Termodinamika - WordPress.com

advertisement
BAB VII
TERMODINAMIKA
Di dalam reaksi kimia umumnya selalu disertai dengan perubahan energi
perubahan-perubahan ini tampak pada zat reaktan yang memiliki energi tertentu
yang berubah menjadi zat hasil dengan energi yang besarnya berbeda. Dalam
perubahannya menjadi zat hasil dapat disertai dengan pelepasan energi atau
penyerapan energi.
Termodinamika kimia mempelajari perubahan energi dan arah pertukuran
energi yang terjadi pada reaksi kimia. Perubahan energi dari satu bentuk ke bentuk
yang lain dibahas dalam hukum pertama Termodinamika yaitu tentang hukum
kekekalan energi yang aplikasinya terdapat dalam termodinamika. Pada hukum
kedua termodinamika membahas tentang entropi yang berkaitan dengan
kespontanan dan tak spontanan reaksi.
A. Beberapa Bentuk Energi
Energi adalah sesuatu yang abstrak dan kadang lebih sulit dipahami
jika dibandingkan dengan materi yang dapat dilihat dan diraba. Energi
didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan kerja atau kapasitas untuk
melakukan kerja, suatu benda dapat memiliki energi dengan dua cara, yaitu
sebagai energi kinetik dan sebagai energi potensialnya.
Energi kinetik (EK) adalah energi yang dimiliki suatu objek ketika
objek ini sedang bergerak dan dapat dihitung dengan persamaan ½ mv2.
m = massa objek
v = kecepatan
Jadi energi kinetik bergantung pada massa objek dan lajunya. Energi
potensial (EP) adalah energi yang tersimpan atau yang dimiliki suatu objek
karena kedudukannya terhadap objek yang lain, misalnya energi potensial
yang diakibatkan oleh gaya tarik dan gaya tolak, objek itu tidak mempunyai
energi potensial.
126
Bila objek yang saling tarik menarik dijauhkan EP akan bertambah,
dan jika didekatkan maka energi potensial akan berkurang. Energi potensial
yang dimiliki zat-zat karena tarikan dan tolakan antara partikel-partikel sub
atomnya kadang disebut energi kimia. Bila zat kimia bereaksi akan terjadi
perubahan sifat tarikan (ikatan kimia) antara atom-atom tersebut, jadi terdapat
perubahan energi kimia (EP) yang diamati sebagai energi yang dibebaskan
atau energi yang diserap.
Energi panas (kalor) merupakan salah satu bentuk yang lazim
dijumpai, kalor sebenarnya adalah energi kinetik atom atau molekul. Bila
suatu benda panas, EK rata-rata molekulnya besar atau diletakkan bersentuhan
dengan benda dingin, kalor mengalir dari benda panas ke benda dingin sampai
alirannya kedua benda itu sama suhunya.
Energi dalam adalah jumlah semua bentuk energi yang dimiliki oleh
zat itu, berapa besar energi ini tidak diketahui karena tidak ada cara untuk
mengukur langsung, yang dapat diukur secara termodinamika adalah
perubahan energinya karena suatu proses.
B. Sistem, Lingkungan dan Fungsi Keadaan
Sistem didefiniskan sebagai sejumlah zat atau campuran zat-zat yang
diletakkan dalam sebuah wadah untuk dikaji lebih jauh atau objek yang sifatsifatnya akan dipelajari, sedangkan bagian di luar sistem disebut lingkungan.
Lingkungan dapat udata di sekitar, air di dalam termosfat di mana sistem itu
diletakkan dan sebagainya.
Sistem dan lingkungan dapat mempertukarkan energi dan materi
melalui batas-batas sistem. Berdasarkan pertukaran ini dapat dibedakan tiga
macam:
1. Sistem tersekat, yang dengan lingkungannya tidak dapat mempertukarkan
baik energi maupun materi. Sistem ini mempunyai energi tetap, walaupun
di dalamnya dapat terjadi pengubahan energi dari satu bentuk ke bentuk
lain.
Contoh: suatu campuran reaksi dalam botol termos yang ideal.
127
2. Sistem tertutup, yang dengan lingkungannya hanya dapat mempertukarkan
energi
Contoh: sejumlah gas dalam selinder yang dilengkapi dengan penghisap
3. Sistem terbuka: yang dengan lingkungannya dapat mempertukarkan energi
dan materi.
Contoh: suatu campuran zat-zat dalam gelas kimia.
Keadaan suatu sistem dinyatakan dalam nilai besaran atau
kuantitas tertentu yang besarnya tidak bergantung pada jalan ke bagaimana
keadaan itu dicapai. Contoh: suhu, suhu cuplikan air misalnya 25oC. suhu
ini tidak bergantung pada waktu sebelumnya, nilainya adalah temperatur
saat air itu diukur. Jadi fungsi keadaan adalah sifat-sifat sistem yang
mempunyai harga tertentu pada setiap keadaan dan besarnya tidak
tergantung pada jalannya keadaan tersebut dicapai. Fungsi keadaan yang
lain adalah tekanan, volume, U, H, G, S, dan sebagainya
C. Kerja dan Kalor
Kerja dapat merupakan kerja listrik, kerja mekanik, dan sebagainya.
Secara matematik kerja mekanik dapat dinyatakan sebagai gaya kali
pemindahan.
W=Fxr
Dimana:
W: kerja
F: gaya
r: jarak yang ditempuh
Bentuk kerja yang melibatkan perubahan tekanan-volume suatu gas
terlihat pada gambar:
r1
r2
feks
Luas dA
Gambar 7. 1. ekspansi gas terhadap gaya luar (Feks)
128
Gambar menunjukkan bahwa suatu gas oleh piston kemudian diekspansi
terhadap gaya luar (feks). Dengan asumsi bahwa bila kerja dilakukan oleh
lingkungan terhadap sistem. W adalah positif, maka jika gas diekspansi
terhadap tekanan luar berarti sistem melakukan kerja terhadap lingkungan, W
adalah negatif. Sehingga menurut gambar 5.1
W= 
feks
(r2  r1 )
A
Karena luas piston = A maka dinyatakan:
W=
atau

