BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi uraian tentang alur pikir dan perkembangan keilmuan topik
kajian. Pada bab ini dipaparkan seputar perkembangan keilmuan dan hasil
penelitian sebelumnya untuk memberikan gambaran perkembangan pengetahuan
yang mendasari Tesis. Pada bab ini dibahas mengenai perkembangan musik,
perkembangan dalam klasifikasi mood serta pembahasan terkait melodi.
II.1
Musik
Penginderaan suara terjadi ketika getaran yang merambat melalui udara
bersentuhan dengan gendang telinga. Getaran yang tidak teratur dan kompleks
terdengar sebagai derau/noise, sedangkan getaran teratur menghasilkan nada
[JON74]. Frekuensi getaran yang menghasilkan nada disebut dengan pitch.
Kekuatan atau amplitudo dari getaran tersebut mempengaruhi intensitas dari suara
tersebut; semakin besar amplitudo maka semakin keras pula suara yang dihasilkan.
Semua karakteristik suara tersebut menempel di setiap nada. Tabel II.1 memuat
beberapa istilah untuk properti dan karakteristik yang dikhususkan untuk nada.
Tabel II.1. Istilah-istilah mengenai karakteristik/properti suatu nada [JON74]
Pitch
Durasi
Intensitas
Perasaan relatif terhadap “tinggi” atau “rendah”nya nada
Panjang suara atau ritme
Tingkat kerasnya suara
Secara umum, musik adalah seni, hiburan dan aktivitas manusia yang melibatkan
getaran bunyi yang teratur. Secara khusus, musik diartikan sebagai ilmu dan
seni suara, yaitu ilmu dan seni untuk membentuk dan mensinkronisasi suara-suara
sehingga membentuk harmoni nada-nada yang terdengar estetik [KLE07].
Musik berkembang dalam berbagai budaya di seluruh dunia. Pada setiap budaya,
musik pada akhirnya hanya terdiri atas suara-suara teratur dengan frekuensi tertentu
saja. Nada-nada tersebut dipilih berdasarkan konsep harmoni. Pada setiap
budaya, dikenal konsep oktaf, yaitu kesamaan rasa suara antara dua nada dengan
jarak frekuensi tertentu. Dalam jarak frekuensi satu tersebut, setiap budaya
mendefinisikan nada-nada yang berbeda-beda. Kumpulan nada yang berulang
dalam setiap oktaf tersebut disebut dengan tangga nada.
II–1
II–2
Tangga nada musik pada budaya barat (musik klasik Eropa) dibagi menjadi tujuh
nada utama ditambah lima nada sisipan. Terdapat dua macam interval (jarak
frekuensi) antara dua nada utama yang bersebelahan pada tangga nada musik barat,
sehingga tangga nada tersebut disebut juga dengan tangga nada diatonis. Tangga
nada musik lainnya, misalnya tangga nada musik tradisional sunda, jawa dan bali
dibagi menjadi lima nada. Interval antara lima nada tersebut berbeda-beda, terdapat
lima macam interval, karena itu tangga nada tersebut disebut juga dengan tangga
nada pentatonis.
Tangga nada yang digunakan dalam Tesis ini adalah tangga nada diatonis musik
barat. Tangga nada tersebut dibangun atas dasar harmoni nada antara satu dengan
yang lain. Dalam perkembangan musik barat, berbagai tuning system sempat
dipakai secara luas. Tuning system yang sekarang dipakai pada musik barat adalah
equal tempered artinya jarak antara satu nada dengan nada di sebelahnya dalam
tangga nada tersebut berukuran sama.
Tangga nada barat terdiri atas tujuh nada utama, yaitu C (do), D (re), E (mi), F (fa),
G (sol), A (la) dan B (si), dengan interval antara C–D, D–E, F–G, G–A dan A–B
adalah 1, dan interval antara E–F dan B–C’ (B dengan C pada oktaf yang lebih
tinggi) adalah 1/2 (jarak frekuensi setengah dari jarak frekuensi interval 1). Pada
titik tengah kelima interval yang berjarak 1 tersebut terdapat masing-masing satu
nada sisipan, yaitu C#(Db) pada interval C–D, D#(Eb) pada interval D–E, F#(Gb)
pada interval F–G, G#(Ab) pada interval G–A, dan A#(Bb) pada interval A–B (lihat
Gambar II.1).
