TESIS HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU CARING PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM GANESHA GIANYAR I GUSTI AGUNG AYU SHERLYNA PRIHANDHANI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 TESIS HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU CARING PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM GANESHA GIANYAR I GUSTI AGUNG AYU SHERLYNA PRIHANDHANI NIM 1392161034 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 ii HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU CARING PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM GANESHA GIANYAR Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Udayana I GUSTI AGUNG AYU SHERLYNA PRIHANDHANI NIM 1392161034 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 iii Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 18 MARET 2015 Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita D, Msi NIP.195807041987032001 dr. Ni Made Sri Nopiyani, MPH NIP.198311042008012005 Mengetahui Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr.dr.A.A. Raka Sudewi,Sp.S (K) NIP.195902151985102001 Prof. dr. D. N Wirawan, MPH NIP.194810101977021001 iv Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 18 Maret 2015 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No.: 0847/UN14.4/HK/2015, Tanggal 18 Maret 2015 Ketua : Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si Anggota : 1. dr. Ni Made Sri Nopiyani, MPH 2. Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M.Repro PA (K) 3. Dr. I Putu Ganda Wijaya S.Sos., MM 4. Dr. Luh Seriani, SKM., M.Kes v SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME Saya yang bertanda tangan dibawah ini: NAMA : IGAA Sherlyna Prihandhani NIM : 1392161034 PROGRAM STUDI : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat (MIKM) Menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya ilmiah tesis saya yang berjudul Hubungan Faktor Individu dan Budaya Organisasi dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Ganesha Gianyar ini benarbenar hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari didapatkan bukti bahwa Tesis ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No.17 Tahun 2010. Denpasar, Maret 2015 Yang Membuat Pernyataan, IGAA Sherlyna Prihandhani NIM 1392161034 vi UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian tesis yang berjudul Hubungan Faktor Individu dan Budaya Organisasi dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Ganesha Gianyar. Perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si selaku dosen pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran dalam penulisan hasil penelitian tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada dr. Ni Made Sri Nopiyani, MPH, selaku dosen pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis sehingga penyusunan tesis ini dapat selesai. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada : 1. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K) dan Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana. vii 2. Tim penguji pada sidang hasil penelitian tesis yaitu Prof. Dr. Dr. Mangku Karmaya, M.Repro, PA(K), Dr. I Pt. Ganda Wijaya, S.Sos, MM, Dr.Luh Seri Ani, SKM, M.Kes atas koreksi dan saran untuk perbaikan tesis ini. 3. Manajer Keperawatan dan Perawat Pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Ganesha Gianyar yang telah banyak meluangkan waktu dan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. 4. Teman – teman angkatan V MIKM UNUD yang telah banyak memberikan semangat. Penulis menyadari hasil penelitian tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan yang nantinya dapat dipergunakan untuk menyempurnakan hasil penelitian selanjutnya. Demikian hasil penelitian tesis ini penulis susun dengan harapan semoga dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan menyelesaikan hasil penelitian tesis ini. Denpasar, Maret 2015 Penulis viii ABSTRAK HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU CARING PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM GANESHA GIANYAR Perilaku caring perawat merupakan salah satu komponen esensial dari mutu layanan rumah sakit. Hasil survei kepuasan pasien mengindikasikan kurangnya perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku caring serta faktorfaktor yang berhubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar. Rancangan penelitian ini adalah cross-sectional menggunakan pendekatan kuantitatif. Data dikumpulkan melalui self administered kuesioner terhadap 48 perawat pelaksana pada bulan November-Desember 2014 di ruang rawat inap RSU Ganesha. Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat dengan uji chisquare dan multivariat dengan regresi logistik. Analisis univariat menunjukkan bahwa sebagian besar perawat berusia 26-30 tahun (45,8%), berjenis kelamin perempuan (77,1%), memiliki pendidikan DIII (54,2%), masa kerjanya ≥5 tahun (56,3%) serta dengan status perkawinan menikah (56,3%). Perawat pelaksana yang memiliki persepsi baik terhadap aspek budaya organisasi sebesar 54,2% dan memiliki perilaku caring baik (56,3%). Analisis bivariat menunjukkan bahwa usia (p=0,034), pendidikan (p=0,034), masa kerja (p=0,025), status perkawinan (p=0,001), kepemimpinan (p=0,030), desain pekerjaan (p=0,001), dukungan manajemen (p=0,007), sistem rewards (<0,001), manajemen konflik (<0,001) serta pola komunikasi (p=0,022) berhubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana, namun hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa hanya sistem rewards yang memiliki hubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana (OR=23,39;95%CI=1,53-356,94;pvalue=0,023). Faktor yang berhubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana adalah sistem rewards, dimana perawat pelaksana yang memiliki persepsi sistem rewards baik memiliki peluang 24 kali lebih besar untuk berperilaku caring baik. Upaya peningkatan perilaku caring melalui mekanisme rewards financial dan non financial perlu dilakukan oleh pihak manajemen RSU Ganesha Gianyar. Kata Kunci: faktor individu, budaya organisasi, perilaku caring, perawat, Rumah Sakit ix ABSTRACT THE ASSOCIATION OF INDIVIDUAL FACTORS AND ORGANIZATION CULTURE AND APPROACH WITH NURSING QUALITY OF CARE IN GANESHA PUBLIC HOSPITAL, GIANYAR A high quality of nursing care is an essential component of hospital service provision. This study aims to reveal the level of quality of care and the factors associated with related behavior at the inpatient ward in Ganesha Public Hospital. The study design was cross-sectional quantitative. Data were collected through self-administered questionnaires to 48 inpatient nurses during NovemberDecember 2014 as well as through participatory observation. Data analysis included univariate, bivariate with chi-square test, and multivariate logistic regression. Univariate analysis showed that the majority of nurses were aged 26-30 years (45.8%), female (77.1%), had a DIII education (54.2%), tenure ≥5 years (56.3 %), and marital status were married (56.3%). 54,2% of nurses indicated a positive perception of the organization culture and 56.3% believed they provided a relatively high quality of care. This understanding was confirmed during participatory observation. Bivariate analysis showed that age (p=0.034), education (p=0.034), tenure (p=0.025), marital status (p=0.001), leadership (p=0.030), job design (p=0.001), management support (p=0.007), rewards system (<0.001), conflict management (<0.001) and the communication patterns (p=0.022) were associated with nursing quality of care. However, the results of multivariate analysis indicated that the insufficient system of rewards was most associated with nursing quality of care (OR = 23.39; 95% CI = 1.53 to 356.94; p-value=0.023). Factor most associated with nursing quality of care was the system of rewards. It was evident that nurses viewing the rewards system to be sufficient provided the best quality of care. Efforts to increase the quality of care by providing financial/non-financial incentives such as training, salary bonuse to nursing staff should be implemented by the management. Keywords: Individual factors, organizational culture, nursing quality of care, Gianyar x DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DEPAN ........................................................................................ i SAMPUL DALAM....................................................................................... ii LEMBAR PERSYARATAN GELAR .......................................................... iii LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................................. v SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ..................................... vi UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... vii ABSTRAK ................................................................................................... ix ABSTRACT ................................................................................................. x DAFTAR ISI ................................................................................................ xi DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvi DAFTAR SINGKATAN .............................................................................. xvii BAB I BAB II PENDAHULUAN ........................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 8 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 9 1.3.1 Tujuan Umum ............................................................... 9 1.3.2 Tujuan Khusus .............................................................. 9 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 10 1.4.1 Manfaat Teoritis ............................................................ 10 1.4.1 Manfaat Praktis ............................................................. 10 KAJIAN PUSTAKA ..................................................................... 12 2.1 Konsep Caring ....................................................................... 12 2.1.1 Definisi Caring ............................................................. 12 2.1.2 Komponen Perilaku Caring ........................................... 14 2.1.3 Karakteristik Caring ..................................................... 22 2.1.4 Aktifitas yang Menunjukkan perilaku Caring Perawat .. 23 xi 2.1.5 Instrumen yang Digunakan Untuk Mengukur Perilaku Caring .......................................................................... 23 2.2 Konsep Karakteristik Individu ................................................ 25 2.2.1 Definisi Karakteristik Individu ...................................... 25 2.2.2 Faktor-faktor Karakteristik Individu .............................. 26 2.3 Konsep Budaya Organisasi ..................................................... 28 2.3.1 Definisi Budaya Organisasi ........................................... 28 2.3.2 Dimensi Budaya Organisasi ........................................... 29 2.3.3 Fungsi Budaya Organisasi ............................................. 41 2.3.4 Membangun dan Mempertahankan Budaya Organisasi .. 41 2.3.5 Instrumen Pengukuran Budaya Organisasi ..................... 42 2.4 Konsep dan Teori Perilaku ..................................................... 43 2.4.1 Domain Perilaku ............................................................ 44 2.4.2 Proses Terjadinya Perilaku ............................................ 45 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS .............. 46 3.1 Kerangka Berpikir ................................................................... 46 3.2 Konsep Penelitian ................................................................... 48 3.3 Hipotesis Penelitian ................................................................. 49 BAB IV METODE PENELITIAN .............................................................. 50 4.1 Rancangan Penelitian ............................................................. 50 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 50 4.3 Penentuan Sumber Data ......................................................... 50 4.4 Variabel Penelitian ................................................................. 51 4.4.1 Variabel Bebas (independent) ........................................ 51 4.4.2 Variabel Tergantung (dependent)................................... 51 4.4.3 Definisi Operasional Variabel ........................................ 52 4.5 Instrumen Penelitian ............................................................... 55 4.6 Prosedur Penelitian................................................................. 59 4.7 Analisis Data .......................................................................... 60 HASIL PENELITIAN................................................................... 62 BAB V xii 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................... 62 5.2 Karakteristik Responden Penelitian ........................................ 65 5.3 Persepsi Perawat Pelaksana terhadap Budaya Organisasi di RSU Ganesha Gianyar............................................................ 66 5.4 Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar............................................................ 67 5.5 Hasil Observasi Pelaksanaan Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar .......... 69 5.6 Analisis Bivariat Hubungan Perilaku Caring dengan Variabel Bebas ..................................................................................... 70 5.7 Analisis Uji Multivariat Variabel Bebas dengan Variabel Tergantung ............................................................................. 73 BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................... 76 6.1 Perilaku Caring Perawat Pelaksana ...................................... 6.2 Hubungan Antara Usia dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana ............................................................................. 6.3 84 Hubungan Antara Desain Pekerjaan dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana................................................................ 6.9 84 Hubungan Antara Kepemimpinan dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana................................................................ 6.8 82 Hubungan Antara Status Perkawinan dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana .................................................... 6.7 81 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana................................................................ 6.6 80 Hubungan Antara Pendidikan dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana................................................................ 6.5 79 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana................................................................ 6.4 76 86 Hubungan Antara Dukungan Manajemen dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana .................................................... xiii 87 6.10 Hubungan Antara Sistem Rewards dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana................................................................ 87 6.11 Hubungan Antara Manajemen Konflik dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana .................................................... 91 6.12 Hubungan Antara Pola Komunikasi dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana................................................................ 92 6.13 Keterbatasan Penelitian ........................................................ 93 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 94 7.1 Simpulan ................................................................................. 94 7.1 Saran ....................................................................................... 95 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 98 LAMPIRAN ................................................................................................. 104 xiv DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Komponen Kompensasi yang Berlaku di Rumah Sakit Swasta .... 39 Tabel 4.1 Definisi Operasional dan Cara Pengukuran ................................. 52 Tabel 4.2 Distribusi Pernyataan Positif dan Negatif Variabel Budaya Organisasi................................................................................... 56 Tabel 4.3 Distribusi Pernyataan Variabel Perilaku Caring .......................... 57 Tabel 5.1 Karakteristik Responden Penelitian di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar Tahun 2014 ..................................................... 65 Tabel 5.2 Distribusi Persepsi Budaya Organisasi Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar Tahun 2014 ............... 66 Tabel 5.3 Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar Tahun 2014 ..................................................... 68 Tabel 5.4 Hasil Observasi Perilaku Caring Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar Tahun 2014 .......................... 69 Tabel 5.5 Hasil Analisis Bivariat Variabel Bebas dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Ginayar Tahun 2014 ................................................................................ 70 Tabel 5.6 Hasil Analisis Multivariat Faktor Individu dan Budaya Organisasi dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar Tahun 2014 ......................... xv 74 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Konsep Penelitian Hubungan Faktor Individu dan Budaya Organisasi dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar ............................... xvi 40 DAFTAR SINGKATAN SINGKATAN ACLS : Advanced Cardiac Life Support ASKES : Asuransi Kesehatan ATLS : Advanced Trauma Life Support BOR : Bed Occupancy Rate Care-Q : Caring Assesment Inventory CBA : Caring Behavior Assesment CBI : Caring Behavior Inventory CT Scan : Computerized Tomography scanner DM : Diabetes Mellitus ICU : Intensive Care Unit MNCB : Measuring of Nursing Care Behavior PPGD : Pertolongan Penderita Gawat Darurat RSU : Rumah Sakit Umum SDM : Sumber Daya Manusia THR : Tunjangan Hari Raya TKTP : Tinggi Kalori Tinggi Protein UMR : Upah Minimum Regional VIP : Very Important Person xvii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri kesehatan saat ini terus mengalami pertumbuhan yang pesat, dan salah satu bentuk pelayanan kesehatan tersebut adalah rumah sakit, baik itu rumah sakit milik pemerintah maupun swasta (Nursalam, 2002). Kompetisi di sektor kesehatan akan semakin meningkat seiring dengan terbukanya pasar bebas. Dalam rangka meningkatkan pelayanan, persaingan dalam rumah sakit ini membawa dampak bagi manajemen rumah sakit (Wibowo, 2010). Tuntutan masyarakat untuk pelayanan yang terbaik semakin meningkat dan menjadikan rumah sakit berusaha agar dapat memberikan pelayanan yang terbaik (Hasibuan, 2010). Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit diberikan oleh tim kesehatan termasuk dari tim keperawatan. Tim ini merupakan bagian dari tim yang berada di lini terdepan untuk menghadapi pasien selama 24 jam, oleh sebab itu sangat diperlukan sumber daya keperawatan yang berkualitas dan mampu berespon terhadap keadaan yang ada (Gillies, 2004). 90% layanan di rumah sakit diberikan oleh perawat, maka peran perawat sangat besar dalam menentukan kualitas pelayanannya (Huber, 2011). Pelayanan keperawatan yang bermutu merupakan harapan semua orang sehingga rumah sakit sebagai penyedia layanan keperawatan dituntut untuk selalu meningkatkan mutu pelayanannya. 