sosiologi kesehatan - Keluarga IKMA FKMUA 2010

advertisement
SOSIOLOGI KESEHATAN
Semester 4
Oedojo Soedirham
Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
FKM-UA
1
TOPIK KULIAH
• Pengantar: Sosiologi Kesehatan & Kesehatan
Masyarakat
• Individu dan konsep sehat-sakit
• Biology, teknologi dan kesehatan
• Kelompok, organisasi dan kesehatan
• Determinan sosial kesehatan
• Konstruksi sosial sakit
• Masa depan sehat, sakit dan penyembuhan
2
Pengantar: Sosiologi Kesehatan &
Kesehatan Masyarakat
• Sosiologi Kesehatan merupakan salah satu dari
sekian banyak sub-disiplin dari Sosiologi
• Sub-disiplin yg lain misalnya: Sosiologi Keluarga,
Sosiologi Organisasi, Sosiologi Pedesaan,
Sosiologi Perkotaan, Sosiologi Perkotaan,
Sosiologi Industri, Sosiologi Perubahan Sosial, dan
banyak lagi.lah satu dari sekian ba
• Sub-disiplin2 tersebut dikembangkan dari topik 2
bahasan dalam Sosiologi yang pada dasarnya
sudah baku.
3
• Hampir sepanjang setengah abad ke 20, persoalan-persoalan
berkaitan dengan sehat, penyembuhan, dan sakit terutama
dilihat di dalam ranah para dokter, para praktisi pelayanan
kesehatan lainnya, dan para ahli dalam ilmu-ilmu kimia dan
biologi. Tidak kedokteran maupun sosiologi saling memberi
banyak perhatian satu dengan lainnya. Hal itu telah berubah
secara dramatis dalam empat dasa warsa terakhir seiring dengan
jalur keduanya semakin menyatu.
• Sub disiplin ini membahas tentang kesehatan, penyembuhan,
dan kesakitan – sebuah sub-disiplin sosiologi yang secara umum
dimaksudkan atau pada awalnya disebut sebagai sosiologi
kedokteran (medical sociology).
4
• Berbagai definisi sosiologi kesehatan secara
khusus mengambil satu dari dua pendekatan.
Beberapa di antaranya menggunakan
perspektif yang luas dan mencoba untuk
mengidentifikasi bermacam kategori utama
penelitian di bidang ini. Misalnya, Ruderman
(1981) mendefinisikan sosiologi kesehatan
sebagai “the study of health care as it is
institutionalized in a society, and of health, or
illness, and its relationship to social factors.”
5
• Definisi lain secara sederhana hanya mencoba
menggambarkan berbagai topik penting. Satu
contoh adalah definisi yang berikut dibuat
oleh Komisi Sertifikasi Sosiologi Kesehatan
(1986) dari Asosiasi Sosiologi Amerika
(American Sociological Association = ASA).
6
• Sosiologi kesehatan adalah sub-bidang yang menerapkan perspektif,
konsep, teori, dan metodologi sosiologi pada fenomena yang berkaitan
dengan kesehatan manusia dan penyakit. Sebagai satu spesialisasi,
sosiologi kesehatan mencakup satu kumpulan pengetahuan yang
menempatkan kesehatan dan penyakit dalam suatu konteks sosial,
budaya, dan perilaku. Termasuk dalam subyek ini adalah deskripsi dan
keterangan atau teori yang berhubungan dengan distribusi penyakit
diantara berbagai kelompok populasi, perilaku atau tindakan yang
dilakukan oleh individu untuk mempertahankan, meningkatkan, atau
memulihkan kesehatan atau menanggulangi terhadap kesakitan, penyakit,
kecacatan; sikap dan kepercayaan orang tentang kesehatan, penyakit,
kecacatan, dan pemberi pelayanan medis dan organisasinya; pekerjaan
medis atau profesi dan organisasinya, keuangan, dan jasa pelayanan
kesehatan; kedokteran sebagai institusi sosial dan hubungannya dengan
institusi sosial yang lain; nilai budaya dan respon sosial berkenaan dengan
kesehatan, kesakitan, dan kecacatan; dan peran faktor sosial dalam
etiologi penyakit, khususnya gangguan fungsional dan emosi dan apa yang
sekarang disebut penyakit yang berhubungan dengan stres.
