validitas dan kehandalan kuesioner tersebut. Berikut uraian tentang uji validitas
dan uji reliabilitas yaitu:
1. Uji Validitas
Mengukur sahnya suatu kuesioner digunakan uji validitas. Kuesioner dapat
dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan
sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Suatu uji dikatakan valid
apabila r hitung > r tabel. Pada uji validitas penelitian ini r hitung harus lebih
besar dari 0,306 dengan jumlah sampel 30 responden (Sugiyono, 2009).
Berdasarkan hasil dari output uji kuesioner yang berisi persepsi budaya organisasi
dan perilaku caring perawat pelaksana Rumah Sakit Umum Puri Raharja dimana
masing-masing kuesioner terdiri dari 42 item pertanyaan persepsi budaya
organisasi dan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap. Hasil
pengukuran validitas kuesioner menunjukkan 84 item pertanyaan tersebut valid
untuk penelitian. (hasil terlampir).
59
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah suatu ukuran untuk menunjukkan konsistensi dari alat
ukur jika mengukur gejala yang sama di lain komponen. Suatu kuesioner dapat
dikatakan reliabel jika jawaban responden terhadap pertanyaan adalah stabil dari
waktu ke waktu dan memberikan nilai alpha cronbach > 0,7 (Sugiyono, 2009).
Hasil pengukuran validitas kuesioner menunjukkan 84 item pertanyaan valid
untuk penelitian ini lalu dilakukan pengukuran reliabilitas dengan uji statistik
alpha cronbach ternyata 84 item pertanyaan reliabel yaitu nilai >0,7 (hasil
terlampir).
4.6 Prosedur Penelitian
a. Peneliti melakukan koordinasi dengan kepala bidang keperawatan, kepala
ruangan dan perawat pelaksana terkait dengan persiapan pelaksanaan
penelitian.
b. Peneliti menjelaskan latar belakang, tujuan, dan manfaat penelitian pada
seluruh kepala ruangan di rawat inap dan selanjutnya kepala ruang
membantu peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian kepada
perawat pelaksana.
c. Responden yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian menandatangani
lembar informed consent.
d. Peneliti
membuat
kontrak
waktu
dengan
perawat
yang
sudah
menandatangani lembar informed consent untuk mengisi lembar
60
kuesioner, yang akan mereka isi bersamaan pada saat jadwal kerja shift
(disela jam kerja).
e. Peneliti mendampingi responden agar dapat menjelaskan jika ada
pertanyaan yang kurang jelas. Lama pengisian kuesioner adalah 10-15
menit. Selama pengisian kuesioner, responden tidak ada yang mengajukan
pertanyaan terkait isi dari pernyataan kuesioner. Dari 48 kuesioner yang
diberikan oleh peneliti kepada perawat pelaksana RSU Ganesha Gianyar,
semua kuesioner kembali dan terisi penuh oleh responden.
f. Sebagai triangulasi data, peneliti melakukan observasi pada sejumlah
responden setelah mengisi kuesioner. Menggunakan checklist observasi,
peneliti bersama kepala ruangan melakukan observasi perilaku caring
perawat pelaksana terhadap pasien yang dirawatnya saat shift pagi dan
sore.
4.7 Analisis data
Kegiatan analisis data terdiri dari pengolahan data dan entry data
berdasarkan empat tahapan pengolahan data, yaitu :
1. Editing
Memeriksa ulang isian formulir atau kuesioner kelengkapan pengisian
jawaban, kejelasan dan kesesuaian jawaban responden agar dapat
diolah dengan baik.
2. Coding
Peneliti memberikan kode pada setiap jawaban dengan mengkonversi
peryataan ke dalam angka.
61
3. Processing
Peneliti memasukkan data ke paket program komputer, semua
kuesioner terisi penuh dan benar, dan sudah diberi kode.
4. Cleaning
Melihat kembali data yang sudah dimasukkan ke dalam komputer
untuk memastikan data tersebut bersih. baik pada waktu pemberian
kode maupun pembersihan skor data. Semua data bersih dan tidak
ditemukan missing data .
Selanjutnya dilakukan analisis data :
a. Analisis univariat untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing
variabel yang diteliti didalam penelitian. Analisis univariat dalam
penelitian ini berbentuk data kategorikal yang dilakukan pada variabel
faktor individu perawat, faktor budaya organisasi dan variabel perilaku
caring. Penyajiannya menggunakan frekuensi dan pesentase.
b. Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan tiap variabel independen
yaitu faktor budaya organisasi, dan faktor individu perawat dengan
variabel dependen perilaku Caring perawat dengan menggunakan uji Chi
Square.
c. Analisis Multivariat untuk menilai hubungan satu atau lebih variabel bebas
terhadap satu variabel tergantung. Sehingga didapatkan pengaruh masingmasing variabel tersebut terhadap variabel tergantung. Uji statistik yang
digunakan adalah regresi logistik.
62
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Gianyar merupakan daerah tujuan pariwisata di Bali dengan luas
368 km2 dan jumlah penduduk: 422.186 jiwa, maka rata-rata kepadatan penduduk
sebesar 1147/ km2. RSU Ganesha adalah rumah sakit swasta berada di wilayah
Kecamatan Sukawati yang berlokasi di Desa Celuk Sukawati, Gianyar dengan
luas areal tanah 4200 m2. RSU Ganesha Gianyar didirikan pada tanggal 16
Desember 2004 dengan nama RSIA Ganesha, dimana pada saat itu bernaung
dibawah Yayasan Ganesha Husadha, kemudian pada tanggal 3 Maret 2008
berubah menjadi PT. Surya Ganesha. Sejak tanggal 23 Maret 2010 status berubah
dari Rumah Sakit Ibu dan Anak Ganesha menjadi Rumah Sakit Umum Ganesha
dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 50 buah dan sejak pertengahan awal tahun
2012 status berubah menjadi Rumah Sakit kelas C dengan 86 tempat tidur, dan
sejak tahun 2012 juga telah melayani pasien program Jamkesmas dan Jampersal
yang kemudian berubah menjadi program BPJS di awal tahun 2014. Diawal tahun
2013 Rumah Sakit Ganesha ikut bergabung dalam jejaring pelayanan JKBM.
Adapun jenis pelayanan yang diberikan oleh RSU Ganesha antara lain :
1.
Instalansi Rawat Inap
Mempunyai fasilitas gedung perawatan di lantai II dan lantai III :
a. Lantai II : 15 kamar dgn kapasitas 23 tempat tidur
b. Lantai III : 11 kamar dgn kapasitas 31 tempat tidur
62
63
c. Lantai Gedung Lama : 8 kamar kapasitas 25 tempat tidur
d. Perinatologi :5 tempat tidur
e. ICU : 2 tempat tidur
Sehingga total kapasitas tempat tidur sebesar 86 tempat tidur
Masing masing lantai mempunyai Kelas VIP, Kelas I , Kelas II dan Kelas
III. Lantai dasar digunakan untuk ruang Poliklinik spesialis dan Ruang
Medical Check Up dan Lantai I dan II dikhususkan sebagai ruang Rawat
Inap.
2.
Unit Gawat Darurat (UGD)
Buka 24 jam dan mempunyai fasilitas ruang Triase, ruang tindakan bedah,
non bedah, ruang observasi dengan dokter jaga dan perawat UGD yang
profesional, terlatih dan standby 24 jam bersertifikat ATLS, ACLS, PPGD
serta didukung oleh Dokter Konsultan Jaga. UGD dilengkapi juga dengan
peralatan untuk life saving dan serta ditunjang pelayanan penunjang
diagnostik, instalasi farmasi dan ambulan yang siap melayani 24 jam.
3.
Laboratorium
Fasilitas RSU Ganesha mencakup penyediaan fasilitas laboratorium, yang
terletak di lokasi yang mudah dijangkau untuk memudahkan pelayanan
selama 24 jam.
4.
Farmasi
Instalasi Farmasi dipimpin seorang Apoteker, melayani resep keperluan obat
untuk UGD, Rawat Jalan, Rawat Inap dan buka 24 jam. RSU Ganesha
64
mengunakan formularium sesuai standar terapi yang ditentukan oleh Komite
Medik RSU Ganesha.
5.
Ambulans
Dilengkapi dengan peralatan dan obat-obat life saving/defibrilator dengan
tenaga dokter dan paramedis terlatih. Tersedia pula unit layanan transfer
pasien untuk menjemput pasien yang memerlukan pre-hospital di tempat.
6.
Instalansi Radiologi
Buka 24 jam dan hasil imaging dibaca oleh tenaga Sp. Radiologi yg
bertugas di RSU Ganesha.
Jenis-jenis pemeriksaan yang dilayani di Instalasi Radiologi RSU Ganesha
antara lain:
a. Pemeriksaan radiologi (dengan kontras dan tanpa kontras)
b. Pemeriksaan Ultrasonography : Transvaginal (Obgyn), Abdomen dan
Mamae
c. Pemeriksaan CT scan kerja sama dengan RS lain.
7.
Instalansi Gizi
Dikelola tenaga akademi Gizi dengan menu diet khusus seperti : Diet DM,
Rendah Garam, TKTP dan sejak awal 2012 telah dibuka Poliklinik Gizi.
Untuk kelas VIP RSU Ganesha Gianyar memiliki pilihan menu makan siang
dan malam.
Adapun jumlah tenaga staf rumah sakit sebesar 185 orang yang terdiri dari :
1. Tenaga dokter umum
: 9 orang
2. Tenaga dokter spesialis
: 15 orang
65
3. Tenaga Bidan
: 14 orang
4. Tenaga Perawat
: 91 orang
5. Tenaga Administrasi dan lainnya: 56 orang
5.2 Karakteristik Responden Penelitian
Tabel 5.1 menyajikan faktor individu resonden mencakup usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, status perkawinan dan masa kerja perawat pelaksana ruang
rawat inap di RSU Ganesha Tahun 2014.
Tabel 5.1
Karakteristik Responden Penelitian
di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar Tahun 2014
Karakteristik
Frekuensi (f)
Persentase (%)
Umur
20-25 tahun
26
54,2
26-30 tahun
22
45,8
Jenis kelamin
Laki-laki
11
22,9
Perempuan
37
77,1
Pendidikan
DIII
26
54,2
S1
22
45,8
Masa kerja
< 5 Tahun
21
43,8
≥ 5 Tahun
27
56,3
Status Perkawinan
Belum Menikah
21
43,8
Menikah
27
56,3
Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwa sebagian besar umur responden
adalah kelompok umur 20-25 tahun sebanyak 26 orang (54,2%). Ditinjau dari
jenis kelamin diketahui responden perempuan (77,1%) lebih banyak daripada lakilaki, sedangkan untuk kategori pendidikan, ditemukan tingkat DIII (54,2%) lebih
banyak daripada S1. Hasil penelitian menurut masa kerja ditemukan lebih banyak
66
responden yang telah bekerja lebih dari 5 tahun (56,3%). Perawat pelaksana yang
menjadi responden dalam penelitian ini sebagian besar (56,3%) dengan status
menikah.
5.3 Persepsi Perawat Pelaksana Terhadap Budaya Organisasi di RSU
Ganesha Gianyar
Tabel 5.2 menyajikan persepsi perawat pelaksana terhadap budaya organisasi
mencakup kepemimpinan, dukungan manajemen, desain pekerjaan, sistem
rewards, manajemen konflik dan pola komunikasi di RSU Ganesha Tahun 2014
Tabel 5.2
Distribusi Persepsi Budaya Organisasi Perawat Pelaksana
di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar Tahun 2014
Faktor Budaya
Frekuensi (f)
Persentase (%)
Organisasi
Budaya Organisasi
Kurang Baik
22
45,8
Baik
26
54,2
Kepemimpinan
Kurang Baik
17
35,4
Baik
31
64,8
Desain Pekerjaan
Kurang Baik
23
47,9
Baik
25
52,1
Dukungan Manajemen
Kurang Baik
26
54,2
Baik
22
45,8
Sistem Rewards
Kurang Baik
24
50,0
Baik
24
50,0
Manajemen Konflik
Kurang Baik
18
37,5
Baik
30
62,5
Pola Komunikasi
Kurang Baik
23
47,9
Baik
25
52,1
Tabel 5.2 menjelaskan bahwa sebagian besar perawat pelaksana menilai
budaya
organisasi
dengan
kategori
baik
(54,2%).
