ANDA DAN HUKUM DALAM KESEHARIAN - 59 HAK PEREMPUAN MENDAPATKAN ½ HARTA BERSAMA PASKA PERCERAIAN H ARTA Bersama (hareuta si hareukat) adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan. Harta bersama dalam perkawinan sering disalah tafsirkan kepemilikannya. Apalagi jika yang bekerja atau yang berusaha mencari nafkah hanya suami saja atau isteri saja. Terlebih ketika kepemilikannya hanya didaftarkan atas nama pasangan suami/istri. Padahal, harta bersama tetaplah merupakan harta yang dimiliki oleh suami dan isteri secara bersamasama yang terikat dalam satu perkawinan, meskipun isteri tidak turut andil dalam mencari uang (nafkah). Dalam kasus-kasus harta bersama yang ditemukan paska tsunami, seringkali ditemukan bahwa harta bersama hanya didaftarkan atas nama suami saja atau nama isteri saja, seperti harta dalam bentuk tabungan, deposito di bank, rumah dan tanah. Akibatnya, dalam proses pembagian harta bersama (yang kepemilikannya hanya diterakan atas nama salah seorang baik isteri maupun suami) dianggap menjadi patokan untuk menentukan siapa pemilik harta benda tersebut dalam pembagian warisan. Dalam beberapa kasus, harta bersama ini cederung jatuh ke para ahli waris dari pihak suami karena umumnya tabungan di bank, sertifikat tanah, kepemilikan rumah, didaftarkan atas nama suami. Sehingga tidak jarang dalam pembagian harta warisan yang didalamnya terdapat harta bersama- isteri serta anak-anaknya tidak mendapat apa-apa. Atau dalam kasus lain, harta bersama yang ditinggalkan suami-isteri, dimana keduanya menjadi korban tsunami, pihak keluarga isteri tidak mendapat warisan dari harta bersama ini dan semua jatuh ke ahli waris dari pihak suami. Padahal, harta bersama dapat didaftarkan atas nama berdua, nama suami dan nama isteri. Contohnya, dalam sertifikat tanah atau kepemilikan rekening di bank. Harta Bersama Menurut Hukum Formal Pasal 35 Ayat (1) Undang-undang Perkawinan merumuskan harta bersama sebagai harta benda yang diperoleh selama perkawinan. Harta bersama ini dapat berwujud dan tidak berwujud. Harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda yang tidak bergerak, benda bergerak dan surat-surat berharga. Adapun harta bersama yang tidak berwujud dapat berupa hak dan kewajiban. Tanpa persetujuan kedua belah pihak suami dan isteri, harta bersama tidak dibolehkan untuk dijadikan barang jaminan, dijual atau dipindahkan (UU 1/1974, KHI 91-92). Menurut ketentuan hukum formal, harta bersama dibagi-bagi untuk suami dan isteri, jika terjadi perceraian atau kematian salah seorang suami atau isteri. Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 97 mengatur, bahwa janda atau duda cerai hidup, masing-masing berhak seperdua (setengah atau 50 persen) dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Menurut Wakil Ketua Mahkamah Syar’iyah Provinsi NAD, Drs.H.Jufri,Ghalib,S.H,M.H, dalam perkara cerai, baik cerai talak maupun cerai gugat, biasanya permohonan/ pengajuan perkara cerai juga dirangkaikan dengan perkara harta bersama. Tetapi akibatnya, seringkali putusan perkara cerainya menjadi tertunda. Karena biasanya, tersangkut dengan pembagian harta bersama. Tidak jarang kasusnya sampai pada tingkat banding di Provinsi bahkan juga terkadang sampai ke tingkat kasasi. Karena itu dijelaskan Drs.H.Jufri,Ghalib,S.H,M.H, ketika digelar Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung dengan Pengadilan Tingkat Banding dan Pengadilan Tingkat Pertama Ibu Kota Propinsi se Indonesia di Makassar, September 2007 lalu, para hakim merekomendasikan agar perkara harta bersama tidak dirangkaikan dengan perkara cerai gugat atau cerai talak supaya proses hukumnya dapat berjalan dengan cepat. Meski belum sepenuhnya dipraktekkan, setidaknya dari beberapa kasus yang didaftarkan dalam perkara di Mahkamah Syariyah, kasus harta bersama sudah didaftarkan secara terpisah oleh para