W= 
feks
(r2  r1 ) x A
A
feks
(r2  r1 ) x V
A
W=  Peks x V jika tekanan tetap
Dimana:
W
= kerja
Peks = tekanan luar
V = perubahan volume sistem
Untuk perubahan tekanan-volume di mana tekanan tidak tetap, kerja dapat
ditentukan dengan mengatakan bahwa perubahan volume yang sangat kecil
akan menghasilkan kerja, yang sangat kecil juga (dW), sehingga:
dW = -Peks dv
pada perubahan volume yang sangat kecil tersebut tekanan dianggap tetap,
maka kerja yang dilakukan pada jarak tertentu merupakan jumlah dari
perubahan-perubahan yang sangat kecil tersebut, atau:
W
V2
=   Peks dv
V1
Jika tekanan luar dianggap tetap selama ekspansi, maka:
V2
W
=  Peks  dv
W
= - Peks (v2 – v1) atau
W
= - Peks v
V1
129
Kerja bukan merupakan fungsi keadaan, karena besarnya kerja tergantung
bagaimana jalan yang ditempuh. Hal ini dapat terlihat seperti pada gambar 5.
Gambar
(a) menunjukkan bahwa mula-mula volume berubah dari keadaan
v1 ke v2 pada tekanan tetap P kemudian tekanan berubah dari keadaan P1 ke P2
pada volume tetap v2 besarnya kerja W = -P.v
P
P
P1
P1
P2
P2
W = -P1.v
W = -P2.v
V
V1
V2
(a)
V
V1
V2
(b)
Gambar 7. 2 .Gambar kerja yang dilakukan dari keadaan awal ke
keadaan akhir
Gambar 7.2 (b) menunjukkan bahwa mula-mula tekanan berubah dari
keadaan P1 dan P2 pada volume tetap v1 kemudian volume berubah dari
keadaan v1 ke v2 pada tekanan tetap P2 besarnya kerja W = -P2.v. Jadi
bearnya kerja tergantung bagaimana jalan yang ditempuh atau kerja bukan
merupakan fungsi keadaan.
Kalor q, adalah energi yang dipindahkan melalui batas-batas sistem
sebagai akibat langsung dari perbedaan suhu antara sistem dan lingkungannya.
Jika suhu lebih tinggi dari suhu lingkungan maka kalor akan mengalir dari
sistem ke lingkungan. Karena aliran kalor dapat berlangsung dalam dua arah,
dibuat perjanjian bahwa q dihitung positif jika kalor masuk sistem dan negatif
jika kalor keluar sistem. Kalor bukan sifat sistem, jadi bukan merupakan
fungsi keadaan. Besarnya kalor tergantung pada proses yang dialami oleh
sistem. Penting untuk diperhatikan bahwa kalor sebagai suatu bentuk snr anya
mempunyai arti pada suatu perubahan sistem. Tidak benar untuk menyatakan
bahwa sistem, pada keadaan tertentu, mempunyai sejumlah kalor. Kalor
muncul dalam suatu perubahan keadaan.
130
D. Hukum Pertama Termodinamika
Kalor dan kerja merupakan proses dimana terjadi pertukaran atau
perubahan tempteratur sedangkan energi merupakan sifat yang dapat
diasosiasikan dengan keadaan kesetimbangan tunggal suatu sistem. Kalor dan
kerja bukan fungsi keadaan sedangkan energi adalah fungsi keadaan.
Bahwa energi adalah fungsi keadaan dapat dijelaskan seperti contoh
berikut:
Sejumlah zat kimia dapat dianggpa sebagai sistem mekanika sederhana
karena itu terasosiasi energi dalam di dalam sistemnya. Suatu sistem dari
keadaan ke keadaan 2 melalui jalam a diperlukan energi sebesar  Ua dan bila
untuk mencapai keadaan 2 melalui jalan b diperlukan energi sebesar  Ub
karena besarnya perubahan energi tidak tergantung pada jalan yang ditempuh.
Tetapi bila energi bukan fungsi keadaan  Ua   Ub. Hal ini berarti bila
sistem dari keadaan 1 ke keadaan 2 diperlukan energi sebesar  Ua tetapi bila
sistem dari keadaan 2 kembali ke keadaan 1 melalui jalan b akan dilepaskan
energi sebesar  Ub dengan asumsi bahwa  Ub >  Ua. Hal ini bertentangan
dengan hukum konservasi energi bahwa energi tidak dapat diciptakan atau
dimusnahkan, yang terjadi hanya perubahan bentuk energi ke bentuk lain.
Dengan demikian  Ua =  Ub besarnya energi tidak tergantung pada jalan
yang ditempuh atau energi dalam fungsi keadaan.
Sekarang bagaimana pengaruh sejumlah kalor terhadap sistem? Jika
sistem tidak melakukan kerja, maka penambahan kalor sebesar Q akan diubah
ke dalam perubahan energi dalam sistem  U, sehingga  U = Q.
Jika kerja dilakukan terhadap sistem tetapi tidak ada perpindahan kalor
dari sistem terhadap lingkungannya, maka kerja yang dilakukan akan diubah
ke dalam perubahan energi dalam sistem, sehingga:
 U= W
Kemudian jika kalor ditambah ke dalam sistem, dan kerja dilakukan terhadap
sistem, maka dapat dinyatakan:
 U= q + W
131
di mana:
U
= perubahan energi
q
= kalor yang ditambahkan ke dalam sistem
W
= kerja yang dilakukan terhadap sistem
Persamaan di atas merupakan ungkapan secara matematik dari hukum
pertama termodinamika yang merupakan hukukm konservasi energi baha
energi tak dapat diciptakan atau dimusnahkan.
Menurut perjanjian bila kalor ditambahkan ke dalam sistem dan kerja
dilakukan terhadap sistem q dan W diberi tanda positif.
E. Penerapan Hukum Pertama Termodinamika pada Termokimia
Termokimia mempelajari efek panas yang terjadi baik dalam proses fisis
maupun dalam suatu reaksi kimia.
1. Pengertian kalor reaksi
Kalor reaksi adalah panas yang dipindahkan dari sistem terhadap
lingkungan atau dari lingkungan terhadap sistem sehingga suhu zat-zat
hasil reaksi sama dengan suhu campuran zat-zat pereaksi.
Besarnya kalor reaksi tergantung pada kondisi reaksi. Kalor reaksi pada
volume tetap diberi lambang qp pada umumnya qv = qp
Menurut hukum pertama termodinamika:
U = q + W
Untuk reaksi yang berlangsung pada volume tetap dapat dinyatakan:
U = qv + W
jika reaksi berlangsung pada volume tetap maka W = 0, sehingga
U = qv
Jadi kalor reaksi pada volume tetap sama dengan perubahan energi dalam
sistem.
2. Kalor reaksi pada tekanan tetap
Untuk reaksi yang berlangsung pada tekanan tetap (qp)
U = qp + W dimana W = -P.v sehingga
132
U = qp - P.v, persamaan di atas dapat diturunkan sebagai berikut:
U2 – U1 = qp - P.(V2 – V1)
U2 + PV2 – (U1 + PV1) = qp
(U + PV2) – (U + PV)1 = qp
(U + PV) = qp
besaran U + Pv disebut entalpi (H) sehingga dapat dinyatakan H = U + Pv.
Sehingga kalor reaksi yang berlangsung pada tekanan tetap sama dengan
perubahan entalpi sistem.
H = qp
3. Hubungan H dengan U
H = U +PV
H = U + PV + VP
pada P tetap. H = U + PV
Untuk gas ideal:
PV = nRT
Pada suhu tetap
PV = nRT, sehingga:
H = U + nRT (T tetap)
di mana
H = perubahan entalpi sistem
U = perubahan energi dalam sitem
n = selisih jumlah mol produk dengan jumlah mol reaktan pada
fasa gas
R = tekanan gas
T = suhu (K)
Untuk reaksi yang hanya melibatkan zat padat atau zat cair harga PV