Dalam perkembangan budaya musik barat, musik kemudian dituliskan secara
formal dalam partitur. Dalam partitur, nada-nada dituliskan sebagai not-not
pada garis paranada (staff ). Posisi not secara vertikal pada garis paranada
merepresentasikan pitch dari nada, bentuk not merepresentasikan nilai durasi
dari not, sedangkan posisi horizontal merepresentasikan timing kemunculan nada
tersebut. Gambar II.1 menggambarkan posisi setiap not pada partitur, dan nada
yang bersesuaian dengan not tersebut. Penjelasan lebih lanjut mengenai notasi
musik dapat dilihat pada Lampiran A.
II.2 Mood pada Musik
Musik berkaitan erat dengan psikologi manusia.
Karena itu, wajar saja
muncul pernyataan bahwa setiap musik dapat terkait dengan mood tertentu.
Penelitian-penelitian dilakukan untuk meneliti pernyataan ini, dan menghasilkan
II–3
Gambar II.1. Tangga nada diatonis musik barat dan notasinya [QUA08a]
hasil yang mendukung kenyataan ini [CTV02]. Dari sudut pandang teori psikologi
musik, berdasarkan fungsi utama musik, yaitu fungsi sosial dan fungsi psikologis,
maka mood termasuk dalam empat cara pengelompokan musik yang paling penting,
selain style, genre dan similarity [HUR00].
Pengelompokan musik berdasarkan mood tidak dapat dilakukan sembarangan.
Tanpa pembagian label mood yang tepat dan hati-hati, mudah terjadi pembagian
klasifikasi mood yang saling beririsan satu sama lain, sehingga sulit untuk
mengklasifikasikan musik ke dalam label-label tersebut. Dari berbagai penelitian
sebelumnya yang merumuskan pembagian mood ini, terdapat dua hasil penelitian
yang dapat dijadikan model utama, yaitu klasifikasi Hevner dan model mood
Thayer.
II.2.1
Klasifikasi Hevner
Dalam psikologi musik, pendekatan tradisional pelabelan mood adalah dengan
menggunakan label sifat, seperti sedih, suram dan murung.
Hevner
mengumpulkan label-label mood tersebut, kemudian merumuskan satu set label
mood yang disampaikannya dalam makalahnya [HEV36]. Klasifikasi mood yang
II–4
dikemukakannya, yang dikenal sebagai klasifikasi Hevner, menjadi basis bagi
banyak penelitian selanjutnya.
Hevner membagi klasifikasi mood menjadi 64 kata sifat, yang dikelompokkan
menjadi 8 cluster berdasarkan kemiripannya, yaitu sober, gloomy, longing, lyrical,
sprightly, joyous, restless dan robust [LIU03a]. Kemudian pengelompokan tersebut
diperbaiki oleh Farnsworth dan dikelompokkan ulang menjadi 10 cluster, seperti
dapat dilihat pada Tabel II.2.
Tabel II.2. Klasifikasi mood Farnsworth [LI03]
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
cheerful, gay, happy
fanciful, light
delicate, graceful
dreamy, leisurely
longing, pathetic
dark, depressing
sacred, spiritual
dramatic, emphatic
agitated, exciting
frustated
Karena sistem klasifikasi seperti klasifikasi Hevner/Farnsworth dan
pengembangannya masih saling tumpang tindih antara satu cluster, maka
klasifikasi tersebut susah untuk diaplikasikan. Sebagai contoh, AMG (All Music
Guide), yang memakai daftar kata sifat turunan dari Hevner, memiliki sekitar 200
buah label mood musik [ALL08]. Seperti yang disimpulkan oleh J. Skowronek,
dkk. pada penelitiannya, pada pengaplikasian klasifikasi musik, lebih baik
memakai sistem klasifikasi mood yang sederhana, terdiri atas sedikit cluster yang
dapat dengan mudah dibedakan [SKO06].
Banyak peneliti yang akhirnya mengikuti saran Skowronek, dan menyederhanakan
pelabelan mood-nya menjadi hanya beberapa cluster [LI03][MAN06][COR06].
Misalnya, dalam MIREX 2007 bagian Automatic Mood Detection, label mood yang
digunakan hanya dibagi lima cluster [MIR07] (lihat Tabel II.3), atau MoodLogic
yang hanya membaginya menjadi lima: aggresive, upbeat, happy, romantic, mellow
dan sad[MOO08].
