i PROFIL SEL BETA PANKREAS PADA TIKUS DIABETES YANG DIBERI UMBI KIMPUL (Xanthosoma sagittifolia (L.) Schott.) Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna memperoleh gelar Sarjana Sains Oleh: Uswatun Hasanah NIM. M0412078 PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016 i ii ii iii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau kembali dan/atau dicabut. Surakarta, 2 Agustus 2016 Uswatun Hasanah NIM. M0412078 iii iv PROFILSEL BETA PANKREAS PADA TIKUS DIABETES YANG DIBERI UMBI KIMPUL (Xanthosoma sagittifolia (L.) Schott.) Uswatun Hasanah Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta. ABSTRAK Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat, karena angka kejadian penderita terus meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu cara untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah yaitu dengan mengkonsumsi pangan fungsional. Salah satu tanaman yang dimanfaatkan yaitu kimpul (Xanthosoma sagittifolia). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kimpul memiliki aktivitas anti hiperglikemia terhadap mencit yang diinduksi aloksan danmemperbaiki kerusakan struktur sel-sel pulau langerhans pankreas mencit hiperglikemik dengan pewarnaan Hematoxylin eosin (HE). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah sel beta pankreas tikus hiperglikemik yang diinduksistreptozotocin setelah pemberian kimpul. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Hewan model yang digunakan adalah tikus putih jantan berumur 2-3 bulan dengan berat badan 150-250 gram sebanyak 21 ekor yang dibagi dalam 3 kelompok perlakuan yaitu kelompok I sebagai kontrol yang diberi aquades dan pakan pelet, kelompok II diberi glibenklamid dengan dosis 0,9mg/200gBB tikus, dan kelompok III diberi kimpul secara ad libitum.Data kuantitatif dengan menghitung jumlah sel beta pankreas dan kadar gula darah dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) jika terdapat beda nyata dilanjutkan dengan pengujian DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf signifikansi 5%. Data kualitatif dianalisis dengan mengamati penampang pankreas tikus kemudian dibandingkan pada masingmasing perlakuan.Gambaran histologi menggunakan imunohistokimia dan Chromium Hematoxylin Gomori menunjukkan pankreas yang diberi kimpul memiliki jumlah sel beta pankreas lebih banyak dengan beda nyata (p<0,05) dibandingkan kelompok perlakuan Na-CMC dan kelompok glibenklamid. Kata kunci: diabetes mellitus, umbi kimpul, hiperglikemia, streptozotocin, Imunohistokimia, Chromium Hematoxylin Gomori. iv v PROFIL OF BETA PANCREATIC CELL IN RATS ARE GIVEN KIMPUL (Xanthosoma sagittifolia (L.) Schott.) Uswatun Hasanah Study Program of Biology Faculty of Matematic And Natural Science, Sebelas Maret University, Surakarta. ABSTRACT Diabetes mellitus is one of the degenerative diseases of concern to the government and the public, because the incidence of patients continues to increase from year to year. One way to reduce levels of glucose in the blood that is by consuming functional food. One plant used kimpul (Xanthosoma sagittifolia). Previous research showed that the kimpul has activity against anti hyperglycemic mice induced alloxan and repair structural damage to the islet cells of the pancreas Langerhans hyperglycemic mice with Hematoxylin eosin staining (HE). This research aims to determine the number of pancreatic beta cells hyperglycemic rats induced streptozotocin after givenkimpul. This research uses a completely randomized design (CRD). Animal models used are male rats 2-3 months old weighing 150-250 grams were 21 rats were divided into three treatment groups: the first group as a control were given distilled water and feed pellets, the second group was given a dose of glibenclamide with 0,9mg / 200gBB rats, and the third group were given kimpulad libitum. Quantitative data by counting the number of beta cells of the pancreas and blood sugar levels were analyzed by Analysis of Variance (ANOVA) if there is a significant difference continued with Duncan Multiple testing (Duncan Multiple Range Test) at the 5% significance level. The qualitative data were analyzed by observing the cross section of the pancreas of rats were then compared to each treatment. Histology using Immunohistochemistry and Chromium Hematoxylin Gomori showed pancreas by kimpul has a number of pancreatic beta cells more with a significant difference (p <0.05) compared to treatment Na-CMC and glibenclamide. Keyword: diabetes mellitus, kimpul, hiperglycemic, Immunohistochemistry, Chromium Hematoxylin Gomori. v streptozotocin, vi MOTTO “Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalatmu Sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (Al-Baqarah: 153) “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat jahat, maka kejahatan itu untuk dirimu sendiri..” (QS. Al-Isra’: 7) "Orang-orang hebat di bidang apapun bukan baru bekerja karena mereka terinspirasi, namun mereka menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka bekerja. Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk menunggu inspirasi." (Ernest Newman) "Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah." (Thomas Alva Edison) vi vii PERSEMBAHAN Kupersembahkan karya kecilku ini untuk: Orang TERHEBAT sepanjang hidupku, IBU (Sarmi) dan BAPAK (Sadikun) TERSAYANG Mbak Lilik Rohmah Hayati dan Mas Rohman yang selalu menginspirasiku Keponakanku Terlucu Firman Hadi Anfal dan Hafsah Taqiyah Rohman Keluarga Besarku Sahabatku Tercinta (Dwi Astuti, Rita Y., Nanda, Haekrit Erlin, Rengganis, Atik, Lisca, Titian, Widya Rachmawati, mbak Nikmah, Silva, Machfuri Latifah, mbak cici, Deny, Hendro, Toyib, Anas, Harin, Ayuk, dek Inna) Dosen jurusan Biologi FMIPA UNS Almamater Tercinta (UNS) Kos Pravithasari vii viii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Distribusi Sel Beta Pankreas Pada Tikus Diabetes Yang Diberi Umbi Kimpul (Xanthosoma Sagittifolia (L.) Schott.)” dengan baik sebagai salah satu persyaratan memperoleh derajat Strata Satu (S1) Jurusan Biologi pda Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis menyadari banyak pihak yang telah berpartisipasi dan membantu dalam menyel esaika-n skripsi ini. Untuk itu pada kesempatan ini ppenulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc (Hons), Ph.d, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan inspirasi, memotivasi mahasiswa untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 2. Ibu Dr. Ratna Setyaningsih, M.Si, selaku kepala prodi jurusan Biologi FMIPA UNS atas izin skripsi dan motivasi yang diberikan kepada penulis selama kuliah maupun penyusunan skripsi. 3. Prof.Drs. Sutarno, M.Sc., Ph.D. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan nasehat kepada penulis selama perkuliahan, penelitian dan penyusunan skripsi. 4. Ibu Dra. Noor Soesanti Handajani M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, memberikan nasehat dan membantu penelitian ini. viii ix 5. Ibu Dr. Shanti Listyawati S.Si., M.Si dan Dr. Artini Pangastuti S.Si., M.Si selaku dosen penelaah yang telah memberikan bimbingan dan nasehatnya dalam penyusunan skripsi ini. 6. Ibu Dra. Marti Harini M.Si., selaku pembimbing akademik yang memberikan motivasi serta bimbingannya selama ini. 7. Dosen-dosen di Jurusan Biologi yang dengan sabar memberikan ilmu, nasehat, dan dorongan baik spiritual maupun materiil, sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 8. Segenap staff Laboratorium Biologi FMIPA, Universitas Sebelas Maret yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian. 9. Pak Sukidi dan Pak Samidi yang membantu saya selama penelitian di Laboratorium Hhistologi FK UNS dan di LPPT UGM. 10. Berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.dengan berbagai alsan yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Dengan kerendahan hai penulis menyadari bahwa dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu masukan yang berupa kritik dan saran yang membangun dari para pembaca akan sangat membantu. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak terkait. Surakarta, 1 April 2016 Penyusun ix x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL............................................................................................. .i PERSETUJUAN ................................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iii ABSTRAK ............................................................................................................ iv ABSTRACT .......................................................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... vi MOTTO ................................................................................................................ vii KATA PENGANTAR .......................................................................................... viii DAFTAR ISI ......................................................................................................... x DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A. Latar Belakang .......................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah .................................................................................. 3 C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4 D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 4 BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................... 5 A. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 5 1. Kimpul (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott ..................................... 5 2. Diabetes Melitus (DM) ......................................................................... 10 x xi 3. Terapi Farmakologi ............................................................................... 11 4.Glibenklamid .......................................................................................... 12 5. Streptozotocin ....................................................................................... 13 6. Pankreas ................................................................................................ 14 7. Histopatologi ......................................................................................... 19 B. Kerangka Berpikir ..................................................................................... 22 C. Hipotesis.................................................................................................... 24 BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 25 A. Waktu dan Tempat .................................................................................... 25 B. Alat dan Bahan .......................................................................................... 25 C. Cara Kerja ................................................................................................. 26 1. Persiapan Hewan Uji ........................................................................... 26 2. Induksi Diabetes dengan Streptozotocin (STZ) .................................. 26 3. Pengukuran Kadar Glukosa Darah dengan Metode GOD-PAP .......... 27 4. Pembuatan Preparat Histologi ............................................................. 28 5. Perhitungan Sel β Pankreas ................................................................. 31 D. Analisis Data ............................................................................................. 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 33 BAB V PENUTUP ................................................................................................ 52 A. Kesimpulan ............................................................................................... 52 B. Saran .......................................................................................................... 52 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 53 LAMPIRAN .......................................................................................................... 59 xi xii DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................. 65 xii xiii DAFTAR TABEL Tabel 1. Kandungan Gizi Umbi Kimpul per 100 g Berat Bahan. ......................... 8 Tabel 2. Rata-rata jumlah sel β Pankreas pada Pulau Langerhans ........................ 34 Tabel 3. Rata-rata jumlah sel β Pankreas pada Pulau Langerhans ........................ 38 Tabel 4. Pengamatan Chromium Hematoxylin Gomori dan Imunohistokimia .... 