7
• Kedua definisi tersebut membuat jelas bahwa
fokus sosiologi kesehatan lebih luas ketimbang
“kedokteran” saja. Hal tersebut diperkuat
dengan pendapat Sol Levin (1987) yang
mengatakan bahwa bidang sosiologi kesehatan
merupakan arena yang amat luas dan menarik di
mana seseorang dapat mengikuti rentang minat
yang luas di bidang ini, mulai dari psikologi sosial
dan epidemiologi sosial sampai pada kebijakan
kesehatan, gerakan sosial, dan sosiologi politik.
8
• Orang yang sering disebut sebagai tokoh kunci sejarah yang
membangun jalan untuk sosiologi kesehatan adalah Rudolf Virchow,
dokter terkenal pada pertengahan abad ke 19 (dan pendiri patologi
modern).
• Virchow mengidentifikasi kondisi sosial dan ekonomi sebagai
penyebab utama epidemi penyakit demam typhoid pada tahun
1847 dan mengadakan lobi untuk memperbaiki kondisi kehdupan
bagi orang miskin sebagai teknik pencegahan yang utama. Dengan
membantah paham reduksi biomedis (biomedical reductionism) –
usaha untuk mereduksi setiap penyakit dan sakit karena penyebab
biologis -- Virchow berpendapat bahwa kedokteran adalah sebagian
dari ilmu sosial yang perlu mempertimbangkan pengaruh struktur
sosial dalam menciptakan sehat dan sakit.
9
• Pendekatan Teoritis Berdasar-Sosiologi
• Tiga pendekatan teoritis telah mendominasi
bidang sosiologi. Pendekatan-pendekatan
tersebut adalah gambaran fundamental
masyarakat yang mengarahkan pemikiran
sosiologis (Ritzer, 1983). Masing-masing
secara singkat akan dipresentasikan di sini.
10
• Fungsionalisme
• Gambaran para fungsionalis tentang masyarakat adalah
merupakan suatu sistem (struktur) dengan bagian-bagian
yang saling tergantung satu dengan yang lain (misalnya,
keluarga, ekonomi, dan kedokteran) yang bekerja bersama
untuk menghasilkan stabilitas relatif. Masing-masing
bagian diasumsikan mempunyai konsekuensi positif (atau
fungsi) dan dapat mempunyai konsekuensi negatif
(disfungsi) bagi masyarakat secara keseluruhan. Jika tiap
bagian bekerja sebagaimana mestinya, akan hidup suatu
masyarakat yang stabil dan harmonis secara relatif. Dengan
gambaran masyarakat semacam ini, kaum fungsionalis
mahir dalam mengidentifikasi integrasi efektif bagianbagian masyarakat.
11
• Teori Konflik
• Teori Konflik memandang masyarakat sebagai suatu sistem yang
sebagian besar didominasi oleh ketimpangan sosial (social
inequality) dan konflik sosial (social conflict). Masyarakat
dipandang sebagai mahluk dalam keadaan berubah yang
konstan, ditandai dengan ketidaksetujuan atas tujuan dan nilai,
kompetisi diantara kelompok dengan jumlah kekuasaan yang tak
seimbang dan permusuhan. Teori Konflik memahami apapun
tatanan sosial yang ada (exist) diatur oleh kelompok yang paling
kuat, ketimbang berdasarkan nilai konsensus seperti yang
diimpikan oleh kaum fungsionalis.
12
• (Simbolik) Interaksionisme
• Sementara fungsionalisme dan teori konflik
memandang nasyarakat dari perspektif makro
(menguji masyarakat secara keseluruhan), kaum
interaksionis berfokus pada skala-kecil, interaksi
sehari-hari diantara orang. Masyarakat
dipandang sebagai hasil akhir darri sejumlah
episod yang tak terbatas dari interaksi setiap hari
di mana individu menginterpretasikan pesanpesan sosial dan mendasarkan respon mereka
pada interpretasi ini.
