FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

advertisement
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
APENDISITIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LABUANG BAJI
MAKASSAR
Oleh :
ERNIWATI
Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Makassar
Program Studi Ilmu Keperawatan
ABSTRAK : Insiden kejadian Apendisitis di Indonesia tahun 2012
sebanyak 7% penduduk dari total populasi. Usia, Pola Makan, Konstipasi
memberikan peran yang besar terhadap kejadian Apendisitis. Tujuan penelitian
untuk mengidentifikasi hubungan Usia, Pola makan berserat, Konstipasi dengan
kejadian Apendisitis di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar.
Jenis penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional study.
Jumlah responden sebanyak 40 sampel penderita dan tidak menderita Apendisitis.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental sampling, pengumpulan
data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Berdasarkan hasil uji Chi
Square menunjukkan bahwa Usia nilai ρ (0,001) berhubungan dengan kejadian
Apendisitis, pola makan berserat nilai ρ (0,011), berhubungan dengan kejadian
Apendisitis, dan konstipasi nilai ρ (0,519), tidak berhubungan dengan kejadian
Apendisitis. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa usia dan pola makan
berserat berhubungan dengan kejadian apendisitis, sedangkan konstipasi tidak
berhubungan dengan kejadian apendisitis. Disarankan kepada pasien agar
mentaati pola makan apalagi pada pasien usia berisiko seperti pada usia 20-40
tahun dan melakukan promosi kesehatan mengenai pentingnya mengkonsumsi
makanan beserat kepada masyarakat guna menjaga kesehatan pada pencernaan.
Kata Kunci
: Usia, Pola Makan Berserat, Konstipasi, Kejadian Apendisitis.
ABSTRACT : The incidence of appendicitis in Indonesia in 2012 as
many as 7 % of the population of the total population . Age , Diet , Constipation
played a significant role on the incidence of appendicitis. The aim of this is to
identify the relationship between age , eating fibrous , constipation and
appendicitis in Labuang Baji Hospital Makassar. This was analytic research with
cross sectional study design . The number of sample was 40 samples of patients
and did not suffer from appendicitis. The sampling technique was accidental
sampling , Primary data collection using questionnaires . Based on the Chi square
test showed that age ρ value ( 0.001 ) was associated with the incidence of
appendicitis , pla eat fibrous ρ value ( 0.011 ) was associated with the incidence of
appendicitis , and constipation ρ value ( 0.519 ) was not associated with the
incidence of appendicitis . In this study concluded that age and fibrous diet relate
to the incidence of appendicitis , whereas constipation was not associated with the
incidence of appendicitis . It is recommended to patient to obey eating pattern
especially in older patients at risk as at the age of 20-40 years and do regarding
Health Promotion about the importance of fiber foods to the community to
maintain digestive health.
Keywords : Age, fibrous food pattern ,constipation, appendicitis
PENDAHULUAN
Apendisitis adalah peradangan
akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing (Apendiks). Infeksi ini
bisa mengakibatkan pernanahan. Bila
infeksi bertambah parah, usus buntu
itu bisa pecah. Usus buntu merupakan
saluran usus yang ujungnya buntu dan
menonjol dari bagian awal usus besar
atau sekum (caecum). Usus buntu
besarnya sekitar kelingking tangan
terletak diperut kanan bawah.
Strukturnya seperti bagian usus
lainnya. Namun lendirnya banyak
mengandung kelenjar yang senantiasa
mengeluarkan lendir (Muttaqin Arif ,
2011).
WHO
(World
Health
Organization) menyebutkan insidensi
apendisitis di Asia dan Afrika pada
tahun 2013 adalah 4,8% dan 2,6%
penduduk dari total populasi (World
Health Organization, 2013).
Setiap
tahun
Apendisitis
menyerang
10.000
penduduk Indonesia, dan saat ini
morbiditas angka apendisitis di
Indonesia
mencapai
95/1000
penduduk dan angka ini merupakan
tertinggi di antara Negara-negara di
Assosiation South East Asia Nation
(ASEAN), (Lubis, 2008).