sangat kecil dibanding H dan U sehingga dapat dianggap H = U
133
Contoh:
a. Reaksi pembakaran karbon (grafit) menjadi karbon dioksida pada 25oC
dan tekanan 1 atm dibebaskan panas 393,5 kJ. Tentukan H dan U
reaksi tersebut:
Penyelesaian:
C(s) + O2(g)  CO2(g)
H = qp = -393,5 kJ
U = H - nRT
U = -393,5 kJ – 0
jadi U = H = -393,5 kJ
b. Reaksi pembakaran karbon (grafit) menjadi karbon dioksida pada 25oC
dan tekanan 1 atm dibebaskan panas 110,5 kJ. Tentukan H dan U
reaksi tersebut:
Penyelesaian:
C(s) + ½O2(g)  CO2(g)
H = qp = -110,5 kJ
U = H - nRT
U = (-110,5 – ½(8,314 x 298 x 10-3) kJ
U = (-110,5 – 1,239) kJ
U = -1111,739 kJ.
c. Jika 1 mol es melebur pada suhu 0oC dan tekanan 1 atm menyerap
panas sebesar 6,025 kj volume molar es = 0,0196 dm3 dan volume
molar air = 0,018 dm3 tentukan H dan U reaksi tersebut:
Penyelesaian:
H = qp = -6,025 kJ
U = H - PV
U = H - PV
U = H - PV (P tetap)
134
U = (-6,025 kJ – 1 ar, x (0,0196 – 0,018) dm3 )
U = -6,025 kJ – 101,346.10-3 x 1,6 .10-3 kJ
U = (-6,025 – 0,000162) kJ
jadi praktis:
U = -6,025 kJ = H
4. Kapasitas panas dan kalor jenis
Sifat air memungkinkan definisi kalori (definisi asli) adalah ukuran
perubahan suhu yang dialami air apabila air itu menyerap atau
membebaskan sejumlah kalor. Istilah umum sifat ini adalah kapasitas
panas yang didefenisikan sebagai banyaknya kalor yang diperlukan untuk
menaikkan suhu suatu benda sebanyak 1oC. Kapasitas panas mempunyai
saluran J/oC atau cal/oC atau J/K atau Cal/K.
Kapasitas panas adalah suatu sifat ekstensif, yaitu sifat yang
besarnya dipengaruhi oleh banyaknya zat. Misalnya untuk menaikkan 1 g
air sebesar 1oC akan lebih kecil kalor yang diperlukan dibandingkan untuk
menaikkan 10 g air sebesar 1oC.
Suatu sifat intesif yang dihubungkan dengan kapasitas panas
adalah kalor jenis. Kalor jenis didefinisikan sebagai banyaknya kalor yang
diperlukan untuk menaikkan suhu 1 g zat sebanyak 1oC.
Kalor jenis air adalah 4,18 J/goC atau 4,18 J.g-10C-1. Kebanyakan
zat memiliki kalor jenis yang lebih kecil dibandingkan air.
Satuan kalor jenis J.g-10C-1
Contoh: a. Menghitung kapasitas panas suatu benda
Soal: berapakah kapasitas panas yang dinyatakan dalam kJ/oC dari
suatu balok tembaga dengan massa 2,00 kg, bila diketahui bahwa kalor
jenis tembaga 0,387 Jg-1oC-1?
Analisis: di sini satuan-satuan itu memberikan metode yang
diperlukan untuk memecahkan soal. Kapasitas panas mempunyai satuan
(energi)/(suhu) sedangkan kalor jenis mempunyai satuan (energi)/(massa x
suhu). Mengalikan kalor jenis dengan massa kalor tembaga akan
135
menghasilkan kapasitas panas dengan satuan J/oC, yang kemudian dapat
kita ubah menajdi kJ/oC.
Kalor jenis x massa = kapasitas panas
 J 
J
 o  x g  o
C
g C
Jawaban: analisa telah memberikan metodenya. Maka yang kita perlukan
hanya melakukan perhitungannya.
(0,387 jg-1 oC-1) x 2000 g = 774 joC-1
Dengan mengubah joule ke kilo joule, kita jumpai bahwa kapasitas panas
itu adalah 0,774 kJ/oC.
Contoh: b. perhitungan yang menyangkut kalor jenis
Soal: berapa joule diperlukan menaikkan suhu sebatang paku besi yang
mssanya 7,05 g dari 25oC ke 100oC? kalor jenis besi 0,452 J.g—10C-1.
Analisis: sekali lagi, satuan-satuan itu membantu. Jika kita kalikan kalor
jenis dengan massa dan perubahan suhu, satuan g dan oC dapat dicoret,
dan memberikan kepada kita satuan yang diinginkan.
Kalor jenis x massa perubahan = energi panas suhu
 J 
 o  x g x o C  J
g C
Jawaban: kita tinggal perhitungan. Perubahan suhu 75oC (100oC-25oC).
Oleh karena itu, jawaban soal adalah:
(0,452 jg-1 oC-1) x 7,05 g x 75oC = 240 J (dibulatkan)
Perhatikan bahwa jawaban dibulatkan kedua angka berarti.
5. Mengukur kalor reaksi
Kalorimetri: mengukur perubahan energi dalam reaksi kimia
Perubahan energi dalam suatu reaksi kimia selalu dapat dimunculkan
sebagai kalor, jadi tanpa repot-repot dapat diistilahkan sebagai kalor
reaksi. Alat yang digunakan untuk mengukur kalor reaksi disebut
kalorimeter. Ada bermacam-macam bentuk alat ini, salah satunya disebut
136
kalorimeter bom ditunjukkan dalam gambar 6.4. macam kalorimeter reaksi
eksoterm yang baru berlangsung bila diawali dulu dengan pemanasan inireaksi seperti pembakaran CH4 dengan O2 atau reaksi antara H2 dan O2.
Alat itu terdiri dari suatu wadah baja yang kuat (bom) yang ditempati
peraksi. Kemudian bom itu dibenamkan dalam suatu penangas yang
disekat (diisolasi) yang dilengkapi dengan pengaduk dan termometer.
Suhu awal penangas air diukur dan kemudian reaksi yang terdapat dalam
bom. Kalor yang dibebaskan dalam reaksi ini diserap oleh bom dan
penangas air, sehingga suhu alat keseluruhan kapasitas panas alat diukur.
Sebelumnya kapasitas panas alat diukur dulu dalam suatu eksperimen
tersendiri.
Kalorimeter bom mampu digunakan untuk pengukuran yang sangat
cermat. Alat yang lebih sederhana yang mungkin anda jumpai di
laboratorium ditunjukkan dalam gambar 6.5. kadang-kadang ini disebut
kalorimeter termos atau kalorimeter gelas kopi, karena mengguankan gelas
kopi yang terbuat dari stirobusa, untuk mewadahi campuran reaksi.
Penggunaannya mengikuti asas yang sama seperti kalorimeter bom.
Pertama-tama suhu pereaksi itu direaksikan dalam gelas kopi tersebut.
Kalor reaksi akan mengubah suhu campuran reaksi. Setelah berjalan
lengkap (biasanya dalam beberapa detik) suhu akhir diukur. Dari
perubahan suhu dan nilai perkiraan kapasitas panas dari campuran reaksi,
dapatlah diambil suatu perkiraan yang cukup baik dari kalor reaksi.
Gambar 7.3. a. Bagan bomb kalorimeter
b. Kalorimeter sederhana
Soal: dalam suatu eksperimen 0,100 g H2 dan 0,800 g O2 dimanfaatkan ke
dalam bom berukuran 1,00 L, yang kemudian diletakkan dalam sebuah
137
kalorimeter dengan kapasitas 9,08 x 104 J/oC. Suhu awal kalorimeter
diukur sebesar 25,000oC dan setelah reaksi berlangsung, suhu ekahir
kalorimeter 25,155oC. Hitinglah banyak kalor yang dibebaskan dalam H2O
yang diungkapkan (a) dalam kilo joule dan (b) kilo koule per mol H2O
yang terbentuk.
Jawaban:
a) Seperti yang telah diuraikan dalam teks, kita dapat menghitung kalor
yang dibebaskan dengan mengalikan kapasitas panas (9,08 x 104 J/oC)
dengan perubahan suhu dalam oC. perubahan suhu 0,155oC. oleh
karena itu.
 9,08 x104 J 