13
Individu dan konsep sehat-sakit
• Meskipun bentuk secara tulisan belum muncul sampai
antara 4000 dan 3000 sebelum lahirnya Nabi Isa, ahliahli paleontologi telah menggunakan sisa-sisa tubuh
manusia seperti gigi dan tulang dan mummie, yang
juga karya seni, untuk mempelajari penyakit awal dan
pengobatannya. Mereka mengerti bahwa penyakit dan
kecelakaan telah berumur setua peradaban manusia
dan keberadaan bakteri dan virus adalah jauh lebih
dulu adanya. Terdapat bukti-bukti tumor, patah tulang,
penyakit parasit, arthritis, osteomyelitis, dan caries gigi
yang lebih tua dari komunikasi secara tertulis.
14
• Bagaimana manusia-manusia pertama mentafsirkan
malapetaka medis tersebut?
• Manusia primitif, memperhatikan timbulnya matahari dan
bulan, perkembangan musim, kelahiran, pertumbuhan, dan
kematian tanaman yang tak terelakkan, binatang, dan
manusia, tidak perlu terlalu lama sampai pada perkiraan
bahwa fenomena-fenomena tersebut tidak terjadi karena
kebetulan … kelihatannya logis untuk memperkirakan
bahwa mereka diatur oleh dewa atau dewa-dewa yang
sangat berkuasa, dan dengan logika yang sama adalah
kepercayaan bahwa keberuntungan dan kemalangan adalah
tanda dari kesenangan atau ketidak senangan dewa (Camp,
1977).
15
• Sistem Kepercayaan Supernatural
• Penjelasan supernatural dari penyakit atau “magico-religious”
berkembang ke dalam sistem kepercayaan yang kompleks. Penyakit
disebabkan oleh intervensi langsung tuhan atau roh atau melalui
ahli sihir atau melalui gangguan dari beberapa benda asing ke
dalam tubuh. “Benda” tersebut dapat berupa roh atau setan atau
bahkan sesuatu yang lebih nyata seperti misalnya sebuah batu atau
batu kerikil. Manusia-manusia awal menggunakan beberapa
prosedur peramalan (misalnya melalui pembacaan gelas kaca atau
kesurupan) untuk membaca kehendak dari kekuatan supernatural
tersebut.
16
•
•
Sekali diagnosis dibuat, penyembuhan yang konsisten dengan penyebab
penyakit dilakukan. Upacara keagamaan seperti berdoa, mantra-mantra
magis, dan pengusiran setan (exorcisme) digunakan jika penyebab penyakit
dilacak sampai ke kekuatan-keuatan supernatural, dan lebih pada sarana fisik
termasuk prosedur “menghisap”, merangsang munth buatan, dan
“mengeluarkan darah” (mengeluarkan darah dari tubuh untuk mengeluarkan
keberadaan benda asing atau untuk mendistribusikan kembali darah; sebuah
praktek yang hidup selama berabad-abad) digunakan di dalam kasus-kasus
masuknya benda-benda.
Prosedur yang dipakai yang paling menakjubkan adalah trephinasi kepala –
menggunakan batu yang dipertajam untuk melubangi batok kepala. Tujuan
pastinya tidak diketahui, tetapi banyak yang percaya hal tersebut untuk
melepaskan roh jahat. Ukuran lubang tersebut bervariasi dan juga bentuknya
tergantung pada diagnosis yang dibuat. Studi-studi fosil menunjukkan bahwa
banyak pasien yang tetap hidup dari pembedahan tersebut, dan beberapa
diantaranya mendapatkan tambahan trephinasi sekian tahun dari yang
pertama.
17
• Seiring dengan perkembangan peradaban
manusia, yg juga perkembangan ilmu
pengetahuan, maka diketahui bahwa sakit
disebabkan oleh adanya jazad renik
(micoorganisme). Konsekuensi logisnya
adalah bahwa untuk menyembuhkan si sakit
tidak dibutuhkan mantra-2 lagi namun
‘sesuatu’ yang lebih nyata. ‘Sesuatu’ tersebut
kemudian dikenal dengan nama antibiotik.
