BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana gempa bumi beserta dampaknya yang terjadi belakangan ini harus disikapi secara serius oleh stakeholders bidang perencanaan dan perancangan kota. Gempa bumi yang terjadi mengakibatkan kerugian materiil dan non materiil bahkan korban jiwa yang sangat besar. Lebih dari 75% korban meninggal dunia terjadi di kota, yang diakibatkan karena keruntuhan, terbatasnya akses dan ruang evakuasi di perkotaan dan/atau kebakaran pasca gempa terjadi (Respati, 2010). Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng benua Eurasia (Eropah-Asia), Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, terdapat di lempeng ini, lempeng Pasifik, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya terdapat pada lempeng ini, lempeng Samudra Hindia - Australia, terdapat di Samudra Hindia dan hanya terdapat pada pulau-pulau kecil, lempeng Philiphina dekat dengan kepulauan Irian. Lempeng Hindia – Australia bergerak ke arah utara. Lempeng Pasific bergerak ke arah barat dan keduanya menghujam ke arah lempeng Eurasia (subduction zone). Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera-Jawa-Nusa Tenggara-Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti Universitas Sumatera Utara letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat (Arnold, 1986) seperti yang terlihat pada gambar 1.1. Gambar 1.1 Jalur Tektonik di Indonesia Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Pulau Sumatera terbentuk sebagai akibat penunjaman lempeng Indo-Australia di bawah lempeng Eurasia. Penunjaman lempeng tersebut membentuk jajaran gunung-gunung api dan perbukitan volkanik yang dikenal dengan Bukit Barisan sepanjang daratan Sumatera dan patahan Sumatera (SF) yang membelah daratan Sumatera (Natawidjaja, 2004). Wilayah Sumatera Utara sebelah barat merupakan daerah lintasan pertemuan lempeng Eurasia dan Lempeng Australia. Patahan-patahan (fault) yang terdapat di daerah pantai barat Sumatera Utara, seperti yang diungkapkan oleh Danny Hilman Natawidjaya (Natawidjaya, 2002), adalah patahan Renun, Angkola, Toru. Dari datadata pencatatan gempa dan fakta keberadaan berapa patahan yang beraktifitas dapat Universitas Sumatera Utara disimpulkan, bahwa wilayah Sumatera Utara terutama daerah pantai baratnya merupakan daerah dengan potensi gempa yang tinggi. Gempa yang terjadi umumnya adalah gempa dangkal dengan kedalaman berkisar 7-100 km dengan magnitude antara 3,0-8,3 dalam skala Richter. Gempa telah terjadi pada ketiga patahan itu yaitu pada tahun 1892 (118 tahun lalu) gempa di Tapanuli Selatan/Mandina dengan kekuatan 7,7 SR yang merupakan kekuatan puncak dari gempa yang terjadi di Sumatera dan setara dengan gempa San Francisco tahun 1906 yang merontokkan 28.000 bangunan, dan pada 1936 berkekuatan 7,2 SR terjadi gempa di patahan Renun yang mengguncang sangat kuat Kabupaten Karo dan menimbulkan kerusakan pada bumi (rapture) dan longsor yang meluas. Goncangan gempa Karo juga melanda hingga ke Banda Aceh yang berjarak 5000 km dari Karo. Tahun 1984 (6,4 SR) gempa melanda Pahae Jae-Taput dan tahun 1987 (6,6 SR) melanda Tarutung - Taput, kedua rangkaian gempa itu terjadi di patahan Toru. Gempa terakhir yang melanda Kabupaten Tapanuli Utara dengan kekuatan sebesar 5,2 skala richter (SR) terjadi pada tanggal 28 Februari 2010. Gempa tersebut berpusat di Tarutung tepatnya pada 2.07 LU-98.91 BT atau 9 Km arah Barat Laut kota Tarutung-Tapanuli Utara - Sumatera Utara dengan kedalaman 10 Km dan terjadi pada pukul 19:13:25 WIB. Guncangan gempa mengakibatkan rusaknya berbagai bangunan pemerintah dan masyarakat, termasuk sekolah dan rumah warga. Gempa bumi di Patahan Renun-Toru-Angkola dapat dicermati pada tabel 1.1 dan gambar 1.2. Universitas Sumatera Utara Tabel 1.1 Tabel Data Kegempaan pada Patahan Renun-Toru-Angkola No. Patahan Panjang (Km) 1 Renun 220 Dairi, Karo, Pakpak Bharat, Humbahas 2 Toru 