42 Tabel 5. Rataan kadar glukosa darah sebelum dan sesudah perlakuan ................. 43 xiii xiv DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Tanaman Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) .................................... .7 Gambar 2. Struktur Kimia Streptozotocin ............................................................ 14 Gambar 3. Penampang Melintang Pulau Langerhans Tikus dengan Pewarnaan Chromium Hematoxylin Gomori ........................................................ 17 Gambar 4. Penampang Melintang Pulau Langerhans Tikus dengan Pewarnaan Imunohistokimia ................................................................................. 17 Gambar 5. Bagan Kerangka Berfikir .................................................................... 23 Gambar 6. Gambaran Histologi Pulau Langerhans Pewarnaan Chromium Hematoxylin Gomori .......................................................................... 36 Gambar 7. Gambaran histopatologi pankreas dengan pengecatan Imunohistokimia, pembesaran 400x. Sel β pankreas menunjukkan immunoreaktif terhadap insulin .......................................................... 41 Gambar 8. Grafik rata-rata kadar glukosa darah dengan berbagai perlakuan ....... 47 xiv xv DAFTAR SINGKATAN Singkatan DM HE IG ATP ROS STZ DMRT Ca IDDM NIDDM DNA GLUT VIP UV-Vis PTA NaCL GOD-PAP DAB Na CMC H2O2 PBS DEPS ANOVA NO O2 Ab Ag PP SOD CAT GSGG GSH MDA Kepanjangan diabetes mellitus hematoxylin eosin indeks glikemik adenosine triphosphate reactive oxygen species streptozotocin duncan multiple range test calsium insulin dependent diabetes mellitus non insulin dependent diabetes mellitus deribonucleic acid glucose transporter vasoactive intestinal peptide ultraviolet visible potassium acid natrium clorida glucose oxydase phenol aminoantipyrine diamino benzidine natrium carboxymethyle cellulose hidrogen peroksida phosphate buffer saline dako envision system analysis of variance nitrogen monoksida oksigen antibodi antigen polipeptida pankreas superoxide dismutase catalase oxidized glutathione reduce glutathione malondialdehid xv xvi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data murni hasil pengukuran kadar glukosa darah ......................... .59 Lampiran 2. Analisis hasil uji ANOVA gula darah .............................................. 60 Lampiran 3. Analisishasil uji ANOVA sel beta pankreas .................................... 62 xvi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus merupakan penyakit fisiologis berupa perubahan homeostasis glukosa sehingga kadar glukosa dalam plasma darah mengalami kenaikan di atas normal. Keadaan kadar gula diatas normal (hiperglikemia) dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerusakan serius sistem tubuh, terutama kerusakan syaraf dan pembuluh darah (Althan, 2003). Indonesia menempati urutan kedua setelah India sebagai negara dengan pengidap sindrom metabolisme diabetes melitus tertinggi di Asia Tenggara. Tercatat sekitar 8 juta jiwa mengidap sindrom ini dan diperkirakan akan meningkat hampir 3 kali lipat pada tahun 2030 (Danaei, et al., 2011; Wild, et al.,2004). Dengan demikian penelitian obat antidiabetes masih menjadi prioritas penelitian saat ini. Penderita diabetes banyak menggunakan obat herbal yang dibuat dari beberapa jenis tumbuhan seperti ubi jalar ungu (Ipomea batatas). Ubi jalar ungu merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang memiliki aktivitas antioksidan. Oki et al. (2002) melaporkan aktivitas antioksidan disebabkan karena keberadaan antosianin yang memiliki kemampuan antioksidan lebih besar dibandingkan senyawa fenolik lainnya dalam ubi jalar ungu. Berdasarkan penelitian Sabuluntika (2013) ektrak antosianin ubi jalar ungu dapat menurunkan glukosa darah tikus yang diinduksi aloksan Senyawa antosianin memiliki kemampuan sebagai 1 antidiabetes, yaitu dapat 2 menurunkan gula darah, menghambat produksi radikal bebas, meningkatkan sekresi insulin, dan mencegah resistansi insulin (Jawi et al., 2008). Selain ubi jalar ungu, saat ini juga dilakukan penelitian umbi kimpul (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) sebagai antihiperglikemik. Menurut Rafika et al., (2012) tanaman kimpul merupakan tanaman asli daerah tropika benua Amerika. Kimpul termasuk famili Areacea dan merupakan tumbuhan menahun yang mempunyai umbi batang maupun batang palsu yang sebenarnya adalah tangkai daun. Kimpul mengandung senyawa bioaktif yaitu diosgenin. Senyawa diosgenin diketahui bermanfaat sebagai anti kanker, menghambat proliferasi sel, dan memiliki efek hipoglikemik. Berdasarkan penelitian Yuliningsih (2016) kandungan karbohidrat umbi kimpul 30,34 % lebih rendah dibandingkan beras 78,9%. Karbohidrat dalam pangan yang dipecah dengan cepat selama proses pencernaan memiliki indek glikemik tinggi, sebaliknya pangan yang indeks glikemiknya rendah, karbohidrat yang terkandung dalam pangan tersebut akan dipecah dengan lambat sehingga pelepasan glukosa ke dalam darah dapat berjalan lambat, sehingga semua tergantung oleh jenis karbohidratnya (Rimbawan et al., 2004). Sumber-sumber karbohidrat dengan indeks glikemik rendah diperlukan sebagai upaya pengendalian penyakit degeneratif seperti Diabetes Mellitus (DM) dan obesitas. Pangan yang memiliki nilai indeks glikemik yang rendah dapat dijadikan salah satu alternatif yang murah untuk penderita diabetes karena dapat menekan peningkatan kadar gula darah penderita diabetes. Hal ini karena pada pangan yang memiliki indeks glikemik rendah, 3 absorbsi karbohidrat akan sangat lambat, menyebabkan peningkatan glukosa darah dan insulin secara lambat dan bertahap. Kandungan serat (dietary fiber) dapat dimanfaatkan untuk menurunkan kadar kolesterol. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kimpul dapat memperbaiki pulau-pulau Langerhans pada mencit yang mengalami degenerasi sel endokrin akibat induksi aloksan. Melalui pewarnaan HE (Hematoxylin Eosin) sel endokrin pada pulau langerhans mulai melakukan regenerasi menuju bentuk normal, walaupun masih ditemukan beberapa sel endokrin yang mengalami degenerasi. Hal ini menunjukkan bahwa umbi kimpul mempunyai aktivitas anti hiperglikemia terhadap mencit yang diinduksi aloksan (Imaduddin, 2014). Berdasarkan uraian diatas, penulis ingin mengetahui pengaruh umbi kimpul terhadap jumlah sel beta pankreas tikus yang dibuat diabetes dengan pewarnaan imunohistokimia karena dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin belum dapat ditunjukkan adanya sekresi granula dalam insulae langerhansnya. Pewarnaan imunohistokimia dapat mendeteksi sel beta pankreas. Dengan pewarnaan imunohistokimia dapat dideteksi sel beta pankreas yang menghasilkan hormon insulin dalam insula langerhans pankreas tersebut. Selain itu dengan pewarnaan Chromium Hematoxylin Gomori dapat dideteksi sel alfa, sel beta dan sel deltanya. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana jumlah sel beta pankreas tikus hiperglikemik setelah pemberian umbi kimpul? 4 C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui jumlah sel beta pankreas tikus hiperglikemik setelah pemberian umbi kimpul. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang akan didapat dari penelitian ini yaitu, sebagai berikut: 1. Memberikan informasi tentang jumlah sel beta dengan melihat histologi pankreas tikus yang diberi umbi kimpul kukus, sehingga dapat menjadi salah satu sumber informasi untuk penelitian yang terkait ataupun penelitian selanjutnya. 2. Memberikan informasi bahwa umbi kimpul memiliki hipoglikemik dan dapat dikonsumsi untuk penderita diabetes. aktivitas 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kimpul (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott Kimpul termasuk jenis umbi talas-talasan. Kimpul juga disebut sebagai talas Belitung atau Blue Taro dalam bahasa Inggris. Kimpul termasuk famili Areacea dan merupakan tumbuhan menahun yang mempunyai umbi batang maupun batang palsu yang sebenarnya adalah tangkai daun. Umbinya digunakan sebagai bahan makanan dengan cara direbus ataupun digoreng. Kimpul di Indonesia memiliki nama yang berbeda-beda, dibeberapa daerah antara lain taleus hideung, kimpul bodas, kimpul bejo (Sunda), bentul, kimpul linjik (Jawa), tales campa (Madura). Kimpul umumnya ditanam di pedesaan sebagai tanaman diantara tanaman palawija lain. Umbi kimpul biasanya diolah secara sederhana dengan direbus, atau dengan sedikit variasi dibuat berbagai produk olahan antara lain getuk, keripik, perkedel dan sebagainya (Lingga, 1989). Harijono et al., (1994) melaporkan bahwa umbi kimpul dapat pula dimanfaatkan untuk pembuatan chip dan tepung. Di Jepang umbi kimpul telah menjadi bahan makanan sehari-hari yang sangat dibutuhkan, tetapi Jepang sendiri baru dapat memenuhi kebutuhan tersebut kurang dari satu persen. Salah satu permasalahannya adalah iklim yang tidak mendukung yaitu adanya musim gugur yang menyebabkan kimpul mudah membusuk. 5 6 a. Taksonomi Kimpul dapat tumbuh baik di daerah tropika basah dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun dan memberi hasil optimum pada lahan darat yang gembur. Dapat dimanfaatkan sebagai tanaman pengisi lahan kosong di daerah pedesaan, tanaman tumpang sari pada kebun kopi karena mampu beradaptasi dengan lingkungan. Memiliki ciri-ciri yaitu tanaman tahunan, tidak berkayu, terdiri dari akar, pelepah daun, daun, bunga dan umbi serta tinggi mencapai dua meter dengan tangkai daun tegak, tumbuh dari tunas yang berasal dari umbi (Bermenjo dan Leon, 2002). Menurut Animal Feed Resources Information System (2005) taksonomi kimpul adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisio : Spermathophyta (tumbuhan berbunga) Sub Divisio : Angiospermae (tumbuhan berbiji tertutup) Kelas : Monocotyledonae (tumbuhan berbiji tunggal) Ordo : Arales Familia : Araceae Genus : Xanthosoma Spesies : Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott. 7 Gambar 1. Tanaman Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) (Immadudin, 2014). b. Morfologi Kimpul atau Xanthosoma lebih besar daripada talas (C. esculenta) yang salah satunya dikenal sebagai talas bogor. Perbedaan talas dengan kimpul adalah dari segi umbi, bentuk daun dan letak tangkai daun. Kimpul yang dimakan adalah umbi anaknya sedangkan talas yang dimakan adalah umbi batangnya. Kimpul memiliki daun tunggal berbentuk jantung, pangkal daunnya berlekuk dalam hingga mencapai tangkai daun. Sedangkan talas mempunyai daun benberntuk perisai yang pangkalnya berlekuk sedemikian sehingga berbentuk segitiga,panjang 25-27 cm, lebar 30-60 cm, dan berwarna hijau. Ciri lain yang dimiliki oleh kimpul adalah batang tegak, tidak berkayu, dan bulat (Kusumo et al., 2002). c. Kandungan nutrisi 8 Bahan pangan lokal yang berpotensi memiliki indeks glikemik rendah adalah umbi-umbian salah satunya adalah kimpul. Kimpul digunakan oleh sebagian orang sebagai salah satu sumber karbohidrat alternatif pengganti nasi bagi penderita diabetes.Menurut Sundari et al. (2012) nilai indeks glikemik kimpul yang dikupas dan direbus selama 30 menit yaitu sebesar 50. Umbi kimpul mengandung saponin dan flavonoid. Saponin menyebabkan rasa pahit, pemecahan butir darah (hemolisis), dan dapat dihilangkan dengan perendaman atau perebusan (Rita et al., 2010). Kandungan kalori umbi kimpul per 100 g berat bahan basah sebesar 145 kalori, lebih tinggi dari ubi jalar merah. Setiap 100 g umbi kimpul mengandug 2 mg vitamin C yang merupakan salah satu senyawa antioksidan. Tabel 1. Kandungan Gizi Umbi Kimpul per 100 g Berat Bahan Kandungan nutrisi Energi (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Serat (g) Abu (%) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Asam askorbat (mg) Vitamin B1 (mg) Vitamin (C (mg) Air (%) Bagian yang dapat dimakan (%) Sumber : Lingga (1995) Jumlah 145,00 12,50 0,40 34,20 1,50 1,00 26,00 54,00 1,40 0,10 0,10 2,00 69,20 85,00 9 Bobot dari kimpul yang dapat digunakan adalah 80% per 100 gram serta menghasilkan energi sebesar 145 Kal. Kandungan gula dan lemaknya yang cukup rendah membuat kimpul cocok dikonsumsi oleh pasien dengan diabetes, jantung osteoporosis dan hipertensi. Kimpul juga baik untuk kesehatan gigi karena memiliki sifat basa sehingga tidak merusak gigi (Minanto et al, 2014). Pada tanaman kimpul terdapat senyawa antigizi berupa kalsium oksalat yang dapat menimbulkan rasa gatal, sensasi terbakar dan iritasi pada kulit, mulut, tenggorokan dan saluran cerna pada saat dikonsumsi (Ayu et al, 2014). Konsentrasi asam oksalat dalam dosis tinggi bersifat merusak karena dapat menyebabkan gastroenteritis, shok, kejang, rendahnya kalsium plasma, tingginya oksalat plasma dan kerusakan jantung. Efek kronis yang dapat disebabkan jika mengkonsumsinya yaitu terjadi endapan kristal kalsium oksalat dalam ginjal dan mebentuk batu ginjal (Bradbury and Halloway, 1988). Adapun dosis yang dapat menyebabkan efek kronis adalah antara 10-15 gram (Noor, 1992), sedangkan pada umbi kimpul kalsium oksalat yang terkandung masih dibawah titik aman yaitu 1.83 mg dalam 100 gram bahan (Ayu et al, 2014). Seluruh bagian dari tanaman kimpul mengandung senyawa kristal kalsium oksalat mulai dari daun, tangkai daun, umbi sampai akar umbi, sehingga bila terjadi kontak antara daun, tangkai, dan umbi segar dengan kulit akan menyebabkan rasa gatal. Rasa gatal itu muncul 10 karena kristal oksalat terbebaskan dari tanaman dan masuk kedalam kulit saat kontak langsung. Pada saat ini pemanfaatan umbi kimpul belum banyak diketahui oleh masyarakat, namun sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui kandungan dari kimpul dan cara pemanfaatannya. Kimpul dapat dikembangkan sebagai penghasil karbohidrat non beras yang cukup potensial(Revritiani et al, 2013). 