18
• Munculnya Kesehatan Masyarakat dan
Kedokteran Pencegahan. Abad ke 18 juga
menyaksikan kembalinya minat dalam kesehatan
masyarakat. Perhatian pada waktu itu difokuskan
pada kondisi tidak bersih (unsanitory) yang ada
pada industri, angkatan perang, rumah tahanan,
dan rumah sakit. Kurangnya kebersihan
masyarakat di kota-kota dan suplai air yang
terkontaminasi dilihat sebagai ancaman yang
bermakna pada kesehatan. Individu didorong
untuk lebih merawat kebersihan perorangan.
19
• Penyelesaian yang paling terkemuka pada gerakan ini
adalah penemuan usaha pencegahan yang efektif
melawan cacar (smallpox), sebuah penyakit penyebab
utama kematian di antara anak-anak. Edward Jenner
91749-1823) seorang dokter desa di Inggris mendengar
bahwa pemerah susu yang terinfeksi oleh cowpox
mempunyai kekbalan terhadap smallpox. Melalui
percobaan (pada manusia), Jenner menunjukkan
bahwa orang yang diinokulasi dengan cowpox
(vaccinated) tidak akan terkena penyakit tersebut.
Meskipun pada awalnya dihormati dengan kecurigaan,
hal itu merupakan tanda peristiwa pada sejarah
kedokteran pencegahan (Ackernecht, 1982).
20
Biologi, Teknologi dan Kesehatan
• Perkembangan teknologi – penerapan praktis ilmu pengetahuan
dan bentuk lain pengetahuan – adalah perangsang utama
perubahan sosial dalam kebanyakan masyarakat modern.
Kebudayaan Barat menganut sistem kepercayaan yang
memprioritaskan “rationalitas teknik” – suatu pendapat bahwa
“pada dasarnya semua masalah dianggap dapat diurus dengan
solusi tehnik, dan rationalitas (kelayakan, hal yang masuk akal,
bukti) dapat ditegakkan hanya melalui sarana pengetahuan
menggunakan kriteria pengetahuan. Akan tetapi, banyak ilmuwan
sosial percaya bahwa tehnologi tidak hanya dipengaruhi oleh nilai
budaya tetapi sebaliknya mempunyai suatu efek yang kuat dan
menentukan pada budaya dan struktur sosial – suatu teori yang
dikenal sebagai technological determinism.
21
• Pada waktu ini sistem pelayanan kesehatan
menggambarkan kecepatan yang tinggi pembaruan
teknologi dalam beberapa dekade terakhir. Rumah sakit
dan ruang praktek dokter berisi alat-alat yang canggih dan
tenaga yang dilatih khusus untuk mengoperasikan alat-alat
tersebut. Keuntungan dari kemajuan tehnologi pelayanan
kesehatan adalah jelas: diagnosis yang lebih akurat dan
cepat, bantuan pengobatan yang efektiv, dan meningkatkan
umur harapan hidup. Akan tetapi, ada juga konsekuensi
negatif dari pembaruan teknologi, meliputi peningkatan
biaya, ketidak seimbangan dalam mengakses, “kemajuan”
teknologi yang gagal (misalnya, jantung buatan dan
thalidomide), dan kesukaran dalam isu-isu etika.
22
• Para penganjur memandang perkembangan teknologi sebagai satu
sarana bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dan untuk
menciptakan satu kehidupan yang lebih baik bagi warganya.
Kebutuhan bagi sarana penyimpanan dan memproses informasi
yang lebih baik menghasilkan revolusi komputer. Kebutuhan akan
teknik mempersiapkan makanan yang lebih cepat bagi keluarga
yang sibuk menghasilkan oven microwave. Kantung udara mobil
adalah pembaruan keselamatan dalam masyarakat di mana beriburibu orang meninggal setiap tahunnya dalam kecelakaan lalu lintas.
Menurut pandangan ini (kadangkala disebut sebagai pandangan
utopia), masyarakat mengontrol pengenalan teknologi baru;
kemajuan teknologi berlanjut karena mereka menguntungkan bagi
masyarakat.
