sel plasma, manifes

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Myeloma Multipel adalah diskrasia sel plasma neoplasma berasal dari satu
klon (monoclonal) sel plasma, manifestasinya adalah proliferasi sel plasma imatur
dan matur dalam sumsum tulang. Konsekuensi klinis sel plasma abnormal mencakup
kerusakan tulang dan penggantian unsur sumsum tulang normal, menyebabkan
anemia, trombositopenia, dan leucopenia perubahan system imun, dengan resiko
mendapat infeksi meningkat, abnormalitas hemostatik dengan manifestasi perdarahan
dan kriglobunemia dan hiperviskositos yang terkait dengan protein plasma komponen
M (Baldy, 2006).
Multiple myeloma keganasan sel B dari sel plasma yang produksi protein
immunoglobulin monoclonal. Hal ini ditandai dengan adanya proferasi clone dari sel
plasma yang ganas pada sumsum tulang, protein monoclonal pada darah dan urin dan
berkaitan disfungsi organ. Proliferasi berlebihan dalam sumsum tulang menyebabkan
matriks tulang terdestruksi dan produksi imunoglobin abnormal dalam jumlah besar
(Otto, 2005).
Multiple myeloma merupakan keganasan sel plasma yang jarang terjadi hanya
1% dari seluruh keganasan hematogis. Penyakit ini menyerang pria dan wanita dan
biasanya ditemukan pada usia diatas 40 tahun dan puncak insiden pada usia 60 tahun
memiliki morbiditas dan mortilitas yang tinggi (Tadjoedin, 2011).
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Anatomi dan Fisiologi
Lokasi predominan multiple myeloma mencakup tulang-tulang seperti
vertebra, costa, calvaria, pelvis, dan femur. Awal pembentukan tulang terjadi bagian
tengah dari suatu tulang, bagian ini disebut pusat-pusat penulangan primer. Sesudah
itu tampak pada satu atau kedua ujung-ujungnya yang disebut pusat-pusat penulangan
sekunder (Besa, 2011).
Gambar 1. Anatomi tulang
Bagian-bagian dari perkembangan tulang panjang adalah sebagai berikut: (guyton,
2009).
1. Diafisis
Diafisis merupakan bagian dari tulang panjang dibentuk oleh pusat penulangan
primer, dan merupakan korpus dari tulang
2. Metafisis
Metafisis bagian tulang yang melebar didekat ujung akhir batang (diafisis)
3. Lempeng epifisis
Lempengan epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak
yang akan menghilang pada tulang dewasa.
4. Epifisis
Epifis dibentuk oleh pusat-pusat penulangan sekunder
2
Gambar 2. perkembangan tulang Dikutip dari (Baron, 2011)
Secara Makroskopis tulang terdiri dari dua bagian yaitu pars spongiosa
(jaringan berongga) dan pars kompakta (bagian yang berupa jaringan padat).
Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum), lapis tipis jaringan ikat
(endosteum) melapisi rongga sumsum dan meluas kedalam kanakuli tulang kompak.
Berdasarkan bentuknya, tulang-tulang tersebut dikelompokan menjadi:
1. Ossa longa (tulang panjang) tulang yang ukurannya panjangnya terbesar,
contohnya os humerus dan os femur
2. Ossa brevia (tulang pendek) tulang yang berukuran pendek, contoh ossa
carpi
3. Ossa plana (tulang gepeng/pipih) tulang yang ukurannya lebar contoh os
scapula
4. Ossa irregular (tulang tak beraturan) contoh vertebrae
5. Ossa sesamoid contoh os patella
(Guyton, 2009)
BAB III
3
MULTIPEL MYELOMA
a. Definisi
Multiple myeloma adalah tumor sel plasma yang ditandai proliferasi salah
salah satu jenis limfosit B dan sel-sel ini menyebar melalui sirkulasi dan mengendap
terutama ditulang, menyebabkan tulang mengalami kerusakan, inflamasi dan nyeri.
