BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristika stafilokokus Bakteri ini merupakan flora normal pada kulit dan saluran pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan debu di udara (Entjang, 2003). Bentuk individual sel bakteri ini bulat (coccus), dinding sel bersifat Gram positif, sel-sel tersusun dalam formasi staphylae. Sel-selnya tidak bergerak aktif, dan tidak mampu membentuk spora, bersifat fakultatif anaerob, sangat tahan terhadap pengeringan namun mati pada suhu 600C setelah 60 menit. Pada pembiakan padat koloninya berwarna kuning emas. Staphylococcus aureus adalah salah satu spesies yang dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti: infeksi pada folikel rambut dan kelenjar keringat, bisul, infeksi pada luka, meningitis, endocarditis, pneumonia, pyelonephritis dan osteomyelitis. Sebagai penyebab tersering infeksi piogenik (pembentuk nanah) bakteri ini menyebabkan beragam infeksi meliputi bisul, abses, impetigo dan mata lengket pada neonatus. Infeksinya akan lebih berat bila menyerang anak-anak, usia lanjut dan orang-orang dengan daya tahan tubuh menurun, seperti penderita diabetes melitus, luka 6 7 bakar dan AIDS (Entjang, 2003). Di rumah sakit, S. aureus menyebabkan infeksi luka yang serius, bronko pneumonia, osteomielitis, dan endokarditis; sebagian galurnya menghasilkan toksin yang menyebabkan kerusakan sel luas (Gould & Brooker, 2003). 2.2 Flora normal pada tubuh manusia Mikroorganisme pathogen dapat memasuki tubuh inang melalui berbagai macam jalan, misalnya melalui daerah terbuka pada kulit seperti perlukaan pada kulit, folikel rambut, maupun kantung kelenjar keringat, membran mukosa, kulit, ataupun rute parenteral (Pratiwi, 2008). Peran kulit sangat penting sebagai pertahanan tubuh terhadap penyakit. Jika tidak mengalami perlakuan, kulit tidak dapat dipenetrasi oleh mayoritas mikroorganisme. (Pratiwi, 2008). Banyak mikroorganisme tumbuh pada permukaan tubuh inang tanpa menyerang jaringan tubuh dan merusak fungsi normal tubuh. Flora normal dalam tubuh umumnya tidak pathogen, namun pada kondisi tertentu dapat berubah menjadi pathogen (oportunistik). Penyakit timbul bila infeksi berlanjut menghasilkan perubahan/gangguan pada fisiologi normal tubuh. Toksin yang dibentuk oleh mikroorganisme merupakan penyakit (Pratiwi, 2008). dan memasuki tubuh juga 8 2.3 Definisi Infeksi Infeksi adalah proses masuknya mikroorganisme, kolonisasi dan menimbulkan penyakit (respon seluler). Tiga faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi adalah patogenitas, virulensi, dan dosis. Patogenitas adalah kemampuan agen yang menyerbu jaringan tubuh dan menyebabkan sakit. Virulensi adalah ukuran derajat keganasan/keparahan infeksi. Dosis adalah jumlah mikroorganisme yang harus ada untuk dapat menyebabkan infeksi (Rohani dan Hingawati 2010). Untuk dapat menyebabkan penyakit, mikroorganisme patogen harus dapat masuk ke tubuh inang, namun tidak semua pertumbuhan mikroorganisme dalam tubuh inang dapat menyebabkan penyakit. Infeksi nosokomial adalah infeksi akibat transmisi organisme patogen ke pasien yang sebelumnya tidak terinfeksi, yang berasal dari lingkungan rumah sakit (Scharwtz, 2000). Infeksi nosokomial sering timbul pada bayi, pasien luka bakar atau pasien bedah yang sebagian besar disebabkan kontaminasi oleh personil rumah sakit (Entjang, 2003). Infeksi nosokomial dapat disebabkan oleh beberapa elemen (Patricia, 2005): 9 1. Agen infeksius Beberapa macam agen penyebab infeksi nosokomial telah diidentifikasi kedalam kelompok bakteri, virus, jamur, protozoa.. 