Pada
tabel
juga
67
menginformasikan variabel kepemimpinan sebagian besar dipersepsikan baik
(64,8%), pada desain pekerjaan yang telah disusun oleh manajer dalam
mengklasifikasikan tugas dan tanggung jawab individu menunjukkan sebagian
besar dinilai baik oleh responden (52,1%). Selain desain pekerjaan, perilaku
caring juga tidak terlepas dari dukungan manajemen, dimana sebagian besar
perawat pelaksana menilai dukungan manajemen kurang baik (54,2%) di ruang
rawat inap RSU Ganesha Gianyar. Sebagian perawat pelaksana (50%) menilai
sistem rewards di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar baik, namun sebagian
berpendapat sebaliknya. Pengelolaan konflik di ruang rawat inap RSU Ganesha
Gianyar sebagian besar dinilai baik sebesar (62,5%). Pada variabel pola
komunikasi ditemukan sebagian besar dinilai baik oleh responden sebanyak
(52,1%).
5.4 Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha
Gianyar
Variabel tergantung dari penelitian ini adalah perilaku caring perawat
pelaksana. Hasil penelitian mengenai perilaku caring perawat pelaksana di ruang
rawat inap RSU Ganesha Tahun 2014 ditunjukkan pada Tabel 5.3
68
Tabel 5.3
Perilaku Caring Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap
RSU Ganesha Gianyar Tahun 2014
Perilaku Caring
Frekuensi (f)
Persentase (%)
Perilaku Caring
Kurang baik
21
43,8
Baik
27
56,3
Mengakui keberadaan
manusia
Kurang baik
18
33,3
Baik
30
62,5
Menanggapi dengan
rasa hormat
Kurang baik
25
52,1
Baik
23
47,9
Pengetahuan dan
keterampilan
17
35,4
profesional
Kurang baik
31
64,6
Baik
Menciptakan hubungan
22
45,8
positif
Kurang baik
26
54,1
Baik
Perhatian terhadap
25
52,1
yang dialami orang lain
Kurang baik
23
47,9
Baik
Pada analisis univariat dapat dilihat bahwa variabel perilaku caring perawat
pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar tahun 2014 sebagian besar
kategori baik (56,3%). Pada variabel mengakui keberadaan manusia dengan
memberikan kepercayaan-harapan kepada pasien sebagian besar kategori baik
(62,5%). Sebagian besar perawat pelaksana yang menanggapi dengan rasa hormat
ekspresi perasaan positif dan negatif klien memiliki kategori kurang baik (52,1%).
Sedangkan untuk kemampuan pengetahuan dan keterampilan profesional perawat
pelaksana dalam peningkatan pembelajaran dan pengajaran interpersonal sebagian
69
besar kategori baik (64,6). Perawat pelaksana yang dapat menciptakan hubungan
positif baik dari lingkungan fisik, mental, sosiokultural dan spiritual sebagian
besar kategori baik (54,1). Variabel perhatian terhadap yang dialami orang lain
dalam memberikan bimbingan dan memuaskan kebutuhan manusiawi pasien,
sebagian perawat pelaksana memiliki kategori kurang baik (52,1%).
5.5 Hasil Observasi Pelaksanaan Perilaku Caring Perawat Pelaksana di
Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar
Hasil observasi mengenai perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat
inap RSU Ganesha Tahun 2014 ditunjukkan pada Tabel 5.4
Tabel 5.4
Hasil Observasi Perilaku Caring Perawat Pelaksana
Di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar Tahun 2014
Variabel
Mean Min-Max Frekuensi (f) Persentase (%)
20,42
17-25
Perilaku Caring
5
41,7
Kurang Baik
7
58,3
Baik
Hasil analisis dari Tabel 5.4 menunjukkan bahwa rata-rata nilai perilaku
caring perawat pelaksana berdasarkan hasil observasi adalah 20,42. Nilai perilaku
caring terendah adalah 17 dan tertinggi 25. Penilaian observasi dilakukan pada
total 37 tindakan dimana ada 5 tindakan yang tidak bisa di nilai oleh observer,
disebabkan karena tindakan tersebut hanya dapat dilakukan pada pasien tertentu
dan membutuhkan waktu yang lama untuk diobservasi. Penerapan perilaku caring
baik perawat berdasarkan observasi adalah 58,3% dan penerapan perilaku caring
kurang baik 41,7%. Hasil ini belum optimal karena masih ada beberapa faktor
karatif caring yang penting belum diterapkan oleh perawat.
70
5.6 Analisis Bivariat Hubungan Perilaku Caring dengan Variabel Bebas
Hubungan perilaku caring dengan variabel independen menggunakan uji chisquare disajikan pada Tabel 5.5
Tabel 5.5
Hasil Analisis Bivariat Variabel Bebas dengan Perilaku Caring
Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar Tahun 2014
Variabel
Bebas
Usia
20-25 tahun
26-30 tahun
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Pendidikan
DIII
S1
Masa kerja
< 5 Tahun
≥ 5 Tahun
Status Perkawinan
Belum Menikah
Menikah
Kepemimpinan
Kurang Baik
Baik
Desain Pekerjaan
Kurang Baik
Baik
Dukungan
Manajemen
Kurang Baik
Baik
Sistem Rewards
Kurang Baik
Baik
Manajemen Konflik
Kurang Baik
Baik
Pola Komunikasi
Kurang Baik
Baik
*Chi-Square tes
Perilaku Caring
Kurang Baik
Baik
n(%)
n(%)
Nilai p*
15(57,7)
6(27,3)
11(42,3)
16(72,7)
0,034
2(18,2)
19(51,4)
9(81,8)
18(48,6)
0,052
15(57,7)
6(27,3)
11(42,3)
16(72,7)
0,034
13(61,9)
8(29,6)
8(38,1)
19(70,4)
0,025
15(71,4)
6(22,2)
6(28,6)
21(77,8)
0,001
11(64,7)
10(32,3)
6(35,5)
21(67,7)
0,030
16(69,6)
5(20)
7(30,4)
20(80)
0,001
16(61,5)
5(22,7)
10(38,5)
17(77,3)
0,007
18(75)
3(12,5)
6(25)
21(87,5)
<0,001
14(77,8)
7(23,3)
4(22,2)
23(76,7)
<0,001
14(60,9)
7(28)
9(39,1)
18(72)
0,022
71
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor jenis kelamin tidak
memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku caring perawat pelaksana di
ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar.
Berdasarkan Tabel 5.5 diatas dapat dilihat bahwa variabel usia dengan
perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar
sebanyak 72,7% perawat pelaksana berusia 26-30 tahun cenderung berperilaku
caring baik. Hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p=0,034 maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara usia dengan perilaku
caring perawat pelaksana.
Tingkat pendidikan dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat
inap RSU Ganesha Gianyar diperoleh hasil analisis bahwa sebanyak 72,7%
responden tingkat pendidikannya S1 cenderung berperilaku caring baik. Hasil uji
statistik menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat
pendidikan dengan perilaku caring perawat pelaksana (p=0,034).
Tabel 5.5 diatas menunjukkan bahwa masa kerja dengan perilaku caring
perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar diperoleh sebanyak
70,4% responden yang bekerja lebih dari 5 tahun, cenderung berperilaku caring
baik. Hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p=0,025 maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan
perilaku caring perawat pelaksana.
Pada hasil analisis status perkawinan dengan perilaku caring perawat
pelaksana diperoleh sebanyak 77,8% responden yang telah menikah cenderung
memiliki perilaku caring baik dengan nilai p=0,001 maka dapat disimpulkan ada
72
hubungan yang signifikan antara status perkawinan dengan perilaku caring
perawat pelaksana.
Hasil analisis persepsi kepemimpinan dengan perilaku caring perawat
pelaksana diperoleh sebanyak 67,7% responden yang memiliki persepsi
kepemimpinan yang baik di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar, cenderung
berperilaku caring baik dengan nilai p=0,030, disimpulkan ada hubungan yang
signifikan antara persepsi kepemimpinan dengan perilaku caring perawat
pelaksana.
Berdasarkan hasil analisis untuk persepsi desain pekerjaan dengan perilaku
caring perawat pelaksana diperoleh nilai p=0,001 dan sebanyak 80% responden
memiliki persepsi desain pekerjaan yang baik di ruang rawat inap RSU Ganesha
Gianyar, cenderung berperilaku caring baik. Sehingga dapat disimpulkan ada
hubungan yang signifikan antara persepsi desain pekerjaan dengan perilaku caring
perawat pelaksana.
Sebanyak 77,3% responden memiliki persepsi dukungan manajemen yang
baik di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar cenderung memiliki perilaku
caring baik. Diperoleh nilai p=0,007 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang
signifikan antara persepsi dukungan manajemen dengan perilaku caring perawat
pelaksana.
Pada hasil analisis sistem rewards dengan perilaku caring perawat pelaksana
diperoleh sebanyak 87,5% responden memiliki persepsi yang baik dan cenderung
berperilaku caring baik. Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p<0,001
73
maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara persepsi sistem
rewards dengan perilaku caring perawat pelaksana.
Persepsi manajemen konflik dengan perilaku caring perawat pelaksana
diperoleh sebanyak 76,7% responden yang memiliki persepsi baik dan cenderung
berperilaku caring baik. Disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara
persepsi manajemen konflik dengan perilaku caring perawat pelaksana dengan
nilai p<0,001.
Tabel 5.5 diatas menunjukkan bahwa persepsi pola komunikasi, memiliki
hubungan yang signifikan dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang
rawat inap RSU Ganesha Gianyar dengan nilai p=0,022. Hasil analisis persepsi
pola komunikasi dengan perilaku caring perawat pelaksana diperoleh sebanyak
72% responden memiliki persepsi yang baik dan cenderung berperilaku caring
baik.
5.7 Analisis Uji Multivariat Variabel Bebas dan Variabel Tergantung
Hasil analisis multivariat, menggunakan regresi logistik. Untuk menguji
apakah data fit untuk model ini maka dilakukan goodness of fit test. Dari output
goodness of fit test didapatkan nilai p=0,727 ini menunjukkan bahwa data fit
dengan model regresi logistik.
Dari hasil uji bivariat, semua variabel yang mempunyai nilai p<0,25 akan
disertakan dalam uji multivariat. Berdasarkan Tabel 5.4 didapatkan bahwa semua
variabel memiliki nilai p<0,25. Semua variabel tersebut yaitu diantaranya usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, masa kerja, status perkawinan, kepemimpinan,
desain pekerjaan, dukungan manajemen, sistem rewards, manajemen konflik dan
74
pola komunikasi secara bersama-sama dengan menggunakan metode enter
disertakan dalam uji regresi logistik. Hasil uji multivariat dengan regresi logistik
disajikan dalam Tabel 5.6 berikut.