Lesi deskruktif akan mengikis tulang sehingga gerakan ringan pun dapat
menyebabkan fraktur (Corwin 2009)
b. Etiologi
Penyebab multiple myeloma belum jelas paparan radiasi, benzene dan pelaru
organik lainnya, berbeda dan insektisia mungkin memiliki peran. Faktor genetik juga
mungkin berperan pada orang-orang yang rentan untuk terjadinya perubahan yang
menghasilkan proliferasi sel plasma yang memproduksi protein M seperti pada
MGUS. Dalam sel mana terjadi transformasi maligna tepatnya terjadi belum jelas.
Dapat ditunjukan sel limfosit B yang dewasa yang termasuk klon sel maligna darah
dan sumsum tulang, yang dapat menjadi dewasa menjadi sel plasma. Terjadinya
onkogen yang paling penting diduga berlangsung dalam sel pendahulu yang mulai
dewasa ini atau bahkan mungkin sel plasma sendiri, Beragam perubahan kromosom
telah ditemukan pada pasien myeloma seperti delesi 13q14, delesi 17q13, dan
predominan kelainan pada 11 q (Sudoyo, 2010).
c. Patofisiologi
Tahap patogenesis pertama pada perkembangan myeloma adalah munculnya
sejumlah Sel plasma clonal yg secara klinis dikenal MGUS (monoclonal
gammanopathy of undetermined significance). Pasien dengan MGUS tidak memiliki
gejala atau bukti dari kerusakan organ, tetapi memiliki 1% resiko progresi menjadi
myeloma atau penyakit keganasan yg berkaitan.
Perkembangan sel plasma maligna ini mungkin merupakan suatu proses multi
langkah, diawali dengan adanya serial perubahan gen yg mengakibatkan penumpukan
sel plasma maligna adanya perkembangan perubahan di lingkungan mikro sumsum
4
tulang, dan adanya kegagalan sistem imun untuk mengontrol penyakit. Dalam proses
multilangkah ini melibatkan di dalamnya aktivitas onkogen selular, hilangnya atau
inaktivasi gen supresor tumor, dan gangguan regulasi gen sitokin.
Keluhan dan gejala pada pasien MM berhubungan dengan ukuran massa tumor,
kinetik pertumbuhan sel plasma dan efek fisikokimia imunologik dan humoral produk
yg dibuat dan disekresi oleh sel plasma ini, seperti antara lain paraprotein dan paktor
pengaktivasi osteoklastik (osteoclastik activating factor/OAF).
Paraprotein dalam sirkulasi dapat memberi berbagai komplikasi, seperti
hipervolema, hiperviskositas, diatesis hemoragik dan krioglobulinemia. Karena
pengendapan rantai ringan, dalam bentuk almiloid atau sejenis, dapat terjadi terutama
gangguan fungsi ginjal dan jantung . Faktor pengaktif osteoklas (OAF) seperti ILI-B,
limfotoksin dan tumor necrosis faktor (TNF) bertanggung jawab atas osteolisis dan
osteoporosis yang demikian khas untuk penyakit ini, Karena kelainan tersebut pada
penyakit ini dapat terjadi faktur (mikro) yg menyebabkan nyeri tulang, hiperkalsemia
dan hiperkalsiuria. Konsentrasi imunoglobulin normal dalam serum yg sering sangat
menurun fungsi sumsum tulang yg menurun dan neutropenia yg kadang-kadang ada
menyebabkan kenaikan kerentanan terhadap infeksi.
Gagal ginjal pada MM disebabkan oleh karena hiperkalsemia, adanya deposit
mieloid pada glomeulus, hiperurisemia , infeksi yg rekuren, infiltrasi sel plasma pada
ginjal, dan kerusakan tubulus ginjal oleh karena infiltrasi rantai berat pergantian
sumsum tulang dan inhibisi secara langsung terhadap proses hematopoesis,
perubahan megaloblastik akan menurunkan produk vitamin B12 dan asam folat
(Sudoyo, 2010).
d. Patologi Anatomi
Sel plasma berproliferasi didalam sumsum tulang, sel-sel plasma memiliki
ukuran yang lebih besar 2-3 kali dari limfosit, dengan nucles eksentrik (bulat atau
oval) pada kontur dan memiliki halo perinuklear sitoplasma bersifat basofik.