 x(0,155o C )  1,41x104 J
o
 1C

Dengan mengubah joule ke kilojoule kita peroleh ,41 x 104 kJ (1,44
kJ). Inilah banyaknya kalor yang dibebaskan peraksi dalam eksperimen
tersebut.
b) Banyaknya kalor yang dibebaskan dalam suatu reaksi bergantung pada
banyak pereaksi yang digunakan. Banyak pereaksi yang besar akan
menghasilkan perubahan energi untuk reaksi-reaksi yang dinyatakan
atas dasar “per mol”.
Reaksi antara H2 dan O2 membentuk air adalah:
2H2 + O2  2H2O
Banyaknya H2O yang terbentuk dalam reaksi yang dinyatakan dalam
mol adalah
0,100 g H 2 x
1 mol H 2 2 mol H 2 O
x
 0,0496 mol H 2 O
2,016 H 2
2 mol H 2
Untuk memperoleh satuan kilojoule per mol air, kita hanya mencari
perbandingan banyak kilojoule dengan banyaknya mol.
14,1 kJ
 284 kJ / mol H 2 O
0,0496 mol H 2 O
138
6. Perhitungan perubahan entalpi (H) reaksi
Kedua kalorimeter yang diberikan dalam gambar mempunyai
perbedaan yang menyolok. Reaksi dalam kalorimeter bom berlangsung
pada volume konstan, karena bom itu tidak dapat memuai atau mengerut.
Ini berarti bila dalam reaksi itu terbentuk gas, tekanan gas dapat meningkat
dan tekanan sistem itu dpaat berubah. Karena kondisi volume itu konstan,
kalor reaksi yang diukur dengan kalorimeter disebut kalor reaksi pada
volume konstan. Kalorimeter termos terbuka ke atmosfer, dan jika
berlangsung reaksi yang menghasilkan gas, gas itu akan memuai ke dalam
atmosfer dan tekanan sistem tetap. Energi berubah di ukur dengan
kalorimeter termos karenanya adalah kolor reaksi pada tekanan konstan.
Kalor reaksi yang diukur pada volume konstan dan tekanan
konstan tidak banyak berbeda, namun kedua besaran itu tidak identik.
Karena kebanykan reaksi yang menajdi perhatian kita berlangsung pada
tempat terbuka, yang tersingkap ke tekanan udara yang konstan, sisa
pembahasan ini akan diperuntukkan bagi kalor reaksi pada tekanan
konstan.
Kalor reaksi pada tekanan konstan disebut perubahan entalpi untuk
reaksi itu dilambangkan dengan H. definisinya:
H = Hakhir – Hawal
atau
H = Hproduk – Hreaktan
Meskipun ini merupakan definisi formal dari H, H dari keadaan
awal dan akhir (yang sebenarnya dihubungkan dengan jumlah total energi
yang dimiliki sistem pada keadaan-keadaan itu) sebenarnya tidak dapat
diukur, karena energi total sistem mencakup jumlah semya energi
kinetiknya dan semua energi potensialnya. Energi-energi total ini tidak
dapat diperoleh karena sebenarnya kita tidak tahu dengan pasti kecepatan
molekul-molekul dalam sistem bergerak dan karena yang dirasakan oleh
molekul dalam suatu sistem. Meskipun demikian, definisi yang diberikan
oleh persamaan 6.1, penting karena definisi itu menegakkan tanda-tanda
139
aljabar H untuk perubahan eksoterm dan endoterm. Pada perubahan
eksoterm Hakhir lebih rendah dariapda Hawal sehingga H bernilai negatif.
Dengan analisis serupa, akan kita temui bahwa H perubahan endoterm
bernilai positif.
Besarnya H untuk setiap reaksi tertentu bergantung sampai
derajat tertentu sampai berapa tekanan sistem itu, jadi bila kita ingin
membandingkan nilai H untuk reaksi-reaksi yang berlainan, mereka
harus diukur apda pendefinisian satu satuan tekanan yang disebut 1
atmosfer standar, yang disingkat 1 atm, yang secara kasar sebaran dengan
tekanan rata-rata udara pada permukaan laut. Biasanya ini dipilih sebagai
suatu tekanan rujukan untuk pengukuran perubahan entalpi, dan
kebanyakan nilai H yang diberikan dalam buku ini adalah untuk tekanan
1 atm.
HUKUM HESS
Hukum hess membahasa tentang penjumlahan kalor dari reaksi
yang dapat berlangsung beberapa tahap. Untuk suatu reaksi-reaksi
keseluruhan tertentu perubahan entalpi selalu sama, tak peduli apakah
reaksi itu berjalan secara langsung atau tidak langsung lewat tahap-tahap
yang berlainan.
Karena eltalpi adalah suatu fungsi keadaan, besarnya H untuk
suatu reaksi kimia tidak bergantung pada jalan yang diambil oleh pereaksi
ketika mereka melangkah maju membentuk produk. Untuk mengetahui
pentingnya hal ini dalam studi kalor reaksi marilah kita periksa perubahan
yang telah anda kenal – penguapan air pada titik didihnya. Lebih khas,
perhatikan perubahan 1 mol air, H2O (l), menjadi 1 mol uap, H2O (g), pada
100oC dan tekanan 1 atm. Proses ini menyerap 41 kJ, jadi H = +41 kJ.
Perubahan keseluruhan dapat dinyatakan oleh persamaan:
H2O (l)  H2O (g)
H = +41 kJ
140
Persamaan reaksi yang ditulis semacam ini, dengan perubahan
energi juga ditunjukkan, disebut persamaan termokimia. Dalam suatu
persamaan termokimia, koefesien dianggap menyakan banyaknya mol
pereaksi dan produk. Persamaan termokimia ini menyatakan bahwa 1 mol
air diubah menjadi 1 mol uap oleh penyerapan kalor sebanyak 41 kJ.
Pengubahan 1 mol air menjadi 1 mol uap akan selalu menyerap
energi dengan kuantitas yang sama, asal kita mengacu ke pasangan
keadaan awal dan akhir yang sama. Tidak peduli bagaimana kita
melaksanakan perubahan itu. Kita bahkan dapat melangkah sejauh
penguraian air menjadi H2 dan O2 dan kemudian menggabung kembali
unsur-unsur itu untuk meperoleh satu mol uap air. Perubahan entalpi
keseluruhan masih akan tetap sama, +41 kJ. Jadi, dimungkinkan untuk
memandang sesuatu perubahan keseluruhan sebagai hasil netto sederetan
langkah, dan nilai netto H untuk proses keseluruhan adalah jumlah
semua perubahan entalpi yang berlangsung sepanjang proses itu.
Pernyataan terakhir ini merupakan hukum penjumlahan kalor dan Hess
(Hukum Hess).
Persamaan termokimia berperan sebagai alat untuk menerapkan
hukum hess. Misalnya, persamaan termokimia yang berpadanan dengan
jalan tak langsung yang baru saja diberikan untuk pengupan air pada
100oC, adalah:
H2O (l)  H2 (g) + ½ O2 (g)
H = +283 kJ
H2 (g) + ½ O2 (g)  H2 (g)
H = -242 kJ
Perhatikan bahwa koefesien pecahan diperbolehkan dalam
persamaan termokimia. Karena koefisien ½ artinya ½ mol. (tetapi dalam
persamaan reaksi biasa, koefisien pecahan dihindarkan karena tidak ada
artinya
pada
tingkat
molekul,
orang
tidak
dapat
dan
masih
mempertahankan identitas kimia jenis itu).
Kedua persamaan tersebut mengatakan bahwa 283 kJ diperlukan
untuk menguraikan 1 mol H2O (l) menjadi unsur-unsurnya dan bahwa 242
141
kJ dibebaskan ketika mereka bergabung kembali menghasilkan 1 mol
H2O (g). Perubahan netto (penguapan satu mol air) diperoleh dengan
menjumlahkan dua persamaan reaksi itu dan kemudian mencoret besaran
yang muncul dalam kedua ruas.
H2O (l) + H2 (g) + ½ O2 (g)
 H2O (g) + H2 (g) + ½ O2 (g)
H2O (l)  H2O(g)
Juga kita dapatkan bahwa kalor reaksi keseluruhan sama dengan
jumlah aljabar kalor-kalor reaksi untuk kedua langkah itu.
H
= +283 kJ + (-242 kJ)
= +41 kJ
Jadi, bila kita jumlahkan persamaan termokimia untuk memperoleh suatu
perubahan netto, kita juga menjumlahkan kalor reaksi padanannya.
Untuk memberikan sifat perubahan termokimia, kita juga dapat
menggambarkan secara grafik.
H2(g) + ½ O2(g)(0.0 kJ)
0
H = - 242
energi
dibebaskan
Entalpi
H = +283
energi diserap
H2O (g) (-242 kJ)
H = +41 kJ
Gambar. 7.4. Diagram Entalpi