Tabel 5.6
Hasil Analisis Multivariat Faktor Individu dan Budaya
Organisasi dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap
RSU Ganesha Gianyar Tahun 2014
Variabel
Usia
20-25 tahun
26-30 tahun
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Pendidikan
DIII
S1
Masa Kerja
< 5 Tahun
≥ 5 Tahun
Status Perkawinan
Belum Menikah
Menikah
Kepemimpinan
Kurang baik
Baik
Desain pekerjaan
Kurang baik
Baik
Dukungan manajemen
Kurang baik
Baik
Sistem rewards
Kurang baik
Baik
Manajemen Konflik
Kurang baik
Baik
Pola Komunikasi
Kurang baik
Baik
OR
95% CI
Nilai p
0,77
0,21-30,36
0,902
0,40
0,01-1,180
0,062
1,43
0,11-18,25
0,784
1,03
0,11-9,87
0,979
3,61
0,61- 161,24
0,508
0,44
0,03-5,41
0,522
2,60
0,12-56,60
0,541
9,11
0,67- 123,75
0,097
23,39
1,53-356,94
0,023
3,21
0,34-30,20
0,308
4,85
0,40-58,10
0,212
75
Hasil analisis multivariat menunjukkan OR sistem rewards adalah 23,39
(95%CI=1,53-356-94), berarti peluang perawat berperilaku caring baik adalah 24
kali lebih besar pada perawat dengan persepsi sistem rewards baik. Pada tabel
juga menunjukkan bahwa sistem rewards merupakan variabel yang paling
dominan memiliki hubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana.
Berdasarkan Tabel 5.5, variabel usia, jenis kelamin, pendidikan, lama bekerja,
status perkawinan, kepemimpinan, desain pekerjaan, dukungan manajemen,
manajemen konflik dan pola komunikasi setelah di uji multivariat tidak
berhubungan (p value >0,005) dengan perilaku caring perawat pelaksana
76
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Perilaku Caring Perawat Pelaksana
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar perilaku caring dipersepsikan
baik oleh perawat pelaksana diruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar yaitu
sebanyak (56,3%). Hal ini sangat mungkin terjadi karena perilaku caring telah
menjadi faktor utama dalam memberikan pelayanan perawatan kepada pasien.
Berdasarkan teori Lawrence Green (1980) perilaku manusia dipengaruhi oleh dua
faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku
(non behaviour causes). Perilaku terbentuk dari tiga faktor, dimana salah satu
faktornya adalah faktor predisposisi (predisposing factors) yang mencakup
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, kebiasaan, norma sosial, budaya dan
sebagainya.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sub variabel perilaku caring
yaitu mengakui keberadaan manusia dan perhatian terhadap apa yang dialami
orang lain masing-masing memiliki kategori kurang baik (52,1%). Hasil ini
membuktikan masih ada faktor karatif dari perilaku caring belum diterapkan
dengan maksimal oleh perawat pelaksana. Berdasarkan situasi di Rumah Sakit
Umum Ganesha Gianyar, perilaku caring antara perawat dan klien masih sangat
membutuhkan kerjasama antara kedua belah pihak dana gar klien sebagai
penerima asihan keperawatan dapat kooperatif maka perawat diharapkan
mempunyai
kemampuan
komunikasi
76
terapeutik
dan
pengetahuan
serta
77
keterampilan dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan yang memadai
sehingga menimbulkan kepercayaan klien kepada perawat. Selain itu perawat
pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar masih kurang baik
mempersepsikan apa yang menjadi keluhan klien dengan penuh perhatian
sehingga keluarga dan klien belum dapat mengungkapkan ketakutan dan
keprihatianannya selama dirawat di rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan jika
peawat pelaksana mempunyai teknik komunikasi terapeutik yang baik. Teknik
komunikasi terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik
dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran
dengan maksud untuk mempengrauhi orang lain (Stuart & Laraia, 2005)
Perilaku caring Perawat dengan kebersamaan (being with) yaitu perawat yang
menghadirkan diri secara emosional untuk orang lain atau klien. Perawat menjadi
ada, meliputi tidak hanya kehadiran secara fisik saja tetapi juga jelas
menyampaikan pesan ketersediaan dan keyakinan untuk bertahan dengan klien.
Hal ini termasuk berada disana secara pribadi, menyampaikan kesediaan, dan
perasaan ingin berbagi tanpa membebani orang yang dirawat (Swanson, 1991
dalam Tomey & Alligood, 2006).
Swanson (dalam Watson, 2009) melakukan meta analisis terhadap 130
penelitian keperawatan yang mengidentifikasi bahwa dampak perilaku caring
terhadap perawat adalah timbulnya rasa cinta terhadap keperawatan sehingga
perawat akan berusaha meningkatkan pengetahuan, menghargai kehidupan dan
kematian, menunjukkan integritas, keutuhan dan harga diri serta perasaan puas
dapat membantu klien mencapai kesehatan dan kesejahteraan. Dampak perilaku
78
caring yang dirasakan oleh perawat ini yang diharapkan menimbulkan motivasi
kerja perawat untuk mengoptimalkan kinerjanya.
Berdasarkan hasil observasi teridentifikasi perilaku caring perawat pelaksana
di RSU Ganesha Gianyar tergolong baik (58,3%), sehingga dapat dilihat ada
potensi untuk pelaksanaan pelayanan keperawatan di RSU Ganesha Gianyar yang
semakin baik juga. Hasil observasi menunjukkan bahwa dalam memberikan
asuhan keperawatan sebagian besar perawat telah memperkenalkan diri dan
menjelaskan perannya kepada pasien, hanya saja perawat jarang menyediakan
waktu khusus untuk mengkaji secara mendalam masalah yang dialami pasien dan
masih ada yang kurang memberikan perhatian penuh kepada pasien, tidak
menjelaskan rasional prosedur tindakan keperawatan yang akan dilakukan. Hal ini
perlu menjadi pertimbangan pihak manajer keperawatan dan manajer rumah sakit
untuk mempertahankan perilaku caring yang baik. Perawat yang berperilaku
caring terhadap pasien berarti perawat tersebut sudah mampu memberikan
pelayanan yang baik kepada pasien. Sikap caring berarti perawat bersikap empati,
memberi dukungan, simpati serta perlindungan kepada pasien. Dengan
menunjukkan sikap caring maka dapat memberikan pengalaman yang baik untuk
pasien. Pendapat ini didukung oleh Wolf, Miller & Devine (2010) yang
menyatakan bahwa kinerja staf perawat termasuk perilaku caring dapat
memberikan kontribusi besar terhadap kualitas pengalaman pasien selama
dilakukan perawatan.
79
6.2 Hubungan Antara Usia dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa uji statistik diperoleh nilai
p=0,034 yang berarti usia berhubungan secara signifikan dengan perilaku caring
perawat pelaksana. Didukung oleh hasil penelitian dari Panjaitan dan Agustini
(2007). Penelitian tersebut menyatakan bahwa ada hubungan antara usia dengan
sikap caring. Artinya semakin bertambah usia perawat maka sikap caring
terhadap pasien akan semakin meningkat. Begitu juga dengan hasil penelitian dari
Supriatin (2009) yang menyatakan ada korelasi antara usia dengan sikap caring
perawat.
Berdasarkan hasil analisis multivariat didapatkan bahwa usia tidak
berhubungan signifikan dengan perilaku caring (p=0,902). Asumsi peneliti tidak
adanya hubungan usia dengan perilaku caring perawat, bahwa berapapun usia
perawat di RSU Ganesha Gianyar tidak memiliki kontribusi terhadap pelaksanaan
perilaku caring, karena perilaku caring perawat dipengaruhi oleh seberapa besar
pemahaman dan kesadaran perawat dalam menerapkan faktor karatif caring pada
pasien. Artinya berapapun usia perawat dapat menunjukkan perilaku caring
terhadap pasien.
Kemampuan dan kelebihan yang dimiliki pleh perawat yang berusia tua
diimbangi oleh perawat berusia muda dengan mempunyai harapan yang ideal
mengenai dunia kerja, sehingga akan berusaha mengeksplorasi semua pengalaman
belajarnya dari pendidikan untuk diterapkan dalam tatanan layanan kedapa pasien.
Perawat usia muda mempertahankan ideal dirinya sehingga akan berupaya
mematuhi standar yang berlaku di tempat kerjanya. Hal inilah yang yang dapat
80
menjelaskan pada penelitian ini yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan
antara usia dengan perilaku caring.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Masitoh (2001) dan Burdahyat (2009) dan
Sari (2009) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara
karakteristik demografis khususnya usia dengan kinerja perawat. Didukung juga
dengan hasil penelitian dari Supriyadi (2006) mengungkapkan bahwa tidak ada
korelasi antara usia dengan perilaku caring perawat.
6.3 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Caring Perawat
Pelaksana
Hasil analisis bivariat dan multivariat penelitian menunjukkan bahwa tidak
ada korelasi yang bermakna antara jenis kelamin dengan perilaku caring perawat
(p=0,062) Didukung oleh hasil penelitian dari Supriatin (2009) yang menunjukkan
bahwa tidak ada korelasi yang bermakna antara jenis kelamin dengan perilaku
caring. Semua perawat baik laki-laki maupun perempuan sama-sama mempunyai
peluang dapat berperilaku caring terhadap pasien. Sehingga dalam melaksanakan
asuhan keperawatan diharapkan semua perawat baik laki- laki maupun perempuan
dapat menunjukkan sikap atau perilaku caring terhadap pasien.
Asumsi peneliti tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dan perilaku
caring disebabkan karena perawat dalam menjalankan tugasnya di Rumah sakit
tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan Secara umum tidak ada perbedaan
yang bermakna antara jenis kelamin perempuan dengan laki-laki dalam
produktifitas kerja dan dalam kepuasan kerja, tidak ada perbedaan yang konsisten
81
dalam kemampuan memecahkan masalah, keterampilan analisis, dorongan
kompetitif, motivasi serta kemampuan belajar (Rivai & Mulyadi, 2010).
Hasil penelitian ini sejalan dengan Masitoh (2010), Aminuddin (2011), dan
Panjaitan (2007) mengatakan tidak ada perbedaan kinerja perawat pria dan wanita.
Pria dan wanita adalah sama dalam hal kemampuan belajar, daya ingat,
kemampuan penalaran, kreatifitas, dan kecerdasan. Meskipun beberapa peneliti
masih percaya adanya perbedaan kreativitas, penalaran, dan kemampuan antara
pria dan wanita (Gibson, 2010) Begitu juga dalam kemampuan menganalisa
masalah, dianggap pria lebih mampu dalam mengatasi masalah karena lebih
kreatif.
6.4 Hubungan Antara Pendidikan dengan Perilaku Caring Perawat
Pelaksana
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara tingkat pendidikan dengan perilaku caring perawat pelaksana dengan nilai
p=0,034, yang artinya semakin tinggi tingkat pendidikan perawat maka akan
semakin caring terhadap pasien. Sejalan dengan pendapat dari Rivai dan Mulyadi
(2010) mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi tingkat
kemampuannya. Kemampuan yang dapat ditingkatkan dengan tingkat pendidikan
adalah kemampuan intelektual, dengan adanya kemampuan intelektual yang
meningkat pada seseorang maka diharapkan dapat mengambil keputusan yang tepat
termasuk keputusan untuk bersikap atau berperilaku. Tingkat pendidikan yang
tinggi menyebabkan seseorang lebih mampu dan menerima tanggung jawab.
Sehingga diharapkan dengan semakin tingginya tingkat pendidikan perawat
82
semakin besar pula rasa tanggung jawabnya dan semakin baik juga sikapnya
terhadap pasien (Gibson, 2010).
Tidak sesuai dengan hasil penelitian dari Supriatin (2009) mengungkapkan
tidak ada hubungan yang bermakna tingkat pendidikan dengan perilaku caring
perawat. Hasil penelitian tersebut mendukung hasil analisis multivariat dalam
penelitian ini bahwa pendidikan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan
perilaku caring perawat (p=0,784). Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa semua
perawat dengan berbagai tingkat pendidikan dapat mengembangkan perilaku
caring terhadap pasien. Siagian (2002) menyatakan bahwa tingkat pendidikan
akan meningkatkan produktivitas kerja, akan tetapi pendidikan yang dimaksud
bukan saja merupakan pendidikan formal yang diperoleh melalui sekolah
melainkan juga pendidikan yang di luar jalur sekolah seperti pelatihan, training
ataupun seminar. Watson (dalam Tomey &Aligood, 2006) menyatakan caring
tidak dapat diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui genetika,
melainkan melalui budaya profesi. Budaya profesi dapat dicapai dengan
menumbuhkan spririt caring diantara para perawat melalui proses sosialisasi yang
terus menerus, manajemen, kerja sama, simbol dan ritual atau kebiasaan.