1 2 Seorang perawat harus selalu mengembangkan sikap, perilaku dan pengetahuannya dalam melakukan pengkajian, perencanaan, implementasi hingga evaluasi dalam praktiknya. Sikap dan perilaku yang harus dikembangkan oleh perawat salah satunya yaitu perilaku caring (De Wit, 2011). Perilaku caring adalah esensi dari keperawatan yang membedakan perawat dengan profesi lain. Caring tidak hanya mempraktikkan seni perawatan, memberi kasih sayang untuk meringankan penderitaan pasien dan keluarga, meningkatkan kesehatan dan martabat, tetapi juga memperluas aktualisasi diri perawat (Morison & Burnard, 2009). Caring merupakan hal yang utama dalam praktik keperawatan yang senantiasa selalu dilandasi pada nilai kebaikan, perhatian, serta menghormati keyakinan spiritual pasien (Rubenfield, 2007). Kenyataan yang dihadapi bahwa masih banyak rumah sakit pemerintah maupun swasta yang memusatkan diri pada pengobatan pasien saja. Keberhasilan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan perawat hanya memberikan perhatian pada tugas-tugas mengobati daripada merawat. Tidak banyak waktu bagi perawat mendengarkan keluhan pasien, memberi dukungan, hal ini disebabkan karena delegasi lebih diberikan untuk tugas-tugas dokter (Tomey, 2006). Diungkapkan juga dalam penelitian oleh Agustin (2002) bahwa perawat yang tidak berperilaku caring kurang dari 50%, sedangkan oleh Byrne dan Heyman (1997, dalam Nyoman, 2008) pasien yang di rawat inap banyak yang mengalami stress dan komunikasi perawat sebagai pokok permasalahannya. Penyebab dasar perawat kurang berperilaku caring karena perawat lebih banyak berfokus pada kinerja medik. Kondisi tersebut diperkuat oleh faktor 3 lingkungan kerja dalam hal ini budaya organisasi yang kurang mendukung perawat terhadap perilaku caring perawat (Tomey, 2006). Pada dasarnya perilaku caring dipengaruhi oleh faktor lain selain faktor individu. Perilaku caring perawat pelaksana, merupakan kinerja perawat yang dapat dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan dan masa kerja. Hasil penelitian dari Panjaitan dan Agustini (2007) menyatakan bahwa ada hubungan antara usia dengan sikap caring. Artinya semakin bertambah usia perawat maka sikap caring terhadap pasien akan semakin meningkat. Namun berdasarkan hasil penelitian Supriyadi (2006) menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara usia dengan perilaku caring di RSUD Bantul. Sedangkan masa kerja terhadap perilaku caring didukung hasil penelitian Supriatin (2009) juga menunjukkan ada hubungan antara masa kerja dengan perilaku caring di RSUD Kota Bandung. Perilaku caring perawat tidak dapat dibedakan antara perawat laki-laki dan perawat perempuan maupun tingkat pendidikannya. Hasil penelitian Supriatin (2009) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dan tingkat pendidikan dengan perilaku caring, bahwa perawat laki-laki dan perempuan sama-sama data berperilaku caring. Begitu juga dengan tingkat pendidikan. Namun berdasarkan penelitian oleh Setiati (2005) yang menemukan adanya hubungan antara faktor pendidikan, penghasilan, status pernikahan dan image dengan perilaku caring perawat terhadap kepuasan pasien. Terbentuknya perilaku caring sangat dipengaruhi oleh sistem nilai bersama yang dianut oleh para perawat yang tercermin dalam visi, misi, dan tujuan rumah 4 sakit. Visi, misi, serta tujuan yang ingin dicapai mencerminkan budaya suatu organisasi. Budaya organisasi yang kuat dapat menciptakan kesamaan tujuan, motivasi karyawan dan struktur pengendalian dalam membentuk perilaku untuk meningkatkan prestasi organisasi yang berdampak pada kinerja anggota organisasi (Kreitner & Kinicki, 2010). Didukung juga dalam penelitian oleh Bijaya (2006) mengungkapkan ada korelasi yang signifikan antara budaya organisasi dengan kinerja perawat. Faktor budaya organisasi menurut Robbins (2010) terdapat sepuluh variabel yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang yaitu inovasi, pengambilan risiko, kepemimpinan, integritas, dukungan manajemen, desain pekerjaan, identitas manajemen, sistem rewards, manajemen konflik, dan pola komunikasi. Menurut Dessler (2005), variabel sistem rewards (imbalan) berpengaruh terhadap motivasi, yang secara langsung mempengaruhi kinerja seseorang. Penelitian Robinson dan Larsen (1990) terhadap pegawai penyuluh kesehatan pedesaan di Columbia menunjukkan bahwa pemberian rewards (imbalan) mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap kinerja pegawai dibanding pada kelompok pegawai yang tidak mendapatkan imbalan. Pembentukan karyawan yang lebih produktif dapat diperoleh melalui pengelolaan faktor budaya organisasi dalam bentuk pengaturan sistem rewards, dukungan manajemen, desain pekerjaan serta pemeliharaan komunikasi dalam penyelesaian konflik melalui praktek kepemimpinan yang mendorong rasa saling percaya. Berdasarkan hasil penelitian Rusmiati (2008), peran individu dan lingkungan kerja (budaya organisasi) memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan tugas 5 keperawatan. Hasil penelitian Lande (2008) menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan dari faktor organisasi dengan kinerja asuhan keperawatan, didukung juga dengan hasil penelitian Rodwell et al. (2008) menyimpulkan ada hubungan signifikan baik secara parsial maupun simultan antara praktik komunikasi organisasional dengan kinerja karyawan. Peningkatan kinerja harus diatur dengan baik agar dapat meningkatkan kinerja seorang perawat, dengan ini faktor individu dan sistem manajemen kinerja organisasilah yang dapat membantu meningkatkan kinerja perawat (Gitosudarmo, 2010). Kualitas kerja dapat terjaga dengan baik jika terdapat dukungan individu dan lingkungan kerja dalam hal ini adalah budaya organisasi yang kondusif, sehingga nanti keinginan organisasi dapat tercapai. Rumah Sakit Umum Ganesha merupakan Rumah Sakit Swasta tipe C dan berada di bawah naungan Yayasan Ganesha, sehingga hal inilah yang menjadikan RSU Ganesha berbeda dengan RS Pemerintah baik dalam hal sistem perekrutan SDM hingga manajemen pengelolaan kegiatan pelayanannya, mulai dari pelayanan administrasi, pelayanan rekam medis, pelayanan penunjang medis, pelayanan medis, pelayanan keperawatan dan lain-lain. Visi rumah sakit yaitu menjadikan Rumah Sakit Umum ramah lingkungan dan bermutu dengan standar nasional di tahun 2015. Misi rumah sakit yaitu; (1) melakukan pengelolaan rumah sakit secara profesional dengan meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas yang tinggi, (2) meningkatkan kemampuan SDM yang terus-menerus melalui pendidikan dan latihan yang berkesinambungan, (3) memberi pelayanan kesehatan bermutu dan terjangkau keseluruh lapisan masyarakat berasaskan 6 sentuhan manusiawi dan kepuasan pelanggan (Profil RSU Ganesha Gianyar). Rumah Sakit Umum Ganesha dalam perkembangannya memperoleh angka kunjungan fluktuatif dan cenderung menurun. Data rekam medik RSU Ganesha Gianyar menunjukkan bahwa dalam 3 tahun terakhir terjadi penurunan jumlah pasien rawat inap yaitu sebesar 4007 pasien pada tahun 2011, 1026 pasien pada tahun 2012 dan 3136 pasien pada tahun 2013 (Manajemen RSU Ganesha, 2013). Penurunan pemakaian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) juga terjadi tahun 2011 60,8%, 40,5% tahun 2012, dan 44,5% tahun 2013, hal ini disebabkan karena kunjungan pasien ke rumah sakit berkurang Penurunan kunjungan salah satunya disebabkan karena tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan berkurang. Hasil pengumpulan data mengenai survei kepuasan pasien di RSU Ganesha tahun 2012 berjumlah 80,2% dan 2013 berjumlah 77,5%. Hasil ini signifikan menunjukkan terjadi penurunan sebesar 2,7% dari tahun 2012 (SDM RSU Ganesha, 2013). Hasil wawancara dengan manajer keperawatan RSU Ganesha tanggal 29 September 2014 terkait survei kepuasan pasien menyebutkan bahwa banyak ditemukan keluhan pada pelayanan paramedis di rawat inap, terutama yang terkait dengan perilaku caring perawat. Hasil survei kepuasan pasien menunjukkan bahwa perawat terlihat mengerjakan kegiatan diluar pekerjaannya, yaitu ketika jam perawatan pasien, perawat sibuk mengobrol dengan teman perawat lainnya. Selain itu disebutkan jarang memberi informasi sebelum melakukan tindakan, kurang tanggap dan kurang memperhatikan kebutuhan pasien, perawat sebaiknya lebih tanggap dalam memenuhi panggilan pasien, lebih ramah serta sopan dalam 7 berhadapan dengan pasien. Kondisi ini dapat dihindari dengan memenuhi kebutuhan pasien yang dilandasi perilaku caring. Peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa perawat di ruang rawat inap kelas I dan kelas II RSU Ganesha., diperoleh bahwa perawat berperilaku caring kepada pasien jika ada permintaan dari kepala tim perawat, kepala tim perawat tidak menunjukkan bagaimana berperilaku caring yang baik, perawat juga bekerja sebatas rutinitas, jenjang karir yang tidak jelas, sistem insentif yang kurang baik, kurang mendapatkan perhatian dari pimpinan yang dalam hal ini manajer keperawatan, penyelesaian konflik yang terjadi diruangan sebagian besar diselesaikan di tingkat atas (bidang keperawatan), perawat pelaksana merasa tidak dipentingkan dan hal ini dapat berpengaruh terhadap perilaku perawat. Hasil observasi selama 3 hari di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar ditemukan perawat jarang menyapa pasien, lebih banyak melakukan tindakan medis (kedokteran), uraian tugas perawat pelaksana kurang jelas, sistem rewards dan punishment yang tidak jelas dan kurang optimalnya supervisi sebagai controlling dari manajemen keperawatan Kepala ruang menambahkan sebaiknya ada dukungan dari pihak manajemen RS untuk memasukkan caring perawat dalam penilaian kinerja dan standar prosedur, sehingga dapat dilakukan supervisi kembali. Pelatihan yang kurang memadai kepada seluruh staf juga merupakan faktor utama, pelatihan harus dilakukan di luar RSU Ganesha, akan tetapi jadwal kerja perawat menjadikan tidak banyak yang bisa mengikuti pelatihan yang dijadwalkan oleh manajemen RSU Ganesha untuk meningkatkan kompetensi perawat. Salah satu indikator 8 kualitas rumah sakit adalah kepuasan pasien, oleh sebab itu kondisi diatas sangat berpengaruh dan perlu adanya perbaikan terhadap pelayanan keperawatan. Gambaran fenomena dan beberapa hasil penelitian yang terkait dengan perilaku caring dan budaya organisasi diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku caring perawat sangat dipengaruhi oleh budaya organisasi untuk meningkatkan kepuasan layanan kepada pasien. Perilaku caring perawat dan budaya organisasi sangat menentukan baik dan buruknya kualitas pelayanan kepada pasien. Sikap atau perilaku caring harus ditanamkan dan menjadi budaya yang melekat pada perawat sehingga setiap tindakan atau asuhan yang diberikan bukan hanya sekedar terselesaikannya pekerjaan tetapi pada pemuasan kebutuhan pasien. Terkait fenomena yang terjadi di RSU Ganesha Gianyar, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan faktor individu dan budaya organisasi dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana gambaran karakteristik perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar? 2. Bagaimana gambaran budaya organisasi perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar? 3. Bagaimana gambaran perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar? 9 4. Apakah ada hubungan faktor individu (umur, pendidikan, jenis kelamin, status pernikahan, dan masa kerja) dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar? 5. Apakah ada hubungan faktor budaya organisasi (kepemimpinan, desain pekerjaan, dukungan manajemen, sistem rewards, manajemen konflik, pola komunikasi) dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar? 6. Apakah faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara faktor individu dan faktor budaya organisasi dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar. 1.3.2 Tujuan Khusus Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mengetahui sebagai berikut : 1. Gambaran karakteristik perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar. 2. Gambaran budaya organisasi perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar. 3. Gambaran perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar. 10 4. Hubungan faktor individu perawat pelaksana (umur, pendidikan, jenis kelamin, status pernikahan, dan lama kerja) dengan perilaku caring perawat di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar. 5. Hubungan faktor budaya organisasi (kepemimpinan, desain pekerjaan, dukungan manajemen, sistem rewards, manajemen konflik, pola komunikasi) dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar. 6. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat menambah wawasan dalam meningkatkan kemampuan menganalisis faktor individu dan budaya organisasi dengan perilaku caring perawat dengan menggunakan cara berpikir yang ilmiah. Penelitian ini selanjutnya dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi peneliti lain terkait peran budaya organisasi dalam membentuk perilaku caring perawat di rumah sakit. 1.4.2. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi pengelola rumah sakit untuk mengevaluasi kinerja perawat dilihat dari pelaksanaan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar serta dapat 11 dipergunakan untuk bahan pertimbangan meningkatkan kualitas layanan sehingga meningkatkan kepuasan pasien yang dirawat di RSU Ganesha Gianyar. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Caring Konsep caring merupakan konsep sentral atau inti bagi keperawatan, akan tetapi caring tidak bisa dianggap sebagai paradigma yang unik bagi profesi keperawatan karena profesi kesehatan lain juga menganggap caring sebagai bagian integral dari kemampuannya yang terdiri atas pengetahuan dan keterampilan. Caring merupakan esensi dari praktik keperawatan dalam memenuhi kebutuhan manusia. Caring merupakan hasil dari budaya, nilai dan hubungan dengan manusia lain. 2.1.1 Definisi Caring Beberapa teori dalam keperawatan telah dikembangkan dari berbagai sudut pandang untuk menjelaskan dan mendeskripsikan tentang caring. Caring merupakan asuhan yang diberikan secara terus menerus difokuskan pada perawatan fisik maupun mental dan meningkatkan rasa aman pasien (Watson, 2005). Caring adalah pola umum yang terjadi secara alami yang dimiliki oleh perawat untuk membantu seseorang untuk tumbuh seperti ibu pada anaknya, suami dengan istri dan guru pada muridnya (Martin, 2002). Definisi ini dibantah oleh Tschudin (2003) yang menyatakan bahwa caring bukan hanya membantu seseorang untuk tumbuh tetapi lebih dari itu bahwa caring dalam keperawatan berarti perawat membantu pasien untuk memahami penyakitnya dan bagaimana mengatasi penyakitnya tersebut. 12 13 Teori caring Jean Watson pertama kali dipublikasikan pada tahun 1979 dengan judul “The Philosophy and Science of Caring”. Jean Watson mendefinisikan caring sebagai ilmu. Perspektif ilmu caring didasarkan pada ontologi hubungan dimana semua yang terlibat berada dalam suatu hubungan, bersatu dan mempunyai keterkaitan antara satu dengan yang lain. Caring melekat pada tujuan hubungan saling membantu, karena sangat tidak mungkin seseorang dapat memberi bantuan secara efektif tanpa adanya caring. Caring adalah sikap responsif dan bertanggung jawab dalam rangka memenuhi harapan pasien (Nurachmah, 2010). Hubungan interaksi yang dibangun antara perawat-pasien adalah hubungan caring dimana merupakan landasan komunikasi terapeutik dan sentuhan kasih sayang dan caring bersifat manusiawi karena asuhan diberikan secara individual. Perilaku caring juga dapat dipersepsikan berbeda-beda setiap pasien atau lingkungan tempat dimana pasien mendapatkan pelayanan keperawatan. Hasil riset Kimble (2010) tentang persepsi pasien terhadap perilaku caring perawat di Unit Rawat Inap untuk kategori karatif humanistic, dimana yang dimaksud adalah perilaku caring oleh pasien apabila perawat menjawab pertanyaan dengan cepat, mengetahui apa yang mereka (perawat) lakukan, perawat tahu menggunakan alatalat, perawat tahu cara injeksi, mengganti balutan, benar-benar mendengarkan apabila pasien berbicara, memberi obat nyeri ketika pasien kesakitan, memberikan informasi kepada keluarga pasien tentang perkembangan pasien. Hasil penelitian Tomey & Alligood (2006) tentang nurse caring behaviours menganalisa bahwa perawat lebih menekankan pada perilaku caring fisik daripada 14 afektif. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Suryani (2010) mengenai sikap caring perawat pelaksana di instalansi rawat inap didapatkan sikap caring perawat pelaksana masih rendah. Dapat disimpulkan bahwa caring terdiri dari dua aspek yaitu berupa tindakan nyata perawat dalam melakukan peran dan tugasnya dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dan aspek afektif perawat seperti perasaan cinta, altruism, belas kasih, kehangatan serta perasaan lain yang mendasari perawat melakukan tindakan caring kepada pasien. 2.1.2 Komponen Perilaku Caring Peran perawat sebagai petugas kesehatan diharapkan mampu membagi pengetahuan dan memberikan perawatan kepada pasien, akan tetapi deskripsi caring dalam memberikan asuhan keperawatan terkadang tidak dipahami atau dipersepsikan berbeda oleh perawat. Caring tidak hanya penting bagi perawat karena caring sangat berhubungan erat dengan penerima pelayanan keperawatan yaitu pasien maupun keluarga pasien. Hal penting untuk diketahui mengenai persepsi perawat, pasien maupun keluarga pasien tentang perilaku caring yang dianggap mereka penting untuk dilakukan perawat guna memberikan kepuasan, tidak hanya bagi pasien dan keluarga pasien tetapi juga bagi perawat (Dwidiyanti, 2008). Watson mengungkapkan dalam bukunya bahwa perilaku caring adalah proses yang dilakukan oleh perawat yang meliputi pengetahuan, tindakan dan dideskripsikan sebagai sepuluh faktor karatif yang digunakan dalam praktik keperawatan dibeberapa setting klinik yang berbeda. sepuluh faktor karatif ini 15 yaitu sifat dari karakter perawat yang menjelaskan bagaimana caring dimanifestasikan sebagai esensi dan inti keperawatan, diantaranya : a. Membentuk dan menghargai sistem nilai humanistic dan altruistik. Humanistic altruistic merupakan sikap yang didasari oleh nilai kemanusiaan, seperti menghormati otonomi pasien terhadap pilihannya sendiri. Altruism adalah perilaku yang menunjukkan kapasitas seseorang yang empati dan dapat merasakan apa yang dialami orang lain. Pandangan Watson tentang manusia, yaitu individu merupakan totalitas dari bagian-bagian, memiliki harga diri di dalam dan dirinya yang memerlukan perawatan, dipahami dan kebutuhan untuk dibimbing. Di samping itu perawat yang mempunyai sifat caring dapat meningkatkan potensi seseorang untuk membuat pilihan tindakan yang terbaik (Watson, 1998). Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan asuhan keperawatan adalah memanggil nama pasien dengan nama sehari-hari, mengenali karakteristik pasien (umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, dll), mengenali kelebihan dan kekurangan pasien, memenuhi panggilan pasien walaupun sedang mengerjakan hal lain yang tidak berhubungan dengan pasien, mendengarkan apa yang menjadi keluhan dan kebutuhan pasien, menghargai dan menghormati pendapat dan keputusan pasien, membimbing pasien dalam melakukan suatu tindakan keperawatan yang merupakan kebutuhannya. 16 b. Menanamkan sikap penuh pengharapan. Faktor ini sangat erat hubungannya dengan nilai altruisme dan humanistik. Perawat membantu pasien untuk memperoleh kesejahteraan dan kesehatan melalui hubungan yang efektif dengan pasien dan memfasilitasi klien untuk menerapkan gaya hidup sehat (Watson, 1979 dalam Tomey & Alligood, 2006). Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan asuhan keperawatan adalah memberi motivasi kepada pasien untuk menghadapi penyakitnya secara realistik, memberi informasi pada pasien tentang tindakan keperawatan dan pengobatan yang akan diberikan, membantu pasien untuk memahami alternatif tindakan perawatan dan pengobatan yang telah ditetapkan, meyakinkan bahwa kehidupan kematian dan takdir setiap orang telah ditentukan, mendorong pasien melakukan halhal positif atau bermanfaat terkait dengan proses penyembuhannya (Malini, 2009). c. Menanamkan sensitifitas atau kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain. Perawat harus belajar untuk mengembangkan sifat sensitif dan peka terhadap perasaan pasien sehingga lebih ikhlas, dan sensitif dalam memberikan asuhan keperawatan (Watson, 1998). Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan asuhan keperawatan adalah tetap sabar ketika pasien bersikap kasar terhadap perawat, mendampingi dan menenangkan klien ketika menghadapi penderitaan atau permasalahan, menawarkan bantuan terhadap masalah yang dihadapi pasien serta memenuhi kebutuhan pasien (Malini, 2009). 17 d. Mengembangkan hubungan saling percaya dan saling membantu. Hubungan saling percaya antara perawat dan pasien adalah hal yang penting dalam asuhan keperawatan. Hubungan ini akan meningkatkan penerimaan terhadap perasaan positif dan negatif antara perawat dan pasien (Watson, 1998). Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan asuhan keperawatan adalah mengucapkan salam ketika berinteraksi dengan pasien, menyepakati kontrak yang dibuat bersama pasien, menepati kontrak, mempertahankan kontak mata yang dibuat bersama pasien, berbicara dengan suara yang lembut, posisi perawat berhadapan dengan pasien pada saat berkomunikasi, menjelaskan prosedur tindakan setiap akan melakukan tindakan, mengorientasikan pasien baru dan melakukan terminasi pada setiap selesai berinteraksi (Malini, 2009). e. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif. Perawat berbagi perasaan dengan pasien merupakan hal yang riskan. Perawat harus mempersiapkan diri dalam menghadapi ekspresi perasaan positif dan negatif pasien dengan cara memahami ekspresi pasien secara emosional dan intelektual dalam situai yang berbeda (Watson, 1998). Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan asuhan keperawatan adalah memberikan kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaannya, merawat mengungkapkan bahwa ia menerima kelebihan dan kelemahan pasien, mendorong pasien untuk mengungkapkan 18 harapan terhadap kondisi saat ini, menjadi pendengar yang aktif pada setiap keluhan pasien yang menyenangkan dan tidak menyenangkan (Malini, 2009). f. Menggunakan metode sistematis dalam menyelesaikan masalah caring untuk pengambilan keputusan secara kreatif dan individualistik. Perawat menggunakan proses keperawatan yang sistematis dan terorganisir untuk menyelesaikan masalah kesehatan pasien sesuai dengan ilmu dan kiat keperawatan (Watson, 1998). Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan asuhan keperawatan adalah mengkaji, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses keperawatan sesuai dengan masalah pasien, memenuhi kebutuhan keinginan pasien yang tidak bertentangan dengan kesehatannya, melibatkan pasien dan keluarga dalam menentukan masalah keperawatan dan prioritas, menetapkan rencana keperawatan bersama pasien dan keluarga, melibatkan pasien dan keluarga dalam setiap pelaksanaan tindakan keperawatan serta melibatkan pasien dan keluarga dalam setiap pelaksanaan evaluasi tindakan keperawatan (Malini, 2009). g. Meningkatkan proses belajar mengajar interpersonal. Faktor karatif ini merupakan konsep yang penting dalam keperawatan karena memperlihatkan dengan jelas perbedaan antara keperawatan dan penyembuhan. Perawat memberikan informasi kepada pasien dan pasien diberi tanggung jawab juga dalam proses kesehatan dan kesejahteraannya. Perawat memfasilitasi proses ini dengan teknik belajar mengajar bertujuan untuk memandirikan pasien dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri, 19 menentukan kebutuhan diri dan memberikan pribadi pasien kesempatan untuk berkembang (Watson, 1998). Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan asuhan keperawatan adalah menciptakan lingkungan yang tenang, aman, dan nyaman untuk proses pemberian pendidikan keperawatan, memberikan pendidikan kesehatan sesuai dengan kebutuhan perawatan pasien, menjelaskan setiap keluhan pasien secara rasional dan ilmiah sesuai dengan tingkat pemahaman pasien dan cara mengatasinya serta meyakinkan pasien tentang kesediaan pasien untuk menjelaskan apa yang ingin diketahui (Malini, 2009). h. Menciptakan lingkungan mental, sosial, spiritual serta fisik yang supportif dan korektif. Perawat harus memahami lingkungan eksternal dan internal yang berpengaruh terhadap kesehatan dan penyakit individu. Lingkungan internal meliputi kesejahteraan mental dan spiritual serta keyakinan sosial budaya individu, sedangkan lingkungan eksternal meliputi kenyamanan, privasi, keamanan dan kebersihan serta keindahan (Watson, 1998). Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan asuhan keperawatan adalah menyetujui keinginan pasien bertemu dengan pemuka agama, menghadiri pertemuan pasien dengan pertemuan agama, memfasilitasi atau menyediakan keperluan pasien ketika akan berdoa atau beribadah sesuai dengan agamanya, bersedia mencarikan alamat dan 20 menghubungi keluarga yang sangat diharapkan mengunjungi pasien serta bersedia menghubungi teman pasien atas permintaan pasien (Malini, 2009). i. Memenuhi kebutuhan dasar manusia dengan penuh perhatian dalam mempertahankan keutuhan dan martabat manusia. Perawat harus memahami kebutuhan biofisikal, psikososial, psikofisikal, dan interpersonal bagi dirinya sendiri dan juga pasien. Pasien harus terpenuhi kebutuhan tingkat dasar terlebih dahulu sebelum berusaha mencapai kebutuhan yang berada diatasnya. Makanan dan eliminasi, adalah contoh kebutuhan biofisikal pada tingkatan bawah, sedangkan aktivitas, istirahat dan kebutuhan seksual adalah kebutuhan psikofisikal pada tingkatan paling bawah. Pencapaian dan afiliasi adalah kebutuhan psikososial yang lebih tinggi sedangkan aktualiasasi diri adalah kebutuhan interpersonal dan intrapersonal yang lebih tinggi (Watson, 1998). Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan asuhan keperawatan adalah bersedia memenuhi kebutuhan dasar dengan ikhlas, menyatakan perasaan bangga dapat menjadi orang yang bermanfaat bagi pasien, menghargai pasien dan privasi pasien ketika sedang memenuhi kebutuhannya, menunjukkan pada pasien bahwa pasien adalah orang yang pantas dihormati dan dihargai (Malini, 2009). j. Memberikan kesempatan untuk terbuka pada eksistensial-fenomenologikal dan dimensi spiritual caring serta penyembuhan yang tidak dapat dijelaskan secara utuh dan ilmiah. Watson berkeyakinan bahwa perawat mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan sepuluh faktor karatif dalam 21 memberikan asuhan keperawatan dan memfasilitasi pasien untuk meningkatkan kesehatannya melalui upaya health promotion. Upaya ini dilaksanakan dengan mengajarkan perubahan gaya hidup yang sehat kepada pasien untuk meningkatkan kesehatan, menyediakan lingkungan yang mendukung, mengajarkan metode pemecahan masalah dan mengenalkan pada pasien keterampilan koping dan adaptasi terhadap rasa kehilangan (Watson, 1998). Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan asuhan keperawatan adalah memberikan kesempatan pada pasien dan keluarga untuk melakukan hal-hal yang bersifat ritual dari proses penyembuhannya, memfasilitasi kebutuhan pasien dan keluarga terhadap keinginan melakukan terapi alternatif sesuai pilihannya, memotivasi pasien dan keluarga untuk berserah diri pada Tuhan Yang Maha Esa, serta menyiapkan pasien dan keluarganya ketika menghadapi fase berduka (Malini, 2009). Watson (1979, dalam George, 1990), juga mengemukakan tujuh asumsi dasar tentang caring, a) Caring dapat efektif bila ditunjukkan dan dipraktekkan dalam hubungan interpersonal; b) Caring memuat sepuluh faktor caratif yang menghasilkan kepuasan pasien dan pemenuhan kebutuhan pasien; c) Caring yang efektif meningkatkan pertumbuhan individu dan keluarga; d) Caring memberi respon menerima seseorang bukan hanya dia tahu tapi juga untuk apa dan apa yang akan terjadi padanya serta dapat memberi kesempatan seseorang memilih yang terbaik bagi dirinya; e) Caring 22 lebih pada healthogenic ketimbang curing. Praktek caring menyatukan pengetahuan biofisikal dengan pengetahuan perilaku manusia; f) Lingkungan caring meliputi perkembangan yang potensial yang membentuk atau meningkatkan kesehatan dan perawatan bagi yang sakit. Keilmuan tentang caring, bagaimanapun melengkapi ilmu tentang pengobatan (curing); g) Praktik caring adalah sentral bagi praktek keperawatan. 2.1.3 Karakteristik Caring Karakteristik Caring menurut Chin (2010) adalah a) Be ourselves, sebagai manusia harus jujur, dapat dipercaya, tidak tergantung pada orang lain. Artinya bahwa setiap orang harus menjadi diri sendiri dan mandiri; b) Clarity, keinginan untuk terbuka dengan orang lain; c) Respect, selalu menghargai orang lain. Belajar menerima dan memahami orang lain dan belajar menjadi makhluk sosial; d) Separatenes, dalam caring tidak berarti terbawa dalam depresi atau ketakutan orang lain. Tatap dalam kondisi waspada dengan mempersiapkan diri secara fisik dan psikologi; e) Freedom, adalah memberi kebebasan pada orang lain untuk mengekspresikan perasaannya; f) Emphaty, dengan memahami perasaan pasien tetapi dirinya tidak hanyut oleh perasaan tersebut baik secara emosional maupun fisik; g) Communication, komunikasi verbal dan nonverbal harus menunjukkan keselarasan; h) Evaluation, dilakukan bersama-sama perawat dan pasien. Karakteristik Caring menurut Leininger (1988) terbagi menjadi tiga yaitu : a) Professional caring, yaitu sebagai perwujudan kemampuan kognitif. Perawat dalam bertindak terhadap respon yang ditunjukkan pasien berlandaskan ilmu, sikap, dan keterampilan profesional, sehingga dalam memberikan bantuan 23 terhadap pasien sesuai dengan kebutuhan masalah dan tujuan yang telah ditetapkan perawat dan pasien; b) Scientific caring, segala keputusan dalam memberi asuhan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki perawat; c) Humanistic caring, proses bantuan kepada seseorang bersifat kreatif. 2.1.4 Aktifitas yang Menunjukkan Perilaku Caring Perawat Menurut Wolf, et al (2004) telah mengembangkan daftar inventarisasi perilaku caring perawat, Wolf menuliskan secara berturut sepuluh peringkat perilaku yang menunjukkan caring perawat. Kesepuluh perilaku tersebut meliputi: a) Mendengar dengan penuh perhatian; b) Memberi rasa nyaman; c) Berkata jujur; d) Memiliki kesabaran; e) Bertanggung jawab; f) Memberikan informasi sehingga pasien dapat mengambil keputusan; g) Memberikan sentuhan; h) Menunjukkan sensitifitas; i) Menunjukkan rasa hormat terhadap pasien; j) Memanggil pasien dengan namanya. 2.1.5 Instrumen yang Digunakan Untuk Mengukur Perilaku Caring Instrumen yang digunakan dalam mengukur perilaku caring menurut beberapa ahli, diantaranya: 2.2.5.1 Caring Behavior Assesment Tool Caring Behavior Assesment Tool (CBA) adalah alat ukur yang paling awal dikembangkan untuk mengukur perilaku caring dengan menggunakan teori Watson dan sepuluh karatif Watson. Alat ukur ini dikembangkan oleh Cronin dan Harrison pada tahun 1988 untuk mengidentifikasi perilaku caring perawat yang dipersepsikan oleh pasien. Caring Behavior Assesment Tool (CBA) terdiri atas 63 24 item pertanyaan yang dikelompokkan menjadi 7 sub skala. Faktor 1, 2 dan 3 dari faktor karatif Watson dikelompokkan menjadi satu kelompok dan faktor ke 6 dianggap oleh Cronin dan Harrison melekat pada seluruh faktor karatif lainnya. Jawaban pertanyaan menggunakan 5 skala likert yang menggambarkan tingkatan masing-masing perawat dalam merefleksikan perilaku caring. 2.2.5.2 Care-Q (Caring Assesment Inventory) Larson (1984, Watson 2004) menjelaskan care Q adalah instrumen dapat dipakai mempersepsikan perilaku caring perawat. Perawat mengidentifikasikan perilaku yang mengekspresikan penting perasaan, adalah mendengarkan, komunikasi, dan sentuhan, melibatkan kesempatan, pasien dalam perencanaan keperawatannya. Perilaku caring yang ditampilkan pada alat ukur ini meliputi 50 dimensi caring yang dibagi dalam 6 variabel yaitu kesiapan dan kesediaan, penjelasan dan peralatan, rasa nyaman, antisipasi, hubungan saling percaya serta bimbingan dan pengawasan. 2.2.5.3 Caring Behavior Inventory Caring Behavior Inventory (CBI) dikembangkan oleh Jean Watson (2002) dengan menggunakan konsep dasar caring secara umum dan teori transpersonal caring Watson. Versi pertama alat ukur ini terdiri atas 75 item yang dengan proses psikometrik direduksi menjadi 43 kemudian mengecil kembali menjadi 42 item dengan alternatif jawaban menggunakan skala likert 4 poin yaitu 1= sangat tidak setuju, 2=tidak setuju, 3=setuju, dan 4=sangat setuju. CBI 42 item pertanyaan diuji menggunakan 541 subjek penelitian yang terdiri dari 278 perawat dan 263 25 pasien. Konsistensi rebilitas internal dilaporkan sampai 0.96 pada tahun 2001 (Morrison, 2007). Wolf et al (2004) mengkategorikan faktor karatif dari teori Watson menjadi 5 dimensi perilaku caring, yaitu mengakui keberadaan pasien, menanggapi dengan rasa hormat, pengetahuan dan keterampilan, menciptakan hubungan positif, perhatian terhadap yang dialami orang lain. Pengukuran perilaku caring perawat pelaksana RS Ganesha Gianyar direncanakan menggunakan Caring Behavior Inventory dari Wolf (2004) dengan memperhatikan 5 dimensi perilaku caring. Hal ini karena dimensi caring ini erat hubungannya dengan kompetensi kognitif, afektif, dan psikomotor yang dibutuhkan perawat agar mampu memberikan asuhan keperawatan dan memenuhi kebutuhan pasien. 2.2 Konsep Karakteristik Individu 2.2.1 Definisi Karakteristik Individu Sumber daya yang terpenting dalam organisasi adalah sumber daya manusia, Sumber daya manusia ini akan membantu menjaga organisasi tetap bertahan dengan tenaga, bakat, kreativitas serta usahanya. Setiap orang memiliki karakteristik individu yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Karakteristik individu merupakan faktor-faktor yang tersedia, data yang diperoleh sebagian besar dari informasi yang tersedia dalam berkas personalia, meliputi usia, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, dan masa kerja dalam organisasi 26 (Robbins, 2010). Siagiaan (2008) menyatakan bahwa karakteristik individu dapat dilihat dari umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan dan masa kerja 2.2.2 Faktor-faktor Karakteristik Individu a. Usia Usia adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan). Usia berkaitan dengan tingkat kedewasaan/maturitas seseorang. Semakin tinggi usia, semakin mampu menunjukkan kematangan jiwa dan semakin dapart berpikir rasional, bijaksana serta terbuka terhadap pendapat orang lain (Siagiaan, 2010). Pendapat ini didukung oleh Desslerr (2005) mengemukakan usia produktif adalah usia 25-45 tahun. Tahap ini merupakan penentu seseorang untuk memilih bidang pekerjaan yang sesuai bagi karir individu tersebut. Pendapat berbeda dikemukakan oleh Zachher & Frese (2011) yang menyatakan bahwa terdapat korelasi antara umur dengan kinerja karyawan. Robbins (2010) mengemukakan bahwa kinerja merosot dengan semakin meningkatnya umur. Robbins menegaskan perundangan di Amerika menyatakan pelanggaran hukum bagi perusahaan yang memperkerjakan seseorang yang telah pensiun dari pekerjaannya. Hasil penelitian lain yaitu dari Masitoh (2010) menyatakan tidak ada hubungan bermakna antara karakteristik umur dengan kinerja perawat. b. Jenis Kelamin Manusia dibedakan menurut jenis kelaminnya yaitu pria dan wanita. Dalam studi didapatkan bahwa tidak ada perbedaan dalam produktivitas 27 kerja pria dan wanita. Siagiaan (2010) mengemukakan secara sosial budaya pegawai perempuan yang berumah tangga akan memiliki tugas tambahan, hal ini menyebabkan kemangkiran yang lebih sering dari pegawai perempuan. Pendapat berbeda yang dikemukakan oleh Masitoh (2010), Aminuddin (2011), dan Panjaitan (2007) mengatakan tidak ada perbedaan kinerja perawat pria dan wanita. c. Latar belakang pendidikan Tingkat pendidikan perawat mempengaruhi kinerja perawat (Siagiaan, 2010). Perawat yang memiliki pendididkan tinggi, kinerjanya akan lebih baik karena memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan perawat yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Faktor pendidikan mempengaruhi perilaku kerja. Makin tinggi pendidikan akan berhubungan positif terhadap perilaku kerja seseorang (Pangewa, 2007). d. Status Perkawinan Merupakan suatu ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Robbins (2010) mengungkapkan pernikahan mampu meningkatkan tanggung jawab yang dapat membuat suatu pekerjaan menjadi berharga. Penelitian Purbadi dan Sofiana (2006) mengungkapkan individu menikah akan meningkat kinerjanya karena mempunyai pemikiran yang lebih matang dan bijaksana. Pernikahan menyebabkan peningkatan tanggung jawab dalam pekerjaan. 28 e. Masa kerja Masa kerja merupakan lama seorang perawat bekerja pada suatu oganisasi yaitu dimulai dari perawat resmi dinyatakan sebagai pegawai/karyawan tetap rumah sakit. Masa kerja perawat merupakan faktor yang dapat berpengaruh terhadap kinerja perawat. Siagiaan (2010) menyatakan bahwa lama kerja dan kepuasan serta kinerja berkaitan secara positif. Pendapat ini didukung oleh Riani (2011) karyawan masa kerjanya lebih lama akan lebih produktif dari karyawan yang baru bekerja. 2.3 Konsep Budaya Organisasi 2.3.1 Definisi Budaya Organisasi Budaya organisasi merupakan suatu yang membedakan organisasi satu dengan organisasi lainnya yang memiliki sistem pengertian bersama dari anggotaanggota organisasinya (Robbins, 2010). Menurut Wibowo (2010) budaya organisasi adalah karakteristik organisasi dari anggotanya yang menggambarkan kesuksesan dan kegagalan para anggotanya. Kreitner & Knicki (2010) mengungkapkan budaya organisasi merupakan nilai dan keyakinan yang mendasari identitas organisasi. Dalam tingkat organisasional, budaya merupakan asumsi dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh anggota kelompok untuk membentuk dan mempengaruhi perilaku serta petunjuk dalam memecahkan masalah (Gibson, Ivanicevic & Donelly, 2010). Menurut Luthan (2007) budaya organisasi adalah tata nilai dan norma yang menuntun perilaku anggota organisasi. Budaya organisasi terdiri dari nilai dan asumsi bersama didalam organisasi (Dessler, 2005). 29 2.3.2 Dimensi Budaya Organisasi Budaya organisasi terdiri atas sejumlah karakteristik yang menjadi dasar bagi anggota mengenai organisasi, bagaimana kegiatan dilakukan didalamnya serta cara anggota diharapkan berperilaku. Stephen Robbins (2010) mengemukakan sepuluh dimensi yang mempengaruhi budaya organisasi meliputi inovasi, pengambilan risiko, kepemimpinan, integritas, dukungan manajemen, desain pekerjaan, identitas manajemen, sistem rewards, manajemen konflik, dan pola komunikasi. a. Inovasi Inovasi adalah tingkat tanggung jawab, kebebasan yang dimiiki anggota organisasi dalam mengemukakan pendapat. Inovasi anggota organisasi harus dihargai oleh kelompok atau pemimpin suatu organisasi sepanjang menyangkut ide untuk mengembangkan organisasi. Penelitian oleh Ricardo, Ronald & Jolly (2003) menyatakan ada korelasi kuat praktik manajemen dengan kinerja karyawan. b. Pengambilan risiko Pengambilan risiko merupakan suatu tingkatan memotivasi karyawan dalam pengambilan keputusan yang inovatif, kreatif dan berani mengambil risiko. Inovasi mencakup lebih dari sekedar perbaikan, mencari dan mengambil risiko yang besar tentang gagasan dan perubahan (Rivai, 2011). Hasil penelitian oleh Rizal (2007) menekankan ada pengaruh yang signifikan antara kreativitas dan inovasi terhadap motivasi dan kinerja karyawan. 30 c. Kepemimpinan Kepemimpinan terbentuk ketika muncul kemampuan seorang pemimpin dalam menerima secara terbuka dan positif dengan memberikan kesempatan pada staf untuk menggali perasaan, kritikan, dan menyuarakan reaksi yang negatif secara terbuka. Kinerja perawat pelaksana dipengaruhi oleh proses kepemimpinan yang dilaksanakan oleh kepala ruangan sebagai manajer langsung di ruangan. Jika manajer melibatkan staf dalam pencapaian tujuan organisasi, diharapkan kinerja perawat pelaksana semakin optimal (Siagian, 2010) d. Integritas Integrasi merupakan sejauh mana organisasi dapat mendorong anggota organisasi untuk bekerja lebih terkoordinasi. Kekompakan unit dalam suatu organisasi dapat mendorong kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dihasilkan perawat pelaksana (Aminudin, 2007). e. Dukungan Manajemen Dukungan manajemen merupakan gaya manajemen yang terbentuk berdasarkan etika dan nilai-nilai standar yang tinggi. Manajemen harus menunjukkan sikap dan loyalitas positif terhadap pekerja dan organisasi. Manajer memberikan orang lain perasaan bahwa hasil pekerjaan yang karyawan lakukan dihargai betapapun sederhananya (Wibowo, 2010). f. Desain pekerjaan Desain pekerjaan pada organisasi menguraikan cakupan, kedalaman dan tujuan dari setiap pekerjaan yang membedakan antara pekerjaan yang satu dengan pekerjaan lainnya. Gibson (2010) menjelaskan desain pekerjaan mengacu pada 31 proses yang diterapan pada manajer untuk memutuskan tugas pekerjaan dan wewenang. Desain pekerjaan merupakan mengklasifikasikan tugas dan tanggung upaya seorang manajer jawab dari setiap individu. Gitosudarmo (2010) menambahkan bahwa desain pekerjaan berpengaruh terhadap efektifitas organisasi. g. Identitas manajemen Identitas manajemen adalah bagaimana tugas pekerjaan secara formal dibagi, dikelompokkan dan dikoordinasikan (Robbins, 2010). Identitas manajemen menunjukkan cara suatu kelompok dibentuk, garis komunikasi dan hubungan otoritas serta pembuatan keputusan (Marquis & Huston, 2010). Kinerja perawat dipengaruhi juga oleh identitas manajemen yang telah ditetapkan, tugas dan wewenang yang jelas, aturan yang jelas dan prosedur teknis dalam mengoptimalkan kinerja. Identitas manajemen menggambarkan garis komando, garis kewenangan dan garis koordinasi dalam melakukan tugas. h. Sistem Rewards Perusahaan menggunakan rewards sebagai suatu sistem balas jasa atas hasil kerja anggota/karyawan. Perilaku yang diberi imbalan, dihukum, dan dibiarkan akan menentukan bagaimana budaya organisasi berevolusi. Perusahaan yang memiliki sistem rewards yang didasarkan pada intangible performance menciptakan budaya organisasi yang berorientasi pada karyawan (Riani, 2011). Manajemen perlu memberikan penghargaan kepada karyawan yang telah menunjukkan kerja keras untuk menyenangkan pelanggan, seperti kenaikan 32 gaji atau promosi kesehatan, hal ini didukung oleh penelitian oleh Muzaputri (2008) menjelaskan ada hubungan antara imbalan dan kinerja perawat. Sistem Rewards dibedakan menjadi: 1. Finansial a. Langsung Penghargaan langsung diantaranya adalah yang disebut gaji, insentif, bonus (Armstrong dan Murlis, 2007). Upah atau gaji diartikan juga sebagai pembayaran dalam bentuk uang secara tunai, harga untuk jasa-jasa yang elah diberikan oleh seseorang kepada orang lain. Fungsi upah adalah sebagai jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi yang dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan, undang-undang dan peraturan yang dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja. Penghargaan yang lain dikenal dengan istilah kompensasi insentif merupakan program kompensasi yang mengaitkan bayaran dengan produktivitas. Tujuan dasar dari semua program insentif adalah untuk meningkatkan produktivitas para karyawan guna mencapai keunggulan kompetitif. Insentif berupaya memperkuat hubungan kinerja-imbalan dan dengan demikian memotivasi kalangan karyawan yang terpengaruh. Insentif membayar individu atau kelompok atas apa yang secara persis dihasilkannya, diberikan sewaktu-waktu dan bersifat tidak tetap (Simamora, 2010). 33 Model lain dari sistem rewards adalah bonus. Bonus untuk karyawan adalah pembayaran sekaligus yang diberikan karena karyawan memenuhi sasaran kinerja. Bonus boleh didasarkan pada pencapaian sasaran obyektif atau penilaian suyektif. Bonus di rumah sakit diberikan kepada perawat yang mampu bekerja melebihi kapasitas yang seharusnya sehingga tingkat kepuasan klien dapat dirasakan. Sistem rewards finansial di rumah sakit merupakan suatu imbalan atau kompensasi yang diterima oleh pelaksana pelayanan atas jasa yang diberikan kepada pelanggan/pasien dalam rangka observasi, diagnosis, pengobatan, konsultasi, visite, tindakan medis, rehabilitasi medis atau pelayanan lain yang disebut dengan istilah jasa pelayanan (SKB Menkes dan Mendagri no 883/Menkes/SKB/1998 dan no 060.440-995). Sedangkan menurut Keputusan Menkes RI No.477/Menkes/SK/IV/2004, jasa pelayanan di rumah sakit adalah imbalan yang diterima oleh pelaksana pelayanan atas jasa yang diberikan kepada pasien dalam rangka observasi, diagnosis, pengobatan, konsultasi, visite, rehabilitasi medik dan atau pelayanan lainnya. Aspek legal atau peraturan yang khusus mengatur tentang pembagian kompensasi rumah sakit belum ada yang lengkap dan terperinci. Aturan yang ada hanya mengatur secara garis besar proporsi jasa sarana dengan jasa pelayanan dibagi berdasarkan kelompok ketenagaan sehingga dalam operasionalnya harus lebih dijabarkan lagi. Sesuai dengan SK Menkes No.582/Menkes/VI/1997 dan SK Menkes No.66/Menkes/II/1987, keduanya tentang pola tarif rumah sakit pemerintah 34 dimana jasa pelayanan dimasukkan di dalam tarif tiap-tiap kegiatan pelayanan. Setiap kegiatan pelayanan terdiri dari dua komponen yaitu jasa sarana sekitar 60%-70% dan jasa pelayanan sekitar 30%-40%. Peraturan lain yang mengatur jasa pelayanan adalah SKB Menkes dan Mendagri no 883/Menkes/SKB/1998 dan no 060.440-995 yang mengatur jasa pelayanan yang bersumber dari pasien ASKES. Pembagiannya adalah 40% untuk tenaga medis, 50% untuk perawat dan 10% untuk administrasi. Kompensasi jasa finansial pada suatu rumah sakit ini juga terkait erat dengan berbagai faktor baik ekternal maupun internal (Trisnantoro, 2000 dalam Tahir, 2004). Faktor eksternal yang dominan adalah peraturan perundang-undangan yang menetapkan aturan besarnya kompensasi, misalnya pada karyawan non ahli atau tenaga buruh, maka masalah kompensasi ini diatur oleh peraturan mengenai upah minimum regional (UMR), akan tetapu untuk tenaga ahli atau tenaga profesional hingga saat ini belum ada aturan UMR-nya. Faktor eksternal lain yang terkait adalah standarisasi pendapatan, yang biasanya ditetapkan oleh Labour Union atau Perhimpunan Profesi, misalnya Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI) atau Ikatan Bidan Indonesia (IBI) yang menetapkan standar kompensasi bagi anggota profesinya. Sayangnya hal ini belum terlaksana di Indonesia (Tahir, 2004). Sehingga berdasarkan pemaparan tersebut diatas, maka pada umumnya rumah sakit pemerintah menetapkan tiga komponen imbalan yang dibayarkan kepada pegawai yaitu : 1) Basic salary, merupakan gaji dan 35 tunjangan yang dibayarkan rutin setiap bulan sengan sumber dana dari kas pemerintah, penghitungannya berdasarkan pangkat, jabatan, pendidikan, lama bekerja, jumlah anggota keluarga; 2) insentif, biasanya diberikan setiap bulan dengan sumber dana dari operasional rumah sakit yang telah dianggarkan, dengan dasar penghitungannya dari keterpaparan tugas, emergency, shift, beban kerja; 3) bonus. Pemberian bonus di rumah sakit didasarkan pada jumlah unit produksi yang dapat dihasilkan dalam satu kurun waktu tertentu oleh instansi rumah sakit. Jika Bed Occupancy Rate (BOR) melebihi jumlah yang telah ditetapkan, maka perawat menerima bonus atas kelebihan jumlah yang dihasilkan itu. Penghematan waktu juga menjadi salah satu dasar pemberian bonus di rumah sakit dengan alasan jika perawat menyelesaikan tugas dengan memuaskan dalam waktu yang lebih singkat dari waktu yang seharusnya, maka dipersepsikan akan lebih banyak pekerjaan yang dapat diselesaikan (Lusiani, 2007). Penelitian terkait imbalan finansial ini diantaranya adalah Adji (2010) yang mengatakan bahwa faktor imbalan (p value = 0,002, OR = 20,94), sumber daya (p value= 0,047, OR – 8,63) juga berhubungan dengan kinerja perawat di ruang rawat inap RSU Raden Matther Jambi, dimana perawat yang menilai besarnya imbalan tidak sesuai dengan peran dan beban kerja mereka berpeluang mempunyai kinerja kurang baik 20,9 kali dibandingkan dengan perawat yang menilai besar imbalan sesuai dengan peran kerja. 