93 Humbahas, Toba Samosir, Tapanuli Utara 3 Angkola 160 Tapanuli Selatan Tapanuli Tengah Mandailing Natal Daerah Gempa Bumi Nama Gempa 1921 (6,8 SR) 1936 (7,2 SR) 1941 (>6 SR) 1975 (>6 SR) 1984 (6,4 SR) 1987 (6,6 SR) 1873 (>6 SR) 1892 (7,7 SR) 1934 (>6 SR) Tapanuli Karo Tapanuli Tapanuli Pahae Jae Tarutung Mandailing Tapanuli Selatan Tapanuli Selatan Sumber: BMKG Provinsi Sumatera Utara Gambar 1.2 Peta tektonik dan Sesar Aktif di Indonesia Sumber: www.pu.go.id Berdasarkan peta zonasi wilayah gempa yang dikeluarkan BSN pada SNI 031726-2002 wilayah gempa Indonesia dibagi 6 wilayah berdasarkan amplitudo pada batuan dasar dan mengklasifikasikan kondisi tanah menjadi 3 kategori, yaitu tanah keras, tanah sedang, dan tanah lunak seperti ditunjukkan pada gambar 1.3 dan tabel 1.2. Universitas Sumatera Utara 1 2 Wilayah Wilayah Wilayah Wilayah Wilayah Wilayah 3 4 5 6 (1) (2) (3) (4) (5) (6) : 0.03 : 0.03 : 0.03 : 0.20 : 0.25 : 0.30 Gambar 1.3 Peta Pembagian wilayah gempa di Indonesia (Zona Resiko Gempa Bumi) Sumber: SNI-03-1726-2002 Tabel 1.2 Percepatan Puncak Batuan Dasar dan Percepatan Puncak Muka Tanah untuk Masing-masing Wilayah Gempa Indonesia 1 Percepatan Puncak Batuan Dasar (g) 0.03 2 3 4 5 6 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 Wilayah Gempa Percepatan Puncak Muka Tanah Ao (g) Tanah Tanah Tanah Tanah Keras Sedang Lunak Khusus 0.03 0.04 0.08 0.12 0.18 0.24 0.29 0.33 0.15 0.22 0.28 0.33 0.36 0.23 0.30 0.34 0.36 0.36 Diperlukan Evaluasi Khusus di Setiap Lokasi Cakupan Wilayah Medan, Tj. Balai, Binjai Kabanjahe, P. Siantar Sibolga, Tarutung Nias Sumber: SNI 03-1726-2002 Berdasarkan hasil revisi Peta Gempa Indonesia dari SNI-03-1726-2002, telah dihasilkan Peta Gempa Indonesia terbaru yaitu pada tanggal 16 juli 2010 untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun, 10% dalam 100 tahun, dan 2% dalam 50 tahun atau yang mewakili tiga level hazard (potensi bahaya) gempa yaitu 500, 1000 dan 2500 tahun, dari hasil revisi didapat kenaikan nilai percepatan batuan puncak atau respon spektra di permukaan tanah dari sebelumnya. Hal itu menunjukkan potensi dan kerentanan bencana semakin meningkat. Catatan dari Direktorat Vulkanologi dan Universitas Sumatera Utara Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan bahwa ada 28 wilayah di Indonesia yang dinyatakan rawan gempa dan tsunami salah satunya adalah daerah Tapanuli Utara/Kota Tarutung. Pemahaman akan resiko tinggal didaerah dengan kerawanan bencana tinggi ini harus disikapi secara bijak dan pandai menyiasati cara-cara hidup berdampingan dengan kondisi alam yang rawan bencana tersebut (Respati, 2009). Sehubungan dengan resiko bencana gempa bumi di Tarutung, Tapanuli Utara, maka perlu ada upaya antisipasi dan adaptasi bencana, upaya adaptasi dan antisipasi dapat dilakukan berdasarkan persepsi masyarakat, sebab dengan mengetahui persepsi maka dapat menjadi salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam proses perencanaan. Melalui persepsi dapat menjadi acuan dalam mengarahkan program pembangunan. Mitigasi menurut UU No. 24 Tahun 2007 tentang penganggulangan bencana, merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melaui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi bencana, dalam hal ini bencana gempa bumi, serta bertujuan mengurangi dan mencegah resiko kehilangan jiwa dan harta benda dengan pendekatan struktural dan nonstruktrural (Godschalk dkk, 1999). Kajian persepsi tentang mitigasi bencana merupakan salah satu upaya mitigasi bencana non struktural, pentingmya dilakukan kajian persepsi terkait dengan upaya mitigasi bencana adalah untuk mengakomodir pendapat dan pemikiran mayarakat. Dengan demikian pendapat dan pemikiran yang telah menciptakan jati diri masyarakat setempat harus menjadi landasan utama dalam perencanaan dan Universitas Sumatera Utara perancangan, tidak boleh semata-mata dengan instruksi dan doktrin