6.5 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Perilaku Caring Perawat
Pelaksana
Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan antara masa kerja dengan
perilaku caring perawat pelaksana dengan nilai p=0,025. Hal ini dimungkinkan
karena perawat yang baru belum mau terbuka dan belajar dari perawat senior
untuk dapat meningkatkan kemampuannya sebagai perawat khususnya untuk
berperilaku caring terhadap pasien. Pendapat ini didukung oleh Riani (2011)
83
karyawan yang masa kerja lebih lama lebih produktif dari karyawan yang baru
bekerja.
Pendapat sebaliknya dikemukakan oleh Robin (2008) yang mendukung
hasil analisis multivariat dari penelitian ini, yaitu tidak ada hubungan yang
bermakna antara masa kerja dengan perilaku caring perawat pelaksana (p=0,979).
Pengalaman kerja belum tentu menjamin kerja baik, tergantung motivasi
karyawan itu sendiri. Pendapat ini didukung oleh Riani (2011) yang menjelaskan
lama kerja tidak menjamin produktivitas kerja yang dihasilkan. Produktivitas kerja
yang baik merupakan cerminan dari kinerja yang baik. Hasil penelitian yang
mendukung pernyataan tersebut adalah Rusmiati (2007) Burdahyat (2009)
menjelaskan bahwa tidak ada hubungan lama kerja dengan kinerja perawat.
Asumsi peneliti terkait hasil penelitian di RSU Ganesha Gianyar adalah
jumlah perawat pelaksana sebagian besar bekerja lebih dari 5 tahun sehingga
pengalaman kerja bukan merupakan suatu jaminan perawat akan melakukan
caring dengan pasien. Seorang perawat yang memiliki masa kerja yang lama dan
keterampilan yang cukup untuk melaksanakan tugasnya, jika tidak didukung oleh
fasilitas, suasana kerja, motivasi maka potensi yang dimiliki perawat tidak akan
berdampak positif pada pekerjaannya. Perilaku caring perawat dipengaruhi
seberapa besar pemahaman dan kesadaran perawat dalam menerapkan faktor
karatif caring pada pasien.
84
6.6 Hubungan Antara Status Perkawinan dengan Perilaku Caring Perawat
Pelaksana
Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara
status perkawinan dengan perilaku caring perawat pelaksana p=0,001. Pendapat
ini didukung oleh hasil penelitian Panjaitan (2002) menjelaskan bahwa ada
hubungan antara status pernikahan dengan kinerja perawat. Robbins (2010)
mengungkapkan pernikahan membuat seseorang merasakan ada tanggung jawab
terhadap pekerjaannya. Didukung oleh penelitian Purbadi dan Sofiana (2006)
bahwa seseorang yang telah menikah akan meningkat dalam kinerja karena
memiliki pemikiran yang lebih matang dan bijaksana.
Sebaliknya hasil analisis multivariat menunjukkan nilai p=0,508 dimana tidak
terdapat hubungan bermakna status perkawinan dengan perilaku caring perawat
pelaksana. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rusdi (2001), Rusmiati
(2006) yang menyatakan tidak ada hubungan status perkawinan dengan kinerja
karyawan. Peneliti berasumsi perilaku caring perawat yang menikah maupun yang
belum sama saja. Perawatan yang diberikan kepada pasien yang dirawat di RSU
Ganesha Gianyar tidak berbeda dan diberikan apa adanya sesuai dengan kebiasaan
sebelumnya yang pernah dilakukan dan budaya kerja yang ada di rumah sakit
tersebut.
6.7 Hubungan Antara Kepemimpinan dengan Perilaku Caring Perawat
Pelaksana
Dilihat dari hasil analisis bivariat secara statistik terdapat korelasi yang
bermakna antara kepemimpinan dengan perilaku caring perawat pelaksana
85
(p=0,030). Data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perawat pelaksana
dengan persepsi kepemimpinan baik, proporsi yang berperilaku caring baik
(67,7%) lebih besar daripada yang memiliki persepsi kepemimpinan kurang
(35,5%). Didukung hasil penelitian oleh Suryani (2010) mendapatkan hasil
kepemimpinan berhubungan dengan perilaku caring.
Kepemimpinan dapat mempengaruhi perilaku orang yang dipimpin. Dalam
kepemimpinan terdapat proses membantu orang lain untuk bekerja mencapai
tujuan (Suarli & Bahtiar, 2009). Tindakan motivasi pemimpin dapat memberikan
semangat kepada orang yang dipimpin. Seorang pemimpin mentransmisikan
budaya organisasi melalui ucapan dan tindakan. Pemimpin yang berorientasi pada
karyawan akan menghasilkan produktivitas kelompok yang tinggi dan kepuasan
kerja yang baik.
Hasil analisis multivariat menunjukkan hasil yang sebaliknya dimana tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara kepemimpinan dengan perilaku caring
perawat pelaksana (p=0,522). Sejalan dengan pendapat Robin (2008) pemimpin
harus mampu menunjukkan sikap keadilan, memiliki visi, memiliki penilaian
yang konsisten dan menerima secara terbuka setiap kritikan dengan menggali
perasaan staf sehingga mampu menyuarakan reaksi negatif. Asumsi peneliti
dengan hasil penelitian bahwa perawat pelaksana hanya mengerjakan tugasnya
sebatas pendistribusian tugas yang diberikan oleh kepala ruangan. Tindakan
perawat tidak dipengaruhi oleh apa yang ditransmisikan oleh pimpinan sebagai
first line manajer keperawatan.
86
6.8 Hubungan Antara Desain Pekerjaan dengan Perilaku Caring Perawat
Pelaksana
Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan bahwa ada hubungan antara
desain pekerjaan dengan perilaku caring perawat pelaksana (p=0,001). Hal ini
didukung oleh penelitian dari Gitosudarmo (2010) yang mengungkapkan bahwa
ada hubungan antara cakupan pekerjaan dengan perilaku
caring dan
menambahkan bahwa desain pekerjaan berpengaruh terhadap efektifitas
organisasi.
Desain pekerjaan pada organisasi menguraikan cakupan, kedalaman dan
tujuan dari setiap pekerjaan yang membedakan antara pekerjaan yang satu dengan
pekerjaan lainnya. Gibson (2010) menjelaskan desain pekerjaan mengacu pada
proses yang diterapkan pada manajer untuk memutuskan tugas pekerjaan dan
wewenang. Pekerjaan yang dirancang dengan baik akan meningkatkan motivasi
yang merupakan faktor penentu produktifitas seseorang maupun organisasi.
Hasil sebaliknya didapatkan pada analisis multivariat dimana tidak terdapat
hubungan antara desain pekerjaan dengan perilaku caring perawat pelaksana
(p=0,541). Tidak adanya hubungan antara desain pekerjaan dengan perilaku
caring perawat pelaksana di RSU Ganesha Gianyar diasumsikan peneliti
berdasarkan hasil wawancara di awal dengan beberapa perawat rawat inap dimana
dari uraian tugas yang didapatkan, perawat senior lebih sering melimpahkan tugas
mereka kepada perawat junior. Hal ini yang merupakan faktor pemicu tidak
adanya kolaborasi diantara perawat, sehingga uraian tugas yang diberikan oleh
perawat senior maupun oleh kepala ruangan tidak mempengaruhi bagaimana
perawat berperilaku caring pada pasien.
87
6.9 Hubungan Antara Dukungan Manajemen dengan Perilaku Caring
Perawat Pelaksana
Hasil analisis bivariat diketahui ada hubungan bermakna antara dukungan
manajemen dengan perilaku caring perawat pelaksana dengan hasil uji statistik
(p=0,007). Didukung oleh penelitian oleh (Rini, 2011), yang mengungkapkan
bahwa dukungan manajemen yang berorientasi pada karyawan memiliki
hubungan yang dengan perilaku caring perawat. Dukungan manajemen akan
mentransmisikan budaya organisasi melalui ucapan dan tindakan. Manajemen
harus menunjukkan sikap dan loyalitas positif terhadap pekerja dan organisasi.
Manajer memberikan orang lain perasaan bahwa hasil pekerjaan yang karyawan
lakukan dihargai betapapun sederhananya (Wibowo, 2010).
Sebaliknya dalam analisis multivariat tidak ditemukan hubungan dukungan
manajemen dengan perilaku caring perawat pelaksana, hasil uji statistik
(p=0,097). Peneliti berasumsi karakteristik manajemen RSU Ganesha Gianyar
yang berada di bawah yayasan Ganesha dimana manajemen puncak memiliki
otonomi terhadap membangun budaya dalam melakukan layanan kesehatan
kepada pasien. Sehingga acuan standar yang telah ditetapkan oleh manajemen
tidak mencerminkan perilaku yang sesungguhnya dari perawat pelaksana.
6.10 Hubungan Antara Sistem Rewards dengan Perilaku Caring Perawat
Pelaksana
Dilihat dari sistem rewards, hasil penelitian bivariat dan mutivariat
menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara sistem rewards dengan
perilaku caring (p=0,032). Hasil uji statistik multivariat menunjukkan bahwa
88
perawat pelaksana yang memiliki persepsi sistem rewards baik 24 kali lebih
mungkin untuk berperilaku caring baik dibandingkan perawat pelaksana yang
memiliki persepsi sistem rewards kurang. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori
Lawrence Green (1980) bahwa faktor predisposisi mempermudah terjadinya
perilaku seseorang. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku
melalui proses seperti didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif
maka perilaku tersebut akan menjadi budaya atau bersifat langgeng (Notoatmodjo,
2003).
Perusahaan yang menggunakan rewards sebagai suatu sistem balas jasa atas
hasil kerja anggota/perawat baik berupa imbalan, dihukum dan dibiarkan akan
menentukan bagaimana sebuah budaya organisasi berevolusi. Budaya organisasi
akan berorientasi pada hasil jika kriteria balas jasa berorientasi pada target
pencapaian (Riani, 2011). Manajemen perlu memberikan penghargaan kepada
perawat yang telah menunjukkan kerja keras untuk menyenangkan pasien, seperti
kenaikan gaji dan promosi berdasarkan layanan terhadap pasien yang luar biasa.
Pendapat ini didukung oleh riset Muzaputri (2008) dan Aminuddin (2011)
menjelaskan ada hubungan antara imbalan dan kinerja perawat.
Perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar untuk
rewards financial diatur oleh pihak yayasan rumah sakit dan juga sangat
dipengaruhi oleh angka kunjungan pasien sehingga insentif untuk karyawan akan
diperoleh perawat setiap bulannya sesuai dengan terpenuhinya BOR dengan
maksimal. Oleh sebab itu mutu layanan kesehatan merupakan kunci utama untuk
meningkatkan kepuasan pasien dan kepercayaan pasien. Selain itu perawat yang
89
melakukan caring dengan yang tidak caring mendapatkan penghargaan yang
sama secara financial. Hal ini dibuktikan dengan analisis univariat 50% perawat
pelaksana menyatakan sistem rewards kurang baik. Kompensasi/jasa pelayanan di
rumah sakit menjadi hal penting mengingat sebagian besar tenaga kerja di rumah
sakit adalah tenaga profesional sehingga terdapat tiga alasan yang membuat
kompensasi/gaji masih merupakan faktor penting dalam manajemen kinerja
(Mutia, 2004), dengan harapan kinerja dan kemampuan pegawai di dorong oleh
kompensasi/gaji. Pertama gaji dapat memotivasi pegawai mengembangkan
keterampilan dan kemampuan untuk menjadi lebih baik kinerjanya, kedua
kompensasi juga sebagai media menyampaikan pesan bahwa kinerja dan
kemampuan adalah penting dan yang ketiga gaji merupakan keterbukaan dan
keseimbangan rewards kepada pegawai berdasarkan kinerja, kemampuan dan
sumbangsih karyawan.
