BAB VII TERMODINAMIKA Di dalam reaksi kimia umumnya selalu disertai dengan perubahan energi perubahan-perubahan ini tampak pada zat reaktan yang memiliki energi tertentu yang berubah menjadi zat hasil dengan energi yang besarnya berbeda. Dalam perubahannya menjadi zat hasil dapat disertai dengan pelepasan energi atau penyerapan energi. Termodinamika kimia mempelajari perubahan energi dan arah pertukuran energi yang terjadi pada reaksi kimia. Perubahan energi dari satu bentuk ke bentuk yang lain dibahas dalam hukum pertama Termodinamika yaitu tentang hukum kekekalan energi yang aplikasinya terdapat dalam termodinamika. Pada hukum kedua termodinamika membahas tentang entropi yang berkaitan dengan kespontanan dan tak spontanan reaksi. A. Beberapa Bentuk Energi Energi adalah sesuatu yang abstrak dan kadang lebih sulit dipahami jika dibandingkan dengan materi yang dapat dilihat dan diraba. Energi didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan kerja atau kapasitas untuk melakukan kerja, suatu benda dapat memiliki energi dengan dua cara, yaitu sebagai energi kinetik dan sebagai energi potensialnya. Energi kinetik (EK) adalah energi yang dimiliki suatu objek ketika objek ini sedang bergerak dan dapat dihitung dengan persamaan ½ mv2. m = massa objek v = kecepatan Jadi energi kinetik bergantung pada massa objek dan lajunya. Energi potensial (EP) adalah energi yang tersimpan atau yang dimiliki suatu objek karena kedudukannya terhadap objek yang lain, misalnya energi potensial yang diakibatkan oleh gaya tarik dan gaya tolak, objek itu tidak mempunyai energi potensial. 126 Bila objek yang saling tarik menarik dijauhkan EP akan bertambah, dan jika didekatkan maka energi potensial akan berkurang. Energi potensial yang dimiliki zat-zat karena tarikan dan tolakan antara partikel-partikel sub atomnya kadang disebut energi kimia. Bila zat kimia bereaksi akan terjadi perubahan sifat tarikan (ikatan kimia) antara atom-atom tersebut, jadi terdapat perubahan energi kimia (EP) yang diamati sebagai energi yang dibebaskan atau energi yang diserap. Energi panas (kalor) merupakan salah satu bentuk yang lazim dijumpai, kalor sebenarnya adalah energi kinetik atom atau molekul. Bila suatu benda panas, EK rata-rata molekulnya besar atau diletakkan bersentuhan dengan benda dingin, kalor mengalir dari benda panas ke benda dingin sampai alirannya kedua benda itu sama suhunya. Energi dalam adalah jumlah semua bentuk energi yang dimiliki oleh zat itu, berapa besar energi ini tidak diketahui karena tidak ada cara untuk mengukur langsung, yang dapat diukur secara termodinamika adalah perubahan energinya karena suatu proses. B. Sistem, Lingkungan dan Fungsi Keadaan Sistem didefiniskan sebagai sejumlah zat atau campuran zat-zat yang diletakkan dalam sebuah wadah untuk dikaji lebih jauh atau objek yang sifatsifatnya akan dipelajari, sedangkan bagian di luar sistem disebut lingkungan. Lingkungan dapat udata di sekitar, air di dalam termosfat di mana sistem itu diletakkan dan sebagainya. Sistem dan lingkungan dapat mempertukarkan energi dan materi melalui batas-batas sistem. Berdasarkan pertukaran ini dapat dibedakan tiga macam: 1. Sistem tersekat, yang dengan lingkungannya tidak dapat mempertukarkan baik energi maupun materi. Sistem ini mempunyai energi tetap, walaupun di dalamnya dapat terjadi pengubahan energi dari satu bentuk ke bentuk lain. Contoh: suatu campuran reaksi dalam botol termos yang ideal. 127 2. Sistem tertutup, yang dengan lingkungannya hanya dapat mempertukarkan energi Contoh: sejumlah gas dalam selinder yang dilengkapi dengan penghisap 3. Sistem terbuka: yang dengan lingkungannya dapat mempertukarkan energi dan materi. Contoh: suatu campuran zat-zat dalam gelas kimia. Keadaan suatu sistem dinyatakan dalam nilai besaran atau kuantitas tertentu yang besarnya tidak bergantung pada jalan ke bagaimana keadaan itu dicapai. Contoh: suhu, suhu cuplikan air misalnya 25oC. suhu ini tidak bergantung pada waktu sebelumnya, nilainya adalah temperatur saat air itu diukur. Jadi fungsi keadaan adalah sifat-sifat sistem yang mempunyai harga tertentu pada setiap keadaan dan besarnya tidak tergantung pada jalannya keadaan tersebut dicapai. Fungsi keadaan yang lain adalah tekanan, volume, U, H, G, S, dan sebagainya C. Kerja dan Kalor Kerja dapat merupakan kerja listrik, kerja mekanik, dan sebagainya. Secara matematik kerja mekanik dapat dinyatakan sebagai gaya kali pemindahan. W=Fxr Dimana: W: kerja F: gaya r: jarak yang ditempuh Bentuk kerja yang melibatkan perubahan tekanan-volume suatu gas terlihat pada gambar: r1 r2 feks Luas dA Gambar 7. 1. ekspansi gas terhadap gaya luar (Feks) 128 Gambar menunjukkan bahwa suatu gas oleh piston kemudian diekspansi terhadap gaya luar (feks). Dengan asumsi bahwa bila kerja dilakukan oleh lingkungan terhadap sistem. W adalah positif, maka jika gas diekspansi terhadap tekanan luar berarti sistem melakukan kerja terhadap lingkungan, W adalah negatif. Sehingga menurut gambar 5.1 W= feks (r2 r1 ) A Karena luas piston = A maka dinyatakan: W= atau W= feks (r2 r1 ) x A A feks (r2 r1 ) x V A W= Peks x V jika tekanan tetap Dimana: W = kerja Peks = tekanan luar V = perubahan volume sistem Untuk perubahan tekanan-volume di mana tekanan tidak tetap, kerja dapat ditentukan dengan mengatakan bahwa perubahan volume yang sangat kecil akan menghasilkan kerja, yang sangat kecil juga (dW), sehingga: dW = -Peks dv pada perubahan volume yang sangat kecil tersebut tekanan dianggap tetap, maka kerja yang dilakukan pada jarak tertentu merupakan jumlah dari perubahan-perubahan yang sangat kecil tersebut, atau: W V2 = Peks dv V1 Jika tekanan luar dianggap tetap selama ekspansi, maka: V2 W = Peks dv W = - Peks (v2 – v1) atau W = - Peks v V1 129 Kerja bukan merupakan fungsi keadaan, karena besarnya kerja tergantung bagaimana jalan yang ditempuh. Hal ini dapat terlihat seperti pada gambar 5. Gambar (a) menunjukkan bahwa mula-mula volume berubah dari keadaan v1 ke v2 pada tekanan tetap P kemudian tekanan berubah dari keadaan P1 ke P2 pada volume tetap v2 besarnya kerja W = -P.v P P P1 P1 P2 P2 W = -P1.v W = -P2.v V V1 V2 (a) V V1 V2 (b) Gambar 7. 