5
Gambar 3. Aspirasi sumsum tulang memperlihatkan sel-sel plasma Myeloma
multiple. Tampak sitoplasma berwarna biru, nucleus eksentrik dan zona pucat
perinuclear (halo) Dikutip dari (Besa, 2011).
Gambar 4. Biopsi sumsum tulang menunjukan lembaran sel-sel plasma ganas pada
myeloma multiple Dikutip dari (Besa, 2011).
Kriteria Diagnosis Myeloma Multiple:
Kriteria Mayor
1. plasmasitoma pada biopsy jaringan
2. sel plasma sumsum tulang > 30 %
3. M protein : IgG > 35 g/ dL, IgA > 20 g/dL, kappa atau lambda rantai ringan pada
elektroforesis urin
Kriteria Minor
1.
2.
3.
4.
sel plasma sumsum tulang 10-30 %
M protein pada serum dan urin ( kadar lebih kecil dari poin nomor 3)
lesi litik pada tulang
normal residul IgG < 500 mg/L, IgA < 1g/L atau IgG < 6g/L
6
Diagnosis ditegakkan bila terdapat kriteria 1 mayor dan 1 minor atau 3 kriteria minor
yang harus meliputi kombinasi A dan B. Kombinasi 1 dan A bukan merupakan
myeloma multiple (Besa, 2011).
Sistem Derajat Multipel Myeloma
Saat ini ada dua derajat multiple yang digunakan yaitu Salmon Durie system yang
telah digunakan sejak 1975 dan the International Staging System yang dikembangkan
oleh the International Working Group dan diperkenalkan pada tahun 2005 (Sudoyo,
2010).
Salmon Durie staging
a). Stadium 1




Level hemoglobin lebih dari 10 g/dL
Level kalsium kurang dari 12 mg/ dL
Gambaran radiograf tulang normal atau plasmositoma soliter
Protein M rendah (misal. IgG < 5 g dL, Costa < 3g/dL, urine < 4g/24 jam)
b). Stadium II

Gambaran yang sesuai tidak untuk stadium I maupun stadium III
c). Stadium III




Level hemoglobin kurang dari 8,5 g / dL
Level kalsium lebih dari 12 g / dL
Gambaran radiologi penyakit litik pada tulang
Nilai protein M tinggi ( misal. IgG > 7g /dL, Costa > 5g dL / urine > 12 g 24
jam).
d). Subklasifikasi A meliputi nilai kreatinin kurang dari 2 g/dL
e). Subklasifikasi B meliputi nilai kreatinin kurang dari 2 g/dL
International Staging System untuk Multiple Myeloma
a).Stadium 1






B 2 mikroglobulin < 3,5 g/dL dan albumin >3,5 g/ dL
CPR > 4,0 mg/ dL
Plasma cell labeling index < 1%
Tidak ditemukan delesi kromosom 13
Serum II-6 reseptor rendah
Durasi yang panjang dari awal fase laten
7
b).Stadium II


Beta-2 microglobulin level > 3,5 hingga < 5.5 g/dL atau
Beta-2 microglobulin < 3.5 g/dL dan albumin < 3.5 g/dL
c).Stadium III

Beta-2 microglobulin > 5.5 g/dL
BAB IV
PENEGAKAN DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan seperti anemia, mual-mual, muntah, dehidrasi,
infeksi dan mengeluh sering merasakan nyeri hebat yang terus menerus pada tulang
tengkorak, vertebra, sternum, iga-iga, ileum, sacrum, pangkal sendi bahu atau
panggul.nyeri bersifat hilang timbul, berpindah-pindah dan menyerupai reumatik,
paling sering pada tulang punggung ( Syahrir, 2010).