Menurut
Departemen Kesehatan RI
tahun
2012 dari hasil Survey Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia,
angka kejadian Apendisitis di
sebagian besar wilayah Indonesia
hingga saat ini masih tinggi. Di
Indonesia, jumlah pasien yang
menderita
penyakit
Apendisitis
berjumlah sekitar 7% dari jumlah
penduduk di Indonesia atau sekitar
179.000 orang. Dari hasil Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di
indonesia, apendisitis akut merupakan
salah satu penyebab dari akut
abdomen dan beberapa indikasi untuk
dilakukan operasi kegawatdaruratan
abdomen (Depkes, 2012).
Data
dari rekam medik Rumah Sakit
Umum
Daerah
Labuang
Baji
Makassar
menunjukkan
bahwa
penderita apendisitis mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Pada
tahun 2011 sebanyak 147 orang,
tahun 2012 sebanyak 170 orang dan
pada bulan januari – september 2013
sebanyak 333 orang, terbanyak pada
kelompok
umur
25-44
tahun
sebanyak 141 orang (42,3%), dan
penderita terbanyak pada laki-laki
sebanyak 180 orang (54,1%), dan
terdapat 2 orang (0,7%) yang
meninggal.
METODE PENELITIAN
Jenis
penelitian
yang
digunakan
adalah
penelitian
observasional analitik dengan desain
penelitian cross sectional study
merupakan rancangan penelitian
dengan melakukan pengukuran atau
pengamatan pada saat bersamaan
(sekali
waktu)
antara
faktor
risiko/paparan dengan penyakit.
Penelitian ini dilaksanakan di
Rumah Sakit Umum Daerah Labuang
Baji Makassar pada tanggal 20 Juni20 Juli 2014.
Populasi dalam penelitian ini
adalah semua pasien yang menderita
atau diduga menderita penyakit
Apendisitis sebanyak 333 orang di
Rumah Sakit Umum Daerah Labuang
Baji Makassar yang kemudian
diperoleh sample sebanyak 40 orang
dengan cara accidental sampling.
Data yang digunakan adalah
data primer yang diperoleh dari hasil
pengisian kuesioner oleh responden.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Responden
a. Distribusi
Frekuensi
Berdasarkan jenis kelamin dan
usia
Berdasarkan
data
yang
diperoleh, karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin di
RSUD Labuang Baji Makassar
menunjukkan bahwa dari 40
responden, terdapat 17 responden
(42,5%) yang berjenis kelamin
laki-laki dan 23 responden (57,5%)
berjenis
kelamin
perempuan,
sedangkan
berdasarkan
Usia
menunjukkan bahwa dari 40
responden, usia paling banyak
yaitu usia 15-24 tahun sebanyak 15
orang (37,5%), dan paling sedikit
usia 35-44 tahun sebanyak 7 orang
(17,5%).
Jenis kelamin
n
%
Laki-laki
17
42,5
Perempuan
23
57,5
Usia (tahun)
n
%
15-24
15
37,5
25-34
10
25,0
35-44
7
17,5
45-57
8
20,0
Jumlah
40
100,0
Sumber
: Data Primer
Analisis Univariat
b. Kejadian Apendisitis
Hasil
menunjukkan bahwa
responden terdapat 20
(50,0%)
yang
Apendisitis dan 20
(50,0%) yang tidak
Apendisitis.
penelitian
dari 40
responden
menderita
responden
menderita
Kejadian Appendisitis
Menderita
Tidak Menderita
Jumlah
Sumber
n
%
20 50,0
20 50,0
40 100,0
Konstipasi dan 16 responden
(40,0%) yang kurang berisiko
mengalami Konstipasi.