pemohon. Dalam catatan Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh, sepanjang tahun 2007 lalu, sudah ada 9 kasus harta bersama, sedangkan kasus cerai talak mencapai 54 kasus dan cerai gugat sebanyak 93 kasus. Setelah mendapat penetapan tentang harta bersama nya, maka ¾ untuk suami atau isteri dan ahli waris ini, pembagian harta bersama harus diserahkan secara lainnya mendapat ¼ bagian. sukarela oleh pihak-pihak yang bersengketa. Tetapi dalam 4) Dalam hal cerai mati tanpa meninggalkan anak dan beberapa perkara, ada juga yang harus dieksekusi oleh tanpa meninggalkan ahli waris, maka ¾ untuk suami Mahkamah Syar’iyah karena salah satu pihak tidak mau atau isteri dan ¼ untuk Baitul Mal menyerahkan harta bersama tersebut. 5) Dalam hal cerai mati dan ada meninggalkan anak lakiDijelaskan Panitera Muda Hukum Mahkamah laki, maka semua harta untuk isteri dan anak-anak. Syar’iyah Banda Aceh, Basri,S.H, jika eksekusi dilakukan 6) Dalam hal cerai mati dan hanya mempunyai anak tetapi mendapat perlawanan dari pihak yang bersengketa, perempuan, maka selain isteri dan anak perempuan biasanya dibutuhkan kehadiran aparat keamanan. itu, terdapat juga bagian hak untuk walinya. Apabila terjadi cerai mati, menurut KHI (Kompilasi Sedangkan di Kabupaten Aceh Besar, tempat yang Hukum Islam) Pasal 96 Ayat (1), maka separuh (setengah) dijadikan penelitian tentang harta bersama oleh Interharta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih national Development Law Organization (IDLO), lama atau yang tinggal (si suami atau si isteri). Adapun pembagian harta bersama yaitu: separuh sisanya lagi menjadi harta warisan bagi para ahli 1. untuk suami ½ (seperdua) dan untuk isteri seperdua waris termasuk pasangan yang hidup lebih lama. Artinya, 2. untuk suami 2/3 (duapertiga) dan untuk isteri 1/3 sisa harta setengahnya atau separuh itu dibagi sebagai (sepertiga). Cara pembagian ini didasarkan pada harta warisan, di mana suami atau isteri yang ditinggalkan, alasan bahwa harta bersama yang ada dianggap masih berhak untuk mendapatkan sesuai dengan merupakan lebih banyak karena usaha (pekerjaan) kesepakatan. Apakah harta itu dibagi berdasarkan ilmu suami dibanding dengan usaha isteri. Praktek kewarisan dalam Islam (faraidh) atau dibagi berdasarkan semacam ini biasanya dilakukan di gampongkesepakatan para ahli waris. gampong yang terletak di pesisir pantai yang Menurut KHI Pasal 96 ayat (2), disebutkan, mayoritas mata pencaharian penduduk adalah pembagian harta bersama bagi seorang suami atau isteri, nelayan. Sementara isteri hanya bertugas di rumah, yang isteri atau suaminya hilang ( mafqud ), harus mengurus, memasak dan menjaga anak-anak. ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang Selain tabungan atau deposito di bank, uang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar putusan pensiun termasuk harta bersama karena diperoleh Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah. Paska tsunami, selama perkawinan. Akan tetapi berbeda dengan Mahkamah Syar’iyah di Aceh telah mengeluarkan putusan pembagian harta bersama pada umumnya, sesuai untuk perkara mafqud bagi para korban bencana tsunami. dengan UU No.40/2004 Pasal 41 ayat (1), Pasal 41 ayat Penetapan perkara semacam ini ada yang dikeluarkan (6) dan PP No.25/1981 Pasal 10 ayat (2), uang pensiun secara independen, tetapi ada juga yang dirangkaikan akan dibayarkan tunai setiap bulan kepada salah satu dengan perkara pengesahan ahli waris. dari tiga pihak ahli waris yang ada, yaitu : Akan tetapi, putusan untuk perkara mafqud menurut 1. janda/duda dari pegawai yang meninggal dunia Basri,SH, kebanyakan bukan karena untuk pembagian hingga janda/duda itu meninggal dunia atau harta bersama, melainkan untuk keperluan si suami atau menikah lagi. isteri yang masih hidup untuk menikah lagi. Perkara mafqud sendiri dapat dirangkaikan dengan pengesahan 2. anak yatim piatu dari pegawai yang meninggal tersebut sampai anak mencapai usia 23 tahun, ahli waris yang bisa diajukan oleh pihak manapun, bekerja tetap atau menikah termasuk keluarga jauh dari pihak suami atau isteri. 