II–5
Tabel II.3. Cluster mood yang digunakan pada MIREX 2007 [MIR07]
Cluster
Cluster
Cluster
Cluster
Cluster
II.2.2
1
2
3
4
5
passionate, rousing, confident,boisterous, rowdy
rollicking, cheerful, fun, sweet, amiable/goodnatured
literate, poignant, wistful, bittersweet, autumnal, brooding
humorous, silly, campy, quirky, whimsical, witty, wry
aggressive, fiery, tense/anxious, intense, volatile, visceral
Model Mood Thayer
Selain masalah ambiguitas, kategorisasi berdasarkan Hevner memiliki kekurangan
lain, yaitu bahwa kategorisasi ini sama sekali tidak menunjukkan stimulus terkait
yang menimbulkan suatu mood tertentu. Keterkaitan ini dapat sangat membantu
dalam pemodelan komputasi. Pada sekitar tahun 90an, Thayer mengajukan
pendekatan lain terhadap kategorisasi mood musik [THA89]. Thayer mengajukan
model dua dimensi yang memetakan mood pada musik. Tidak seperti Hevner
yang mempergunakan kata sifat yang secara kolektif membentuk suatu pola mood,
pendekatan dua dimensi ini mengadopsi teori yang menyatakan bahwa mood
dibangun oleh dua faktor: stress (senang/cemas) dan energi (kalem/energetik).
Thayer membaginya menjadi empat cluster, yaitu contentment(kepuasan),
depression (depresi), exuberance(gembira) dan anxious/frantic (cemas/kalut),
seperti dapat dilihat pada Gambar II.2.
Gambar II.2. Model mood yang dirumuskan oleh Thayer [LIU03a]
Model Thayer ini juga banyak diadopsi pada penelitian mengenai mood dalam
musik. Istilah yang digunakan utuk menyebut dua dimensi mood musik seringkali
berlainan, tetapi esensinya sama seperti model Thayer ini. Misalnya, Pohle dkk.
dalam [POH05] menggunakan istilah mood, dari senang, netral sampai sedih dan
istilah mood (dari lembut, netral sampai agresif). Y.H. Yang dalam beberapa
makalahnya yang berkenaan dengan klasifikasi mood menyebutnya arousal (tingkat
mood) dan valence (lihat Gambar II.3) [YAN07b][YAN07a][YAN06].
II–6
Gambar II.3. Model mood adaptasi Y.H. Yang [YAN07b]
Kelemahan dari model-model yang mengadopsi Thayer dibandingkan dengan
Hevner adalah pembagian yang kaku, pasti 4 cluster. Dengan begitu, model ini
tidak dapat dikembangkan untuk kebutuhan yang lebih spesifik, yang membutuhkan
pembagian cluster yang berbeda. Walaupun begitu, hal ini dapat sedikit diatasi
dengan menggeser batas antara valence positif-negatif dan arousal tinggi-rendah.
Karena model Thayer ini sederhana untuk dipahami, terdapat beberapa sistem yang
menerapkan model ini, diantaranya situs eksplorasi musik Musicovery/Spodtronic
dan sistem SenseMe pada Sonny Ericsson Walkman (lihat Gambar II.4). Kedua
produk ini dapat mengelompokkan musik berdasarkan mood, dengan menggunakan
analisis otomatis dari musik tersebut, tanpa pelabelan manual oleh manusia
[LIS08][MOB09].
(a)
(b)
Gambar II.4. (a) Mood Map dari Musicovery/Spodtronic [MUS07] (b) Pilihan
mood pada fitur SenseMe Sonny Ericsson Walkman [MOB09].
II–7
II.3
Melodi Sebagai Elemen Musik
Melodi adalah salah satu elemen dasar dari suatu musik. Bersinergi dengan harmoni
dan ritme, melodi membentuk musik secara utuh. Ketiga elemen tersebut adalah
hal-hal yang dipertimbangkan oleh komposer musik dalam membuat musik, juga
oleh pemain musik ketika memainkan musik.
Sebuah nada adalah suatu suara yang memiliki pitch (frekuensi) dan durasi tertentu.
Rentetan not yang bersambung membentuk melodi. Tapi, melodi dari suatu
musik bukan sembarang rentetan nada, melainkan nada-nada yang mengarahkan
pendengaran, garis musik yang terdengar paling penting di dalam suatu musik
[SCH07] [PRI08].
Terdapat beberapa istilah yang biasa digunakan seputar melodi. Pertama, melodic
line (garis melodis) dari suatu musik adalah runtutan not yang membentuk melodi.
Not-not tambahan, seperti trill atau slide, yang bukan bagian dari melodi, tetapi
ditambahkan baik oleh komposer atau pemain musik untuk membuat melodi
menjadi lebih kompleks dan menarik, disebut dengan ornamen.
