i i PROFIL SEL BETA PANKREAS PADA TIKUS DIABETES YANG

advertisement
i
PROFIL SEL BETA PANKREAS PADA TIKUS DIABETES YANG
DIBERI UMBI KIMPUL (Xanthosoma sagittifolia (L.) Schott.)
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Guna memperoleh gelar Sarjana Sains
Oleh:
Uswatun Hasanah
NIM. M0412078
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016
i
ii
ii
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya
sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi serta tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka
gelar kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau kembali dan/atau dicabut.
Surakarta, 2 Agustus 2016
Uswatun Hasanah
NIM. M0412078
iii
iv
PROFILSEL BETA PANKREAS PADA TIKUS DIABETES YANG
DIBERI UMBI KIMPUL (Xanthosoma sagittifolia (L.) Schott.)
Uswatun Hasanah
Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
ABSTRAK
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi
perhatian pemerintah dan masyarakat, karena angka kejadian penderita terus
meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu cara untuk menurunkan kadar glukosa
dalam darah yaitu dengan mengkonsumsi pangan fungsional. Salah satu tanaman
yang dimanfaatkan yaitu kimpul (Xanthosoma sagittifolia). Penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa kimpul memiliki aktivitas anti hiperglikemia terhadap
mencit yang diinduksi aloksan danmemperbaiki kerusakan struktur sel-sel pulau
langerhans pankreas mencit hiperglikemik dengan pewarnaan Hematoxylin eosin
(HE). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah sel beta pankreas tikus
hiperglikemik yang diinduksistreptozotocin setelah pemberian kimpul.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Hewan
model yang digunakan adalah tikus putih jantan berumur 2-3 bulan dengan berat
badan 150-250 gram sebanyak 21 ekor yang dibagi dalam 3 kelompok perlakuan
yaitu kelompok I sebagai kontrol yang diberi aquades dan pakan pelet, kelompok
II diberi glibenklamid dengan dosis 0,9mg/200gBB tikus, dan kelompok III diberi
kimpul secara ad libitum.Data kuantitatif dengan menghitung jumlah sel beta
pankreas dan kadar gula darah dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA)
jika terdapat beda nyata dilanjutkan dengan pengujian DMRT (Duncan Multiple
Range Test) pada taraf signifikansi 5%. Data kualitatif dianalisis dengan
mengamati penampang pankreas tikus kemudian dibandingkan pada masingmasing perlakuan.Gambaran histologi menggunakan imunohistokimia dan
Chromium Hematoxylin Gomori menunjukkan pankreas yang diberi kimpul
memiliki jumlah sel beta pankreas lebih banyak dengan beda nyata (p<0,05)
dibandingkan kelompok perlakuan Na-CMC dan kelompok glibenklamid.
Kata kunci: diabetes mellitus, umbi kimpul, hiperglikemia, streptozotocin,
Imunohistokimia, Chromium Hematoxylin Gomori.
iv
v
PROFIL OF BETA PANCREATIC CELL IN RATS ARE GIVEN
KIMPUL (Xanthosoma sagittifolia (L.) Schott.)
Uswatun Hasanah
Study Program of Biology
Faculty of Matematic And Natural Science, Sebelas Maret University,
Surakarta.
ABSTRACT
Diabetes mellitus is one of the degenerative diseases of concern to the
government and the public, because the incidence of patients continues to increase
from year to year. One way to reduce levels of glucose in the blood that is by
consuming functional food. One plant used kimpul (Xanthosoma sagittifolia).
Previous research showed that the kimpul has activity against anti hyperglycemic
mice induced alloxan and repair structural damage to the islet cells of the pancreas
Langerhans hyperglycemic mice with Hematoxylin eosin staining (HE). This
research aims to determine the number of pancreatic beta cells hyperglycemic rats
induced streptozotocin after givenkimpul.
This research uses a completely randomized design (CRD). Animal
models used are male rats 2-3 months old weighing 150-250 grams were 21 rats
were divided into three treatment groups: the first group as a control were given
distilled water and feed pellets, the second group was given a dose of
glibenclamide with 0,9mg / 200gBB rats, and the third group were given
kimpulad libitum. Quantitative data by counting the number of beta cells of the
pancreas and blood sugar levels were analyzed by Analysis of Variance
(ANOVA) if there is a significant difference continued with Duncan Multiple
testing (Duncan Multiple Range Test) at the 5% significance level. The qualitative
data were analyzed by observing the cross section of the pancreas of rats were
then compared to each treatment. Histology using Immunohistochemistry and
Chromium Hematoxylin Gomori showed pancreas by kimpul has a number of
pancreatic beta cells more with a significant difference (p <0.05) compared to
treatment Na-CMC and glibenclamide.
Keyword: diabetes mellitus, kimpul, hiperglycemic,
Immunohistochemistry, Chromium Hematoxylin Gomori.
v
streptozotocin,
vi
MOTTO
“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalatmu Sebagai
penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”
(Al-Baqarah: 153)
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri,
dan jika kamu berbuat jahat, maka kejahatan itu untuk dirimu sendiri..”
(QS. Al-Isra’: 7)
"Orang-orang hebat di bidang apapun bukan baru bekerja karena mereka
terinspirasi, namun mereka menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka
bekerja. Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk menunggu inspirasi."
(Ernest Newman)
"Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak
menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka
menyerah."
(Thomas Alva Edison)
vi
vii
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya kecilku ini untuk:
Orang TERHEBAT sepanjang hidupku, IBU (Sarmi) dan BAPAK (Sadikun)
TERSAYANG
Mbak Lilik Rohmah Hayati dan Mas Rohman yang selalu menginspirasiku
Keponakanku Terlucu Firman Hadi Anfal dan Hafsah Taqiyah Rohman
Keluarga Besarku
Sahabatku Tercinta (Dwi Astuti, Rita Y., Nanda, Haekrit Erlin, Rengganis, Atik,
Lisca, Titian, Widya Rachmawati, mbak Nikmah, Silva, Machfuri Latifah, mbak
cici, Deny, Hendro, Toyib, Anas, Harin, Ayuk, dek Inna)
Dosen jurusan Biologi FMIPA UNS
Almamater Tercinta (UNS)
Kos Pravithasari
vii
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul
“Distribusi Sel Beta Pankreas Pada Tikus Diabetes Yang Diberi Umbi Kimpul
(Xanthosoma Sagittifolia (L.) Schott.)” dengan baik sebagai salah satu persyaratan
memperoleh derajat Strata Satu (S1) Jurusan Biologi pda Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Penulis menyadari banyak pihak yang telah berpartisipasi dan membantu
dalam menyel esaika-n skripsi ini. Untuk itu pada kesempatan ini ppenulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc (Hons), Ph.d, selaku Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, yang
telah memberikan inspirasi, memotivasi mahasiswa untuk segera
menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Dr. Ratna Setyaningsih, M.Si, selaku kepala prodi jurusan Biologi
FMIPA UNS atas izin skripsi dan motivasi yang diberikan kepada penulis
selama kuliah maupun penyusunan skripsi.
3. Prof.Drs. Sutarno, M.Sc., Ph.D. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, motivasi, dan nasehat kepada penulis selama
perkuliahan, penelitian dan penyusunan skripsi.
4. Ibu Dra. Noor Soesanti Handajani M.Si. selaku dosen pembimbing yang
telah membimbing, memberikan nasehat dan membantu penelitian ini.
viii
ix
5. Ibu Dr. Shanti Listyawati S.Si., M.Si dan Dr. Artini Pangastuti S.Si., M.Si
selaku dosen penelaah yang telah memberikan bimbingan dan nasehatnya
dalam penyusunan skripsi ini.
6. Ibu Dra. Marti Harini M.Si., selaku pembimbing akademik yang
memberikan motivasi serta bimbingannya selama ini.
7. Dosen-dosen di Jurusan Biologi yang dengan sabar memberikan ilmu,
nasehat, dan dorongan baik spiritual maupun materiil, sehinga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
8. Segenap staff Laboratorium Biologi FMIPA, Universitas Sebelas Maret
yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian.
9. Pak Sukidi dan Pak Samidi yang membantu saya selama penelitian di
Laboratorium Hhistologi FK UNS dan di LPPT UGM.
10. Berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.dengan berbagai
alsan yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Dengan kerendahan hai penulis menyadari bahwa dalam melakukan
penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu masukan yang berupa kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca akan sangat membantu. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat
bagi kita semua dan pihak-pihak terkait.
Surakarta, 1 April 2016
Penyusun
ix
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. .i
PERSETUJUAN ................................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
ABSTRACT .......................................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... vi
MOTTO ................................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah .................................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................... 5
A. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 5
1. Kimpul (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott ..................................... 5
2. Diabetes Melitus (DM) ......................................................................... 10
x
xi
3. Terapi Farmakologi ............................................................................... 11
4.Glibenklamid .......................................................................................... 12
5. Streptozotocin ....................................................................................... 13
6. Pankreas ................................................................................................ 14
7. Histopatologi ......................................................................................... 19
B. Kerangka Berpikir ..................................................................................... 22
C. Hipotesis.................................................................................................... 24
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 25
A. Waktu dan Tempat .................................................................................... 25
B. Alat dan Bahan .......................................................................................... 25
C. Cara Kerja ................................................................................................. 26
1. Persiapan Hewan Uji ........................................................................... 26
2. Induksi Diabetes dengan Streptozotocin (STZ) .................................. 26
3. Pengukuran Kadar Glukosa Darah dengan Metode GOD-PAP .......... 27
4. Pembuatan Preparat Histologi ............................................................. 28
5. Perhitungan Sel β Pankreas ................................................................. 31
D. Analisis Data ............................................................................................. 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 33
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 52
A. Kesimpulan ............................................................................................... 52
B. Saran .......................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 53
LAMPIRAN .......................................................................................................... 59
xi
xii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................. 65
xii
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kandungan Gizi Umbi Kimpul per 100 g Berat Bahan. ......................... 8
Tabel 2. Rata-rata jumlah sel β Pankreas pada Pulau Langerhans ........................ 34
Tabel 3. Rata-rata jumlah sel β Pankreas pada Pulau Langerhans ........................ 38
Tabel 4. Pengamatan Chromium Hematoxylin Gomori dan Imunohistokimia .... 42
Tabel 5. Rataan kadar glukosa darah sebelum dan sesudah perlakuan ................. 43
xiii
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tanaman Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) .................................... .7
Gambar 2. Struktur Kimia Streptozotocin ............................................................ 14
Gambar 3. Penampang Melintang Pulau Langerhans Tikus dengan Pewarnaan
Chromium Hematoxylin Gomori ........................................................ 17
Gambar 4. Penampang Melintang Pulau Langerhans Tikus dengan Pewarnaan
Imunohistokimia ................................................................................. 17
Gambar 5. Bagan Kerangka Berfikir .................................................................... 23
Gambar 6. Gambaran Histologi Pulau Langerhans Pewarnaan Chromium
Hematoxylin Gomori .......................................................................... 36
Gambar 7. Gambaran histopatologi pankreas dengan pengecatan
Imunohistokimia, pembesaran 400x. Sel β pankreas menunjukkan
immunoreaktif terhadap insulin .......................................................... 41
Gambar 8. Grafik rata-rata kadar glukosa darah dengan berbagai perlakuan ....... 47
xiv
xv
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan
DM
HE
IG
ATP
ROS
STZ
DMRT
Ca
IDDM
NIDDM
DNA
GLUT
VIP
UV-Vis
PTA
NaCL
GOD-PAP
DAB
Na CMC
H2O2
PBS
DEPS
ANOVA
NO
O2
Ab
Ag
PP
SOD
CAT
GSGG
GSH
MDA
Kepanjangan
diabetes mellitus
hematoxylin eosin
indeks glikemik
adenosine triphosphate
reactive oxygen species
streptozotocin
duncan multiple range test
calsium
insulin dependent diabetes mellitus
non insulin dependent diabetes mellitus
deribonucleic acid
glucose transporter
vasoactive intestinal peptide
ultraviolet visible
potassium acid
natrium clorida
glucose oxydase phenol aminoantipyrine
diamino benzidine
natrium carboxymethyle cellulose
hidrogen peroksida
phosphate buffer saline
dako envision system
analysis of variance
nitrogen monoksida
oksigen
antibodi
antigen
polipeptida pankreas
superoxide dismutase
catalase
oxidized glutathione
reduce glutathione
malondialdehid
xv
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data murni hasil pengukuran kadar glukosa darah ......................... .59
Lampiran 2. Analisis hasil uji ANOVA gula darah .............................................. 60
Lampiran 3. Analisishasil uji ANOVA sel beta pankreas .................................... 62
xvi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan penyakit fisiologis berupa perubahan
homeostasis glukosa sehingga kadar glukosa dalam plasma darah mengalami
kenaikan di atas normal. Keadaan kadar gula diatas normal (hiperglikemia)
dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerusakan serius sistem tubuh,
terutama kerusakan syaraf dan pembuluh darah (Althan, 2003). Indonesia
menempati urutan kedua setelah India sebagai negara dengan pengidap
sindrom metabolisme diabetes melitus tertinggi di Asia Tenggara. Tercatat
sekitar 8 juta jiwa mengidap sindrom ini dan diperkirakan akan meningkat
hampir 3 kali lipat pada tahun 2030 (Danaei, et al., 2011; Wild, et al.,2004).
Dengan demikian penelitian obat antidiabetes masih menjadi prioritas
penelitian saat ini.
Penderita diabetes banyak menggunakan obat herbal yang dibuat dari
beberapa jenis tumbuhan seperti ubi jalar ungu (Ipomea batatas). Ubi jalar
ungu merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang memiliki aktivitas
antioksidan. Oki et al. (2002) melaporkan aktivitas antioksidan disebabkan
karena keberadaan antosianin yang memiliki kemampuan antioksidan lebih
besar dibandingkan senyawa fenolik lainnya dalam ubi jalar ungu.
Berdasarkan penelitian Sabuluntika (2013) ektrak antosianin ubi jalar ungu
dapat menurunkan glukosa darah tikus yang diinduksi aloksan Senyawa
antosianin
memiliki
kemampuan
sebagai
1
antidiabetes,
yaitu
dapat
2
menurunkan gula darah, menghambat produksi radikal bebas, meningkatkan
sekresi insulin, dan mencegah resistansi insulin (Jawi et al., 2008).