2. Diabetes Melitus (DM) a. Definisi Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin, atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular (Sukandar et al, 2008). Dibetes melitus merupakan suatu sindroma klinik yang ditandai oleh poliuria, polidipsia, dan polifagia. Dalam keadaaan hiperglikemia yang berlangsug lama akan terjadi glukosuria, dimana batas maksimal reabsorbsi glukosa pada tubulus ginjal terlampaui dan glukosa akan diekskresikan ke dalam urin. Volume urin meningkat (poluria) akibat terjadinya diuresi osmotik yang menyebabkan dehidrasi pada penderita DM, maka tubuh berusaha mengatasinya dengan banyak minum (polodipsia). Polifagia yang merupakan peningkatan rasa lapar dan 11 makan yang berlebihan terjadi karena katabolisme protein dan lemak. Keadaan ini selain menyebabkan polifagia, juga menyebabkan kelemahan otot dan rasa lelah (Carwin, 2008). Pada penderita diabetes mellitus (DM) tubuh kekurangan insulin atau tubuh sedikit menghasilkan insulin (DM tipe 1) atau insulin tetap dihasilkan dalam jumlah yang normal (DM tipe 2), namun insulin yang ada tidak bekerja dengan baik atau terjadi resistensi insulin karena reseptor insulin pada membran sel berkurang atau strukturnya berubah sehingga tidak tanggap terhadap insulin. Kondisi ini menyebabkan glukosa yang masuk ke dalam sel berkurang. Akibatnya, sel kekurangan glukosa sehingga kemungkinan tidak terjadi penimbunan glikogen. Sebaliknya, akan terjadi mobilisasi cadangan glikogen di hati maupun di otot untuk dikatabolisme menghasilkan glukosa dan dilepas ke pembuluh darah sehingga menyebabkan kondisi hiperglikemia (Ratimanjari, 2011). 3. Terapi Farmakologis Mekanisme kerja insulin darah dengan menstimulasi dalam menurunkan kadar glukosa pengambilan glukosa perifer dan menghambat produksi glukosa hepatik (Sukandar et al, 2008). Terapi insulin mutlak bagi penderita DM tipe 1 karena sel β Langerhans pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe 1 harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme 12 karbohidrat dalam tubuhnya dapat berjalan normal (Departemen Kesehatan RI, 2005). Insulin tersedia dalam bentuk injeksi melalui rute intravena, intramuskular, dan subkutan. Rute subkutan paling banyak digunakan untuk jangka panjang. Pemberian insulin tidak dapat diberikan melalui oral karena dapat dipecah oleh enzim pencernaan. Kebutuhan insulin pada pasien DM umumnya berkisar antara 5-150 U sehari bergantung pada keadaan pasien (Suherman et al, 2007). Respon individual terhadap terapi insulin cukup beragam, oleh karena itu penentuan jenis dan frekuensi penyuntikan dilakukan secara individual (Departemen Kesehata RI, 2005). Jung et al., (2006) melaporkan resistensi insulin berkontribusi terhadap peningkatan pelepasan glukosa di hati dan menurunkan pengambilan (uptake) glukosa ke dalam jaringan adipose. Kondisi ini justru akan menyebabkan terjadinya hiperglikemia dan kegagalan pembentukan glikogen. Menurut Ramesh dan Pugalendi (2006), pada tikus diabetes terjadi penurunan kadar insulin plasma, kadar glikogen hati dan penurunan aktivitas enzim glukokinase. 4. Glibenklamid Salah satu obat antidiabetik yang sering digunakan yaitu glibenklamid. Mekanisme kerja glibenkamid yaitu dengan merangsang sekresi hormon insulin dari granul sel-sel β Langerhans pankreas. Interaksinya dengan ATP-sensitive K channel pada membran sel-sel β 13 menimbulkan depolarisasi membran dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. Dengan terbukanya kanal Ca, maka ion akan masuk ke dalam sel β kemudian merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin. Pada penggunaan jangka panjang atau dosis yang besar dapat menyebabkan hipoglikemia (Suherman, 2007). Untuk mencapai kadar optimal di plasma, glibenklamid pada manusia akan lebih efektif bila diminum 30 menit sebelum makan. Obat ini cepat diserap dalam saluran pencernaan, memiliki waktu paruh pendek, namun efek hipoglikemiknya berlangsung selama 12-24 jam, sehingga cukup diberikan satu kali sehari. Sekitar 50% dari dosis diekskresikan dalam urin dan 50% melalui empedu ke tinja. Dosis awal untuk DM tipe 2 adalah 2,5-5 mg setiap hari, disesuaikan setiap 7 hari dengan penambahan sebesar 2,5 atau 5 mg sehari sampai 15 mg per hari (Suherman et al, 2007). 5. Streptozotocin Diabetogenik seperti streptozotocin (STZ) dapat membangkitkan oksigen reaktif yang apabila diinduksi ke dalam tubuh tikus model dapat menyebabkan peningkatan ROS (Reactive Oxygen Species). Peningkatan ROS pada sel beta pankreas dapat mengakibatkan kerusakan sel beta pankreas yang menyebabkan penghambatan sintesis insulin serta sekresi insulin sehingga mengakibatkan Diabetes Mellitus Tipe 1 (Nugroho, 2006). 14 Streptozotocin memiliki rumus kimia (2-deoxy-2(3-(methyl-3nitrosoureido)-D-glucopyranose)) disintesis oleh Streptomycetes acrhomogenes (Szkudelski, 2001) dan sering digunakan sebagai induksi insulin-dependent dan non-insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM dan NIDDM) pada hewan uji karena selektif merusak sel β pankreas (Pathak et al., 2008). Streptozotocin bekerja langsung pada sel β pankreas, dengan aksi sitotoksiknya dimediatori oleh reactive oxygen species (ROS) sehingga dapat digunakan sebagai induksi DM. Streptozotocin masuk ke sel β pankreas melalui glucose transporter (GLUT2) dan akan menyebabkan alkilasi DNA. Alkilasi atau masuknya gugus metil dari STZ ke dalam molekul DNA ini akan menyebabkan kerusakan fragmentasi DNA (Elsner et al., 2000). Protein glycosylation diduga sebagai faktor kerusakan yang utama. Gambar 2. Struktur kimia streptozotocin 6. Pankreas Pankreas tikus terletak pada rongga abdomen, memiliki permukaan yang membentuk lobulasi, berwarna putih keabuan hingga kemerahan (Frandson, 1992). Pankreas adalah organ majemuk, campuran kelenjar endokrin dan eksokrin (Subowo, 1992; Junqueira, 15 1995; Arief, 2004) strukturnya mirip dengan kelenjar parotis. Namun berbeda dengan kelenjar parotis yang saluran keluarnya menempel pada tepi asinus, pankreas merupakan asinus serous murni dengan sel-sel sentro acinus pada tengah asinus, karena duktus intralobularis mulainya di tangah-tengah asinus (Halim, 1990). Dalam keadaan segar berwarna merah pucat atau putih dengan simpai yang tidak jelas. Diliputi oleh jaringan ikat yang jarang dan tipis dan membentuk septa ke dalam sehingga membagi kelenjar dalam lobulus yang nyata. Jaringan pankreas terdiri dari lobula sel sekretori yang tersusun mengitari saluran halus (Pearce, 2000). Pankreas merupakan campuran kelenjar eksokrin berupa asinus serous dan endokrin berupa pulau langerhans (Junqueira, 1995). a. Eksokrin pankreas Eksokrin pankreas mensekresi enzim dan proenzim sebagai berikut: tripsinogen, kemotripsinogen yang memecah protein, lipase yang menghidrolisis lemak netral menjadi gliserol dan asam lemak, amilase yang menghidrolisis tepung dan karbohidrat lainnya ribonuklease, dan deoksiribonuklease (Tambajong, 1995). Pengaturan enzim pankreas diatur oleh hormon sekretin dan kolesitokinin, yang dihasilkan oleh mukosa duodenum; serta nervus vagus. Sekretin menimbulkan sekresi cairan dalam jumlah 16 besar, sedikit protein, non enzimatik, dan kaya akan bikarbonat (Junqueira, 1995). b. Endokrin pankreas Pulau langerhans adalah mikroorgan endokrin multihormon dari pankreas, menempati 20% volume pankreas. membentuk 1-2% berat pankreas (Ganong, 1995). Pulau langerhans tampak sebagai kelompok sel berbentuk bulat, pucat, dikelilingi simpai halus, tidak memiliki saluran, dengan banyak pembuluh darah untuk penyaluran hormon kelenjar pankreas. Pulau-pulau kecil sel endokrin ditemukan berselang-seling diantara sel eksokrin pankreas (Ganong ,1995). Simpai serat-serat retikulin halus mengelilingi setiap pulau langerhans dan memisahkannya dari eksokrin pankreas yang berdekatan (Junqueira, 1995). Semua sel dalam pulau berbentuk poligonal tak teratur, dengan inti bundar di tengah, mitokondria kecil berbentuk batang dan aparat golgi kecil (Leeson, 1990). 17 Gambar 3.Penampang Melintang Pulau Langerhans Pankreas Tikus dengan Pewarnaan Chromium Hematoxylin Gomori (Prakoso et al., 2013). Ket: ( )= sel beta, ( )= sel alfa Pengamatan struktur histologi pankreas mencit normal menunjukkan sel-sel endokrin ini ketika diwarnai menggunakan Chromium Hematoxylin Gomori akan dapat dibedakan antara sel alfa dan sel betanya, sel beta terpulas biru, sel alfa terpulas merah, dan sel gamma terpulas merah muda (Mc.Mannus, 1960). Gambar histologi pankreas dengan pewarnaan Chromium Hematoxylin Gomori dapat dilihat pada Gambar 3 halaman 16. Gambar 4. Penampang Melintang Pulau Langerhans Pankreas Tikus dengan Pewarnaan Imunohistokimia (Dewi et al., 2011) Ket: ( )= sel beta. Sel β yang terdeteksi dengan pewarnaan immunohistokimia ditunjukkan dengan gambar sel yang berwarna coklat tua pada pulau 18 Langerhans sedangkan sel lainnya berwarna biru. Warna biru didapat dari counterstain menggunakan pewarna hematoksilin yang mewarnai sel-sel pankreas selain dari sel β yang berwarna coklat yang terwarnai dengan immunohistokimia, seperti yang terlihat pada gambar 3. Setiap sel mensekresi hormon yang berbeda. Sel beta mensekresi insulin (Guyton, 1997) yang bekerja terhadap membran sel (terutama hati dan otot), memudahkan transpor glukosa ke dalam sel sehingga kadar glukosa darah turun. Sel beta ini sesungguhnya mensintesis proinsulin yang dalam aparatus golgi dipecah menjadi insulin dan peptida C. Pelepasan insulin dirangsang oleh kadar glukosa darah (Leeson et al, 1996). Sel alfa membentuk glukagon yang pelepasannya dirangsang oleh kadar glukosa darah yang rendah. Glukagon menyebabkan pelepasan glukosa (terutama dalam hati) melalui proses glukoneogenesis dan glikogenolisis, jadi menaikkan kadar glukosa darah. Sel delta menghasilkan somatostatin yang dapat menghambat sekresi insulin dan glukagon, serta Vasoactive Intestinal Peptide (VIP), yang seperti glukagon menyebabkan lisis glukagon dan berpengaruh pula terhadap aktivitas sekretoris usus (Guyton, 1997, Lesson et al, 1996). Sel beta sering tetap ada pada orang yang menderita diabetes berat, tetapi sel-sel ini mengalami hialinisasi (organel-organel sel mengalami lisis sehingga sel tampak jernih) dan tak mengandung granula sekresi, juga sel-sel ini tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin, berbeda dengan sel beta normal yang 19 memberikan reaksi pewarnaan untuk insulin (Guyton, 1997).Malfungsi sel β menyebabkan diabetes melitus. Kondisi ini termanifestasi dengan hiperglikemia dan glikosuria (Paulsen, 2000). Kondisi morfologi pulau Langerhans pada diabetes tipe 2 secara detail diteliti oleh DENG et al. (2004). Hasilnya dilaporkan bahwa pada keadaan normal, jumlah sel beta diperkirakan 65% dan sel alpha 35%. Pada tikus diabetes derajat sedang, ditemukan hampir 67% pulau Langerhans berdiameter kurang dari 150 μm, sedangkan pada tikus normal jumlah pulau Lengerhans yang berdiameter lebih dari 150 μm sekitar 50%. Selain terjadi perubahan pada ukuran, dan bentuk juga terjadi fragmentasi pulau Langerhans. Pada kondisi diabetes derajat sedang, jumlah sel beta secara nyata berkurang bahkan pada diabetes parah sel beta tidak ditemukan namun sel alpha masih ditemukan di bagian perifer pulau Langerhans. 