36 b. Tidak langsung Kompensasi tidak langsung adalah pemberian bagian keuntungan/manfaat lainnya bagi para pekerja di luar gaji atau upah tetap, dapat berupa uang atau barang. Kompensasi tidak langsung juga dikatakan sebagai program penghargaan dengan variasi yang luas, sebagai pemberian bagian keuntungan organisasi/perusahaan. Misalnya THR, Tunjangan Hari Natal, pemberian jaminan kesehatan, liburan, cuti, dan lain-lain (Nawawi, 2008). 2. Non Finansial Sistem rewards non finansial menurut Marwansyah dan Mukaram (2007) dapat berupa pujian, tanggung jawab terhadap pekerjaan dan pengembangan diri. Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai sistem rewards non finansial. a. Pencapaian Penelitian yang dilakukan oleh Armstrong (2007) mengenai kebutuhan staf manajerial menghasilkan identifikasi tiga kebutuhan utama, yaitu pencapaian, kekuasaam, afiliasi. Kebutuhan pencapaian didefinisikan sebagai keberhasilan kompetitif yang diukur berdasarkan standar keunggulan pribadi. b. Pengakuan Pengakuan merupakan salah satu motivator yang ampuh. Orang ingin tahu bukan hanya seberapa baik dia telah mencapai sasarannya atau menjalankan pekerjaannya, tetapi juga seberapa baik penghargaan yang diterima atas 37 pencapaiaannya. Rewards harus diberikan secara tepat dan harus dihubungkan dengan pencapaian yang nyata. Rewards ini jangan hanya disampaikan dalam pengakuan semata. Rewards no finansial, terutama bonus pencapaian yang disampaikan segera setelah prestasi diraih, merupakan simbol yang jelas atas pengakuan yang digabungkan dengan tunjangan berwujud. Ini merupakan cara penting untuk membuat proses rewards finansial dan non finansial bisa saling mendukung. c. Tanggung Jawab Orang dimotivasi dengan memberinya tanggung jawab yang lebih besar atas pekerjaannya. Ini merupakan proses yang sangat essensial dalam pemberdayaan. Pemberian tanggung jawab sejalan dengan konsep motivasi instrinsik yang didasarkan pada isi jabatan. Ini juga terkait dengan konsep fundamental bahwa individu termotivasi ketika diberika sarana untuk mencapai tujuannya. d. Pengaruh Orang termotivasi untuk mempengaruhi dan berkuasa. Penelitian oleh McClelland menunjukkan selain mencari prestasi, para manajer terutama didorong untuk mendapatkan kekuasaan, walaupun mereka tetap memiliki kebutuhan afiliasi, seperti hubungan persahabatan. Organisasi melalui kebijakan partisipasi bisa memotivasi orang dengan cara memberi kesempatan untuk mengungkapkan gagasannya, kesempatan pandangannya didengar dan bertindak sesuai pandangannya tersebut. agar 38 e. Pertumbuhan diri atau pengembangan karir Individu pada semua level organisasi, baik didorong oleh ambisi maupun tidak, mulai mengakui pentingnya untuk meningkatkan keterampilan dan terus menerus mengembangkan karirnya. Ini merupakan pengembangan falsafah berkelanjutan. Kini banyak orang beranggapan bahwa pelatihan merupakan bagian dari paket rewards, kesempatan belajar, mengikuti kursus. f. Sistem Grading sebagai Jenjang Karir Profesional Sistem jenjang karir profesional perawat meliputi tiga aspek yang saling berhubungan yaitu kinerja, orientasi profesional dan kepribadian perawat serta kompetensi yang menghasilkan kinerja profesional. Perawat profesional diharapkan mampu berpikir rasional, mengakomodasi kondisi lingkungan, mengenal diri sendiri, belajar dari pengalaman dan mempunyai aktualisasi diri sehingga meningkatkan jenjang karir profesinya. Jenjang karir perawat dapat dicapai melalui pendidikan formal dan pendidikan berkelanjutan berbasis kompetensi serta pengalaman kerja di sarana kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian oleh Setiati (2011) di salah satu Rumah Sakit Swasta di Denpasar yang meneliti tentang sistem kompensasi yang berlaku di rumah sakit tersebut, didapatkan hasil bahwa sumber daya manusia di rumah sakit mengharapkan peningkatan untuk dibandingkan dengan rumah sakit lain. komponen yang besar nominalnya 39 Tabel 2.1 Komponen Kompensasi yang Berlaku di Rumah Sakit Swasta Komponen yang Ada Frekuensi Pemberian Dasar Perhitungan/Formula Saat ini Finansial Langsung Gaji Pokok Setiap Akhir Bulan Tunjangan Jabatan Setiap Akhir Bulan Tunjangan kehadiran Setiap Akhir Bulan Tunjangan Produksi Setiap Akhir Bulan Tunjangan Fungsional Setiap Akhir Bulan Bonus Sekali setahun Insentif Pertengahan Bulan Uang Suka Duka Bila ada kegiatan suka duka Sekali setahun Tunjangan Hari Raya Finansial Tidak Langsung Tunjangan kesehatan Asuransi Jiwa Pakaian seragam Dibayarkan setiap bulan dalam bentuk premi asuransi kesehatan Dibayarkan setiap bulan dalam bentuk premi asuransi jiwa. Diberikan 1 stel setiap 6 bulan. Dasar perhitungan: golongan pekerjaan dan masa kerja. Ada 5 golongan pekerjaan yang ditentukan berdasarkan tingkat pendidikan dan unit kerja. Besar nominal tidak mengacu pada persentase terhadap UMR. Besar tunjangan jabatan ditentukan dengan kebijakan rumah sakit. Diberikan sama rata per poin kehadiran (pagi dan siang dihitng 1 poin, malam dihitung 2 poin). Diberikan berdasarkan nilai indeks masing-masing karyawan. Unsur penentu indeks: kelompok pekerjaan, masa kerja, level jabatan. Indeks dikalikan dengan nilai rupiah, merupakan besar nominal yang diterima masing-masing karyawan. Berdasarkan: masa kerja, kelompok pekerjaan. Besar nominal tergantung keuntungan RS (5% dari keuntungan bersih RS). Diberikan berdasarkan nilai indeks insentif karyawan. Unsur penentu indeks insentif: indeks produksi, kompetensi, bobot kerja, tanggung jawab, kemahiran. Nilainya baku tergantung jenis kegiatan suka duka. Besarnya: 1x (gaji pokok+tunjangan fungsional 40 i. Manajemen Konflik Manajemen konflik merupakan proses identifikasi permasalahan dan peluang, serta pemilihan alternatif pemecahan masalah. Pelibatan pihak lain dalam manajemen konflik berperan dalam pembelajaran individu dan organisasi (Daft, 2008). Hasil penelitian oleh Ricardo, Ronald, & Jolly (2003) mendapatkan hasil ada pengaruh antara manajemen konflik terhadap peningkatan budaya organisasi. j. Pola Komunikasi Komunikasi adalah kumpulan dari individu yang berinteraksi satu sama lain. Komunikasi yang baik menciptakan saling pengertian dan akan memperkuat kohesi dan tercapainya tujuan-tujuan kelompok yang berdampak pada tujuan organisasi (Sopiah, 2009). Perilaku anggota dapat dikendalikan dari komunikasi. Fungsi ini berjalan ketika karyawan diwajibkan untuk menyampaikan keluhan terkait dengan pelaksanaan tugas kewajiban karyawan itu didalam perusahaan (Sully, 2005). Hasil penelitian oleh Rodwell et al (2008) menyimpulkan bahwa ada korelasi signifikan praktik komunikasi organisasional dengan kinerja karyawan. Didukung juga oleh Sulistyo (2009) yang menekankan ada pengaruh yang bermakna komunikasi organisasional terhadap kinerja karyawan. 41 2.3.3 Fungsi Budaya Organisasi Fungsi budaya organisasi menurut Stephen Robbins & Judge (2010) adalah : a. Budaya memiliki rasa identitas anggota organisasi, seperti logo pada beberapa perusahaan yang memiliki makna bagi organisasi itu sendiri (Riani, 2011). b. Budaya meningkatkan stabilitas sistem sosial. Budaya merupakan perekat sosial yang menyatukan organisasi dengan cara menyediakan standar apa yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan karyawannya. c. Budaya membantu melahirkan komitmen baru terhadap sesuatu yang lebih besar dari kepentingan personal. Luthan (2007) juga mengungkapkan bahwa budaya menghasilkan dan meningkatkan komitmen terhadap misi organisasi. d. Budaya sebagai membuat semuanya lebih bermakna serta pengendali dalam membentuk perilaku karyawan. e. Sebagai penentu menciptakan perbedaan antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. 2.3.4 Membangun dan Mempertahankan Budaya Organisasi Sebuah organisasi yang ingin membangun dan mempertahankan budaya organisasi memerlukan waktu yang cukup lama.. Ada 3 hal berdasarkan Stephen Robbins & Judge (2010) yang memiliki peranan penting sebuah budaya. a. Seleksi Nilai-nilai organisasi didapatkan oleh karyawan melalui proses seleksi dan diseragamkan untuk pembentukan budaya organisasi. Proses seleksi ini 42 bertujuan untuk merekrut kemampuan, pengetahuan, keterampilan dan kemampuan individu di dalam organisasi (Robbins & Judge, 2010). b. Tindakan Manajemen Puncak Norma-norma yang berlaku di organisasi melalui manajemen puncak diseragamkan berdasarkan apa yang mere lakukan serta bagaiamana pihak eksekutif bersikap terkait pengambilan risiko, kebebasan yang diberikan kepada karyawan dan lain sebagainya (Robbins & Judge, 2010). c. Metode Sosialisasi Merupakan sebuah proses yang menjadikan adaptasi bagi karyawan agar mengerti dengan kultur organisasi, bermanfaat juga agar karyawan paham tentang organisasinya, sehingga karyawan dapat menghadapi masalah (Robbins & Judge, 2010). 2.3.5 Instrumen Pengukuran Budaya Organisasi Format instrumen yang digunakan untuk mengukur budaya organisasi adalah dalam bentuk kuesioner. The Denison Organizational Culture Survey, merupakan salah satu format survei budaya organisasi. Model ini telah dilakukan berdasarkan pada penelitian lebih dari 15 tahun dan melibatkan 1000 organisasi yang dilakukan oleh Dr.Denison dari Universitas Micchigan. Kelebihan dari model instrumen ini adalah merupakan instrumen yang memfokuskan pada kebiasaan, didesain dan dibuat sesuai dengan lingkungan semua tingkat organisasi, mudah dan cepat diimplementasikan. 43 Instrumen ini dikembangkan berdasarkan 4 karakteristik budaya yang mempunyai korelasi dengan organisasi, yaitu : a. Keterlibatan Karateristik organisasi yang menilai pandangan karyawan yang bekerja sama dalam mencapai tujuan organisasi. Didalamnya terdapat norma, pemberdayaan dan pengembangan kapabilitas. b. Konsistensi Nilai yang memfokuskan pada integrasi sumber-sumber organisasi untuk mengembangkan sistem untuk melaksanakan kegiatan organisasi yang meliputi koordinasi dan integrasi. c. Adaptasi Merupakan kebutuhan organisasi dalam melaksanakan kegiatan dalam mendukung kapabilitas perilaku internal dari organisasi. Kemampuan ini meliputi fokus pada pelanggan, menciptakan perubahan dan pembelajaran organisasi. d. Misi Merupakan tujuan jangka panjang yang penting bagi organisasi, meliputi tujuan dan visi organisasi serta pencapaian tujuan organisasi. 2.4 Konsep dan Teori Perilaku Berdasarkan teori Lawrence Green (1980) perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan dan tradisi sebagai faktor predisposisi disamping faktor pendukung seperti lingkungan fisik, prasarana dan perilaku petugas kesehatan. Perilaku merupakan 44 gerakan yang dapat diamati dari luar, seperti orang berjalan, naik sepeda dan mengendarai motor atau mobil. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas manusia dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, tertawa, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun tidak dapat diamati pihak luar (Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan berbagai pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus berdasarkan pengetahuan dan sikap seseorang. 2.4.1 Domain Perilaku Perilaku adalah respon dari stimulus (rangsangan dari luar). Meskipun bentuk stimulusnya sama, namun bentuk respon akan berbeda dari setiap orang. Faktorfaktor yang membedakan respon terhadap stimulus disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu : a. Faktor Internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin. b. Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, ekonomi, politik, lingungan kerja. Faktor lingkungan ini sering menjadi faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003) 45 2.4.2 Proses Terjadinya Perilaku Hasil penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu : 1) Awareness (kesadaran), orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. 2) Interest, yakni mulai tertarik kepada stimulus. 3) Evaluation hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4) Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. 5) Adaption, subjek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus Seorang perawat juga senantiasa harus memiliki pengetahuan dasar mengenai bagaimana melakukan perawatan pada pasien yang tercermin dari perilaku berdasarkan atas pengetahuan, pengalaman, nilai dan memadukan informasi baru sehingga pengetahuan empiris tersebut akan menjadi pengetahuan deskriptif dimana perawat akan mampu menggambarkan segala ciri, sifat, gejala yang ada pada pasien yang dirawatnya dimana salah satu bentuk perilaku dasar yang harus dimiliki oleh perawat adalah perilaku caring (Notoatmodjo, 2003) BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Berpikir Berdasarkan kajian pustaka perilaku caring dalam asuhan keperawatan merupakan bagian dari bentuk kinerja perawat dalam merawat pasien. Pada dasarnya perilaku caring dipengaruhi oleh faktor internal dalam hal ini adalah faktor individu yang ada di dialam individu perawat yaitu usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan dan masa kerja. Variabel ektsternal yang memiliki efek terhadap perawat untuk melakukan perilaku caring adalah variabel budaya organisasi, dimana budaya organisasi adalah dan pengatur jalannya organisasi yang didalamnya terdapat cara para anggotanya diharapkan akan berperilaku. Terdapat sepuluh dimensi budaya organisasi yang dapat mempengaruhi perawat pelaksana akan melakukan aktivitas caring kepada pasien, yaitu inovasi, pengambilan risiko, kepemimpinan, integritas, dukungan manajemen, sistem rewards, manajemen konflik, desain pekerjaan, identitas manajemen, pola komunikasi. Berdasarkan permasalahan yang terjadi di RSU Ganesha Gianyar, peneliti hanya akan mengidentifikasi hubungan antara enam faktor eksternal yang dalam hal ini budaya organisasi yaitu hubungan antara kepemimpinan, sistem rewards, desain pekerjaan, dukungan manajemen, manajemen konflik dan pola komunikasi. Aktivitas perilaku caring yang dipengaruhi oleh faktor individu dan budaya organisasi merupakan proses yang dilakukan oleh perawat dan digunakan dalam praktik keperawatan. Lima dimensi caring yang sebaiknya dimiliki oleh perawat 46 47 dalam memberikan caring kepada pasien, yaitu mengakui keberadaan pasien, menanggapi dengan rasa hormat, pengetahuan dan keterampilan yang profesional, menciptakan hubungan positif dan perhatian terhadap apa yang dialami orang lain. Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi bagaimana seorang perawat berperilaku caring yang akhirnya akan mempengaruhi kinerja perawat, berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan sesuai dengan tugas yang telah ditetapkan. Dengan mengidentifikasi hubungan terhadap sejumlah variabel yang mempengaruhi perilaku perawat dalam melakukan aktivitas caring, maka akan didapatkan bagaimana perawat dapat memotivasi dirinya untuk senantiasa melakukan aktivitas caring. 48 3.2 Konsep Penelitian Variabel Bebas Internal Faktor Individu : 1. Usia 2. Jenis kelamin 3. Tingkat pendidikan 4. Status perkawinan 5. Masa Kerja Variabel Tergantung Pelaksanaan Perilaku Caring Perawat 1. 2. 3. Eksternal Faktor Budaya Organisasi : 1. Kepemimpinan 2. Dukungan Manajemen 3. Desain pekerjaan 4. Sistem Rewards 5. Manajemen Konflik 6. Pola Komunikasi 4. 5. Mengakui keberadaan manusia. Menganggapi dengan rasa hormat. Pengetahuan dan keterampilan. Menciptakan hubungan positif. Perhatian terhadap yang dialami orang lain. Eksternal Faktor Budaya Organisasi : 7. Inovasi 8. Pengambilan Risiko 9. Integritas 10. Identitas manajemen Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti Gambar 3.1 Konsep Penelitian Hubungan Faktor Individu dan Budaya Organisasi Dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Ganesha Gianyar 49 3.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini meliputi : 1. Ada hubungan yang positif antara usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan dan masa kerja dengan perilaku caring oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar. 2. Ada hubungan yang positif antara kepemimpinan, desain pekerjaan, dukungan manajemen, sistem rewards, manajemen konflik dan pola komunikasi dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan desain survei analitik dengan pendekatan cross sectional, dimana variabel bebas dan variabel tergantung dilakukan pengukuran sekaligus dalam waktu bersamaan (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini bertujuan melihat hubungan antara faktor individu dan budaya organisasi dengan perilaku caring perawat pelaksana berdasarkan lima dimensi menurut teori Watson, di RSU Ganesha Gianyar. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Instalansi rawat inap RSU Ganesha Gianyar meliputi ruang inap kelas I, kelas II, kelas III, VIP dan perinatologi. Penelitian dimulai dari penyusunan proposal sampai dengan penyusunan laporan tesis yang dilaksanakan pada September 2014 – Maret 2015. 4.3 Penentuan Sumber Data Populasi merupakan seluruh subjek (manusia, binatang atau percobaan, data laboratorium) yang diteliti dan memenuhi karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Penelitian dilakukan dengan metode sensus dimana keseluruhan subjek yang ada di populasi, yaitu 48 perawat pelaksana rawat inap RSU Ganesha 50 51 Gianyar menjadi sampel dalam penelitian ini. Alasan menggunakan instalansi rawat inap karena aktivitas perawat 24 jam bersama pasien adalah di rawat inap. 4.4 Variabel Penelitian 4.4.1. Variabel bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor individu, meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan, dan masa kerja, dan juga faktor budaya organisasi, meliputi lima variabel kepemimpinan, dukungan manajemen, desain pekerjaan, sistem rewards manajemen konflik, pola komunikasi. 4.4.2 Variabel tergantung Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah perilaku caring perawat berdasarkan Wolf et al (2004) yang mengkategorikan faktor karatif dari Watson menjadi lima dimensi perilaku caring, yaitu mengakui keberadaan manusia, menganggapi dengan rasa hormat, pengetahuan dan keterampilan profesional, menciptakan hubungan positif, perhatian terhadap yang dialami orang lain. 52 4.4.3 Definisi Operasional Variabel Tabel 4.1 Definisi Operasional dan Cara Pengukuran No Variabel VARIABEL BEBAS 1 Usia Definisi operasional Skala pengukuran Cara/ alat ukur Usia perawat dihitung sejak tanggal kelahiran hingga ulang tahun terakhir pada saat mengisi kuisioner Interval (dalam tahun) Kuesioner Kategorikal (Nominal) Kuesioner Ordinal Kuesioner 2 Jenis Kelamin 3 Tingkat Pendidikan Karakteristik perawat tentang jenis kelamin yang terdiri dari “laki-laki” dan “perempuan” Pendidikan formal terakhir yang ditamatkan oleh responden 4 Status Perkawinan Status perawat yang terikat pernikahan sah secara hukum Kategorikal (Nominal) Kuesioner 5 Masa kerja Lamanya perawat bekerja di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar Interval Kuesioner 6 Kepemimpinan Proses kepemimpinan kepala ruangan, diantaranya: a. Mengarahkan perilaku caring (penugasan yang jelas dan adil) b. Mengawasi perilaku caring (menilai dan memperbaiki) c. Mengkoordinasikan perilaku caring (membuat pertemuan kerja) Nominal Kuesioner pernyataan positif 1, 2, 3, 4, 5 pernyataan negatif 6, 7, 8 7 Desain Pekerjaan Uraian tugas yang mengarah kepada perilaku caring, diantaranya: a. Cakupan pekerjaan (banyaknya tugas yang dilakukan perawat pelaksana sesuai perannya). b. Kedalaman pekerjaan (keleluasaan perawat pelaksana menentukan bagaimana perilaku caring dilakukan), hubungan pekerjaan. c. Hubungan pekerjaan (keterkaitan kerja antara kepala ruangan dengan perawat pelaksana dan antara sesame perawat pelaksana yang dibutuhkan dalam Nominal Catatan tentang rencana analisis Dikelompokkan sesuai dengan sebaran data yang diperoleh Diberikan skor 0 = laki-laki 1 = perempuan Diberikan skor 0 = DIII 1 = S1 Diberikan skor 0 = tidak menikah 1 = menikah Dikelompok- kan sesuai dengan sebaran data yang diperoleh Diberikan skor 1-5 (sangat tidak setuju-sangat setuju) lalu dikelompokkan berdasarkan Mean 1. Kurang baik (< mean) 2. Baik ( ≥ mean) Kuesioner Diberikan skor pernyataan 1-5 (sangat tidak positif setuju-sangat 9, 10, 11, 12, 13 setuju) pernyataan lalu dikelompokkan negatif berdasarkan Mean 14, 15, 16 1. Kurang baik (< mean) 2. Baik ( ≥ mean) 53 8 Dukungan Manajemen 9 Sistem rewards 10 11 memberikan caring kepada pasien) Dukungan manajemen keperawatan atau kepala ruangan kepada karyawannya (perawat pelaksana) dalam melakukan perilaku caring terhadap pasien, meliputi fasilitas yang diberikan, aturan dan kebijakan terkait prosedur perilaku caring, penugasan yang jelas dan adil, pengarahan dan pembinaan serta pengawasan perilaku caring. Nominal Kuesioner pernyataan positif 17, 18, 19, 20, 21 pernyataan negatif 22, 23 Diberikan skor 1-5 (sangat tidak setuju-sangat setuju) lalu dikelompokkan berdasarkan Mean 1. Kurang baik (< mean) 2. Baik (≥ mean) Imbalan yang mendukung perilaku caring dalam bentuk a. immaterial (kesempatan pengembangan diri, suasana kerja yang kondusif, kesempatan pengembangan diri, syarat kerja yang tidak terlalu ketat dan kondisi kerja yang lebih manusiawi) b. Materiil (gaji, insentif sesuai dengan kinerja perawat) Nominal Kuesioner pernyataan positif 24, 25, 26, 27 pernyataan negatif 28, 29, 30 Diberikan 1-5 (sangat tidak setuju-sangat setuju) lalu dikelompokkan berdasarkan Mean 1. Kurang baik (< mean) 2. Baik ( ≥ mean) Manajemen Konflik Proses yang dilakukan oleh manajemen keperawatan (manajer dan kepala ruangan) identifikasi masalah, peluang dan alternatif pemecahan masalah dan pengambil keputusan dalam pelaksanaan caring terhadap pasien, keputusan bersifat sentralis atau desentralisasi Nominal Kuesioner pernyataan positif 31, 32, 33 pernyataan negatif 34, 35, 36 Diberikan skor 1-5 (sangat tidak setuju-sangat setuju) lalu dikelompokkan berdasarkan Mean 1. Kurang baik (< mean) 2. Baik ( ≥ mean) Pola Komunikasi Proses penyampaian dan pertukaran informasi tentang perilaku caring dari perawat kepada pasien secara lisan maupun tulisan Nominal Kuesioner pernyataan positif 37, 38, 39 pernyataan negatif 40, 41, 42 Diberikan skor 1-5 (sangat tidak setuju-sangat setuju) lalu dikelompokkan berdasarkan Mean 1. Kurang baik (< mean) 2. Baik ( ≥ mean) Perilaku caring yang dilakukan oleh perawat sendiri kepada pasien selama menjadi perawat di ruang rawat inap dengan menggunakan 5 (lima) dimensi perilaku caring perawat , CBI (Caring Behavior Inventory) dari Watson, meliputi : Mengakui keberadaan manusia (assurance of human presence), menanggapi dengan rasa hormat Nominal Kuesioner III yang terdiri dari 42 pernyataan positif Diberikan skor 1-5 (tidak pernah dilakukan –selalu dilakukan) lalu dikelompokkan berdasarkan Mean 1. Kurang baik (< mean) 2. Baik ( ≥ mean) VARIABEL TERIKAT 12 Perilaku Caring Perawat 54 Mengakui keberadaan manusia (assurance of human presence) Menanggapi dengan rasa hormat (Respectful), Pengetahuan dan keterampilan profesional (Professional knowledge and skill), Menciptakan hubungan positif (Positive connectedness) Perhatian terhadap yang dialami orang lain (Attentiveness to the other’s experience) (Respectful), pengetahuan dan keterampilan profesional ( Professional knowledge and skill), menciptakan hubungan positif (Positive connectedness), perhatian terhadap yang dialami orang lain (Attentiveness to the other’s experience) Pernyataan perawat terhadap perilaku caring yang dilakukan dalam memberikan asuhan keperawatan meliputi tindakan membentuk dan menghargai sistem nilai humanistik dan altruistik, menanamkan sikap penuh pengharapan, menanamkan sensitifitas atau kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain Pernyataan perawat terhadap perilaku caring yang dilakukan dalam memberikan asuhan keperawatan meliputi tindakan mengembangkan hubungan saling percaya dan saling membantu meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif. Pernyataan perawat terhadap perilaku caring yang dilakukan dalam memberikan asuhan keperawatan meliputi menggunakan metode sistematis penyelesaian untuk pengambilan keputusan, meningkatkan pembelajaran dan pengajaran interpersonal. Pernyataan perawat terhadap perilaku caring yang dilakukan dalam memberikan asuhan keperawatan meliputi menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural dan spriritual yang mendukung. Pernyataan perawat terhadap perilaku caring yang dilakukan dalam memberikan asuhan keperawatan meliputi memberikan bimbingan dalam memuaskan kebutuhan pasien. 