Perlu diketahui bahwa dalam sebuah musik, pada saat tertentu terdapat lebih dari
satu garis melodi. Nada-nada yang mengiringi melodi utama dapat berangkaian
menjadi melodi tersendiri. Bahkan, dalam lagu-lagu yang sangat contrapunctal,
seperti lagu-lagu klasik zaman Barok (misalnya karya Bach, Pachelbel), atau
lagu-lagu untuk paduan suara/koor, lagu tersebut memang terdiri dari banyak
melodi yang ditumpuk satu sama lain.
Melodi seringkali dilihat sebagai elemen musik yang terpisah dari harmoni dan
ritme. Akan tetapi, ketiganya sebenarnya saling bergantung satu sama lain
[RES08]. Sebuah akor, yang merupakan sebuah struktur harmoni, dapat dipecah
menjadi nada-nada pembentuknya, dan dibunyikan satu persatu menjadi suatu frasa
melodi [BUT99]. Sedangkan elemen ritme berupa ide ritmik dapat membantu
dalam proses penyusunan melodi.
Harmoni yang terimplikasi oleh melodi membantu membuat melodi memiliki
karakter yang berbeda satu sama lain, dan menentukan tangga nada dasarnya.
Tangga nada dasar ini membuat pendengar akan terfokus ke konvensi tertentu
(misalnya, pada tangga nada C mayor, nada-nadanya adalah C-D-E-F-G-A-B),
da—n seringkali melanggar konvensi itu membuat melodi menarik (misalnya
dengan memakai not-not sisipan seperti F#). Nada-nada tersebut disebut juga
dengan nada-nada nonharmonis (nonharmonic tone) [JON74].
II–8
Elemen ritmik melodi juga sangat berpengaruh. Banyak yang berfikir bahwa pitch
dari not-not penyusun melodi adalah feature yang paling membedakan satu melodi
dengan melodi lain. Tapi, sering kali pernyataan tersebut tidaklah benar. Pola
ritmik dan tempo dapat merupakan bagian penting dari melodi, sampai beberapa
melodi dapat hanya dikenali dari ritmenya [RES08]. Sifat ini bahkan digunakan
SongTapper secara ekstrim untuk mencari lagu hanya dari ritmenya [SON08].
II.3.1
Bentuk atau Kontur Melodi
Melodi terbentuk dari rangkaian nada. Sebuah melodi yang tetap berada pada nada
yang sama akan menjadi membosankan dengan cepat. Selama melodi bergerak,
nada dari melodi akan bergerak naik atau turun, cepat atau lambat. Dari pergerakan
melodi tersebut, dapat digambarkan sebuah garis yang menanjak terjal ketika
melodi melompat ke nada yang jauh lebih tinggi, atau menurun dengan landai
ketika melodi perlahan-lahan turun. Garis tersebut menggambarkan kontur atau
bentuk dari melodi. Seringkali, dengan menuliskan melodi dalam bentuk partitur,
kontur tersebut dapat langsung terlihat (lihat Gambar II.5).
Gambar II.5. Bentuk lengkungan pada melodi
Kontur melodi tersebut terbentuk dari interval-interval antara nada-nada yang
membentuk melodi. Melodi pada awalnya dibuat untuk dinyanyikan, dan
sampai sekarang pengertian tentang melodi sangat terpengaruhi oleh apa yang
bisa dinyanyikan. Suara manusia mempunyai range yang terbatas, sehingga
mempengaruhi nada-nada dan interval dalam melodi. Interval yang meloncat tinggi
tidak dapat dengan mudah dinyanyikan, kecuali interval yang biasa dikenal, yaitu
interval-interval yang membentuk akor sederhana, atau interval-interval yang ada
dalam satu tangga nada yang sudah dikenal [TAY91].
II.3.2
Frasa dan Motif
Melodi sering dibagi menjadi frasa-frasa.
Sebuah frasa musik seringkali
diperbandingkan dengan frasa dalam kalimat. Sebuah frasa dalam kalimat
(misalnya ‘di bawah tangan’) adalah sekelompok kata yang membangun suatu
makna secara bersama-sama, tetapi bukan satu kalimat lengkap yang berdiri sendiri.
II–9
Frasa pada melodi adalah sekelompok not yang mengekspresikan ‘ide’ musik
tertentu, tetapi beberapa frasa dibutuhkan untuk membuat sebuah melodi lengkap.
Misalnya, melodi lagu “Simfoni No.9, Movement 4” karya Beethoven terdiri dari 4
frasa yang mudah dibedakan (lihat Gambar II.6).