Selain ubi jalar ungu, saat ini juga dilakukan penelitian umbi kimpul
(Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) sebagai antihiperglikemik. Menurut
Rafika et al., (2012) tanaman kimpul merupakan tanaman asli daerah tropika
benua Amerika. Kimpul termasuk famili Areacea dan merupakan tumbuhan
menahun yang mempunyai umbi batang maupun batang palsu yang
sebenarnya adalah tangkai daun. Kimpul mengandung senyawa bioaktif yaitu
diosgenin. Senyawa diosgenin diketahui bermanfaat sebagai anti kanker,
menghambat proliferasi sel, dan memiliki efek hipoglikemik.
Berdasarkan penelitian Yuliningsih (2016) kandungan karbohidrat
umbi kimpul 30,34 % lebih rendah dibandingkan beras 78,9%. Karbohidrat
dalam pangan yang dipecah dengan cepat selama proses pencernaan memiliki
indek glikemik tinggi, sebaliknya pangan yang indeks glikemiknya rendah,
karbohidrat yang terkandung dalam pangan tersebut akan dipecah dengan
lambat sehingga pelepasan glukosa ke dalam darah dapat berjalan lambat,
sehingga semua tergantung oleh jenis karbohidratnya (Rimbawan et al.,
2004). Sumber-sumber karbohidrat dengan indeks glikemik rendah
diperlukan sebagai upaya pengendalian penyakit degeneratif seperti Diabetes
Mellitus (DM) dan obesitas. Pangan yang memiliki nilai indeks glikemik
yang rendah dapat dijadikan salah satu alternatif yang murah untuk penderita
diabetes karena dapat menekan peningkatan kadar gula darah penderita
diabetes. Hal ini karena pada pangan yang memiliki indeks glikemik rendah,
3
absorbsi karbohidrat akan sangat lambat, menyebabkan peningkatan glukosa
darah dan insulin secara lambat dan bertahap. Kandungan serat (dietary fiber)
dapat dimanfaatkan untuk menurunkan kadar kolesterol.
Penelitian
sebelumnya
menunjukkan
bahwa
kimpul
dapat
memperbaiki pulau-pulau Langerhans pada mencit yang mengalami
degenerasi sel endokrin akibat induksi aloksan. Melalui pewarnaan HE
(Hematoxylin Eosin) sel endokrin pada pulau langerhans mulai melakukan
regenerasi menuju bentuk normal, walaupun masih ditemukan beberapa sel
endokrin yang mengalami degenerasi. Hal ini menunjukkan bahwa umbi
kimpul mempunyai aktivitas anti hiperglikemia terhadap mencit yang
diinduksi aloksan (Imaduddin, 2014).
Berdasarkan uraian diatas, penulis ingin mengetahui pengaruh umbi
kimpul terhadap jumlah sel beta pankreas tikus yang dibuat diabetes dengan
pewarnaan imunohistokimia karena dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin
belum
dapat
ditunjukkan
adanya
sekresi
granula
dalam
insulae
langerhansnya. Pewarnaan imunohistokimia dapat mendeteksi sel beta
pankreas. Dengan pewarnaan imunohistokimia dapat dideteksi sel beta
pankreas yang menghasilkan hormon insulin dalam insula langerhans
pankreas tersebut. Selain itu dengan pewarnaan Chromium Hematoxylin
Gomori dapat dideteksi sel alfa, sel beta dan sel deltanya.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana jumlah sel beta pankreas tikus hiperglikemik setelah
pemberian umbi kimpul?
4
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui jumlah sel beta pankreas tikus hiperglikemik setelah
pemberian umbi kimpul.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan didapat dari penelitian ini yaitu, sebagai berikut:
1.
Memberikan informasi tentang jumlah sel beta dengan melihat histologi
pankreas tikus yang diberi umbi kimpul kukus, sehingga dapat menjadi
salah satu sumber informasi untuk penelitian yang terkait ataupun
penelitian selanjutnya.
2.
Memberikan
informasi
bahwa
umbi
kimpul
memiliki
hipoglikemik dan dapat dikonsumsi untuk penderita diabetes.
aktivitas
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kimpul (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott
Kimpul termasuk jenis umbi talas-talasan. Kimpul juga disebut
sebagai talas Belitung atau Blue Taro dalam bahasa Inggris. Kimpul
termasuk famili Areacea dan merupakan tumbuhan menahun yang
mempunyai umbi batang maupun batang palsu yang sebenarnya adalah
tangkai daun. Umbinya digunakan sebagai bahan makanan dengan cara
direbus ataupun digoreng. Kimpul di Indonesia memiliki nama yang
berbeda-beda, dibeberapa daerah antara lain taleus hideung, kimpul bodas,
kimpul bejo (Sunda), bentul, kimpul linjik (Jawa), tales campa (Madura).
Kimpul umumnya ditanam di pedesaan sebagai tanaman diantara tanaman
palawija lain. Umbi kimpul biasanya diolah secara sederhana dengan
direbus, atau dengan sedikit variasi dibuat berbagai produk olahan antara
lain getuk, keripik, perkedel dan sebagainya (Lingga, 1989). Harijono et
al., (1994) melaporkan bahwa umbi kimpul dapat pula dimanfaatkan untuk
pembuatan chip dan tepung. Di Jepang umbi kimpul telah menjadi bahan
makanan sehari-hari yang sangat dibutuhkan, tetapi Jepang sendiri baru
dapat memenuhi kebutuhan tersebut kurang dari satu persen. Salah satu
permasalahannya adalah iklim yang tidak mendukung yaitu adanya musim
gugur yang menyebabkan kimpul mudah membusuk.
5
6
a. Taksonomi
Kimpul dapat tumbuh baik di daerah tropika basah dengan curah
hujan yang merata sepanjang tahun dan memberi hasil optimum pada
lahan darat yang gembur. Dapat dimanfaatkan sebagai tanaman pengisi
lahan kosong di daerah pedesaan, tanaman tumpang sari pada kebun
kopi karena mampu beradaptasi dengan lingkungan. Memiliki ciri-ciri
yaitu tanaman tahunan, tidak berkayu, terdiri dari akar, pelepah daun,
daun, bunga dan umbi serta tinggi mencapai dua meter dengan tangkai
daun tegak, tumbuh dari tunas yang berasal dari umbi (Bermenjo dan
Leon, 2002). Menurut Animal Feed Resources Information System
(2005) taksonomi kimpul adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermathophyta (tumbuhan berbunga)
Sub Divisio
: Angiospermae (tumbuhan berbiji tertutup)
Kelas
: Monocotyledonae (tumbuhan berbiji tunggal)
Ordo
: Arales
Familia
: Araceae
Genus
: Xanthosoma
Spesies
: Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott.
7
Gambar 1. Tanaman Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) (Immadudin,
2014).
b. Morfologi
Kimpul atau Xanthosoma lebih besar daripada talas (C. esculenta) yang
salah satunya dikenal sebagai talas bogor. Perbedaan talas dengan
kimpul adalah dari segi umbi, bentuk daun dan letak tangkai daun.
Kimpul yang dimakan adalah umbi anaknya sedangkan talas yang
dimakan adalah umbi batangnya. Kimpul memiliki daun tunggal
berbentuk jantung, pangkal daunnya berlekuk dalam hingga mencapai
tangkai daun. Sedangkan talas mempunyai daun benberntuk perisai
yang
pangkalnya
berlekuk
sedemikian
sehingga
berbentuk
segitiga,panjang 25-27 cm, lebar 30-60 cm, dan berwarna hijau. Ciri
lain yang dimiliki oleh kimpul adalah batang tegak, tidak berkayu, dan
bulat (Kusumo et al., 2002).
c. Kandungan nutrisi
8
Bahan pangan lokal yang berpotensi memiliki indeks glikemik
rendah adalah umbi-umbian salah satunya adalah kimpul. Kimpul
digunakan oleh sebagian orang sebagai salah satu sumber karbohidrat
alternatif pengganti nasi bagi penderita diabetes.Menurut Sundari et al.
(2012) nilai indeks glikemik kimpul yang dikupas dan direbus selama
30 menit yaitu sebesar 50.
Umbi kimpul mengandung saponin dan flavonoid. Saponin
menyebabkan rasa pahit, pemecahan butir darah (hemolisis), dan dapat
dihilangkan dengan perendaman atau perebusan (Rita et al., 2010).
Kandungan kalori umbi kimpul per 100 g berat bahan basah sebesar
145 kalori, lebih tinggi dari ubi jalar merah. Setiap 100 g umbi kimpul
mengandug 2 mg vitamin C yang merupakan salah satu senyawa
antioksidan.
Tabel 1. Kandungan Gizi Umbi Kimpul per 100 g Berat Bahan
Kandungan nutrisi
Energi (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Serat (g)
Abu (%)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Asam askorbat (mg)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin (C (mg)
Air (%)
Bagian yang dapat dimakan (%)
Sumber : Lingga (1995)
Jumlah
145,00
12,50
0,40
34,20
1,50
1,00
26,00
54,00
1,40
0,10
0,10
2,00
69,20
85,00
9
Bobot dari kimpul yang dapat digunakan adalah 80% per 100
gram serta menghasilkan energi sebesar 145 Kal. Kandungan gula dan
lemaknya yang cukup rendah membuat kimpul cocok dikonsumsi oleh
pasien dengan diabetes, jantung osteoporosis dan hipertensi. Kimpul
juga baik untuk kesehatan gigi karena memiliki sifat basa sehingga
tidak merusak gigi (Minanto et al, 2014).
Pada tanaman kimpul terdapat senyawa antigizi berupa kalsium
oksalat yang dapat menimbulkan rasa gatal, sensasi terbakar dan iritasi
pada kulit, mulut, tenggorokan dan saluran cerna pada saat dikonsumsi
(Ayu et al, 2014). Konsentrasi asam oksalat dalam dosis tinggi bersifat
merusak karena dapat menyebabkan gastroenteritis, shok, kejang,
rendahnya kalsium plasma, tingginya oksalat plasma dan kerusakan
jantung. Efek kronis yang dapat disebabkan jika mengkonsumsinya
yaitu terjadi endapan kristal kalsium oksalat dalam ginjal dan mebentuk
batu ginjal (Bradbury and Halloway, 1988). Adapun dosis yang dapat
menyebabkan efek kronis adalah antara 10-15 gram (Noor, 1992),
sedangkan pada umbi kimpul kalsium oksalat yang terkandung masih
dibawah titik aman yaitu 1.83 mg dalam 100 gram bahan (Ayu et al,
2014).
Seluruh bagian dari tanaman kimpul mengandung senyawa
kristal kalsium oksalat mulai dari daun, tangkai daun, umbi sampai akar
umbi, sehingga bila terjadi kontak antara daun, tangkai, dan umbi segar
dengan kulit akan menyebabkan rasa gatal. Rasa gatal itu muncul
10
karena kristal oksalat terbebaskan dari tanaman dan masuk kedalam
kulit saat kontak langsung.
Pada saat ini pemanfaatan umbi kimpul belum banyak diketahui
oleh masyarakat, namun sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui kandungan dari kimpul dan cara pemanfaatannya. Kimpul
dapat dikembangkan sebagai penghasil karbohidrat non beras yang
cukup potensial(Revritiani et al, 2013).
2. Diabetes Melitus (DM)
a. Definisi
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai
dengan
hiperglikemia
yang
berhubungan
dengan
abnormalitas
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh
penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin, atau
keduanya
dan
menyebabkan
komplikasi
kronis
mikrovaskular
(Sukandar et al, 2008).
Dibetes melitus merupakan suatu sindroma klinik yang ditandai
oleh poliuria, polidipsia, dan polifagia. Dalam keadaaan hiperglikemia
yang berlangsug lama akan terjadi glukosuria, dimana batas maksimal
reabsorbsi glukosa pada tubulus ginjal terlampaui dan glukosa akan
diekskresikan ke dalam urin. Volume urin meningkat (poluria) akibat
terjadinya diuresi osmotik yang menyebabkan dehidrasi pada penderita
DM, maka tubuh berusaha mengatasinya dengan banyak minum
(polodipsia). Polifagia yang merupakan peningkatan rasa lapar dan
11
makan yang berlebihan terjadi karena katabolisme protein dan lemak.
Keadaan ini selain menyebabkan polifagia, juga menyebabkan
kelemahan otot dan rasa lelah (Carwin, 2008).
Pada penderita diabetes mellitus (DM) tubuh kekurangan insulin
atau tubuh sedikit menghasilkan insulin (DM tipe 1) atau insulin tetap
dihasilkan dalam jumlah yang normal (DM tipe 2), namun insulin yang
ada tidak bekerja dengan baik atau terjadi resistensi insulin karena
reseptor insulin pada membran sel berkurang atau strukturnya berubah
sehingga tidak tanggap terhadap insulin. Kondisi ini menyebabkan
glukosa yang masuk ke dalam sel berkurang. Akibatnya, sel kekurangan
glukosa sehingga kemungkinan tidak terjadi penimbunan glikogen.
Sebaliknya, akan terjadi mobilisasi cadangan glikogen di hati maupun
di otot untuk dikatabolisme menghasilkan glukosa dan dilepas ke
pembuluh
darah
sehingga
menyebabkan
kondisi
hiperglikemia
(Ratimanjari, 2011).
3. Terapi Farmakologis
Mekanisme kerja insulin
darah
dengan
menstimulasi
dalam menurunkan kadar glukosa
pengambilan
glukosa
perifer
dan
menghambat produksi glukosa hepatik (Sukandar et al, 2008). Terapi
insulin mutlak bagi penderita DM tipe 1 karena sel β Langerhans
pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi
insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe 1 harus
mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme
12
karbohidrat dalam tubuhnya dapat berjalan normal (Departemen
Kesehatan RI, 2005).
Insulin tersedia dalam bentuk injeksi melalui rute intravena,
intramuskular, dan subkutan. Rute subkutan paling banyak digunakan
untuk jangka panjang. Pemberian insulin tidak dapat diberikan melalui
oral karena dapat dipecah oleh enzim pencernaan. Kebutuhan insulin
pada pasien DM umumnya berkisar antara 5-150 U sehari bergantung
pada keadaan pasien (Suherman et al, 2007). Respon individual
terhadap terapi insulin cukup beragam, oleh karena itu penentuan jenis
dan frekuensi penyuntikan dilakukan secara individual (Departemen
Kesehata RI, 2005).