23
• Akan tetapi, yang lain menaruh perhatian bahwa
teknologi juga menciptakan masalah (pandangan
distopia). Mereka mengkritik masyarakat modern
(khususnya Amerika Serikat) bagi kegagalan untuk
secara sistematis mengukur teknologi potensial agar
supaya menentukan apakah mereka seharusnya dicari.
Sebaliknya, masyarakat kita dikatakan akan dikontrol
oleh technological imperative – ide bahwa “jika kita
mempunyai kemampuan teknologi mengerjakan
sesuatu, maka kita seharusnyan mengerjakannya.
…[ini] termasuk bahwa tindakan di dalam bentuk
penggunaan teknologi yang tersedia adalah selalu
dapat lebih disukai untuk kelambanan.”
24
• TEKNOLOGI PELAYANAN KESEHATAN
• Kemajuan dalam teknologi pelayanan
kesehatan telah terjadi sepanjang abad ke 20,
tetapi kecepatan perkembangan dalam
beberapa dekade terakhir sangat fenomenal.
Bronzino, Smith, dan Wade (1990)
mengidentifikasi kunci kemajuan selama
tahun-tahun ini sebagai berikut:
25
1. Teknologi jantung.
• Pembaharuan penting meliputi pacu jantung, yang dapat mengirimkan dan
menggiatkan aktivitas listrik jantung (lebih dari satu setengah juta telah
ditanamkan di Amerika Serikat); defibrilator, yang mempertahankan irama dan
kontraksi jantung, untuk menghindari serangan jantung dan transplantasi
jantung.
2. Perawatan kedokteran darurat. Kemajuan yang signifikan telah dibawa dalam
mengendalikan pasien penderita kardiopulmoner ICU (yang kapasitas jantung
dan paru-parunya tidak memadai). Diperkirakan 20 persen dari pasien semua
rumah sakit memerlukan beberapa macam terapi pernafasan untuk
pernafasan bantuan, termasuk diantaranya pengaturan oksigen pada pasien
yang tidak dapat menjaga kadar oksigen dalam darahnya dengan baik;
melakukan terapi fisik untuk membuang skresi dan mukosa dalam paru-paru;
serta ventilasi mekanis untuk pasien yang tidak bisa bernafas sendiri.
26
3. Medical imaging. Teknologi non-invasif
seperti misalnya pengobatan nuklir,
ultrasonografi, computer tomografi (CT) dan
resonansi magnetik (MRI).
4. Pelayanan kesehatan komputer. Komputer
telah dipergunakan di seluruh pusat
perawatan kesehatan – dalam laboratorium
klinis, instrumentasi, pembuatan data base
pasien dan sistem penunjang diagnosa.
27
• Implikasi Sosial Kemajuan Teknologi Kesehatan
• Ahli sosiologi dan pakar ilmu sosial lainnya telah
menyebutkan setidaknya lima implikasi sosial kemajuan
teknologi kesehatan ini.
• Pertama, kemajuan teknologi di bidang kesehatan
menciptakan pilihan yang beragam bagi perorangan dan
juga masyarakat. Hal ini mencakup penggunaan petugas
gawat darurat yang makin canggih, berikut perangkatnya
untuk mempertahankan dan menyelamatkan hidup
seseorang seperti pada kasus jantung, pembedahan bypass (dimana pembuluh arteri jantung yang tersumabt
dapat digantikan dengan pembuluh arteri yang diambil dari
betis); dan prokreasi melalui penggunaan beberapa bentuk
teknologi masyarakat.
28
• Kedua, kemajuan teknologi di bidang kesehatan ini
membatasi hubungan antar manusia. Eksistensi
perangkat teknologi yang mampu memepertahankan
kehidupan sesudahnya akan menyebabkan kita
kehilangan kehangatan hubungan antar sesam
manusia. Hal ini telah tersebar lama di seluruh negeri
dan banyak menimbulkan kesulitan bagi keluarga
pasien dalam mengambil keputusan, karena mereka
sendiri banyak yang tidak dikenal. Dokter dan petugas
kesehatan lainnya mengangap pilihan itu sebagai
persetujuan atau DNR dan mendorong anggota
keluarga dalam pembahasan tentangnya.