: Data Primer
Konstipasi
Berisiko
Kurang Berisiko
Jumlah
c. Usia
Hasil
Penelitian
menunjukkan bahwa dari 40
responden, terdapat 24 responden
(60,0%) dengan usia berisiko dan
16 responden (40,0%) dengan usia
kurang berisiko.
Usia
Berisiko
Kurang Berisiko
Jumlah
Sumber
n
%
24 60,0
16 40,0
40 100,0
: Data Primer
d. Pola Makan Berserat
Hasil
menunjukkan bahwa
responden terdapat 20
(50,0%) yang pola
kurang serat dan 20
(50,0%) yang pola
cukup serat.
Pola Makan Berserat
Kurang Serat
Cukup Serat
Jumlah
Sumber
penelitian
dari 40
responden
makannya
responden
makannya
n
%
20 50,0
20 50,0
40 100,0
: Data Primer
e. Konstipasi
Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa dari 40
responden terdapat 24 responden
(60,0%) yang berisiko mengalami
Sumber
n
%
24 60,0
16 40,0
40 100,0
: Data Primer
Analisis Univariat
f. Hubungan antara Usia dengan
kejadian Apendisitis
Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa dari 24
responden (100,0%) berdasarkan
usia
berisiko
sebanyak
17
responden
(70,8%)
yang
menderita
Apendisitis
dan
sebanyak 7 responden (29,2%)
yang tidak menderita Apendisitis.
Sedangkan dari 16 responden
(100,0%) berdasarkan usia Kurang
berisiko sebanyak 3 responden
(18,8%)
yang
menderita
Apendisitis dan sebanyak 13
responden (81,2%) yang Tidak
menderita Apendisitis.
Hasil
uji
statistic
menggunakan uji chi squre
diperoleh ρ (0,001) < α (0,05).
Dengan demikian maka hipotesis
penelitian diterima. Hal ini berarti
ada hubungan usia dengan
kejadian Apendisitis di RSUD
Labuang Baji Makassar.
Usia
Berisiko
Kurang
Berisiko
Jumlah
Sumber
Kejadian Apendisitis
Menderita
Tidak
Menderta
Jumlah
n
17
3
%
70,8
18,8
n
7
13
%
29,2
81,2
n
24
16
%
100,0
100,0
20
50,0
20
50,0
40
100,0
: Data Primer
p
value
0,001
yang tidak menderita Apendisitis.
Sedangkan dari 16 responden
(100,0%) yang kurang berisiko
mengalami konstipasi terdapat 9
responden (56,3%) yang menderita
Apendisitis dan terdapat 7
responden (43,8%) yang Tidak
menderita Apendisitis.
Hasil
uji
statistic
menggunakan uji chi squre
diperoleh ρ (0,519) > α (0,05).
Dengan demikian maka hipotesis
penelitian ditolak. Hal ini berarti
tidak ada hubungan antara
Konstipasi
dengan
kejadian
Apendisitis di RSUD Labuang
Baji Makassar.
g. Hubungan antara Pola Makan
Berserat
dengan
kejadian
Apendisitis
Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa dari 20
responden (100,0%) Pola makan
berserat yang kurang serat terdapat
14 responden (70,0%)
yang
menderita
Apendisitis
dan
sebanyak 6 responden (30,0%)
yang tidak menderita Apendisitis.
Sedangkan dari 20 responden
(100,0%) Pola Makan Berserat
yang cukup serat terdapat 6
responden (30,0%) yang menderita
Apendisitis dan terdapat 14
responden (70,0%) yang Tidak
menderita Apendisitis.
Hasil
uji
statistic
menggunakan uji chi squre
diperoleh ρ (0,011) < α (0,05).
Dengan demikian maka hipotesis
penelitian diterima. Hal ini berarti
ada hubungan antara Pola Makan
berserat
dengan
kejadian
Apendisitis di RSUD Labuang
Baji Makassar.