2 .Gambar kerja yang dilakukan dari keadaan awal ke keadaan akhir Gambar 7.2 (b) menunjukkan bahwa mula-mula tekanan berubah dari keadaan P1 dan P2 pada volume tetap v1 kemudian volume berubah dari keadaan v1 ke v2 pada tekanan tetap P2 besarnya kerja W = -P2.v. Jadi bearnya kerja tergantung bagaimana jalan yang ditempuh atau kerja bukan merupakan fungsi keadaan. Kalor q, adalah energi yang dipindahkan melalui batas-batas sistem sebagai akibat langsung dari perbedaan suhu antara sistem dan lingkungannya. Jika suhu lebih tinggi dari suhu lingkungan maka kalor akan mengalir dari sistem ke lingkungan. Karena aliran kalor dapat berlangsung dalam dua arah, dibuat perjanjian bahwa q dihitung positif jika kalor masuk sistem dan negatif jika kalor keluar sistem. Kalor bukan sifat sistem, jadi bukan merupakan fungsi keadaan. Besarnya kalor tergantung pada proses yang dialami oleh sistem. Penting untuk diperhatikan bahwa kalor sebagai suatu bentuk snr anya mempunyai arti pada suatu perubahan sistem. Tidak benar untuk menyatakan bahwa sistem, pada keadaan tertentu, mempunyai sejumlah kalor. Kalor muncul dalam suatu perubahan keadaan. 130 D. Hukum Pertama Termodinamika Kalor dan kerja merupakan proses dimana terjadi pertukaran atau perubahan tempteratur sedangkan energi merupakan sifat yang dapat diasosiasikan dengan keadaan kesetimbangan tunggal suatu sistem. Kalor dan kerja bukan fungsi keadaan sedangkan energi adalah fungsi keadaan. Bahwa energi adalah fungsi keadaan dapat dijelaskan seperti contoh berikut: Sejumlah zat kimia dapat dianggpa sebagai sistem mekanika sederhana karena itu terasosiasi energi dalam di dalam sistemnya. Suatu sistem dari keadaan ke keadaan 2 melalui jalam a diperlukan energi sebesar Ua dan bila untuk mencapai keadaan 2 melalui jalan b diperlukan energi sebesar Ub karena besarnya perubahan energi tidak tergantung pada jalan yang ditempuh. Tetapi bila energi bukan fungsi keadaan Ua Ub. Hal ini berarti bila sistem dari keadaan 1 ke keadaan 2 diperlukan energi sebesar Ua tetapi bila sistem dari keadaan 2 kembali ke keadaan 1 melalui jalan b akan dilepaskan energi sebesar Ub dengan asumsi bahwa Ub > Ua. Hal ini bertentangan dengan hukum konservasi energi bahwa energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, yang terjadi hanya perubahan bentuk energi ke bentuk lain. Dengan demikian Ua = Ub besarnya energi tidak tergantung pada jalan yang ditempuh atau energi dalam fungsi keadaan. Sekarang bagaimana pengaruh sejumlah kalor terhadap sistem? Jika sistem tidak melakukan kerja, maka penambahan kalor sebesar Q akan diubah ke dalam perubahan energi dalam sistem U, sehingga U = Q. Jika kerja dilakukan terhadap sistem tetapi tidak ada perpindahan kalor dari sistem terhadap lingkungannya, maka kerja yang dilakukan akan diubah ke dalam perubahan energi dalam sistem, sehingga: U= W Kemudian jika kalor ditambah ke dalam sistem, dan kerja dilakukan terhadap sistem, maka dapat dinyatakan: U= q + W 131 di mana: U = perubahan energi q = kalor yang ditambahkan ke dalam sistem W = kerja yang dilakukan terhadap sistem Persamaan di atas merupakan ungkapan secara matematik dari hukum pertama termodinamika yang merupakan hukukm konservasi energi baha energi tak dapat diciptakan atau dimusnahkan. Menurut perjanjian bila kalor ditambahkan ke dalam sistem dan kerja dilakukan terhadap sistem q dan W diberi tanda positif. E. Penerapan Hukum Pertama Termodinamika pada Termokimia Termokimia mempelajari efek panas yang terjadi baik dalam proses fisis maupun dalam suatu reaksi kimia. 1. Pengertian kalor reaksi Kalor reaksi adalah panas yang dipindahkan dari sistem terhadap lingkungan atau dari lingkungan terhadap sistem sehingga suhu zat-zat hasil reaksi sama dengan suhu campuran zat-zat pereaksi. Besarnya kalor reaksi tergantung pada kondisi reaksi. Kalor reaksi pada volume tetap diberi lambang qp pada umumnya qv = qp Menurut hukum pertama termodinamika: U = q + W Untuk reaksi yang berlangsung pada volume tetap dapat dinyatakan: U = qv + W jika reaksi berlangsung pada volume tetap maka W = 0, sehingga U = qv Jadi kalor reaksi pada volume tetap sama dengan perubahan energi dalam sistem. 2. Kalor reaksi pada tekanan tetap Untuk reaksi yang berlangsung pada tekanan tetap (qp) U = qp + W dimana W = -P.v sehingga 132 U = qp - P.v, persamaan di atas dapat diturunkan sebagai berikut: U2 – U1 = qp - P.(V2 – V1) U2 + PV2 – (U1 + PV1) = qp (U + PV2) – (U + PV)1 = qp (U + PV) = qp besaran U + Pv disebut entalpi (H) sehingga dapat dinyatakan H = U + Pv. Sehingga kalor reaksi yang berlangsung pada tekanan tetap sama dengan perubahan entalpi sistem. H = qp 3. Hubungan H dengan U H = U +PV H = U + PV + VP pada P tetap. H = U + PV Untuk gas ideal: PV = nRT Pada suhu tetap PV = nRT, sehingga: H = U + nRT (T tetap) di mana H = perubahan entalpi sistem U = perubahan energi dalam sitem n = selisih jumlah mol produk dengan jumlah mol reaktan pada fasa gas R = tekanan gas T = suhu (K) Untuk reaksi yang hanya melibatkan zat padat atau zat cair harga PV sangat kecil dibanding H dan U sehingga dapat dianggap H = U 133 Contoh: a. Reaksi pembakaran karbon (grafit) menjadi karbon dioksida pada 25oC dan tekanan 1 atm dibebaskan panas 393,5 kJ. Tentukan H dan U reaksi tersebut: Penyelesaian: C(s) + O2(g) CO2(g) H = qp = -393,5 kJ U = H - nRT U = -393,5 kJ – 0 jadi U = H = -393,5 kJ b. Reaksi pembakaran karbon (grafit) menjadi karbon dioksida pada 25oC dan tekanan 1 atm dibebaskan panas 110,5 kJ. Tentukan H dan U reaksi tersebut: Penyelesaian: C(s) + ½O2(g) CO2(g) H = qp = -110,5 kJ U = H - nRT U = (-110,5 – ½(8,314 x 298 x 10-3) kJ U = (-110,5 – 1,239) kJ U = -1111,739 kJ. c. Jika 1 mol es melebur pada suhu 0oC dan tekanan 1 atm menyerap panas sebesar 6,025 kj volume molar es = 0,0196 dm3 dan volume molar air = 0,018 dm3 tentukan H dan U reaksi tersebut: Penyelesaian: H = qp = -6,025 kJ U = H - PV U = H - PV U = H - PV (P tetap) 134 U = (-6,025 kJ – 1 ar, x (0,0196 – 0,018) dm3 ) U = -6,025 kJ – 101,346.10-3 x 1,6 .10-3 kJ U = (-6,025 – 0,000162) kJ jadi praktis: U = -6,025 kJ = H 4. Kapasitas