Jung et al., (2006) melaporkan resistensi insulin berkontribusi
terhadap peningkatan pelepasan glukosa di hati dan menurunkan
pengambilan (uptake) glukosa ke dalam jaringan adipose. Kondisi ini
justru akan menyebabkan terjadinya hiperglikemia dan kegagalan
pembentukan glikogen. Menurut Ramesh dan Pugalendi (2006), pada
tikus diabetes terjadi penurunan kadar insulin plasma, kadar glikogen
hati dan penurunan aktivitas enzim glukokinase.
4. Glibenklamid
Salah satu obat antidiabetik yang sering digunakan yaitu
glibenklamid. Mekanisme kerja glibenkamid yaitu dengan merangsang
sekresi hormon insulin dari granul sel-sel β Langerhans pankreas.
Interaksinya dengan ATP-sensitive K channel pada membran sel-sel β
13
menimbulkan depolarisasi membran dan keadaan ini akan membuka
kanal Ca. Dengan terbukanya kanal Ca, maka ion
akan masuk ke
dalam sel β kemudian merangsang granula yang berisi insulin dan akan
terjadi sekresi insulin. Pada penggunaan jangka panjang atau dosis yang
besar dapat menyebabkan hipoglikemia (Suherman, 2007).
Untuk mencapai kadar optimal di plasma, glibenklamid pada
manusia akan lebih efektif bila diminum 30 menit sebelum makan. Obat
ini cepat diserap dalam saluran pencernaan, memiliki waktu paruh
pendek, namun efek hipoglikemiknya berlangsung selama 12-24 jam,
sehingga cukup diberikan satu kali sehari. Sekitar 50% dari dosis
diekskresikan dalam urin dan 50% melalui empedu ke tinja. Dosis awal
untuk DM tipe 2 adalah 2,5-5 mg setiap hari, disesuaikan setiap 7 hari
dengan penambahan sebesar 2,5 atau 5 mg sehari sampai 15 mg per hari
(Suherman et al, 2007).
5. Streptozotocin
Diabetogenik seperti streptozotocin (STZ) dapat membangkitkan
oksigen reaktif yang apabila diinduksi ke dalam tubuh tikus model
dapat menyebabkan peningkatan ROS (Reactive Oxygen Species).
Peningkatan ROS pada sel beta pankreas dapat mengakibatkan
kerusakan sel beta pankreas yang menyebabkan penghambatan sintesis
insulin serta sekresi insulin sehingga mengakibatkan Diabetes Mellitus
Tipe 1 (Nugroho, 2006).
14
Streptozotocin memiliki rumus kimia (2-deoxy-2(3-(methyl-3nitrosoureido)-D-glucopyranose))
disintesis
oleh
Streptomycetes
acrhomogenes (Szkudelski, 2001) dan sering digunakan sebagai induksi
insulin-dependent dan non-insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM
dan NIDDM) pada hewan uji karena selektif merusak sel β pankreas
(Pathak et al., 2008). Streptozotocin bekerja langsung pada sel β
pankreas, dengan aksi sitotoksiknya dimediatori oleh reactive oxygen
species (ROS) sehingga dapat digunakan sebagai induksi DM.
Streptozotocin masuk ke sel β pankreas melalui glucose transporter
(GLUT2) dan akan menyebabkan alkilasi DNA. Alkilasi atau masuknya
gugus metil dari STZ ke dalam molekul DNA ini akan menyebabkan
kerusakan fragmentasi DNA (Elsner et al., 2000). Protein glycosylation
diduga sebagai faktor kerusakan yang utama.
Gambar 2. Struktur kimia streptozotocin
6. Pankreas
Pankreas tikus terletak pada rongga abdomen, memiliki
permukaan yang membentuk lobulasi, berwarna putih keabuan hingga
kemerahan (Frandson, 1992). Pankreas adalah organ majemuk,
campuran kelenjar endokrin dan eksokrin (Subowo, 1992; Junqueira,
15
1995; Arief, 2004) strukturnya mirip dengan kelenjar parotis. Namun
berbeda dengan kelenjar parotis yang saluran keluarnya menempel pada
tepi asinus, pankreas merupakan asinus serous murni dengan sel-sel
sentro acinus pada tengah asinus, karena duktus intralobularis mulainya
di tangah-tengah asinus (Halim, 1990). Dalam keadaan segar berwarna
merah pucat atau putih dengan simpai yang tidak jelas. Diliputi oleh
jaringan ikat yang jarang dan tipis dan membentuk septa ke dalam
sehingga membagi kelenjar dalam lobulus yang nyata. Jaringan
pankreas terdiri dari lobula sel sekretori yang tersusun mengitari saluran
halus (Pearce, 2000). Pankreas merupakan campuran kelenjar eksokrin
berupa asinus serous dan endokrin berupa pulau langerhans (Junqueira,
1995).
a. Eksokrin pankreas
Eksokrin pankreas mensekresi enzim dan proenzim sebagai
berikut: tripsinogen, kemotripsinogen yang memecah protein,
lipase yang menghidrolisis lemak netral menjadi gliserol dan asam
lemak, amilase
yang menghidrolisis tepung dan karbohidrat
lainnya ribonuklease, dan deoksiribonuklease (Tambajong, 1995).
Pengaturan enzim pankreas diatur oleh hormon sekretin dan
kolesitokinin, yang dihasilkan oleh mukosa duodenum; serta
nervus vagus. Sekretin menimbulkan sekresi cairan dalam jumlah
16
besar, sedikit protein, non enzimatik, dan kaya akan bikarbonat
(Junqueira, 1995).
b. Endokrin pankreas
Pulau langerhans adalah mikroorgan endokrin multihormon dari
pankreas, menempati 20% volume pankreas. membentuk 1-2%
berat pankreas (Ganong, 1995). Pulau langerhans tampak sebagai
kelompok sel berbentuk bulat, pucat, dikelilingi simpai halus, tidak
memiliki
saluran,
dengan
banyak
pembuluh
darah
untuk
penyaluran hormon kelenjar pankreas. Pulau-pulau kecil sel
endokrin ditemukan berselang-seling diantara sel
eksokrin
pankreas (Ganong ,1995). Simpai serat-serat retikulin halus
mengelilingi setiap pulau langerhans dan memisahkannya dari
eksokrin pankreas yang berdekatan (Junqueira, 1995). Semua sel
dalam pulau berbentuk poligonal tak teratur, dengan inti bundar di
tengah, mitokondria kecil berbentuk batang dan aparat golgi kecil
(Leeson, 1990).
17
Gambar 3.Penampang Melintang Pulau Langerhans Pankreas Tikus
dengan Pewarnaan Chromium Hematoxylin Gomori
(Prakoso et al., 2013). Ket: (
)= sel beta, (
)= sel
alfa
Pengamatan struktur histologi pankreas mencit normal
menunjukkan sel-sel endokrin ini ketika diwarnai menggunakan
Chromium Hematoxylin Gomori akan dapat dibedakan antara sel alfa
dan sel betanya, sel beta terpulas biru, sel alfa terpulas merah, dan sel
gamma terpulas merah muda (Mc.Mannus, 1960). Gambar histologi
pankreas dengan pewarnaan Chromium Hematoxylin Gomori dapat
dilihat pada Gambar 3 halaman 16.
Gambar 4. Penampang Melintang Pulau Langerhans Pankreas Tikus
dengan Pewarnaan Imunohistokimia (Dewi et al., 2011)
Ket: (
)= sel beta.
Sel β yang terdeteksi dengan pewarnaan immunohistokimia
ditunjukkan dengan gambar sel yang berwarna coklat tua pada pulau
18
Langerhans sedangkan sel lainnya berwarna biru. Warna biru didapat
dari counterstain menggunakan pewarna hematoksilin yang mewarnai
sel-sel pankreas selain dari sel β yang berwarna coklat yang terwarnai
dengan immunohistokimia, seperti yang terlihat pada gambar 3.
Setiap sel mensekresi hormon yang berbeda. Sel beta
mensekresi insulin (Guyton, 1997) yang bekerja terhadap membran sel
(terutama hati dan otot), memudahkan transpor glukosa ke dalam sel
sehingga kadar glukosa darah turun. Sel beta ini sesungguhnya
mensintesis proinsulin yang dalam aparatus golgi dipecah menjadi
insulin dan peptida C. Pelepasan insulin dirangsang oleh kadar glukosa
darah (Leeson et al, 1996). Sel alfa membentuk glukagon yang
pelepasannya dirangsang oleh kadar glukosa darah yang rendah.
Glukagon menyebabkan pelepasan glukosa (terutama dalam hati)
melalui proses glukoneogenesis dan glikogenolisis, jadi menaikkan
kadar glukosa darah. Sel delta menghasilkan somatostatin yang dapat
menghambat sekresi insulin dan glukagon, serta Vasoactive Intestinal
Peptide (VIP), yang seperti glukagon menyebabkan lisis glukagon dan
berpengaruh pula terhadap aktivitas sekretoris usus (Guyton, 1997,
Lesson et al, 1996). Sel beta sering tetap ada pada orang yang
menderita diabetes berat, tetapi sel-sel ini mengalami hialinisasi
(organel-organel sel mengalami lisis sehingga sel tampak jernih) dan
tak mengandung granula sekresi, juga sel-sel ini tidak menunjukkan
reaksi pewarnaan untuk insulin, berbeda dengan sel beta normal yang
19
memberikan reaksi pewarnaan untuk insulin (Guyton, 1997).Malfungsi
sel β menyebabkan diabetes melitus. Kondisi ini termanifestasi dengan
hiperglikemia dan glikosuria (Paulsen, 2000).
Kondisi morfologi pulau Langerhans pada diabetes tipe 2 secara
detail diteliti oleh DENG et al. (2004). Hasilnya dilaporkan bahwa pada
keadaan normal, jumlah sel beta diperkirakan 65% dan sel alpha 35%.
Pada tikus diabetes derajat sedang, ditemukan hampir 67% pulau
Langerhans berdiameter kurang dari 150 μm, sedangkan pada tikus
normal jumlah pulau Lengerhans yang berdiameter lebih dari 150 μm
sekitar 50%. Selain terjadi perubahan pada ukuran, dan bentuk juga
terjadi fragmentasi pulau Langerhans. Pada kondisi diabetes derajat
sedang, jumlah sel beta secara nyata berkurang bahkan pada diabetes
parah sel beta tidak ditemukan namun sel alpha masih ditemukan di
bagian perifer pulau Langerhans.
7. Histopatologi
a. Degenerasi
Degerasi sel atau kemunduran sel adalah kelainan sel yang terjadi
akibat cedera ringan yang mengenai struktur dalam sel seperti
mitokondria dan sitoplasma akan mengganggu proses metabolisme
sel. Kerusakan ini sifatnya reversibel artinya bisa diperbaiki apabila
penyebabnya segera dihilangkan. Apabila tidak dihilangkan, maka
kerusakan menjadi ireversibel, dan sel akan mati. Penyebab
degenerasi diantaranya yaitu kekurangan oksigen, kekurangan nutrisi,
20
infeksi sel, respon imun yang abnormal, faktor fisik (suhu, radiasi,
trauma, dan bahan-bahan kimia beracun), cacat/kegagalan, serta
penuaan.
b. Nekrosis
Nekrosis merupakan salah satu pola dasar kematian sel. Nekrosis
terjadi setelah suplai darah hilang atau setelah terpajan toksin dan
ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan kerusakan
organel. Hal ini dapat menyebabkan disfungsi berat jaringan (Kumar;
Cotran & Robbins, 2007. Pada nekrosis, perubahan terutama terletak
pada inti. Memiliki tiga pola, yaitu (Lestari, 2011) piknosis
merupakan pengerutan inti, homogenisasi sitoplasma dan peningkatan
eosinofil, DNA berkondensasi menjadi massa yang melisut padat.
Karioreksis Inti terfragmentasi (terbagi atas fragmen-fragmen) yang
piknotik serta kariolisis yaitu pemudaran kromatin basofil akibat
aktivitas DNAse.
Macam-macam nekrosis:
1. Nekrosis koagulatif
Terjadi akibat hilangnya secara mendadak fungsi sel yang
disebabkan oleh hambatan kerja sebagian besar enzim. Enzim
sitoplasmik hidrolitik juga dihambat sehingga tidak terjadi
penghancuran sel (proses autolisis minimal). Akibatnya struktur
jaringan yang mati masih dipertahankan, terutama pada tahap awal
(Sarjadi, 2003).
21
Terjadi pada nekrosis iskemik akibat putusnya perbekalan darah.
Daerah yang terkena menjadi padat, pucat dikelilingi oleh daerah
yang hemoragik. Mikroskopik tampak inti-inti yang piknotik.
Sesudah beberapa hari sisa-sisa inti menghilang, sitoplasma
tampak berbutir, berwarna merah tua. Sampai beberapa minggu
rangka sel masih dapat dilihat (Pringgoutomo, 2002).
2. Nekrosis likuefaktif (colliquativa)
Perlunakan jaringan nekrotik disertai pencairan. Pencairan
jaringan terjadi akibat kerja enzim hidrolitik yang dilepas oleh sel
mati, seperti pada infark otak, atau akibat kerja lisosom dari sel
radang seperti pada abses (Sarjadi, 2003).
3. Nekrosis kaseosa (sentral) Bentuk campuran dari nekrosis
koagulatif dan likuefaktif, yang makroskopik teraba lunak kenyal
seperti keju, maka dari itu disebut nekrosis perkejuan. Infeksi
bakteri tuberkulosis dapat menimbulkan nekrosis jenis ini (Sarjadi,
2003). Gambaran makroskopis putih, seperti keju didaerah
nekrotik sentral. Gambaran mikroskopis, jaringan nekrotik
tersusun atas debris granular amorf, tanpa struktur terlingkupi
dalam cincin inflamasi
granulomatosa,
arsitektur jaringan
seluruhnya terobliterasi (tertutup) (Kumar; Cotran & Robbins,
2007).
4. Nekrosis lemak
22
Nekrosis lemak traumatik terjadi akibat trauma hebat pada daerah
atau jaringan yang banyak mengandung lemak (Sarjadi, 2003).