Tipe gambar ini seringkali disebut diagram entalpi. Perhatikan
bahwa kita telah memilih entalpi unsur-unsur yang bebas sebagai titik nol
pada skala energi itu. Pemilihan ini sama sekali sembarang karena kita
hanya tertarik pada penetapan selisih H. Memang, kita sama sekali tidak
mempunyai cara untuk mengetahui entalpi mutlak. Kita hanya dapat
mengukur H.
Memanipulasi persamaan termokimia
Dalam pembahasan di atas, anda mengentahui bahwa bila
persamaan termokimia dapat dijumlahkan untuk menghasilkan persamaan
142
akhir, kita tinggal menjumlahkah H tersebut untuk memperoleh H pada
persamaan akhir. Contoh 6.5 di bawah ini melukiskan penggabungan tiga
persamaan untuk memperoleh yang keempat. Tetapi akan anda saksikan,
kadang-kadang persamaan termokimia itu harus dimanipulasi dan ditataulang sebelum memperoleh nilai H, sehingga sebelum meneruskan ke
contoh 6.5, baiklah kita lihat macam-macam operasi yang dapat anda
lakukan pada persamaan termokimia dan bagaimana operasi-operasi ini
mempengaruhi nilai H.
Mengalikan atau membagi koefisien dengan suatu faktor
Jika kita kalikan atau bagi koefisien-koefisien persamaan
termokimia dengan suatu faktor, kita harus lakukan juga terhadap nilai
H. misalnya, penguraian air mempunyai persamaan termokimia
H2O (l)  H2 (g) + ½ O2 (g)
H = +283 kJ
Jika kita kalikan persamaan seluruhnya dengan 2, banyak mol
seluruhnya menjadi dua kali, seperti yang anda harapkan, banyaknya kalor
yang diserak menjadi dua kali semula. Bila koefisien kita kalikan dua,
maka nilai H dikalikan dua.
2H2O (l)  2H2 (g) + O2 (g)
H = +566 kJ
Mengubah arah persamaan termokimia
Jika suatu reaksi bersifat eksoterm pada satu arah, reaksi itu
haruslah bersifat endoterm jika berlangsung pada arah sebaliknya. Oleh
karena itu jika kita balik arah suatu persamaan termokimia, kita tinggal
mengubah tanda H.
Pembalikan persamaan
H2O (l)  H2 (g) + ½O2 (g)
H = +283 kJ
Menghasilkan persamaan
H2O (l) + ½O2 (g)  H2 (g)
H = -283 kJ
143
Sekarang marilah kita lihat bagaimana kita terapkan macam-macam
operasi ini dalam memecahkan hukum hess.
Contoh soal: menerapkan hukum hess dengan menggabungkan persamaan
termokimia
Soal: persamaan termokimia untuk pembakaran asetilena, bahan bakar
yang digunakan dalam alat las, diberikan oleh persamaan (1)
(1)
2C2H2 (g) + 5O2 (g)  4CO2 (g) + 2H2O (l)
H1 = –2602 kJ
Etanan, suatu bahan bakar hidrokarbon lain, bereaksi sebagai berikut:
(2)
2C2H6 (g) + 7O2 (g)  4CO2 (g) + 6H2O (l)
H2 = –3123 kJ
Akhirnya, hidrogen dan oksigen bersenyawa oleh persamaan ini:
(3)
H6 (g) + ½O2 (g)  H2O (l)
H3 = –286 kJ
Semua data ini pada suhu dan tekanan yang sama 25oC dan 1 atm.
Gunakan persamaan termokimia ini untuk menghitung H untuk reaksi.
(4)
C2H6 (g) + H2 (g)  C2H6 (g)
H4 = ?
Analisis: untuk memecahkan soal ini, kita gabungkan persamaan
(1), (2), (3) dengan cara sedemikian sehingga bila dijumlahkan, semuanya
dapat dicoret kecuali rumus-rumus dalam persamaan (4) sebagai
persamaan sasaran. Untuk itu kita harus menata ulang persamaanpersamaan yang diberikan. Misalnya, dalam persamaan sasaran, satu C2H6
muncul di ruas kanan, tetapi dalam persamaan sasaran (2) C2H6 ada di ruas
kiri dan dengan koefisien 2. Maka kita harus membalik persamaan (2) dan
koefisien-koefisiennya dibagi dengan 2 ini akan menyebabkan C2H6
berada di ruas kanan dengan koefisien 1. Tentu saja ini berarti tanda H
juga dibagi dengan 2. Ketika kita bersiap-siap untuk menata-ulang
persamaan yang diketahui, kita harus selalu memperhatikan persamaan
144
sasaran, sehingga kita dapat merasa pasti bahwa kita akhirnya akan sampai
pada rumus yang benar, dengan koefisien yang benar dan pada ruang yang
benar.
Kesulitan terbesar yang dihadapi mahasiswa dengan soal tipe ini
adalah memulai memecahkannya. Latihan akan membantu anda untuk
belajar, namun ada beberapa aturan yang berguna untuk diingat-ingat.
Bilai ada hanya muncul sekali di antara mereka. Misalnya, C2H6 hanya
muncul dalam persamaan (1), jadi kita tahu dengan tepat apa yang harus
kita kerjakan untuk meletakkannya pada tempat yang benar untuk
persamaan sasaran. Hindari rumus yang muncul lebih dari sekali dalam
persamaan-persamaan yang diberikan. Dalam soal ini kita tidak ingin
memulai bekerja dengan O2, karena kita tidak dapat mengatakan
persamaan mana yang diberikan yang harus ditata agar O2 dapat dicoret.
Jawaban: dalam persamaan sasaran 2C2H2 berada di ruas kiri, jadi
kita gunakan persamaan (1) dengan koefisien-koefisiennya dibagi dua,
yang menghasilkan persamaan (5) dengan 2 untuk memperoleh H bagi
persamaan (5). Dalam persamaan sasaran ada 2H2 di ruas kiri, jadi
koefisien-koefisien persamaan (3) dan H dikalikan dengan 2 untuk
memperoleh persamaan (6) dan H-nya. Akhirnya, seperti kita saksikan
dalam analisis di atas, kita balik persamaan (2) dan membagi koefisiennya
dengan 2 dan H-nya juga kita sesuaikan. Ini menghasilkan persamaan (7)
(5) C2H6 (g) + 5/2O2 (g)  2CO2 (g) + H2O (l)
(6) 2H2 (g) + O2 (g)  2H2O (l)
H6 = 2(-283 kJ) = -572 kJ
(7) 2CO2 (g) + 3H2O (l)  C2H6 (g) + 7/2O2 (g) H7 = 
3123 kJ
= +1561 kJ
2
Persamaan (5), (6), (7) dijumlahkan dan diperoleh
C2H6 (g) + 2H2 + 7/2O2 (g) + 2CO2 (g) + 3H2O (l)
2CO2 (g) + 3H2O (l) + C2H6 (g) + 7/2O2 (g)
Unsur-unsur dan senyawa di ruas kiri yang sama dengan ruas kanan
dicoret dan kita peroleh:
145
C2H6 (g) + 2H2  C2H6(g)
Yang merupakan persamaan yang kita inginkan. Karena ini diperoleh
dengan menjumlahkan persamaan (5), (6) dan (7), (H4 dalam pernyataan
soal) diperoleh dengan menjumlahkan H dari persamaan (5), (6) dan (7).
H4
= H5 + H6 + H7
-H4
= (-1301 kJ) + (-572 kJ) + (1561 kJ)
= -132 kJ
Persamaan (4) karenanya mempunyai perubahan eltalpi sebesar –312 kJ.
H Pembentukan (Hf)
suatu tipe persamaan termokimia yang berguna sebanding dengan
pembentukan satu mol zat dari unsur-unsurnya. Perubahan entalpi yang
dikaitkan dengan reaksi-reaksi ini disebut kalor pembentuk atau entalpi
pembentukan dan dinyatakan sebagai
Hf. Misalnya persamaan
termokimia untuk pembentukan air dan uap air pada 100oC dan 1 atm,
berturut-turut adalah:
H2 (g) + ½O2 (g)  H2O (l)
Hf = -283 kJ
H2 (g) + ½O2 (g)  H2O (l)
Hf = -242 kJ
Bagaimana kita dapat menggunakan persamaan ini untuk mendapatkan
kalor penguapan air? Jelas kita harus membalik persamaan pertama dan
kemudian ditambahkan kepada persamaan yang kedua. Bila kita balik
persamaan ini, kita juga harus ingat untuk mengubah tanda Hf, yang
negatif, proses kebalikannya haruslah endoterm).
(Eksoterm) H2 (g) + ½O2 (g)  H2O (l)
H = Hf = -283 kJ
(Endoterm) H2O(l)  H2 (g) + ½O2 (g)
H = Hf = +283 kJ
Bila persamaan terakhir ini ditambahkan pada persamaan pembentukan
H2O(g), kita peroleh:
H2O(l)  H2O(g)
146
Dan kalor reaksinya
H = HfH2O(g) = H fH2O(l)
H = -242 kJ – (-283 kJ) = +41 kJ
Perhatikan bahwa kalor reaksi untuk perubahan keseluruhan sama dengan
kalor pembentukan produk minus kalor pembentukan pereaksi. Secara
umum, kita dapat menulis untuk setiap reaksi keseluruhan.
 jumlah H f
Hreaksi = 
 produk
  jumlah H f