panas dan kalor jenis Sifat air memungkinkan definisi kalori (definisi asli) adalah ukuran perubahan suhu yang dialami air apabila air itu menyerap atau membebaskan sejumlah kalor. Istilah umum sifat ini adalah kapasitas panas yang didefenisikan sebagai banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu benda sebanyak 1oC. Kapasitas panas mempunyai saluran J/oC atau cal/oC atau J/K atau Cal/K. Kapasitas panas adalah suatu sifat ekstensif, yaitu sifat yang besarnya dipengaruhi oleh banyaknya zat. Misalnya untuk menaikkan 1 g air sebesar 1oC akan lebih kecil kalor yang diperlukan dibandingkan untuk menaikkan 10 g air sebesar 1oC. Suatu sifat intesif yang dihubungkan dengan kapasitas panas adalah kalor jenis. Kalor jenis didefinisikan sebagai banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 g zat sebanyak 1oC. Kalor jenis air adalah 4,18 J/goC atau 4,18 J.g-10C-1. Kebanyakan zat memiliki kalor jenis yang lebih kecil dibandingkan air. Satuan kalor jenis J.g-10C-1 Contoh: a. Menghitung kapasitas panas suatu benda Soal: berapakah kapasitas panas yang dinyatakan dalam kJ/oC dari suatu balok tembaga dengan massa 2,00 kg, bila diketahui bahwa kalor jenis tembaga 0,387 Jg-1oC-1? Analisis: di sini satuan-satuan itu memberikan metode yang diperlukan untuk memecahkan soal. Kapasitas panas mempunyai satuan (energi)/(suhu) sedangkan kalor jenis mempunyai satuan (energi)/(massa x suhu). Mengalikan kalor jenis dengan massa kalor tembaga akan 135 menghasilkan kapasitas panas dengan satuan J/oC, yang kemudian dapat kita ubah menajdi kJ/oC. Kalor jenis x massa = kapasitas panas J J o x g o C g C Jawaban: analisa telah memberikan metodenya. Maka yang kita perlukan hanya melakukan perhitungannya. (0,387 jg-1 oC-1) x 2000 g = 774 joC-1 Dengan mengubah joule ke kilo joule, kita jumpai bahwa kapasitas panas itu adalah 0,774 kJ/oC. Contoh: b. perhitungan yang menyangkut kalor jenis Soal: berapa joule diperlukan menaikkan suhu sebatang paku besi yang mssanya 7,05 g dari 25oC ke 100oC? kalor jenis besi 0,452 J.g—10C-1. Analisis: sekali lagi, satuan-satuan itu membantu. Jika kita kalikan kalor jenis dengan massa dan perubahan suhu, satuan g dan oC dapat dicoret, dan memberikan kepada kita satuan yang diinginkan. Kalor jenis x massa perubahan = energi panas suhu J o x g x o C J g C Jawaban: kita tinggal perhitungan. Perubahan suhu 75oC (100oC-25oC). Oleh karena itu, jawaban soal adalah: (0,452 jg-1 oC-1) x 7,05 g x 75oC = 240 J (dibulatkan) Perhatikan bahwa jawaban dibulatkan kedua angka berarti. 5. Mengukur kalor reaksi Kalorimetri: mengukur perubahan energi dalam reaksi kimia Perubahan energi dalam suatu reaksi kimia selalu dapat dimunculkan sebagai kalor, jadi tanpa repot-repot dapat diistilahkan sebagai kalor reaksi. Alat yang digunakan untuk mengukur kalor reaksi disebut kalorimeter. Ada bermacam-macam bentuk alat ini, salah satunya disebut 136 kalorimeter bom ditunjukkan dalam gambar 6.4. macam kalorimeter reaksi eksoterm yang baru berlangsung bila diawali dulu dengan pemanasan inireaksi seperti pembakaran CH4 dengan O2 atau reaksi antara H2 dan O2. Alat itu terdiri dari suatu wadah baja yang kuat (bom) yang ditempati peraksi. Kemudian bom itu dibenamkan dalam suatu penangas yang disekat (diisolasi) yang dilengkapi dengan pengaduk dan termometer. Suhu awal penangas air diukur dan kemudian reaksi yang terdapat dalam bom. Kalor yang dibebaskan dalam reaksi ini diserap oleh bom dan penangas air, sehingga suhu alat keseluruhan kapasitas panas alat diukur. Sebelumnya kapasitas panas alat diukur dulu dalam suatu eksperimen tersendiri. Kalorimeter bom mampu digunakan untuk pengukuran yang sangat cermat. Alat yang lebih sederhana yang mungkin anda jumpai di laboratorium ditunjukkan dalam gambar 6.5. kadang-kadang ini disebut kalorimeter termos atau kalorimeter gelas kopi, karena mengguankan gelas kopi yang terbuat dari stirobusa, untuk mewadahi campuran reaksi. Penggunaannya mengikuti asas yang sama seperti kalorimeter bom. Pertama-tama suhu pereaksi itu direaksikan dalam gelas kopi tersebut. Kalor reaksi akan mengubah suhu campuran reaksi. Setelah berjalan lengkap (biasanya dalam beberapa detik) suhu akhir diukur. Dari perubahan suhu dan nilai perkiraan kapasitas panas dari campuran reaksi, dapatlah diambil suatu perkiraan yang cukup baik dari kalor reaksi. Gambar 7.3. a. Bagan bomb kalorimeter b. Kalorimeter sederhana Soal: dalam suatu eksperimen 0,100 g H2 dan 0,800 g O2 dimanfaatkan ke dalam bom berukuran 1,00 L, yang kemudian diletakkan dalam sebuah 137 kalorimeter dengan kapasitas 9,08 x 104 J/oC. Suhu awal kalorimeter diukur sebesar 25,000oC dan setelah reaksi berlangsung, suhu ekahir kalorimeter 25,155oC. Hitinglah banyak kalor yang dibebaskan dalam H2O yang diungkapkan (a) dalam kilo joule dan (b) kilo koule per mol H2O yang terbentuk. Jawaban: a) Seperti yang telah diuraikan dalam teks, kita dapat menghitung kalor yang dibebaskan dengan mengalikan kapasitas panas (9,08 x 104 J/oC) dengan perubahan suhu dalam oC. perubahan suhu 0,155oC. oleh karena itu. 9,08 x104 J x(0,155o C ) 1,41x104 J o 1C Dengan mengubah joule ke kilojoule kita peroleh ,41 x 104 kJ (1,44 kJ). Inilah banyaknya kalor yang dibebaskan peraksi dalam eksperimen tersebut. b) Banyaknya kalor yang dibebaskan dalam suatu reaksi bergantung pada banyak pereaksi yang digunakan. Banyak pereaksi yang besar akan menghasilkan perubahan energi untuk reaksi-reaksi yang dinyatakan atas dasar “per mol”. Reaksi antara H2 dan O2 membentuk air adalah: 2H2 + O2 2H2O Banyaknya H2O yang terbentuk dalam reaksi yang dinyatakan dalam mol adalah 0,100 g H 2 x 1 mol H 2 2 mol H 2 O x 0,0496 mol H 2 O 2,016 H 2 2 mol H 2 Untuk memperoleh satuan kilojoule per mol air, kita hanya mencari perbandingan banyak kilojoule dengan banyaknya mol. 14,1 kJ 284 kJ / mol H 2 O 0,0496 mol H 2 O 138 6. Perhitungan perubahan entalpi (H) reaksi Kedua kalorimeter yang diberikan dalam gambar mempunyai perbedaan yang menyolok. Reaksi dalam kalorimeter bom berlangsung pada volume konstan, karena bom itu tidak dapat memuai atau mengerut. Ini berarti bila dalam reaksi itu terbentuk