Berbagai upaya yang dilakukan oleh Rumah Sakit Umum Ganesha Gianyar
telah menunjukkan usaha pemberian rewards yang cukup kepada karyawannya.
Kondisi ini secara ideal akan diikuti dengan peningkatan kinerja karyawan.
Sebagaimana disampaikan oleh Notoatmodjo (2009) bahwa kompensasi atau
rewards sebagai sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa untuk
kerja atau pengabdiannya menjadi hal penting bagi karyawan sebagai
pencerminan atau ukuran nilai pekerjaan karyawan, dimana apabila kompensasi
diberikan secara tepat, maka para karyawan akan memperoleh kepuasan kerja dan
termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi. Hal yang sama juga disampaikan
oleh Marquis (2010) yang menyatakan bahwa dengan rewards, seorang manajer
90
mendapatkan cara yang sangat luas guna mendapatkan karyawan yang mampu
bekerja sesuai dengan hasil pertemuan tujuan organisasi.
Selain itu rewards juga penting bagi organisasi itu sendiri karena program
rewards adalah merupakan pencerminan upaya organisasi untuk mempertahankan
sumber daya manusia. Bila organisasi tidak memperhatikan dengan baik tentang
kompensasi bagi karyawannya, tidak mustahil organisasi itu lambat laun akan
kehilangan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Bahkan lebih jauh lagi
kesalahan dalam menerapkan sistem rewards akan berakibat timbulnya demotivasi dan tidak adanya kepuasan kerja di kalangan pekerja yang dapat
menyebabkan turunnya kinerja baik pekerja maupun organisasi (Wibowo, 2007).
Amstrong dan Murlis (2007) juga menjelaskan bahwa kebutuhan pencapaian atau
kesempatan berprestasi dapat meningkatkan motivasi kerja yang berdampak pada
peningkatan kinerja seorang individu. Pemberian imbalan yang lebih efektif oleh
manajer akan meningkatkan produktifitas kerja karyawan (Aminuddin, 2011)
Menurut Robin (2008) menekankan jika manajemen menginginkan
karyawan memberikan layanan yang bagus, karyawan harus diberikan imbalan
yang layak. Pemberian imbalan tidak selalu dalam bentuk uang sebab bentuk
materi akan sampai pada titik jenuh. Manajer keperawatan harus memperhatikan
pemberian imbalan non materiil misalnya suasana kerja yang kondusif,
kesempatan pengembangan kreativitas, syarat kerja yang tidak terlalu ketat dan
kondisi kerja yang lebih manusiawi.
Seseorang yang menggunakan pengetahuan, keterampilan, tenaga dan
sebagian waktunya untuk bekerja maka akan mengharapkan imbalan/kompensasi
91
tertentu. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Robinson & Larsen (1990)
menyatakan pemberian imbalan mempunyai pengaruh yang lebih besar
dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberikan imbalan. Pemberian
rewards kepada perawat akan mendorong perawat untuk bekerja secara produktif
seperti penghargaan kepada perawat yang caring kepada pasien.
6.11 Hubungan Antara Manajemen Konflik dengan Perilaku Caring
Perawat Pelaksana
Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan bermakana
manajemen konflik dengan perilaku caring perawat pelaksana (p=<0,001).
Manajemen konflik mencakup lebih dari sekedar perbaikan, mencari dan
mengambil risiko yang besar tentang gagasan dan perubahan. Hasil penelitian ini
didukung juga oleh Rizal (2001) menekankan ada pengaruh yang signifikan antara
manajemen konflik terhadap motivasi dan kinerja karyawan. Kurangnya pelibatan
karyawan terhadap penyelesaian konflik dan menghambat inovasi perawat dalam
mengemukakan pendapat dalam melaksanakan caring menyebabkan para perawat
kurang termotivasi untuk melakukan caring terhadap pasien.
Hasil analisis multivariat menunjukkan sebaliknya bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara manajemen konflik dengan perilaku caring
perawat pelaksana. Asumsi peneliti bahwa pengambilan keputusan di RSU
Ganesha yang top down mengakibatkan tidak ada perubahan perilaku pada
perawat pelaksana walaupun terjadi konflik, diakibatkan juga perawat pelaksana
cenderung tidak dilibatkan dalam penyelesaian masalah.
92
6.12 Hubungan Antara Pola Komunikasi dengan Perilaku Caring Perawat
Pelaksana
Dilihat dari sistem pola komunikasi, hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara pola komunikasi dengan perilaku caring
(p=0,022). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Rodwell et al (2008)
menyimpulkan bahwa ada hubungan positif dan signifikan baik secara parsial
maupun simultan terhadap praktik komunikasi organisasional dengan kinerja
karyawan. Penelitian oleh Sulistyo (2009) juga menekankan terdapat pengaruh
yang signifikan komunikasi organisasional terhadap kinerja karyawan. Fungsi
komunikasi sebagai pengendali perilaku anggota organisasi dan saat anggota
organisasi menyampaikan keluhan terkait pelaksnaan tugasnya (Sully, 2005).
Sebaliknya hasil analisis multivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang
signifikan antara pola komunikasi dengan perilaku caring perawat pelaksana
(p=0,212). Hasil penelitian ini diasumsikan oleh peneliti dikarenakan perawat
pelaksana di RSU Ganesha Gianyar bekerja hanya berdasarkan apa yang
didelegasikan oleh perawat senior maupun kepala ruangan, sehingga walaupun
terdapat visi dan misi yang merupakan landasan perawat untuk bertugas di
ruangan atau perubahan sistem manajemen tidak mempengaruhi bagaimana
perawat berperilaku caring pada pasien.
6.13 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini tentunya tidak luput dari keterbatasan, adapun keterbatasan
penelitian adalah dalam teknik pengumpulan data, dimana data yang dikumpulkan
dalam penelitian ini merupakan persepsi perawat pelaksana. Pengisian kuesioner
93
oleh perawat pelaksana memberikan subyektifitas terhadap penilaian tentang
perilaku caring perawat. Jumlah sampel yang hanya berjumlah 48 orang perawat
pelaksana, menyebabkan hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan bagi rumah
sakit di kabupaten Gianyar.
Pelaksanaan observasi sebagai triangulasi data yang hanya dilakukan pada
beberapa perawat pelaksana dimana kurang mempertimbangkan kelas perawatan,
jenis pasien yang diobservasi, beban kerja perawat dalam melakukan perawatan
pasien pada jam observasi, pelaksanaan observasi yang hanya dilakukan pada jam
perawatan pagi dan siang hari sehingga tidak mewakilkan gambaran perilaku
caring perawat pelaksana secara utuh diakibatkan penerapan perilaku caring pada
shift malam tidak terobservasi.
Petugas yang melakukan observasi adalah peneliti dan kepala ruang
sehingga kemungkinan perawat untuk berperilaku caring karena merasa
diobservasi bisa terjadi, walaupun waktu observasi tidak diberitahukan pada
perawat yang diobservasi.
94
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1.
Sebagian besar umur responden adalah kelompok umur 20-25 tahun.
Ditinjau dari jenis kelamin diketahui responden perempuan lebih banyak
daripada laki-laki. Berdasarkan tingkat pendidikan responden ditemukan
tingkat DIII lebih banyak daripada S1. Hasil penelitian menurut masa
kerja ditemukan responden yang telah bekerja lebih dari 5 tahun lebih
banyak daripada yang bekerja kurang dari 5 tahun. Pada variabel status
menikah sebagian besar responden dengan status menikah lebih tinggi
daripada belum menikah.
2.
Budaya organisasi di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar sebagian
besar dinilai baik oleh perawat pelaksana (54,2%).
3.
Variabel perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU
Ganesha Gianyar tahun 2014 sebagian besar kategori baik (56,3%).
4.
Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara
usia, pendidikan, masa kerja, status perkawinan dengan perilaku caring
perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar. Pada
variabel jenis kelamin ditemukan tidak ada hubungan yang signifikan
dengan perilaku caring perawat pelaksana.
5.
Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan yang signifikan
kepemimpinan, desain pekerjaan, dukungan manajemen, sistem rewards,
94
44
95
manajemen konflik serta pola komunikasi dengan perilaku caring
perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar.
6.
Secara bersama-sama pada analisis multivariat faktor yang paling
dominan berhubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana di
ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar adalah sistem rewards.
7.2 Saran
1.
Bagi Manajemen Rumah Sakit
Meninjau hasil penelitian bahwa sistem rewards merupakan variabel yang
paling dominan berhubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana
dan dengan keterbatasan yang dimiliki dalam penelitian ini maka penting
untuk manajemen rumah sakit melakukan evaluasi kembali tentang sistem
rewards yang diinginkan oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap
dengan mempertimbangkan karakteristik budaya organisasi di RSU
Ganesha Gianyar.
Disarankan juga untuk meningkatkan keterlibatan perawat seperti
melakukan sosialisasi kebijakan berupa sistem rewards financial dan non
financial yang akan diberlakukan, khususnya tentang gaji pokok, gaji
kinerja serta mengadakan pelatihan cara melakukan penilaian kinerja.
Rewards non financial dapat berupa pemilihan perawat caring atas
rekomendasi pasien melalui kuesioner kepuasan pasien dan diumumkan
setiap
bulan pada pertemuan pagi,
pelaksanaan supervisi
yang
ditindaklanjuti dengan pemberian rewards, pelatihan (in house training)
96
tentang pelaksanaan caring perawat terhadap pasien di ruangan secara
berkala terutama untuk perawat-perawat junior.
2.
Bagi Manajemen Keperawatan
Berdasarkan
hasil
penelitian
sebagian
perawat
pelaksana
masih
berperilaku caring kurang baik, maka bagi manajemen keperawatan perlu
meningkatkan kembali perilaku caring oleh perawat pelaksana di ruang
rawat inap terutama pada aspek karatif menanggapi dengan rasa hormat
ekspresi perasaan positif dan negatif klien dan perhatian terhadap yang
dialami orang lain dalam memberikan bimbingan serta memuaskan
kebutuhan manusiawi klien.
Manajemen keperawatan dapat menjadi mediator yang baik untuk
meningkatkan upaya bagi perawat pelaksana dalam peningkatan diri, baik
pengetahuan maupun keterampilannya guna mendukung upaya pencapaian
kinerja yang lebih baik seperti monitoring dan evaluasi secara terjadwal
setiap 1 bulan sekali pelaksanaan perilaku caring perawat pelaksana
terhadap pasien di ruangan melalui kuesioner kepuasan pasien,
mensosialisasikan pelaksanaan caring di ruangan dengan membuat motto
terkait dengan pelaksanaan caring terhadap pasien. Bagi perawat
pelaksana juga membudayakan pelaksanaan caring perawat terhadap
pasien dengan saling mengingatkan diantara teman sejawat untuk
peningkatan mutu pelayanan keperawatan.
97
3.
Untuk Penelitian Selanjutnya
Mengingat beberapa kelemahan dari penelitian ini, diharapkan dapat
dijadikan data dasar untuk mengadakan penelitian yang lebih kompleks
dan spesifik tentang sistem rewards dengan perilaku caring perawat
pelaksana menggunakan desain penelitian kualitatif agar lebih mendalam
mengeksplorasi pengalaman perawat tentang sistem rewards dan kinerja
mereka. Melakukan pengukuran yang lebih objektif dengan melakukan
observasi secara langsung kepada perawat pelaksana terkait pelaksanaan
perilaku caring dengan memperhatikan pasien dari kelas perawatan,
observer dan waktu observasi serta menggali variabel lain dari
sosiodemografis dan budaya organisasi yang dapat mempengaruhi perilaku
caring perawat pelaksana.
98
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Hardiman. 2003. Rumah Sakit Indonesia Belum Siap Bersaing. (online),
(http://www.kompas.com/kompas-cetakr/0412/22/humaniora1455383
html4k.[4/21/04]).