55 4.5 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang penulis gunakan adalah kuesioner dan pedoman observasi. Cara pengumpulan data pada penelitian ini adalah semua responden diminta untuk mengisi tiga macam kuesioner yang telah dijelaskan terlebih dahulu oleh peneliti. a. Kuesioner I Kuesioner I merupakan kuesioner yang berisi tentang faktor individu perawat (karakteristik individu) meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan dan masa kerja. Hasil pengumpulan umur dan masa kerja akan dikelompokkan sesuai sebaran data yang diperoleh. Jenis kelamin dikategorikan menjadi pria dan wanita, pendidikan dikategorikan menjadi DIII dan S1, status pernikahan dikategorikan menjadi menikah, tidak menikah. Cara pengisian kuesioner ini dilakukan dengan memberi tanda centang () b. Kuesioner II Kuesioner II merupakan kuesioner tentang budaya organisasi meiputi kepemimpinan, desain pekerjaan, dukungan manajemen, sistem rewards, manajemen konflik dan pola komunikasi. Kuesioner ini diadaptasi oleh peneliti dari The Dennison Organizational Culture Survey Questionnaire. Peneliti mengembangkan kuesioner ini karena lebih aplikatif dan sesuai dengan kondisi rumah sakit tempat penelitian dilakukan. 56 Tabel 4.2 Distribusi Pernyataan Positif dan Negatif Variabel Budaya Organisasi No 1 2 3 4 5 6 Variabel Kepemimpinan Desain pekerjaan Dukungan Manajemen Sistem Rewards Manajemen Konflik Pola Komunikasi Positif Negatif 1,2,3,4,5 9,10,11,12,13 17, 18, 19, 20, 21 24, 25, 26, 27 31, 32, 33 37, 38, 39 6,7,8 14, 15, 16 22, 23 28, 29, 30 34, 35,36 40, 41,42 Skala yang digunakan adalah skala likert 1-5 dengan kriteria untuk pernyataan positif nilai 1 yaitu Sangat Tidak Setuju (STS) dimana berarti sangat tidak sesuai dengan kondisi yang dialami oleh perawat pelaksana saat ini sampai nilai 5 yaitu Sangat Setuju (SS) dimana berarti sangat sesuai dengan kondisi yang dialami oleh perawat pelaksana saat ini. Kriteria penilaian untuk pernyataan negatif merupakan kebalikan dari pernyataan positif. c. Kuesioner III Kuesioner III merupakan kuesioner perilaku caring yang akan dipersepsikan oleh perawat pelaksana yang bekerja di ruang rawat inap. Kuesioner ini diadaptasi dari Caring Behavior Investment (CBI) Questionnaire 57 No 1 2 3 4 5 Tabel 4.3 Distribusi Pernyataan Variabel Perilaku Caring Variabel Pertanyaan Mengakui keberadaan pasien 1-13 Menanggapi dengan rasa hormat 14-21 Pengetahuan dan keterampilan yang 22-29 profesional Menciptakan hubungan positif 30-33 Perhatian terhadap apa yang dialami orang 34-42 lain Peneliti menggunakan instrumen ini karena sudah teruji di dalam menilai perilaku caring. Instrumen ini lebih aplikatif sesuai dengan kondisi lapangan dan sangat sederhana. Pernyataan dalam kuesioner ini dibuat dalam pernyataan positif. Skala yang digunakan adalah skala likert 1-5 dengan kriteria untuk pernyataan nilai 1 yaitu Tidak Pernah (TP) dimana berarti tidak pernah sama sekali dilakukan oleh perawat pelaksana, sampai nilai 5 yaitu Selalu (SL) dimana berarti tidak pernah tidak dilakukan oleh perawat pelaksana. d. Lembar Observasi Perilaku Caring Perawat Instrumen yang digunakan untuk menilai perilaku caring perawat pada pasien menggunakan lembar observasi yang dinilai oleh peneliti dibantu oleh kepala ruang rawat inap. Instrumen ini mengacu pada instrumen measuring of nursing caring behavior (MNCB) dan dimodifikasi oleh peneliti. Instrumen ini digunakan untuk menilai perilaku caring perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan pada pasien dan terdiri dari 42 item pernyataan bersifar favourable yang dibagi dalam 5 aspek perilaku caring Watson. Pernyataan pada lembar observasi ini diukur dengan 58 alternatif hasil observasi “ya” bila perawat menerapkan perilaku caring yang sesuai dengan pernyataan pada saat memberikan pelayanan keperawatan pada pasien. Hasil observasi “Tidak” bila perawat tidak menerapkan perilaku caring yang sesuai dengan pernyataan pada saat memberikan pelayanan keperawatan pada pasien. Kuesioner penelitian telah dilakukan diuji validitas dan realibilitas di Rumah Sakit Umum Puri Raharja dengan menggunakan 30 responden. Uji validitas dan reliabilitas sangat penting dalam penelitian untuk mengetahui validitas dan kehandalan kuesioner tersebut. Berikut uraian tentang uji validitas dan uji reliabilitas yaitu: 1. Uji Validitas Mengukur sahnya suatu kuesioner digunakan uji validitas. Kuesioner dapat dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Suatu uji dikatakan valid apabila r hitung > r tabel. Pada uji validitas penelitian ini r hitung harus lebih besar dari 0,306 dengan jumlah sampel 30 responden (Sugiyono, 2009). Berdasarkan hasil dari output uji kuesioner yang berisi persepsi budaya organisasi dan perilaku caring perawat pelaksana Rumah Sakit Umum Puri Raharja dimana masing-masing kuesioner terdiri dari 42 item pertanyaan persepsi budaya organisasi dan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap. Hasil pengukuran validitas kuesioner menunjukkan 84 item pertanyaan tersebut valid untuk penelitian. (hasil terlampir). 59 2. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas adalah suatu ukuran untuk menunjukkan konsistensi dari alat ukur jika mengukur gejala yang sama di lain komponen. Suatu kuesioner dapat dikatakan reliabel jika jawaban responden terhadap pertanyaan adalah stabil dari waktu ke waktu dan memberikan nilai alpha cronbach > 0,7 (Sugiyono, 2009). Hasil pengukuran validitas kuesioner menunjukkan 84 item pertanyaan valid untuk penelitian ini lalu dilakukan pengukuran reliabilitas dengan uji statistik alpha cronbach ternyata 84 item pertanyaan reliabel yaitu nilai >0,7 (hasil terlampir). 4.6 Prosedur Penelitian a. Peneliti melakukan koordinasi dengan kepala bidang keperawatan, kepala ruangan dan perawat pelaksana terkait dengan persiapan pelaksanaan penelitian. b. Peneliti menjelaskan latar belakang, tujuan, dan manfaat penelitian pada seluruh kepala ruangan di rawat inap dan selanjutnya kepala ruang membantu peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian kepada perawat pelaksana. c. Responden yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian menandatangani lembar informed consent. d. Peneliti membuat kontrak waktu dengan perawat yang sudah menandatangani lembar informed consent untuk mengisi lembar 60 kuesioner, yang akan mereka isi bersamaan pada saat jadwal kerja shift (disela jam kerja). e. Peneliti mendampingi responden agar dapat menjelaskan jika ada pertanyaan yang kurang jelas. Lama pengisian kuesioner adalah 10-15 menit. Selama pengisian kuesioner, responden tidak ada yang mengajukan pertanyaan terkait isi dari pernyataan kuesioner. Dari 48 kuesioner yang diberikan oleh peneliti kepada perawat pelaksana RSU Ganesha Gianyar, semua kuesioner kembali dan terisi penuh oleh responden. f. Sebagai triangulasi data, peneliti melakukan observasi pada sejumlah responden setelah mengisi kuesioner. Menggunakan checklist observasi, peneliti bersama kepala ruangan melakukan observasi perilaku caring perawat pelaksana terhadap pasien yang dirawatnya saat shift pagi dan sore. 4.7 Analisis data Kegiatan analisis data terdiri dari pengolahan data dan entry data berdasarkan empat tahapan pengolahan data, yaitu : 1. Editing Memeriksa ulang isian formulir atau kuesioner kelengkapan pengisian jawaban, kejelasan dan kesesuaian jawaban responden agar dapat diolah dengan baik. 2. Coding Peneliti memberikan kode pada setiap jawaban dengan mengkonversi peryataan ke dalam angka. 61 3. Processing Peneliti memasukkan data ke paket program komputer, semua kuesioner terisi penuh dan benar, dan sudah diberi kode. 4. Cleaning Melihat kembali data yang sudah dimasukkan ke dalam komputer untuk memastikan data tersebut bersih. baik pada waktu pemberian kode maupun pembersihan skor data. Semua data bersih dan tidak ditemukan missing data . Selanjutnya dilakukan analisis data : a. Analisis univariat untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti didalam penelitian. Analisis univariat dalam penelitian ini berbentuk data kategorikal yang dilakukan pada variabel faktor individu perawat, faktor budaya organisasi dan variabel perilaku caring. Penyajiannya menggunakan frekuensi dan pesentase. b. Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan tiap variabel independen yaitu faktor budaya organisasi, dan faktor individu perawat dengan variabel dependen perilaku Caring perawat dengan menggunakan uji Chi Square. c. Analisis Multivariat untuk menilai hubungan satu atau lebih variabel bebas terhadap satu variabel tergantung. Sehingga didapatkan pengaruh masingmasing variabel tersebut terhadap variabel tergantung. Uji statistik yang digunakan adalah regresi logistik. 62 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Gianyar merupakan daerah tujuan pariwisata di Bali dengan luas 368 km2 dan jumlah penduduk: 422.186 jiwa, maka rata-rata kepadatan penduduk sebesar 1147/ km2. RSU Ganesha adalah rumah sakit swasta berada di wilayah Kecamatan Sukawati yang berlokasi di Desa Celuk Sukawati, Gianyar dengan luas areal tanah 4200 m2. RSU Ganesha Gianyar didirikan pada tanggal 16 Desember 2004 dengan nama RSIA Ganesha, dimana pada saat itu bernaung dibawah Yayasan Ganesha Husadha, kemudian pada tanggal 3 Maret 2008 berubah menjadi PT. Surya Ganesha. Sejak tanggal 23 Maret 2010 status berubah dari Rumah Sakit Ibu dan Anak Ganesha menjadi Rumah Sakit Umum Ganesha dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 50 buah dan sejak pertengahan awal tahun 2012 status berubah menjadi Rumah Sakit kelas C dengan 86 tempat tidur, dan sejak tahun 2012 juga telah melayani pasien program Jamkesmas dan Jampersal yang kemudian berubah menjadi program BPJS di awal tahun 2014. Diawal tahun 2013 Rumah Sakit Ganesha ikut bergabung dalam jejaring pelayanan JKBM. Adapun jenis pelayanan yang diberikan oleh RSU Ganesha antara lain : 1. Instalansi Rawat Inap Mempunyai fasilitas gedung perawatan di lantai II dan lantai III : a. Lantai II : 15 kamar dgn kapasitas 23 tempat tidur b. Lantai III : 11 kamar dgn kapasitas 31 tempat tidur 62 63 c. Lantai Gedung Lama : 8 kamar kapasitas 25 tempat tidur d. Perinatologi :5 tempat tidur e. ICU : 2 tempat tidur Sehingga total kapasitas tempat tidur sebesar 86 tempat tidur Masing masing lantai mempunyai Kelas VIP, Kelas I , Kelas II dan Kelas III. Lantai dasar digunakan untuk ruang Poliklinik spesialis dan Ruang Medical Check Up dan Lantai I dan II dikhususkan sebagai ruang Rawat Inap. 2. Unit Gawat Darurat (UGD) Buka 24 jam dan mempunyai fasilitas ruang Triase, ruang tindakan bedah, non bedah, ruang observasi dengan dokter jaga dan perawat UGD yang profesional, terlatih dan standby 24 jam bersertifikat ATLS, ACLS, PPGD serta didukung oleh Dokter Konsultan Jaga. UGD dilengkapi juga dengan peralatan untuk life saving dan serta ditunjang pelayanan penunjang diagnostik, instalasi farmasi dan ambulan yang siap melayani 24 jam. 3. Laboratorium Fasilitas RSU Ganesha mencakup penyediaan fasilitas laboratorium, yang terletak di lokasi yang mudah dijangkau untuk memudahkan pelayanan selama 24 jam. 4. Farmasi Instalasi Farmasi dipimpin seorang Apoteker, melayani resep keperluan obat untuk UGD, Rawat Jalan, Rawat Inap dan buka 24 jam. RSU Ganesha 64 mengunakan formularium sesuai standar terapi yang ditentukan oleh Komite Medik RSU Ganesha. 5. Ambulans Dilengkapi dengan peralatan dan obat-obat life saving/defibrilator dengan tenaga dokter dan paramedis terlatih. Tersedia pula unit layanan transfer pasien untuk menjemput pasien yang memerlukan pre-hospital di tempat. 6. Instalansi Radiologi Buka 24 jam dan hasil imaging dibaca oleh tenaga Sp. Radiologi yg bertugas di RSU Ganesha. Jenis-jenis pemeriksaan yang dilayani di Instalasi Radiologi RSU Ganesha antara lain: a. Pemeriksaan radiologi (dengan kontras dan tanpa kontras) b. Pemeriksaan Ultrasonography : Transvaginal (Obgyn), Abdomen dan Mamae c. Pemeriksaan CT scan kerja sama dengan RS lain. 7. Instalansi Gizi Dikelola tenaga akademi Gizi dengan menu diet khusus seperti : Diet DM, Rendah Garam, TKTP dan sejak awal 2012 telah dibuka Poliklinik Gizi. Untuk kelas VIP RSU Ganesha Gianyar memiliki pilihan menu makan siang dan malam. Adapun jumlah tenaga staf rumah sakit sebesar 185 orang yang terdiri dari : 1. Tenaga dokter umum : 9 orang 2. Tenaga dokter spesialis : 15 orang 65 3. Tenaga Bidan : 14 orang 4. Tenaga Perawat : 91 orang 5. Tenaga Administrasi dan lainnya: 56 orang 5.2 Karakteristik Responden Penelitian Tabel 5.1 menyajikan faktor individu resonden mencakup usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan dan masa kerja perawat pelaksana ruang rawat inap di RSU Ganesha Tahun 2014. Tabel 5.1 Karakteristik Responden Penelitian di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar Tahun 2014 Karakteristik Frekuensi (f) Persentase (%) Umur 20-25 tahun 26 54,2 26-30 tahun 22 45,8 Jenis kelamin Laki-laki 11 22,9 Perempuan 37 77,1 Pendidikan DIII 26 54,2 S1 22 45,8 Masa kerja < 5 Tahun 21 43,8 ≥ 5 Tahun 27 56,3 Status Perkawinan Belum Menikah 21 43,8 Menikah 27 56,3 Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwa sebagian besar umur responden adalah kelompok umur 20-25 tahun sebanyak 26 orang (54,2%). Ditinjau dari jenis kelamin diketahui responden perempuan (77,1%) lebih banyak daripada lakilaki, sedangkan untuk kategori pendidikan, ditemukan tingkat DIII (54,2%) lebih banyak daripada S1. Hasil penelitian menurut masa kerja ditemukan lebih banyak 66 responden yang telah bekerja lebih dari 5 tahun (56,3%). Perawat pelaksana yang menjadi responden dalam penelitian ini sebagian besar (56,3%) dengan status menikah. 5.3 Persepsi Perawat Pelaksana Terhadap Budaya Organisasi di RSU Ganesha Gianyar Tabel 5.2 menyajikan persepsi perawat pelaksana terhadap budaya organisasi mencakup kepemimpinan, dukungan manajemen, desain pekerjaan, sistem rewards, manajemen konflik dan pola komunikasi di RSU Ganesha Tahun 2014 Tabel 5.2 Distribusi Persepsi Budaya Organisasi Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar Tahun 2014 Faktor Budaya Frekuensi (f) Persentase (%) Organisasi Budaya Organisasi Kurang Baik 22 45,8 Baik 26 54,2 Kepemimpinan Kurang Baik 17 35,4 Baik 31 64,8 Desain Pekerjaan Kurang Baik 23 47,9 Baik 25 52,1 Dukungan Manajemen Kurang Baik 26 54,2 Baik 22 45,8 Sistem Rewards Kurang Baik 24 50,0 Baik 24 50,0 Manajemen Konflik Kurang Baik 18 37,5 Baik 30 62,5 Pola Komunikasi Kurang Baik 23 47,9 Baik 25 52,1 Tabel 5.2 menjelaskan bahwa sebagian besar perawat pelaksana menilai budaya organisasi dengan kategori baik (54,2%). Pada tabel juga 67 menginformasikan variabel kepemimpinan sebagian besar dipersepsikan baik (64,8%), pada desain pekerjaan yang telah disusun oleh manajer dalam mengklasifikasikan tugas dan tanggung jawab individu menunjukkan sebagian besar dinilai baik oleh responden (52,1%). Selain desain pekerjaan, perilaku caring juga tidak terlepas dari dukungan manajemen, dimana sebagian besar perawat pelaksana menilai dukungan manajemen kurang baik (54,2%) di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar. Sebagian perawat pelaksana (50%) menilai sistem rewards di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar baik, namun sebagian berpendapat sebaliknya. Pengelolaan konflik di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar sebagian besar dinilai baik sebesar (62,5%). Pada variabel pola komunikasi ditemukan sebagian besar dinilai baik oleh responden sebanyak (52,1%). 5.4 Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar Variabel tergantung dari penelitian ini adalah perilaku caring perawat pelaksana. Hasil penelitian mengenai perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Tahun 2014 ditunjukkan pada Tabel 5.3 68 Tabel 5.3 Perilaku Caring Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar Tahun 2014 Perilaku Caring Frekuensi (f) Persentase (%) Perilaku Caring Kurang baik 21 43,8 Baik 27 56,3 Mengakui keberadaan manusia Kurang baik 18 33,3 Baik 30 62,5 Menanggapi dengan rasa hormat Kurang baik 25 52,1 Baik 23 47,9 Pengetahuan dan keterampilan 17 35,4 profesional Kurang baik 31 64,6 Baik Menciptakan hubungan 22 45,8 positif Kurang baik 26 54,1 Baik Perhatian terhadap 25 52,1 yang dialami orang lain Kurang baik 23 47,9 Baik Pada analisis univariat dapat dilihat bahwa variabel perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar tahun 2014 sebagian besar kategori baik (56,3%). Pada variabel mengakui keberadaan manusia dengan memberikan kepercayaan-harapan kepada pasien sebagian besar kategori baik (62,5%). Sebagian besar perawat pelaksana yang menanggapi dengan rasa hormat ekspresi perasaan positif dan negatif klien memiliki kategori kurang baik (52,1%). Sedangkan untuk kemampuan pengetahuan dan keterampilan profesional perawat pelaksana dalam peningkatan pembelajaran dan pengajaran interpersonal sebagian 69 besar kategori baik (64,6). Perawat pelaksana yang dapat menciptakan hubungan positif baik dari lingkungan fisik, mental, sosiokultural dan spiritual sebagian besar kategori baik (54,1). Variabel perhatian terhadap yang dialami orang lain dalam memberikan bimbingan dan memuaskan kebutuhan manusiawi pasien, sebagian perawat pelaksana memiliki kategori kurang baik (52,1%). 5.5 Hasil Observasi Pelaksanaan Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar Hasil observasi mengenai perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Tahun 2014 ditunjukkan pada Tabel 5.4 Tabel 5.4 Hasil Observasi Perilaku Caring Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar Tahun 2014 Variabel Mean Min-Max Frekuensi (f) Persentase (%) 20,42 17-25 Perilaku Caring 5 41,7 Kurang Baik 7 58,3 Baik Hasil analisis dari Tabel 5.4 menunjukkan bahwa rata-rata nilai perilaku caring perawat pelaksana berdasarkan hasil observasi adalah 20,42. Nilai perilaku caring terendah adalah 17 dan tertinggi 25. Penilaian observasi dilakukan pada total 37 tindakan dimana ada 5 tindakan yang tidak bisa di nilai oleh observer, disebabkan karena tindakan tersebut hanya dapat dilakukan pada pasien tertentu dan membutuhkan waktu yang lama untuk diobservasi. Penerapan perilaku caring baik perawat berdasarkan observasi adalah 58,3% dan penerapan perilaku caring kurang baik 41,7%. Hasil ini belum optimal karena masih ada beberapa faktor karatif caring yang penting belum diterapkan oleh perawat. 70 5.6 Analisis Bivariat Hubungan Perilaku Caring dengan Variabel Bebas Hubungan perilaku caring dengan variabel independen menggunakan uji chisquare disajikan pada Tabel 5.5 Tabel 5.5 Hasil Analisis Bivariat Variabel Bebas dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar Tahun 2014 Variabel Bebas Usia 20-25 tahun 26-30 tahun Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan DIII S1 Masa kerja < 5 Tahun ≥ 5 Tahun Status Perkawinan Belum Menikah Menikah Kepemimpinan Kurang Baik Baik Desain Pekerjaan Kurang Baik Baik Dukungan Manajemen Kurang Baik Baik Sistem Rewards Kurang Baik Baik Manajemen Konflik Kurang Baik Baik Pola Komunikasi Kurang Baik Baik *Chi-Square tes Perilaku Caring Kurang Baik Baik n(%) n(%) Nilai p* 15(57,7) 6(27,3) 11(42,3) 16(72,7) 0,034 2(18,2) 19(51,4) 9(81,8) 18(48,6) 0,052 15(57,7) 6(27,3) 11(42,3) 16(72,7) 0,034 13(61,9) 8(29,6) 8(38,1) 19(70,4) 0,025 15(71,4) 6(22,2) 6(28,6) 21(77,8) 0,001 11(64,7) 10(32,3) 6(35,5) 21(67,7) 0,030 16(69,6) 5(20) 7(30,4) 20(80) 0,001 16(61,5) 5(22,7) 10(38,5) 17(77,3) 0,007 18(75) 3(12,5) 6(25) 21(87,5) <0,001 14(77,8) 7(23,3) 4(22,2) 23(76,7) <0,001 14(60,9) 7(28) 9(39,1) 18(72) 0,022 71 Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor jenis kelamin tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar. Berdasarkan Tabel 5.5 diatas dapat dilihat bahwa variabel usia dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar sebanyak 72,7% perawat pelaksana berusia 26-30 tahun cenderung berperilaku caring baik. Hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p=0,034 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara usia dengan perilaku caring perawat pelaksana. Tingkat pendidikan dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar diperoleh hasil analisis bahwa sebanyak 72,7% responden tingkat pendidikannya S1 cenderung berperilaku caring baik. Hasil uji statistik menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan perilaku caring perawat pelaksana (p=0,034). Tabel 5.5 diatas menunjukkan bahwa masa kerja dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar diperoleh sebanyak 70,4% responden yang bekerja lebih dari 5 tahun, cenderung berperilaku caring baik. Hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p=0,025 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan perilaku caring perawat pelaksana. Pada hasil analisis status perkawinan dengan perilaku caring perawat pelaksana diperoleh sebanyak 77,8% responden yang telah menikah cenderung memiliki perilaku caring baik dengan nilai p=0,001 maka dapat disimpulkan ada 72 hubungan yang signifikan antara status perkawinan dengan perilaku caring perawat pelaksana. Hasil analisis persepsi kepemimpinan dengan perilaku caring perawat pelaksana diperoleh sebanyak 67,7% responden yang memiliki persepsi kepemimpinan yang baik di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar, cenderung berperilaku caring baik dengan nilai p=0,030, disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara persepsi kepemimpinan dengan perilaku caring perawat pelaksana. Berdasarkan hasil analisis untuk persepsi desain pekerjaan dengan perilaku caring perawat pelaksana diperoleh nilai p=0,001 dan sebanyak 80% responden memiliki persepsi desain pekerjaan yang baik di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar, cenderung berperilaku caring baik. Sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara persepsi desain pekerjaan dengan perilaku caring perawat pelaksana. Sebanyak 77,3% responden memiliki persepsi dukungan manajemen yang baik di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar cenderung memiliki perilaku caring baik. Diperoleh nilai p=0,007 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara persepsi dukungan manajemen dengan perilaku caring perawat pelaksana. Pada hasil analisis sistem rewards dengan perilaku caring perawat pelaksana diperoleh sebanyak 87,5% responden memiliki persepsi yang baik dan cenderung berperilaku caring baik. Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p<0,001 73 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara persepsi sistem rewards dengan perilaku caring perawat pelaksana. Persepsi manajemen konflik dengan perilaku caring perawat pelaksana diperoleh sebanyak 76,7% responden yang memiliki persepsi baik dan cenderung berperilaku caring baik. Disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara persepsi manajemen konflik dengan perilaku caring perawat pelaksana dengan nilai p<0,001. Tabel 5.5 diatas menunjukkan bahwa persepsi pola komunikasi, memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar dengan nilai p=0,022. Hasil analisis persepsi pola komunikasi dengan perilaku caring perawat pelaksana diperoleh sebanyak 72% responden memiliki persepsi yang baik dan cenderung berperilaku caring baik. 5.7 Analisis Uji Multivariat Variabel Bebas dan Variabel Tergantung Hasil analisis multivariat, menggunakan regresi logistik. Untuk menguji apakah data fit untuk model ini maka dilakukan goodness of fit test. Dari output goodness of fit test didapatkan nilai p=0,727 ini menunjukkan bahwa data fit dengan model regresi logistik. Dari hasil uji bivariat, semua variabel yang mempunyai nilai p<0,25 akan disertakan dalam uji multivariat. Berdasarkan Tabel 5.4 didapatkan bahwa semua variabel memiliki nilai p<0,25. Semua variabel tersebut yaitu diantaranya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, masa kerja, status perkawinan, kepemimpinan, desain pekerjaan, dukungan manajemen, sistem rewards, manajemen konflik dan 74 pola komunikasi secara bersama-sama dengan menggunakan metode enter disertakan dalam uji regresi logistik. Hasil uji multivariat dengan regresi logistik disajikan dalam Tabel 5.6 berikut. Tabel 5.6 Hasil Analisis Multivariat Faktor Individu dan Budaya Organisasi dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar Tahun 2014 Variabel Usia 20-25 tahun 26-30 tahun Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan DIII S1 Masa Kerja < 5 Tahun ≥ 5 Tahun Status Perkawinan Belum Menikah Menikah Kepemimpinan Kurang baik Baik Desain pekerjaan Kurang baik Baik Dukungan manajemen Kurang baik Baik Sistem rewards Kurang baik Baik Manajemen Konflik Kurang baik Baik Pola Komunikasi Kurang baik Baik OR 95% CI Nilai p 0,77 0,21-30,36 0,902 0,40 0,01-1,180 0,062 1,43 0,11-18,25 0,784 1,03 0,11-9,87 0,979 3,61 0,61- 161,24 0,508 0,44 0,03-5,41 0,522 2,60 0,12-56,60 0,541 9,11 0,67- 123,75 0,097 23,39 1,53-356,94 0,023 3,21 0,34-30,20 0,308 4,85 0,40-58,10 0,212 75 Hasil analisis multivariat menunjukkan OR sistem rewards adalah 23,39 (95%CI=1,53-356-94), berarti peluang perawat berperilaku caring baik adalah 24 kali lebih besar pada perawat dengan persepsi sistem rewards baik. Pada tabel juga menunjukkan bahwa sistem rewards merupakan variabel yang paling dominan memiliki hubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana. Berdasarkan Tabel 5.5, variabel usia, jenis kelamin, pendidikan, lama bekerja, status perkawinan, kepemimpinan, desain pekerjaan, dukungan manajemen, manajemen konflik dan pola komunikasi setelah di uji multivariat tidak berhubungan (p value >0,005) dengan perilaku caring perawat pelaksana 76 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Perilaku Caring Perawat Pelaksana Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar perilaku caring dipersepsikan baik oleh perawat pelaksana diruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar yaitu sebanyak (56,3%). Hal ini sangat mungkin terjadi karena perilaku caring telah menjadi faktor utama dalam memberikan pelayanan perawatan kepada pasien. Berdasarkan teori Lawrence Green (1980) perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behaviour causes). Perilaku terbentuk dari tiga faktor, dimana salah satu faktornya adalah faktor predisposisi (predisposing factors) yang mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, kebiasaan, norma sosial, budaya dan sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sub variabel perilaku caring yaitu mengakui keberadaan manusia dan perhatian terhadap apa yang dialami orang lain masing-masing memiliki kategori kurang baik (52,1%). Hasil ini membuktikan masih ada faktor karatif dari perilaku caring belum diterapkan dengan maksimal oleh perawat pelaksana. Berdasarkan situasi di Rumah Sakit Umum Ganesha Gianyar, perilaku caring antara perawat dan klien masih sangat membutuhkan kerjasama antara kedua belah pihak dana gar klien sebagai penerima asihan keperawatan dapat kooperatif maka perawat diharapkan mempunyai kemampuan komunikasi 76 terapeutik dan pengetahuan serta 77 keterampilan dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan yang memadai sehingga menimbulkan kepercayaan klien kepada perawat. Selain itu perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar masih kurang baik mempersepsikan apa yang menjadi keluhan klien dengan penuh perhatian sehingga keluarga dan klien belum dapat mengungkapkan ketakutan dan keprihatianannya selama dirawat di rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan jika peawat pelaksana mempunyai teknik komunikasi terapeutik yang baik. Teknik komunikasi terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengrauhi orang lain (Stuart & Laraia, 2005) Perilaku caring Perawat dengan kebersamaan (being with) yaitu perawat yang menghadirkan diri secara emosional untuk orang lain atau klien. Perawat menjadi ada, meliputi tidak hanya kehadiran secara fisik saja tetapi juga jelas menyampaikan pesan ketersediaan dan keyakinan untuk bertahan dengan klien. Hal ini termasuk berada disana secara pribadi, menyampaikan kesediaan, dan perasaan ingin berbagi tanpa membebani orang yang dirawat (Swanson, 1991 dalam Tomey & Alligood, 2006). Swanson (dalam Watson, 2009) melakukan meta analisis terhadap 130 penelitian keperawatan yang mengidentifikasi bahwa dampak perilaku caring terhadap perawat adalah timbulnya rasa cinta terhadap keperawatan sehingga perawat akan berusaha meningkatkan pengetahuan, menghargai kehidupan dan kematian, menunjukkan integritas, keutuhan dan harga diri serta perasaan puas dapat membantu klien mencapai kesehatan dan kesejahteraan. Dampak perilaku 78 caring yang dirasakan oleh perawat ini yang diharapkan menimbulkan motivasi kerja perawat untuk mengoptimalkan kinerjanya. Berdasarkan hasil observasi teridentifikasi perilaku caring perawat pelaksana di RSU Ganesha Gianyar tergolong baik (58,3%), sehingga dapat dilihat ada potensi untuk pelaksanaan pelayanan keperawatan di RSU Ganesha Gianyar yang semakin baik juga. Hasil observasi menunjukkan bahwa dalam memberikan asuhan keperawatan sebagian besar perawat telah memperkenalkan diri dan menjelaskan perannya kepada pasien, hanya saja perawat jarang menyediakan waktu khusus untuk mengkaji secara mendalam masalah yang dialami pasien dan masih ada yang kurang memberikan perhatian penuh kepada pasien, tidak menjelaskan rasional prosedur tindakan keperawatan yang akan dilakukan. Hal ini perlu menjadi pertimbangan pihak manajer keperawatan dan manajer rumah sakit untuk mempertahankan perilaku caring yang baik. Perawat yang berperilaku caring terhadap pasien berarti perawat tersebut sudah mampu memberikan pelayanan yang baik kepada pasien. Sikap caring berarti perawat bersikap empati, memberi dukungan, simpati serta perlindungan kepada pasien. Dengan menunjukkan sikap caring maka dapat memberikan pengalaman yang baik untuk pasien. Pendapat ini didukung oleh Wolf, Miller & Devine (2010) yang menyatakan bahwa kinerja staf perawat termasuk perilaku caring dapat memberikan kontribusi besar terhadap kualitas pengalaman pasien selama dilakukan perawatan. 79 6.2 Hubungan Antara Usia dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa uji statistik diperoleh nilai p=0,034 yang berarti usia berhubungan secara signifikan dengan perilaku caring perawat pelaksana. Didukung oleh hasil penelitian dari Panjaitan dan Agustini (2007). Penelitian tersebut menyatakan bahwa ada hubungan antara usia dengan sikap caring. Artinya semakin bertambah usia perawat maka sikap caring terhadap pasien akan semakin meningkat. Begitu juga dengan hasil penelitian dari Supriatin (2009) yang menyatakan ada korelasi antara usia dengan sikap caring perawat. Berdasarkan hasil analisis multivariat didapatkan bahwa usia tidak berhubungan signifikan dengan perilaku caring (p=0,902). Asumsi peneliti tidak adanya hubungan usia dengan perilaku caring perawat, bahwa berapapun usia perawat di RSU Ganesha Gianyar tidak memiliki kontribusi terhadap pelaksanaan perilaku caring, karena perilaku caring perawat dipengaruhi oleh seberapa besar pemahaman dan kesadaran perawat dalam menerapkan faktor karatif caring pada pasien. Artinya berapapun usia perawat dapat menunjukkan perilaku caring terhadap pasien. Kemampuan dan kelebihan yang dimiliki pleh perawat yang berusia tua diimbangi oleh perawat berusia muda dengan mempunyai harapan yang ideal mengenai dunia kerja, sehingga akan berusaha mengeksplorasi semua pengalaman belajarnya dari pendidikan untuk diterapkan dalam tatanan layanan kedapa pasien. Perawat usia muda mempertahankan ideal dirinya sehingga akan berupaya mematuhi standar yang berlaku di tempat kerjanya. Hal inilah yang yang dapat 80 menjelaskan pada penelitian ini yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan perilaku caring. Hasil penelitian ini sejalan dengan Masitoh (2001) dan Burdahyat (2009) dan Sari (2009) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara karakteristik demografis khususnya usia dengan kinerja perawat. Didukung juga dengan hasil penelitian dari Supriyadi (2006) mengungkapkan bahwa tidak ada korelasi antara usia dengan perilaku caring perawat. 6.3 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana Hasil analisis bivariat dan multivariat penelitian menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang bermakna antara jenis kelamin dengan perilaku caring perawat (p=0,062) Didukung oleh hasil penelitian dari Supriatin (2009) yang menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang bermakna antara jenis kelamin dengan perilaku caring. Semua perawat baik laki-laki maupun perempuan sama-sama mempunyai peluang dapat berperilaku caring terhadap pasien. Sehingga dalam melaksanakan asuhan keperawatan diharapkan semua perawat baik laki- laki maupun perempuan dapat menunjukkan sikap atau perilaku caring terhadap pasien. Asumsi peneliti tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dan perilaku caring disebabkan karena perawat dalam menjalankan tugasnya di Rumah sakit tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan Secara umum tidak ada perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin perempuan dengan laki-laki dalam produktifitas kerja dan dalam kepuasan kerja, tidak ada perbedaan yang konsisten 81 dalam kemampuan memecahkan masalah, keterampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi serta kemampuan belajar (Rivai & Mulyadi, 2010). Hasil penelitian ini sejalan dengan Masitoh (2010), Aminuddin (2011), dan Panjaitan (2007) mengatakan tidak ada perbedaan kinerja perawat pria dan wanita. Pria dan wanita adalah sama dalam hal kemampuan belajar, daya ingat, kemampuan penalaran, kreatifitas, dan kecerdasan. Meskipun beberapa peneliti masih percaya adanya perbedaan kreativitas, penalaran, dan kemampuan antara pria dan wanita (Gibson, 2010) Begitu juga dalam kemampuan menganalisa masalah, dianggap pria lebih mampu dalam mengatasi masalah karena lebih kreatif. 6.4 Hubungan Antara Pendidikan dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan perilaku caring perawat pelaksana dengan nilai p=0,034, yang artinya semakin tinggi tingkat pendidikan perawat maka akan semakin caring terhadap pasien. Sejalan dengan pendapat dari Rivai dan Mulyadi (2010) mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi tingkat kemampuannya. Kemampuan yang dapat ditingkatkan dengan tingkat pendidikan adalah kemampuan intelektual, dengan adanya kemampuan intelektual yang meningkat pada seseorang maka diharapkan dapat mengambil keputusan yang tepat termasuk keputusan untuk bersikap atau berperilaku. Tingkat pendidikan yang tinggi menyebabkan seseorang lebih mampu dan menerima tanggung jawab. Sehingga diharapkan dengan semakin tingginya tingkat pendidikan perawat 82 semakin besar pula rasa tanggung jawabnya dan semakin baik juga sikapnya terhadap pasien (Gibson, 2010). Tidak sesuai dengan hasil penelitian dari Supriatin (2009) mengungkapkan tidak ada hubungan yang bermakna tingkat pendidikan dengan perilaku caring perawat. Hasil penelitian tersebut mendukung hasil analisis multivariat dalam penelitian ini bahwa pendidikan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku caring perawat (p=0,784). Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa semua perawat dengan berbagai tingkat pendidikan dapat mengembangkan perilaku caring terhadap pasien. Siagian (2002) menyatakan bahwa tingkat pendidikan akan meningkatkan produktivitas kerja, akan tetapi pendidikan yang dimaksud bukan saja merupakan pendidikan formal yang diperoleh melalui sekolah melainkan juga pendidikan yang di luar jalur sekolah seperti pelatihan, training ataupun seminar. Watson (dalam Tomey &Aligood, 2006) menyatakan caring tidak dapat diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui genetika, melainkan melalui budaya profesi. Budaya profesi dapat dicapai dengan menumbuhkan spririt caring diantara para perawat melalui proses sosialisasi yang terus menerus, manajemen, kerja sama, simbol dan ritual atau kebiasaan. 6.5 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan antara masa kerja dengan perilaku caring perawat pelaksana dengan nilai p=0,025. Hal ini dimungkinkan karena perawat yang baru belum mau terbuka dan belajar dari perawat senior untuk dapat meningkatkan kemampuannya sebagai perawat khususnya untuk berperilaku caring terhadap pasien. Pendapat ini didukung oleh Riani (2011) 83 karyawan yang masa kerja lebih lama lebih produktif dari karyawan yang baru bekerja. Pendapat sebaliknya dikemukakan oleh Robin (2008) yang mendukung hasil analisis multivariat dari penelitian ini, yaitu tidak ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan perilaku caring perawat pelaksana (p=0,979). Pengalaman kerja belum tentu menjamin kerja baik, tergantung motivasi karyawan itu sendiri. Pendapat ini didukung oleh Riani (2011) yang menjelaskan lama kerja tidak menjamin produktivitas kerja yang dihasilkan. Produktivitas kerja yang baik merupakan cerminan dari kinerja yang baik. Hasil penelitian yang mendukung pernyataan tersebut adalah Rusmiati (2007) Burdahyat (2009) menjelaskan bahwa tidak ada hubungan lama kerja dengan kinerja perawat. Asumsi peneliti terkait hasil penelitian di RSU Ganesha Gianyar adalah jumlah perawat pelaksana sebagian besar bekerja lebih dari 5 tahun sehingga pengalaman kerja bukan merupakan suatu jaminan perawat akan melakukan caring dengan pasien. Seorang perawat yang memiliki masa kerja yang lama dan keterampilan yang cukup untuk melaksanakan tugasnya, jika tidak didukung oleh fasilitas, suasana kerja, motivasi maka potensi yang dimiliki perawat tidak akan berdampak positif pada pekerjaannya. Perilaku caring perawat dipengaruhi seberapa besar pemahaman dan kesadaran perawat dalam menerapkan faktor karatif caring pada pasien. 84 6.6 Hubungan Antara Status Perkawinan dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara status perkawinan dengan perilaku caring perawat pelaksana p=0,001. Pendapat ini didukung oleh hasil penelitian Panjaitan (2002) menjelaskan bahwa ada hubungan antara status pernikahan dengan kinerja perawat. Robbins (2010) mengungkapkan pernikahan membuat seseorang merasakan ada tanggung jawab terhadap pekerjaannya. Didukung oleh penelitian Purbadi dan Sofiana (2006) bahwa seseorang yang telah menikah akan meningkat dalam kinerja karena memiliki pemikiran yang lebih matang dan bijaksana. Sebaliknya hasil analisis multivariat menunjukkan nilai p=0,508 dimana tidak terdapat hubungan bermakna status perkawinan dengan perilaku caring perawat pelaksana. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rusdi (2001), Rusmiati (2006) yang menyatakan tidak ada hubungan status perkawinan dengan kinerja karyawan. Peneliti berasumsi perilaku caring perawat yang menikah maupun yang belum sama saja. Perawatan yang diberikan kepada pasien yang dirawat di RSU Ganesha Gianyar tidak berbeda dan diberikan apa adanya sesuai dengan kebiasaan sebelumnya yang pernah dilakukan dan budaya kerja yang ada di rumah sakit tersebut. 6.7 Hubungan Antara Kepemimpinan dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana Dilihat dari hasil analisis bivariat secara statistik terdapat korelasi yang bermakna antara kepemimpinan dengan perilaku caring perawat pelaksana 85 (p=0,030). Data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perawat pelaksana dengan persepsi kepemimpinan baik, proporsi yang berperilaku caring baik (67,7%) lebih besar daripada yang memiliki persepsi kepemimpinan kurang (35,5%). Didukung hasil penelitian oleh Suryani (2010) mendapatkan hasil kepemimpinan berhubungan dengan perilaku caring. Kepemimpinan dapat mempengaruhi perilaku orang yang dipimpin. Dalam kepemimpinan terdapat proses membantu orang lain untuk bekerja mencapai tujuan (Suarli & Bahtiar, 2009). Tindakan motivasi pemimpin dapat memberikan semangat kepada orang yang dipimpin. Seorang pemimpin mentransmisikan budaya organisasi melalui ucapan dan tindakan. Pemimpin yang berorientasi pada karyawan akan menghasilkan produktivitas kelompok yang tinggi dan kepuasan kerja yang baik. Hasil analisis multivariat menunjukkan hasil yang sebaliknya dimana tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kepemimpinan dengan perilaku caring perawat pelaksana (p=0,522). Sejalan dengan pendapat Robin (2008) pemimpin harus mampu menunjukkan sikap keadilan, memiliki visi, memiliki penilaian yang konsisten dan menerima secara terbuka setiap kritikan dengan menggali perasaan staf sehingga mampu menyuarakan reaksi negatif. Asumsi peneliti dengan hasil penelitian bahwa perawat pelaksana hanya mengerjakan tugasnya sebatas pendistribusian tugas yang diberikan oleh kepala ruangan. Tindakan perawat tidak dipengaruhi oleh apa yang ditransmisikan oleh pimpinan sebagai first line manajer keperawatan. 86 6.8 Hubungan Antara Desain Pekerjaan dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan bahwa ada hubungan antara desain pekerjaan dengan perilaku caring perawat pelaksana (p=0,001). Hal ini didukung oleh penelitian dari Gitosudarmo (2010) yang mengungkapkan bahwa ada hubungan antara cakupan pekerjaan dengan perilaku caring dan menambahkan bahwa desain pekerjaan berpengaruh terhadap efektifitas organisasi. Desain pekerjaan pada organisasi menguraikan cakupan, kedalaman dan tujuan dari setiap pekerjaan yang membedakan antara pekerjaan yang satu dengan pekerjaan lainnya. Gibson (2010) menjelaskan desain pekerjaan mengacu pada proses yang diterapkan pada manajer untuk memutuskan tugas pekerjaan dan wewenang. Pekerjaan yang dirancang dengan baik akan meningkatkan motivasi yang merupakan faktor penentu produktifitas seseorang maupun organisasi. Hasil sebaliknya didapatkan pada analisis multivariat dimana tidak terdapat hubungan antara desain pekerjaan dengan perilaku caring perawat pelaksana (p=0,541). Tidak adanya hubungan antara desain pekerjaan dengan perilaku caring perawat pelaksana di RSU Ganesha Gianyar diasumsikan peneliti berdasarkan hasil wawancara di awal dengan beberapa perawat rawat inap dimana dari uraian tugas yang didapatkan, perawat senior lebih sering melimpahkan tugas mereka kepada perawat junior. Hal ini yang merupakan faktor pemicu tidak adanya kolaborasi diantara perawat, sehingga uraian tugas yang diberikan oleh perawat senior maupun oleh kepala ruangan tidak mempengaruhi bagaimana perawat berperilaku caring pada pasien. 87 6.9 Hubungan Antara Dukungan Manajemen dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana Hasil analisis bivariat diketahui ada hubungan bermakna antara dukungan manajemen dengan perilaku caring perawat pelaksana dengan hasil uji statistik (p=0,007). Didukung oleh penelitian oleh (Rini, 2011), yang mengungkapkan bahwa dukungan manajemen yang berorientasi pada karyawan memiliki hubungan yang dengan perilaku caring perawat. Dukungan manajemen akan mentransmisikan budaya organisasi melalui ucapan dan tindakan. Manajemen harus menunjukkan sikap dan loyalitas positif terhadap pekerja dan organisasi. Manajer memberikan orang lain perasaan bahwa hasil pekerjaan yang karyawan lakukan dihargai betapapun sederhananya (Wibowo, 2010). Sebaliknya dalam analisis multivariat tidak ditemukan hubungan dukungan manajemen dengan perilaku caring perawat pelaksana, hasil uji statistik (p=0,097). Peneliti berasumsi karakteristik manajemen RSU Ganesha Gianyar yang berada di bawah yayasan Ganesha dimana manajemen puncak memiliki otonomi terhadap membangun budaya dalam melakukan layanan kesehatan kepada pasien. Sehingga acuan standar yang telah ditetapkan oleh manajemen tidak mencerminkan perilaku yang sesungguhnya dari perawat pelaksana. 