gas, tekanan gas dapat meningkat dan tekanan sistem itu dpaat berubah. Karena kondisi volume itu konstan, kalor reaksi yang diukur dengan kalorimeter disebut kalor reaksi pada volume konstan. Kalorimeter termos terbuka ke atmosfer, dan jika berlangsung reaksi yang menghasilkan gas, gas itu akan memuai ke dalam atmosfer dan tekanan sistem tetap. Energi berubah di ukur dengan kalorimeter termos karenanya adalah kolor reaksi pada tekanan konstan. Kalor reaksi yang diukur pada volume konstan dan tekanan konstan tidak banyak berbeda, namun kedua besaran itu tidak identik. Karena kebanykan reaksi yang menajdi perhatian kita berlangsung pada tempat terbuka, yang tersingkap ke tekanan udara yang konstan, sisa pembahasan ini akan diperuntukkan bagi kalor reaksi pada tekanan konstan. Kalor reaksi pada tekanan konstan disebut perubahan entalpi untuk reaksi itu dilambangkan dengan H. definisinya: H = Hakhir – Hawal atau H = Hproduk – Hreaktan Meskipun ini merupakan definisi formal dari H, H dari keadaan awal dan akhir (yang sebenarnya dihubungkan dengan jumlah total energi yang dimiliki sistem pada keadaan-keadaan itu) sebenarnya tidak dapat diukur, karena energi total sistem mencakup jumlah semya energi kinetiknya dan semua energi potensialnya. Energi-energi total ini tidak dapat diperoleh karena sebenarnya kita tidak tahu dengan pasti kecepatan molekul-molekul dalam sistem bergerak dan karena yang dirasakan oleh molekul dalam suatu sistem. Meskipun demikian, definisi yang diberikan oleh persamaan 6.1, penting karena definisi itu menegakkan tanda-tanda 139 aljabar H untuk perubahan eksoterm dan endoterm. Pada perubahan eksoterm Hakhir lebih rendah dariapda Hawal sehingga H bernilai negatif. Dengan analisis serupa, akan kita temui bahwa H perubahan endoterm bernilai positif. Besarnya H untuk setiap reaksi tertentu bergantung sampai derajat tertentu sampai berapa tekanan sistem itu, jadi bila kita ingin membandingkan nilai H untuk reaksi-reaksi yang berlainan, mereka harus diukur apda pendefinisian satu satuan tekanan yang disebut 1 atmosfer standar, yang disingkat 1 atm, yang secara kasar sebaran dengan tekanan rata-rata udara pada permukaan laut. Biasanya ini dipilih sebagai suatu tekanan rujukan untuk pengukuran perubahan entalpi, dan kebanyakan nilai H yang diberikan dalam buku ini adalah untuk tekanan 1 atm. HUKUM HESS Hukum hess membahasa tentang penjumlahan kalor dari reaksi yang dapat berlangsung beberapa tahap. Untuk suatu reaksi-reaksi keseluruhan tertentu perubahan entalpi selalu sama, tak peduli apakah reaksi itu berjalan secara langsung atau tidak langsung lewat tahap-tahap yang berlainan. Karena eltalpi adalah suatu fungsi keadaan, besarnya H untuk suatu reaksi kimia tidak bergantung pada jalan yang diambil oleh pereaksi ketika mereka melangkah maju membentuk produk. Untuk mengetahui pentingnya hal ini dalam studi kalor reaksi marilah kita periksa perubahan yang telah anda kenal – penguapan air pada titik didihnya. Lebih khas, perhatikan perubahan 1 mol air, H2O (l), menjadi 1 mol uap, H2O (g), pada 100oC dan tekanan 1 atm. Proses ini menyerap 41 kJ, jadi H = +41 kJ. Perubahan keseluruhan dapat dinyatakan oleh persamaan: H2O (l) H2O (g) H = +41 kJ 140 Persamaan reaksi yang ditulis semacam ini, dengan perubahan energi juga ditunjukkan, disebut persamaan termokimia. Dalam suatu persamaan termokimia, koefesien dianggap menyakan banyaknya mol pereaksi dan produk. Persamaan termokimia ini menyatakan bahwa 1 mol air diubah menjadi 1 mol uap oleh penyerapan kalor sebanyak 41 kJ. Pengubahan 1 mol air menjadi 1 mol uap akan selalu menyerap energi dengan kuantitas yang sama, asal kita mengacu ke pasangan keadaan awal dan akhir yang sama. Tidak peduli bagaimana kita melaksanakan perubahan itu. Kita bahkan dapat melangkah sejauh penguraian air menjadi H2 dan O2 dan kemudian menggabung kembali unsur-unsur itu untuk meperoleh satu mol uap air. Perubahan entalpi keseluruhan masih akan tetap sama, +41 kJ. Jadi, dimungkinkan untuk memandang sesuatu perubahan keseluruhan sebagai hasil netto sederetan langkah, dan nilai netto H untuk proses keseluruhan adalah jumlah semua perubahan entalpi yang berlangsung sepanjang proses itu. Pernyataan terakhir ini merupakan hukum penjumlahan kalor dan Hess (Hukum Hess). Persamaan termokimia berperan sebagai alat untuk menerapkan hukum hess. Misalnya, persamaan termokimia yang berpadanan dengan jalan tak langsung yang baru saja diberikan untuk pengupan air pada 100oC, adalah: H2O (l) H2 (g) + ½ O2 (g) H = +283 kJ H2 (g) + ½ O2 (g) H2 (g) H = -242 kJ Perhatikan bahwa koefesien pecahan diperbolehkan dalam persamaan termokimia. Karena koefisien ½ artinya ½ mol. (tetapi dalam persamaan reaksi biasa, koefisien pecahan dihindarkan karena tidak ada artinya pada tingkat molekul, orang tidak dapat dan masih mempertahankan identitas kimia jenis itu). Kedua persamaan tersebut mengatakan bahwa 283 kJ diperlukan untuk menguraikan 1 mol H2O (l) menjadi unsur-unsurnya dan bahwa 242 141 kJ dibebaskan ketika mereka bergabung kembali menghasilkan 1 mol H2O (g). Perubahan netto (penguapan satu mol air) diperoleh dengan menjumlahkan dua persamaan reaksi itu dan kemudian mencoret besaran yang muncul dalam kedua ruas. H2O (l) + H2 (g) + ½ O2 (g) H2O (g) + H2 (g) + ½ O2 (g) H2O (l) H2O(g) Juga kita dapatkan bahwa kalor reaksi keseluruhan sama dengan jumlah aljabar kalor-kalor reaksi untuk kedua langkah itu. H = +283 kJ + (-242 kJ) = +41 kJ Jadi, bila kita jumlahkan persamaan termokimia untuk memperoleh suatu perubahan netto, kita juga menjumlahkan kalor reaksi padanannya. Untuk memberikan sifat perubahan termokimia, kita juga dapat menggambarkan secara grafik. H2(g) + ½ O2(g)(0.0 kJ) 0 H = - 242 energi dibebaskan Entalpi H = +283 energi diserap H2O (g) (-242 kJ) H = +41 kJ Gambar. 