Sedangkan nekrosis lemak enzimatik merupakan komplikasi dari
pankreatitis akut hemorhagika, yang mengenai sel lemak di sekitar
pankreas, omentum, sekitar dinding rongga abdomen. Lipolisis
disebabkan oleh kerja lypolyticdan proteolytic
pancreatic
enzymesyang dilepas oleh sel pankreas yang rusak (Sarjadi, 2003).
5. Nekrosis fibrinoid
Nekrosis ini terbatas pada pembuluh darah yang kecil, arteriol,
dan glomeruli akibat penyakit autoimun atau hipertensi maligna.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan nekrosis dinding
pembuluh darah sehingga plasma masuk ke dalam lapisan media.
Fibrin terdeposit disana. Pada pewarnaan hematoksilin eosin
terlihat masa homogen kemerahan (Sarjadi, 2003).
c.
Kerangka Berpikir
Jumlah penderita diabetes di Indonesia semakin meningkat setiap tahun,
salah satunya disebabkan pola konsumsi masyarakat di Indonesia yang tidak
memperhatikan komposisi dan bahaya dari makanan yang mereka konsumsi.
Hal ini mengakibatkan kenaikan glukosa dalam darah. Oleh karena itu
masyarakat Indonesia membutuhkan pangan yang memiliki indeks glikemik
rendah untuk mengatasi penyakit diabetes tersebut salah satunya yaitu umbi
kimpul.
23
Menurut Imaduddin (2014) kimpul dapat memperbaiki kerusakan
struktur sel-sel pulau Langerhans pankreas mencit hiperglikemik. Penelitian
ini melanjutkan penelitian sebelumnya dengan menggunakan tikus putih
jantan yang diinduksi streptozotocin (STZ) untuk kemudian diamati
pankreasnya khususnya sel beta didalam pulau langerhansnya dengan
pewarnaan Imunohistokimia dan Chromium Hematoxylin Gomori.
Jumlah penderita diabetes semakin meningkat
Peningkatan kebutuhan pangan yang dapat menurunkan glukosa
darah bagi penderita diabetes
Umbi kimpul dapat memperbaiki kerusakan struktur sel-sel pulau
Langerhans pankreas mencit hiperglikemik (Imaduddin, 2014)
Umbi kimpul diberikan pada tikus putih jantan yang diinduksi
STZ.
Pengukuran kadar glukosa
darah tikus putih jantan
dengan metode GOD-PAP.
Pengamatan pulau langerhans
untuk mengetahui gambaran
sel beta yang menghasilkan
hormon insulin dengan
pewarnaan imunohistokimia
dan Chromium hematoxylin
Gomori
Gambar 5. Bagan Kerangka Berpikir
24
d. Hipotesis
1. Jumlah sel beta paling banyak pada pankreas tikus putih jantan yang
diberikan kimpul dilihat dengan pewarnaan imunohistokimia dan
pewarnaan Chromium Hematoxylin Gomori .
2. Pada tikus dengan perlakuan pemberian kimpul dapat dibedakan antara
sel alfa, sel beta, dan sel delta. Sel alfa terdeteksi berwarna merah, sel
beta biru, dan sel delta merah muda dengan pewarnaan Chromium
Hematoxylin Gomori.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret sampai April2016 di
Laboratorium Biologi Fakultas MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam) UNS, Laboratorium Histologi dan Laboratorium Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran UGM dan LPPT (Laboratorium Penelitian dan
Pengujian Terpadu) UGM.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu satu set alat bedah,
gelas benda, gelas penutup, mikrotom,mikroskop cahaya, kamera, staining
jar, water bath,
sonde, kandang tikus, tempat minum tikus, timbangan
elektrik, panci, kompor, pipet, kertas label, hot plate, jarum suntik, disposible
syringe, spektrofotometer UV-Vis, tabung ependorf, sentrifuge, mikropipet,
dan almari pendingin.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih
jantan (Rattus norvegicus) Strain.Wistar jantan bobot 150-250 gram kurang
lebih berumur 3 bulan, umbi kimpul, pankreas, aquades, eter, NaCl 0,9 %,
kertas saring
Whatman
No.1, gibenklamid, dan beberapa bahan untuk
pewarnaan preparat mikroanatomi(fiksatif Bouin, alkohol, xylol, parafin,
pewarna, pewarna Chromium Hematoxylin Gomori (larutan bisulfite, phloxin
B, larutan potassium permanganate, larutan PTA (Potassium Acid), pewarna
chromium hematoxylin), pewarna Imunohistokimia (buffer formalin, antibodi
25
26
primer monoklonal anti insulin, antibodi sekunder, diamino benzidine (DAB),
hematoxylin),entellan, alkohol bertingkat, CMC-Na 1%, pereaksi GOD PAP
(Glucose Oxidase Phenol 4-Aminoantipyrine).
C. Cara Kerja
1. Persiapan Hewan Uji
Tikus diaklimatisasi selama 7 hari di laboratorium, diberi pakan
pelet dan air minum secara ad libitum. Aklimatisasi bertujuan agar tikus
beradaptasi dengan lingkungan baru dan meminimalisasikan efek stres
pada tikus yang dapat berpengaruh pada metabolismenya dan dapat
mengganggu penelitian.Selama aklimatisasi ini hewan uji (tikus)
ditimbang berat badannyauntuk menentukan dosis yang akan diberikan
pada saat perlakuan. Tikus yang digunakan dalam penelitian adalah tikus
yang sehat dengan tanda-tanda bulu tidak berdiri, warna putih bersih, mata
jernih, tingkah laku normal, dan mengalami peningkatan berat badan
dalam batas waktu yang diukur secara rutin. Pemberian umbi kimpul
sebagai perlakuan dilakukan secara ad libitum.
2. Induksi Diabetes dengan Streptozotocin (STZ)
Kadar
glukosa
darah
ditingkatkan
dengan
menggunakan
streptozotocin (STZ) pada hewan uji dengan dosis 40mg/kg BB secara
interaperitonial (Susilawati et al, 2014). Induksi diabetes diambah dengan
pemberian makan berupa nasi. Pada uji potensi hipoglikemik, hewan uji
dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan, setiap kelompok terdiri dari 5 ekor
tikus. Kelompok perlakuan sebagai berikut:
27
a. Kelompok I: diberi pakan pelet dan pelarut glibenklamid (Na CMC).
b. Kelompok II (kontrol positif): diberi glibenklamid. Glibenklamid
diberikan dalam bentuk suspensi dengan CMC sesuai dosis efektif pada
manusia, yaitu 5 mg, yang dikonversikan berdasarkan konversi Paget
dan Barnes (1964), yaitu dosis untuk setiap 200 g bb tikus setara
dengan 0,018 kali dosis manusia dan dikalikan faktor farmakokinetika
10, sehingga dosis yang digunakan adalah 0,9 mg/200g bb
tikus.Pengukuran glukosa darah dilakukan sebanyak 5 kali, yaitu hari
ke-0 (sebelum perlakuan), pasca pemberian aloksan selama 10 hari, hari
ke-1, hari ke-3, hari ke-6, dan hari ke-9.
c. Kelompok III: diberi umbi kimpul ad libitum.
Pengukuran glukosa darah dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu hari
ke-0 (sebelum perlakuan), pasca pemberianstreptozotocin selama 10
hari, hari ke-1, hari ke-3, hari ke-6, dan hari ke-9. Pengambilan sampel
darah dilakukan dengan menggunakan pipet hematokrit melalui vena
retrorbital.
3. Pengukuran Kadar Glukosa Darah dengan Metode GOD-PAP
Pengambilan darah dilakukan tiap akhir tahap melalui vena
retroorbital dengan pipet hematokrit. Kadar glukosa darah serum
ditentukan dengan metode GOD-PAP. Prinsip kerjanya adalah glukosa
dioksidasi oleh enzim glukosa oksidase menghasilkan asam glukonat dan
H2O2. Selanjutnya H2O2 direaksikan dengan amynophenasone dan
phenol dengan bantuan enzim peroksidase menghasilkan quinoneimine.
28
Warna yang dihasilkan dihitung absorbansinya, kemudian dihitung
konsentrasi glukosanya dengan rumus :
Kadar glukosa (mg/dL) =
× konsentrasi standar
Langkah kerjanya yaitu . Volume darah yang diambil ±1 ml kemudian
ditampung dalam tabung plastik dan dibiarkan membeku agar serum memisah
dengan sel-sel darah. Agar serum memisah dengan sempurna, darah yang
ditampung dalam tabung plastik di sentrifuge selama 15 sampai 20 menit dengan
kecepatan 2500 rpm. Serum yang telah memisah disimpan dalam kulkas pada
suhu 2–8°C agar tidak rusak selama penyimpanan. Setelah itu ukur kadar
glukosanya dengan cara 10 µl serum ditambah campuran pereaksi Diasys
sebanyak 1000 µl kemudian divortek 1 menit agar campur sempurna, setelah
dibiarkan selama 20 menit pada suhu kamar 25-28°C absorbansi dibaca dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 500 nm dan dihitung kadar
glukosa darah (mg/dL) (Baroroh et al, 2011).
4. Pembuatan Preparat Histologi
a. Pembuatan preparat Imunohistokimia
Proses pembuatan preparat imunohistokimia diawali dengan organ
(pankreas) yang difiksasi dengan buffer formalin, fiksasi dilakukan selama
1-3 hari. Organ yang telah difiksasi di bersihkan (washing) dengan alkohol
70%. Kemudian organdidehidrasi dengan merendamnya kedalam alkohol
70 %, 80%, 90%, 95%, alkohol absolut, selanjutnya sediaan diclearing
dengan memasukkan sediaan ke dalam toluol over night. Selanjutkan
sediaan di infiltrasi dengan xilol parafin 1:1 selama 60 menit, parafin I 60
menit, parafin II 60 menit. Proses selanjutnya adalah penyelubungan
29
(embedding) dan pencetakan (blocking) parafin cair. Hasil cetakan yang
sudah mengeras dikeluarkan dari cetakan dan blok yang diperoleh dapat
disimpan setelah over night. Proses pemotongan (sectioning) sediaan
menggunakan mikrotom dengan ketebalan 6 μm hingga terbentuk coupes.
Selanjutnya Coupes diletakkan di atas gelas benda (affixing) yang
sebelumnya dioles dengan Mayers albumin kemudian ditetesi air untuk
mencegah terjadinya lipatan pada pita dan diletakkan di atas hot plate,
deikeringkan overnight (Suntoro, 1983).
Pewarnaan (staining) dimulai dengan mensterilkan gelas objek
dengan ultrasoniccleaner menggunakan larutan alkohol 70% selama 20
menit kemudian dipindahkan ke dalam larutan DW1, DW2, dan DW3
selama masing-masing 20 menit. Setiap pergantian, DW yang telah
dipakai harus diganti baru. Setelah gelas objek steril, selanjutnya dilem
dengan neofren. Kemudian dilanjutkan dengan proses deparafinisasi dan
rehidrasi seperti pada pewarnaan Hematoksilin Eosin, kemudian dilakukan
penghilangan aktivitas enzim peroksidase endogen dengan 0,3 ml H2O2
didalam methanol 30 ml dalam suhu ruang dan direndam selama minimal
15 menit. Sediaan jaringan kemudian dicuci dengan menggunakan DW
sebanyak dua kali, masing-masing 5 menit lalu dicuci dengan Phosphate
Buffer Saline (PBS) sebanyak dua kali, masing-masing 5 menit.
Sediaan jaringan ditetes dengan normal serum sebanyak 60 μl,
diinkubasi pada suhu 37ËšC selama 60 menit, kemudian dicuci kembali
dengan PBS sebanyak tiga kali masing-masing
selama 5 menit
30
selanjutnya diinkubasi dalam antibodi monoklonal insulin (SigmaI2018)
sebanyak 60 μl normal serum pada suhu 4ËšC selama 24 jam. Sediaan
dicuci lagi dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing selama 10 menit,
kemudian berikutnya diinkubasi dalam antibody sekunder menggunakan
DEPS (Dako Envision Peroksidase System) sebanyak 60 μl normal serum
pada suhu 37ºC selama 60 menit. Sediaan dicuci kembali dengan PBS
sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit. Tahap terakhir adalah
mounting dengan canada balsam.
b. Pembuatan preparat Chromium Hematoxylin Gomori
Pembuatan preparat Chromium Hematoxylin Gomori diawali
dengan proses fiksasi menggunakan bouin.Organ pankreas yang telah
difiksasidiwashing dengan alkohol 70%. Proses selanjutnya organ
didehidrasi dengan cara direndam ke dalam alkohol 70 %, 80%, 90%, 95%,
dan alkohol absolut, kemudian organ diclearing dengan memasukkan ke
dalam toluol selama over night. Organ di infiltrasi dengan xilol parafin
(1:1) selama 60 menit, parafin I 60 menit dan parafin II 60 menit.
Selanjutnya organ diinfiltrasi yaitu memasukkan organ ke dalam parafin
cair. Sediaan yang telah diinfiltrasi ditanam dalam cetakan blok parafin
(embedding).Hasil cetakan yang sudah mengeras dikeluarkan dari cetakan
dan blok yang diperoleh disimpan selama over night. Proses pemotongan
(sectioning) dilakukan dengan memotong blok parafin menggunakan
mikrotom dengan ketebalan 6 μm hingga terbentuk coupes. Coupes yang
terbentuk diletakkan di atas gelas benda yang sebelumnya sudah
31
diolesiMayers albumin kemudian ditetesi air untuk mencegah terjadinya
lipatan pada pita dan diletakkan di atas hot plate dan dikeringkan
selamaovernight (Suntoro, 1983).
Sediaan
yang
sudah
didiamkan
selama
overnight
selanjutnyadirendamdalam larutan potassium permanganate selama 4
menit, kemudian sediaandi rendam lagi dalamlarutan bisulfite sampai irisan
jaringan tidak berwarna. Sediaan dicuci dengan air mengalir selama 2
menit, jaringan yang sudah tidak berwarna direndam ke dalam larutan
Chromium hematoxylin sampai granula terpulas selama 3-5 menit, pada
tahap ini sediaan harus selalu dilihat dibawah mikroskop.