7. Histopatologi a. Degenerasi Degerasi sel atau kemunduran sel adalah kelainan sel yang terjadi akibat cedera ringan yang mengenai struktur dalam sel seperti mitokondria dan sitoplasma akan mengganggu proses metabolisme sel. Kerusakan ini sifatnya reversibel artinya bisa diperbaiki apabila penyebabnya segera dihilangkan. Apabila tidak dihilangkan, maka kerusakan menjadi ireversibel, dan sel akan mati. Penyebab degenerasi diantaranya yaitu kekurangan oksigen, kekurangan nutrisi, 20 infeksi sel, respon imun yang abnormal, faktor fisik (suhu, radiasi, trauma, dan bahan-bahan kimia beracun), cacat/kegagalan, serta penuaan. b. Nekrosis Nekrosis merupakan salah satu pola dasar kematian sel. Nekrosis terjadi setelah suplai darah hilang atau setelah terpajan toksin dan ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan kerusakan organel. Hal ini dapat menyebabkan disfungsi berat jaringan (Kumar; Cotran & Robbins, 2007. Pada nekrosis, perubahan terutama terletak pada inti. Memiliki tiga pola, yaitu (Lestari, 2011) piknosis merupakan pengerutan inti, homogenisasi sitoplasma dan peningkatan eosinofil, DNA berkondensasi menjadi massa yang melisut padat. Karioreksis Inti terfragmentasi (terbagi atas fragmen-fragmen) yang piknotik serta kariolisis yaitu pemudaran kromatin basofil akibat aktivitas DNAse. Macam-macam nekrosis: 1. Nekrosis koagulatif Terjadi akibat hilangnya secara mendadak fungsi sel yang disebabkan oleh hambatan kerja sebagian besar enzim. Enzim sitoplasmik hidrolitik juga dihambat sehingga tidak terjadi penghancuran sel (proses autolisis minimal). Akibatnya struktur jaringan yang mati masih dipertahankan, terutama pada tahap awal (Sarjadi, 2003). 21 Terjadi pada nekrosis iskemik akibat putusnya perbekalan darah. Daerah yang terkena menjadi padat, pucat dikelilingi oleh daerah yang hemoragik. Mikroskopik tampak inti-inti yang piknotik. Sesudah beberapa hari sisa-sisa inti menghilang, sitoplasma tampak berbutir, berwarna merah tua. Sampai beberapa minggu rangka sel masih dapat dilihat (Pringgoutomo, 2002). 2. Nekrosis likuefaktif (colliquativa) Perlunakan jaringan nekrotik disertai pencairan. Pencairan jaringan terjadi akibat kerja enzim hidrolitik yang dilepas oleh sel mati, seperti pada infark otak, atau akibat kerja lisosom dari sel radang seperti pada abses (Sarjadi, 2003). 3. Nekrosis kaseosa (sentral) Bentuk campuran dari nekrosis koagulatif dan likuefaktif, yang makroskopik teraba lunak kenyal seperti keju, maka dari itu disebut nekrosis perkejuan. Infeksi bakteri tuberkulosis dapat menimbulkan nekrosis jenis ini (Sarjadi, 2003). Gambaran makroskopis putih, seperti keju didaerah nekrotik sentral. Gambaran mikroskopis, jaringan nekrotik tersusun atas debris granular amorf, tanpa struktur terlingkupi dalam cincin inflamasi granulomatosa, arsitektur jaringan seluruhnya terobliterasi (tertutup) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007). 4. Nekrosis lemak 22 Nekrosis lemak traumatik terjadi akibat trauma hebat pada daerah atau jaringan yang banyak mengandung lemak (Sarjadi, 2003). Sedangkan nekrosis lemak enzimatik merupakan komplikasi dari pankreatitis akut hemorhagika, yang mengenai sel lemak di sekitar pankreas, omentum, sekitar dinding rongga abdomen. Lipolisis disebabkan oleh kerja lypolyticdan proteolytic pancreatic enzymesyang dilepas oleh sel pankreas yang rusak (Sarjadi, 2003). 5. Nekrosis fibrinoid Nekrosis ini terbatas pada pembuluh darah yang kecil, arteriol, dan glomeruli akibat penyakit autoimun atau hipertensi maligna. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan nekrosis dinding pembuluh darah sehingga plasma masuk ke dalam lapisan media. Fibrin terdeposit disana. Pada pewarnaan hematoksilin eosin terlihat masa homogen kemerahan (Sarjadi, 2003). c. Kerangka Berpikir Jumlah penderita diabetes di Indonesia semakin meningkat setiap tahun, salah satunya disebabkan pola konsumsi masyarakat di Indonesia yang tidak memperhatikan komposisi dan bahaya dari makanan yang mereka konsumsi. Hal ini mengakibatkan kenaikan glukosa dalam darah. Oleh karena itu masyarakat Indonesia membutuhkan pangan yang memiliki indeks glikemik rendah untuk mengatasi penyakit diabetes tersebut salah satunya yaitu umbi kimpul. 23 Menurut Imaduddin (2014) kimpul dapat memperbaiki kerusakan struktur sel-sel pulau Langerhans pankreas mencit hiperglikemik. Penelitian ini melanjutkan penelitian sebelumnya dengan menggunakan tikus putih jantan yang diinduksi streptozotocin (STZ) untuk kemudian diamati pankreasnya khususnya sel beta didalam pulau langerhansnya dengan pewarnaan Imunohistokimia dan Chromium Hematoxylin Gomori. Jumlah penderita diabetes semakin meningkat Peningkatan kebutuhan pangan yang dapat menurunkan glukosa darah bagi penderita diabetes Umbi kimpul dapat memperbaiki kerusakan struktur sel-sel pulau Langerhans pankreas mencit hiperglikemik (Imaduddin, 2014) Umbi kimpul diberikan pada tikus putih jantan yang diinduksi STZ. Pengukuran kadar glukosa darah tikus putih jantan dengan metode GOD-PAP. Pengamatan pulau langerhans untuk mengetahui gambaran sel beta yang menghasilkan hormon insulin dengan pewarnaan imunohistokimia dan Chromium hematoxylin Gomori Gambar 5. Bagan Kerangka Berpikir 24 d. Hipotesis 1. Jumlah sel beta paling banyak pada pankreas tikus putih jantan yang diberikan kimpul dilihat dengan pewarnaan imunohistokimia dan pewarnaan Chromium Hematoxylin Gomori . 2. Pada tikus dengan perlakuan pemberian kimpul dapat dibedakan antara sel alfa, sel beta, dan sel delta. Sel alfa terdeteksi berwarna merah, sel beta biru, dan sel delta merah muda dengan pewarnaan Chromium Hematoxylin Gomori. 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret sampai April2016 di Laboratorium Biologi Fakultas MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) UNS, Laboratorium Histologi dan Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran UGM dan LPPT (Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu) UGM. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu satu set alat bedah, gelas benda, gelas penutup, mikrotom,mikroskop cahaya, kamera, staining jar, water bath, sonde, kandang tikus, tempat minum tikus, timbangan elektrik, panci, kompor, pipet, kertas label, hot plate, jarum suntik, disposible syringe, spektrofotometer UV-Vis, tabung ependorf, sentrifuge, mikropipet, dan almari pendingin. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih jantan (Rattus norvegicus) Strain.Wistar jantan bobot 150-250 gram kurang lebih berumur 3 bulan, umbi kimpul, pankreas, aquades, eter, NaCl 0,9 %, kertas saring Whatman No.1, gibenklamid, dan beberapa bahan untuk pewarnaan preparat mikroanatomi(fiksatif Bouin, alkohol, xylol, parafin, pewarna, pewarna Chromium Hematoxylin Gomori (larutan bisulfite, phloxin B, larutan potassium permanganate, larutan PTA (Potassium Acid), pewarna chromium hematoxylin), pewarna Imunohistokimia (buffer formalin, antibodi 25 26 primer monoklonal anti insulin, antibodi sekunder, diamino benzidine (DAB), hematoxylin),entellan, alkohol bertingkat, CMC-Na 1%, pereaksi GOD PAP (Glucose Oxidase Phenol 4-Aminoantipyrine). C. Cara Kerja 1. Persiapan Hewan Uji Tikus diaklimatisasi selama 7 hari di laboratorium, diberi pakan pelet dan air minum secara ad libitum. Aklimatisasi bertujuan agar tikus beradaptasi dengan lingkungan baru dan meminimalisasikan efek stres pada tikus yang dapat berpengaruh pada metabolismenya dan dapat mengganggu penelitian.Selama aklimatisasi ini hewan uji (tikus) ditimbang berat badannyauntuk menentukan dosis yang akan diberikan pada saat perlakuan. Tikus yang digunakan dalam penelitian adalah tikus yang sehat dengan tanda-tanda bulu tidak berdiri, warna putih bersih, mata jernih, tingkah laku normal, dan mengalami peningkatan berat badan dalam batas waktu yang diukur secara rutin. Pemberian umbi kimpul sebagai perlakuan dilakukan secara ad libitum. 2. Induksi Diabetes dengan Streptozotocin (STZ) Kadar glukosa darah ditingkatkan dengan menggunakan streptozotocin (STZ) pada hewan uji dengan dosis 40mg/kg BB secara interaperitonial (Susilawati et al, 2014). Induksi diabetes diambah dengan pemberian makan berupa nasi. Pada uji potensi hipoglikemik, hewan uji dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan, setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Kelompok perlakuan sebagai berikut: 27 a. Kelompok I: diberi pakan pelet dan pelarut glibenklamid (Na CMC). b. Kelompok II (kontrol positif): diberi glibenklamid. Glibenklamid diberikan dalam bentuk suspensi dengan CMC sesuai dosis efektif pada manusia, yaitu 5 mg, yang dikonversikan berdasarkan konversi Paget dan Barnes (1964), yaitu dosis untuk setiap 200 g bb tikus setara dengan 0,018 kali dosis manusia dan dikalikan faktor farmakokinetika 10, sehingga dosis yang digunakan adalah 0,9 mg/200g bb tikus.Pengukuran glukosa darah dilakukan sebanyak 5 kali, yaitu hari ke-0 (sebelum perlakuan), pasca pemberian aloksan selama 10 hari, hari ke-1, hari ke-3, hari ke-6, dan hari ke-9. c. Kelompok III: diberi umbi kimpul ad libitum. Pengukuran glukosa darah dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu hari ke-0 (sebelum perlakuan), pasca pemberianstreptozotocin selama 10 hari, hari ke-1, hari ke-3, hari ke-6, dan hari ke-9. Pengambilan sampel darah dilakukan dengan menggunakan pipet hematokrit melalui vena retrorbital. 3. Pengukuran Kadar Glukosa Darah dengan Metode GOD-PAP Pengambilan darah dilakukan tiap akhir tahap melalui vena retroorbital dengan pipet hematokrit. Kadar glukosa darah serum ditentukan dengan metode GOD-PAP. Prinsip kerjanya adalah glukosa dioksidasi oleh enzim glukosa oksidase menghasilkan asam glukonat dan H2O2. Selanjutnya H2O2 direaksikan dengan amynophenasone dan phenol dengan bantuan enzim peroksidase menghasilkan quinoneimine. 28 Warna yang dihasilkan dihitung absorbansinya, kemudian dihitung konsentrasi glukosanya dengan rumus : Kadar glukosa (mg/dL) = × konsentrasi standar Langkah kerjanya yaitu . Volume darah yang diambil ±1 ml kemudian ditampung dalam tabung plastik dan dibiarkan membeku agar serum memisah dengan sel-sel darah. Agar serum memisah dengan sempurna, darah yang ditampung dalam tabung plastik di sentrifuge selama 15 sampai 20 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Serum yang telah memisah disimpan dalam kulkas pada suhu 2–8°C agar tidak rusak selama penyimpanan. Setelah itu ukur kadar glukosanya dengan cara 10 µl serum ditambah campuran pereaksi Diasys sebanyak 1000 µl kemudian divortek 1 menit agar campur sempurna, setelah dibiarkan selama 20 menit pada suhu kamar 25-28°C absorbansi dibaca dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 500 nm dan dihitung kadar glukosa darah (mg/dL) (Baroroh et al, 2011). 