Adji, L. 2010. Faktor-faktor yangberhubungan dengan kinerja perawat di ruang
rawat inap RSU Raden Mattaher Jambi tahun 2010. Tesis Program
Pascasarjana Fakultas Masyarakat Universitas Indonesia, , tidak
dipublikasikan.
Ahmad faizin. 2008. Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697, Vol . 1 No.3,
September 2008 : 137-142
Agustin, I. 2002. Perilaku Caring Perawat dan Hubungannya dengan Kepuasan
Klien di Instalasi Rawat Inap Bedah Dewasa di Rumah Sakit Dr.
Mohammad
Hoesin
Palembang.
http://www.digilib.ui.ac.id/opac/
themes/libri2/ metadatapdf.jsp?id=70660. Diunduh 12 November 2014.
Aminuddin. 2011. Hubungan iklim kerja dengan kinerja perawat pelaksana di
ruang rawat inap RSUD dr.Yunus Bengkulu. Tesis Program Magister Ilmu
Keperawatan FIK UI.
Armstrong and Murlis. 2007. Reward Management 1st ed.Jakarta: Gramedia
Bijaya, A. 2006. Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perawat di ruang
rawat inap rumah sakit dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Tesis Program
Magister Ilmu Keperawatan FIK UI.
Brunt, B.A. 2005. Models, measurement, and strategies in developing criticalthinking skills. The journal of continuing education in nursing. Diunduh
29 September 2014.
Byrne, Heyman. 1997. Existential advocacy: Phylosophical foundation of nursing
(nursing image and ideas). New york: Springer Publishing co.
Chinn, P.L. 2010. Anthologi on Caring. New York:national League for Nursing
Press.
De Wit, S. 2011. Fundamental concepts and skill for nursing, 2nd ed.
Philadelphia: Elsevier Inc.
99
Depkes RI (Dirjen Yanmed). 2005. Pedoman Pelaksanaan jaminan kesehatan
masyarakat (Jamkesmas) tahun 2005. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Dessler, G. 2005. Manajemen sumber daya manusia. (B. Molan, Penerjemah).
Jakarta: PT Pretalindo.
Duffy, J.R. 2005. Annual review of nursing education: strategies for teaching,
assestment and program planning. In M.H. Oermann & K.T. Heinrich
(Ed). Want to graduate nurses who care? Assessing nursing students
caring competencies (pp. 55-76). New York: Springer Publishing
Company.
Dwidiyanti, M. 2007. Caring kunci sukses perawat mengamalkan ilmu.
Semarang: Hasani.
Faisol & Rofiuddin. 2010. Analisis Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan
Masyarakat di Jawa Tengah. (Jurnal Online) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Riau, Pekanbaru.
Harsiwi, A.M., 2003. Hubungan Kepemimpinan ransformasional dan
Karakteristik Personal Pemimpin. Kinerja: Jornal Bisnis dan Ekonomi
Vol 5, No. 1, Juni 2001. Yogyakarta: Program 8 Pasca Sarjana Universitas
Atmajaya.
Gibson, J.L., Ivancevich J. M., Donnelly, J. H,. 2010. Organisasi, Perilaku,
Struktur, proses. (N. Ardiani, Penerjemah). Jakarta : Binarupa Aksara.
(Buku Asli dipublikasikan 2009).
Gillies, D. A. 2004. Nursing Management a System Approach. 3th ed.
Philadelphia: WB Saunders.
Gitosudarmo,I. 2010. Prinsip Dasar Manajemen, Edisi ketiga, Yogyakarta : BPFE.
Green L. 1980. Behavior in organizations: Understanding and managing the
human side of work. Boston: Allyn & Bacon.
Hasibuan, M.S.P. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia (edisi revisi). Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Huber, D. 2011. Leadership and nursing care management. Philadelphia: WB
Saunders Company.
Kimble, L. 2010. Thesis Patients perceptioms of nursing caring behavior in an
emergency department. Marshall University College of Nursing and
Health Professions.
100
Kreitner, R & Kinicki. 2010. Organizational Behaviour. New York: Mc Graw-Hill
Higher education.
Leininger, M.M. 1988. Care, the essence of nursing and health. Detroit: Wayne
State University Press.
Lusiani. 2007. Hubungan karakteristik individu dan sistem penghargaan dengan
kinerja perawat menurut persepsi perawat pelaksana di RS Sumber Waras
Jakarta. Tesis Program Pscasarjana FIK UI, tidak dipublikasikan.
Malini, H, Sartika, D., Idianola, Edward, Z. 2009. Hubungan kecerdasan spiritual
dengan perilaku caring perawat di RS DR. M. Djamil Padang tahun 2009.
http://lp.unand.ac.id. Diunduh 29 September 2009.
Martin, C.2002. The theory of critical thinking of nursing. Nursing education
perspectives. Diunduh 29 September 2014.
Marquis, B.L., & Huston, C.J. 2010. Leadership roles and management functions
in nursing theory and application. (5th Edition). Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins.
Masitoh, S. 2010. Analisis kinerja perawat pelaksana dan hubungannya dengan
karakteristik demografis dan karakteristik organisasi di ruang rawat inap
RSAB Harapan Kita.
Morrison, P. & Burnard, P. 2009. Caring and Communicatting: hubungan
interpersonal dalam keperawatan. Edisi kedua. (Terj. Widyawati, E.
Meiliya). Jakarta: EGC.
Muttaqin.2008. Pengaruh Supervisi rethadap perlaku caring perawat pelaksana di
rumah sakit umum daerah Cianjur. Tesis Program Magister Ilmu
Keperawatan FIK UI, , tidak dipublikasikan.
Mutia, T. 2004. Hubungan pemberian insentif terhadap motivasi kerja perawat di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Cianjur
Tahun 2004. Tesis Program Pascasarjana FKM UI, tidak dipublikasikan.
Muzaputri, G. 2008. Hubungan karakteristik individu dan faktor organisasi
dengan kinerja perawat di RSUD langsa Nangroe Aceh Darussalam. Tesis
Program Magister Ilmu Keperawatan FIK UI, , tidak dipublikasikan.
Nawawi. 2008. Manajemen sumber daya manusia untuk bisnis yang kompetitif,
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Notoatmojo. 2003. Perilaku dan Teorinya. Jakarta : Salemba Medika.
101
Notoatmodjo, S. 2009. Pengembangan sumber daya manusia, Jakarta : Rineka
Cipta.
Nurachmah, E. 2010. Persepsi klien tentang asuhan keperawatan bermutu dan
tingkat kepuasan. Januari 8, 2010.
Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional, Jakarta : Salemba Medika.
Pangewa, M. 2007. Perilaku keorganisasian. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Panjaitan, R. 2007. Hubungan efektivitas kepemimpinan kepala ruangan dengan
kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSPAD Gatot Subroto
Jakarta.
Pohan, I. 2007. Penjaminan mutu kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Riani, A. 2011. Budaya Organisasi. Yogyakarta: Graha Ilham.
Ricardo, Ronald & Jolly. 2003. Organization culture and teams. Academy of
management journal. Volume 13. Page 245.
Rivai, V. 2009. Manajemen sumber daya manusia untuk perusahaan dari teori ke
praktek. Jakarta: Rajawali Pers.
Rizal, Y. 2001. Pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi kerja karyawan
kantor direksi PTP Nusantara VII Bandar Lampung Universitas Brawijaya
Malang. Tesis Program Magister Manajemen.
Robbins, S. & Judge, Y. 2010. Perilaku organisasi. (Terj. D. Angelica, R.
Cahyani, dan A. Rosyid) Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat (Buku asli
tahun 2007).
Rodwell, John J., Rene K, & Mark A. 2008. The relationship among work related
perceptions integral role of communication. Employess Journal of
management. Vol 20.
Rubenfeld, M.G., Scheffer, B.K. (2007). Berpikir kritis dalam keperawatan. (A.
Lusiyana, N. Herdina, D. Yulianti, Penerjemah). Jakarta: EGC. (Buku asli
dipublikasikan 1999).
Rusmiati 2008. Hubungan lingkungan organisasi dan karakteristik perawat
dengan kinerja perawat pelaksana di ruangan rawat inap rumah sakit
umum pusat persahabatan Jakarta. Tesis program Magister Ilmu
Keperawatan FIK.UI , tidak dipublikasikan.
102
Setiati.2005. Hubungan faktor individu dengan perilaku caring terhadap pasien di
rumah sakit. Tesis Program Magister Ilmu Keperawatan FIK UI , tidak
dipublikasikan.
Siagian, S. 2010. Kiat meningkatkan produktivitas kerja. Jakarta: Rineka Cipta.
Simamora, H. 2010. Manajemen sumber daya manusia.Yogyakarta. STIE YKPN.
Simanjutak, P.J. 2011. Manajemen dan evaluasi kinerja. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sopiah. 2009. Perilaku Organisasional. CV Andi Offset. Yogyakarta.
Stuart, G.W., &Laraia, M.T. 2005. Principle and practice of psychiatric nursing
(8th ed.) Missouri: Elsevier Mosby.
Sugiyono. 2010. Metode penelitian kualitatif, kuantitatif dan R&D. Jakarta:
Alfabeta.
Sulistyo, H. 2009. Pengaruh kepemimpinan spritual dan komunikasi organisasi
terhadap kinerja karyawan. Jurnal ekonomi dan bisnis (Ekobis). Volume
6.Hal. 21-28.
Supriatin, E. 2009. Hubungan beban kerja dan pengembangan profesional dan
perilaku caring perawat pelaksana di RS Cikini Jakarta. Tesis Program
Magister Ilmu Keperawatan FIK UI , tidak dipublikasikan.
Supriyadi. 2006. Hubungan karakteristik pekerjaan dengan pelaksanaan perilaku
caring oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit islam
samarinda. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. , tidak
dipublikasikan.
Suryani.2010.Hubungan faktor individu dan perilaku caring perawat di ruang
rawat inap RSUD Kota Bandung. Tesis program Magister Ilmu
Keperawatan FIK UI, , tidak dipublikasikan.
Tahir, H. 2004. Analisis Kebijakan Jasa Pelayanan di Rumah Sakit Jiwa
Prof.H.B.Saanin Padang Provinsi Sumatra Barat Tahun 2004. Tesis
Program Pascasarjana FKM UI, tidak dipublikasikan.
Tomey, AM, & Alligood, MR. 2006. Nursing theorists and their work. Six
edition. Missouri: Mosby Elsevier.
Tschudin, V. 2003. Ethics in nursing: the caring relationship. Cina : Elsevier.
103
Watson, J. 2005. Caring science as secret science. Philadelphia: Davis Company.
Wibowo. 2010. Manajemen kinerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Wolf, Z.B., Colahan, M, Costello, A.,Warwick, F., Ambrose, M.S., & Giardino
E.R . 2004. Relationship between nurse caring and patient satisfaction.
Jural Medsur Nursing, 7(2). 99-105. September 29, 2014.
http://findarticles.com/p/articles/mi_
Zacher, H & Frese, M. 2011. Maintaining a focus on opportunities at work: the
interplay between age, job complexity, and the use of selection,
optimization, and compensation strategies. Journal Organizational
Behavior. Volume 32. Pages 291-318.
104
JADWAL KEGIATAN PENELITIAN
No
Kegiatan
Oktober
1
2
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Tahap Persiapan
Pengambilan data awal
dan
penyusunan
proposal penelitian
Ujian Proposal dan
Revisi
Tahap Pelaksanaan
Uji Etik dan perijinan
Uji Coba Instrumen
Pengambilan
Data
Penelitian
Analisa Data
Ujian Hasil
Sidang
Tesis
dan
Revisi
Tahap Akhir
Penyusunan
dan
Penyerahan Laporan
3
4
November
1
2
3
4
Desember
1
2
3
4
Januari 2015
1
2
3
4
Februari 2015
1
2
3
4
Maret 2015
1
2
3
4
105
Lampiran
PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN
Sebelum Mengisi Kuesioner Faktor Individu, Budaya Organisasi dan Perilaku Caring
Perilaku caring perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan, merupakan kinerja
perawat yang dipengaruhi oleh faktor individu dan budaya organisasi. Perilaku caring
perawat akan membantu menolong klien dalam meningkatkan perubahan positif dalam aspek
fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
bagaimana hubungan faktor individu dan budaya organisasi dengan perilaku caring perawat
di instalansi rawat inap RSU Ganesha Gianyar. Untuk tujuan tersebut, kami akan
menanyakan beberapa pertanyaan tentang faktor individu, budaya organisasi dan perilaku
caring. Kejujuran Anda dalam menjawab pertanyaan akan membantu memberikan
data/informasi yang benar mengenai realitas yang terjadi.