8
Myeoloma dibagi menjadi asimtomatik myeoloma asimtomatik dan
simtomatik atau myeoloma aktif bergantung pada ada atau tidaknya organ yang
berhubungan dengan myeoloma atau disfungsi jaringan, termasuk hiperkalsemia,
insufisiensi, renal, anemia, dan penyakit tulang. Gejala yang umum pada multiple
myeloma adalah lemah, nyeri pada tulang dengan atau tanpa fraktur ataupun infeksi.
Anemia terjadi pada sekitar 73% pasien yang terdiagnosis. Lesi tulang berkembang
pada kebanyakan 80% pasien 58% pasien dengan mengalami nyeri tulang, kerusakan
ginjal terjadi pada 20 sampai 40% (Plumbo, 2008 dan Durie, 2013).
Fraktur patologis sering ditemukan pada multiple myeloma seperti Fraktur
kompresi vertebra dan juga fraktur tulang panjang (contoh femur proksimal) Gejalagejala yang dapat dipertimbangkan kompresi vertebra berupa nyeri punggung,
kelemahan, mati rasa, atau disestesia pada ekstermitas Imunitas humoral yang
abnormal dan leucopenia dapat berdampak pada infeksi yang melibatkan infeksi
seperti gram positive organism ( contoh Streptococcus pneumonia, Staphylococcus
aureus) dan Haemophilus influenza) (Ki yap, 2010).
b. Pemeriksaan Fisik
pada pemeriksaan fisik pasien memperlihat wajah yang pucat oleh anemia,
ekimosis atau purpura tanda thrombositopeni, tulang yang lunak, dan terdapat massa
jaringan.pasien dapat memiliki gejala neulogis yang berhubungan dengan neuropati
dan kompresi tulang belakang. Ada pula gejala neurologis yang berupa sensori,
lemah, enselopati hiperkalsemia yaitu bingung, delirium, atau koma, mual-mual,
muntah dan dehidrasi. Pasien dengan amiloidosiskroglossia dan carpal tunnel
syndrome, dapat ditemukan pasien dapat mempunyai lidah yang membesar, neuropati
dan jantung kongestif dan gangguan fungsi organ visceral seperti ginjal, hati, otak,
limpa akibat infiltrasi sel plasma (jarang).
c. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1. Hitung jenis darah bias menemukan adanya anemia dan sel darah merah yang
abnormal
1. Laju endap sel darah merah (eritrosit) biasanya tinggi
9
2. Kadar kalium tinggi karena perubahan tulang menyebabkan kalsium masuk
kedalam aliran darah.
3. Pemeriksaan urin ditemukan adanya proteinuria bence jones.
4. Apus darah tepi didapatkan adanya formasi rouleaux
b. Radiologi
1.
Foto Polos X-Ray
Gambaran foto x-ray dari multiple myeloma berupa lesi litik multiple berbatas
tegas, puch out, dan bulat pada clavicula, vertebra dan pelvis. Lesi terdapat dalam
ukuran yang hampir sama lesi local ini umumnya berawal di rongga medulla,
mengikis tulang, dan secara progresif menghacurkan tulang kortikal. Sebagai
tambahan tulang pada paseien myeloma dengan sedikit mengalami demineralisasi
difus pada beberapa pasien ditemukan gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan
radiologi.
Saat timbul gejala sekitar 80-90% diantaranya ditelah mengalami kelainan tulang,
film polos memperlihatkan:

Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekula tulang terutama
vertebra yang disebabkan oleh keterlibatan sumsumpada jaringan myeoloma
hilangnya densitas vertebra mungkin merupakan tanda radiologis satu-satunya

pada myeloma multiple.fraktur patologis dijumpai.