7.4. Diagram Entalpi Tipe gambar ini seringkali disebut diagram entalpi. Perhatikan bahwa kita telah memilih entalpi unsur-unsur yang bebas sebagai titik nol pada skala energi itu. Pemilihan ini sama sekali sembarang karena kita hanya tertarik pada penetapan selisih H. Memang, kita sama sekali tidak mempunyai cara untuk mengetahui entalpi mutlak. Kita hanya dapat mengukur H. Memanipulasi persamaan termokimia Dalam pembahasan di atas, anda mengentahui bahwa bila persamaan termokimia dapat dijumlahkan untuk menghasilkan persamaan 142 akhir, kita tinggal menjumlahkah H tersebut untuk memperoleh H pada persamaan akhir. Contoh 6.5 di bawah ini melukiskan penggabungan tiga persamaan untuk memperoleh yang keempat. Tetapi akan anda saksikan, kadang-kadang persamaan termokimia itu harus dimanipulasi dan ditataulang sebelum memperoleh nilai H, sehingga sebelum meneruskan ke contoh 6.5, baiklah kita lihat macam-macam operasi yang dapat anda lakukan pada persamaan termokimia dan bagaimana operasi-operasi ini mempengaruhi nilai H. Mengalikan atau membagi koefisien dengan suatu faktor Jika kita kalikan atau bagi koefisien-koefisien persamaan termokimia dengan suatu faktor, kita harus lakukan juga terhadap nilai H. misalnya, penguraian air mempunyai persamaan termokimia H2O (l) H2 (g) + ½ O2 (g) H = +283 kJ Jika kita kalikan persamaan seluruhnya dengan 2, banyak mol seluruhnya menjadi dua kali, seperti yang anda harapkan, banyaknya kalor yang diserak menjadi dua kali semula. Bila koefisien kita kalikan dua, maka nilai H dikalikan dua. 2H2O (l) 2H2 (g) + O2 (g) H = +566 kJ Mengubah arah persamaan termokimia Jika suatu reaksi bersifat eksoterm pada satu arah, reaksi itu haruslah bersifat endoterm jika berlangsung pada arah sebaliknya. Oleh karena itu jika kita balik arah suatu persamaan termokimia, kita tinggal mengubah tanda H. Pembalikan persamaan H2O (l) H2 (g) + ½O2 (g) H = +283 kJ Menghasilkan persamaan H2O (l) + ½O2 (g) H2 (g) H = -283 kJ 143 Sekarang marilah kita lihat bagaimana kita terapkan macam-macam operasi ini dalam memecahkan hukum hess. Contoh soal: menerapkan hukum hess dengan menggabungkan persamaan termokimia Soal: persamaan termokimia untuk pembakaran asetilena, bahan bakar yang digunakan dalam alat las, diberikan oleh persamaan (1) (1) 2C2H2 (g) + 5O2 (g) 4CO2 (g) + 2H2O (l) H1 = –2602 kJ Etanan, suatu bahan bakar hidrokarbon lain, bereaksi sebagai berikut: (2) 2C2H6 (g) + 7O2 (g) 4CO2 (g) + 6H2O (l) H2 = –3123 kJ Akhirnya, hidrogen dan oksigen bersenyawa oleh persamaan ini: (3) H6 (g) + ½O2 (g) H2O (l) H3 = –286 kJ Semua data ini pada suhu dan tekanan yang sama 25oC dan 1 atm. Gunakan persamaan termokimia ini untuk menghitung H untuk reaksi. (4) C2H6 (g) + H2 (g) C2H6 (g) H4 = ? Analisis: untuk memecahkan soal ini, kita gabungkan persamaan (1), (2), (3) dengan cara sedemikian sehingga bila dijumlahkan, semuanya dapat dicoret kecuali rumus-rumus dalam persamaan (4) sebagai persamaan sasaran. Untuk itu kita harus menata ulang persamaanpersamaan yang diberikan. Misalnya, dalam persamaan sasaran, satu C2H6 muncul di ruas kanan, tetapi dalam persamaan sasaran (2) C2H6 ada di ruas kiri dan dengan koefisien 2. Maka kita harus membalik persamaan (2) dan koefisien-koefisiennya dibagi dengan 2 ini akan menyebabkan C2H6 berada di ruas kanan dengan koefisien 1. Tentu saja ini berarti tanda H juga dibagi dengan 2. Ketika kita bersiap-siap untuk menata-ulang persamaan yang diketahui, kita harus selalu memperhatikan persamaan 144 sasaran, sehingga kita dapat merasa pasti bahwa kita akhirnya akan sampai pada rumus yang benar, dengan koefisien yang benar dan pada ruang yang benar. Kesulitan terbesar yang dihadapi mahasiswa dengan soal tipe ini adalah memulai memecahkannya. Latihan akan membantu anda untuk belajar, namun ada beberapa aturan yang berguna untuk diingat-ingat. Bilai ada hanya muncul sekali di antara mereka. Misalnya, C2H6 hanya muncul dalam persamaan (1), jadi kita tahu dengan tepat apa yang harus kita kerjakan untuk meletakkannya pada tempat yang benar untuk persamaan sasaran. Hindari rumus yang muncul lebih dari sekali dalam persamaan-persamaan yang diberikan. Dalam soal ini kita tidak ingin memulai bekerja dengan O2, karena kita tidak dapat mengatakan persamaan mana yang diberikan yang harus ditata agar O2 dapat dicoret. Jawaban: dalam persamaan sasaran 2C2H2 berada di ruas kiri, jadi kita gunakan persamaan (1) dengan koefisien-koefisiennya dibagi dua, yang menghasilkan persamaan (5) dengan 2 untuk memperoleh H bagi persamaan (5). Dalam persamaan sasaran ada 2H2 di ruas kiri, jadi koefisien-koefisien persamaan (3) dan H dikalikan dengan 2 untuk memperoleh persamaan (6) dan H-nya. Akhirnya, seperti kita saksikan dalam analisis di atas, kita balik persamaan (2) dan membagi koefisiennya dengan 2 dan H-nya juga kita sesuaikan. Ini menghasilkan persamaan (7) (5) C2H6 (g) + 5/2O2 (g) 2CO2 (g) + H2O (l) (6) 2H2 (g) + O2 (g) 2H2O (l) H6 = 2(-283 kJ) = -572 kJ (7) 2CO2 (g) + 3H2O (l) C2H6 (g) + 7/2O2 (g) H7 = 3123 kJ = +1561 kJ 2 Persamaan (5), (6), (7) dijumlahkan dan diperoleh C2H6 (g) + 2H2 + 7/2O2 (g) + 2CO2 (g) + 3H2O (l) 2CO2 (g) + 3H2O (l) + C2H6 (g) + 7/2O2 (g) Unsur-unsur dan senyawa di ruas kiri yang sama dengan ruas kanan dicoret dan kita peroleh: 145 C2H6 (g) + 2H2 C2H6(g) Yang merupakan persamaan yang kita inginkan. Karena ini diperoleh dengan menjumlahkan persamaan (5), (6) dan (7), (H4 dalam pernyataan soal) diperoleh dengan menjumlahkan H dari persamaan (5), (6) dan (7). H4 = H5 + H6 + H7 -H4 = (-1301 kJ) + (-572 kJ) + (1561 kJ) = -132 kJ Persamaan (4) karenanya mempunyai perubahan eltalpi sebesar –312 kJ. H Pembentukan (Hf) suatu tipe persamaan termokimia yang berguna sebanding dengan pembentukan satu mol zat dari unsur-unsurnya. Perubahan entalpi yang dikaitkan dengan reaksi-reaksi ini disebut kalor pembentuk atau entalpi pembentukan dan dinyatakan sebagai Hf. Misalnya persamaan termokimia untuk pembentukan air dan uap air pada 100oC dan 1 atm, berturut-turut adalah: H2 (g) + ½O2 (g) H2O (l) Hf = -283 kJ H2 (g) + ½O2 (g) H2O (l) Hf = -242 kJ Bagaimana kita dapat menggunakan persamaan ini untuk mendapatkan kalor penguapan air? Jelas kita harus membalik persamaan pertama dan kemudian ditambahkan kepada persamaan yang kedua. Bila kita balik persamaan ini, kita juga harus ingat untuk mengubah tanda Hf, yang negatif, proses kebalikannya haruslah endoterm). (Eksoterm) H2 (g) + ½O2 (g) H2O (l) H = Hf = -283 kJ (Endoterm) H2O(l) H2 (g) + ½O2 (g) H = Hf = +283 kJ Bila persamaan terakhir ini ditambahkan pada persamaan pembentukan H2O(g), kita peroleh: H2O(l) H2O(g) 146 Dan kalor reaksinya H = HfH2O(g) = H fH2O(l) H = -242 kJ – (-283 kJ) = +41 kJ Perhatikan bahwa kalor reaksi untuk perubahan keseluruhan sama dengan kalor pembentukan produk minus kalor pembentukan pereaksi. Secara umum, kita dapat menulis untuk setiap reaksi keseluruhan. jumlah H f Hreaksi = produk jumlah H f pereaksi Keadaan Standar Besarnya Hf bergantung pada kondisi suhu, tekanan, dan keadaan fisika (gas, cair, padat kristalin) dari pereaksi dan produk. Misalnya, pada 100oC dan 1 atm, kalor pembentukan air adalah –283 kJ/mol, sedangkan pada 25oC dan 1 atm, Hf untuk H2O (l) adalah –286 kJ/mol. Untuk menghindari keharusan selalu menyatakan kondisi dimana Hf direkam dan memungkinkan perbandingan antara Hf berbagai senyawa pilihan suatu kondisi baku, biasanya pada 25oC dan tekanan 1 atm. Pada kondisi ini zat dikatakan berada dalam keadaan standar. Kalor pembentukan zat dalam keadaan standar air Hf H2O(l) = -286 kJ/mol dan adalah kalor yang dibebaskan bila H2 dan O2 masing-masing dalam bentuk mereka pada 25oC dan 1 atm, bereaksi menghasilkan H2O (l) pada 25oC dan 1 atm. Tabel memaparkan kalor pembentukan standar untuk berbagai zat yang berlainan. Tabel semacam itu sangat berguna karena memungkinkan kita menggunakan persamaan 6.2 guna menghitung kalor reaksi standar, Ho, untuk sejumlah besar perubahan kimia yang unsur dalam bentuk termantap dan alamiahnya pada 25oC dan 1 atm sama dengan nol. Untuk unsur dalam keadaan standar Hof = 0 147 Ini wajar, karena tidak ada perubahan jika kita membentuk, bentuk paling stabil suatu unsur dari unsur itu sendiri. Kita akan menggunakan unsurunsur sebagai suatu titik rujukan, dan untuk memperoleh titik pembanding dari titik rujukan itu tidak melibatkan perubahan energi. Berikut ini beberapa contoh bagaimana kita menggunakan nilai Hof dalam perhitungan: Contoh: a) Menghitung Ho untuk reaksi dari kalor pembentukan standar Soal: banyak tukang masak, yang hati-hati, menyimpan natrium bikarbonat (soda kue) dalam keadaan siap karena garam ini merupakan pemadam nyala minyak atau gemuk yang baik. Produk penguraiannya membantu memadamkan nyala. Reaksi penguraian itu 2NaHCO3(s) Na2HCO3(s) + H2O (g) + CO2(g) Hitunglah Ho untuk reaksi dalam satu kilojoule dari kalor pembentukan standar pereaksi dan produk. Analisis: kita akan menggunakan persamaan yang pada hakekatnya menyatakan: Hof = (jumlah Hof produk) – (jumlah Hof pereaksi) Ini berarti kita harus menjumlahkan semua kalor yang dibebaskan atau diserap oleh pembentukan pereaksi dari unsur-unsurnya. Tetapi kita harus hati-hati mengenai satuan di sini. Kalor pembentukan adalah energi yang dikaitkan dengan pembentukan satu mol senyawa dan satuannya kJ/mol. Koefisien-koefisien dalam persamaan menyatakan jumlah mol tiap pereaksi, jadi untuk memperoleh kuantitas total energi yang disumbangkan oleh tiap zat, kita kalikan kalor pembentukan dengan koefisiennya dalam persamaan itu, seperti ditunjukkan di bawah: Jawaban: dengan menggunakan data dalam tabel kita peroleh produkproduk. 148 - 1131 Kj 1 mol NaHCO3(s) x 1 mol Na 2 HCO3(s) - 1331 kJ - 242 Kj 1 mol H 2 O (g) x - 242 kJ 1 mol H 2 O (g) - 394 Kj 1 mol CO 2 (g) x - 394 kJ 1 mol CO 2 (g) Total Hof produk-produk itu = -1767 kJ Untuk reaksi tunggal: - 947,7 kJ 2 mol NaHCO3(s) 1895 kJ 1 mol NaHCO3(s) Sekarang kita masukkan nilai-nilai itu ke dalam persamaan Ho = (jumlah Hof produk) – (jumlah Hof pereaksi) Yang dihasilkan Ho = (-1767 kJ) – ( -1895 kJ) = +128 kJ b) Menghitung Ho untuk reaksi kalor pembentukan standar Soal: Hitunglah Ho untuk reaksi 2Na2CO3(s) + 2H2O (l) 4NaOH(s) + O2(g) Berapa kilojoule kalor dibebaskan bila 25,0 g Na2O2 bereaksi menurut persamaan ini? Jawaban: kita gunakan persamaan Ho = [4Ho f NaOH(s) + Ho f O2(g)] – [2Ho f Na2O2 (s) + 2Ho fHO2(l)] Semua data tersedia dalam tabel oleh karena itu: 426,8 kJ Ho = 4 mol x 00,00 1 mol NaOH 504,6 kJ 2 mol x 1 mol Na 2 OH 2 Ho 286 kJ 2 mol x 1 mol H O(l) 2 = (-1707 kJ) – (-286 kJ) 149 = -126 kJ Untuk menghitung berapa kilojoule kalor dibebaskan oleh 25,0 g Na2O2, kita harus menyadari bahwa Ho yang kita hitung adalah energi yang dibebaskan bila 2 mol Na2O2 bereaksi. Oleh karena itu, 2 mol Na2O2 -126 kJ Massa rumus Na2O2 adalah 78,0, jadi: 1 mol Na 2 O 2 25,0 g Na 2 O 2 78,0 Na 2 O 2 126 kJ 2 mol Na 2 O 2 -20,2 kJ reaksi 25 g Na2O2 membebaskan 20,2 kJ. TABEL Kalor Pembentukan Standar Beberapa Zat pada 25oC dan 1 atm Zat Hof (kJ/mol) Al(s) 0 AlCl3(s) -704 Al2O3(s) -1676 Al2(SO4)3(s) -3441 As(s) 0 AsH3(g) +66,4 As4O6(s) -1314 As4O5(s) -925 Ba(s) 0 BaCO3(s) -1219 BaCl2(s) -860,2 Ba(OH)2 -998,22 BaSO4(s) -1465 Br2(l) 0 Br2(g) +30,9 HBr(g) -36 Ca(s) 0 CaCO3(s) -1207 CaCl2(s) -795,8 CaO(s) -635,5 Ca(OH)2(s) -986,6 Ca3(PO4)2(s) -4119 CaSO3(s) -1156 CaSO4(s) -1433 CaSO4.1/2H2O(s) -1573 CaSO4.2H2O(s) -2020 C(s) grafit 0 C(s) intan +1,88 CCl4(l) -134 CO(g) -110 CO2(g) -394 CO2(aq) -413,8 Zat HCHO2(g) (asam format) HC2H3O2(l) (asam asetat) HCHO(g) (formaldehida) CH3CHO(g) (asetaldehida) (HC3)2CO2H(l) (aseton) C6H5CO2H(s) (asam benzoat) CO(NH2)2(s) (urea) Cl2 (g) HCl(g) HCl(aq) Cr2O3(s) (NH4)2Cr2O7(s) K2Cr2O7(s) Cu(s) CuCl2(s) CuO(s) Cu2S(s) CuS(s) CuSO4(s) CuSO4.5H2O(s) F2(g) HF(g) H2(g) H2O(l) H2O(g) H2O2(l) Hof (kJ/mol) Zat -363 LiCI(s) Mg(s) -487.0 MgCl2(s) MgC2.2H2O(s) -108,6 Mg(OH)2(s) KmnO4(s) -167 MnSO4(s) N2(g) -248,1 NH3(g) -385,1 NH4CI(s) NO(g) -333,5 NO2(g) N2O(g) 0 HNO3(l) -92,5 O2(g) -167,2 O3(g) -1141 P(s, putih) -1807 P4O10(s) -2033.01 H3PO4(s) 0 K(s) -172 KCl(s) -155 SiH4(g) -79,5 SiO2(s, alfa) -53,1 Na(s) -771,4 NaF(s) -2279,7 NaCl(s) 0 NoBr(s) -271 NaI(s) 0 NaHCO3(s) -286 Na2CO3(s) -242 Na2O2(s) -187,8 NoOH(s) Hof (kJ/mol) -4U8,8 0 -641,8 -1280 -924,7 -813,4 -1064 .0 -46,0 -314,4 +90,4 +34 +81,5 -174,1 0 +143 0 -2984 -1279 0 -436,8 +33 -910,0 0 -571 -413 -360 -288 -947,7 -1131 -504,6 -426,8 150 H2CO3(aq) CS2(l) CS2 (g) CH4(g) C2H2(g) C2H4(g) C2H6(g) C3H8(g) C4H10(g) C6H6(l) CH3OH(1) C2H5OH(1) -699,65 +89,5 +117 -74,9 +227 +51,9 -84,5 -104 -126 +49.0 -238 -278 I2(s) I2(g) HI(g) Fe(s) Fe2O3(s) Fe3O4(s) Pb(s) PbO(s) PbO2(s) Pb(OH)2(s) PbSO4(s) Lis(s) 0 +62,4 +26 0 -822,2 -1118,4 0 -217,3 -277 -515,9 -920,1 0 Na2SO4(s) S(s,rombik) SO2(g) SO3(g) H2SO4(l) SnCl4(l) SnO2(s) Zn(s) ZnO(s) ZnSO4(s) -1384,49 0 -297 -396 -813,8 -511,3 -580,7 0 -348 -982,8 7. Perhitungan Energi Ikatan Energi ikat adalah energi yang diperlukan untuk mematahkan ikatan antara 2 atom menjadi atom-atom netral. Untuk molekul yang kompleks energi yang diperlukan untuk mematahkan ikatan atom-atom dalam molekul gas menjadi atom-atom gas disebut energi atominasi. Energi ikatan di bagi 2 yaitu energi disosiasi ikatan dan energi ikatan rata-rata: a. Energi disosiasi ikatan adalah perubahan entalpi yang terjadi pada pemutusan ikatan tertentu dalam suatu senyawa Misalnya: H2(g) 2H(g) HH-H = 436 kJ O2(g) O(g) + O(g) HO-O = 497,9 kJ b. Energi ikatan rata-rata adalah energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan tertentu dalam senyawa yang mengandung ikatan tersebut. Misalnya: Energi ikatan rata-rata dalam: CH4 = 414,2 kJ.mol-1 NH3 = 390,9 kJ.mol-1 Dalam menghitung energi ikatan didasarkan atas anggapan bahwa semua ikatan misalnya ikatan C – H dalam CH4 adalah identik dan energi ikatan dari ikatan tertentu tidak bergantung pada senyawa di mana ikatan tersebut ditemukan. 151 Contoh: Proses pembentukan etilena, C2H4 adalah 51,9 kJ mol-1. Struktur molekul C2H4 adalah: H H C=C H H Jika diketahui Energi ikatan C – H = 415 kJ mol-1 Hf –C(g) = 715 kJ. Mol-1 Hf –H(g) = 218 kJ. Mol-1 Hf –C2H4(g) = 51,9 kJ. Mol-1 Penyelesaian 2 C(g) + H1 2 C(s) 4H(g) H2 + H3 2H2(g) C2H4(g) Hf - Hf = H1 + H2 + H3 - H3 = Hf - - H1 - H2 H3 = {51,9 – 2(715) – 4(218)} kJ H3 = -2250,1 kJ H3 = adalah - H atomisasi C2H4(g) H atomisasi C2H4(g) = 4HC-H + HC = C HC=C = H atomisasi C2H4 - HC-H = 2250,1 kJ – 4(415) kJ = 589,1 kJ jadi energi ikat C = C dalam molekul C2H4(g) = 589,1 kJ mol-1 152 F. REVERSIBILITAS DAN SPONTANITAS Mengubah keadaan sistem dari keadaan 1 ke keadaan 2 dapat dengan pelbagai cara. Cara-cara ini disebut proses. Jika keadaan awal dan keadaan akhir sistem sudah ditentukan, maka apapun prosesnya, U selalu sama, yaitu sama dengan U2 – U1. Beberapa proses penting dalam ilmu kimia: 1. Proses isoterm Proses yang berlangsung pada suhu tetap. Cara untuk melaksanakannya ialah dengan meletakkan wadah reaksi (sistem) ke dalam termostat dengan suhu yang dikendalikan secara otomatik. 2. Proses adiabatik Pada proses ini tidak terjadi pertukaran kalor antara sistem dan lingkungan (q = 0). Keadaan ini dapat dicapai dengan cara mengisolasi sistem dengan baik. 3. Proses isobar Proses ini berlangsung pada tekanan tetap. Misalnya suatu reaksi kimia yang dikerjakan dalam gelas kimia terbuka. 4. Proses isokhor Ini merupakan proses pada volume tetap. Suatu contoh penting adalah pembakaran yang dikerjakan dalam bom kalorimeter. Pada proses yang terjadi pada volume tetap, kerja-volume sama dengan nol. Suatu proses-proses itu dapat berlangsung secara reversibel atau secara tak-reversibel. Suatu proses reversibel adalah suatu proses yang melibatkan perubahan yang sangat tak terhingga kecilnya sehingga fungsi keadaan sistem hampir tidak berbeda dengan lingkungannya. Proses reversibel biasanya berlangsung sangat lambat. Pada proses ekspansi reversibel Pint+ = Peks – dP Untuk proses kompresi reversibel 153 Pint+ = Peks – dP Di mana Pint+ = tekanan dalam Peks = tekanan luar Suatu proses yang melibatkan perubahan sehingga fungsi keadaan sistem berbeda dengan jumlah tertentu terhadap lingkungannya disebut proses irraversibel atau proses spontan , suatu proses spontan berlangsung dalam waktu singkat atau sekonyong-konyong. Suatu proses reversibel dapat balik atau dari proses kompresi reversibel dapat diubah menjadi ekspansi reversibel, sedangkan proses irreversibel tidak dapat dibalik. Perbedaan lain antara proses reversibel dengan irreversibel adalah bahwa kerja yang dilakukan terhadap sistem pada proses reversibel lebih kecil proses irreversibel antara 2 keadaan yang sama. Pada proses kompresi reversibel peks dan Pint hanya berbeda sangat tak terhingga kecilnya sehingga: Wrev = Peks dV ( Pint dP) dV = Pint dV Pada kompresi irreversibel Peks > Pint dv Wirrev = Peks dV Pint dV Wirrev > Wrev Pada kompresi isoternal reversibel suatu gas ideal, karena P eks = Pint dan P = nRT/V, maka V2 Wrev = Peks dV Wrev = nRT . V1 V2 V1 nRT dV V dV V 154 Wrev = nRT . ln V2 V1 Untuk proses kompresif irreversibel atau proses spontan dimana tekanan luar sekonyong-konyong berubah dari Peks = P1 = nRT menjadi Peks = P2 = V1 nRT tanpa perubahan yang cukup besar dalam volume sistem. Kompresi V2 terjadi dari V1 ke V2 pada tekanan tetap = Peks = P2 = nRT , sehingga kerja V2 yang dilakukan terhadap sistem: V2 V2 V2 V1 V1 V1 Wirrev = Peks dv = P2 dv = P2 dv Wirrev = P2 (V2 – V1) Pada ekspansi reversibel karena Peks = Pint, maka kerja yang dilakukan oleh sistem terhadap lingkungan: Wrev V2 = Pint dv V1 Sedangkan pada ekspansi irreversibel: Wrev V2 = Peks dv V1 Karena Peks < Pint dan V2 > V1 maka: Wirrev > Wrev Contoh soal: Dua mol gas ideal diekspansi isoternal pada suhu 27oC dari volume 1 dm3 hingga 10 dm3. Hitung kerja yang dilakukan apabila: a. Proses berlangsung secara irreversibel terhadap tekanan luar 2 atm b. Proses berlangsung secara reversibel Penyelesaian: a. Wirrev = -Peks. V = -2 dm3 x (10-1) atm = -18 dm3 atm 155 Wirrev = -1824 J Jadi kerja yang dilakukan oleh sistem = 1824 J = 1,824 kJ. b. Untuk proses ekspansi reversibel = Peks dv Wrev = nRT dv V = nRT . ln Wrev V2 V1 = -2 mol x 8,314 J.mol-1. oK-1 ln Wrev 10 1 = -11486,2 J Jadi kerja yang dilakukan sistem = 11,486 kJ. F. Hukum Kedua Termodinamika Hukum pertama termodinamika membahas batasan umum tentang sifat keadaan energi, sedangkan hukum kedua termodinamika membahas fungsi keadaan yang lain yang disebut entropi: Besarnya perubahan entropi sistem untuk suatu perubahan keadaan secara matematik dinyatakan sebagai: S = 2 1 dqrev T Perubahan entropi sistem selalu harus dihitung dari keadaan awal ke keadaan akhir dengan jalan reversibel. Tetapi entropi merupakan fungsi keadaan, meskipun besarnya perubahan entalpi S kelihatannya tergantung pada jalan yang ditempuh, namun sebenarnya tidak karena: dq rev dqirrev T T 156 Perubahan entropi akan sama dengan reversibel. Besaran dq T dq T , bila proses berlangsung inilah tergantung pada jalan yang ditempuh, bukan S. Menurut hukum kedua termodinamika: “entropi (S) adalah fungsi keadaan. Pada proses reversibel entropi alam semesta tetap, pada proses irreversibel entropi alam semesta bertambah”. 