29
• Ketiga, kemajuan teknologi kedokteran
bedampak pada sistem pelayanan keshatan
secara keselurruhan. Misalnya, teknologi menjadi
salah satu dari daya rangsang terpenting dalam
kenaikan biaya kesehatan yang amat cepat ini di
Amerika Serikat. Diperkirakan sekitar separuh
dari inflasi pelayanan kesehatan disebabkan oleh
teknologi baru. Sedang lebih dari sepertiga uang
dianggarkan pada pelayanan rumah sakit di
Amerika Serikat di tahun 1990 adalah untuk
prosedur yang dikembangkan sejak tahun 1975
(misalnya, CT scan, transplantasi dan penaman).
30
• Keempat, kemajuan teknologi kesehatan
merangsang klarifikasi pemikiran terhadap nilai.
Pengobatan makin meningkatkan pemikiran
daripada individu dalam mengkonfrontasikan
pertanyaan nilai provokatif tentang hidup dan
mati.
• Human Genome Project adalah contoh kemajuan
teknologi yang menimbulkan pertanyaan di mana
individu dan sosial memerlukan klarifikasi nilai.
31
• Kelima, kemajuan teknologi pelayanan kesehatan
menimbulkan pertanyaan tentang kebijakan sosial.
Tentu saja, isu yang memunculkan pertanyaan sulit
nagi individu. Menurut sejarahnya, kritik telah
berdatangan bahwa pihak legislatif dan pengadilan
telah membentuk kebijakan yang terkait dengan isu
etika dalam pelayanan sebelum klarifikasi nilai individu
dan debat umum. Hal ini mengalami perubahan
karena isu-isu tersebut makin rumit saja keadaannya.
• Contoh kemajuan teknologi kesehatan yang
mendorong pemahaman kebijakan terjadi dengan
transplantasi jaringan janin.
32
Kelompok, Organisasi dan Kesehatan
• Dalam sosiologi, sebuah kelompok biasanya didefinisikan sebagai
sejumlah orang yang mengenal dan berinteraksi satu sama lain. Ini
dalah definisi yang sangat luas, karena bisa mencakup kelompok
dari segala jumlah anggota, dari anggota kelompok 2 (dyads)
sampai masyarakat luas. Sementara sebuah kelompok (agregat)
terdiri hanya serjumlah orang, sebuah kelompok dalam sosiologi
menunjukkan kohesivnes pada tingkatan yang lebih besar. Aspek-2
yang mungkin dirasakan bersama mencakup minat, nilai-nilai, latar
belakang etnik/bahasa, dan kerabat. Satu cara untuk menentukan
apakah sekumpulan orang itu dapat dianggap kelompok adalah jika
orang-2 yang ada dalam kumpulan tersebut menggunakan kata
“kita”, penggunaan “kita” merujuk pada sekumpulan orang
seringkali mengatakan tidak langsung bahwa sekumpulan tadi
berpikir dirinya sendiri sebagai sebuah kelompok. Contoh
kelompok: keluarga, perusahaan, kolega, dan teman, klub, dsb.
33
• Dalam sosiologi dibedakan antara 2 jenis
kelompok berdasarkan karakteristiknya.
Kelompok primer (Primary group) secara khas
jumlah anggotanya sedikit tetapi hubungannya
dekat, personal, dan awet. Kelompok ini ditandai
dengan saling perhatian satu dengan yang lain,
saling berbagi kegiatan dan budaya, dan saling
bersama sejak lama. Tujuan kelompok primer ini
sebenarnya adalah hubungan itu sendiri
ketimbang mendapatkan maksud lainnya.
Keluarga dan teman dekat adalah contoh dari
kelompok primer.