Fraktur kompresi pada corpus vertebra tidak dapat dibedakan dengan

osteoporosis senilis
Lesi-lesi litik puch out lesion yang menyebar dengan batas yang jelas lesi

berada didekat korteks menghasilka internal scalloping.
Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks menghasilkan massa

jaringan lemak.
Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi ditemukan pada: kolumna
vertebra, costa, calvaria, pelvis, femur, clavicula, dan scapula.
10
Gambar 5. Foto skull lateral yang menggambarkan sejumlah lesi yang litik pada
myeloma.Di kutip dari (Brant, 2007).
Gambar 6. Foto lumbal lateral menggambarkan deformitas pada CV lumbal L4 pada
plasmacytoma Dikutip dari (Berquist, 2007).
11
Gambar 7. Foto pelvis yang menunjukan focus litik kecil yang sangat banyak
sepanjang tulang pelvis dan femur yang sesuai dengan gambaran multiple myeloma
Dikutip dari (ki yap,2011).
2. CT Scan
CT-scan pada gambaran foto tulang konvesional menggambarkan kebanyakan
lesi yang CT-scan dapat dideteksi
Gambar 8. CT-scan axial pada plenoid yang menggambarkan lesi berbatas tegas
gambaran khas myeloma pada CT scan korteks tampak intak. Di kutip dari
(Angtuaco, 2004).
12
3. MRI
MRI potensial digunakan pada myeloma multiple karena modalitas ini baik
untuk resolusi jaringan lunak.secara khusus, gambaran MRI pada deposit myeloma
berupa suatu intensitas bulat sinyal rendah yang focus digambaran T I yang menjadi
intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2.
Gambar 9. Foto potongan T 1 weighted MRI pada suatu lesi myeloma di
humerus.gambaran ini menunjukan lesi dengan intensitas rendah batas korteks luar
terkikis tetapi intak. Namun lesi telah melewati korteks bagian dalam. Di kutip dari
(Brant, 2007).
4. Radiologi Nuklir
Myeloma merupakan penyakit yang menyebabkan overaktifitas pada
osteoklas. Scan tulang radiologi nuklir mengandalkan aktifitas osteoblastik (formasi
tulang) pada penyakit dan belum digunakan rutin. Tingkat false negative skrintigrafi
tulang untuk mendiagnosis Myeoloma multipel tinggi. Scan dapat positif pada
radiograf normal, membutuhkan pemeriksaan lain untuk komfirmasi.
5. Angiografi
Gambaran angiografi tidak spesifik. Tumor dapat memiliki zona perifer dari
peningkatan vascularisasi. Secara Umum, Teknik ini tidak digunakan untuk
mendiagnosis Myeloma multipel.
13
c. Tatalaksana
a. Thalidomide
Mekanisme kerja: sebagai imunomodulator anti inflamasi dan anti angiogenik.
Thalidomide ini mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung dalam
mencegah adhesi dan proliferasi sel-sel myeloma diduga menghambat angiogenesis
dengan cara mencegah pembentukan pembuluh darah kecil dengan menghambat
pelepasan faktor-faktor pertumbuhan (hepatic growth factor vascular endothelial
growth factor basic fibroblast growth factor) yang mana semuanya mempunyai peran
penting dalam angiogenesis dari sel-sel plasma.pengaruh secara langsung merangsang
apoptosis atau kematian G 1 selama siklus sel yang diaktifasi oleh sitotoxic T (CD8)
dan NK sel menyebabkan lisisnya sel plasma, menghambat interaksi sel dan
menghambat
pelepasan
IL-6
(yang
merupakan
pertumbuhan
mayor
yang
menyebabkan proliferasi dan kelangsungan hidup sel plasma).
Farmakokinetik: dosis awal diberikan 200 mg/hari dengan berkisaran dari 200-800
mg perhari, diberikan malam hari menjelang tidur dan dapat ditingkatkan per
200mg/hari tiap minggu sampai mencapai dosis maksimum 800 perhari.