Berkat partisipasi Saudara dalam penelitian ini, Saudara telah memberikan sumbangan
yang berarti dan data yang diperoleh akan direkomendasikan sebagai landasan rumah sakit
dalam meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan. Keikutsertaan Saudara dalam
penelitian adalah pengisian kuesioner yang berlangsung sekitar 10-15 menit.
Saudara dapat mengundurkan diri dari penelitian ini atau menolak menjawab
pertanyaan yang tidak Saudara sukai. Peneliti menjamin bahwa penelitian ini tidak akan
menimbulkan sesuatu yang berdampak negatif terhadap teman sejawat maupun institusi.
Peneliti sangat menghargai hak-hak responden dengan cara menjamin kerahasiaan identitas
dan informasi yang saudara berikan akan dijaga dan hanya akan digunakan untuk
kepentingan penelitian ini. Selain itu data penelitian juga akan ditempatkan pada tempat yang
aman dan dengan cara sedemikian rupa, sehingga informasi itu tidak dapat dikaitkan dengan
Anda. Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik dari Komisi Etik RSUP Sanglah.
Anda dapat menyimpan lembaran penjelasan ini sebagai informasi untuk Saudara
sendiri, dan setiap saat kami persilahkan Saudara untuk menghubungi kami bila Saudara
mempunyai pertanyaan lebih lanjut tentang penelitian ini, Saudara bisa menghubungi IGAA
Sherlyna Prihandhani (pada telepon nomer 081805000770).
FORMULIR PERSETUJUAN
Penyataan oleh Responden
Persetujuan untuk berpartisipasi pada penelitian mengenai “Hubungan Faktor
Individu dan Budaya Organisasi Dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang
Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar”
Bahwa saya telah membaca lembaran informasi yang diberikan kepada saya (atau telah
dibacakan untuk saya), dan saya telah memahami tujuan penelitian ini dan sifat pertanyaanpertanyaan yang akan ditanyakan pada saya.
106
Saya mengerti bahwa saya akan diminta untuk mengisi instrumen penelitian dan memberikan
jawaban sesuai dengan yang dirasakan selama sekitar 10-15 menit. Saya mengerti resiko
yang akan terjadi pada penelitian ini tidak ada dan catatan mengenai data penelitian ini akan
dirahasiakan serta dijamin. Informasi mengenai identitas saya akan ditulis pada instrumen
penelitian dan akan tersimpan secara terpisah di tempat yang aman dengan cara sedemikian
rupa.
Saya mengerti bahwa saya berhak menolak untuk berperan serta dalam penelitian ini atau
mengundurkan diri dari penelitian setiap saat tanpa adanya sanksi atau kehilangan hak-hak
saya dan telah diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai penelitian ini atau mengenai
peran serta saya dalam penelitian.
Saya secara sukarela dan sadar bersedia berperan serta dalam penelitian ini dengan
menandatangani Formulir Persetujuan Menjadi Responden
Gianyar,..................................2014
Peneliti
Responden
(..............................................)
(..............................................)
Saksi
(..............................................)
107
KUESIONER PENELITIAN
KUESIONER I : FAKTOR INDIVIDU
Petunjuk Pengisian :
1. Berilah tanda centang (√) pada jawaban yang tersedia sesuai jawaban yang Saudara pilih
2. Tulislah jawaban secara singkat dan jelas pada tempat yang telah tersedia
3. Dimohonkan untuk TIDAK mengosongkan jawaban pada setiap pertanyaan
Nama[kode]:
(diisi oleh subjek penelitian)
NO
PERNYATAAN
1
Usia
2
Jenis Kelamin
JAWABAN
…………tahun
Laki-laki
Perempuan
3
Pendidikan terakhir Keperawatan
DIII
S1/Ners
4
Lama Bekerja di Rawat Inap
5
Status Pernikahan
…………tahun
Menikah
Belum Menikah
108
KUESIONER II : BUDAYA ORGANISASI
Petunjuk Pengisian:
1. Jawablah semua pertanyaan yang ada dan pilih salah satu yang sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dari 5 jawaban, beri tanda centang (√) pada jawaban yang tersedia
sesuai jawaban yang Saudara pilih.
2. Berikan jawaban terhadap semua pernyataan dalam kuesioner ini dengan memberikan
penilaian sejauhmana pernyataan itu sesuai dengan realita.
3. Berikan penilaian dalam kotak yang tersedia dengan rentang nilai 1 yaitu Sangat Tidak
Setuju (STS) dimana berarti sangat tidak sesuai dengan kondisi yang dialami oleh
perawat pelaksana saat ini sampai nilai 5 yaitu Sangat Setuju (SS) dimana berarti sangat
sesuai dengan kondisi yang dialami oleh perawat pelaksana saat ini.
4. Dimohon untuk TIDAK mengosongkan jawaban pada setiap pernyataan.
No
A
1
2
3
4
5
6
7
8
B
9
10
Pernyataan
Jawaban
1
2
(STS)
Kepemimpinan kepala ruangan menurut saya:
Mendelegasikan asuhan keperawatan kepada
perawat pelaksana
Memberikan umpan balik tentang perilaku
caring setelah perawat pelaksana
melaksanakan tugas-tugas keperawatan
Menciptakan komunikasi yang terbuka
dengan perawat pelaksana dalam
mewujudkan pelayanan caring.
Memberikan masukan kepada perawat
pelaksana tentang bagaimana perilaku
caring dilakukan
Membuat pertemuan secara berkala dengan
perawat pelaksana secara berkesinambungan
untuk melakukan koordinasi.
Mendistribusikan tugasnya secara tidak
merata pada setiap staff.
Tidak memberikan penilaian tentang
perilaku caring perawat pelaksana.
Berperilaku tidak adil kepada perawat
pelaksana.
Desain pekerjaan yang saya dapatkan adalah :
Uraian tugas perawat pelaksana yang
ditetapkan dengan jelas.
Kewenangan untuk membuat keputusan
terkait bagaimana proses caring dikerjakan.
3
4
5
(SS)
109
11
12
13
14
15
16
C
17
18
19
20
21
22
23
D
24
25
Memberikan caring kepada pasien sesuai
dengan tugas saya sebagai perawat
pelaksana.
Bimbingan dari kepala ruangan dalam
memberikan caring kepada pasien secara
berkala.
Kolaborasi dengan menjalin kerjasama
semua anggota di ruangan dalam
memberikan caring pada pasien.
Tugas yang tidak sesuai dengan kemampuan
yang saya miliki.
Tugas medik yang menyita waktu saya
untuk fokus pada caring perawat.
Otonomi saya dalam melakukan caring pada
pasien yang dibatasi oleh peraturan yang
berlaku di RS.
Dukungan Manajemen yang saya dapatkan adalah :
Kepala ruangan memberikan masukan
setelah memberikan penilaian terhadap
pekerjaan yang saya lakukan
Kepala ruangan menjadi role model yang
baik dalam menerapkan asuhan keperawatan
pada pasien.
Rencana keperawatan yang akan saya
berikan kepada pasien telah sesuai dengan
aturan dan kebijakan RS
Kepala ruangan telah melakukan
pendelegasian kepada karyawan sesuai
dengan kompetensi yang dimiliki.
Standar asuhan keperawatan tersedia dan
pelaksanaannya didampingi oleh kepala
ruangan.
Kepala ruangan hanya mengawasi perawat
tertentu untuk setiap tindakan keperawatan
yang akan dilakukan.
Peraturan dan kebijakan tentang caring di
RS tidak konsisten
Sistem Rewards yang saya terima adalah :
Penghasilan yang saya dapatkan memotivasi
saya untuk meningkatkan caring kepada
pasien
Pujian dari kepala ruangan sehingga saya
termotivasi memberikan caring kepada
pasien
110
26
27
28
29
30
E
31
32
33
34
35
36
F
37
38
39
40
41
Penghargaan tertulis dari RS kepada
karyawan sehingga dapat meningkatkan
semangat kerja
Kesempatan untuk meningkatkan
pendidikan bagi karyawannya yang
berperilaku caring kepada pasien
Gaji yang tidak mencukupi kebutuhan saya
setiap bulannya.
Tidak adanya perhatian dari RS berupa
penghargaan bagi karyawan yang berprestasi
dalam pelayanan caring pada pasien
Penghasilan yang tidak sesuai dengan
prestasi kerja seseorang.
Manajemen Konflik di ruangan menurut saya :
Masalah di ruangan diatasi dengan
musyawarah mufakat
Kepala ruangan senantiasa mengajak
karyawannya untuk mencari alternatif
pemecahan masalah
Perawat pelaksana menjadi bagian dalam
pengambil keputusan.
Kepala ruangan cenderung tertutup dan
tidak ada memberikan kesempatan untuk
konsultasi
Konflik dalam pekerjaan diatasi sendiri oleh
masing-masing karyawan yang terlibat
Sebagian besar penyelesaian masalah
internal tidak jelas solusi pemecahannya.
Pola Komunikasi di ruangan menurut saya :
Perawat saling berkomunikasi dengan teman
sejawat lain dengan baik dalam melakukan
asuhan keperawatan
Perawat diberikan informasi tentang visi,
misi dan tujuan pelayanan diruangan.
Perawat pelaksana diberikan kebebasan
untuk mengungkapkan penilaian hasil
pekerjaan yang dilakukan oleh teman
sejawat.
Perawat tidak selalu menggunakan
komunikasi terapeutik saat berinteraksi
dengan pasien maupun teman sejawat.
Kepala ruangan sulit diajak berkomunikasi
untuk mendiskusikan rencana keperawatan
pasien.
111
42
Perawat tidak selalu menyampaikan keluhan
dalam pelaksanaan pekerjaan kepada teman
sejawat maupun kepala ruangan.
Adaptasi dari The Dennison Organizational Culture Survey Questionnaire
112
KUESIONER II : PERILAKU CARING
Petunjuk Pengisian:
1. Jawablah semua pertanyaan yang ada dan pilih salah satu yang sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya dari 5 jawaban, beri tanda centang (√) pada jawaban yang tersedia sesuai
jawaban yang Saudara pilih.
2. Berikan jawaban terhadap semua pernyataan dalam kuesioner ini dengan memberikan
penilaian sejauhmana pernyataan itu sesuai dengan realita.
3. Berikan penilaian dalam kotak yang tersedia dengan rentang nilai 1 yaitu Tidak Pernah
(TP) dimana berarti tidak pernah sama sekali dilakukan oleh perawat pelaksana, sampai
nilai 5 yaitu Selalu (SL) dimana berarti tidak pernah tidak dilakukan oleh perawat
pelaksana
4. Dimohon untuk TIDAK mengosongkan jawaban pada setiap pernyataan.
No
A
1
2
3
4
5
6
7
8
Pernyataan
Mengakui Keberadaan Manusia
Pada saat menerima pasien baru, saya
menanyakan nama panggilan yang
disenangi pasien, memanggil nama
pasien dengan nama panggilan tersebut.
Saya cepat merespon panggilan pasien
ketika pasien membutuhkan bantuan,
walaupun saya sedang sibuk.
Saat saya sedang mengobservasi pasien,
saya menanyakan apa yang dirasakan
pasien saat itu, mendengarkan keluhan
dan kebutuhan pasien.