Gambar II.6. Melodi “Simfoni No.9, Movement 4” karya Beethoven
Frasa adalah istilah umum yang dipakai untuk bagian dari melodi. Terdapat istilah
yang lebih khusus berkenaan dengan pembagian dari melodi, yaitu (terurut dari
bagian terkecil sampai terbesar): motif, frasa, period.
Motif, motiv, motive, cell atau figure adalah “ide” musik pendek, lebih pendek dari
sebuah frasa. Istilah motif secara khusus juga berarti ide musik pendek yang banyak
diulang dalam suatu musik. Melodi kecil tersebut akan muncul lagi dalam musik
yang sama, baik persis sama atau sedikit berubah. Misalnya, motif dari “Simfoni
No.5, Movement 1” hanyalah 4 not seperti pada Gambar II.7.
Gambar II.7. Motif “Simfoni No.5, Movement 1” karya Beethoven
Bagian melodi yang lebih panjang yang diulang-ulang dalam suatu musik, disebut
juga dengan tema. Tema biasanya memiliki panjang minimal satu frasa, seringkali
terdiri dari banyak frasa. Musik yang lebih panjang seringkali memiliki lebih dari
II–10
satu tema yang diulang-ulang. Contohnya, Gambar II.6 menunjukkan tema melodi
“Simfoni No.9, Movement 4” yang terdiri dari empat frasa melodi.
II.3.3 Counterpoint
Counterpoint atau contrapunct (baca: kontrapung) adalah keadaan dalam suatu
musik dimana dalam satu saat terdapat lebih dari satu melodi dalam arti luas (alur
nada). Counterpoint mulai berkembang sejak abad pertengahan, ketika musik
koor gereja mengeksplorasi penyajian lagu koor dengan lebih dari satu suara.
Saat ini, musik banyak mempergunakan prinsip counterpoint ini, misalnya dalam
sebuah permainan musik rock, ketika vokalis menyanyikan melodi utama, bassist
memainkan iringan, yang juga membentuk suatu melodi.
Dari sudut pandang counterpoint, semua alur nada menjadi melodi, sehingga
istilah yang dipakai untuk mengacu pada melodi yang saling berhubungan dalam
counterpoint juga berbeda. Misalnya, ide melodi yang paling kuat disebut subject.
Seperti motif, suatu subject banyak dimunculkan kembali, baik tetap ataupun
diubah dengan nada yang lebih tinggi atau rendah, lebih cepat atau lambat.
Contoh penggunaan counterpoint secara ekstrim, dengan banyak melodi utama
yang berbunyi bersamaan dapat diamati pada karya-karya musik klasik dari J.S.
Bach, seperti pada Gambar II.8.
Gambar II.8. Potongan dari sebuah karya fugue yang dibuat oleh J.S. Bach
II.3.4
Ritme dan Artikulasi
Durasi nada-nada yang merangkai melodi serta istirahat di antara nada-nada
tersebut tidaklah dipilih secara acak. Pola durasi dan waktu kemunculan nada
inilah yang disebut dengan ritme. Pada ritme, tercakup pula artikulasi. Melodi
dapat dimainkan dengan banyak cara, bisa legato (mulus, bersambung), marcato
(jelas), staccato (terpisah), dan sebagainya [JON74]. Cara memainkan ini disebut
II–11
artikulasi. Artikulasi ini terkait dengan jarak waktu antara satu nada dengan nada
berikutnya. Pada melodi yang legato, nada baru berhenti dibunyikan setelah nada
berikutnya mulai berbunyi, atau tepat menyambung dengan nada sebelumnya. Pada
marcato satu nada dengan nada berikutnya tidak tersambungkan. Sedangkan pada
staccato setiap nada dimainkan terpisah jauh satu sama lain, sehingga terdengar
meloncat-loncat (lihat Gambar II.9).
Gambar II.9. Gambaran durasi suatu nada-nada yang memiliki artikulasi (a) legato,
(b) marcato dan (c) staccato
II.3.5
Pergerakan Melodi
Sebuah melodi yang naik dan turun perlahan-lahan, dengan perbedaan nada yang
tidak terlalu ekstrim antara satu not dengan not setelahnya, disebut melodi yang
conjunct. Melodi seperti itu disebut juga melodi yang bergerak secara skalar atau
‘melangkah’.
Sedangkan melodi yang bergerak secara cepat naik atau turun, dengan interval
yang besar antara satu not dengan not berikutnya, disebut melodi disjunct. Melodi
tersebut disebut juga melodi yang ‘melompat’. Kebanyakan melodi adalah
gabungan antara gerakan conjunct dan disjunct (lihat Gambar II.10).
Gambar II.10. Melodi conjunct, disjunct dan gabungan
Download