  pereaksi
 




Keadaan Standar
Besarnya Hf bergantung pada kondisi suhu, tekanan, dan keadaan
fisika (gas, cair, padat kristalin) dari pereaksi dan produk. Misalnya, pada
100oC dan 1 atm, kalor pembentukan air adalah –283 kJ/mol, sedangkan
pada 25oC dan 1 atm, Hf untuk H2O (l) adalah –286 kJ/mol. Untuk
menghindari keharusan selalu menyatakan kondisi dimana Hf direkam
dan memungkinkan perbandingan antara Hf berbagai senyawa pilihan
suatu kondisi baku, biasanya pada 25oC dan tekanan 1 atm. Pada kondisi
ini zat dikatakan berada dalam keadaan standar. Kalor pembentukan zat
dalam keadaan standar air Hf H2O(l) = -286 kJ/mol dan adalah kalor
yang dibebaskan bila H2 dan O2 masing-masing dalam bentuk mereka
pada 25oC dan 1 atm, bereaksi menghasilkan H2O (l) pada 25oC dan 1 atm.
Tabel memaparkan kalor pembentukan standar untuk berbagai zat
yang berlainan. Tabel semacam itu sangat berguna karena memungkinkan
kita menggunakan persamaan 6.2 guna menghitung kalor reaksi standar,
Ho, untuk sejumlah besar perubahan kimia yang unsur dalam bentuk
termantap dan alamiahnya pada 25oC dan 1 atm sama dengan nol.
Untuk unsur dalam keadaan standar Hof = 0
147
Ini wajar, karena tidak ada perubahan jika kita membentuk, bentuk paling
stabil suatu unsur dari unsur itu sendiri. Kita akan menggunakan unsurunsur sebagai suatu titik rujukan, dan untuk memperoleh titik pembanding
dari titik rujukan itu tidak melibatkan perubahan energi.
Berikut ini beberapa contoh bagaimana kita menggunakan nilai Hof
dalam perhitungan:
Contoh:
a) Menghitung Ho untuk reaksi dari kalor pembentukan standar
Soal: banyak tukang masak, yang hati-hati, menyimpan natrium
bikarbonat (soda kue) dalam keadaan siap karena garam ini merupakan
pemadam nyala minyak atau gemuk yang baik. Produk penguraiannya
membantu memadamkan nyala. Reaksi penguraian itu
2NaHCO3(s)  Na2HCO3(s) + H2O (g) + CO2(g)
Hitunglah Ho untuk reaksi dalam satu kilojoule dari kalor
pembentukan standar pereaksi dan produk.
Analisis: kita akan menggunakan persamaan yang pada hakekatnya
menyatakan:
Hof = (jumlah Hof produk) – (jumlah Hof pereaksi)
Ini berarti kita harus menjumlahkan semua kalor yang dibebaskan atau
diserap oleh pembentukan pereaksi dari unsur-unsurnya. Tetapi kita
harus hati-hati mengenai satuan di sini. Kalor pembentukan adalah
energi yang dikaitkan dengan pembentukan satu mol senyawa dan
satuannya kJ/mol. Koefisien-koefisien dalam persamaan menyatakan
jumlah mol tiap pereaksi, jadi untuk memperoleh kuantitas total energi
yang disumbangkan oleh tiap zat, kita kalikan kalor pembentukan
dengan koefisiennya dalam persamaan itu, seperti ditunjukkan di
bawah:
Jawaban: dengan menggunakan data dalam tabel kita peroleh produkproduk.
148

- 1131 Kj
1 mol NaHCO3(s) x 
1 mol Na 2 HCO3(s)

  - 1331 kJ

 - 242 Kj 
1 mol H 2 O (g) x 
  - 242 kJ
1 mol H 2 O (g) 
 - 394 Kj 
1 mol CO 2 (g) x 
  - 394 kJ
1 mol CO 2 (g) 
Total Hof produk-produk itu = -1767 kJ
Untuk reaksi tunggal:


- 947,7 kJ
2 mol NaHCO3(s)  
  1895 kJ
1
mol
NaHCO3(s)


Sekarang kita masukkan nilai-nilai itu ke dalam persamaan
Ho = (jumlah Hof produk) – (jumlah Hof pereaksi)
Yang dihasilkan
Ho = (-1767 kJ) – ( -1895 kJ)
= +128 kJ
b) Menghitung Ho untuk reaksi kalor pembentukan standar
Soal: Hitunglah Ho untuk reaksi
2Na2CO3(s) + 2H2O (l)  4NaOH(s) + O2(g)
Berapa kilojoule kalor dibebaskan bila 25,0 g Na2O2 bereaksi menurut
persamaan ini?
Jawaban: kita gunakan persamaan
Ho = [4Ho f NaOH(s) + Ho f O2(g)] – [2Ho f Na2O2 (s) + 2Ho fHO2(l)]
Semua data tersedia dalam tabel oleh karena itu:


  426,8 kJ 
Ho = 4 mol x 
  00,00
 1 mol NaOH 



  504,6 kJ
 2 mol x 
 1 mol Na 2 OH 2

Ho

  286 kJ 
  2 mol x 

1
mol
H
O(l)
2



= (-1707 kJ) – (-286 kJ)
149
= -126 kJ
Untuk menghitung berapa kilojoule kalor dibebaskan oleh 25,0 g
Na2O2, kita harus menyadari bahwa Ho yang kita hitung adalah energi
yang dibebaskan bila 2 mol Na2O2 bereaksi. Oleh karena itu,
2 mol Na2O2  -126 kJ
Massa rumus Na2O2 adalah 78,0, jadi:
 1 mol Na 2 O 2
25,0 g Na 2 O 2  
 78,0 Na 2 O 2
 