Pola
makan
berserat
Kurang serat
Cukup serat
Jumlah
Sumber
Kejadian Apendisitis
Menderita
Tidak
Menderta
n
14
6
20
%
70,0
30,0
50,0
n
6
14
20
%
30,0
70,0
50,0
Jumlah
n
20
20
40
%
100,0
100,0
100,0
: Data Primer
h. Hubungan antara Konstipasi
dengan kejadian Apendisitis
Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa dari 24
responden (100,0%) yang berisiko
mengalami Konstipasi terdapat 11
responden
(45,8%)
yang
menderita
Apendisitis
dan
sebanyak 13 responden (54,2%)
Konstipasi
Kejadian Apendisitis
Menderita
Tidak
Menderta
Berisiko
Kurang berisiko
Jumlah
Sumber
p
value
0,011
n
11
9
20
%
45,8
56,3
50,0
n
13
7
20
%
54,2
43,8
50,0
Jumlah
n
24
16
40
%
100,0
100,0
100,0
: Data Primer
PEMBAHASAN
i. Hubungan antara Usia dengan
kejadian apendisitis
Usia memberikan gambaran
tentang
penyebab
penyakit,
berhubungan
erat
dengan
keterpaparan dan besarnya risiko
terhadap penyakit serta sifat
karakteristik, misalnya pekerjaan,
status perkawinan, dan status
reproduksi. Usia juga dapat
merupakan faktor sekunder dalam
mengamati/meneliti
perbedaan
frekuensi
penyakit
terhadap
penyakit lain (Timmreck, 2005).
Peneliti ini menganalisis 40
responden
(100,0%)
dalam
penelitian. Dari 24 responden
(100,0%) berdasarkan usia berisiko
terdapat 17 responden (70,8%)
yang menderita Apendisitis dan
p
value
0,519
terdapat 7 responden (29,2%) yang
tidak
menderita
Apendisitis,
sedangkan dari 16 responden
(100,0%) berdasarkan usia Kurang
berisiko terdapat 3 responden
(18,8%)
yang
menderita
Apendisitis dan terdapat 13
responden (81,2%) yang tidak
menderita Apendisitis. Setelah
dilakukan uji statistik Chi Square
hasil penelitian ini memperlihatkan
adanya hubungan antara Usia
dengan
kejadian
Apendisitis
dengan nilai ρ (0,001) < α (0,05).
Penelitian ini sejalan dengan
penelitian
Anggi
Patranita
Nasution (2011), di RSU Dokter
Soedarso
Pontianak
yang
menyatakan
bahwa
terdapat
hubungan yang bermakna antara
Usia dengan Kejadian Apendisitis.
Meskipun
Penyakit
Apendisitis
dapat
dijumpai
disemua usia, namun paling sering
kasus ditemukan pada usia antara
20 sampai 30 tahun (Pasaribu,
2009).
Peneliti menganalisa bahwa
hasil penelitian menunjukkan ada
hubungan antara usia dengan
kejadian apendisitis. Hal ini
disebabkan karena umur yang
berisiko
lebih
banyak
dibandingkan umur yang kurang
berisiko yaitu dari 24 responden
(100,0%) yang berisiko sebanyak
17 responden (70,8%) yang
menderita apendisitis dan 7
responden (29,2%) yang tidak
menderita apendisitis. Sedangkan
dari 16 responden (100,0%) yang
kurang berisiko terdapat 3
responden (18,8%) yang menderita
apendisitis
dan 13 responden
(81,2%) yang tidak menderita
apendisitis. Berdasarkan data,
terlihat bahwa umur 20-40 Tahun
mempunyai risiko tinggi menderita
apendisitis.
j. Hubungan antara Pola Makan
Berserat
dengan
kejadian
apendisitis
Pola
makan
berserat
merupakan gambaran mengenai
macam, jumlah, dan susunan
makanan yang dimakan tiap hari
oleh satu orang yang mengandung
banyak serat.