4. Pembuatan Preparat Histologi a. Pembuatan preparat Imunohistokimia Proses pembuatan preparat imunohistokimia diawali dengan organ (pankreas) yang difiksasi dengan buffer formalin, fiksasi dilakukan selama 1-3 hari. Organ yang telah difiksasi di bersihkan (washing) dengan alkohol 70%. Kemudian organdidehidrasi dengan merendamnya kedalam alkohol 70 %, 80%, 90%, 95%, alkohol absolut, selanjutnya sediaan diclearing dengan memasukkan sediaan ke dalam toluol over night. Selanjutkan sediaan di infiltrasi dengan xilol parafin 1:1 selama 60 menit, parafin I 60 menit, parafin II 60 menit. Proses selanjutnya adalah penyelubungan 29 (embedding) dan pencetakan (blocking) parafin cair. Hasil cetakan yang sudah mengeras dikeluarkan dari cetakan dan blok yang diperoleh dapat disimpan setelah over night. Proses pemotongan (sectioning) sediaan menggunakan mikrotom dengan ketebalan 6 μm hingga terbentuk coupes. Selanjutnya Coupes diletakkan di atas gelas benda (affixing) yang sebelumnya dioles dengan Mayers albumin kemudian ditetesi air untuk mencegah terjadinya lipatan pada pita dan diletakkan di atas hot plate, deikeringkan overnight (Suntoro, 1983). Pewarnaan (staining) dimulai dengan mensterilkan gelas objek dengan ultrasoniccleaner menggunakan larutan alkohol 70% selama 20 menit kemudian dipindahkan ke dalam larutan DW1, DW2, dan DW3 selama masing-masing 20 menit. Setiap pergantian, DW yang telah dipakai harus diganti baru. Setelah gelas objek steril, selanjutnya dilem dengan neofren. Kemudian dilanjutkan dengan proses deparafinisasi dan rehidrasi seperti pada pewarnaan Hematoksilin Eosin, kemudian dilakukan penghilangan aktivitas enzim peroksidase endogen dengan 0,3 ml H2O2 didalam methanol 30 ml dalam suhu ruang dan direndam selama minimal 15 menit. Sediaan jaringan kemudian dicuci dengan menggunakan DW sebanyak dua kali, masing-masing 5 menit lalu dicuci dengan Phosphate Buffer Saline (PBS) sebanyak dua kali, masing-masing 5 menit. Sediaan jaringan ditetes dengan normal serum sebanyak 60 μl, diinkubasi pada suhu 37ËšC selama 60 menit, kemudian dicuci kembali dengan PBS sebanyak tiga kali masing-masing selama 5 menit 30 selanjutnya diinkubasi dalam antibodi monoklonal insulin (SigmaI2018) sebanyak 60 μl normal serum pada suhu 4ËšC selama 24 jam. Sediaan dicuci lagi dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing selama 10 menit, kemudian berikutnya diinkubasi dalam antibody sekunder menggunakan DEPS (Dako Envision Peroksidase System) sebanyak 60 μl normal serum pada suhu 37ºC selama 60 menit. Sediaan dicuci kembali dengan PBS sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit. Tahap terakhir adalah mounting dengan canada balsam. b. Pembuatan preparat Chromium Hematoxylin Gomori Pembuatan preparat Chromium Hematoxylin Gomori diawali dengan proses fiksasi menggunakan bouin.Organ pankreas yang telah difiksasidiwashing dengan alkohol 70%. Proses selanjutnya organ didehidrasi dengan cara direndam ke dalam alkohol 70 %, 80%, 90%, 95%, dan alkohol absolut, kemudian organ diclearing dengan memasukkan ke dalam toluol selama over night. Organ di infiltrasi dengan xilol parafin (1:1) selama 60 menit, parafin I 60 menit dan parafin II 60 menit. Selanjutnya organ diinfiltrasi yaitu memasukkan organ ke dalam parafin cair. Sediaan yang telah diinfiltrasi ditanam dalam cetakan blok parafin (embedding).Hasil cetakan yang sudah mengeras dikeluarkan dari cetakan dan blok yang diperoleh disimpan selama over night. Proses pemotongan (sectioning) dilakukan dengan memotong blok parafin menggunakan mikrotom dengan ketebalan 6 μm hingga terbentuk coupes. Coupes yang terbentuk diletakkan di atas gelas benda yang sebelumnya sudah 31 diolesiMayers albumin kemudian ditetesi air untuk mencegah terjadinya lipatan pada pita dan diletakkan di atas hot plate dan dikeringkan selamaovernight (Suntoro, 1983). Sediaan yang sudah didiamkan selama overnight selanjutnyadirendamdalam larutan potassium permanganate selama 4 menit, kemudian sediaandi rendam lagi dalamlarutan bisulfite sampai irisan jaringan tidak berwarna. Sediaan dicuci dengan air mengalir selama 2 menit, jaringan yang sudah tidak berwarna direndam ke dalam larutan Chromium hematoxylin sampai granula terpulas selama 3-5 menit, pada tahap ini sediaan harus selalu dilihat dibawah mikroskop. Sediaan dicuci dengan air mengalir sampai berwarna biru muda, selanjutnya dimasukkan kedalam larutan phloxin B selama 5 menit dan dicelup kedalam aquades. Selanjutnya sediaan dimasukkan kedalam larutan PTA selama 2 menit. Setelah sediaan masuk ke dalam larutan PTA, sediaan dicuci dengan air mengalir selama 5 menit. Kemudian masuk ke tahap diferensiasi dalam alkohol 95% sampai warna kontras antara sel alfa, sel beta yang terdapat didalam insula Langerhans, dilanjutkanproses dehidrasi dengan mencelupkan sediaan ke dalam alkohol absolut beberapa kali, kemudian sediaan dijernihkan (clearing) dalam xylol. Tahap terakhir adalah mounting dengan canada balsam. 5. Perhitungan sel β pankreas 32 Perhitungan sel-sel beta pankreas dilakukan per-lapang pandang pada perbesaran 400x. Pengamatan terhadap pewarnaan imunohistokimia adalah menghitung rata-rata jumlah sel beta pankreas, yang dihitung dari 10 pulau Langerhans per sediaan dengan memakai 3 sediaan per kelompok (Suarsana et al, 2010) serta mengamati gambaran histologi dan kerusakan pankreas dengan pewarnaan Chromium Hematoxylin Gomori. D. Analisis data 1. Data kualitatif diperoleh dengan mengamati preparat irisan pankreas tikus putih jantan pada bagian pulau langerhansnya, dihitung jumlah sel betanya (pewarnaan imunohistokimia), serta membedakan sel alfa, sel beta, sel gamma dan kerusakan selnya (pewarnaan chromium hematoxylin gomori), kemudian dibandingkan pada masing-masing perlakuan. 2. Data kuantitatif diperoleh dengan menghitung jumlah sel beta pankreas dan mengukur kadar glukosa darah pada masing-masing kelompok perlakuan, untuk menguji perbedaan kadar gula darah setelah diberikan pembeban glukosa dan grup perlakuan digunakan Analysis Of Variance (ANOVA) jika terdapat beda nyata dilanjutkan dengan pengujian DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf signifikansi 5%. 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Histopatologi pankreas dengan pewarnaan Chromium Hematoxylin Gomori Pewarnaan Chromium Hematoxylin Gomori dilakukan untuk melihat morfologi secara umum dari jaringan pankreas. Hasil pewarnaan Chromium Hematoxylin Gomori dapat dibedakan antara sel alfa, sel beta, dan sel delta. Menurut Erwin, dkk (2012), berdasarkan pewarnaan Gomori, sel beta terlihat berwarna biru dan sel alfa terlihat berwarna merah. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa kelompok perlakuan pelarut glibenklamid (Na CMC) menunjukkan sedikitnya sel beta pankreas, dan disertai dengan kerusakan sel beta. Hal ini dapat terjadi karena tikus dalam kondisi diabetes sehingga sel beta pankreas mengalami kerusakan dan tidak dapat memproduksi insulin. Menurut Erwin, et al (2012) Peningkatan persentase jumlah sel beta yang mengalami nekrosis menunjukkan kerusakan pada sel beta yang berakibat menurunnya sekresi insulin sehingga menimbulkan DM. Hal ini tidak berbeda nyata pada kondisi kelompok perlakuan glibenklamid, kedua kelompok mengalami kondisi yang sama. Selain jumlah sel beta yang sedikit dan kerusakan sel juga dapat dilihat ukuran pulau Langerhans yang kecil. Kondisi morfologi pulau Langerhans pada diabetes tipe 2 secara detail diteliti oleh Deng, et al (2004) dalam Seungbum et al, (2007) bahwa kelenjar endokrin pankreas tersusun atas pulau langerhans yang merupakan cluster yang tersebar di sepanjang kelenjar eksokrin pankreas. Unit endokrin yang disebut 33 34 sebagai pulau langerhans memiliki 4 macam sel yaitu sel alfa, sel beta, sel delta, dan sel PP (Polipeptida pankreas). Tabel 2. Rata-rata jumlah sel β Pankreas pada Pulau Langerhans Kelompok Jumlah sel β di pulau Langerhans (buah) K1 16,3± K2 20,0± K3 49,5± Keterangan: Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0,05). Dalam keadaan normal, jumlah sel beta diperkirakan 65% dan sel alpha 35%. Pada tikus diabetes derajat sedang, ditemukan hampir 67% pulau Langerhans berdiameter kurang dari 150 μm, sedangkan pada tikus normal jumlah pulau Lengerhans yang berdiameter lebih dari 150 μm sekitar 50%. Selain terjadi perubahan pada ukuran, dan bentuk juga terjadi fragmentasi pulau Langerhans. Pada kondisi diabetes derajat sedang, jumlah sel beta secara nyata berkurang bahkan pada diabetes parah sel beta tidak ditemukan, namun sel alpha masih ditemukan di bagian perifer pulau Langerhans. Menurut Guyton et al (2006), Kerusakan sel beta Langerhans pankreas menyebabkan gangguan sintesis insulin. Insulin memegang peranan penting dalam pengaturan glukosa darah, kekurangan insulin menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Pada kelompok perlakuan umbi kimpul menunjukkan adanya produksi sel beta pankreas yang lebih banyak dibandingkan kedua kelompok lainnya. Dengan jumlah sel beta yang banyak tersebar di area pulau Langerhans memungkinkan 35 produksi insulin yang optimal. Menurut Erwin, et al (2012), Peningkatan jumlah sel beta Langerhans dapat terjadi akibat kemampuan tubuh untuk meregenerasi sel beta yang rusak. Regenerasi sel beta yang rusak diawali dengan perbaikan sel-sel beta dan pembelahan sel beta yang baru (mitosis). Penurunan proporsi nekrosis sel beta terjadi secara bertahap. Hasil pewarnaan Chromium hematoxylin gomori pada potongan jaringan pankreas pada Gambar 6 terlihat bahwa K1 susunan sel endokrin tidak teratur, mengalami perubahan struktur morfologi dan ditemui sedikit sel endokrin dan banyak yang mengalami perubahan degenerasi sel endokrin yang menuju nekrosa sel. Hal ini disebabkan induksi STZ yang merusak sel endokrin khususnya sel beta pankreas. Pada diabetes muda umumnya beberapa sel beta menunjukkan degranulasi lengkap dan sitoplasma yang kosong (Cooperstein, 1981). 36 A B C Gambar 6. Gambaran Histologi Pulau Langerhans Pewarnaan Chromium Hematoxylin Gomori A= K1 (Na CMC), B= K2 (Glibenklamid), C= K3 (Kimpul). Ket: ( )= sel alfa( )= sel beta, ( )= sel delta. Perubahan juga terlihat pada K2, pada kelompok ini terjadi degenerasi sel endokrin terlihat pada intinya berubah bentuk menjadi polimorf (tidak seragam). Perubahan yang terjadi digambarkan dalam bentuk perubahan inti sel endokrin menjadi lebih kecil (piknotik) bahkan ada yang menghilang. Namun pada K2 37 jumlah sel beta lebih banyak dibandingkan pada K1. Hal ini menunjukkan bahwa glibenklamid dapat meregenerasi sel beta meskipun masih banyak yang mengalami degenerasi, sedangkan pada K3 menunjukkan sel beta yang banyak tersebar di dalam pulau langerhans, menunjukkan sel endokrin yang mulai melakukan regenerasi menuju bentuk normal, walapun masih banyak ditemukan beberapa sel endokrin yang mengalami degenerasi. B. Histopatologi pankreas dengan pewarnaan imunohistokimia Pada penelitian ini dilakukan tiga perlakuan yaitu perlakuan kontrol negatif (Na CMC), perlakuan glibenklamid, dan perlakuan umbi kimpul. Dari ketiga perlakuan diamati pulau langerhans serta sebaran sel β pankreasnya dari preparat yang telah dibuat dengan menggunakan pewarnaan imunohistokimia. Menurut Kim et al (2007) pada tikus dewasa, sebaran sel-sel β pada pulau langerhans berada ditengah-tengah, sementara sel-sel lainnya seperti sel alfa, sel delta, dan sel PP tersebar dibagian perifer. Hal ini sesuai dengan hasil yang ditunjukkan pada Gambar 7, sel β tersebar di tengah-tengah dan sel alfa, sel delta tersebar di bagian perifer. Hasil pengamatan jumlah sel-sel β dari pewarnaan imunohistokimia disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan hasil uji statistik terhadap jumlah sel β pankreas yang terdapat di dalam pulau Langerhans dari tiga lapang pandang. Dari hasil uji menunjukkan bahwa kelompok dengan perlakuan umbi kimpul memiliki jumlah sel β pankreas yang paling banyak, menurut penelitian yang dilakukan oleh Immadudin (2015) bahwa struktur histologi pankreas pada mencit hiperglikemik yang diberi umbi kimpul menunjukkan perbaikan pada pulau-pulau 38 Langerhansnya. Perbaikan tersebut meliputi sel endokrin pada pulau Langerhans yang mulai melakukan regenerasi menuju bentuk normal, walaupun masih ditemukan beberapa sel endokrin yang mengalami degenerasi. Tabel 3. Rata-rata jumlah sel β Pankreas pada Pulau Langerhans Kelompok Jumlah sel β di pulau Langerhans (buah) K1 15,5± K2 22,5± K3 70,5± Keterangan: Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0,05). Pada kelompok yang diberi perlakuan pelarut glibenklamid (Na CMC) dan glibenklamid memiliki jumlah sel β pankreas yang tidak berbeda signifikan hal ini menunjukkan bahwa banyak sel β yang mengalami kerusakan akibat pemberian STZ dan tidak ada induksi untuk memperbaiki sel dalam keadaan diabetes tersebut. Menurut Ressang (1963), perubahan-perubahan pada sel-sel yang ditimbulkan oleh zat-zat yang mempunyai efek sitotoksik yakni pengecilan pulaupulau Langerhans pankreas, pengurangan jumlah sel beta dan degranulasi. Salah satu mekanisme streptozotocin menyebabkan terjadinya DM berkaitan dengan pembentukan radikal bebas diantaranya NO, O2, dan H2O2 yang dapat menyebabkan fragmentasi DNA sel akibat sitotoksik streptozotocin. Radikal bebas memiliki waktu paruh yang sangat pendek hanya dalam satuan mikrodetik (Utomo et al., 1991). Oleh karena itu, radikal bebas sangat reaktif dan dapat menimbulkan kerusakan di berbagai bagian sel antara lain kerusakan membran sel, protein, dan DNA. 39 Tabel 3. menunjukkan bahwa kelompok tikus sebagai kontrol negatif (KI) mempunyai jumlah sel β pankreas paling sedikit dibandingkan dengan kelompok dengan perlakuan glibenklamid (K2) dan kelompok dengan perlakuan umbi kimpul (K3). Data ini menunjukkan bahwa sel β pada jaringan pankreas mengalami kerusakan akibat induksi STZ. Kerusakan sel β yang tinggi dan sekresi insulin menjadi sangat sedikit (Uray, 2009). Menurut Suarsana et al (2010), kerusakan sel β menyebabkan produksi insulin berkurang sehingga ketika hormon insulin dideteksi pada sel β menggunakan pewarnaan imunohistokimia, sel β jumlahnya sangat sedikit. Pada perlakuan kelompok tikus yang diberikan glibenklamid tidak berbeda nyata dengan kelompok pertama, jumlah sel β juga sedikit dibandingkan dengan sel β pada perlakuan umbi kimpul namun lebih banyak dibandingkan dengan kelompok pertama, kemudian pada perlakuan kelompok yang diberikan umbi kimpul terlihat bahwa jumlah sel β lebih banyak dari kelompok pertama dan kelompok kedua. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi regenerasi sel β pulau Langerhans pada kelompok perlakuan umbi kimpul. Pengamatan terhadap potongan jaringan pankreas khususnya pada sel beta yang diwarnai dengan imunohistokimia dilakukan secara deskriptif dengan melihat populasi dan tampilan kadar reaksi Ag dan Ab sel beta yang mengalami perubahan. Pengamatan dengan teknik pewarnaan imunohistokimia dapat terlihat sel beta yang menghasilkan insulin dalam pulau Langerhans yang ditunjukkan dengan sel yang sitoplasmanya terwarnai coklat yang tersebar diluar sel tersebut.. Pulau Langerhans didominasi oleh sel beta. 40 Hasil pengamatan preparat yang ditunjukkan pada Gambar 7 dengan menggunakan pewarnaan imunohistokimia menunjukkan bahwa pada kelompok dengan perlakuan pelarut glibenklamid sel β pankreas terdeteksi sedikit dibuktikan dengan kadar reaksi positif Ag terhadap Ab insulin pada sel beta yang sedikit sehingga hormon yang diekspresikan juga sedikit. Menurut Kim, et al (2007) sel lain yang berwarna biru didapakan dari counterstain menggunakan pewarna hematosilin yang mewarnai sel-sel pankreas selain dari sel β yang berwarna coklat yang terwarnai dengan immunohistokimia. Hal ini menunjukkan bahwa sel β pada jaringan pankreas mengalami kerusakan akibat induksi STZ, tidak ada pengobatan yang dilakukan pada kelompok ini sehingga hormon insulin sudah tidak dapat diproduksi oleh sel β pankreas. Kerusakan sel β yang tinggi dan sekresi insulin menjadi sangat sedikit (Uray, 2009). Menurut Suarsana et al (2010), kerusakan sel β menyebabkan produksi insulin berkurang sehingga ketika hormon insulin dideteksi pada sel β menggunakan pewarnaan imunohistokimia, hasil sel β jumlahnya sangat sedikit. Penurunan ekspresi insulin dari sel beta Langerhans pankreas yang imunoreaktif terhadap antibodi insulin menandakan berkurangnya sintesis insulin oleh sel-sel tersebut, sehingga pemberian antibodi terhadap insulin (pewarnaan imunohistokimia) hanya bereaksi dengan sel-sel yang masih menghasilkan insulin. Penurunan sintesis insulin menandakan kerusakan sel beta Langerhans pankreas oleh induksi streptozotocin. Streptozotocin adalah suatu senyawa kombinasi glukosamine achromogenes, dan streptozotocin nitrosouren diproduksi menimbulkan toksik oleh Streptomycetes dengan menyebabkan 41 kerusakan pada DNA sel. Di dalam sel, streptozotocin serupa dengan glukosa yang diangkut oleh protein pengangkut glukosa yaitu GLUT2, tapi tidak dikenali oleh protein pengangkut glukosa lainnya (Schnedl et al., 2006). A B C Gambar 7. Gambaran histopatologi pankreas dengan pengecatan Imunohistokimia, pembesaran 400x. Sel β pankreas menunjukkan immunoreaktif terhadap insulin. Ket: A = KI (Na CMC), B = K2 (Glibenklamid), C = K3 (Umbi Kimpul),( ) = menunjukkan reaksi positif Ag terhadap Ab insulin pada sel beta yang berwarna coklat. Pada perlakuan kelompok tikus yang diberikan glibenklamid tidak berbeda nyata dengan kelompok pertama, sel β yang mengekspresikan insulin juga sedikit 42 dibandingkan dengan sel β pada perlakuan umbi kimpul namun lebih banyak dibandingkan dengan kelompok pertama, kemudian pada perlakuan kelompok yang diberikan umbi kimpul terlihat bahwa sebaran sel β yang mengekspresikan insulin lebih banyak daripada kelompok pertama dan kelompok kedua, ekspresi sel beta Langerhans pankreas yang imunoreaktif terhadap insulin sudah kembali meningkat, akibat regenerasi sel beta Langerhans pankreas. Tabel 4. Pengamatan Chromium Hematoxylin Gomori dan Imunohistokimia. Kelompok K1 (Pelarut Glibenklamid/Na CMC) Chromium Hematoxylin Imunohistokimia Gomori - Jumlah sel beta - Sel- sel beta yang pankreas paling menunjukkan sedikit. reaksi positif Ag - Sel endokrin terhadap Ab mengalami insulin sel beta perubahan bentuk paling sedikit. menjadi tidak seragam - Terjadi degenerasinekrosa sel. K2 (Glibenklamid) - Jumlah sel beta K3>K2>K1. - K3 (Umbi kimpul) - Sel beta paling banyak dibandingkan dua kelompok lain Terjadi regenerasi sel beta. - - - Sel-sel beta yang menunjukkan reaksi positif Ag terhadap Ab insulin K3>K2 >K1 Sel-sel beta yang menunjukkan reaksi positif Ag terhadap Ab insulin lebih banyak dibandingkan dua kelompok lain. Terjadi regenerasi sel beta 43 Hasil pengamatan Chromium Hematoxylin Gomori dan imunohistokimia menunjukkan bahwa pemberian umbi kimpul dapat memperbaiki gambaran sel endokrin dengan regenerasi sel beta pankreas dan penurunan glukosa darah dari hari ke-3 sampai hari ke-9. C. Pengaruh Pemberian Umbi Kimpul Terhadap Kadar Glukosa Darah Hasil uji efek hiperglikemik umbi kimpul pada tikus yang diinduksi STZ dipaparkan pada tabel5. Tabel 5. Rataan kadar glukosa darah sebelum dan sesudah perlakuan Perlakuan Rata-rata kadar glukosa darah (mg/dl) ± SD Hari ke-1 Hari ke-3 Hari ke-6 Hari ke-9 Na CMC 158,9 ± 11,5 347,6 ± 73,7 475,0 ± 20,7 266,1 ± 85,7 Glibenklamid 288,7 ± 44,8 369,7 ± 63,4 434,9 ± 51,9 273,3 ± 118,7 Kimpul (ad libitum) 249 ± 54,7 118,3 ± 37,0 83,5 ± 35,1 33,9 ± 3,6 Kadar glukosa darah saat hari ke-0 pada ketiga kelompok dinyatakan normal, setelah diinduksi STZ pada kelompok kedua dan ketiga menunjukkan kenaikan kadar glukosa dara yang drastis yaitu >200 mg/dl. Sedangkan pada kelompok pertama kenaikan glukosa darahnya lebih rendah dibandingkan pada kelompok pertama dan kedua hal ini disebabkan beberapa faktor diantaranya karena pakan pelet yang diberikan setiap kelompok berbeda jumlahnya dan tidak semua kelompok memakan habis pakannya, sehingga hal ini sangat mempengaruhi jumlah karbohidrat yang masuk ke dalam tubuh yang mempengaruhi kadar gula darah saat pengukuran kadar gula darah. Menurut 44 Wulandari (2010), kadar glukosa darah puasa normal pada tikus dalam rentang antara 50-109 mg/dl dan tikus dalam keadaan hiperglikemik jika kadar glukosa darahnya ≥109 mg/dl. Terdapat tiga perlakuan yaitu kelompok pertama dengan perlakuan diberi pelarut glibenklamid (Na CMC) dan pakan pelet sebagai kontrol negatif. Pada hari pertama kelompok kedua dan ketiga kadar gula mengalami kenaikan yang drastis Dari kelompok pertama dapat diketahui bahwa kadar glukosa darah cenderung mengalami kenaikan pada hari ke-3 yaitu sebesar 188,7 dan pada hari ke-6 sebesar 127,4. Kenaikan pada hari ke-3 dan ke-6 pasca dinyatakan diabetes ini dapat terjadi karena kerusakan sel beta Langerhans oleh induksi STZ. Induksi STZ dengan dosis rendah secara berulang dapat menghasilkan hewan model DM yang kronis.STZ dapat merusak sel β pankreas dengan bekerja langsung pada sel β pankreas melalui glucose transporter (GLUT2) dan akan menyebabkan kerusakan fragmen DNA (Elsner et al., 2001). Elsner et al (2000), melaporkan bahwa penyebab kematian sel-sel β pankreas hasil induksi STZ adalah alkilasi DNA. Di samping itu kerusakan DNA pada sel β diduga juga akibat aktivitas senyawa oksigen reaktif dari nitrit oksida (NO). Senyawa STZ adalah donor NO yang telah ditemukan sebagai penyebab kerusakan sel β pulau Langerhans pankreas, dengan cara meningkatkan aktivitas guanilil siklase. Dalammitokondria, NO juga akan meningkatkan aktivitas xanthin oksidase dan menurunkan oksigen yang berdampak pada penghambatan siklus Krebs, sehingga terjadi pembatasan produksi ATP dalam mitokondria yang kemudian menyebabkan deplesi nukleotida dalam sel βdan pada akhirnya 45 mengakibatkan kerusakan DNA (Szkudelski, 2001), sedangkan pada hari ke-9 mengalami penurunan rata-rata kadar gula darah secara drastis yaitu sebesar 208,9 mg/dL. Selanjutnya pada kelompok perlakuan glibenklamid dengan dosis 0,9 mg/kg BB mengalami kenaikan rata-rata kadar gula darah sebesar 81 pada hari ke-3, pada hari ke-6 mengalami kenaikan lagi sebesar 65,2. Jumlah rata-rata kenaikan kadar gula darah pada hari ke-3 dan ke-6 tidak signifikan seperti kenaikan yang terjadi pada kelompok pertama. Pada kelompok perlakuan glibenklamid dapat terjadi kenaikan rata-rata gula darah pada hari ke-3 dan ke-6. Kemudian pada hari ke-9 mengalami penurunan rata-rata kadar gula darah secara signifikan sebesar 161,6. Hal ini dapat terjadi karena glibenklamid merupakan obat diabates secara oral jenis derivat sulfurylunea yaitu bekerja dengan menstimulasi sel-sel β pankreas secara langsung untuk mempertinggi sekresi insulinnya. Secara garis besar obat ini dapat menurunkan kadar gula darah yang tinggi dengan cara merangsang keluarnya insulin dari sel β pankreas (Ranakusuma, 1987). Glibenklamid digunakan sebagai kontrol positifkarena biasanya digunakan untuk pengobatandiabetes melitus dan diberikan peroral. Glibenklamidmemiliki efek hipoglikemik, mampu menstimulasipengeluaran insulin pada setiap pemasukanglukosa(Tjay et al, 2002).Hasil penelitian pada tabel 2 menunjukkan bahwa kadar gula darah pada perlakuan kontrol negatif dan perlakuan glibenklamid memiliki perbedaan nyata, hal ini karena p=0, 000 (p<0,05), pada perlakuan kimpul memiliki kadar gula darah paling rendah secara nyata 46 dibandingkan dua kelompok perlakuan lainnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian umbi kimpul kukus mempengaruhi kadar gula darah. Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa pada kelompok Na CMC sebagai kontrol negatif rata-rata kadar gula darah mengalami kenaikan pada hari ke-3 dan hari ke-6, kemudian mengalami penurunan secara drastis pada hari ke-9. Hal ini juga terjadi pada perlakuan glibenklamid pada hari ke-3 dan hari ke-6 mengalami kenaikan namun nilai kenaikannya lebih sedikit dibandingkan dengan kenaikan yang terjadi pada perlakuan pelarut glibenklamid (Na CMC). Penurunan drastis terjadi pada hari ke-9. Berbeda dengan perlakuan pelarut glibenklamid (Na CMC) dan perlakuan glibenklamid pada perlakuan kimpul pada hari ke-3, hari ke-6, dan hari ke-9 terus mengalami penurunan yang cukup konstan. Dari hasil grafik (gambar 9) dapat dilihat bahwa dari ketiga perlakuan, perlakuan yang diberi umbi kimpul yang dapat dikatakan dapat menurunkan guladarah lebih cepat dibandingkan dengan kelompok Na CMC dan kelompok glibenklamid. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Immadudin (2014) bahwa setelah mengkonsumsi umbi kimpul kadar gula darah hewan mengalami penurunan yang nyata 47 Kadar Glukosa Darah (mg/dl) 500 450 400 350 300 Na CMC 250 Glibenklamid 200 Kimpul 150 100 50 0 H0 H3 Hari ke- H6 H9 Gambar 8. Grafik rata-rata kadar glukosa darah dengan berbagai perlakuan. Ket: Tikus kontrol diabetes yang diberi Na CMC ( ), tikus diabetes yang diberi glibenklamid ( ), tikus diabetes yang diberi umbi kimpul ad libitum ( ). Umbi kimpul yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi kimpul yang diberikan dengan cara dikukus. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Immadudin (2014) bahwa umbi kimpul yang diberikan secara direbus dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit dan dapat meregenerasi sel-sel β pankreas yang rusak. Pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Immadudin (2014) pada hari ke-9 terjadi penurunan glukosa darah yang menjadikan glukosa darah mencit mendekati seperti sebelum di induksi aloksan, sedangkan pada penelitian ini yang menggunakan umbi kimpul kukus yang diberikan secara ad libitum dapat menjadikan glukosa darah tikus mendekati seperti sebelum di induksi STZ pada hari ke-6. Dari hal ini membuktikan bahwa umbi kimpul yang dikukus lebih efektif menurukan kadar glukosa darah daripada umbi kimpul yang direbus. Makanan yang dikukus dapat semaksimal mungkin mempertahankan gizi 48 makanan, sedangkan pada makanan yang direbus dapat melarutkan kandungan gizi yang terdapat pada makanan tersebut. Menurut Wulandari (2014), pengukusan merupakan proses pengolahan yang paling baik karena tidak banyak menyebabkan perubahan terhadap kandungan zat gizi seperti kadar vitamin C dan antioksidan. Selain itu pemasakan dengan cara dikukus menunjukkan kandungan antioksidan yang lebih tinggi. Kimpul memiliki kandungan vitamin C sebesar 2 mg per 100 gram berat kimpul (Lingga, 1995). Vitamin C adalah antioksidan terpenting dalam plasma yang larut air dan dapat membersihkan radikal bebas. Peran vitaminC (asam askorbat) pada perjalanan diabetes adalah sebagai inhibitor enzim aldose reduktase, sehingga penggunaan ekuivalen pereduksi berkurang. Kesediaan ekuivalen pereduksi berguna untuk konversi glutation teroksidasi (GSGG) menjadi glutation teroksidasi (GSH). Hal tersebut selanjutnya dapat mencegah penumpukan sorbitol pada jaringan (Setiawan et al., 2005). Pada penelitian ini vitamin C diperkirakan dapat menurunkan kadar glukosa darah, hal ini sesuai dengan penelitian Subroto (2006), pemberian 2 gram vitamin C per hari dapat mengendalikan kadar glukosa darah dari keadaan hiperglikemia. Menurut Azrimaidaliza (2011), vitamin C berperan sebagai antioksidan, yaitu menurunkan stress oksidatif sehingga mencegah kejadian diabetes melitus. Vitamin C memiliki kemampuan antioksidan lebih kuat bila dibandingkan dengan vitamin A dan vitamin E (Klenner, 2005). Vitamin C memiliki efek biologis untuk menghambat kerusakan oksidatif oleh radikal bebas (Wise, 2001) pada penelitian ini digunakan STZ yang salah satu mekanismenya membentuk radikal bebas yang menimbulkan 49 kerusakan sel, dengan adanya vitamin C pada kimpul dapat menghambat kerusakan sel beta pankreas. Hasil penelitianWulandari et al (2012), menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara asupan vitamin C dengan kadar gula darah penderita diabetes, hal ini karena vitamin C dapatmeningkatkan sensitivitas insulin dan dapat menurunkan kadar glukosa darah. Vitamin Cmengurangi toksisitas glukosa dan berkontribusi dalam pencegahan penurunan massa sel beta danpeningkatan jumlah insulin. Berkaitan dengan peran menurunkan kadar glukosa darah ,vitamin C memainkan peran dalam memodulasi aksi insulin pada penderita DM, terutama dalam metabolisme glukosa non oksidatif. Kimpul merupakan tanaman yang mempunyai kandungan saponin dan flavonoid pada daun dan umbinya (Rita et al., 2010). Senyawa dari flavonoid yang diduga memiliki aktivitas dalam penurunan kadar glukosa darah adalah kuersetin. Mekanisme kuersetin sebagai antioksidan sekunder adalah dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai radikal bebas atau dengan cara menangkapnya (Winarsi, 2007).Peranan antioksidan sangat penting dalam menetralkan dan menghancurkan radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan sel dan juga merusak biomolekul, seperti DNA, protein, dan lipoprotein di dalam tubuh yang akhirnya dapat memicu terjadinya penyakit degeneratif, seperti kanker, jantung, artritis, katarak, diabetes, dan hati (Silalahi, 2002). Kuersentin memperlihatkan aktivitas sebagai antioksidan dengan menurunkan peroksidasi lipid (MDA) dan meningkatkan aktivitas enzim 50 antioksidan pada tikus diabetes melitus yang diinduksi STZ. Pada penelitian ini kuersetin pada umbi kimpul diperkirakan meningkatkan induksi sekresi insulin oleh glukosa pada sel beta pankreas yang masih berfungsi. Kuersetin yang mempunyai kemampuan untuk mengikat atom atau sebagai scavenging bagi radikal bebas sehingga tidak terbentuk ROS berlebihan. Aktivitas yang kuat sebagai scavenger yang mampu meningkatkan aktivitas superoxide dismutase (SOD) dan juga catalase (CAT). SOD adalah garis pertahanan pertama terhadap ROS yang mengkonversi selanjutnya catalase melakukan detoksifikasi menjadi molekul oksigen dan air (Sulistyorini et al., 2015). Menurut Sulistyorini et al (2015), kuersetin merupakan senyawa yang mampu meregenerasi sel beta pankreas,hal ini sesuai dengan penelitian ini bahwa sel beta mengalami regenerasi pada perlakuan umbi kimpul dari jumlah sel beta pankreas (Tabel 2 dan Tabel 3) yang lebih banyak dibandingkan dua perlakuan lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Adewole et al (2006), bahwa tikus diabetes melitus yang diinduksi STZ dan terapi kuersetin tidak ditemukan infiltrasi sel radang dan islet terlihat mengalami peningkatan dalam intensitas granulasi. Menurut Sulistyorini et al (2015), kuersetin mampu menstimulasi sel-sel progenitor pada saluran pankreas untuk berdiferensiasi membentuk sel pulau Langerhans baru atau sel endokrin pada tikus diabetes. Menurut Shreeve (2005), makanan yang memiliki indeks glikemik (IG) tinggi menyebabkan peningkatan besar glukosa darah dengan cepat, sedangkan makanan yang memiliki IG rendah membantu menjaga kadar glukosa darah tetap stabil, sehingga dapat dikatakan bahwa kimpul merupakan makanan yang 51 memiliki IG rendah. Listiatiet et al (2011), mengatakan bahwa pada penderita diabetes menunjukkan bahwa penggantian karbohidrat yang memiliki IG tinggi dengan pangan yang memiliki IG rendah akan memperbaiki pengendalian gula darah. Salah satu komponen yang mendukung besar kecilnya IG dalam bahan pangan adalah karbohidrat. Kimpul yang dimasak degan dikukus menurut Yuliningsih (2015) memiliki karbohidrat 30,34 gram/100 gram berat bahan. Semakin berlebihan asupan karbohidrat besar kemungkinan terjangkitnya DM (Maulana., 2008). Mekanisme hubungan konsumsi karbohidrat dengan kadar glukosa darah yaitu karbohidrat akan dipecah dan diserap dalam bentuk monosakarida, terutama glukosa. Penyerapan glukosa menyebabkan peningkatan kadar gula darah dan meningkatnya sekresi insulin (Linder, 2000). 52 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Pankreas yang diberi umbi kimpul memiliki jumlah sel beta lebih banyak dibandingkan dengan kelompok perlakuan pelarut STZ dan kelompok perlakuan glibenklamid. B. SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang senyawa spesifik didalam umbi kimpul yang mempengaruhi penurunan kadar glukosa darah. 52 53 DAFTAR PUSTAKA Adewole, S.O., Caxton M.E.A., Ojewole J.A. 2006. Protective effect of quercetin on the morphology of pancreatic beta-cells of streptozotocin-treated diabetic rats. Afr J Tradit Complement Altern Med. 4(1): 64–74. Althan, V.M. 2003. The pharmacology of diabetic complications. Current Medicinal Chemistry 10:1317-1327. Arnott, J.H. dan F.G.E. Pautrad. 1970. Calcification in Plant. Appleton Century Crofts, New York. Ayu, C.D. dan Sudarminto S.Y. 2014. Pengaruh Suhu Blansing Dan Lama Perendaman Terhadap Sifat Fisik Kimia Tepung Kimpul (Xanthosoma Sagittifolium). Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2 (2): 110-120. Azrimaidaliza. 2011. Asupan Gizi Dan Penyakit Diabetes Mellitus. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 6 (1): 36-41. Bermenjo, J.E. dan Leon J. 2002. Plant Production and Protection. http://www.hurt.purdue.edu/newcrop/1492/tannia.html (17 Agustus 2015). Bloom, W. And Don W.F. 2002. Buku ajar histologi. Edisi 12.Terjemahan Jan Tambayong. EGC, Jakarta. Bradbury, J.H. and Holloway, W.D. 1988. “Chemistry of Tropical Root Crops: Significance for Nutrition and Agriculture in the Pacific”. Australian Centre for international Agricultural Research, Canberra. Cooperstein, S.J. and Dudley W. 1981. The Islets of Langerhans. Academic, New York. Corwin, E.T. 2008. Handbook of Pathophysiologi. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia. Danaei, G., Finucane M.M, Lu Y., Singh G. M. and Cowan, M. J. 2011. National, regional, and global trends in fasting plasma glucose and diabetes prevalence since 1980 : Systematic analysis of health examination surveys and epidemiological studies with 370 countryyears and 2.7 million participants. The Journal of Lancet. 378 (9785): 31-40. Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Melitus. Departemen Kesehatan RI (85 hlm), Jakarta. Elsner, M. 2000. Relative importance of transport and alkylation for pancreatic betha-cell toxicity of streptozocin. Diabetologia. 43: 2528- 1533. Elsner, M., Guldbakke B., Tiedge M., Munday R., and Lenzen S. 2000. Relative Importance of Transport and Alkylation for Pancreatic Beta-cell Toxicity of Streptozotocin. Diabetalogia. 43:1528-33. 54 Erwin, Etriwati, Muttaqien, Tri W. P. and Sitarina. 2012. Ekspresi Insulin Pada Pankreas Mencit (Mus musculus) Yang Diinduksi Dengan Streptozotocin Berulang. Jurnal Kedokteran Hewan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Finley, D. S. 1998. Patterns of calcium oxalate crystals in young tropical leaves : a possible role as an anti-herbivory defense. Plant Bio. 21 (5) :77. Frandson, R. D.1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: UGM Press. Pp 864:867. Gregory, S. K. 2011. Quercetin, 16th ed. Alternative Medicine Review. Newyork: pp 1-2. Gunawan, D. dan Sri Mulyani. 2004. Ilmu obat alam (farmakognosi). Penebar Swadaya, Jakarta. Guyton, A.C. 1997. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Guyton, A.C. and Hall, J. E. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia PA Elsevier Saunders, USA. Harijono, S. Wijana, N.H. Pulungan, dan S.S. Yuwono. 1994. Pemanfaatan umbi kimpul (Xanthosoma sagittifolium Schott.) untuk pembuatan chip dan tepung. Jurnal Universitas Brawijaya. 6 (2): 47- 58. Haryanto. 1999. Uji Efek Hipoglekemik Infusa Herba Sambiloto (Andrographis Paniculata Nees.) Pada Tikus Putih Jantan Diabetes Pemberian Streptozotocin. Fakultas Farmasi UBAYA, Surabaya. Imaduddin, Z. 2014. Uji Aktivitas Anti Hiperglikemia Umbi Kimpul (Xanthosoma sagittifolia (L.) Schott.) Terhadap Kadar Gula Darah Mencit (Mus musculus .strain wistar ) Yang Diinduksi Aloksan. Skripsi. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Jung, U.J., Lee M.K, Park Y.B., Jeon S.M., and Choi M.S. 2006. Antihyperglycenic and antioxidant properties of caffeic acid in db/ db mice. J Pharmacol and Experiment Therapeutic. 318: 476-483. Kim, S., S. Jun-Seop, K. Hyun-Jung, K.C. Fisher, L. Mi-Ji And K.C. Han-Wha. 2007. Streptozotocin-induced diabetes can be reversed by hepatic oval cell activation through hepatic transdifferentiation and pancreatic islet regeneration. Laboratory Investigation. 87: 702-712. Klenner, F. 2005. Significance of High Daily Intake of Ascorbic Acid In Preventive Medicine. Vitamin C in Medicine. 1(1). Kurniawati, T.I and Teti Estiasih. 2015. Efek Antihipertensi Senyawa Bioaktif Dioscorin Pada Umbi-Umbian Keluarga Dioscorea : Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(2): 402-406. Kusumo, S., M. Hasanah, S. Moeljoprawiro, M. Thohari, Subandrijo, A. Hardjamulia, A. Nurhadi, dan H. Kasim. 2002. Pedoman pembentukan 55 komisi daerah plasma nutfah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Komisi Nasional Plasma Nutfah, Bogor. Lawrence, G.S. dan Bakri S. 2008. Genetika Hipertensi. Dalam: Lubis, H.R., dkk., eds. 2008. Hipertensi dan Ginjal: Dalam Rangka Purna Bakti Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH. Universitas Sumatra Utara Press 19-31, Medan. Lenzen, S. 2008. The mechanism of Alloxan and sreptozotion-induced Diabetes. Diabetologia. 51: 216-226. Linder, C. M. 2000. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme, Universitas Indonesia, Jakarta. Lingga, P. dan Marsono. 2002. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta. Listiati, Ika Farida. 2011. Konsumsi Makanan Sumber Indeks Glikemik Pangan Terkait Dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan Di RS Tugurejo Semarang. Tesis. Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang. Mills, S. and Bone K. 2000. Statis dermatitis and statis ulceration In Principles and practice of phytotherapy modern herbal medicine. Harcourt Publishers. p. 205, London. Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. P A U Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor , Bogor. Muray, D. A. 2009. Profil Sel Beta Pulau Langerhans Jaringan Pankreas Tikus Diabetes Mellitus Yang Diberi Virgin Coconut Oil (Vco). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nugroho, A. E. 2006. Hewan Percobaan Diabetes Mellitus: Patologi dan Mekanisme Aksi Diabetogenik. Biodiversitas. 7(4): 378-382. Paget and Barnes. 1964. Evaluation of Drug Activities, in Lawrence and Bacharach (Ed) Pharmakokinetics Vol 1. Academic Press, New York. Plantus. 2007. Tepung Garut Alternatif Pengganti Tepung http://anekaplanta.wordpress.com/2007/12/22/tepung-garut alternatifpengganti-tepung-terigu/ [tanggal 14 Juli 2015]. Terigu. Prihatiningrum. 