secara paksa dan pukul rata (serba sama) karena dengan demikian jiwa dan semangat suatu tempat akan sirna dan program yang di terapkan tidak berhasil guna. Melalui kajian persepsi diharapkan memunculkan suatu bentuk perencanaan atau konsep-konsep yang mengarah pada perbaikan kawasan serta dapat dipertanggungjawabkan dan disepakati bersama. Pentingnya kajian persepsi dalam upaya mitigasi bencana sesuai dengan tujuan UU No. 24 Tahun 2007 tentang penganggulangan bencana, pada Pasal 34 menyebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi tindakan prabencana yang dilakukan dalam situasi tidak terjadi bencana dan dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana tersebut selanjutnya dijelaskan pada pasal 37 ayat 2 butir ‘’b’’ yang menyebutkan kegiatan pengurangan resiko bencana dilakukan untuk mengurangi dampak buruk yang mungkin timbul terutama dilakukan dalam situasi tidak terjadi bencana, kegiatan tersebut berupa perencanaan partisipatif masyarakat. Pasal 44 dalam UU No. 24 Tahun 2007 menyebutkan penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana meliputi: kajian kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana. Selanjunya pada pasal 45 ayat (2) butir e menyebutkan bahwa kesiapsiagaan untuk menghadapi kejadian bencana dapat dilakukan melalui penyiapan lokasi evakuasi. Hal mengapa penting partisipasi masyarakat dalam program pembangunan adalah karena kecil sekali Universitas Sumatera Utara harapan adanya perencanaan yang efektif dalam pembangunan bila tanpa dukungan dan keterlibatan masyarakat (Myrdal, 1968). Bentuk partisipasi masyarakat dapat berupa metode survey dan konsultasi lokal (Diana Conyers, 1981). Ada tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat sangat penting dalam program pembangunan. Pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal. Kedua, masyarakat lebih mempercayai program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan mengetahui seluk-beluk program tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap kegiatan tersebut. Ketiga, merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat sendiri. Hal ini selaras dengan konsep man-centred development (suatu pembangunan yang dipusatkan pada kepentingan manusia). 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas yang menjadi topik permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana persepsi masyarakat dalam upaya adaptasi dan antisipasi bencana gempa dalam kaitannya dengan konsep penyelamatan, berdasarkan persepsi dari masyarakat dihasilkan sebuah konsep rancangan penyelamatan dalam aplikasi konsep penataan ruang pada kota Tarutung, bagaimana kondisi fisik lingkungan yang rawan bencana gempa dalam kaitannya dengan upaya mitigasi bencana gempa. Universitas Sumatera Utara 1.3 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini terdiri dari ruang lingkup substansial dan spasial. Ruang lingkup substansial bertujuan membatasi materi pembahasan sedangkan ruang lingkup spasial bertujuan untuk membatasi lingkup wilayah kajian. 1.3.1 Ruang lingkup substansial Lingkup substansial dalam penulisan ini meliputi kajian persepsi masyarakat terhadap lingkungan tempat tinggal yang merupakan daerah rawan bencana gempa bumi dan dikaitkan dengan upaya antisipasi masyarakat dalam menghadapi bencana gempa bumi, dimana hasil analisis tersebut menjadi sebuah konsep secara konstekstual yang dapat digeneralisasikan di daerah lain yang memiliki potensi terjadi bencana gempa, khususnya kota-kota yang rawan bencana gempa. 