 126 kJ
  
  2 mol Na 2 O 2

  -20,2 kJ

reaksi 25 g Na2O2 membebaskan 20,2 kJ.
TABEL Kalor Pembentukan Standar Beberapa Zat pada 25oC dan 1 atm
Zat
Hof (kJ/mol)
Al(s)
0
AlCl3(s)
-704
Al2O3(s)
-1676
Al2(SO4)3(s)
-3441
As(s)
0
AsH3(g)
+66,4
As4O6(s)
-1314
As4O5(s)
-925
Ba(s)
0
BaCO3(s)
-1219
BaCl2(s)
-860,2
Ba(OH)2
-998,22
BaSO4(s)
-1465
Br2(l)
0
Br2(g)
+30,9
HBr(g)
-36
Ca(s)
0
CaCO3(s)
-1207
CaCl2(s)
-795,8
CaO(s)
-635,5
Ca(OH)2(s)
-986,6
Ca3(PO4)2(s)
-4119
CaSO3(s)
-1156
CaSO4(s)
-1433
CaSO4.1/2H2O(s) -1573
CaSO4.2H2O(s)
-2020
C(s) grafit
0
C(s) intan
+1,88
CCl4(l)
-134
CO(g)
-110
CO2(g)
-394
CO2(aq)
-413,8
Zat
HCHO2(g)
(asam format)
HC2H3O2(l)
(asam asetat)
HCHO(g)
(formaldehida)
CH3CHO(g)
(asetaldehida)
(HC3)2CO2H(l) (aseton)
C6H5CO2H(s)
(asam benzoat)
CO(NH2)2(s)
(urea)
Cl2 (g)
HCl(g)
HCl(aq)
Cr2O3(s)
(NH4)2Cr2O7(s)
K2Cr2O7(s)
Cu(s)
CuCl2(s)
CuO(s)
Cu2S(s)
CuS(s)
CuSO4(s)
CuSO4.5H2O(s)
F2(g)
HF(g)
H2(g)
H2O(l)
H2O(g)
H2O2(l)
Hof (kJ/mol) Zat
-363
LiCI(s)
Mg(s)
-487.0
MgCl2(s)
MgC2.2H2O(s)
-108,6
Mg(OH)2(s)
KmnO4(s)
-167
MnSO4(s)
N2(g)
-248,1
NH3(g)
-385,1
NH4CI(s)
NO(g)
-333,5
NO2(g)
N2O(g)
0
HNO3(l)
-92,5
O2(g)
-167,2
O3(g)
-1141
P(s, putih)
-1807
P4O10(s)
-2033.01
H3PO4(s)
0
K(s)
-172
KCl(s)
-155
SiH4(g)
-79,5
SiO2(s, alfa)
-53,1
Na(s)
-771,4
NaF(s)
-2279,7
NaCl(s)
0
NoBr(s)
-271
NaI(s)
0
NaHCO3(s)
-286
Na2CO3(s)
-242
Na2O2(s)
-187,8
NoOH(s)
Hof (kJ/mol)
-4U8,8
0
-641,8
-1280
-924,7
-813,4
-1064
.0
-46,0
-314,4
+90,4
+34
+81,5
-174,1
0
+143
0
-2984
-1279
0
-436,8
+33
-910,0
0
-571
-413
-360
-288
-947,7
-1131
-504,6
-426,8
150
H2CO3(aq)
CS2(l)
CS2 (g)
CH4(g)
C2H2(g)
C2H4(g)
C2H6(g)
C3H8(g)
C4H10(g)
C6H6(l)
CH3OH(1)
C2H5OH(1)
-699,65
+89,5
+117
-74,9
+227
+51,9
-84,5
-104
-126
+49.0
-238
-278
I2(s)
I2(g)
HI(g)
Fe(s)
Fe2O3(s)
Fe3O4(s)
Pb(s)
PbO(s)
PbO2(s)
Pb(OH)2(s)
PbSO4(s)
Lis(s)
0
+62,4
+26
0
-822,2
-1118,4
0
-217,3
-277
-515,9
-920,1
0
Na2SO4(s)
S(s,rombik)
SO2(g)
SO3(g)
H2SO4(l)
SnCl4(l)
SnO2(s)
Zn(s)
ZnO(s)
ZnSO4(s)
-1384,49
0
-297
-396
-813,8
-511,3
-580,7
0
-348
-982,8
7. Perhitungan Energi Ikatan
Energi ikat adalah energi yang diperlukan untuk mematahkan ikatan antara
2 atom menjadi atom-atom netral. Untuk molekul yang kompleks energi
yang diperlukan untuk mematahkan ikatan atom-atom dalam molekul gas
menjadi atom-atom gas disebut energi atominasi. Energi ikatan di bagi 2
yaitu energi disosiasi ikatan dan energi ikatan rata-rata:
a. Energi disosiasi ikatan adalah perubahan entalpi yang terjadi pada
pemutusan ikatan tertentu dalam suatu senyawa
Misalnya:
H2(g)  2H(g)
HH-H = 436 kJ
O2(g)  O(g) + O(g)
HO-O = 497,9 kJ
b. Energi ikatan rata-rata adalah energi yang diperlukan untuk
memutuskan ikatan tertentu dalam senyawa yang mengandung ikatan
tersebut.
Misalnya:
Energi ikatan rata-rata dalam:
CH4 = 414,2 kJ.mol-1
NH3 = 390,9 kJ.mol-1
Dalam menghitung energi ikatan didasarkan atas anggapan bahwa
semua ikatan misalnya ikatan C – H dalam CH4 adalah identik dan
energi ikatan dari ikatan tertentu tidak bergantung pada senyawa di
mana ikatan tersebut ditemukan.
151
Contoh:
Proses pembentukan etilena, C2H4 adalah 51,9 kJ mol-1. Struktur
molekul C2H4 adalah:
H
H
C=C
H
H
Jika diketahui
Energi ikatan C – H = 415 kJ mol-1
Hf –C(g) = 715 kJ. Mol-1
Hf –H(g) = 218 kJ. Mol-1
Hf –C2H4(g) = 51,9 kJ. Mol-1
Penyelesaian
2 C(g)
+
 H1
2 C(s)
4H(g)
 H2
+
 H3
2H2(g)
C2H4(g)
Hf
-
Hf = H1 + H2 + H3
-
H3 = Hf - - H1 - H2
H3 = {51,9 – 2(715) – 4(218)} kJ
H3 = -2250,1 kJ
H3 = adalah - H atomisasi C2H4(g)
H atomisasi C2H4(g) = 4HC-H + HC = C
HC=C = H atomisasi C2H4 - HC-H
= 2250,1 kJ – 4(415) kJ
= 589,1 kJ
jadi energi ikat C = C dalam molekul C2H4(g)
= 589,1 kJ mol-1
152
F. REVERSIBILITAS DAN SPONTANITAS
Mengubah keadaan sistem dari keadaan 1 ke keadaan 2 dapat dengan pelbagai
cara. Cara-cara ini disebut proses. Jika keadaan awal dan keadaan akhir sistem
sudah ditentukan, maka apapun prosesnya, U selalu sama, yaitu sama dengan
U2 – U1.
Beberapa proses penting dalam ilmu kimia:
1. Proses isoterm
Proses yang berlangsung pada suhu tetap. Cara untuk melaksanakannya
ialah dengan meletakkan wadah reaksi (sistem) ke dalam termostat dengan
suhu yang dikendalikan secara otomatik.
2. Proses adiabatik
Pada proses ini tidak terjadi pertukaran kalor antara sistem dan lingkungan
(q = 0). Keadaan ini dapat dicapai dengan cara mengisolasi sistem dengan
baik.
3. Proses isobar
Proses ini berlangsung pada tekanan tetap. Misalnya suatu reaksi kimia
yang dikerjakan dalam gelas kimia terbuka.
4. Proses isokhor
Ini merupakan proses pada volume tetap. Suatu contoh penting adalah
pembakaran yang dikerjakan dalam bom kalorimeter. Pada proses yang
terjadi pada volume tetap, kerja-volume sama dengan nol.
Suatu proses-proses itu dapat berlangsung secara reversibel atau secara
tak-reversibel.
Suatu proses reversibel adalah suatu proses yang melibatkan perubahan
yang sangat tak terhingga kecilnya sehingga fungsi keadaan sistem hampir
tidak berbeda dengan lingkungannya. Proses reversibel biasanya
berlangsung sangat lambat.
Pada proses ekspansi reversibel
Pint+ = Peks – dP
Untuk proses kompresi reversibel
153
Pint+ = Peks – dP
Di mana
Pint+ = tekanan dalam
Peks = tekanan luar
Suatu proses yang melibatkan perubahan sehingga fungsi keadaan
sistem berbeda dengan jumlah tertentu terhadap lingkungannya disebut
proses irraversibel atau proses spontan , suatu proses spontan berlangsung
dalam waktu singkat atau sekonyong-konyong.
Suatu proses reversibel dapat balik atau dari proses kompresi
reversibel dapat diubah menjadi ekspansi reversibel, sedangkan proses
irreversibel tidak dapat dibalik. Perbedaan lain antara proses reversibel
dengan irreversibel adalah bahwa kerja yang dilakukan terhadap sistem
pada proses reversibel lebih kecil proses irreversibel antara 2 keadaan
yang sama.
Pada proses kompresi reversibel peks dan Pint hanya berbeda
sangat tak terhingga kecilnya sehingga:
Wrev
=   Peks dV    ( Pint  dP) dV
=   Pint dV
Pada kompresi irreversibel Peks > Pint dv
Wirrev =   Peks dV    Pint dV
Wirrev > Wrev
Pada kompresi isoternal reversibel suatu gas ideal, karena P eks = Pint dan P
= nRT/V, maka
V2
Wrev
=   Peks dV   
Wrev
=  nRT .
V1
V2
V1
nRT
dV
V
dV
V
154
Wrev
=  nRT . ln
V2
V1
Untuk proses kompresif irreversibel atau proses spontan dimana tekanan
luar sekonyong-konyong berubah dari Peks = P1 =
nRT
menjadi Peks = P2 =
V1
nRT
tanpa perubahan yang cukup besar dalam volume sistem. Kompresi
V2
terjadi dari V1 ke V2 pada tekanan tetap = Peks = P2 =
nRT
, sehingga kerja
V2
yang dilakukan terhadap sistem:
V2
V2
V2
V1
V1
V1
Wirrev =   Peks dv =   P2 dv =  P2  dv
Wirrev = P2 (V2 – V1)
Pada ekspansi reversibel karena Peks = Pint, maka kerja yang dilakukan oleh
sistem terhadap lingkungan:
Wrev
V2
=   Pint dv
V1
Sedangkan pada ekspansi irreversibel:
Wrev
V2
=   Peks dv
V1
Karena Peks < Pint dan V2 > V1 maka:
Wirrev > Wrev
Contoh soal:
Dua mol gas ideal diekspansi isoternal pada suhu 27oC dari volume 1 dm3
hingga 10 dm3. Hitung kerja yang dilakukan apabila:
a. Proses berlangsung secara irreversibel terhadap tekanan luar 2 atm
b. Proses berlangsung secara reversibel
Penyelesaian:
a.
Wirrev
= -Peks. V
= -2 dm3 x (10-1) atm
= -18 dm3 atm
155
Wirrev
= -1824 J
Jadi kerja yang dilakukan oleh sistem = 1824 J
= 1,824 kJ.
b. Untuk proses ekspansi reversibel
=   Peks dv
Wrev
=
nRT
dv
V
=  nRT . ln
Wrev
V2
V1
= -2 mol x 8,314 J.mol-1. oK-1 ln
Wrev
10
1
= -11486,2 J
Jadi kerja yang dilakukan sistem = 11,486 kJ.
F. Hukum Kedua Termodinamika
Hukum pertama termodinamika membahas batasan umum tentang sifat
keadaan energi, sedangkan hukum kedua termodinamika membahas fungsi
keadaan yang lain yang disebut entropi:
Besarnya perubahan entropi sistem untuk suatu perubahan keadaan
secara matematik dinyatakan sebagai:
S =

2
1
dqrev
T
Perubahan entropi sistem selalu harus dihitung dari keadaan awal ke
keadaan akhir dengan jalan reversibel. Tetapi entropi merupakan fungsi
keadaan, meskipun besarnya perubahan entalpi S kelihatannya tergantung
pada jalan yang ditempuh, namun sebenarnya tidak karena:
dq rev dqirrev

