FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN APENDISITIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LABUANG BAJI MAKASSAR Oleh : ERNIWATI Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Makassar Program Studi Ilmu Keperawatan ABSTRAK : Insiden kejadian Apendisitis di Indonesia tahun 2012 sebanyak 7% penduduk dari total populasi. Usia, Pola Makan, Konstipasi memberikan peran yang besar terhadap kejadian Apendisitis. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi hubungan Usia, Pola makan berserat, Konstipasi dengan kejadian Apendisitis di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar. Jenis penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional study. Jumlah responden sebanyak 40 sampel penderita dan tidak menderita Apendisitis. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental sampling, pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Berdasarkan hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa Usia nilai ρ (0,001) berhubungan dengan kejadian Apendisitis, pola makan berserat nilai ρ (0,011), berhubungan dengan kejadian Apendisitis, dan konstipasi nilai ρ (0,519), tidak berhubungan dengan kejadian Apendisitis. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa usia dan pola makan berserat berhubungan dengan kejadian apendisitis, sedangkan konstipasi tidak berhubungan dengan kejadian apendisitis. Disarankan kepada pasien agar mentaati pola makan apalagi pada pasien usia berisiko seperti pada usia 20-40 tahun dan melakukan promosi kesehatan mengenai pentingnya mengkonsumsi makanan beserat kepada masyarakat guna menjaga kesehatan pada pencernaan. Kata Kunci : Usia, Pola Makan Berserat, Konstipasi, Kejadian Apendisitis. ABSTRACT : The incidence of appendicitis in Indonesia in 2012 as many as 7 % of the population of the total population . Age , Diet , Constipation played a significant role on the incidence of appendicitis. The aim of this is to identify the relationship between age , eating fibrous , constipation and appendicitis in Labuang Baji Hospital Makassar. This was analytic research with cross sectional study design . The number of sample was 40 samples of patients and did not suffer from appendicitis. The sampling technique was accidental sampling , Primary data collection using questionnaires . Based on the Chi square test showed that age ρ value ( 0.001 ) was associated with the incidence of appendicitis , pla eat fibrous ρ value ( 0.011 ) was associated with the incidence of appendicitis , and constipation ρ value ( 0.519 ) was not associated with the incidence of appendicitis . In this study concluded that age and fibrous diet relate to the incidence of appendicitis , whereas constipation was not associated with the incidence of appendicitis . It is recommended to patient to obey eating pattern especially in older patients at risk as at the age of 20-40 years and do regarding Health Promotion about the importance of fiber foods to the community to maintain digestive health. Keywords : Age, fibrous food pattern ,constipation, appendicitis PENDAHULUAN Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (Apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (caecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan terletak diperut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir (Muttaqin Arif , 2011). WHO (World Health Organization) menyebutkan insidensi apendisitis di Asia dan Afrika pada tahun 2013 adalah 4,8% dan 2,6% penduduk dari total populasi (World Health Organization, 2013). Setiap tahun Apendisitis menyerang 10.000 penduduk Indonesia, dan saat ini morbiditas angka apendisitis di Indonesia mencapai 95/1000 penduduk dan angka ini merupakan tertinggi di antara Negara-negara di Assosiation South East Asia Nation (ASEAN), (Lubis, 2008). Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2012 dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia, angka kejadian Apendisitis di sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia, jumlah pasien yang menderita penyakit Apendisitis berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk di Indonesia atau sekitar 179.000 orang. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di indonesia, apendisitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen (Depkes, 2012). Data dari rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar menunjukkan bahwa penderita apendisitis mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2011 sebanyak 147 orang, tahun 2012 sebanyak 170 orang dan pada bulan januari – september 2013 sebanyak 333 orang, terbanyak pada kelompok umur 25-44 tahun sebanyak 141 orang (42,3%), dan penderita terbanyak pada laki-laki sebanyak 180 orang (54,1%), dan terdapat 2 orang (0,7%) yang meninggal. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik dengan desain penelitian cross sectional study merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu) antara faktor risiko/paparan dengan penyakit. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar pada tanggal 20 Juni20 Juli 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang menderita atau diduga menderita penyakit Apendisitis sebanyak 333 orang di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar yang kemudian diperoleh sample sebanyak 40 orang dengan cara accidental sampling. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner oleh responden. HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden a. Distribusi Frekuensi Berdasarkan jenis kelamin dan usia Berdasarkan data yang diperoleh, karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di RSUD Labuang Baji Makassar menunjukkan bahwa dari 40 responden, terdapat 17 responden (42,5%) yang berjenis kelamin laki-laki dan 23 responden (57,5%) berjenis kelamin perempuan, sedangkan berdasarkan Usia menunjukkan bahwa dari 40 responden, usia paling banyak yaitu usia 15-24 tahun sebanyak 15 orang (37,5%), dan paling sedikit usia 35-44 tahun sebanyak 7 orang (17,5%). Jenis kelamin n % Laki-laki 17 42,5 Perempuan 23 57,5 Usia (tahun) n % 15-24 15 37,5 25-34 10 25,0 35-44 7 17,5 45-57 8 20,0 Jumlah 40 100,0 Sumber : Data Primer Analisis Univariat b. Kejadian Apendisitis Hasil menunjukkan bahwa responden terdapat 20 (50,0%) yang Apendisitis dan 20 (50,0%) yang tidak Apendisitis. penelitian dari 40 responden menderita responden menderita Kejadian Appendisitis Menderita Tidak Menderita Jumlah Sumber n % 20 50,0 20 50,0 40 100,0 Konstipasi dan 16 responden (40,0%) yang kurang berisiko mengalami Konstipasi. : Data Primer Konstipasi Berisiko Kurang Berisiko Jumlah c. Usia Hasil Penelitian menunjukkan bahwa dari 40 responden, terdapat 24 responden (60,0%) dengan usia berisiko dan 16 responden (40,0%) dengan usia kurang berisiko. Usia Berisiko Kurang Berisiko Jumlah Sumber n % 24 60,0 16 40,0 40 100,0 : Data Primer d. Pola Makan Berserat Hasil menunjukkan bahwa responden terdapat 20 (50,0%) yang pola kurang serat dan 20 (50,0%) yang pola cukup serat. Pola Makan Berserat Kurang Serat Cukup Serat Jumlah Sumber penelitian dari 40 responden makannya responden makannya n % 20 50,0 20 50,0 40 100,0 : Data Primer e. Konstipasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 responden terdapat 24 responden (60,0%) yang berisiko mengalami Sumber n % 24 60,0 16 40,0 40 100,0 : Data Primer Analisis Univariat f. Hubungan antara Usia dengan kejadian Apendisitis Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 24 responden (100,0%) berdasarkan usia berisiko sebanyak 17 responden (70,8%) yang menderita Apendisitis dan sebanyak 7 responden (29,2%) yang tidak menderita Apendisitis. Sedangkan dari 16 responden (100,0%) berdasarkan usia Kurang berisiko sebanyak 3 responden (18,8%) yang menderita Apendisitis dan sebanyak 13 responden (81,2%) yang Tidak menderita Apendisitis. Hasil uji statistic menggunakan uji chi squre diperoleh ρ (0,001) < α (0,05). Dengan demikian maka hipotesis penelitian diterima. Hal ini berarti ada hubungan usia dengan kejadian Apendisitis di RSUD Labuang Baji Makassar. Usia Berisiko Kurang Berisiko Jumlah Sumber Kejadian Apendisitis Menderita Tidak Menderta Jumlah n 17 3 % 70,8 18,8 n 7 13 % 29,2 81,2 n 24 16 % 100,0 100,0 20 50,0 20 50,0 40 100,0 : Data Primer p value 0,001 yang tidak menderita Apendisitis. Sedangkan dari 16 responden (100,0%) yang kurang berisiko mengalami konstipasi terdapat 9 responden (56,3%) yang menderita Apendisitis dan terdapat 7 responden (43,8%) yang Tidak menderita Apendisitis. Hasil uji statistic menggunakan uji chi squre diperoleh ρ (0,519) > α (0,05). Dengan demikian maka hipotesis penelitian ditolak. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara Konstipasi dengan kejadian Apendisitis di RSUD Labuang Baji Makassar. g. Hubungan antara Pola Makan Berserat dengan kejadian Apendisitis Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 20 responden (100,0%) Pola makan berserat yang kurang serat terdapat 14 responden (70,0%) yang menderita Apendisitis dan sebanyak 6 responden (30,0%) yang tidak menderita Apendisitis. Sedangkan dari 20 responden (100,0%) Pola Makan Berserat yang cukup serat terdapat 6 responden (30,0%) yang menderita Apendisitis dan terdapat 14 responden (70,0%) yang Tidak menderita Apendisitis. Hasil uji statistic menggunakan uji chi squre diperoleh ρ (0,011) < α (0,05). Dengan demikian maka hipotesis penelitian diterima. Hal ini berarti ada hubungan antara Pola Makan berserat dengan kejadian Apendisitis di RSUD Labuang Baji Makassar. Pola makan berserat Kurang serat Cukup serat Jumlah Sumber Kejadian Apendisitis Menderita Tidak Menderta n 14 6 20 % 70,0 30,0 50,0 n 6 14 20 % 30,0 70,0 50,0 Jumlah n 20 20 40 % 100,0 100,0 100,0 : Data Primer h. Hubungan antara Konstipasi dengan kejadian Apendisitis Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 24 responden (100,0%) yang berisiko mengalami Konstipasi terdapat 11 responden (45,8%) yang menderita Apendisitis dan sebanyak 13 responden (54,2%) Konstipasi Kejadian Apendisitis Menderita Tidak Menderta Berisiko Kurang berisiko Jumlah Sumber p value 0,011 n 11 9 20 % 45,8 56,3 50,0 n 13 7 20 % 54,2 43,8 50,0 Jumlah n 24 16 40 % 100,0 100,0 100,0 : Data Primer PEMBAHASAN i. Hubungan antara Usia dengan kejadian apendisitis Usia memberikan gambaran tentang penyebab penyakit, berhubungan erat dengan keterpaparan dan besarnya risiko terhadap penyakit serta sifat karakteristik, misalnya pekerjaan, status perkawinan, dan status reproduksi. Usia juga dapat merupakan faktor sekunder dalam mengamati/meneliti perbedaan frekuensi penyakit terhadap penyakit lain (Timmreck, 2005). Peneliti ini menganalisis 40 responden (100,0%) dalam penelitian. Dari 24 responden (100,0%) berdasarkan usia berisiko terdapat 17 responden (70,8%) yang menderita Apendisitis dan p value 0,519 terdapat 7 responden (29,2%) yang tidak menderita Apendisitis, sedangkan dari 16 responden (100,0%) berdasarkan usia Kurang berisiko terdapat 3 responden (18,8%) yang menderita Apendisitis dan terdapat 13 responden (81,2%) yang tidak menderita Apendisitis. Setelah dilakukan uji statistik Chi Square hasil penelitian ini memperlihatkan adanya hubungan antara Usia dengan kejadian Apendisitis dengan nilai ρ (0,001) < α (0,05). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Anggi Patranita Nasution (2011), di RSU Dokter Soedarso Pontianak yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Usia dengan Kejadian Apendisitis. Meskipun Penyakit Apendisitis dapat dijumpai disemua usia, namun paling sering kasus ditemukan pada usia antara 20 sampai 30 tahun (Pasaribu, 2009). Peneliti menganalisa bahwa hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara usia dengan kejadian apendisitis. Hal ini disebabkan karena umur yang berisiko lebih banyak dibandingkan umur yang kurang berisiko yaitu dari 24 responden (100,0%) yang berisiko sebanyak 17 responden (70,8%) yang menderita apendisitis dan 7 responden (29,2%) yang tidak menderita apendisitis. Sedangkan dari 16 responden (100,0%) yang kurang berisiko terdapat 3 responden (18,8%) yang menderita apendisitis dan 13 responden (81,2%) yang tidak menderita apendisitis. Berdasarkan data, terlihat bahwa umur 20-40 Tahun mempunyai risiko tinggi menderita apendisitis. j. Hubungan antara Pola Makan Berserat dengan kejadian apendisitis Pola makan berserat merupakan gambaran mengenai macam, jumlah, dan susunan makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang yang mengandung banyak serat. Penelitian epidemiologi yang dilakukan di Afrika membuktikan bahwa orang-orang Afrika berkulit hitam yang mengkonsumsi makanan tinggi serat dan diet rendah lemak mempunyai angka kesakitan yang rendah akibat peradangan usus buntu dibandingkan orang Afrika yang berkulit putih dengan diet rendah serat dan tinggi lemak. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian peradangan pada usus buntu (Sutriyani, 2010). Peneliti ini menganalisis 40 responden (100,0%) dalam penelitian. Dari 20 responden (100,0%) yang Pola makan berseratnya kurang serat terdapat 14 responden (70,0%) yang menderita Apendisitis dan sebanyak 6 responden (30,0%) yang tidak menderita Apendisitis. Sedangkan dari 20 responden (100,0%) Pola Makan Berserat yang cukup serat terdapat 6 responden (30,0%) yang menderita Apendisitis dan terdapat 14 responden (70,0%) yang tidak menderita Apendisitis. Setelah dilakukan uji statistik Chi Square hasil penelitian ini memperlihatkan adanya hubungan antara Pola Makan Berserat dengan kejadian Apendisitis dengan nilai ρ (0,011) < α (0,05). Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Fitriana Sirma (2012), dengan judul faktor risiko kejadian Apendisitis di Rumah Sakit Umum Daerah Kab.Pangkep yang menyatakan tidak terdapat hubungan pola makan dengan kejadian Apendisitis. Hasil uji statistik dengan dengan Fisher’s Exact diperoleh ρ (0,133) > α (0,05). Peneliti menganalisis bahwa ditemukan adanya kesesuaian antara teori dengan hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara pola makan berserat dengan kejadian apendisitis. Hal ini disebabkan karena pola makan yang kurang serat lebih banyak dibanding pola makan yang cukup serat yaitu dari 20 responden (100,0%) yang kurang mengkonsumsi serat sebanyak 14 responden (70,0%) yang menderita apendisitis dan 6 responden (30,0%) yang tidak menderita apendisitis. Sedangkan dari 20 responden (100,0%) yang cukup serat terdapat 6 responden (30,0%) yang menderita apendisitis dan 14 responden (70,0%) yang tidak menderita apendisitis. k. Hubungan antara Konstipasi dengan kejadian apendisitis Konstipasi adalah kesulitan atau keterlambatan BAB, feses keras, merasa habis BAB tidak puas, harus mengejan yang kuat dan frekuensi BAB menurun. Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses (kotoran) kurang, atau fesesnya keras dan kering. Semua orang dapat mengalami konstipasi, terlebih pada lanjut usia (lansia) akibat gerakan peristaltik (gerakan semacam memompa pada usus) lebih lambat dan kemungkinan sebab lain. Kebanyakan terjadi jika makan kurang berserat, kurang minum, dan kurang olahraga. Kondisi ini bertambah parah jika sudah lebih dari tiga hari berturutturut. Inilah yang mengakibatkan timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa, semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis. Peneliti ini menganalisis 40 responden (100,0%) dalam penelitian. Dari 24 responden (100,0%) yang berisiko mengalami Konstipasi terdapat 11 responden (45,8%) yang menderita Apendisitis dan sebanyak 13 responden (54,2%) yang tidak menderita Apendisitis. Sedangkan dari 16 responden (100,0%) yang kurang berisiko mengalami konstipasi terdapat 9 responden (56,3%) yang menderita Apendisitis dan terdapat 7 responden (43,8%) yang Tidak menderita Apendisitis. Setelah dilakukan uji statistik Chi Square hasil ini memperlihatkan tidak ada hubungan antara Konstipasi dengan kejadian Apendisitis dengan nilai ρ (0,519) > α (0,05). Peneliti menganalisis bahwa ditemukan adanya ketidaksesuaian antara teori dengan hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara konstipasi dengan kejadian apendisitis, sedangkan pada teori menjelaskan bahwa konstipasi memiliki kaitan untuk menderita apendisitis. Dalam penelitian ini terdapat 13 responden (54,2%) yang berisiko mengalami konstipasi tetapi tidak menderita apendisitis, hal ini disebabkan karena pasien yang berisiko mengalami konstipasi mengkonsumsi serat yang cukup. Peneliti menganalisa bahwa alasan hasil penelitian mengenai konstipasi tidak ada hubungan dengan kejadian apendisitis, namun karena masih banyaknya responden yang mengalami konstipasi dan mengakibatkan terjadinya apendisitis, maka sebagai perbandingan yang baru mungkin dapat dilakukan peningkatan jumlah sampel dan kuesioner dalam penelitian selanjutnya. Simpulan 1. Ada hubungan antara Usia dengan kejadian Apendisitis di RSUD Labuang Baji Makassar. 