1.3.2 Ruang lingkup spasial Secara administratif daerah penelitian merupakan wilayah Kota Tarutung, Tapanuli Utara yang terdiri dari 8 desa dan 7 kelurahan dengan luas wilayah 33,23 km2 dan jumlah penduduk 25.131 jiwa. Secara geografis wilayah Kota Tarutung berada pada 01o54’-02 o 07’LU dan 98o52’-99 o 04’BT dengan ketinggian 500 -700 meter di atas permukaan laut. Alasan dijadikannya Kota Tarutung sebagai daerah penelitian adalah berdasarkan fakta sejarah dan keberadaan Kota Tarutung di wilayah zona rawan bencana gempa bumi, yang merupakan daerah lintasan salah satu segmen patahan aktif yang membelah Sumatera yaitu patahan Toru, dimana patahan tersebut merupakan sumber gempa bumi tektonik, peta jalur patahan yang terdapat di Sumatera Utara dapat dilihat pada gambar 1.4. Selain itu hal lain yang memberikan Universitas Sumatera Utara penilaian lebih dalam penentuan lokasi kajian adalah dari aspek kedudukannya sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Tapanuli Utara, pusat perkantoran, pusat kegiatan ekonomi perdagangan dan jasa, kesehatan, pendidikan dan daerah permukiman serta pelayanan umum. PATAHAN RENUN TARUTUNG-TAPANULI UTARA PATAHAN TORU PATAHAN ANGKOLA Gambar 1.4 Peta jalur patahan di Sumatera Utara Sumber: Dinas Pertambangan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Dairi, 2007 1.4 Tujuan dan Sasaran 1.4.1 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi persepsi tentang pengetahuan dan pemahaman masyarakat dalam mengantisipasi dan menghadapi ancaman bahaya bencana gempa bumi, mengidentifikasi karakter fisik lingkungan terkait dengan faktor kebencanaan, mengindentifikasi persepsi Universitas Sumatera Utara masyarakat dalam upaya adaptasi dan antisipasi bencana gempa dikaitkan dengan teori mitigasi bencana gempa dan kondisi fisik kawasan. 1.4.2 Sasaran Sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui persepsi dan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi bencana gempa, menghasilkan konsep adaptasi dan antisipasi becana gempa untuk mitigasi bencana yang didasarkan atas kajian persepsi dari masyarakat, memberi masukan kepada pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara sebagai bahan pertimbangan untuk program pembangunan terkait dengan mitigasi bencana. 1.5 Manfaat dan Relevansi Penelitian Dengan mengetahui karakterisitik wilayah Kota Tarutung dan juga persepsi masyarakat dalam kaitannya dengan kerentanan terhadap bahaya ancaman gempa bumi dapat membantu menyusun perencanaan satu kawasan atau wilayah agar dapat mengoptimalkan tujuan pembangunan fisik yang berketahanan terhadap bencana dan mampu memberikan perlindungan terhadap warga kota. Hal ini juga terkait dengan tujuan dari UU No.24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana dan Permendagri No. 33 Tahun 2006 tentang pedoman umum mitigasi bencana. 1.6 Kerangka Pemikiran Kota Tarutung sebagaimana dicermati pada peta pemetaan kawasan rawan bencana gempa geologi yang berada di sepanjang jalur patahan Toru merupakan jalur sangat rawan bagi terjadinya gempa bumi yang dahsyat dikarenakan kondisi Universitas Sumatera Utara geologinya yang memungkinkan bagi terjadinya proses pelepasan energi gempa bumi pada jalur patahan. Upaya antisipasi dalam rangka mereduksi resiko bencana gempa bumi yang pasti terjadi dimasa yang akan datang adalah suatu keharusan. Salah satu bentuk konsep upaya mitigasi adalah penyiapan sosial masyarakat dalam hal kesadaran masyarakat (aspek sosial) tentang aspek sosial bencana, sistem peringatan, antisipasi berdasarkan kajian persepsi masyarakat (Respati, 2008). Dengan mengetahui persepsi akan dapat menjadi masukan untuk menentukan dan menetapkan arah perancangan dan penyiapan sistem mitigasi bencana alam gempa bumi. Hal yang mendasari objek penelitian ini dilakukan di Kota Tarutung adalah sebagai upaya antisipasi dalam menghadapi bencana gempa dimasa yang akan datang, dengan pertimbangan fakta sejarah kegempaan yang pernah terjadi serta kedudukan Kota Tarutung sebagai ibukota Kabupaten Tapanuli Utara. Menurut (Natawidjaja, et, all, 1995), pada prinsipnya, apabila pernah terjadi kegempaan besar yang merusak di suatu lokasi atau wilayah baik satu kali maupun beberapa kali, maka dapat dipastikan bahwa wilayah tersebut rawan terhadap