6.10 Hubungan Antara Sistem Rewards dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana Dilihat dari sistem rewards, hasil penelitian bivariat dan mutivariat menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara sistem rewards dengan perilaku caring (p=0,032). Hasil uji statistik multivariat menunjukkan bahwa 88 perawat pelaksana yang memiliki persepsi sistem rewards baik 24 kali lebih mungkin untuk berperilaku caring baik dibandingkan perawat pelaksana yang memiliki persepsi sistem rewards kurang. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Lawrence Green (1980) bahwa faktor predisposisi mempermudah terjadinya perilaku seseorang. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan menjadi budaya atau bersifat langgeng (Notoatmodjo, 2003). Perusahaan yang menggunakan rewards sebagai suatu sistem balas jasa atas hasil kerja anggota/perawat baik berupa imbalan, dihukum dan dibiarkan akan menentukan bagaimana sebuah budaya organisasi berevolusi. Budaya organisasi akan berorientasi pada hasil jika kriteria balas jasa berorientasi pada target pencapaian (Riani, 2011). Manajemen perlu memberikan penghargaan kepada perawat yang telah menunjukkan kerja keras untuk menyenangkan pasien, seperti kenaikan gaji dan promosi berdasarkan layanan terhadap pasien yang luar biasa. Pendapat ini didukung oleh riset Muzaputri (2008) dan Aminuddin (2011) menjelaskan ada hubungan antara imbalan dan kinerja perawat. Perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar untuk rewards financial diatur oleh pihak yayasan rumah sakit dan juga sangat dipengaruhi oleh angka kunjungan pasien sehingga insentif untuk karyawan akan diperoleh perawat setiap bulannya sesuai dengan terpenuhinya BOR dengan maksimal. Oleh sebab itu mutu layanan kesehatan merupakan kunci utama untuk meningkatkan kepuasan pasien dan kepercayaan pasien. Selain itu perawat yang 89 melakukan caring dengan yang tidak caring mendapatkan penghargaan yang sama secara financial. Hal ini dibuktikan dengan analisis univariat 50% perawat pelaksana menyatakan sistem rewards kurang baik. Kompensasi/jasa pelayanan di rumah sakit menjadi hal penting mengingat sebagian besar tenaga kerja di rumah sakit adalah tenaga profesional sehingga terdapat tiga alasan yang membuat kompensasi/gaji masih merupakan faktor penting dalam manajemen kinerja (Mutia, 2004), dengan harapan kinerja dan kemampuan pegawai di dorong oleh kompensasi/gaji. Pertama gaji dapat memotivasi pegawai mengembangkan keterampilan dan kemampuan untuk menjadi lebih baik kinerjanya, kedua kompensasi juga sebagai media menyampaikan pesan bahwa kinerja dan kemampuan adalah penting dan yang ketiga gaji merupakan keterbukaan dan keseimbangan rewards kepada pegawai berdasarkan kinerja, kemampuan dan sumbangsih karyawan. Berbagai upaya yang dilakukan oleh Rumah Sakit Umum Ganesha Gianyar telah menunjukkan usaha pemberian rewards yang cukup kepada karyawannya. Kondisi ini secara ideal akan diikuti dengan peningkatan kinerja karyawan. Sebagaimana disampaikan oleh Notoatmodjo (2009) bahwa kompensasi atau rewards sebagai sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa untuk kerja atau pengabdiannya menjadi hal penting bagi karyawan sebagai pencerminan atau ukuran nilai pekerjaan karyawan, dimana apabila kompensasi diberikan secara tepat, maka para karyawan akan memperoleh kepuasan kerja dan termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi. Hal yang sama juga disampaikan oleh Marquis (2010) yang menyatakan bahwa dengan rewards, seorang manajer 90 mendapatkan cara yang sangat luas guna mendapatkan karyawan yang mampu bekerja sesuai dengan hasil pertemuan tujuan organisasi. Selain itu rewards juga penting bagi organisasi itu sendiri karena program rewards adalah merupakan pencerminan upaya organisasi untuk mempertahankan sumber daya manusia. Bila organisasi tidak memperhatikan dengan baik tentang kompensasi bagi karyawannya, tidak mustahil organisasi itu lambat laun akan kehilangan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Bahkan lebih jauh lagi kesalahan dalam menerapkan sistem rewards akan berakibat timbulnya demotivasi dan tidak adanya kepuasan kerja di kalangan pekerja yang dapat menyebabkan turunnya kinerja baik pekerja maupun organisasi (Wibowo, 2007). Amstrong dan Murlis (2007) juga menjelaskan bahwa kebutuhan pencapaian atau kesempatan berprestasi dapat meningkatkan motivasi kerja yang berdampak pada peningkatan kinerja seorang individu. Pemberian imbalan yang lebih efektif oleh manajer akan meningkatkan produktifitas kerja karyawan (Aminuddin, 2011) Menurut Robin (2008) menekankan jika manajemen menginginkan karyawan memberikan layanan yang bagus, karyawan harus diberikan imbalan yang layak. Pemberian imbalan tidak selalu dalam bentuk uang sebab bentuk materi akan sampai pada titik jenuh. Manajer keperawatan harus memperhatikan pemberian imbalan non materiil misalnya suasana kerja yang kondusif, kesempatan pengembangan kreativitas, syarat kerja yang tidak terlalu ketat dan kondisi kerja yang lebih manusiawi. Seseorang yang menggunakan pengetahuan, keterampilan, tenaga dan sebagian waktunya untuk bekerja maka akan mengharapkan imbalan/kompensasi 91 tertentu. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Robinson & Larsen (1990) menyatakan pemberian imbalan mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberikan imbalan. Pemberian rewards kepada perawat akan mendorong perawat untuk bekerja secara produktif seperti penghargaan kepada perawat yang caring kepada pasien. 6.11 Hubungan Antara Manajemen Konflik dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan bermakana manajemen konflik dengan perilaku caring perawat pelaksana (p=<0,001). Manajemen konflik mencakup lebih dari sekedar perbaikan, mencari dan mengambil risiko yang besar tentang gagasan dan perubahan. Hasil penelitian ini didukung juga oleh Rizal (2001) menekankan ada pengaruh yang signifikan antara manajemen konflik terhadap motivasi dan kinerja karyawan. Kurangnya pelibatan karyawan terhadap penyelesaian konflik dan menghambat inovasi perawat dalam mengemukakan pendapat dalam melaksanakan caring menyebabkan para perawat kurang termotivasi untuk melakukan caring terhadap pasien. Hasil analisis multivariat menunjukkan sebaliknya bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara manajemen konflik dengan perilaku caring perawat pelaksana. Asumsi peneliti bahwa pengambilan keputusan di RSU Ganesha yang top down mengakibatkan tidak ada perubahan perilaku pada perawat pelaksana walaupun terjadi konflik, diakibatkan juga perawat pelaksana cenderung tidak dilibatkan dalam penyelesaian masalah. 92 6.12 Hubungan Antara Pola Komunikasi dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana Dilihat dari sistem pola komunikasi, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola komunikasi dengan perilaku caring (p=0,022). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Rodwell et al (2008) menyimpulkan bahwa ada hubungan positif dan signifikan baik secara parsial maupun simultan terhadap praktik komunikasi organisasional dengan kinerja karyawan. Penelitian oleh Sulistyo (2009) juga menekankan terdapat pengaruh yang signifikan komunikasi organisasional terhadap kinerja karyawan. Fungsi komunikasi sebagai pengendali perilaku anggota organisasi dan saat anggota organisasi menyampaikan keluhan terkait pelaksnaan tugasnya (Sully, 2005). Sebaliknya hasil analisis multivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pola komunikasi dengan perilaku caring perawat pelaksana (p=0,212). Hasil penelitian ini diasumsikan oleh peneliti dikarenakan perawat pelaksana di RSU Ganesha Gianyar bekerja hanya berdasarkan apa yang didelegasikan oleh perawat senior maupun kepala ruangan, sehingga walaupun terdapat visi dan misi yang merupakan landasan perawat untuk bertugas di ruangan atau perubahan sistem manajemen tidak mempengaruhi bagaimana perawat berperilaku caring pada pasien. 6.13 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini tentunya tidak luput dari keterbatasan, adapun keterbatasan penelitian adalah dalam teknik pengumpulan data, dimana data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan persepsi perawat pelaksana. Pengisian kuesioner 93 oleh perawat pelaksana memberikan subyektifitas terhadap penilaian tentang perilaku caring perawat. Jumlah sampel yang hanya berjumlah 48 orang perawat pelaksana, menyebabkan hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan bagi rumah sakit di kabupaten Gianyar. Pelaksanaan observasi sebagai triangulasi data yang hanya dilakukan pada beberapa perawat pelaksana dimana kurang mempertimbangkan kelas perawatan, jenis pasien yang diobservasi, beban kerja perawat dalam melakukan perawatan pasien pada jam observasi, pelaksanaan observasi yang hanya dilakukan pada jam perawatan pagi dan siang hari sehingga tidak mewakilkan gambaran perilaku caring perawat pelaksana secara utuh diakibatkan penerapan perilaku caring pada shift malam tidak terobservasi. Petugas yang melakukan observasi adalah peneliti dan kepala ruang sehingga kemungkinan perawat untuk berperilaku caring karena merasa diobservasi bisa terjadi, walaupun waktu observasi tidak diberitahukan pada perawat yang diobservasi. 94 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan 1. Sebagian besar umur responden adalah kelompok umur 20-25 tahun. Ditinjau dari jenis kelamin diketahui responden perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Berdasarkan tingkat pendidikan responden ditemukan tingkat DIII lebih banyak daripada S1. Hasil penelitian menurut masa kerja ditemukan responden yang telah bekerja lebih dari 5 tahun lebih banyak daripada yang bekerja kurang dari 5 tahun. Pada variabel status menikah sebagian besar responden dengan status menikah lebih tinggi daripada belum menikah. 2. Budaya organisasi di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar sebagian besar dinilai baik oleh perawat pelaksana (54,2%). 3. Variabel perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar tahun 2014 sebagian besar kategori baik (56,3%). 4. Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara usia, pendidikan, masa kerja, status perkawinan dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar. Pada variabel jenis kelamin ditemukan tidak ada hubungan yang signifikan dengan perilaku caring perawat pelaksana. 5. Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan yang signifikan kepemimpinan, desain pekerjaan, dukungan manajemen, sistem rewards, 94 44 95 manajemen konflik serta pola komunikasi dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar. 6. Secara bersama-sama pada analisis multivariat faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar adalah sistem rewards. 7.2 Saran 1. Bagi Manajemen Rumah Sakit Meninjau hasil penelitian bahwa sistem rewards merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana dan dengan keterbatasan yang dimiliki dalam penelitian ini maka penting untuk manajemen rumah sakit melakukan evaluasi kembali tentang sistem rewards yang diinginkan oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap dengan mempertimbangkan karakteristik budaya organisasi di RSU Ganesha Gianyar. Disarankan juga untuk meningkatkan keterlibatan perawat seperti melakukan sosialisasi kebijakan berupa sistem rewards financial dan non financial yang akan diberlakukan, khususnya tentang gaji pokok, gaji kinerja serta mengadakan pelatihan cara melakukan penilaian kinerja. Rewards non financial dapat berupa pemilihan perawat caring atas rekomendasi pasien melalui kuesioner kepuasan pasien dan diumumkan setiap bulan pada pertemuan pagi, pelaksanaan supervisi yang ditindaklanjuti dengan pemberian rewards, pelatihan (in house training) 96 tentang pelaksanaan caring perawat terhadap pasien di ruangan secara berkala terutama untuk perawat-perawat junior. 2. Bagi Manajemen Keperawatan Berdasarkan hasil penelitian sebagian perawat pelaksana masih berperilaku caring kurang baik, maka bagi manajemen keperawatan perlu meningkatkan kembali perilaku caring oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap terutama pada aspek karatif menanggapi dengan rasa hormat ekspresi perasaan positif dan negatif klien dan perhatian terhadap yang dialami orang lain dalam memberikan bimbingan serta memuaskan kebutuhan manusiawi klien. Manajemen keperawatan dapat menjadi mediator yang baik untuk meningkatkan upaya bagi perawat pelaksana dalam peningkatan diri, baik pengetahuan maupun keterampilannya guna mendukung upaya pencapaian kinerja yang lebih baik seperti monitoring dan evaluasi secara terjadwal setiap 1 bulan sekali pelaksanaan perilaku caring perawat pelaksana terhadap pasien di ruangan melalui kuesioner kepuasan pasien, mensosialisasikan pelaksanaan caring di ruangan dengan membuat motto terkait dengan pelaksanaan caring terhadap pasien. Bagi perawat pelaksana juga membudayakan pelaksanaan caring perawat terhadap pasien dengan saling mengingatkan diantara teman sejawat untuk peningkatan mutu pelayanan keperawatan. 97 3. Untuk Penelitian Selanjutnya Mengingat beberapa kelemahan dari penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan data dasar untuk mengadakan penelitian yang lebih kompleks dan spesifik tentang sistem rewards dengan perilaku caring perawat pelaksana menggunakan desain penelitian kualitatif agar lebih mendalam mengeksplorasi pengalaman perawat tentang sistem rewards dan kinerja mereka. Melakukan pengukuran yang lebih objektif dengan melakukan observasi secara langsung kepada perawat pelaksana terkait pelaksanaan perilaku caring dengan memperhatikan pasien dari kelas perawatan, observer dan waktu observasi serta menggali variabel lain dari sosiodemografis dan budaya organisasi yang dapat mempengaruhi perilaku caring perawat pelaksana. 98 DAFTAR PUSTAKA Achmad Hardiman. 2003. Rumah Sakit Indonesia Belum Siap Bersaing. (online), (http://www.kompas.com/kompas-cetakr/0412/22/humaniora1455383 html4k.[4/21/04]). Adji, L. 2010. Faktor-faktor yangberhubungan dengan kinerja perawat di ruang rawat inap RSU Raden Mattaher Jambi tahun 2010. Tesis Program Pascasarjana Fakultas Masyarakat Universitas Indonesia, , tidak dipublikasikan. Ahmad faizin. 2008. Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697, Vol . 1 No.3, September 2008 : 137-142 Agustin, I. 2002. Perilaku Caring Perawat dan Hubungannya dengan Kepuasan Klien di Instalasi Rawat Inap Bedah Dewasa di Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang. http://www.digilib.ui.ac.id/opac/ themes/libri2/ metadatapdf.jsp?id=70660. Diunduh 12 November 2014. Aminuddin. 2011. Hubungan iklim kerja dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD dr.Yunus Bengkulu. Tesis Program Magister Ilmu Keperawatan FIK UI. Armstrong and Murlis. 2007. Reward Management 1st ed.Jakarta: Gramedia Bijaya, A. 2006. Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perawat di ruang rawat inap rumah sakit dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Tesis Program Magister Ilmu Keperawatan FIK UI. Brunt, B.A. 2005. Models, measurement, and strategies in developing criticalthinking skills. The journal of continuing education in nursing. Diunduh 29 September 2014. Byrne, Heyman. 1997. Existential advocacy: Phylosophical foundation of nursing (nursing image and ideas). New york: Springer Publishing co. Chinn, P.L. 2010. Anthologi on Caring. New York:national League for Nursing Press. De Wit, S. 2011. Fundamental concepts and skill for nursing, 2nd ed. Philadelphia: Elsevier Inc. 99 Depkes RI (Dirjen Yanmed). 2005. Pedoman Pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) tahun 2005. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Dessler, G. 2005. Manajemen sumber daya manusia. (B. Molan, Penerjemah). Jakarta: PT Pretalindo. Duffy, J.R. 2005. Annual review of nursing education: strategies for teaching, assestment and program planning. In M.H. Oermann & K.T. Heinrich (Ed). Want to graduate nurses who care? Assessing nursing students caring competencies (pp. 55-76). New York: Springer Publishing Company. Dwidiyanti, M. 2007. Caring kunci sukses perawat mengamalkan ilmu. Semarang: Hasani. Faisol & Rofiuddin. 2010. Analisis Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat di Jawa Tengah. (Jurnal Online) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau, Pekanbaru. Harsiwi, A.M., 2003. Hubungan Kepemimpinan ransformasional dan Karakteristik Personal Pemimpin. Kinerja: Jornal Bisnis dan Ekonomi Vol 5, No. 1, Juni 2001. Yogyakarta: Program 8 Pasca Sarjana Universitas Atmajaya. Gibson, J.L., Ivancevich J. M., Donnelly, J. H,. 2010. Organisasi, Perilaku, Struktur, proses. (N. Ardiani, Penerjemah). Jakarta : Binarupa Aksara. (Buku Asli dipublikasikan 2009). Gillies, D. A. 2004. Nursing Management a System Approach. 3th ed. Philadelphia: WB Saunders. Gitosudarmo,I. 2010. Prinsip Dasar Manajemen, Edisi ketiga, Yogyakarta : BPFE. Green L. 1980. Behavior in organizations: Understanding and managing the human side of work. Boston: Allyn & Bacon. Hasibuan, M.S.P. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia (edisi revisi). Jakarta: PT Bumi Aksara. Huber, D. 2011. Leadership and nursing care management. Philadelphia: WB Saunders Company. Kimble, L. 2010. Thesis Patients perceptioms of nursing caring behavior in an emergency department. Marshall University College of Nursing and Health Professions. 100 Kreitner, R & Kinicki. 2010. Organizational Behaviour. New York: Mc Graw-Hill Higher education. Leininger, M.M. 1988. Care, the essence of nursing and health. Detroit: Wayne State University Press. Lusiani. 2007. Hubungan karakteristik individu dan sistem penghargaan dengan kinerja perawat menurut persepsi perawat pelaksana di RS Sumber Waras Jakarta. Tesis Program Pscasarjana FIK UI, tidak dipublikasikan. Malini, H, Sartika, D., Idianola, Edward, Z. 2009. Hubungan kecerdasan spiritual dengan perilaku caring perawat di RS DR. M. Djamil Padang tahun 2009. http://lp.unand.ac.id. Diunduh 29 September 2009. Martin, C.2002. The theory of critical thinking of nursing. Nursing education perspectives. Diunduh 29 September 2014. Marquis, B.L., & Huston, C.J. 2010. Leadership roles and management functions in nursing theory and application. (5th Edition). Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. Masitoh, S. 2010. Analisis kinerja perawat pelaksana dan hubungannya dengan karakteristik demografis dan karakteristik organisasi di ruang rawat inap RSAB Harapan Kita. Morrison, P. & Burnard, P. 2009. Caring and Communicatting: hubungan interpersonal dalam keperawatan. Edisi kedua. (Terj. Widyawati, E. Meiliya). Jakarta: EGC. Muttaqin.2008. Pengaruh Supervisi rethadap perlaku caring perawat pelaksana di rumah sakit umum daerah Cianjur. Tesis Program Magister Ilmu Keperawatan FIK UI, , tidak dipublikasikan. Mutia, T. 2004. Hubungan pemberian insentif terhadap motivasi kerja perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Cianjur Tahun 2004. Tesis Program Pascasarjana FKM UI, tidak dipublikasikan. Muzaputri, G. 2008. Hubungan karakteristik individu dan faktor organisasi dengan kinerja perawat di RSUD langsa Nangroe Aceh Darussalam. Tesis Program Magister Ilmu Keperawatan FIK UI, , tidak dipublikasikan. Nawawi. 2008. Manajemen sumber daya manusia untuk bisnis yang kompetitif, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Notoatmojo. 2003. Perilaku dan Teorinya. Jakarta : Salemba Medika. 101 Notoatmodjo, S. 2009. Pengembangan sumber daya manusia, Jakarta : Rineka Cipta. Nurachmah, E. 2010. Persepsi klien tentang asuhan keperawatan bermutu dan tingkat kepuasan. Januari 8, 2010. Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional, Jakarta : Salemba Medika. Pangewa, M. 2007. Perilaku keorganisasian. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Panjaitan, R. 2007. Hubungan efektivitas kepemimpinan kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Pohan, I. 2007. Penjaminan mutu kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Riani, A. 2011. Budaya Organisasi. Yogyakarta: Graha Ilham. Ricardo, Ronald & Jolly. 2003. Organization culture and teams. Academy of management journal. Volume 13. Page 245. Rivai, V. 2009. Manajemen sumber daya manusia untuk perusahaan dari teori ke praktek. Jakarta: Rajawali Pers. Rizal, Y. 2001. Pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi kerja karyawan kantor direksi PTP Nusantara VII Bandar Lampung Universitas Brawijaya Malang. Tesis Program Magister Manajemen. Robbins, S. & Judge, Y. 2010. Perilaku organisasi. (Terj. D. Angelica, R. Cahyani, dan A. Rosyid) Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat (Buku asli tahun 2007). Rodwell, John J., Rene K, & Mark A. 2008. The relationship among work related perceptions integral role of communication. Employess Journal of management. Vol 20. Rubenfeld, M.G., Scheffer, B.K. (2007). Berpikir kritis dalam keperawatan. (A. Lusiyana, N. Herdina, D. Yulianti, Penerjemah). Jakarta: EGC. (Buku asli dipublikasikan 1999). Rusmiati 2008. Hubungan lingkungan organisasi dan karakteristik perawat dengan kinerja perawat pelaksana di ruangan rawat inap rumah sakit umum pusat persahabatan Jakarta. Tesis program Magister Ilmu Keperawatan FIK.UI , tidak dipublikasikan. 102 Setiati.2005. Hubungan faktor individu dengan perilaku caring terhadap pasien di rumah sakit. Tesis Program Magister Ilmu Keperawatan FIK UI , tidak dipublikasikan. Siagian, S. 2010. Kiat meningkatkan produktivitas kerja. Jakarta: Rineka Cipta. Simamora, H. 2010. Manajemen sumber daya manusia.Yogyakarta. STIE YKPN. Simanjutak, P.J. 2011. Manajemen dan evaluasi kinerja. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sopiah. 2009. Perilaku Organisasional. CV Andi Offset. Yogyakarta. Stuart, G.W., &Laraia, M.T. 2005. Principle and practice of psychiatric nursing (8th ed.) Missouri: Elsevier Mosby. Sugiyono. 2010. Metode penelitian kualitatif, kuantitatif dan R&D. Jakarta: Alfabeta. Sulistyo, H. 2009. Pengaruh kepemimpinan spritual dan komunikasi organisasi terhadap kinerja karyawan. Jurnal ekonomi dan bisnis (Ekobis). Volume 6.Hal. 21-28. Supriatin, E. 2009. Hubungan beban kerja dan pengembangan profesional dan perilaku caring perawat pelaksana di RS Cikini Jakarta. Tesis Program Magister Ilmu Keperawatan FIK UI , tidak dipublikasikan. Supriyadi. 