Sediaan dicuci dengan air mengalir sampai berwarna biru muda,
selanjutnya dimasukkan kedalam larutan phloxin B selama 5 menit dan
dicelup kedalam aquades. Selanjutnya sediaan dimasukkan kedalam larutan
PTA selama 2 menit. Setelah sediaan masuk ke dalam larutan PTA, sediaan
dicuci dengan air mengalir selama 5 menit. Kemudian masuk ke tahap
diferensiasi dalam alkohol 95% sampai warna kontras antara sel alfa, sel
beta yang terdapat didalam insula Langerhans, dilanjutkanproses dehidrasi
dengan mencelupkan sediaan ke dalam alkohol absolut beberapa kali,
kemudian sediaan dijernihkan (clearing) dalam xylol. Tahap terakhir
adalah mounting dengan canada balsam.
5. Perhitungan sel β pankreas
32
Perhitungan sel-sel beta pankreas dilakukan per-lapang pandang
pada perbesaran 400x. Pengamatan terhadap pewarnaan imunohistokimia
adalah menghitung rata-rata jumlah sel beta pankreas, yang dihitung dari
10 pulau Langerhans per sediaan dengan memakai 3 sediaan per kelompok
(Suarsana et al, 2010) serta mengamati gambaran histologi dan kerusakan
pankreas dengan pewarnaan Chromium Hematoxylin Gomori.
D. Analisis data
1. Data kualitatif diperoleh dengan mengamati preparat irisan pankreas tikus
putih jantan pada bagian pulau langerhansnya, dihitung jumlah sel betanya
(pewarnaan imunohistokimia), serta membedakan sel alfa, sel beta, sel
gamma dan kerusakan selnya (pewarnaan chromium hematoxylin gomori),
kemudian dibandingkan pada masing-masing perlakuan.
2. Data kuantitatif diperoleh dengan menghitung jumlah sel beta pankreas
dan mengukur kadar glukosa darah pada masing-masing kelompok
perlakuan, untuk menguji perbedaan kadar gula darah setelah diberikan
pembeban glukosa dan grup perlakuan digunakan Analysis Of Variance
(ANOVA) jika terdapat beda nyata dilanjutkan dengan pengujian DMRT
(Duncan Multiple Range Test) pada taraf signifikansi 5%.
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Histopatologi pankreas dengan pewarnaan Chromium Hematoxylin
Gomori
Pewarnaan Chromium Hematoxylin Gomori dilakukan untuk melihat
morfologi secara umum dari jaringan pankreas. Hasil pewarnaan Chromium
Hematoxylin Gomori dapat dibedakan antara sel alfa, sel beta, dan sel delta.
Menurut Erwin, dkk (2012), berdasarkan pewarnaan Gomori, sel beta terlihat
berwarna biru dan sel alfa terlihat berwarna merah.
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa kelompok perlakuan pelarut
glibenklamid (Na CMC) menunjukkan sedikitnya sel beta pankreas, dan disertai
dengan kerusakan sel beta. Hal ini dapat terjadi karena tikus dalam kondisi
diabetes sehingga sel beta pankreas mengalami kerusakan dan tidak dapat
memproduksi insulin. Menurut Erwin, et al (2012) Peningkatan persentase jumlah
sel beta yang mengalami nekrosis menunjukkan kerusakan pada sel beta yang
berakibat menurunnya sekresi insulin sehingga menimbulkan DM. Hal ini tidak
berbeda nyata pada kondisi kelompok perlakuan glibenklamid, kedua kelompok
mengalami kondisi yang sama. Selain jumlah sel beta yang sedikit dan kerusakan
sel juga dapat dilihat ukuran pulau Langerhans yang kecil.
Kondisi morfologi pulau Langerhans pada diabetes tipe 2 secara detail
diteliti oleh Deng, et al (2004) dalam Seungbum et al, (2007) bahwa kelenjar
endokrin pankreas tersusun atas pulau langerhans yang merupakan cluster yang
tersebar di sepanjang kelenjar eksokrin pankreas. Unit endokrin yang disebut
33
34
sebagai pulau langerhans memiliki 4 macam sel yaitu sel alfa, sel beta, sel delta,
dan sel PP (Polipeptida pankreas).
Tabel 2. Rata-rata jumlah sel β Pankreas pada Pulau Langerhans
Kelompok
Jumlah sel β di pulau Langerhans (buah)
K1
16,3±
K2
20,0±
K3
49,5±
Keterangan: Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata
(p<0,05).
Dalam keadaan normal, jumlah sel beta diperkirakan 65% dan sel alpha
35%. Pada tikus diabetes derajat sedang, ditemukan hampir 67% pulau
Langerhans berdiameter kurang dari 150 μm, sedangkan pada tikus normal jumlah
pulau Lengerhans yang berdiameter lebih dari 150 μm sekitar 50%. Selain terjadi
perubahan pada ukuran, dan bentuk juga terjadi fragmentasi pulau Langerhans.
Pada kondisi diabetes derajat sedang, jumlah sel beta secara nyata berkurang
bahkan pada diabetes parah sel beta tidak ditemukan, namun sel alpha masih
ditemukan di bagian perifer pulau Langerhans. Menurut Guyton et al (2006),
Kerusakan sel beta Langerhans pankreas menyebabkan gangguan sintesis insulin.
Insulin memegang peranan penting dalam pengaturan glukosa darah, kekurangan
insulin menyebabkan terjadinya hiperglikemia.
Pada kelompok perlakuan umbi kimpul menunjukkan adanya produksi sel
beta pankreas yang lebih banyak dibandingkan kedua kelompok lainnya. Dengan
jumlah sel beta yang banyak tersebar di area pulau Langerhans memungkinkan
35
produksi insulin yang optimal. Menurut Erwin, et al (2012), Peningkatan jumlah
sel beta Langerhans dapat terjadi akibat kemampuan tubuh untuk meregenerasi sel
beta yang rusak. Regenerasi sel beta yang rusak diawali dengan perbaikan sel-sel
beta dan pembelahan sel beta yang baru (mitosis). Penurunan proporsi nekrosis sel
beta terjadi secara bertahap.
Hasil pewarnaan Chromium hematoxylin gomori pada potongan jaringan
pankreas pada Gambar 6 terlihat bahwa K1 susunan sel endokrin tidak teratur,
mengalami perubahan struktur morfologi dan ditemui sedikit sel endokrin dan
banyak yang mengalami perubahan degenerasi sel endokrin yang menuju nekrosa
sel. Hal ini disebabkan induksi STZ yang merusak sel endokrin khususnya sel
beta pankreas. Pada diabetes muda umumnya beberapa sel beta menunjukkan
degranulasi lengkap dan sitoplasma yang kosong (Cooperstein, 1981).
36
A
B
C
Gambar 6. Gambaran Histologi Pulau Langerhans Pewarnaan Chromium
Hematoxylin Gomori A= K1 (Na CMC), B= K2 (Glibenklamid),
C= K3 (Kimpul). Ket: (
)= sel alfa(
)= sel beta, (
)= sel
delta.
Perubahan juga terlihat pada K2, pada kelompok ini terjadi degenerasi sel
endokrin terlihat pada intinya berubah bentuk menjadi polimorf (tidak seragam).
Perubahan yang terjadi digambarkan dalam bentuk perubahan inti sel endokrin
menjadi lebih kecil (piknotik) bahkan ada yang menghilang. Namun pada K2
37
jumlah sel beta lebih banyak dibandingkan pada K1. Hal ini menunjukkan bahwa
glibenklamid dapat meregenerasi sel beta meskipun masih banyak yang
mengalami degenerasi, sedangkan pada K3 menunjukkan sel beta yang banyak
tersebar di dalam pulau langerhans, menunjukkan sel endokrin yang mulai
melakukan regenerasi menuju bentuk normal, walapun masih banyak ditemukan
beberapa sel endokrin yang mengalami degenerasi.
B. Histopatologi pankreas dengan pewarnaan imunohistokimia
Pada penelitian ini dilakukan tiga perlakuan yaitu perlakuan kontrol negatif
(Na CMC), perlakuan glibenklamid, dan perlakuan umbi kimpul. Dari ketiga
perlakuan diamati pulau langerhans serta sebaran sel β pankreasnya dari preparat
yang telah dibuat dengan menggunakan pewarnaan imunohistokimia.
Menurut Kim et al (2007) pada tikus dewasa, sebaran sel-sel β pada pulau
langerhans berada ditengah-tengah, sementara sel-sel lainnya seperti sel alfa, sel
delta, dan sel PP tersebar dibagian perifer. Hal ini sesuai dengan hasil yang
ditunjukkan pada Gambar 7, sel β tersebar di tengah-tengah dan sel alfa, sel delta
tersebar di bagian perifer. Hasil pengamatan jumlah sel-sel β dari pewarnaan
imunohistokimia disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 menunjukkan hasil uji statistik terhadap jumlah sel β pankreas
yang terdapat di dalam pulau Langerhans dari tiga lapang pandang. Dari hasil uji
menunjukkan bahwa kelompok dengan perlakuan umbi kimpul memiliki jumlah
sel β pankreas yang paling banyak, menurut penelitian yang dilakukan oleh
Immadudin (2015) bahwa struktur histologi pankreas pada mencit hiperglikemik
yang
diberi
umbi
kimpul
menunjukkan
perbaikan
pada
pulau-pulau
38
Langerhansnya. Perbaikan tersebut meliputi sel endokrin pada pulau Langerhans
yang mulai melakukan regenerasi menuju bentuk normal, walaupun masih
ditemukan beberapa sel endokrin yang mengalami degenerasi.
Tabel 3. Rata-rata jumlah sel β Pankreas pada Pulau Langerhans
Kelompok
Jumlah sel β di pulau Langerhans (buah)
K1
15,5±
K2
22,5±
K3
70,5±
Keterangan: Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata
(p<0,05).
Pada kelompok yang diberi perlakuan pelarut glibenklamid (Na CMC) dan
glibenklamid memiliki jumlah sel β pankreas yang tidak berbeda signifikan hal ini
menunjukkan bahwa banyak sel β yang mengalami kerusakan akibat pemberian
STZ dan tidak ada induksi untuk memperbaiki sel dalam keadaan diabetes
tersebut. Menurut Ressang (1963), perubahan-perubahan pada sel-sel yang
ditimbulkan oleh zat-zat yang mempunyai efek sitotoksik yakni pengecilan pulaupulau Langerhans pankreas, pengurangan jumlah sel beta dan degranulasi. Salah
satu mekanisme streptozotocin menyebabkan terjadinya DM berkaitan dengan
pembentukan radikal bebas diantaranya NO, O2, dan H2O2 yang dapat
menyebabkan fragmentasi DNA sel akibat sitotoksik streptozotocin. Radikal
bebas memiliki waktu paruh yang sangat pendek hanya dalam satuan mikrodetik
(Utomo et al., 1991). Oleh karena itu, radikal bebas sangat reaktif dan dapat
menimbulkan kerusakan di berbagai bagian sel antara lain kerusakan membran
sel, protein, dan DNA.
39
Tabel 3. menunjukkan bahwa kelompok tikus sebagai kontrol negatif (KI)
mempunyai jumlah sel β pankreas paling sedikit dibandingkan dengan kelompok
dengan perlakuan glibenklamid (K2) dan kelompok dengan perlakuan umbi
kimpul (K3). Data ini menunjukkan bahwa sel β pada jaringan pankreas
mengalami kerusakan akibat induksi STZ. Kerusakan sel β yang tinggi dan sekresi
insulin menjadi sangat sedikit (Uray, 2009). Menurut Suarsana et al (2010),
kerusakan sel β menyebabkan produksi insulin berkurang sehingga ketika hormon
insulin dideteksi pada sel β menggunakan pewarnaan imunohistokimia, sel β
jumlahnya sangat sedikit.
Pada perlakuan kelompok tikus yang diberikan glibenklamid tidak berbeda
nyata dengan kelompok pertama, jumlah sel β juga sedikit dibandingkan dengan
sel β pada perlakuan umbi kimpul namun lebih banyak dibandingkan dengan
kelompok pertama, kemudian pada perlakuan kelompok yang diberikan umbi
kimpul terlihat bahwa jumlah sel β lebih banyak dari kelompok pertama dan
kelompok kedua. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi regenerasi sel β pulau
Langerhans pada kelompok perlakuan umbi kimpul.
Pengamatan terhadap potongan jaringan pankreas khususnya pada sel beta
yang diwarnai dengan imunohistokimia dilakukan secara deskriptif dengan
melihat populasi dan tampilan kadar reaksi Ag dan Ab sel beta yang mengalami
perubahan. Pengamatan dengan teknik pewarnaan imunohistokimia dapat terlihat
sel beta yang menghasilkan insulin dalam pulau Langerhans yang ditunjukkan
dengan sel yang sitoplasmanya terwarnai coklat yang tersebar diluar sel tersebut..
Pulau Langerhans didominasi oleh sel beta.
40
Hasil
pengamatan preparat yang ditunjukkan pada Gambar 7 dengan
menggunakan pewarnaan imunohistokimia menunjukkan bahwa pada kelompok
dengan perlakuan pelarut glibenklamid sel β pankreas terdeteksi sedikit
dibuktikan dengan kadar reaksi positif Ag terhadap Ab insulin pada sel beta yang
sedikit sehingga hormon yang diekspresikan juga sedikit. Menurut Kim, et al
(2007) sel lain yang berwarna biru didapakan dari counterstain menggunakan
pewarna hematosilin yang mewarnai sel-sel pankreas selain dari sel β
yang
berwarna coklat yang terwarnai dengan immunohistokimia. Hal ini menunjukkan
bahwa sel β pada jaringan pankreas mengalami kerusakan akibat induksi STZ,
tidak ada pengobatan yang dilakukan pada kelompok ini sehingga hormon insulin
sudah tidak dapat diproduksi oleh sel β pankreas. Kerusakan sel β yang tinggi dan
sekresi insulin menjadi sangat sedikit (Uray, 2009). Menurut Suarsana et al
(2010), kerusakan sel β menyebabkan produksi insulin berkurang sehingga ketika
hormon insulin dideteksi pada sel β menggunakan pewarnaan imunohistokimia,
hasil sel β jumlahnya sangat sedikit.