gempa bumi yang paling tidak berkekuatan sama dengan yang pernah terjadi . Artinya wilayah tersebut harus siap menghadapi kejadian gempa bumi serupa atau lebih besar dimasa yang akan datang, karena setiap kejadian gempa bumi pasti berhubungan dengan adanya patahan aktif pada atau sekitar wilayah tersebut, dan proses gempa bumi dengan skala magnitudo tertentu mempunyai siklus atau akan selalu berulang dengan kisaran periode ulang tertentu. Selain ancaman bahaya gempa tektonik sebagai akibat keberadaan patahan aktif Toru, menurut Badan Vulkanologi juga Universitas Sumatera Utara adanya potensi bencana gempa vulkanik dari gunung berapi Dolok Martimbang yang berada di wilayah kecamatan Tarutung dengan jarak kurang lebih 3 km dari inti Kota Tarutung yang memiliki ketinggian kurang lebih 1679,8 meter di atas permukaan laut, namun masih dinyatakan aman. Kerangka pemikiran di atas digambarkan dalam sebuah diagram alur pemikiran seperti pada gambar 1.5. Kota Tarutung sebagai Ibukota Kabupaten Taput, Kota yang Rawan Bencana Gempa Bumi Internal Kondisi Fisik Alam Rawan Gempa Eksternal Penduduk, Ekonomi, Soial dan Fasilitas Pelayanan Kota Permasalahan Lingkungan Latar Belakang Pertanyaan Penelitian Bagaimana Persepsi Masyarakat terhadap lingkungan tempat tinggalnya ? Bagaimana pemahaman terhadap ancaman bencana gempa bumi dan upaya mitigasinya Apa yang diinginkan masyarakat dalam upaya mitigasi bencana gempa. Kajian Literatur Kebijakan Permasalaan Analisis Tujuan Penelitian Mengkaji karakter fisik lingkungan terkait dengan faktor kebencanaan khusunya bencana gempa Mengkaji persepsi masyarakat tentang pengetahuan dan pemahaman mengantisipasi bencana gempa Identifikasi Karakeristik ekonomi, sosial dan budaya Identifikasi Pola berhuni masyarakat. Identifikasi Sarana, Fasilitas perkotaan Identifikasi Persepsi Masyarakat Persepsi masyarakat terhadap lingkungan tempat tinggal yang merupakan daerah rawan bencana gempa Bagaimana pemahaman dan persepsi masyarakat dalam mengantisipasi bencana gempa. Bentuk-bentuk adapatasi yang dilakukan masyarakat terhadap lingkungan Upaya adaptasi dan antisipasi terhadap ancamana bencana gempa bumi Kesimpulan dan Rekomendasi Gambar 1.5 Diagram Alur Pemikiran Universitas Sumatera Utara 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika pembahasan dalam penyusunan tesis sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab ini berisi latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup subtansial dan spasial, Tujun dan sasaran, manfaat dan relevansi penelitian, kerangka pemikiran dan sistematika pembahasan penelitian. Bab II Kajian Literatur Kajian teoritis mengenai karakteristik kota yang rawan bencana gempa yaitu kondisi fisik dan upaya mitigasi bencana gempa, serta teori mengenai persepsi dalam dalam kaitannya dengan upaya mitigasi bencana gempa bumi. Uraian pada bab ini memberikan jawaban teoritis dari pertanyaan penelitian. Bab III Metode Penelitian Bab ini berisi tentang metode dan teknik yang digunakan dalam mengolah dan menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan dan data-data dalam penelitian. Pada bab ini dijelaskan tentang lokasi dan metode pelaksanaan studi. Bab IV Analisa Kawasan Bab ini berisi tentang gambaran umum Kota Tarutung dan pembahasan secara mendalam dan detail kondisi fisik lokasi kajian yang mencakup kondisi topografi, geoteknik dan geologi, tata guna lahan, kegempaan, kependudukan dan kerentanan terhadap bencana gempa bumi. Universitas Sumatera Utara Bab V Analisis dan Konsep Pengembangan pada Kota yang Rawan Bencana Gempa Pada bab ini dibahas tentang konsep pengembangan kota dalam upaya adaptasi dan antisipasi bencana gempa yang didasarkan atas hasil kajian persepsi dan kajian kondisi fisik kawasan. Bab VI Kesimpulan dan Saran Materi yang diuraikan pada bab ini adalah kesimpulan hasil penelitian dan rekomendasi. Universitas Sumatera Utara