2. Reservoir Resevoir infeksi nosokomial yang paling umum adalah tubuh manusia. Berbagai mikroorganisme hidup pada kulit dan dalam rongga tubuh, dan cairan. 3. Portal keluar (portal of exit) Mikroorganisme dapat keluar melalui berbagai tempat, seperti kulit dan membran mukosa, traktus mukosa, traktus respiratorius, traktus urinarius, traktus gastrointestinal, traktus reproduktif dan darah. 4. Penularan Meskipun cara utama penularan mikroorganisme adalah tangan dari pemberi layanan kesehatan, hampir semua objek dalam lingkungan dapat menjadi alat penularan patogen termasuk semua personil rumah sakit yang memberi pelayanan diagnostik dan pendukung. 5. Portal masuk (portal of entry) Mikroorganisme dapat masuk kedalam tubuh melalui rute yang sama dengan yang digunakan untuk keluar. Faktor- 10 faktor yang menurunkan daya tahan tubuh memperbesar kesempatan patogen masuk kedalam tubuh. Transmisi mikroorganisme di rumah sakit dapat terjadi dengan berbagai cara (Ulyah, 2008), yaitu: kontak tubuh, makanan dan minuman, udara, dan darah. Kontak tubuh melalui sentuhan dengan kulit terutama melalui tangan merupakan proses penyebaran secara langsung. Penyebaran tidak langsung terjadi melalui benda-benda yang terkontaminasi seperti, makanan dan minuman serta alat kesehatan dan peralatan yang terkontaminasi dengan mikroorganisme patogen. Udara yang mengandung patogen, seperti Mycobacterium tuberculosis dan varicella menjadi sarana transmisi secara tak langsung ketika seseorang menghirupnya. Transmisi penyebab penyakit HIV, hepatitis B dan C dapat berasal dari jarum suntik yang terkontaminasi. 2.4 Disinfeksi Sebagai bagian dari dekontaminasi, disinfeksi adalah upaya menghilangkan atau memusnahkan semua bentuk mikroorganisme kecuali spora (Rohani dan Hingawati 2010). Disinfeksi merupakan proses pembunuhan atau penghilangan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit. Agen disinfeksi (dinamakan disinfektan) biasanya merupakan zat kimiawi dan digunakan untuk objek-objek tak hidup. Disinfeksi tidak menjamin objek menjadi steril 11 karena beberapa mikroorganime tetap dapat tersisa (Pratiwi, 2008). Efikasinya dipengaruhi berbagai faktor diantaranya adalah proses yang dilakukan sebelumnya, seperti pencucian, pengeringan, adanya zat organik, tingkat pencemaran, jenis mikroorganisme pada alat-alat kesehatan, sifat dan bentuk disinfektan, suhu, pH. Bila faktor tersebut-faktor tersebut ada yang diabaikan, efektivitas disinfektan akan berkurang, (Kurniawati dan Nursalam, 2007). Salah satu contoh disinfektan kimiawi adalah alkohol, berbentuk etil alkohol dengan konsentrasi 60-90% dapat besifat sebagai agen bakterisidal, tuberkulosidal, fungisidal, dan virusidal, tetapi tidak membunuh spora bakteri. Cara alkohol membunuh mikroorganisme adalah dengan denaturasi protein. Alkohol tidak digunakan untuk sterilisasi karena tidak mampu membunuh spora bakteri. Alkohol efektif untuk disinfeksi thermometer oral maupun rektal dan serat optik endoskopi, (Kurniawati dan Nursalam, 2007). Di antara berbagai sarana layanan kesehatan, thermometer adalah alat yang berkontak langsung dengan kulit dan bagian tubuh eksternal (Gruendemann, 2005). Cara menggunakan thermometer sebagai mana dianjurkan oleh Berman (2009) adalah sebagai berikut: 1. Jelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan 2. Cuci tangan dengan prosedur yang sesuai 3. Berikan privasi klien 12 4. Atur klien pada posisi yang tepat 5. Tempatkan thermometer 6. Tunggu sesuai waktu yang dibutuhkan 7. Bersihkan thermometer setelah dipakai