Penelitian epidemiologi yang
dilakukan di Afrika membuktikan
bahwa orang-orang Afrika berkulit
hitam
yang
mengkonsumsi
makanan tinggi serat dan diet
rendah lemak mempunyai angka
kesakitan yang rendah akibat
peradangan
usus
buntu
dibandingkan orang Afrika yang
berkulit putih dengan diet rendah
serat dan tinggi lemak. Hasil
penelitian ini membuktikan bahwa
diet tinggi serat mempunyai efek
proteksi
untuk
kejadian
peradangan pada usus buntu
(Sutriyani, 2010).
Peneliti ini menganalisis 40
responden
(100,0%)
dalam
penelitian. Dari 20 responden
(100,0%) yang Pola makan
berseratnya kurang serat terdapat
14 responden (70,0%)
yang
menderita
Apendisitis
dan
sebanyak 6 responden (30,0%)
yang tidak menderita Apendisitis.
Sedangkan dari 20 responden
(100,0%) Pola Makan Berserat
yang cukup serat terdapat 6
responden (30,0%) yang menderita
Apendisitis dan terdapat 14
responden (70,0%) yang tidak
menderita Apendisitis. Setelah
dilakukan uji statistik Chi Square
hasil penelitian ini memperlihatkan
adanya hubungan antara Pola
Makan Berserat dengan kejadian
Apendisitis dengan nilai ρ (0,011)
< α (0,05).
Penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian Fitriana Sirma
(2012), dengan judul faktor risiko
kejadian Apendisitis di Rumah
Sakit Umum Daerah Kab.Pangkep
yang menyatakan tidak terdapat
hubungan pola makan dengan
kejadian Apendisitis. Hasil uji
statistik dengan dengan Fisher’s
Exact diperoleh ρ (0,133) > α
(0,05).
Peneliti menganalisis bahwa
ditemukan adanya kesesuaian
antara
teori
dengan
hasil
penelitian.
Hasil
penelitian
menunjukkan ada hubungan antara
pola makan berserat dengan
kejadian apendisitis. Hal ini
disebabkan karena pola makan
yang kurang serat lebih banyak
dibanding pola makan yang cukup
serat yaitu dari 20 responden
(100,0%)
yang
kurang
mengkonsumsi serat sebanyak 14
responden (70,0%) yang menderita
apendisitis
dan 6 responden
(30,0%) yang tidak menderita
apendisitis. Sedangkan dari 20
responden (100,0%) yang cukup
serat
terdapat 6 responden
(30,0%)
yang
menderita
apendisitis dan 14 responden
(70,0%) yang tidak menderita
apendisitis.
k. Hubungan antara Konstipasi
dengan kejadian apendisitis
Konstipasi adalah kesulitan
atau keterlambatan BAB, feses
keras, merasa habis BAB tidak
puas, harus mengejan yang kuat
dan frekuensi BAB menurun.
Konstipasi atau sembelit
adalah terhambatnya defekasi
(buang air besar) dari kebiasaan
normal. Dapat diartikan sebagai
defekasi yang jarang, jumlah feses
(kotoran) kurang, atau fesesnya
keras dan kering. Semua orang
dapat
mengalami
konstipasi,
terlebih pada lanjut usia (lansia)
akibat gerakan peristaltik (gerakan
semacam memompa pada usus)
lebih lambat dan kemungkinan
sebab lain. Kebanyakan terjadi jika
makan kurang berserat, kurang
minum, dan kurang olahraga.
Kondisi ini bertambah parah jika
sudah lebih dari tiga hari berturutturut. Inilah yang mengakibatkan
timbulnya sumbatan fungsional
apendiks
dan
meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon
biasa,
semuanya
ini
akan
mempermudah
timbulnya
apendisitis.