Efek samping: nausea, kontipasi, ruam, fatigue, somnolen, neuropati perifer
b. Bortezomid
Mekanisme kerja: asam boronat dipeptida yang merupakan penghambat
spesifik dari proteasome 26S yang reversible yang mempunyai aktifitas sebagai anti
proliferative, proapoptotik yang berkaitan dengan aktifitas sebagai capspase-8/9 dan
caspase 3), anti angiogenik anti tumor.
Farmakodinamik: konsentrasi puncak 30 menit pemberian dosis 1,31 dan 0,7 mg/m2
terapeutik indeks sempit diberikan tiap 72jam.hampir 90% obat ini secara cepat
masuk plasma.dengan dosis multiple akan meningkat (Area Under The Curve
Consentrasi) tapi tidak menembus sawar otak. Penderita dengan gagal ginjal dan
hemodialisis harus dimonitor hati-hati bila menggunakan bortezomid terutama
bilacratinin clearance <30 ml/menit.
Efek samping; gejala gastrointestinal (nausea, muntah, diare dan konstipasi).
14
c. Lenalidomid
Mekanisme kerja: meskipun belum jelas lenalidomid mempunyai efek
antiangogenik, menghambat sekresi sitokin pro inflamasi dan meningkatkan sekresi
sitokin anti inflamasi dari sel –sel mononuclear darah tepi menghambat proferasi sel
menghambat ekspresi cyclooxigenase (COX-2)
menyebabkan apoptosis dan
menurunkan ikatan sel myeloma dengan sel-sel stroma dalam sumsum tulang
meningkatkan efek sitotoksik melalui sel-sel Natural killer (NK).
Efek samping: menyebabkan Venous Thrombo Embolism dan gastrointestinal
(nausea, muntah, diare dan konstipasi) (Plambo, 2011).
Pada umumnya pasien membutuhkan penatalaksanaan karena nyeri pada tulang atau
gejala lain yang berhubungan dengan penyakitnya. Regimen awal yang paling sering
digunakan adalah kombinasi antara thalidomide dan dexamethasone. Kombinasi lain
berupa agen nonkemoterapeutik bartezomib dan lenalidomide sedang diteliti.
Bartezomib yang tersedia hanya dalam bentuk intravena merupakan inhibitor
proteosom dan memiliki aktivitas yang bermakna pengobatan yang bias dilakukan
antara lain:
1. Terapi untuk mengatasi nyeri antara lain biasa dengan terapi penyinaran pada
tulang yang terkena
2. Penderita harus tetap
aktif
Tirah
baring
yang
berkepanjanganbisa
mempercepat terjadinya osteoporosis dan menyebabkan tulang mudah patah.
Aktivitas yang dilakukan tidak boleh yang membebani seperti lari atau
mengangkat beban berat karena tulang yang rapuh.
3. Mengatasi infeksi yang terjadi
4. Minum air dalam jumlah yang cukup Penderita yang memiliki protein Bence
Jones didalam air kemihnya harus minum air yang cukup untuk mengecerkan
air kemih dan mencegah dehidrasi yang bias menyebabkan terjadinya gagal
ginjal
5. Transfuse darah,jika mengalami anemia berat
6. Kemoterapi bias dilakukan untuk memperlambat perkembangan penyakit
dengan menghancurkan sel plasma yang abnormal karena itu sel darah perlu
dipantau dan dosis kemoterapi disesuaikan jika jumlah sel darah putih dan
trombosit terlalu banyak berkurang (Sudoyo, 2010)
d. Diagnosis Banding
15
Diagnosis multiple myeloma seringkali jelas karena kebanyakan pasien
memberikan gambaran klinis khas atau kelainan hasil laboratorium termasuk trias
berikut ( Sudoyo, 2010).