Saya menghargai pendapat yang
diungkapkan pasien dengan cara tidak
menyalahkan pendapat pasien dan
menghargai keputusan pasien.
Saya masuk ke kamar pasien dengan
memberi salam hangat sambil menyentuh
pundak pasien, memberikan keyakinan
pada pasien tentang proses
penyembuhannya.
Saya memberikan informasi kepada
pasien tentang tindakan dan pengobatan
yang akan diberikan.
Saya memotivasi pasien untuk melakukan
hal-hal yang positif dan bermanfaat untuk
proses penyembuhannya seperti
mendekatkan diri pada Tuhan YME.
Saya memfasilitasi pasien untuk
memenuhi keinginannya terhadap
Jawaban
1
2
(TP)
3
4
5
(SL)
113
9
10
11
12
13
B
14
15
16
17
18
19
20
21
C
22
23
alternatif tindakan keperawatan dan
pengobatan untuk memperoleh
kesehatan, selama tidak bertentangan
dengan penyakit dan kesembuhannya.
Saat mengobservasi pasien, saya
memperhatikan dan mengerti bahasa
tubuh yang ditunjukkan pasien akan rasa
emosionalnya.
Saya melakukan tindakan keperawatan,
saya tidak menunjukkan cara bicara yang
dapat menyinggung perasaan pasien.
Saya menunjukkan sikap penuh
kesabaran dalam menghadapi keluhan
dan sikap pasien.
Saya memberikan pujian pada pasien jika
pasien mematuhi terapi kesehatannya.
Saya menunjukkan sikap yang
meyakinkan bahwa saya selalu siap
membantu pasien sesuai dengan keluhan
dan kebutuhannya.
Menanggapi dengan Rasa Hormat
Pada saat kontak pertama kali dengan
pasien, saya memperkenalkan diri pada
pasien.
Saya menjelaskan pada pasien bahwa
saya bertanggung jawab terhadap asuhan
keperawatan yang akan diberikan
Saya berbicara pada pasien dengan
intonasi rendah, rileks dan ekspresi wajah
yang sesuai.
Saya masuk ke kamar pasien, menyapa
pasien, menanyakan perasaannya saat ini,
berbicara dengan intonasi rendah dan
rileks.
Saya mengobservasi pasien dengan rutin
dan teratur.
Saya menjaga privacy pasien, misalnya
memasang sampiran saat melakukan
tindakan keperawatan, meminta maaf saat
akan melepaskan pakaian pasien.
Saya menyediakan waktu bagi pasien
untuk mengekspresikan perasaannya.
Saya memotivasi pasien untuk
mengungkapkan perasaan positif dan
negatifnya.
Pengetahuan dan Keterampilan Profesional
Saya mengkaji lebih lanjut tentang
masalah yang dihadapi pasien.
Saya membuat diagnosa dan perencanaan
114
24
25
26
27
28
29
D
30
31
32
33
E
34
35
36
37
38
terhadap asuhan keperawatan pasien.
Saya melaksanakan dan mengevaluasi
proses keperawatan pasien.
Saya melibatkan pasien dan keluarga
dalam pemberian asuhan keperawatan.
Saya menanyakan hal-hal yang ingin
diketahui pasien dengan masalah yang
berkaitan dengan proses
penyembuhannya.
Saya memberikan penjelasan secara
rasional ketika pasien menanyakan
tentang perkembangan penyakitnya dan
cara mengatasinya.
Saya mengajarkan pasien tentang cara
memenuhi kebutuhan diri secara mandiri,
misalnya pasien diajarkan untuk
melakukan kebersihan diri dengan
bantuan minimal perawat.
Saya memberikan penddidikan kesehatan
pada pasien sesuai dengan kasus
penyakitnya.
Menciptakan Hubungan Positif
Saya memfasilitasi pasien untuk bertemu
pemuka agama bila pasien membutuhkan
Saya membantu pasien untuk
menjalankan ibadah/kegiatan agamanya
bila dibutuhkan
Saya memotivasi pasien untuk
berdoa/beribadah sesuai agamanya
Saya membantu menghubungi keluarga
pasien bila dibutuhkan.
Perhatian Terhadap yang Dialami Orang Lain
Saya membantu pasien memenuhi
kebutuhan dasarnya seperti kebutuhan
nutrisi, eliminasi, kebersihan diri bila
pasien tidak mampu melakukan sendiri.
Saya memperhatikan keamanan dan
kenyamanan lingkungan sekitar pasien,
seperti kebersihan lingkungan ruangan
dan observasi infus
Saya mengobservasi kondisi kesehatan
pasien secara teratur, misalnya selalu
observasi kondisi pasien setiap dua jam
sesuai kondisi pasien.
Saya memfasilitasi pasien untuk
menjalankan kegiatan agama sesuai
dengan keyakinannya.
Saya memberikan dukungan pada pasien
agar tabah menghadapi penyakitnya.
115
39
40
41
42
Saya memotivasi pasien untuk
mengembalikan segalanya pada Tuhan
Yang Maha Esa.
Saya menyiapkan pasien dan keluarga
ketika fase berduka.
Saya menyentuh pasien dengan lembut
untuk memberikan kenyamanan kepada
pasien
Saya memberikan pujian kepada pasien
jika pasien mematuhi terapi kesehatannya
Adaptasi dari Caring Behavior Investment Questionnaire
116
PETUNJUK TEKNIS OBSERVASI PERILAKU CARING
A. Pengertian observasi perilaku caring
Observasi perilaku caring adalah pemantauan terhadap aktifitas perawat dalam
memberikan asuhan keperawatn pada pasien dengan penerapan karatif caring.
B. Tujuan observasi perilaku caring
Untuk mengetahui sejauhmana penerapan perilaku caring perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien.
C. Prosedur observasi perilaku caring
1.
Kepala ruang membuat daftar nama dan jadwal perawat yang akan diobservasi
(disesuaikan dengan jadwal dinas perawat), terutama saat dinas pagi.
2.
Menyiapkan lembar observasi
3.
Mengobservasi/memantau interaksi perawat dengan pasien saat memberikan
asuhan keperawatan dan mengacu pada panduan perilaku caring.
4.
Observasi/pemantauan dilakukan terutama pada saat perawat melakukan observasi
rutin pada pasien, yaitu jam 09.00 dan jam 12.00, dan saat perawat melakukan
tindakan keperawatan serta saat perawat berinteraksi dengan pasien tertentu
5.
Mengisi lembar observasi dengan checklist sesuai dengan perilaku caring yang
diterapkan perawat pada pasien, setelah selesai melakukan observasi.
6.
Observasi dilakukan oleh peneliti dan kepala ruang secara bergantian pada shift
pagi dan sore hari, tetapi diutamakan shift pagi.
7.
Jadwal dan waktu observasi tidak diberitahukan pada perawat pelaksana
117
PROSEDUR OBSERVASI
Evaluasi penerapan perilaku caring dilakukan dengan observasi terhadap penerapan karatif
caring oleh perawat pada pasien menggunakan format observasi dengan panduan perilaku
caring perawat, sebagaimana digunakan dalam instrumen observasi perilaku caring.
Observasi dilakukan selama satu minggu yang dilakukan oleh peneliti dibantu oleh masingmasing kepala ruang. Observasi dilakukan terhadap 1 sampai 2 perawat per hari per ruangan
rawat inap. Adapaun prosedur observasi adalah sebagai berikut :
1.
Kepala ruang membuat daftar nama yang akan diobservasi (disesuaikan dengan jadwal
dinas perawat), terutama saat dinas pagi.
2.
Observasi dilakukan oleh peneliti dan kepala ruang secara bergantian pada shift pagi
dan sore hari, tetapi diutamakan untuk shift pagi.
3.
Observasi dilakukan dengan cara melihat interaksi perawat dengan pasien saat
memberikan asuhan keperawatan dan mengacu pada panduan perilaku caring.
4.
Observasi dilakukan terutama pada saat perawat melakukan observasi rutin pada pasien,
yaitu jam 09.00 dan jam 12.00, serta saat perawat melakukan tindakan keperawatan
pada pasien pada waktu tertentu.
5.
Jadwal dan waktu observasi tidak diberitahukan pada perawat pelaksana
118
LEMBAR OBSERVASI PERILAKU CARING
NO ASPEK YANG DINILAI
YA
Memanggil nama pasien dengan hormat sesuai dengan nama panggilan
1
kesenangannya
2
Merespon panggilan dengan cepat
Mendengarkan dengan sabar apa yang menjadi keluhan dan kebutuhan
3
pasien
4
Memberi salam dan menyentuh pasien dengan penuh perhatian
5
Memberi perhatian penuh kepada pasien
6
Menjelaskan pada pasien tentang kondisi kesehatannya saat ini
7
Menjelaskan prosedur tindakan setiap kali akan melaksanakan tindakan
Memberikan dukungan dan semangat pada pasien untuk proses
8
kesembuhannya
Memotivasi pasien untuk melakukan hal-hal yang positif dan
9
bermanfaat untuk proses penyembuhannya
10 Memberikan bantuan terhadap masalah yang dihadapi pasien
11 Cepat tanggap terhadap keluhan dan kebutuhan pasien
Menunjukkan sikap penuh kesabaran dalam menghadapi keluhan dan
12
sikap pasien
13 Mengenalkan diri pada pasien saat kontak awal dengan pasien
14 Menjelaskan perannya pada pasien dalam proses perawatan pasien
15 Berbicara pada pasien dengan ramah dan sopan
16 Memperlihatkan sikap empati dan hangat kepada pasien.
17 Menunjukkan sikap empati dan hangat pada pasien
18 Mengobservasi kondisi pasien secara rutin sesuai jadwal
Menjaga privacy pasien seperti menutup gorden saat memandikan
19
pasien
Memotivasi pasien untuk mengungkapkan perasaan positif dan
20
negatifnya
21 Menyediakan waktu bagi pasien untuk mengekspresikan perasaannya
22 Mendengarkan keluhan pasien dengan penuh perhatian
Melakukan pengkajian lebih lanjut tentang masalah yang dihadapi
23
pasien.
Membuat diagnosa dan perencanaan terhadap asuhan keperawatan
24
pasien.
25 Membuat perencanaan terhadap asuhan keperawatan pasien.
26 Melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan perencanaan
27 Melakukan evaluasi asuhan keperawatan sesuai dengan yang diberikan
28 Melibatkan pasien dan keluarga dalam pemberian asuhan keperawatan.
TIDAK
119
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
Menanyakan hal-hal yang ingin diketahui pasien dengan masalah yang
berkaitan dengan proses penyembuhannya
Memberi penjelasan secara rasional ketika pasien menanyakan tentang
perkembangan penyakitnya dan cara mengatasinya.
Membimbing pasien tentang cara memenuhi kebutuhan diri secara
mandiri sesuai dengan kemampuan pasien
Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien sesuai dengan
penyakitnya
Membantu memfasilitasi pasien untuk bertemu pemuka agama bila
pasien membutuhkan
Membantu pasien untuk menjalankan ibadah/kegiatan agamanya bila
dibutuhkan
Memotivasi pasien untuk berdoa/beribadah sesuai agamanya
Membantu menghubungi keluarga pasien bila dibutuhkan
Memperhatikan keamanan dan kenyamanan lingkungan sekitar pasien
diantaranya seperti kebersihan ruangan, pemasangan pengaman tempat
tidur.
Membantu pasien memenuhi kebutuhan dasarnya seperti kebutuhan
nutrisi, eliminasi, kebersihan diri, bila pasien tidak mampu
melakukannya sendiri
Mengobservasi kondisi kesehatan pasien secara rutin dan teratur
Membantu memfasilitasi pasien untuk memenuhi keinginannya untuk
melakukan hal-hal yang bersifat ritual untuk proses penyembuhan
penyakitnya.
Memberikan dukungan pada pasien agar tabah untuk menghadapi
penyakitnya
Memotivasi pasien untuk mengembalikan segalanya pada Tuhan YME
Download