34
• Kelompok sekunder (Secondary groups) adalah
kelompok besar yang hubungannya kurang personal
dan orientasinya pada tujuan. Beberapa kelompok
sekunder dapat bertahan sampai lama, meskipun
kebanyakan hanya sebentar saja. Kelompok seperti itu
juga mulai dan mengakhiri dengan sangat sedikit
pengaruhnya pada kehidupan orang-2 yang terlibat.
Orang dalam kelompok sekunder berinteraksi pada
tingkat personal yang kurang ketimbang kelompok
primer.
• Contoh kelompok sekunder: teman sekelas, tim
olahraga, teman kerja.
35
Organisasi
• Organisasi (definisi sosiologis): sekelompok besar
manusia yang terorganisir secara formal dengan
maksud mendapatkan sesuatu tujuan.
• An organization is defined by the elements that are
part of it (who belongs to the organization and who
does not?), its communication (which elements
communicate and how do they communicate?), its
autonomy (which changes are executed autonomously
by the organization or its elements?), and its rules of
action compared to outside events (what causes an
organization to act as a collective actor?).
36
• Masalah kesehatan dikaitkan dg kelompok dan
organisasi sangatlah kompleks. Mengapa?
Karena konsep ke-tiganya pun cukup kompleks.
• Misalnya: konsep sehat sampai sekarang masih
multitafsir. Tidak mudah memahami konsep
‘sehat’ nya WHO.
• Konsep ‘kelompok’ pun tidak mudah untuk
difahami. Apa manafaat kita mengetahui adanya
kelompok-2 di masyarakat?
37
• Kelompok-2 di masyarakat dapat membantu
kelancaran program-2 kesehatan yang
dibawakan oleh tenaga kesehatan, namun bisa
juga menghambat program. Jadi kita
seharusnya jeli dan cerdas menyikapi adanya
kelompok-2 tersebut.
38
DETERMINAN SOSIAL KESEHATAN
(SOCIAL DETERMINANTS OF HEALTH)
DEFINISI
“social determinants of health” adalah kondisi
yang mempengaruhi kesehatan seseorang, mulai
dari lahir, tumbuh, bekerja, dan menjadi tua,
termasuk didalamnya sistem kesehatan.
(The social determinants of health are the
conditions in which people are born, grow, live,
work and age, including the health system.)
39
BACKGROUND
• These circumstances are shaped by the
distribution of money, power and resources at
global, national and local levels, which are
themselves influenced by policy choices.
• The social determinants of health are mostly
responsible for health inequities - the unfair and
avoidable differences in health status seen within
and between countries.
• (“Reducing health inequities through action on
the social determinants of health”), resolution
WHA 62.14
40
• Responding to increasing concern about these persisting
and widening inequities, WHO established the Commission
on Social Determinants of Health (CSDH) in 2005 to provide
advice on how to reduce them. The Commission's final
report was launched in August 2008, and contained three
overarching recommendations: and contained three
overarching recommendations:
1. improve daily living conditions
2. tackle the inequitable distribution of power, money,
and resources
3. measure and understand the problem and assess
the impact of action
41
• Closing the gap in a generation: Health equity through
action on the social determinants of health
Social justice is a matter of life and death. It affects the
way people live, their consequent chance of illness,
and their risk of premature death. We watch in wonder
as life expectancy and good health continue to increase
in parts of the world and in alarm as they fail to
improve in others.
• (Commission on Social Determinants of Health - final
report)
42
 Merupakan mandat dari Resolusi WHA.62.14 ( tahun 2009)
(Reducing Health Inequities through Action on the Social
Determinants of health) agar DG- WHO :
 “ to Convene a global event, with the assistance of Member States,
before Sixty-fifth WHA in order to discuss renewed plans for
addressing the alarming trends of health inequities through
addressing social determinant of health”
 Merupakan inisiatif Pemerintah Brasil
 Diharapkan semua negara melaksanakan karena tidak mungkin lagi
kesehatan bekerja sendiri
 Hasilnya Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan
 Ditingkat Regional WHO mengadakan pertemuan di New Delhi
43
Variables/Condition related to Health
1. The ‘social gradient’
2. Stress
3. Social exclusion
4. Early life
5. Stress at work
6. Unemployment and job insecurity
7. Social support
8. Addiction
9. Food
10. Transport
44
Social Construction of Illness
• The Origins of Social Constructionism
– There are multiple intellectual roots of a social
constructionist approach to illness. Some of the
basic building blocks are evident in the writings of
early sociological thinkers (e.g., Emile Durkheim,
Karl Mannheim, and W. I. Thomas), but we will
start the story in the 1960s with the more direct
predecessors of, and early contributors to, the
social construction of illness.