Penurunan ekspresi insulin dari sel beta Langerhans pankreas yang
imunoreaktif terhadap antibodi insulin menandakan berkurangnya sintesis insulin
oleh sel-sel tersebut, sehingga pemberian antibodi terhadap insulin (pewarnaan
imunohistokimia) hanya bereaksi dengan sel-sel yang masih menghasilkan
insulin. Penurunan sintesis insulin menandakan kerusakan sel beta Langerhans
pankreas oleh induksi streptozotocin. Streptozotocin adalah suatu senyawa
kombinasi
glukosamine
achromogenes,
dan
streptozotocin
nitrosouren
diproduksi
menimbulkan
toksik
oleh
Streptomycetes
dengan
menyebabkan
41
kerusakan pada DNA sel. Di dalam sel, streptozotocin serupa dengan glukosa
yang diangkut oleh protein pengangkut glukosa yaitu GLUT2, tapi tidak dikenali
oleh protein pengangkut glukosa lainnya (Schnedl et al., 2006).
A
B
C
Gambar
7.
Gambaran histopatologi pankreas dengan pengecatan
Imunohistokimia, pembesaran 400x. Sel β pankreas
menunjukkan immunoreaktif terhadap insulin. Ket: A = KI (Na
CMC), B = K2 (Glibenklamid), C = K3 (Umbi Kimpul),(
)
= menunjukkan reaksi positif Ag terhadap Ab insulin pada sel
beta yang berwarna coklat.
Pada perlakuan kelompok tikus yang diberikan glibenklamid tidak berbeda
nyata dengan kelompok pertama, sel β yang mengekspresikan insulin juga sedikit
42
dibandingkan dengan sel β pada perlakuan umbi kimpul namun lebih banyak
dibandingkan dengan kelompok pertama, kemudian pada perlakuan kelompok
yang diberikan umbi kimpul terlihat bahwa sebaran sel β yang mengekspresikan
insulin lebih banyak daripada kelompok pertama dan kelompok kedua, ekspresi
sel beta Langerhans pankreas yang imunoreaktif terhadap insulin sudah kembali
meningkat, akibat regenerasi sel beta Langerhans pankreas.
Tabel
4.
Pengamatan
Chromium
Hematoxylin
Gomori
dan
Imunohistokimia.
Kelompok
K1
(Pelarut
Glibenklamid/Na CMC)
Chromium Hematoxylin Imunohistokimia
Gomori
- Jumlah sel beta
- Sel- sel beta yang
pankreas paling
menunjukkan
sedikit.
reaksi positif Ag
- Sel
endokrin
terhadap
Ab
mengalami
insulin sel beta
perubahan bentuk
paling sedikit.
menjadi
tidak
seragam
- Terjadi
degenerasinekrosa sel.
K2 (Glibenklamid)
-
Jumlah sel beta
K3>K2>K1.
-
K3 (Umbi kimpul)
-
Sel beta paling
banyak
dibandingkan dua
kelompok lain
Terjadi regenerasi
sel beta.
-
-
-
Sel-sel beta yang
menunjukkan
reaksi positif Ag
terhadap
Ab
insulin
K3>K2
>K1
Sel-sel beta yang
menunjukkan
reaksi positif Ag
terhadap
Ab
insulin
lebih
banyak
dibandingkan dua
kelompok lain.
Terjadi regenerasi
sel beta
43
Hasil pengamatan Chromium Hematoxylin Gomori dan imunohistokimia
menunjukkan bahwa pemberian umbi kimpul dapat memperbaiki gambaran sel
endokrin dengan regenerasi sel beta pankreas dan penurunan glukosa darah dari
hari ke-3 sampai hari ke-9.
C. Pengaruh Pemberian Umbi Kimpul Terhadap Kadar Glukosa Darah
Hasil uji efek hiperglikemik umbi kimpul pada tikus yang diinduksi STZ
dipaparkan pada tabel5.
Tabel 5. Rataan kadar glukosa darah sebelum dan sesudah perlakuan
Perlakuan
Rata-rata kadar glukosa darah (mg/dl) ± SD
Hari
ke-1
Hari
ke-3
Hari
ke-6
Hari
ke-9
Na CMC
158,9 ± 11,5
347,6 ± 73,7
475,0 ± 20,7
266,1 ± 85,7
Glibenklamid
288,7 ± 44,8
369,7 ± 63,4
434,9 ± 51,9
273,3 ± 118,7
Kimpul (ad libitum)
249 ± 54,7
118,3 ± 37,0
83,5 ± 35,1
33,9 ± 3,6
Kadar glukosa darah saat hari ke-0 pada ketiga kelompok dinyatakan
normal, setelah diinduksi STZ pada kelompok kedua dan ketiga menunjukkan
kenaikan kadar glukosa dara yang drastis yaitu >200 mg/dl. Sedangkan pada
kelompok pertama kenaikan glukosa darahnya lebih rendah dibandingkan pada
kelompok pertama dan kedua hal ini disebabkan beberapa faktor diantaranya
karena pakan pelet yang diberikan setiap kelompok berbeda jumlahnya dan tidak
semua
kelompok
memakan
habis
pakannya,
sehingga
hal
ini
sangat
mempengaruhi jumlah karbohidrat yang masuk ke dalam tubuh yang
mempengaruhi kadar gula darah saat pengukuran kadar gula darah. Menurut
44
Wulandari (2010), kadar glukosa darah puasa normal pada tikus dalam rentang
antara 50-109 mg/dl dan tikus dalam keadaan hiperglikemik jika kadar glukosa
darahnya ≥109 mg/dl.
Terdapat tiga perlakuan yaitu kelompok pertama dengan perlakuan diberi
pelarut glibenklamid (Na CMC) dan pakan pelet sebagai kontrol negatif. Pada hari
pertama kelompok kedua dan ketiga kadar gula mengalami kenaikan yang drastis
Dari kelompok pertama dapat diketahui bahwa kadar glukosa darah cenderung
mengalami kenaikan pada hari ke-3 yaitu sebesar 188,7 dan pada hari ke-6 sebesar
127,4. Kenaikan pada hari ke-3 dan ke-6 pasca dinyatakan diabetes ini dapat
terjadi karena kerusakan sel beta Langerhans oleh induksi STZ. Induksi STZ
dengan dosis rendah secara berulang dapat menghasilkan hewan model DM yang
kronis.STZ dapat merusak sel β pankreas dengan bekerja langsung pada sel β
pankreas melalui glucose transporter (GLUT2) dan akan menyebabkan kerusakan
fragmen DNA (Elsner et al., 2001).
Elsner et al (2000), melaporkan bahwa penyebab kematian sel-sel β
pankreas hasil induksi STZ adalah alkilasi DNA. Di samping itu kerusakan DNA
pada sel β diduga juga akibat aktivitas senyawa oksigen reaktif dari nitrit oksida
(NO). Senyawa STZ adalah donor NO yang telah ditemukan sebagai penyebab
kerusakan sel β pulau Langerhans pankreas, dengan cara meningkatkan aktivitas
guanilil siklase. Dalammitokondria, NO juga akan meningkatkan aktivitas xanthin
oksidase dan menurunkan oksigen yang berdampak pada penghambatan siklus
Krebs, sehingga terjadi pembatasan produksi ATP dalam mitokondria yang
kemudian menyebabkan deplesi nukleotida dalam sel βdan pada akhirnya
45
mengakibatkan kerusakan DNA (Szkudelski, 2001), sedangkan pada hari ke-9
mengalami penurunan rata-rata kadar gula darah secara drastis yaitu sebesar 208,9
mg/dL.
Selanjutnya pada kelompok perlakuan glibenklamid dengan dosis 0,9
mg/kg BB mengalami kenaikan rata-rata kadar gula darah sebesar 81 pada hari
ke-3, pada hari ke-6 mengalami kenaikan lagi sebesar 65,2. Jumlah rata-rata
kenaikan kadar gula darah pada hari ke-3 dan ke-6 tidak signifikan seperti
kenaikan yang terjadi pada kelompok pertama. Pada kelompok perlakuan
glibenklamid dapat terjadi kenaikan rata-rata gula darah pada hari ke-3 dan ke-6.
Kemudian pada hari ke-9 mengalami penurunan rata-rata kadar gula darah secara
signifikan sebesar 161,6. Hal ini dapat terjadi karena glibenklamid merupakan
obat diabates secara oral jenis derivat sulfurylunea yaitu bekerja dengan
menstimulasi sel-sel β pankreas secara langsung untuk mempertinggi sekresi
insulinnya. Secara garis besar obat ini dapat menurunkan kadar gula darah yang
tinggi dengan cara merangsang keluarnya insulin dari sel β pankreas
(Ranakusuma, 1987).
Glibenklamid digunakan sebagai kontrol positifkarena biasanya digunakan
untuk pengobatandiabetes melitus dan diberikan peroral. Glibenklamidmemiliki
efek hipoglikemik, mampu menstimulasipengeluaran insulin pada setiap
pemasukanglukosa(Tjay et al, 2002).Hasil penelitian pada tabel 2 menunjukkan
bahwa kadar gula darah pada perlakuan kontrol negatif dan perlakuan
glibenklamid memiliki perbedaan nyata, hal ini karena p=0, 000 (p<0,05), pada
perlakuan kimpul memiliki kadar gula darah paling rendah secara nyata
46
dibandingkan dua kelompok perlakuan lainnya. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pemberian umbi kimpul kukus mempengaruhi kadar gula darah.
Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa pada kelompok Na CMC sebagai
kontrol negatif rata-rata kadar gula darah mengalami kenaikan pada hari ke-3 dan
hari ke-6, kemudian mengalami penurunan secara drastis pada hari ke-9. Hal ini
juga terjadi pada perlakuan glibenklamid pada hari ke-3 dan hari ke-6 mengalami
kenaikan namun nilai kenaikannya lebih sedikit dibandingkan dengan kenaikan
yang terjadi pada perlakuan pelarut glibenklamid (Na CMC). Penurunan drastis
terjadi pada hari ke-9. Berbeda dengan perlakuan pelarut glibenklamid (Na CMC)
dan perlakuan glibenklamid pada perlakuan kimpul pada hari ke-3, hari ke-6, dan
hari ke-9 terus mengalami penurunan yang cukup konstan. Dari hasil grafik
(gambar 9) dapat dilihat bahwa dari ketiga perlakuan, perlakuan yang diberi umbi
kimpul yang dapat dikatakan dapat menurunkan guladarah lebih cepat
dibandingkan dengan kelompok Na CMC dan kelompok glibenklamid. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Immadudin (2014) bahwa setelah
mengkonsumsi umbi kimpul kadar gula darah hewan mengalami penurunan yang
nyata
47
Kadar Glukosa Darah
(mg/dl)
500
450
400
350
300
Na CMC
250
Glibenklamid
200
Kimpul
150
100
50
0
H0
H3
Hari ke- H6
H9
Gambar 8. Grafik rata-rata kadar glukosa darah dengan berbagai perlakuan. Ket:
Tikus kontrol diabetes yang diberi Na CMC (
), tikus diabetes
yang diberi glibenklamid (
), tikus diabetes yang diberi umbi
kimpul ad libitum (
).
Umbi kimpul yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi kimpul
yang diberikan dengan cara dikukus. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh
Immadudin (2014) bahwa umbi kimpul yang diberikan secara direbus dapat
menurunkan kadar glukosa darah mencit dan dapat meregenerasi sel-sel β
pankreas yang rusak.
Pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Immadudin (2014)
pada hari ke-9 terjadi penurunan glukosa darah yang menjadikan glukosa darah
mencit mendekati seperti sebelum di induksi aloksan, sedangkan pada penelitian
ini yang menggunakan umbi kimpul kukus yang diberikan secara ad libitum dapat
menjadikan glukosa darah tikus mendekati seperti sebelum di induksi STZ pada
hari ke-6. Dari hal ini membuktikan bahwa umbi kimpul yang dikukus lebih
efektif menurukan kadar glukosa darah daripada umbi kimpul yang direbus.
Makanan yang dikukus dapat semaksimal mungkin mempertahankan gizi
48
makanan, sedangkan pada makanan yang direbus dapat melarutkan kandungan
gizi yang terdapat pada makanan tersebut.
Menurut Wulandari (2014), pengukusan merupakan proses pengolahan
yang paling baik karena tidak banyak menyebabkan perubahan terhadap
kandungan zat gizi seperti kadar vitamin C dan antioksidan. Selain itu pemasakan
dengan cara dikukus menunjukkan kandungan antioksidan yang lebih tinggi.
Kimpul memiliki kandungan vitamin C sebesar 2 mg per 100 gram berat
kimpul (Lingga, 1995). Vitamin C adalah antioksidan terpenting dalam plasma
yang larut air dan dapat membersihkan radikal bebas. Peran vitaminC (asam
askorbat) pada perjalanan diabetes adalah sebagai inhibitor enzim aldose
reduktase, sehingga penggunaan ekuivalen pereduksi berkurang. Kesediaan
ekuivalen pereduksi berguna untuk konversi glutation teroksidasi (GSGG)
menjadi glutation teroksidasi (GSH). Hal tersebut selanjutnya dapat mencegah
penumpukan sorbitol pada jaringan (Setiawan et al., 2005). Pada penelitian ini
vitamin C diperkirakan dapat menurunkan kadar glukosa darah, hal ini sesuai
dengan penelitian Subroto (2006), pemberian 2 gram vitamin C per hari dapat
mengendalikan kadar glukosa darah dari keadaan hiperglikemia. Menurut
Azrimaidaliza (2011), vitamin C berperan sebagai antioksidan, yaitu menurunkan
stress oksidatif sehingga mencegah kejadian diabetes melitus. Vitamin C memiliki
kemampuan antioksidan lebih kuat bila dibandingkan dengan vitamin A dan
vitamin E (Klenner, 2005). Vitamin C memiliki efek biologis untuk menghambat
kerusakan oksidatif oleh radikal bebas (Wise, 2001) pada penelitian ini digunakan
STZ yang salah satu mekanismenya membentuk radikal bebas yang menimbulkan
49
kerusakan sel, dengan adanya vitamin C pada kimpul dapat menghambat
kerusakan sel beta pankreas.