2. Ada hubungan antara Pola Makan Berserat dengan kejadian Apendisitis di RSUD Labuang Baji Makassar. 3. Tidak ada hubungan antara Konstipasi dengan kejadian Apendisitis di RSUD Labuang Baji Makassar. Saran 1. Diharapkan kepada pasien agar mentaati pola makan apalagi pada pasien usia berisiko seperti pada usia 20-40 tahun, karena diusia ini dikategorikan sebagai usia yang produktif, dimana orang yang berada pada usia tersebut melakukan banyak sekali kegiatan dan mengabaikan nutrisi makanannya yang dapat mengakibatkan apendisitis. 2. Diharapkan agar tetap ada tindak lanjut untuk masih tingginya kejadian apendisitis karena pola makan berserat yang kurang dengan melakukan promosi kesehatan kepada masyarakat yang memiliki kebiasaan jarang mengkonsumsi serat untuk tetap menjaga pola makan dalam kesehariannya. 3. Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi yang dapat terus dikembangkan dengan mengacu pada faktor-faktor lain yang diduga memiliki hubungan yang erat yang dapat memicu terhadap terjadinya apendisitis. DAFTAR PUSTAKA Anggi Patranita Nasution, 2011, Hubungan antara jumlah Leukosit dengan Apendisitis Akut Dan Apendisitis Perforasi di RSU Dokter Soedarso Pontianak, skripsi diterbitkan, Universitas Tanjungpura Pontianak. Atassi, 2002. “Appendicities”. Nursing. Volume 32/Issue 8/Agustus 2002. Craig, dan Sandi. 2001. Appendicitis, Acute, eMedicine Specialties >Emergency Medicine> Gastroinstestinal. 1 Juni 2009. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006. Profil Kesehatan Indonesia 2006. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2012. Survey Kesehatan Rumah Tangga. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. 2009. Profil kesehatan Jawa Tengah 2009. Dinas Kesehatan Jateng, Semarang. Fitriana Sirma, 2012, Faktor Risiko Kejadian Apendisitis Di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pangkep, skripsi diterbitkan, STIKES Nani Hasanuddin Makassar. Hidayat Alimul A. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data, Salemba Medika, Jakarta. Katz, M, S, 2009. Appendicitis. eMedicine Specialties >Pediatric:General Medicine> Gastroenterology. Diperbarui 7 Januari 2009. Komisi Etik Penelitian Kesehatan, 2010. Pedoman Operasional Baku (SOP), Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar. Lubis, C. P dkk, 2008. Intestinal Parasitic Infestation in Indonesia, EGC, Jakarta. Mansjoer, A, 2003. Kapita Selekta Kedokteran, edisi III jilid 2 FKUI, Jakarta. Muttaqin Arif, 2011, Gangguan Gastroinstestinal Aplikasi Asuhan Keperawatn Medikal bedah. Salemba Medika, Jakarta. Nanda, 2011, Diagnosis Keperawatan:Definisi dan Klasifikasi 2012-2014, Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Rineka Cipta, Jakarta. Nugroho Taufan, 2011. Asuhan Keperwatan: Maternitas, Anak, Bedah, dan Penyakit Dalam. Nuha Medika, Yogyakarta. Pasaribu IC, 2009, Karakteristik penderita apendisitis di RSUP H. Adam Malik Medan, Skripsi diterbitkan, Universitas Sumatera Utara, Fakultas Kedokteran. Puji Esse, dkk. 2014. Panduan Penulisan Skripsi Edisi 10 Makassar. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makassar. Santacroce, A. 2009. Appendicities. eMedicine Specialties >General Surgery> Abdomen. Diperbarui: 1 Mei 2009. Sjamsuhidayat, R Wim De J. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi kedua. EGC, Jakarta. Sodikin, 2011. Asuhan Keperawatan Anak:Gangguan Sistem Gastroinstestinal Dan Hepatobilier. Salemba Medika, Jakarta. Sutriyani yuyun wahyuni, 2010, Hubungan Usia dan Pola Makan Dengan Kejadian Apendisitis Pada Pasien Rawat Inap Di Ruang Seruni RSUD Dr.M.Yunus Bengkulu, Skripsi diterbitkan, Akademi Kesehatan Sapta Bakti Bengkulu.s Suzanne C, dkk. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. EGC. Jakarta. Timmreck Thomas, 2005, Epidemiologi Suatu Pengantar, edisi 2, EGC, Jakarta. Tzanakis, N, E, Et, Al. “A New Approach Toaccurate Diagnosis Of Acute Appendicitis.” World J Surg.29 (9) :1151-6, Discussion 1157/ September 2005. Wijaya Saferi, A. 2013. Keperawatan Medikal Bedah I. Nuha Medika, Yogyakarta. World Health Organization, 2013. Globlal burden disease, http://www.who.int/ healthinfo/global_burden_dise ase/BD_report_update_ AnnexA.pdf, diakses tanggal 29 Januari 2014.