T
T
156
Perubahan entropi akan sama dengan
reversibel. Besaran
dq
T
dq
T
, bila proses berlangsung
inilah tergantung pada jalan yang ditempuh, bukan
S.
Menurut hukum kedua termodinamika: “entropi (S) adalah fungsi
keadaan. Pada proses reversibel entropi alam semesta tetap, pada proses
irreversibel entropi alam semesta bertambah”.
1. Perhitungan perubahan entropi
Jika suatu gas ideal mengalami ekspansi reversibel isoternal dengan
menyerap kalor sebesar q maka:
S =
=

2
1
dq rev
T
1
dq rev
T
S =
dq rev
T
Pada temperatur tetap, energi translasi dan energi dalam gas ideal tetap,
sehingga untuk proses ekspansi isotermal:
E = q + W = 0
jika ekspansi berlangsung reversibel isoternal:
S  nR ln
V2
V1
pada proses ekspansi reversibel isoternal sistem menyerap kalor sebesar
qrev, sedangkan lingkungan kehilangan kalor sebesar qrev. jadi perubahan
entalpi lingkungan:
S = 
q rev
T
Sehingga perubahan entalpi totalnya:
Stot = Ssistem + Slingk
Stot =
q rev q rev
=0

T
T
157
Hal ini sesuai dengan hukum kedua termodinamika bahwa pada proses
reversibel S alam semesta = 0 dan Sling = 0.
Stot = Ssistem + Slingk
S tot  nR ln
V2
0
V1
S tot  nR ln
V2
V1
Jadi entropi alam semesta bertambah.
2. Ketergantungan entropi pada temperatur
Pada proses reversibel:
S =
dq rev
T

Jika proses berlangsung pada tekanan tetap qrev = n.Cp.dT dan pada
volume tetap qrev = n.Cv.dT, sehingga dapat dinyatakan:
S = n 
2
1
CP
dT
T
dan S = n 
2
1
CV
dT
T
(P tetap)
(V tetap)
Jika harga Cp dan Cv tidak tergantung temperatur:
dan
S  nC P ln
T2
T1
(P tetap)
S  nCV ln
T2
T1
(V tetap)
3. Perubahan entropi pada reaksi kimia
Karena entropi adalah fungsi keadaan, maka untuk reaksi kimia:
S = Sproduk - Spereaksi
Untuk reaksi secara umum:
A + Bb  cC + dD
S = c.SC + dSD – aSA – bSB
Pada keadaan standar:
S- = cS-C + dS-D – aS-A – bS-B
158
Contoh:
Tentukan perubahan entropi standar pada reaksi penguraian:
2NaHCO3(s)  Na2HCO3(s) + CO2(g) + H2O(g)
Penyelesaian
S-reaksi = S-Na2HCO3(s) + S-CO2(g) + S-H2O(g) – S-NaHCO3(s)
S-reaksi = (136+213,6+188,7-2 x 155) JoK-1
S-reaksi = 228 JoK-1 = 0,228 k JoK-1
4. Makna dari entropi
Entropi merupakan sifat sistem yang menunjukkan ketidakteraturan dari
sistem, dalam hal ketidakteraturan susunan molekul dalam ruangan serta
distribusi energinya. Sistem yang mempunyai ketidakteraturan rendah
mempunyai entropi yang rendah.
Pada temperatur tertentu:
Szat padat < Szat cair < Szat gas
Jika proses terjadi secara spontan (irreversibel) berarti sistem akan
berpindah ke keadaan yang kebolehjadian yang lebih tinggi merupakan
ketidakeraturan yang lebih tinggi pula sehingga dapat disimpulkan bahwa:
“Setiap proses spontan cenderung berlangsung ke arah tercapainya
ketidakteraruran sistem yang setinggi-tingginya.”
5. Fungsi energi bebas
Kriteria untuk kespontanan reaksi adalah:
S > 0 proses spontan (irreversibel)
S = 0 proses setimbang (reversibel)
penggunaan entropi dalam kriteria kespontanan reaksi kurang praktis,
karena terbatas pada sistem tersekat. Untuk sistem yang tidak tersekat
harus memperhitungkan pula perubahan entropi lingkungan. Jika kriteria
kespontanan dapat dinyatakan dengan sifat-sifat sistem saja, hal ini akan
lebih mudah penggunaannya.
AB
159
Yang berlangsung pada suhu dan tekanan tetap. Pada reaksi tersebut:
Hsis = HB – HA
Hsis = SB – SA
Menurut hukum kedua termodinamika pada proses spontan:
Stot = Ssis + Slikg > 0
Pada yang berlangsung pada suhu dan tekanan tetap:
qlingk = - Hsis
Sehingga:
Slingk =
 H sis
T
Stot = Ssis +
Stot =
 H sis
T
T S sis  H sis
T
atau: TStot – (Hsis - TSsis)
Pada setiap proses spontan S harus lebih besar nol, sehingga TS total
juga harus lebih besar nol.
Berarti – (Hsis - TSsis) > 0
atau
Hsis - TSsis) < 0
Sehingga dapat dinyatakan bahwa pada setiap proses spontan
Hsis - TSsis) > 0
Untuk itu diperlukan suatu fungsi keadaan baru yang diberi lambang G
disebut energi bebas Gibs, dimana: G = H – TS
Untuk proses yang berlangsung pada suhu dan tekanan tetap:
G = H – TS
proses akan berlangsung spontan jika G < 0 sehingga setiap proses
spontan pada suhu dan tekanan tetap selalu disertai dengan penurunan
energi bebas sistem.
160
Selanjutnya pengauh H, S dan suhu terhadap kespontanan reaksi dapat
diringkas sebagai berikut:
H
S
Kospontanan proses
-
+
Spontan pada setiap temperatur
+
-
Tidak spontan dengan tidak tergantung pada temperatur
+
+
Spontan hanya pada temperatur tinggi
-
-
Spontan hanya pada temperatur rendah
6. G sebagai kerja berguna Maksimum
Suatu sistem yang mengalami perubahan keadaan dapat menghasilkan
kerja. Ada dua macam kerja yaitu kerja yang berguna, Wb, misalnya kerja
listrik, kerja mekanik dan kerja tak berguna. Wrb, misalnya kerja volume.
Pada proses reversibel kerja yang dihasilkan merupakan kerja maksimum,
Wmaks.
Wmaks = Wbmaks + Wbtmaks
Jika proses berlangsung reversibel
Wmaks = U – qrev
Pada suhu dan tekanan tetap
U = H - PV
= H – Wtbmaks
Karena
qrev = TS
maka: Wmaks = H – TS + Wtbmak
= G + Wtbmak
atau
G = Wmaks – Wtbmaks
G = Wbmaks
Jadi G merupakan kerja berguna maksimum yang dapat dihasilkan pada
proses yang berlangsung pada temperatur dan tekanan tetap.
7. Perhitungan perubahan energi bebas
a. Perhitungan berdasarkan persamaan:
161
G = H – TS
Misal pada reaksi
CaO(s) + CO2(g)  CaCO3(g)
Yang berlangsung pada temperatur 25oC dan tekanan 1 atm.
H-298 = -178,3 kJ
H-298 = -160,5 kJ oK-1
Maka G- = H- – TSG- = -178,3 – 298 (-160,5) x 10-3
G- = -130,5 kJ
b. Perhitungan berdasarkan G-f
Untuk reaksi secara umum:
AA + bB  cC + dD
G- = cG-fC + dG-fD - aG-fA - bG-fB
contoh:
CaO(s) + CO2(g)  CaCO3(g)
G- = G-f CaCO3(s) - G-f CaCO(s) - G-fCO2(g)
G- = -1128,8 – (-604) – (-394,4) kJ
G- = -130,4 kJ
162
DAFTAR ISI
BAB I . MATERI DAN ENERGI……………………………………………..
1
BAB II. STRUKTUR ATOM ………………………………………………… 13
BAB III. SISTEM PERIODIK ……………………………………………….. 29
BAB IV. IKATAN KIMIA DAN STRUKTUR MOLEKUL ………………… 67
BAB V. STOKIOMETRI …………………………………………………….. 92
BAB VI. GAS ………………………………………………………………….112
BAB VII. TERMODINAMIKA ……………………………………………….126
BAB VIII. KESETIMBANGAN KIMIA ……………………………………..163
163
Download