2006. Hubungan karakteristik pekerjaan dengan pelaksanaan perilaku caring oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap rumah sakit islam samarinda. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. , tidak dipublikasikan. Suryani.2010.Hubungan faktor individu dan perilaku caring perawat di ruang rawat inap RSUD Kota Bandung. Tesis program Magister Ilmu Keperawatan FIK UI, , tidak dipublikasikan. Tahir, H. 2004. Analisis Kebijakan Jasa Pelayanan di Rumah Sakit Jiwa Prof.H.B.Saanin Padang Provinsi Sumatra Barat Tahun 2004. Tesis Program Pascasarjana FKM UI, tidak dipublikasikan. Tomey, AM, & Alligood, MR. 2006. Nursing theorists and their work. Six edition. Missouri: Mosby Elsevier. Tschudin, V. 2003. Ethics in nursing: the caring relationship. Cina : Elsevier. 103 Watson, J. 2005. Caring science as secret science. Philadelphia: Davis Company. Wibowo. 2010. Manajemen kinerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Wolf, Z.B., Colahan, M, Costello, A.,Warwick, F., Ambrose, M.S., & Giardino E.R . 2004. Relationship between nurse caring and patient satisfaction. Jural Medsur Nursing, 7(2). 99-105. September 29, 2014. http://findarticles.com/p/articles/mi_ Zacher, H & Frese, M. 2011. Maintaining a focus on opportunities at work: the interplay between age, job complexity, and the use of selection, optimization, and compensation strategies. Journal Organizational Behavior. Volume 32. Pages 291-318. 104 JADWAL KEGIATAN PENELITIAN No Kegiatan Oktober 1 2 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Tahap Persiapan Pengambilan data awal dan penyusunan proposal penelitian Ujian Proposal dan Revisi Tahap Pelaksanaan Uji Etik dan perijinan Uji Coba Instrumen Pengambilan Data Penelitian Analisa Data Ujian Hasil Sidang Tesis dan Revisi Tahap Akhir Penyusunan dan Penyerahan Laporan 3 4 November 1 2 3 4 Desember 1 2 3 4 Januari 2015 1 2 3 4 Februari 2015 1 2 3 4 Maret 2015 1 2 3 4 105 Lampiran PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN Sebelum Mengisi Kuesioner Faktor Individu, Budaya Organisasi dan Perilaku Caring Perilaku caring perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan, merupakan kinerja perawat yang dipengaruhi oleh faktor individu dan budaya organisasi. Perilaku caring perawat akan membantu menolong klien dalam meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana hubungan faktor individu dan budaya organisasi dengan perilaku caring perawat di instalansi rawat inap RSU Ganesha Gianyar. Untuk tujuan tersebut, kami akan menanyakan beberapa pertanyaan tentang faktor individu, budaya organisasi dan perilaku caring. Kejujuran Anda dalam menjawab pertanyaan akan membantu memberikan data/informasi yang benar mengenai realitas yang terjadi. Berkat partisipasi Saudara dalam penelitian ini, Saudara telah memberikan sumbangan yang berarti dan data yang diperoleh akan direkomendasikan sebagai landasan rumah sakit dalam meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan. Keikutsertaan Saudara dalam penelitian adalah pengisian kuesioner yang berlangsung sekitar 10-15 menit. Saudara dapat mengundurkan diri dari penelitian ini atau menolak menjawab pertanyaan yang tidak Saudara sukai. Peneliti menjamin bahwa penelitian ini tidak akan menimbulkan sesuatu yang berdampak negatif terhadap teman sejawat maupun institusi. Peneliti sangat menghargai hak-hak responden dengan cara menjamin kerahasiaan identitas dan informasi yang saudara berikan akan dijaga dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian ini. Selain itu data penelitian juga akan ditempatkan pada tempat yang aman dan dengan cara sedemikian rupa, sehingga informasi itu tidak dapat dikaitkan dengan Anda. Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik dari Komisi Etik RSUP Sanglah. Anda dapat menyimpan lembaran penjelasan ini sebagai informasi untuk Saudara sendiri, dan setiap saat kami persilahkan Saudara untuk menghubungi kami bila Saudara mempunyai pertanyaan lebih lanjut tentang penelitian ini, Saudara bisa menghubungi IGAA Sherlyna Prihandhani (pada telepon nomer 081805000770). FORMULIR PERSETUJUAN Penyataan oleh Responden Persetujuan untuk berpartisipasi pada penelitian mengenai “Hubungan Faktor Individu dan Budaya Organisasi Dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar” Bahwa saya telah membaca lembaran informasi yang diberikan kepada saya (atau telah dibacakan untuk saya), dan saya telah memahami tujuan penelitian ini dan sifat pertanyaanpertanyaan yang akan ditanyakan pada saya. 106 Saya mengerti bahwa saya akan diminta untuk mengisi instrumen penelitian dan memberikan jawaban sesuai dengan yang dirasakan selama sekitar 10-15 menit. Saya mengerti resiko yang akan terjadi pada penelitian ini tidak ada dan catatan mengenai data penelitian ini akan dirahasiakan serta dijamin. Informasi mengenai identitas saya akan ditulis pada instrumen penelitian dan akan tersimpan secara terpisah di tempat yang aman dengan cara sedemikian rupa. Saya mengerti bahwa saya berhak menolak untuk berperan serta dalam penelitian ini atau mengundurkan diri dari penelitian setiap saat tanpa adanya sanksi atau kehilangan hak-hak saya dan telah diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai penelitian ini atau mengenai peran serta saya dalam penelitian. Saya secara sukarela dan sadar bersedia berperan serta dalam penelitian ini dengan menandatangani Formulir Persetujuan Menjadi Responden Gianyar,..................................2014 Peneliti Responden (..............................................) (..............................................) Saksi (..............................................) 107 KUESIONER PENELITIAN KUESIONER I : FAKTOR INDIVIDU Petunjuk Pengisian : 1. Berilah tanda centang (√) pada jawaban yang tersedia sesuai jawaban yang Saudara pilih 2. Tulislah jawaban secara singkat dan jelas pada tempat yang telah tersedia 3. Dimohonkan untuk TIDAK mengosongkan jawaban pada setiap pertanyaan Nama[kode]: (diisi oleh subjek penelitian) NO PERNYATAAN 1 Usia 2 Jenis Kelamin JAWABAN …………tahun Laki-laki Perempuan 3 Pendidikan terakhir Keperawatan DIII S1/Ners 4 Lama Bekerja di Rawat Inap 5 Status Pernikahan …………tahun Menikah Belum Menikah 108 KUESIONER II : BUDAYA ORGANISASI Petunjuk Pengisian: 1. Jawablah semua pertanyaan yang ada dan pilih salah satu yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dari 5 jawaban, beri tanda centang (√) pada jawaban yang tersedia sesuai jawaban yang Saudara pilih. 2. Berikan jawaban terhadap semua pernyataan dalam kuesioner ini dengan memberikan penilaian sejauhmana pernyataan itu sesuai dengan realita. 3. Berikan penilaian dalam kotak yang tersedia dengan rentang nilai 1 yaitu Sangat Tidak Setuju (STS) dimana berarti sangat tidak sesuai dengan kondisi yang dialami oleh perawat pelaksana saat ini sampai nilai 5 yaitu Sangat Setuju (SS) dimana berarti sangat sesuai dengan kondisi yang dialami oleh perawat pelaksana saat ini. 4. Dimohon untuk TIDAK mengosongkan jawaban pada setiap pernyataan. No A 1 2 3 4 5 6 7 8 B 9 10 Pernyataan Jawaban 1 2 (STS) Kepemimpinan kepala ruangan menurut saya: Mendelegasikan asuhan keperawatan kepada perawat pelaksana Memberikan umpan balik tentang perilaku caring setelah perawat pelaksana melaksanakan tugas-tugas keperawatan Menciptakan komunikasi yang terbuka dengan perawat pelaksana dalam mewujudkan pelayanan caring. Memberikan masukan kepada perawat pelaksana tentang bagaimana perilaku caring dilakukan Membuat pertemuan secara berkala dengan perawat pelaksana secara berkesinambungan untuk melakukan koordinasi. Mendistribusikan tugasnya secara tidak merata pada setiap staff. Tidak memberikan penilaian tentang perilaku caring perawat pelaksana. Berperilaku tidak adil kepada perawat pelaksana. Desain pekerjaan yang saya dapatkan adalah : Uraian tugas perawat pelaksana yang ditetapkan dengan jelas. Kewenangan untuk membuat keputusan terkait bagaimana proses caring dikerjakan. 3 4 5 (SS) 109 11 12 13 14 15 16 C 17 18 19 20 21 22 23 D 24 25 Memberikan caring kepada pasien sesuai dengan tugas saya sebagai perawat pelaksana. Bimbingan dari kepala ruangan dalam memberikan caring kepada pasien secara berkala. Kolaborasi dengan menjalin kerjasama semua anggota di ruangan dalam memberikan caring pada pasien. Tugas yang tidak sesuai dengan kemampuan yang saya miliki. Tugas medik yang menyita waktu saya untuk fokus pada caring perawat. Otonomi saya dalam melakukan caring pada pasien yang dibatasi oleh peraturan yang berlaku di RS. Dukungan Manajemen yang saya dapatkan adalah : Kepala ruangan memberikan masukan setelah memberikan penilaian terhadap pekerjaan yang saya lakukan Kepala ruangan menjadi role model yang baik dalam menerapkan asuhan keperawatan pada pasien. Rencana keperawatan yang akan saya berikan kepada pasien telah sesuai dengan aturan dan kebijakan RS Kepala ruangan telah melakukan pendelegasian kepada karyawan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Standar asuhan keperawatan tersedia dan pelaksanaannya didampingi oleh kepala ruangan. Kepala ruangan hanya mengawasi perawat tertentu untuk setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan. Peraturan dan kebijakan tentang caring di RS tidak konsisten Sistem Rewards yang saya terima adalah : Penghasilan yang saya dapatkan memotivasi saya untuk meningkatkan caring kepada pasien Pujian dari kepala ruangan sehingga saya termotivasi memberikan caring kepada pasien 110 26 27 28 29 30 E 31 32 33 34 35 36 F 37 38 39 40 41 Penghargaan tertulis dari RS kepada karyawan sehingga dapat meningkatkan semangat kerja Kesempatan untuk meningkatkan pendidikan bagi karyawannya yang berperilaku caring kepada pasien Gaji yang tidak mencukupi kebutuhan saya setiap bulannya. Tidak adanya perhatian dari RS berupa penghargaan bagi karyawan yang berprestasi dalam pelayanan caring pada pasien Penghasilan yang tidak sesuai dengan prestasi kerja seseorang. Manajemen Konflik di ruangan menurut saya : Masalah di ruangan diatasi dengan musyawarah mufakat Kepala ruangan senantiasa mengajak karyawannya untuk mencari alternatif pemecahan masalah Perawat pelaksana menjadi bagian dalam pengambil keputusan. Kepala ruangan cenderung tertutup dan tidak ada memberikan kesempatan untuk konsultasi Konflik dalam pekerjaan diatasi sendiri oleh masing-masing karyawan yang terlibat Sebagian besar penyelesaian masalah internal tidak jelas solusi pemecahannya. Pola Komunikasi di ruangan menurut saya : Perawat saling berkomunikasi dengan teman sejawat lain dengan baik dalam melakukan asuhan keperawatan Perawat diberikan informasi tentang visi, misi dan tujuan pelayanan diruangan. Perawat pelaksana diberikan kebebasan untuk mengungkapkan penilaian hasil pekerjaan yang dilakukan oleh teman sejawat. Perawat tidak selalu menggunakan komunikasi terapeutik saat berinteraksi dengan pasien maupun teman sejawat. Kepala ruangan sulit diajak berkomunikasi untuk mendiskusikan rencana keperawatan pasien. 111 42 Perawat tidak selalu menyampaikan keluhan dalam pelaksanaan pekerjaan kepada teman sejawat maupun kepala ruangan. Adaptasi dari The Dennison Organizational Culture Survey Questionnaire 112 KUESIONER II : PERILAKU CARING Petunjuk Pengisian: 1. Jawablah semua pertanyaan yang ada dan pilih salah satu yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dari 5 jawaban, beri tanda centang (√) pada jawaban yang tersedia sesuai jawaban yang Saudara pilih. 2. Berikan jawaban terhadap semua pernyataan dalam kuesioner ini dengan memberikan penilaian sejauhmana pernyataan itu sesuai dengan realita. 3. Berikan penilaian dalam kotak yang tersedia dengan rentang nilai 1 yaitu Tidak Pernah (TP) dimana berarti tidak pernah sama sekali dilakukan oleh perawat pelaksana, sampai nilai 5 yaitu Selalu (SL) dimana berarti tidak pernah tidak dilakukan oleh perawat pelaksana 4. Dimohon untuk TIDAK mengosongkan jawaban pada setiap pernyataan. No A 1 2 3 4 5 6 7 8 Pernyataan Mengakui Keberadaan Manusia Pada saat menerima pasien baru, saya menanyakan nama panggilan yang disenangi pasien, memanggil nama pasien dengan nama panggilan tersebut. Saya cepat merespon panggilan pasien ketika pasien membutuhkan bantuan, walaupun saya sedang sibuk. Saat saya sedang mengobservasi pasien, saya menanyakan apa yang dirasakan pasien saat itu, mendengarkan keluhan dan kebutuhan pasien. Saya menghargai pendapat yang diungkapkan pasien dengan cara tidak menyalahkan pendapat pasien dan menghargai keputusan pasien. Saya masuk ke kamar pasien dengan memberi salam hangat sambil menyentuh pundak pasien, memberikan keyakinan pada pasien tentang proses penyembuhannya. Saya memberikan informasi kepada pasien tentang tindakan dan pengobatan yang akan diberikan. Saya memotivasi pasien untuk melakukan hal-hal yang positif dan bermanfaat untuk proses penyembuhannya seperti mendekatkan diri pada Tuhan YME. Saya memfasilitasi pasien untuk memenuhi keinginannya terhadap Jawaban 1 2 (TP) 3 4 5 (SL) 113 9 10 11 12 13 B 14 15 16 17 18 19 20 21 C 22 23 alternatif tindakan keperawatan dan pengobatan untuk memperoleh kesehatan, selama tidak bertentangan dengan penyakit dan kesembuhannya. Saat mengobservasi pasien, saya memperhatikan dan mengerti bahasa tubuh yang ditunjukkan pasien akan rasa emosionalnya. Saya melakukan tindakan keperawatan, saya tidak menunjukkan cara bicara yang dapat menyinggung perasaan pasien. Saya menunjukkan sikap penuh kesabaran dalam menghadapi keluhan dan sikap pasien. Saya memberikan pujian pada pasien jika pasien mematuhi terapi kesehatannya. Saya menunjukkan sikap yang meyakinkan bahwa saya selalu siap membantu pasien sesuai dengan keluhan dan kebutuhannya. Menanggapi dengan Rasa Hormat Pada saat kontak pertama kali dengan pasien, saya memperkenalkan diri pada pasien. Saya menjelaskan pada pasien bahwa saya bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang akan diberikan Saya berbicara pada pasien dengan intonasi rendah, rileks dan ekspresi wajah yang sesuai. Saya masuk ke kamar pasien, menyapa pasien, menanyakan perasaannya saat ini, berbicara dengan intonasi rendah dan rileks. Saya mengobservasi pasien dengan rutin dan teratur. Saya menjaga privacy pasien, misalnya memasang sampiran saat melakukan tindakan keperawatan, meminta maaf saat akan melepaskan pakaian pasien. Saya menyediakan waktu bagi pasien untuk mengekspresikan perasaannya. Saya memotivasi pasien untuk mengungkapkan perasaan positif dan negatifnya. Pengetahuan dan Keterampilan Profesional Saya mengkaji lebih lanjut tentang masalah yang dihadapi pasien. Saya membuat diagnosa dan perencanaan 114 24 25 26 27 28 29 D 30 31 32 33 E 34 35 36 37 38 terhadap asuhan keperawatan pasien. Saya melaksanakan dan mengevaluasi proses keperawatan pasien. Saya melibatkan pasien dan keluarga dalam pemberian asuhan keperawatan. Saya menanyakan hal-hal yang ingin diketahui pasien dengan masalah yang berkaitan dengan proses penyembuhannya. Saya memberikan penjelasan secara rasional ketika pasien menanyakan tentang perkembangan penyakitnya dan cara mengatasinya. Saya mengajarkan pasien tentang cara memenuhi kebutuhan diri secara mandiri, misalnya pasien diajarkan untuk melakukan kebersihan diri dengan bantuan minimal perawat. Saya memberikan penddidikan kesehatan pada pasien sesuai dengan kasus penyakitnya. Menciptakan Hubungan Positif Saya memfasilitasi pasien untuk bertemu pemuka agama bila pasien membutuhkan Saya membantu pasien untuk menjalankan ibadah/kegiatan agamanya bila dibutuhkan Saya memotivasi pasien untuk berdoa/beribadah sesuai agamanya Saya membantu menghubungi keluarga pasien bila dibutuhkan. Perhatian Terhadap yang Dialami Orang Lain Saya membantu pasien memenuhi kebutuhan dasarnya seperti kebutuhan nutrisi, eliminasi, kebersihan diri bila pasien tidak mampu melakukan sendiri. Saya memperhatikan keamanan dan kenyamanan lingkungan sekitar pasien, seperti kebersihan lingkungan ruangan dan observasi infus Saya mengobservasi kondisi kesehatan pasien secara teratur, misalnya selalu observasi kondisi pasien setiap dua jam sesuai kondisi pasien. Saya memfasilitasi pasien untuk menjalankan kegiatan agama sesuai dengan keyakinannya. Saya memberikan dukungan pada pasien agar tabah menghadapi penyakitnya. 115 39 40 41 42 Saya memotivasi pasien untuk mengembalikan segalanya pada Tuhan Yang Maha Esa. Saya menyiapkan pasien dan keluarga ketika fase berduka. Saya menyentuh pasien dengan lembut untuk memberikan kenyamanan kepada pasien Saya memberikan pujian kepada pasien jika pasien mematuhi terapi kesehatannya Adaptasi dari Caring Behavior Investment Questionnaire 116 PETUNJUK TEKNIS OBSERVASI PERILAKU CARING A. Pengertian observasi perilaku caring Observasi perilaku caring adalah pemantauan terhadap aktifitas perawat dalam memberikan asuhan keperawatn pada pasien dengan penerapan karatif caring. B. Tujuan observasi perilaku caring Untuk mengetahui sejauhmana penerapan perilaku caring perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien. C. Prosedur observasi perilaku caring 1. Kepala ruang membuat daftar nama dan jadwal perawat yang akan diobservasi (disesuaikan dengan jadwal dinas perawat), terutama saat dinas pagi. 2. Menyiapkan lembar observasi 3. Mengobservasi/memantau interaksi perawat dengan pasien saat memberikan asuhan keperawatan dan mengacu pada panduan perilaku caring. 4. Observasi/pemantauan dilakukan terutama pada saat perawat melakukan observasi rutin pada pasien, yaitu jam 09.00 dan jam 12.00, dan saat perawat melakukan tindakan keperawatan serta saat perawat berinteraksi dengan pasien tertentu 5. Mengisi lembar observasi dengan checklist sesuai dengan perilaku caring yang diterapkan perawat pada pasien, setelah selesai melakukan observasi. 6. Observasi dilakukan oleh peneliti dan kepala ruang secara bergantian pada shift pagi dan sore hari, tetapi diutamakan shift pagi. 7. Jadwal dan waktu observasi tidak diberitahukan pada perawat pelaksana 117 PROSEDUR OBSERVASI Evaluasi penerapan perilaku caring dilakukan dengan observasi terhadap penerapan karatif caring oleh perawat pada pasien menggunakan format observasi dengan panduan perilaku caring perawat, sebagaimana digunakan dalam instrumen observasi perilaku caring. Observasi dilakukan selama satu minggu yang dilakukan oleh peneliti dibantu oleh masingmasing kepala ruang. Observasi dilakukan terhadap 1 sampai 2 perawat per hari per ruangan rawat inap. Adapaun prosedur observasi adalah sebagai berikut : 1. Kepala ruang membuat daftar nama yang akan diobservasi (disesuaikan dengan jadwal dinas perawat), terutama saat dinas pagi. 2. Observasi dilakukan oleh peneliti dan kepala ruang secara bergantian pada shift pagi dan sore hari, tetapi diutamakan untuk shift pagi. 3. Observasi dilakukan dengan cara melihat interaksi perawat dengan pasien saat memberikan asuhan keperawatan dan mengacu pada panduan perilaku caring. 4. Observasi dilakukan terutama pada saat perawat melakukan observasi rutin pada pasien, yaitu jam 09.00 dan jam 12.00, serta saat perawat melakukan tindakan keperawatan pada pasien pada waktu tertentu. 5. Jadwal dan waktu observasi tidak diberitahukan pada perawat pelaksana 118 LEMBAR OBSERVASI PERILAKU CARING NO ASPEK YANG DINILAI YA Memanggil nama pasien dengan hormat sesuai dengan nama panggilan 1 kesenangannya 2 Merespon panggilan dengan cepat Mendengarkan dengan sabar apa yang menjadi keluhan dan kebutuhan 3 pasien 4 Memberi salam dan menyentuh pasien dengan penuh perhatian 5 Memberi perhatian penuh kepada pasien 6 Menjelaskan pada pasien tentang kondisi kesehatannya saat ini 7 Menjelaskan prosedur tindakan setiap kali akan melaksanakan tindakan Memberikan dukungan dan semangat pada pasien untuk proses 8 kesembuhannya Memotivasi pasien untuk melakukan hal-hal yang positif dan 9 bermanfaat untuk proses penyembuhannya 10 Memberikan bantuan terhadap masalah yang dihadapi pasien 11 Cepat tanggap terhadap keluhan dan kebutuhan pasien Menunjukkan sikap penuh kesabaran dalam menghadapi keluhan dan 12 sikap pasien 13 Mengenalkan diri pada pasien saat kontak awal dengan pasien 14 Menjelaskan perannya pada pasien dalam proses perawatan pasien 15 Berbicara pada pasien dengan ramah dan sopan 16 Memperlihatkan sikap empati dan hangat kepada pasien. 17 Menunjukkan sikap empati dan hangat pada pasien 18 Mengobservasi kondisi pasien secara rutin sesuai jadwal Menjaga privacy pasien seperti menutup gorden saat memandikan 19 pasien Memotivasi pasien untuk mengungkapkan perasaan positif dan 20 negatifnya 21 Menyediakan waktu bagi pasien untuk mengekspresikan perasaannya 22 Mendengarkan keluhan pasien dengan penuh perhatian Melakukan pengkajian lebih lanjut tentang masalah yang dihadapi 23 pasien. Membuat diagnosa dan perencanaan terhadap asuhan keperawatan 24 pasien. 25 Membuat perencanaan terhadap asuhan keperawatan pasien. 26 Melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan perencanaan 27 Melakukan evaluasi asuhan keperawatan sesuai dengan yang diberikan 28 Melibatkan pasien dan keluarga dalam pemberian asuhan keperawatan. TIDAK 119 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Menanyakan hal-hal yang ingin diketahui pasien dengan masalah yang berkaitan dengan proses penyembuhannya Memberi penjelasan secara rasional ketika pasien menanyakan tentang perkembangan penyakitnya dan cara mengatasinya. Membimbing pasien tentang cara memenuhi kebutuhan diri secara mandiri sesuai dengan kemampuan pasien Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien sesuai dengan penyakitnya Membantu memfasilitasi pasien untuk bertemu pemuka agama bila pasien membutuhkan Membantu pasien untuk menjalankan ibadah/kegiatan agamanya bila dibutuhkan Memotivasi pasien untuk berdoa/beribadah sesuai agamanya Membantu menghubungi keluarga pasien bila dibutuhkan Memperhatikan keamanan dan kenyamanan lingkungan sekitar pasien diantaranya seperti kebersihan ruangan, pemasangan pengaman tempat tidur. Membantu pasien memenuhi kebutuhan dasarnya seperti kebutuhan nutrisi, eliminasi, kebersihan diri, bila pasien tidak mampu melakukannya sendiri Mengobservasi kondisi kesehatan pasien secara rutin dan teratur Membantu memfasilitasi pasien untuk memenuhi keinginannya untuk melakukan hal-hal yang bersifat ritual untuk proses penyembuhan penyakitnya. Memberikan dukungan pada pasien agar tabah untuk menghadapi penyakitnya Memotivasi pasien untuk mengembalikan segalanya pada Tuhan YME