Peneliti ini menganalisis 40
responden
(100,0%)
dalam
penelitian. Dari 24 responden
(100,0%) yang berisiko mengalami
Konstipasi terdapat 11 responden
(45,8%)
yang
menderita
Apendisitis dan sebanyak 13
responden (54,2%) yang tidak
menderita Apendisitis. Sedangkan
dari 16 responden (100,0%) yang
kurang
berisiko
mengalami
konstipasi terdapat 9 responden
(56,3%)
yang
menderita
Apendisitis dan terdapat 7
responden (43,8%) yang Tidak
menderita Apendisitis. Setelah
dilakukan uji statistik Chi Square
hasil ini memperlihatkan tidak ada
hubungan
antara
Konstipasi
dengan
kejadian
Apendisitis
dengan nilai ρ (0,519) > α (0,05).
Peneliti menganalisis bahwa
ditemukan adanya ketidaksesuaian
antara
teori
dengan
hasil
penelitian.
Hasil
penelitian
menunjukkan tidak ada hubungan
antara konstipasi dengan kejadian
apendisitis, sedangkan pada teori
menjelaskan bahwa konstipasi
memiliki kaitan untuk menderita
apendisitis. Dalam penelitian ini
terdapat 13 responden (54,2%)
yang
berisiko
mengalami
konstipasi tetapi tidak menderita
apendisitis, hal ini disebabkan
karena pasien yang berisiko
mengalami
konstipasi
mengkonsumsi serat yang cukup.
Peneliti menganalisa bahwa
alasan hasil penelitian mengenai
konstipasi tidak ada hubungan
dengan
kejadian
apendisitis,
namun karena masih banyaknya
responden
yang
mengalami
konstipasi dan mengakibatkan
terjadinya
apendisitis,
maka
sebagai perbandingan yang baru
mungkin
dapat
dilakukan
peningkatan jumlah sampel dan
kuesioner
dalam
penelitian
selanjutnya.
Simpulan
1. Ada hubungan antara Usia dengan
kejadian Apendisitis di RSUD
Labuang Baji Makassar.
2. Ada hubungan antara Pola Makan
Berserat
dengan
kejadian
Apendisitis di RSUD Labuang
Baji Makassar.
3. Tidak ada hubungan antara
Konstipasi
dengan
kejadian
Apendisitis di RSUD Labuang
Baji Makassar.
Saran
1. Diharapkan kepada pasien agar
mentaati pola makan apalagi pada
pasien usia berisiko seperti pada
usia 20-40 tahun, karena diusia ini
dikategorikan sebagai usia yang
produktif, dimana orang yang
berada
pada
usia
tersebut
melakukan banyak sekali kegiatan
dan
mengabaikan
nutrisi
makanannya
yang
dapat
mengakibatkan apendisitis.
2. Diharapkan agar tetap ada tindak
lanjut untuk masih tingginya
kejadian apendisitis karena pola
makan berserat yang kurang
dengan
melakukan
promosi
kesehatan kepada masyarakat yang
memiliki
kebiasaan
jarang
mengkonsumsi serat untuk tetap
menjaga pola makan dalam
kesehariannya.
3. Dengan adanya hasil penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan sebagai
salah satu referensi yang dapat
terus
dikembangkan
dengan
mengacu pada faktor-faktor lain
yang diduga memiliki hubungan
yang erat yang dapat memicu
terhadap terjadinya apendisitis.
DAFTAR PUSTAKA
Anggi
Patranita Nasution, 2011,
Hubungan antara jumlah
Leukosit dengan Apendisitis
Akut
Dan
Apendisitis
Perforasi di RSU Dokter
Soedarso Pontianak, skripsi
diterbitkan,
Universitas
Tanjungpura Pontianak.
Atassi,
2002.
“Appendicities”.
Nursing. Volume 32/Issue
8/Agustus 2002.
Craig, dan Sandi. 2001. Appendicitis,
Acute, eMedicine Specialties
>Emergency
Medicine>
Gastroinstestinal. 1 Juni 2009.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia,
2006.
Profil
Kesehatan Indonesia 2006.
Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia,
2008.
Profil
Kesehatan Indonesia 2008.
Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia,
2012.
Survey
Kesehatan Rumah Tangga.
Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
Dinas Kesehatan Propinsi Jawa
Tengah.
2009.
Profil
kesehatan Jawa Tengah 2009.
Dinas
Kesehatan
Jateng,
Semarang.
Fitriana Sirma, 2012, Faktor Risiko
Kejadian Apendisitis Di
Rumah Sakit Umum Daerah
Kab. Pangkep, skripsi
diterbitkan, STIKES Nani
Hasanuddin Makassar.
Hidayat Alimul A. 2007. Metode
Penelitian Keperawatan dan
Teknik Analisis Data, Salemba
Medika, Jakarta.
Katz, M, S, 2009. Appendicitis.
eMedicine
Specialties
>Pediatric:General Medicine>
Gastroenterology. Diperbarui
7 Januari 2009.
Komisi Etik Penelitian Kesehatan,
2010. Pedoman Operasional
Baku
(SOP),
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Lubis, C. P dkk, 2008. Intestinal
Parasitic Infestation in Indonesia,
EGC, Jakarta.
Mansjoer, A, 2003. Kapita Selekta
Kedokteran, edisi III jilid 2
FKUI, Jakarta.
Muttaqin Arif, 2011, Gangguan
Gastroinstestinal
Aplikasi
Asuhan Keperawatn Medikal
bedah. Salemba Medika,
Jakarta.
Nanda,
2011,
Diagnosis
Keperawatan:Definisi
dan
Klasifikasi 2012-2014, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Notoatmodjo,
Soekidjo.
2012.
Metodologi
Penelitian
Kesehatan
Edisi
Revisi.
Rineka Cipta, Jakarta.
Nugroho Taufan, 2011. Asuhan
Keperwatan:
Maternitas,
Anak, Bedah, dan Penyakit
Dalam.
Nuha
Medika,
Yogyakarta.
Pasaribu IC, 2009,
Karakteristik
penderita apendisitis di RSUP
H. Adam Malik Medan,
Skripsi
diterbitkan,
Universitas Sumatera Utara,
Fakultas Kedokteran.
Puji Esse, dkk. 2014. Panduan
Penulisan Skripsi Edisi 10
Makassar. Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Makassar.
Santacroce, A. 2009. Appendicities.
eMedicine
Specialties
>General Surgery> Abdomen.
Diperbarui: 1 Mei 2009.
Sjamsuhidayat, R Wim De J. 2005.
Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
kedua. EGC, Jakarta.
Sodikin, 2011. Asuhan Keperawatan
Anak:Gangguan
Sistem
Gastroinstestinal
Dan
Hepatobilier.
Salemba
Medika, Jakarta.
Sutriyani yuyun wahyuni, 2010,
Hubungan Usia dan Pola
Makan Dengan Kejadian
Apendisitis
Pada
Pasien
Rawat Inap Di Ruang Seruni
RSUD Dr.M.Yunus Bengkulu,
Skripsi diterbitkan, Akademi
Kesehatan
Sapta
Bakti
Bengkulu.s
Suzanne C, dkk. 2001. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth. EGC.
Jakarta.
Timmreck
Thomas,
2005,
Epidemiologi Suatu
Pengantar, edisi 2,
EGC, Jakarta.
Tzanakis, N, E, Et, Al. “A New
Approach
Toaccurate
Diagnosis
Of
Acute
Appendicitis.”
World
J
Surg.29
(9)
:1151-6,
Discussion 1157/ September
2005.
Wijaya Saferi, A. 2013. Keperawatan
Medikal Bedah I. Nuha
Medika, Yogyakarta.
World Health Organization, 2013.
Globlal
burden
disease,
http://www.who.int/
healthinfo/global_burden_dise
ase/BD_report_update_
AnnexA.pdf, diakses tanggal
29 Januari 2014.
Download