Hasil penelitianWulandari et al (2012), menunjukkan ada hubungan yang
signifikan antara asupan vitamin C dengan kadar gula darah penderita diabetes,
hal ini karena vitamin C dapatmeningkatkan sensitivitas insulin dan dapat
menurunkan kadar glukosa darah. Vitamin Cmengurangi toksisitas glukosa dan
berkontribusi dalam pencegahan penurunan massa sel beta
danpeningkatan
jumlah insulin. Berkaitan dengan peran menurunkan kadar glukosa darah ,vitamin
C memainkan peran dalam memodulasi aksi insulin pada penderita DM, terutama
dalam metabolisme glukosa non oksidatif.
Kimpul merupakan tanaman yang mempunyai kandungan saponin dan
flavonoid pada daun dan umbinya (Rita et al., 2010). Senyawa dari flavonoid
yang diduga memiliki aktivitas dalam penurunan kadar glukosa darah adalah
kuersetin. Mekanisme kuersetin sebagai antioksidan sekunder adalah dengan cara
memotong reaksi oksidasi berantai radikal bebas atau dengan cara menangkapnya
(Winarsi, 2007).Peranan antioksidan sangat penting dalam menetralkan dan
menghancurkan radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan sel dan juga
merusak biomolekul, seperti DNA, protein, dan lipoprotein di dalam tubuh yang
akhirnya dapat memicu terjadinya penyakit degeneratif, seperti kanker, jantung,
artritis, katarak, diabetes, dan hati (Silalahi, 2002).
Kuersentin
memperlihatkan
aktivitas
sebagai
antioksidan
dengan
menurunkan peroksidasi lipid (MDA) dan meningkatkan aktivitas enzim
50
antioksidan pada tikus diabetes melitus yang diinduksi STZ. Pada penelitian ini
kuersetin pada umbi kimpul diperkirakan meningkatkan induksi sekresi insulin
oleh glukosa pada sel beta pankreas yang masih berfungsi. Kuersetin yang
mempunyai kemampuan untuk mengikat atom atau sebagai scavenging bagi
radikal bebas sehingga tidak terbentuk ROS berlebihan. Aktivitas yang kuat
sebagai scavenger yang mampu meningkatkan aktivitas superoxide dismutase
(SOD) dan juga catalase (CAT). SOD adalah garis pertahanan pertama terhadap
ROS yang mengkonversi
selanjutnya catalase melakukan detoksifikasi
menjadi molekul oksigen dan air (Sulistyorini et al., 2015). Menurut Sulistyorini
et al (2015), kuersetin merupakan senyawa yang mampu meregenerasi sel beta
pankreas,hal ini sesuai dengan penelitian ini bahwa sel beta mengalami regenerasi
pada perlakuan umbi kimpul dari jumlah sel beta pankreas (Tabel 2 dan Tabel 3)
yang lebih banyak dibandingkan dua perlakuan lainnya. Penelitian yang dilakukan
oleh Adewole et al (2006), bahwa tikus diabetes melitus yang diinduksi STZ dan
terapi kuersetin tidak ditemukan infiltrasi sel radang dan islet terlihat mengalami
peningkatan dalam intensitas granulasi. Menurut Sulistyorini et al (2015),
kuersetin mampu menstimulasi sel-sel progenitor pada saluran pankreas untuk
berdiferensiasi membentuk sel pulau Langerhans baru atau sel endokrin pada tikus
diabetes.
Menurut Shreeve (2005), makanan yang memiliki indeks glikemik (IG)
tinggi menyebabkan peningkatan besar glukosa darah dengan cepat, sedangkan
makanan yang memiliki IG rendah membantu menjaga kadar glukosa darah tetap
stabil, sehingga dapat dikatakan bahwa kimpul merupakan makanan yang
51
memiliki IG rendah. Listiatiet et al (2011), mengatakan bahwa pada penderita
diabetes menunjukkan bahwa penggantian karbohidrat yang memiliki IG tinggi
dengan pangan yang memiliki IG rendah akan memperbaiki pengendalian gula
darah.
Salah satu komponen yang mendukung besar kecilnya IG dalam bahan
pangan adalah karbohidrat. Kimpul yang dimasak degan dikukus menurut
Yuliningsih (2015) memiliki karbohidrat 30,34 gram/100 gram berat bahan.
Semakin berlebihan asupan karbohidrat besar kemungkinan terjangkitnya DM
(Maulana., 2008). Mekanisme hubungan konsumsi karbohidrat dengan kadar
glukosa darah yaitu karbohidrat akan dipecah dan diserap dalam bentuk
monosakarida, terutama glukosa. Penyerapan glukosa menyebabkan peningkatan
kadar gula darah dan meningkatnya sekresi insulin (Linder, 2000).
52
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pankreas yang diberi umbi kimpul memiliki jumlah sel beta lebih banyak
dibandingkan dengan kelompok perlakuan pelarut STZ dan kelompok perlakuan
glibenklamid.
B. SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang senyawa spesifik didalam umbi
kimpul yang mempengaruhi penurunan kadar glukosa darah.
52
53
DAFTAR PUSTAKA
Adewole, S.O., Caxton M.E.A., Ojewole J.A. 2006. Protective effect of quercetin
on the morphology of pancreatic beta-cells of streptozotocin-treated
diabetic rats. Afr J Tradit Complement Altern Med. 4(1): 64–74.
Althan, V.M. 2003. The pharmacology of diabetic complications. Current
Medicinal Chemistry 10:1317-1327.
Arnott, J.H. dan F.G.E. Pautrad. 1970. Calcification in Plant. Appleton Century
Crofts, New York.
Ayu, C.D. dan Sudarminto S.Y. 2014. Pengaruh Suhu Blansing Dan Lama
Perendaman Terhadap Sifat Fisik Kimia Tepung Kimpul (Xanthosoma
Sagittifolium). Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2 (2): 110-120.
Azrimaidaliza. 2011. Asupan Gizi Dan Penyakit Diabetes Mellitus. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. 6 (1): 36-41.
Bermenjo, J.E. dan Leon J. 2002. Plant Production and Protection.
http://www.hurt.purdue.edu/newcrop/1492/tannia.html
(17
Agustus
2015).
Bloom, W. And Don W.F. 2002. Buku ajar histologi. Edisi 12.Terjemahan Jan
Tambayong. EGC, Jakarta.
Bradbury, J.H. and Holloway, W.D. 1988. “Chemistry of Tropical Root Crops:
Significance for Nutrition and Agriculture in the Pacific”. Australian
Centre for international Agricultural Research, Canberra.
Cooperstein, S.J. and Dudley W. 1981. The Islets of Langerhans. Academic, New
York.
Corwin, E.T. 2008. Handbook of Pathophysiologi. Lippincott Williams &
Wilkins, Philadelphia.
Danaei, G., Finucane M.M, Lu Y., Singh G. M. and Cowan, M. J. 2011. National,
regional, and global trends in fasting plasma glucose and diabetes
prevalence since 1980 : Systematic analysis of health examination surveys
and epidemiological studies with 370 countryyears and 2.7 million
participants. The Journal of Lancet. 378 (9785): 31-40.
Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes
Melitus. Departemen Kesehatan RI (85 hlm), Jakarta.
Elsner, M. 2000. Relative importance of transport and alkylation for pancreatic
betha-cell toxicity of streptozocin. Diabetologia. 43: 2528- 1533.
Elsner, M., Guldbakke B., Tiedge M., Munday R., and Lenzen S. 2000. Relative
Importance of Transport and Alkylation for Pancreatic Beta-cell Toxicity
of Streptozotocin. Diabetalogia. 43:1528-33.
54
Erwin, Etriwati, Muttaqien, Tri W. P. and Sitarina. 2012. Ekspresi Insulin Pada
Pankreas Mencit (Mus musculus) Yang Diinduksi Dengan Streptozotocin
Berulang. Jurnal Kedokteran Hewan. Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Finley, D. S. 1998. Patterns of calcium oxalate crystals in young tropical leaves : a
possible role as an anti-herbivory defense. Plant Bio. 21 (5) :77.
Frandson, R. D.1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: UGM Press. Pp
864:867.
Gregory, S. K. 2011. Quercetin, 16th ed. Alternative Medicine Review. Newyork:
pp 1-2.
Gunawan, D. dan Sri Mulyani. 2004. Ilmu obat alam (farmakognosi). Penebar
Swadaya, Jakarta.
Guyton, A.C. 1997. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Guyton, A.C. and Hall, J. E. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed.
Philadelphia PA Elsevier Saunders, USA.
Harijono, S. Wijana, N.H. Pulungan, dan S.S. Yuwono. 1994. Pemanfaatan umbi
kimpul (Xanthosoma sagittifolium Schott.) untuk pembuatan chip dan
tepung. Jurnal Universitas Brawijaya. 6 (2): 47- 58.
Haryanto. 1999. Uji Efek Hipoglekemik Infusa Herba Sambiloto (Andrographis
Paniculata Nees.) Pada Tikus Putih Jantan Diabetes Pemberian
Streptozotocin. Fakultas Farmasi UBAYA, Surabaya.
Imaduddin, Z. 2014. Uji Aktivitas
Anti
Hiperglikemia Umbi Kimpul
(Xanthosoma sagittifolia (L.) Schott.) Terhadap Kadar Gula Darah Mencit
(Mus musculus .strain wistar ) Yang Diinduksi Aloksan. Skripsi.
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Jung, U.J., Lee M.K, Park Y.B., Jeon S.M., and Choi M.S. 2006.
Antihyperglycenic and antioxidant properties of caffeic acid in db/ db
mice. J Pharmacol and Experiment Therapeutic. 318: 476-483.
Kim, S., S. Jun-Seop, K. Hyun-Jung, K.C. Fisher, L. Mi-Ji And K.C. Han-Wha.
2007. Streptozotocin-induced diabetes can be reversed by hepatic oval cell
activation through hepatic transdifferentiation and pancreatic islet
regeneration. Laboratory Investigation. 87: 702-712.
Klenner, F. 2005. Significance of High Daily Intake of Ascorbic Acid In
Preventive Medicine. Vitamin C in Medicine. 1(1).
Kurniawati, T.I and Teti Estiasih. 2015. Efek Antihipertensi Senyawa Bioaktif
Dioscorin Pada Umbi-Umbian Keluarga Dioscorea : Kajian Pustaka.
Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(2): 402-406.
Kusumo, S., M. Hasanah, S. Moeljoprawiro, M. Thohari, Subandrijo, A.
Hardjamulia, A. Nurhadi, dan H. Kasim. 2002. Pedoman pembentukan
55
komisi daerah plasma nutfah. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Komisi Nasional Plasma Nutfah, Bogor.
Lawrence, G.S. dan Bakri S. 2008. Genetika Hipertensi. Dalam: Lubis, H.R.,
dkk., eds. 2008. Hipertensi dan Ginjal: Dalam Rangka Purna Bakti Prof.
Dr. Harun Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH. Universitas Sumatra Utara Press
19-31, Medan.
Lenzen, S. 2008. The mechanism of Alloxan and sreptozotion-induced Diabetes.
Diabetologia. 51: 216-226.
Linder, C. M. 2000. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme, Universitas Indonesia,
Jakarta.
Lingga, P. dan Marsono. 2002. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Listiati, Ika Farida. 2011. Konsumsi Makanan Sumber Indeks Glikemik Pangan
Terkait Dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe 2
Rawat Jalan Di RS Tugurejo Semarang. Tesis. Universitas
Muhammadiyah Semarang, Semarang.
Mills, S. and Bone K. 2000. Statis dermatitis and statis ulceration In Principles
and practice of phytotherapy modern herbal medicine. Harcourt
Publishers. p. 205, London.
Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan
Bahan Pangan. P A U Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor , Bogor.
Muray, D. A. 2009. Profil Sel Beta Pulau Langerhans Jaringan Pankreas Tikus
Diabetes Mellitus Yang Diberi Virgin Coconut Oil (Vco). Skripsi. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Nugroho, A. E. 2006. Hewan Percobaan Diabetes Mellitus: Patologi dan
Mekanisme Aksi Diabetogenik. Biodiversitas. 7(4): 378-382.
Paget and Barnes. 1964. Evaluation of Drug Activities, in Lawrence and
Bacharach (Ed) Pharmakokinetics Vol 1. Academic Press, New York.
Plantus. 2007. Tepung Garut Alternatif Pengganti Tepung
http://anekaplanta.wordpress.com/2007/12/22/tepung-garut
alternatifpengganti-tepung-terigu/ [tanggal 14 Juli 2015].
Terigu.
Prihatiningrum. 2012. Pengaruh Komposisi Tepung Kimpul dan Tepung Terigu
Terhadap Kualitas Cookies Semprit. Universitas Negeri Semarang,
Semarang.
Rafika, Taufik, Nunung N., dan Laili H. 2012. Sifat Organoleptik Subtitusi
Tepung Kimpul Dalam Pembuatan Cake. Jurnal Teknologi Kejuruan. Vol
35(2): 213-222.
Ramesh, B. and Pugalendi. 2006. Antihyperglycemic effect of umbelliferone in
streptozotocin-diabetic rats. Journal Medical Food. 9(4): 562.
56
Ranakusuma. 1987. Diabetes Mellitus Tipe Sirosis Hepatis. Penerbit Universitas
Indonesia (UI Press), Jakarta.
Ratimanjari, D.A. 2011. Pengaruh Pemberian Infusa Herba Sambiloto
(Andrographis paniculathambata Nees) Terhadap Glibenklamid Dalam
Menurukan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan Yang Dibuat
Diabetes. Skripsi. Universitas Indonesia, Depok.
Ressang, A. A. 1963. Patologi Khusus Veteriner. Bali Cattle Desease
Investigation Unit, Denpasar.
Revitriani, M., E.R. Wedowati dan Diana P. 2013. Kajian Konsentrasi Tepung
Kimpul pada Pembuatan Mie Basah. Jurnal REKA Agroindustri Vol. 1(1)
Ridal, S. 2003. Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia Tepung dan Pati Talas (Colocasia
esculenta) dan kimpul (Xanthosoma sp.) dan Uji Penerimaan amilase
terhadap Patinya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Teknologi
Bandung, Bandung.
Rita, Elsie S. and Sophia D. 2010. Production of Cocoyam, Cassava and Wheat
Flour Composite Rock Cake. Pakistan Journal of Nutrition. 9 (8): 810814.