1. Perhitungan perubahan entropi Jika suatu gas ideal mengalami ekspansi reversibel isoternal dengan menyerap kalor sebesar q maka: S = = 2 1 dq rev T 1 dq rev T S = dq rev T Pada temperatur tetap, energi translasi dan energi dalam gas ideal tetap, sehingga untuk proses ekspansi isotermal: E = q + W = 0 jika ekspansi berlangsung reversibel isoternal: S nR ln V2 V1 pada proses ekspansi reversibel isoternal sistem menyerap kalor sebesar qrev, sedangkan lingkungan kehilangan kalor sebesar qrev. jadi perubahan entalpi lingkungan: S = q rev T Sehingga perubahan entalpi totalnya: Stot = Ssistem + Slingk Stot = q rev q rev =0 T T 157 Hal ini sesuai dengan hukum kedua termodinamika bahwa pada proses reversibel S alam semesta = 0 dan Sling = 0. Stot = Ssistem + Slingk S tot nR ln V2 0 V1 S tot nR ln V2 V1 Jadi entropi alam semesta bertambah. 2. Ketergantungan entropi pada temperatur Pada proses reversibel: S = dq rev T Jika proses berlangsung pada tekanan tetap qrev = n.Cp.dT dan pada volume tetap qrev = n.Cv.dT, sehingga dapat dinyatakan: S = n 2 1 CP dT T dan S = n 2 1 CV dT T (P tetap) (V tetap) Jika harga Cp dan Cv tidak tergantung temperatur: dan S nC P ln T2 T1 (P tetap) S nCV ln T2 T1 (V tetap) 3. Perubahan entropi pada reaksi kimia Karena entropi adalah fungsi keadaan, maka untuk reaksi kimia: S = Sproduk - Spereaksi Untuk reaksi secara umum: A + Bb cC + dD S = c.SC + dSD – aSA – bSB Pada keadaan standar: S- = cS-C + dS-D – aS-A – bS-B 158 Contoh: Tentukan perubahan entropi standar pada reaksi penguraian: 2NaHCO3(s) Na2HCO3(s) + CO2(g) + H2O(g) Penyelesaian S-reaksi = S-Na2HCO3(s) + S-CO2(g) + S-H2O(g) – S-NaHCO3(s) S-reaksi = (136+213,6+188,7-2 x 155) JoK-1 S-reaksi = 228 JoK-1 = 0,228 k JoK-1 4. Makna dari entropi Entropi merupakan sifat sistem yang menunjukkan ketidakteraturan dari sistem, dalam hal ketidakteraturan susunan molekul dalam ruangan serta distribusi energinya. Sistem yang mempunyai ketidakteraturan rendah mempunyai entropi yang rendah. Pada temperatur tertentu: Szat padat < Szat cair < Szat gas Jika proses terjadi secara spontan (irreversibel) berarti sistem akan berpindah ke keadaan yang kebolehjadian yang lebih tinggi merupakan ketidakeraturan yang lebih tinggi pula sehingga dapat disimpulkan bahwa: “Setiap proses spontan cenderung berlangsung ke arah tercapainya ketidakteraruran sistem yang setinggi-tingginya.” 5. Fungsi energi bebas Kriteria untuk kespontanan reaksi adalah: S > 0 proses spontan (irreversibel) S = 0 proses setimbang (reversibel) penggunaan entropi dalam kriteria kespontanan reaksi kurang praktis, karena terbatas pada sistem tersekat. Untuk sistem yang tidak tersekat harus memperhitungkan pula perubahan entropi lingkungan. Jika kriteria kespontanan dapat dinyatakan dengan sifat-sifat sistem saja, hal ini akan lebih mudah penggunaannya. AB 159 Yang berlangsung pada suhu dan tekanan tetap. Pada reaksi tersebut: Hsis = HB – HA Hsis = SB – SA Menurut hukum kedua termodinamika pada proses spontan: Stot = Ssis + Slikg > 0 Pada yang berlangsung pada suhu dan tekanan tetap: qlingk = - Hsis Sehingga: Slingk = H sis T Stot = Ssis + Stot = H sis T T S sis H sis T atau: TStot – (Hsis - TSsis) Pada setiap proses spontan S harus lebih besar nol, sehingga TS total juga harus lebih besar nol. Berarti – (Hsis - TSsis) > 0 atau Hsis - TSsis) < 0 Sehingga dapat dinyatakan bahwa pada setiap proses spontan Hsis - TSsis) > 0 Untuk itu diperlukan suatu fungsi keadaan baru yang diberi lambang G disebut energi bebas Gibs, dimana: G = H – TS Untuk proses yang berlangsung pada suhu dan tekanan tetap: G = H – TS proses akan berlangsung spontan jika G < 0 sehingga setiap proses spontan pada suhu dan tekanan tetap selalu disertai dengan penurunan energi bebas sistem. 160 Selanjutnya pengauh H, S dan suhu terhadap kespontanan reaksi dapat diringkas sebagai berikut: H S Kospontanan proses - + Spontan pada setiap temperatur + - Tidak spontan dengan tidak tergantung pada temperatur + + Spontan hanya pada temperatur tinggi - - Spontan hanya pada temperatur rendah 6. G sebagai kerja berguna Maksimum Suatu sistem yang mengalami perubahan keadaan dapat menghasilkan kerja. Ada dua macam kerja yaitu kerja yang berguna, Wb, misalnya kerja listrik, kerja mekanik dan kerja tak berguna. Wrb, misalnya kerja volume. Pada proses reversibel kerja yang dihasilkan merupakan kerja maksimum, Wmaks. Wmaks = Wbmaks + Wbtmaks Jika proses berlangsung reversibel Wmaks = U – qrev Pada suhu dan tekanan tetap U = H - PV = H – Wtbmaks Karena qrev = TS maka: Wmaks = H – TS + Wtbmak = G + Wtbmak atau G = Wmaks – Wtbmaks G = Wbmaks Jadi G merupakan kerja berguna maksimum yang dapat dihasilkan pada proses yang berlangsung pada temperatur dan tekanan tetap. 7. Perhitungan perubahan energi bebas a. Perhitungan berdasarkan persamaan: 161 G = H – TS Misal pada reaksi CaO(s) + CO2(g) CaCO3(g) Yang berlangsung pada temperatur 25oC dan tekanan 1 atm. H-298 = -178,3 kJ H-298 = -160,5 kJ oK-1 Maka G- = H- – TSG- = -178,3 – 298 (-160,5) x 10-3 G- = -130,5 kJ b. Perhitungan berdasarkan G-f Untuk reaksi secara umum: AA + bB cC + dD G- = cG-fC + dG-fD - aG-fA - bG-fB contoh: CaO(s) + CO2(g) CaCO3(g) G- = G-f CaCO3(s) - G-f CaCO(s) - G-fCO2(g) G- = -1128,8 – (-604) – (-394,4) kJ G- = -130,4 kJ 162 DAFTAR ISI BAB I . MATERI DAN ENERGI…………………………………………….. 1 BAB II. STRUKTUR ATOM ………………………………………………… 13 BAB III. SISTEM PERIODIK ……………………………………………….. 29 BAB IV. IKATAN KIMIA DAN STRUKTUR MOLEKUL ………………… 67 BAB V. STOKIOMETRI …………………………………………………….. 92 BAB VI. GAS ………………………………………………………………….112 BAB VII. TERMODINAMIKA ……………………………………………….126 BAB VIII. KESETIMBANGAN KIMIA ……………………………………..163 163