45
– One of the most important intellectual foundations of
the social construction of illness is social problems
theory and research from the 1960s and 1970s.
Distancing themselves from positivist interpretations,
scholars in this tradition asserted that what comes to
be identified as deviant behavior or a social problem is
not “given,” but rather is conferred within a particular
social context and in response to successful “claimsmaking” and “moral entrepreneurialism” by social
groups (Becker 1963; Gusfield 1967, 1975; Spector
and Kitsuse 1977).
46
– Symbolic interactionism and phenomenology—two
popular and overlapping intellectual trends in sociology in
the 1960s—also significantly contributed to a social
constructionist approach to illness. Erving Goffman’s
(1961, 1963) early work helped to shape the symbolic
interactionist tradition. Through his conceptualization of
the “moral career,” Goffman spoke to the social
experiences of patienthood, as distinct from any biological
condition that may (or may not) launch such a career.
According to Goffman and other symbolic interactionists,
individuals actively participate in the construction of their
own social worlds, including the construction of selfhood,
via ongoing social interaction (Blumer 1969).
47
– Eliot Freidson’s (1970) paradigm-shifting book,
Profession of Medicine, also laid important
groundwork for the social construction of illness
approach. In the latter part of the book, in a section
titled “The Social Construction of Illness,” Freidson
(1970) explains how illnesses have consequences
independent from any biological effects:
• [W]hen a physician diagnoses a human’s condition as illness,
he [sic] changes the man’s [sic] behavior by diagnosis; a
social state is added to a biophysiological state by assigning
the meaning of illness to disease. It is in this sense that the
physicians creates illness . . . and that illness is . . .
analytically and empirically distinct from mere disease. (p.
223)
48
• Key Findings of Social Constructionism
– Cultural Meanings of Illness
• Illnesses have both biomedical and experiential
dimensions. Although often unnoticed or taken for
granted, certain illnesses have particular social or
cultural meanings attributed to them.
49
– Policy Implications of the Cultural Meaning of
Illness
• As we have noted, certain illnesses come to have
cultural meanings that are not reducible to biology, and
these cultural meanings further burden the afflicted. At
a general level, insights from this line of research
suggest a shift in emphasis away from an exclusive
focus on biomedically fixing individuals and toward
changing the social and cultural context that gives
particular illnesses their negative meaning.
50
• For example, there are policy implications of both
stigmatized illness and contested illness. Stigmatized
illness can make an illness much more difficult to treat
and manage. For example, if an illness such as epilepsy
or HIV/AIDS has a powerful stigma, it can make people
less likely to seek treatment for fear of being
mistreated by health care providers and publicly
associated with a tainted condition.
51
Masa depan sehat, sakit dan
penyembuhan
• Mencermati materi yang dibahas sebelumnya, maka sangatlah
tepat kalau dikatakan bahwa pembahasan tentang sehat, sakit dan
penyembuhan baik itu dari sisi akademik maupun praktis yang
berupa kebijakan di masa depan perlu pemikiran ‘lintas batas’
keilmuan dengan segala macam paradigma yang melandasinya.
• Jelas bahwa sebagai konsekuensi pemikiran bahwa manusia itu
tidak hanya mahluk biologis namun juga mahluk sosial maka
pemikiran tersebut di atas sangatlah relevan.
• Masalahnya hanya pada titik tekan di mana kegiatan, baik ilmiah
maupun praktek, dilakukan.
• Denga adanya saling pengertian diantara para ilmuwan di masing-2
bidang dan juga para praktisi maka diharapkan persoalan-2
kesehatan dapat diselesaikan dengan lebih optimal.
52
SELAMAT BELAJAR
53
Download