Rodriguez, L., I. Peniche, T. R. Preston, dan K. Peters. 2009. Nutritive Value for
Pigs of New Cocoyam (Xanthosoma saggitifolium); Digestibility and
Nitrogent Balance with Different Proportions of Fresh Leaves and
Soybean Meals In A Basal Diet Sugar Juice. Livestock Research for Rural
Development. 21(9): 1-12.
Sama, E. A., Harrison G. Hughes, Mohamed S. A. and Mohamed A.S. 2011. An
Efficient In Vitro Propagation Protocol of Cocoyam [Xanthosoma
sagittifolium (L) Schott]. The Scientific World Journal. 1 (1): 1-10.
Schnedl, O. and Standl E. 2006. Impaired glucose tolerance, diabetic and
cardiovascular diseases. Endocrinology Practice. 12:16-19.
Schumm, W. 1978. Chemistry. Interscience Publisher Inc, New York.
Setiawan, B. and Eko S. 2002. Stres Oksidatif da Peran Antioksidan Pada
Diabetes Melitus. Majalah Kedokteran Indonesia. 55(2): 86-112.
Seungbum, K., S. Jun-Seop, K. Hyun-Jung, K.C. Fisher, L. Mi-Ji and K. ChanWha. 2007. Streptozotocin-induced diabetes can be reversed by hepatic
oval cell activation through hepatic transdifferentiation and pancreatic islet
regeneration. Lab. Investigation 87: 702-712.
Shreeve, C. M. 2005. Makanan Pembakar Lemak. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Silalahi, J. 2002. Senyawa Polifenol Sebagai Komponn Aktif yang Berkhasiat
dalam Teh. Majalah Kedokteran Indonesia. 52 (10): 371-4. Jakarta.
Soegondo. 2007. Diabetes Melitus, Penatalaksanaan Terpadu. Balai Penerbitan
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
57
Suarsana, I.N., Priosoeryanto B.P., Bintang M. dan Wresdiyati T. 2010. Profil
Glukosa Darah dan Ultrastruktur Sel Beta Pankreas Tikus yang Diinduksi
Senyawa Aloksan. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 15(2). 118-123.
Subramanian, Rammohan, Asmawi, Zaini M., Sadikun and Amirin. 2008. In vitro
a-glucosidase and a-amylase anzyme inhibitory effects of Andrographis
paniculata extract and andrographolide. Penang Acta Biochimia,
Polonica.
Subroto, M. A. 2006. Ramuan herbal untuk diabetes mellitus. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Suharmiati. 2003. Pengujian Bioaktivitas Anti Diabetes Mellitus Tumbuhan Obat.
Jurnal Cermin Dunia Kedokteran. 140: 8-12.
Suherman dan Suharti K. 2007. Farmakologi dan Terapi. Departemen Farakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Sukandar, Yulina, Elin, Retnosari., Sigit I., Joseph, Adnyana, Ketut I., Setiadi,
Prayitno, Adji A., dan Kusnandar. 2008. ISO Farmakoterapi. PT.ISFI
Penerbitan, Jakarta.
Sulistyorini, R., Sarjadi, Andrew J. and Kis D. 2015. Pengaruh Ekstrak Etanol
Daun Kelor (Moringa oleifera) pada Ekspresi Insulin dan insulitis Tikus
Diabetes Melius. MKB. 47 (2): 69-76.
Sundari, Fifi D., Albiner S., dan Jumirah. 2012. Pengukuran Nilai Indeks
Glikemik Cookies Tepung Talas Belitung (Xanthosoma sagittifolium).
Jurnal Ilmu Kesehatan. 1: 1-8.
Suntoro, S.H. 1983. Metode Pewarnaan (Histologi dan Histokimia). Bhratara
Karya Aksara, Jakarta.
Susilawati, Y., Muhtadi A., Soetardjo S., dan Supratman. 2014. Aktivitas
antidiabetes ekstrak herba sasaladaan (Peperomia pellucida (L.) Kunth.)
pada tikus putih jantan yang diinduksi aloksan. Jurnal Ilmu-ilmu Hayati
dan Fisik. Vol 16(3): 127-131.
Sustrani, L. 2004. Hipertensi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Szudelski, T. 2001. The mechanism of alloxan and sreptozotion action in cells of
the rat pancreas. Physiol Res. 50:536-546.
Tjay, T.H., Rahardja, K. (2002). Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Sampingnya. Edisi VI. Penerbit PT. Elex Media Komputindo.
Halaman 540-541, Jakarta.
Uray, A.D. 2009. Profil Sel β Pulau Langerhans Jaringan Pankreas Tikus Diabetes
Mellitus Yang Diberi Virgin Coconut Oil (VCO). Skripsi. Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Utomo, H., A. Hanafiah, L.H. Oen, F.D. Suyatna, dan N. Asikin. 1991. Radikal
Bebas, peroxide lipid dan penyakit jantung koroner. Jurnal Medika. 5:373379.
58
Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R. & King, H. 2004. Global prevalence of
diabetes estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes
Care. 27(5): 1047-1053.
Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Wise, D.J., Li M.H., and Robinson E.H. 2001. Effect of Dietary Vitamin C on
weight gain, tissu ascorbate concertation, stress response, and disease
resistance of chanel catfish Ictalurus punctatus. Journal pf The World
Aquaculture Society. 29:1-8.
Wresdiyati, T., M. Astawan, R. Kesenja, dan P.A. Lestari. 2008. Pengaruh
pemberian Tepung Buah Pare (Momordica charantia L.) pada sel β dan
SOD pankreas tikus diabetes mellitus. J. Bahan Alam Ind. VI(5):193-200.
Wulandari, D. and Neni. 2012. Hubungan Pola Konsumsi Mkan Sumber Vitamin
C Terhadap Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Poliklinik Penyakit Dlam RSU Saiful Anwar Malang. Prosiding Seminar
Bioteknologi, Malang.
Wulandari., A.R. Oktaviana. 2014. Penggunaan Ekstrak Kasar Polisakarida
Larut Air Dan Pati Biji Durian (Durio zibethinus Murr) Pada Pembuatan
Mie Kering. Skripsi. Universitas Jember, Jember.
Yulinah, E., Sukrasno, Fitri, Anom, dan Muna. 2001. Aktivitas Antidiabetika
Ekstrak Etanol Herba Sambiloto Andrographis paniculata.Nees
(Acanthaceae). Bandung. JMS: 13-20.
Yuliningsih, R. 2015. Indeks Glikemik dan Analisi Proksimat Umbi Kimpul
(Xanthosoma sagittifolium (L. Schott) Kukus yang Berpotensi Sebagai
Antidiabetes Tipe 2. Skripsi. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Zhang, H., He J., Yuan L., Lin Z. 2002. In vitro and in vivo protective effect of
Ganoderma lucidum polysaccharides on alloxan-induced pancreatic islets
damage. Life Sciences. 73: 2307–2319.
59
LAMPIRAN
Lampiran 1
Data murni hasil pengukuran kadar glukosa darah
Kontrol 1
Kontrol 2
Kontrol 3
Kontrol 4
Kontrol 5
H0
144.7
162.1
175.5
152.2
160.0
H3
474.9
315.4
346.7
307.1
294.2
H6
487.0
458.1
487.7
447.7
494.6
H9
298.9
255.5
297.1
353.3
125.9
Glibenklamid 1
Glibenklamid 2
Glibenklamid 3
Glibenklamid 4
Glibenklamid 5
174.9
195.6
277.5
269.6
226.0
364.3
415.4
381.0
423.0
264.8
346.5
463.2
478.2
434.7
451.9
256.0
341.5
365.4
73.8
330.0
Kimpul 1
Kimpul 2
Kimpul 3
Kimpul 4
Kimpul 5
265.4
187.7
333.3
236.1
222.5
58.8
105.1
142.3
143.5
142.2
23.2
83.8
95.1
106.1
109.4
33.8
35.2
34.3
28.1
38.2
60
Lampiran 2
Analisis hasil uji ANOVA gula darah
Oneway
[DataSet2]
Descriptives
Hasil
95% Confidence Interval for
Mean
N
Mean
Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
Na CMC
25 2.6463E2
150.61240 30.12248
202.4623
326.8017
66.00
494.60
Glibenklamid
25 2.7761E2
138.75390 27.75078
220.3332
334.8828
73.80
478.20
Kimpul
25 1.1439E2
80.20058 16.04012
81.2828
147.4932
23.30
333.30
Total
75 2.1888E2
145.76791 16.83183
185.3378
252.4142
23.30
494.60
ANOVA
Hasil
Sum of
Squares
Between Groups
df
Mean Square
411520.038
2
205760.019
Within Groups
1160852.999
72
16122.958
Total
1572373.037
74
Hasil
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan
N
1
2
Kimpul
25
Na CMC
25
264.6320
Glibenklamid
25
277.6080
Sig.
114.3880
1.000
.719
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
F
12.762
Sig.
.000
61
Oneway
Descriptives
HASIL
95% Confidence Interval for
Mean
N
Mean
Std. Deviation Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
K1
2
13.0000
2.82843
2.00000
-12.4124
38.4124
11.00
15.00
K2
2
34.5000
2.12132
1.50000
15.4407
53.5593
33.00
36.00
K3
2
67.5000
26.16295
18.50000
-167.5648
302.5648
49.00
86.00
Total
6
38.3333
27.24457
11.12255
9.7419
66.9248
11.00
86.00
ANOVA
HASIL
Sum of Squares
Between Groups
Within Groups
Total
df
3014.333
2
1507.167
697.000
3
232.333
3711.333
5
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
HASIL
Duncan
Subset for alpha = 0.05
PERLA
KUAN
N
1
2
K1
2
13.0000
K2
2
34.5000
K3
2
Sig.
34.5000
67.5000
.253
.119
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Mean Square
F
6.487
Sig.
.081
62
Lampiran 3
Hasil uji ANOVAsel beta pankreas
Oneway
[DataSet1]
Descriptives
HASIL
95% Confidence Interval for
Mean
N
Mean
Std. Deviation Std. Error Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
K1
2
13.5000
6.36396
4.50000
-43.6779
70.6779
9.00
18.00
K2
2
22.5000
6.36396
4.50000
-34.6779
79.6779
18.00
27.00
K3
2
70.5000
4.94975
3.50000
26.0283
114.9717
67.00
74.00
Total
6
35.5000
27.79029 11.34534
6.3359
64.6641
9.00
74.00
ANOVA
HASIL
Sum of Squares
Between Groups
Within Groups
Total
df
3756.000
2
1878.000
105.500
3
35.167
3861.500
5
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
HASIL
Duncan
Subset for alpha = 0.05
PERLA
KUAN
N
1
2
K1
2
13.5000
K2
2
22.5000
K3
2
Sig.
70.5000
.226
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
Mean Square
F
53.403
Sig.
.005
63
Descriptives
hasil
95% Confidence Interval
N
Mean
Std.
Std.
Deviation
Error
for Mean
Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
k1
3 16.3333
2.51661 1.45297
10.0817
22.5849
14.00
19.00
k2
3 20.0000
1.00000
.57735
17.5159
22.4841
19.00
21.00
k3
2 49.5000
.70711
.50000
43.1469
55.8531
49.00
50.00
Total
8 26.0000
14.67749 5.18927
13.7293
38.2707
14.00
50.00
HASIL
Duncan
Subset for alpha = 0.05
PERLA
KUAN
N
1
2
K1
2
13.5000
K2
2
22.5000
K3
2
Sig.
70.5000
.226
1.000
ANOVA
hasil
Sum of Squares
Between Groups
Within Groups
Total
df
Mean Square
1492.833
2
746.417
15.167
5
3.033
1508.000
7
F
246.071
Sig.
.000
64
hasil
Duncan
Subset for alpha = 0.05
perlaku
an
N
1
2
k1
3
16.3333
k2
3
20.0000
k3
2
Sig.
49.5000
.063
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
65
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama lengkap
:
Uswatun Hasanah
Tempat dan tanggal lahir
:
Madiun, 3 Juli 1994
Jenis kelamin
:
Perempuan
Agama
:
Islam
Status pernikahan
:
Belum menikah
Alamatasal
:
Jl. Abimanyu Rt.05/Rw 02 Pilangkenceng, Madiun,
Jawa Timur
No. HP
:
085725024803
Alamat e-mail
:
[email protected]
Pendidikan Formal
Tingkat
Nama
Pendidikan
Tahun mulai
Tahun selesai
SD
SD Negeri Purworejo 02
2000
2006
SLTP
SMP Negeri 02 Balerejo
2006
2009
SLTA
SMA Negeri 1 Mejayan
2009
2012
Pendidikan Non Formal
Nama Pelatihan/Kursus
1. Achievement Motivation Training
2. Test of English for Academic Purposes (TEAP)
3.
Test TOELF
Instansi
Penyelenggara
BEM FMIPA UNS
UPT Pelayanan dan
Pengembangan
Bahasa UNS
MIPA UNS
Tahun
2013
2012
2016
66
Prestasi
Prestasi
Tahun
1. Juara II Lomba Cerdas Cermat Agama Islam Se-Kecamatan
2005
Pilangkenceng
2. Juara II Lomba Hafalan Surat PendekSe-TPA Baitus Sa’diyah
2004
Madiun
3. Peserta siswa berprestasi Tingkat SMP Se-Kabupaten Madiun
2008
4. Delegasi dari Indonesia di AsianSIL (Asian Society of
2015
International Law) di Thailand
Beasiswa yang Pernah Diperoleh
Nama Beasiswa
Beasiswa Bidik Misi (BM)
Instansi Pemberi
Tahun
Universitas
2012-
Sebelas Maret
2016
Pengalaman Organisasi
Nama Beasiswa
Jabatan
Tahun
PDD
2010-2011
PDD
2010-2011
RISET
2015
4. KEPAK SAYAP UNS
ANGGOTA
2013
5. TAEKWONDO UNS
ANGGOTA
2013
1. Palang Merah Remaja (PMR)
SMAN 1 Mejayan
2. Karya Ilmiah Remaja (KIR)
SMAN 1 Mejayan
3. ENVIRO UNS
67
Pengalaman Bekerja
Pekerjaan
Tahun
1. Asisten Praktikum Mikroteknik Hewan
2015
2. Kegiatan Magang Mahasiswa (KMM) di LIPI (Lembaga
2015
Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bogor.
3. Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Ngawi
2016
4. Tentor di Cozy Smart, Surakarta
2016
Surakarta, 3 Juli 2016
Download