2012. Pengaruh Komposisi Tepung Kimpul dan Tepung Terigu Terhadap Kualitas Cookies Semprit. Universitas Negeri Semarang, Semarang. Rafika, Taufik, Nunung N., dan Laili H. 2012. Sifat Organoleptik Subtitusi Tepung Kimpul Dalam Pembuatan Cake. Jurnal Teknologi Kejuruan. Vol 35(2): 213-222. Ramesh, B. and Pugalendi. 2006. Antihyperglycemic effect of umbelliferone in streptozotocin-diabetic rats. Journal Medical Food. 9(4): 562. 56 Ranakusuma. 1987. Diabetes Mellitus Tipe Sirosis Hepatis. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta. Ratimanjari, D.A. 2011. Pengaruh Pemberian Infusa Herba Sambiloto (Andrographis paniculathambata Nees) Terhadap Glibenklamid Dalam Menurukan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan Yang Dibuat Diabetes. Skripsi. Universitas Indonesia, Depok. Ressang, A. A. 1963. Patologi Khusus Veteriner. Bali Cattle Desease Investigation Unit, Denpasar. Revitriani, M., E.R. Wedowati dan Diana P. 2013. Kajian Konsentrasi Tepung Kimpul pada Pembuatan Mie Basah. Jurnal REKA Agroindustri Vol. 1(1) Ridal, S. 2003. Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia Tepung dan Pati Talas (Colocasia esculenta) dan kimpul (Xanthosoma sp.) dan Uji Penerimaan amilase terhadap Patinya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Teknologi Bandung, Bandung. Rita, Elsie S. and Sophia D. 2010. Production of Cocoyam, Cassava and Wheat Flour Composite Rock Cake. Pakistan Journal of Nutrition. 9 (8): 810814. Rodriguez, L., I. Peniche, T. R. Preston, dan K. Peters. 2009. Nutritive Value for Pigs of New Cocoyam (Xanthosoma saggitifolium); Digestibility and Nitrogent Balance with Different Proportions of Fresh Leaves and Soybean Meals In A Basal Diet Sugar Juice. Livestock Research for Rural Development. 21(9): 1-12. Sama, E. A., Harrison G. Hughes, Mohamed S. A. and Mohamed A.S. 2011. An Efficient In Vitro Propagation Protocol of Cocoyam [Xanthosoma sagittifolium (L) Schott]. The Scientific World Journal. 1 (1): 1-10. Schnedl, O. and Standl E. 2006. Impaired glucose tolerance, diabetic and cardiovascular diseases. Endocrinology Practice. 12:16-19. Schumm, W. 1978. Chemistry. Interscience Publisher Inc, New York. Setiawan, B. and Eko S. 2002. Stres Oksidatif da Peran Antioksidan Pada Diabetes Melitus. Majalah Kedokteran Indonesia. 55(2): 86-112. Seungbum, K., S. Jun-Seop, K. Hyun-Jung, K.C. Fisher, L. Mi-Ji and K. ChanWha. 2007. Streptozotocin-induced diabetes can be reversed by hepatic oval cell activation through hepatic transdifferentiation and pancreatic islet regeneration. Lab. Investigation 87: 702-712. Shreeve, C. M. 2005. Makanan Pembakar Lemak. Penerbit Erlangga, Jakarta. Silalahi, J. 2002. Senyawa Polifenol Sebagai Komponn Aktif yang Berkhasiat dalam Teh. Majalah Kedokteran Indonesia. 52 (10): 371-4. Jakarta. Soegondo. 2007. Diabetes Melitus, Penatalaksanaan Terpadu. Balai Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 57 Suarsana, I.N., Priosoeryanto B.P., Bintang M. dan Wresdiyati T. 2010. Profil Glukosa Darah dan Ultrastruktur Sel Beta Pankreas Tikus yang Diinduksi Senyawa Aloksan. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 15(2). 118-123. Subramanian, Rammohan, Asmawi, Zaini M., Sadikun and Amirin. 2008. In vitro a-glucosidase and a-amylase anzyme inhibitory effects of Andrographis paniculata extract and andrographolide. Penang Acta Biochimia, Polonica. Subroto, M. A. 2006. Ramuan herbal untuk diabetes mellitus. Penebar Swadaya, Jakarta. Suharmiati. 2003. Pengujian Bioaktivitas Anti Diabetes Mellitus Tumbuhan Obat. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran. 140: 8-12. Suherman dan Suharti K. 2007. Farmakologi dan Terapi. Departemen Farakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Sukandar, Yulina, Elin, Retnosari., Sigit I., Joseph, Adnyana, Ketut I., Setiadi, Prayitno, Adji A., dan Kusnandar. 2008. ISO Farmakoterapi. PT.ISFI Penerbitan, Jakarta. Sulistyorini, R., Sarjadi, Andrew J. and Kis D. 2015. Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera) pada Ekspresi Insulin dan insulitis Tikus Diabetes Melius. MKB. 47 (2): 69-76. Sundari, Fifi D., Albiner S., dan Jumirah. 2012. Pengukuran Nilai Indeks Glikemik Cookies Tepung Talas Belitung (Xanthosoma sagittifolium). Jurnal Ilmu Kesehatan. 1: 1-8. Suntoro, S.H. 1983. Metode Pewarnaan (Histologi dan Histokimia). Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Susilawati, Y., Muhtadi A., Soetardjo S., dan Supratman. 2014. Aktivitas antidiabetes ekstrak herba sasaladaan (Peperomia pellucida (L.) Kunth.) pada tikus putih jantan yang diinduksi aloksan. Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik. Vol 16(3): 127-131. Sustrani, L. 2004. Hipertensi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Szudelski, T. 2001. The mechanism of alloxan and sreptozotion action in cells of the rat pancreas. Physiol Res. 50:536-546. Tjay, T.H., Rahardja, K. (2002). Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi VI. Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Halaman 540-541, Jakarta. Uray, A.D. 2009. Profil Sel β Pulau Langerhans Jaringan Pankreas Tikus Diabetes Mellitus Yang Diberi Virgin Coconut Oil (VCO). Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Utomo, H., A. Hanafiah, L.H. Oen, F.D. Suyatna, dan N. Asikin. 1991. Radikal Bebas, peroxide lipid dan penyakit jantung koroner. Jurnal Medika. 5:373379. 58 Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R. & King, H. 2004. Global prevalence of diabetes estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care. 27(5): 1047-1053. Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Wise, D.J., Li M.H., and Robinson E.H. 2001. Effect of Dietary Vitamin C on weight gain, tissu ascorbate concertation, stress response, and disease resistance of chanel catfish Ictalurus punctatus. Journal pf The World Aquaculture Society. 29:1-8. Wresdiyati, T., M. Astawan, R. Kesenja, dan P.A. Lestari. 2008. Pengaruh pemberian Tepung Buah Pare (Momordica charantia L.) pada sel β dan SOD pankreas tikus diabetes mellitus. J. Bahan Alam Ind. VI(5):193-200. Wulandari, D. and Neni. 2012. Hubungan Pola Konsumsi Mkan Sumber Vitamin C Terhadap Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dlam RSU Saiful Anwar Malang. Prosiding Seminar Bioteknologi, Malang. Wulandari., A.R. Oktaviana. 2014. Penggunaan Ekstrak Kasar Polisakarida Larut Air Dan Pati Biji Durian (Durio zibethinus Murr) Pada Pembuatan Mie Kering. Skripsi. Universitas Jember, Jember. Yulinah, E., Sukrasno, Fitri, Anom, dan Muna. 2001. Aktivitas Antidiabetika Ekstrak Etanol Herba Sambiloto Andrographis paniculata.Nees (Acanthaceae). Bandung. JMS: 13-20. Yuliningsih, R. 2015. Indeks Glikemik dan Analisi Proksimat Umbi Kimpul (Xanthosoma sagittifolium (L. Schott) Kukus yang Berpotensi Sebagai Antidiabetes Tipe 2. Skripsi. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Zhang, H., He J., Yuan L., Lin Z. 2002. In vitro and in vivo protective effect of Ganoderma lucidum polysaccharides on alloxan-induced pancreatic islets damage. Life Sciences. 73: 2307–2319. 59 LAMPIRAN Lampiran 1 Data murni hasil pengukuran kadar glukosa darah Kontrol 1 Kontrol 2 Kontrol 3 Kontrol 4 Kontrol 5 H0 144.7 162.1 175.5 152.2 160.0 H3 474.9 315.4 346.7 307.1 294.2 H6 487.0 458.1 487.7 447.7 494.6 H9 298.9 255.5 297.1 353.3 125.9 Glibenklamid 1 Glibenklamid 2 Glibenklamid 3 Glibenklamid 4 Glibenklamid 5 174.9 195.6 277.5 269.6 226.0 364.3 415.4 381.0 423.0 264.8 346.5 463.2 478.2 434.7 451.9 256.0 341.5 365.4 73.8 330.0 Kimpul 1 Kimpul 2 Kimpul 3 Kimpul 4 Kimpul 5 265.4 187.7 333.3 236.1 222.5 58.8 105.1 142.3 143.5 142.2 23.2 83.8 95.1 106.1 109.4 33.8 35.2 34.3 28.1 38.2 60 Lampiran 2 Analisis hasil uji ANOVA gula darah Oneway [DataSet2] Descriptives Hasil 95% Confidence Interval for Mean N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum Na CMC 25 2.6463E2 150.61240 30.12248 202.4623 326.8017 66.00 494.60 Glibenklamid 25 2.7761E2 138.75390 27.75078 220.3332 334.8828 73.80 478.20 Kimpul 25 1.1439E2 80.20058 16.04012 81.2828 147.4932 23.30 333.30 Total 75 2.1888E2 145.76791 16.83183 185.3378 252.4142 23.30 494.60 ANOVA Hasil Sum of Squares Between Groups df Mean Square 411520.038 2 205760.019 Within Groups 1160852.999 72 16122.958 Total 1572373.037 74 Hasil Duncan Subset for alpha = 0.05 Perlakuan N 1 2 Kimpul 25 Na CMC 25 264.6320 Glibenklamid 25 277.6080 Sig. 114.3880 1.000 .719 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. F 12.762 Sig. .000 61 Oneway Descriptives HASIL 95% Confidence Interval for Mean N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum K1 2 13.0000 2.82843 2.00000 -12.4124 38.4124 11.00 15.00 K2 2 34.5000 2.12132 1.50000 15.4407 53.5593 33.00 36.00 K3 2 67.5000 26.16295 18.50000 -167.5648 302.5648 49.00 86.00 Total 6 38.3333 27.24457 11.12255 9.7419 66.9248 11.00 86.00 ANOVA HASIL Sum of Squares Between Groups Within Groups Total df 3014.333 2 1507.167 697.000 3 232.333 3711.333 5 Post Hoc Tests Homogeneous Subsets HASIL Duncan Subset for alpha = 0.05 PERLA KUAN N 1 2 K1 2 13.0000 K2 2 34.5000 K3 2 Sig. 34.5000 67.5000 .253 .119 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Mean Square F 6.487 Sig. .081 62 Lampiran 3 Hasil uji ANOVAsel beta pankreas Oneway [DataSet1] Descriptives HASIL 95% Confidence Interval for Mean N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum K1 2 13.5000 6.36396 4.50000 -43.6779 70.6779 9.00 18.00 K2 2 22.5000 6.36396 4.50000 -34.6779 79.6779 18.00 27.00 K3 2 70.5000 4.94975 3.50000 26.0283 114.9717 67.00 74.00 Total 6 35.5000 27.79029 11.34534 6.3359 64.6641 9.00 74.00 ANOVA HASIL Sum of Squares Between Groups Within Groups Total df 3756.000 2 1878.000 105.500 3 35.167 3861.500 5 Post Hoc Tests Homogeneous Subsets HASIL Duncan Subset for alpha = 0.05 PERLA KUAN N 1 2 K1 2 13.5000 K2 2 22.5000 K3 2 Sig. 70.5000 .226 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Mean Square F 53.403 Sig. .005 63 Descriptives hasil 95% Confidence Interval N Mean Std. Std. Deviation Error for Mean Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum k1 3 16.3333 2.51661 1.45297 10.0817 22.5849 14.00 19.00 k2 3 20.0000 1.00000 .57735 17.5159 22.4841 19.00 21.00 k3 2 49.5000 .70711 .50000 43.1469 55.8531 49.00 50.00 Total 8 26.0000 14.67749 5.18927 13.7293 38.2707 14.00 50.00 HASIL Duncan Subset for alpha = 0.05 PERLA KUAN N 1 2 K1 2 13.5000 K2 2 22.5000 K3 2 Sig. 70.5000 .226 1.000 ANOVA hasil Sum of Squares Between Groups Within Groups Total df Mean Square 1492.833 2 746.417 15.167 5 3.033 1508.000 7 F 246.071 Sig. .000 64 hasil Duncan Subset for alpha = 0.05 perlaku an N 1 2 k1 3 16.3333 k2 3 20.0000 k3 2 Sig. 49.5000 .063 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. 65 DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS Nama lengkap : Uswatun Hasanah Tempat dan tanggal lahir : Madiun, 3 Juli 1994 Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Status pernikahan : Belum menikah Alamatasal : Jl. Abimanyu Rt.05/Rw 02 Pilangkenceng, Madiun, Jawa Timur No. HP : 085725024803 Alamat e-mail : [email protected] Pendidikan Formal Tingkat Nama Pendidikan Tahun mulai Tahun selesai SD SD Negeri Purworejo 02 2000 2006 SLTP SMP Negeri 02 Balerejo 2006 2009 SLTA SMA Negeri 1 Mejayan 2009 2012 Pendidikan Non Formal Nama Pelatihan/Kursus 1. Achievement Motivation Training 2. Test of English for Academic Purposes (TEAP) 3. Test TOELF Instansi Penyelenggara BEM FMIPA UNS UPT Pelayanan dan Pengembangan Bahasa UNS MIPA UNS Tahun 2013 2012 2016 66 Prestasi Prestasi Tahun 1. Juara II Lomba Cerdas Cermat Agama Islam Se-Kecamatan 2005 Pilangkenceng 2. Juara II Lomba Hafalan Surat PendekSe-TPA Baitus Sa’diyah 2004 Madiun 3. Peserta siswa berprestasi Tingkat SMP Se-Kabupaten Madiun 2008 4. Delegasi dari Indonesia di AsianSIL (Asian Society of 2015 International Law) di Thailand Beasiswa yang Pernah Diperoleh Nama Beasiswa Beasiswa Bidik Misi (BM) Instansi Pemberi Tahun Universitas 2012- Sebelas Maret 2016 Pengalaman Organisasi Nama Beasiswa Jabatan Tahun PDD 2010-2011 PDD 2010-2011 RISET 2015 4. KEPAK SAYAP UNS ANGGOTA 2013 5. TAEKWONDO UNS ANGGOTA 2013 1. Palang Merah Remaja (PMR) SMAN 1 Mejayan 2. Karya Ilmiah Remaja (KIR) SMAN 1 Mejayan 3. ENVIRO UNS 67 Pengalaman Bekerja Pekerjaan Tahun 1. Asisten Praktikum Mikroteknik Hewan 2015 2. Kegiatan Magang Mahasiswa (KMM) di LIPI (Lembaga 2015 Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bogor. 3. Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Ngawi 2016 4. Tentor di Cozy Smart, Surakarta 2016 Surakarta, 3 Juli 2016