3. ayah atau ibu, jika pegawai yang meninggal itu Harta Bersama Dalam Adat Aceh masih lajang sampai batas waktu tertentu sesuai Dalam adat Aceh, harta bersama dikenal dengan dengan peraturan perundang-undangan. istilah hareuta sihareukat, yang pengertiannya tidak jauh berbeda dengan konsep harta bersama menurut hukum Jika dalam hal ketiga pihak ahli waris tersebut ikut positif. Harta semacam ini dipahami sebagai harta yang pula meninggal atau hilang (seperti kebanyakan kasus dihasilkan bersama suami dan isteri selama dalam paska tsunami) maka uang pensiunan ini tidak akan perkawinan dan dikuasai bersama oleh suami dan isteri. dibayarkan kepada ahli waris lainnya, di luar 3 ahli waris Menurut ketentuan hukum adat Aceh, harta bersama yang disebutkan di atas. Selain uang pensiun, PNS juga tidak dibagi selama suami isteri masih terikat dalam memiliki tabungan hari tua atau yang dikenal dengan perkawinan. Harta bersama baru dibagi antara suami dan TASPEN. Dana ini dapat dibayarkan kepada ahli waris isteri apabila mereka bercerai, baik cerai hidup atau mati. lain di luar tiga pihak ahli waris tersebut, sedangkan uang Apabila salah satu pihak meninggal dunia (cerai mati), asuransi, yang dimiliki suami atau isteri, berdasarkan terlebih dahulu harta bersama dan harta milik pribadi putusan kasasi yang dikeluarkan Mahkamah Agung pasangan yang meninggal dipisahkan. Setelah itu, barulah No.97/AG/1994, tidak digolongkan pada harta bersama harta pasangan yang meninggal itu, yang terdiri dari harta atau harta peninggalan. bawaannya dan sebagian dari harta bersama miliknya, Walau sudah banyak para isteri memahami tentang harta difaraidhkan kepada semua ahli waris yang berhak, bersama, banyak juga yang belum memahami tentang termasuk untuk pasangan yang masih hidup. Sampai pada kepemilikan harta bersama ini. Untuk itu, jika para isteri tahap ini, ketentuan adat tidak banyak berbeda dengan yang berada dalam kasus perceraian dan tersangkut peraturan formal (Syahrizal, Hukum Adat dan Hukum Islam pada persoalan harta bersama, jika kurang memahami di Indonesia: Refleksi terhadap Beberapa Bentuk Integrasi tentang harta bersama dan ingin meminta bantuan dapat Hukum dalam bidang Kewarisan di Aceh h.274-275). menghubungi, Kelompok Kerja Transformasi Gender Akan tetapi, cara pembagian harta bersama dalam Aceh (KKTGA), telepon 0651-7408922, Mitra Sejati adat Aceh agak berbeda dari hukum positif karena Perempuan Indonesia (MiSPI), telepon 0651-635531, terdapat bermacam-macam model pembagian harta LBH APIK, telepon 0645-43150, LBH Banda Aceh, bersama. Syahrizal mengemukakan, sedikitnya ada 6 telepon 0651- 22940. model pembagian harta bersama di Aceh, yang sangat ditentukan oleh keadaan saat berakhirnya perkawinan Ralat pada rubrik Anda dan Hukum dalam dan juga kultur di daerah masing-masing. Bentuk-bentuk Keseharian edisi 57, dengan topik Tanah Hak pembagian harta bersama antara lain: Milik adat yang dimuat di Serambi Indonesia 1) Dalam hal cerai hidup dan tidak mempunyai anak, tanggal 6 February 2008, kolom dua tertulis pasal maka harta bersama dibagi dua, yaitu ½ untuk suami 6 UU No 5/ 1960 tentang Peraturan Dasar dan ½ untuk isteri Pokok- pokok Agraria, seharusnya Pasal 6 2) Dalam hal cerai hidup dan mempunyai anak, isteri mendapat Permeneg Agraria No.5/1999. Terima kasih ½, suami mendapat ¼ dan anak mendapat ¼ bagian. 3) Dalam hal cerai mati tanpa meninggalkan anak, Semua artikel dalam seri ini dapat ditemukan pada website IDLO tetapi ada ahli waris lain- di http://www.idlo.int/bandaacehawareness.HTM Rubrik ini dipublikasikan atas kerjasama Harian Serambi INDONESIA dengan IDLO