1. Protein M serum atau urin ( 99 % kasus)
2. Peningkatan jumlah sel plasma sumsum tulang
3. Lesi Osteolitik dan kelainan abnormal lain pada tulang
Keadaan yang dapat menjadi diagnosis banding multiple myeloma adalah
malignant lymphoma, karsinoma metastasis, monoclonal gammopathies of uncertain
origin, waldenstrom hypergammaglobulinemia dan amiloidosis ( Shah, 2013 dan
Richardson 2008).
Perbedaan pasien MGUS (benign monoclonal gammanophaty) dengan pasien
yang mengalami MM sulit bila pada awalnya ditemukan protein M. Pada pasien
asimtomatik, protein M <3g/dL, kurang dari 10% plasma sel sumsum tulang, tidak
ditemukan lesi osteolitik, anemia, hiperkalsemia, atau gangguan ginjal ciri dari
MGUS (Richardson, 2008).
Pada pasien asimptomatik dengan nilai protein M lebih dari 3g/dL dan sel
plasma sumsum tulang lebih dari 10% sesuai untuk diagnosis smoldering myeloma.
Pada pasien asimptomatik dengan protein M lebih dari 3g/dl dan monoclonal light
chain pada urine, MM lebih dipertimbangkan (Richardson 2008).
Perbedaan antara amiloidosis dan MM sulit karena keduanya merupakan
gangguan proliferative sel plasma dengan gejala-gejala berbeda tetapi gambaran yg
tumpang tindih. Pada amiloidosis, proporsi sel plasma sumsum tulang biasanya
kurang dari 20%, tidak ditemukan lesi osteolitik, dan jumlah protein bence johnson
sedang (Richardson, 2008).
Pada pasien tanpa komponen protein M dalam serum maupun urine, tetapi
ditemukan lesi osteolitik, suatu metastase kanker seperti hipernefroma, sebaiknya
diekslusi sebelum diagnosis nonsecretoty myeloma dipertimbangkan pada pasien
dengan gejala konstitusional, lesi osteolitik yg terbesar, komponen protein M sedang,
dan kurang dari 10% sel plasma sumsum tulang, metastase kanker dgn MGUS harus
diekslusi (Richardson, 2008 ).
Delapan puluh parsen penyebaran tumor ganas ke tulang disebabkan oleh
kegagalan primer payudara, paru, prostat, ginjal dan kelenjar gondok. Penyebaran ini
ternyata ditemukan lebih banyak di tulang skelet dari pada ekstremitas. Bone survery
16
atau pemeriksaan tulang-tulang secara radigrafik konvensional adalah pemeriksaan
semua tulang-tulang yg paling sering dikenai lesi-lesi metastatik yaitu siku atau lutut.
Bila ada lesi pada bagian tersebut harus dipikirkan kemungkinan multiple myeloma
(Richhardson, 2008).
Gambaran radiologik dari metastasis tulang terkadang bisa petunjuk dari mana
asal tumor. Sebagian besar proses metastasis memberikan gambaran ‘’lytic’’ yaitu
bayangan radiolusen apda tulang. Sedangkan gambaran ‘’blastik’’ adalah apabila kita
temukan lesi dgn densitas yg lebih tinggi dari tulang sendiri. Keadaan yg lebih jarang
ini kita temukan pada metastis dari tumor primer seperti prostat, payudara, lebih
jarang pada karsinoma kolon, paru, pankreas. Sedangkan pada multiple myeloma
ditemukan gambaran lesi litik multiple berbatas tegas, punch out, dan bulat. Selain
gambaran radiologik, ditemukannya proteinuri Bence Jones pada pemeriksaan urin
rutin dapat menyingkirkan adanya metastasis tumor ke tulang (Richardson 2008).
e. Prognosa Multipel Myeloma
Meskipun rata-rata Pasien multiple myeloma bertahan kira-kira 3tahun
beberapa pasien yang mengidap multiple myeloma dapat bertahan hingga 10 tahun
tergantung pada tingkatan penyakit ( Vickery, 2011).
Bedasarkan derajat stadium menurut Salmon Durie System,angka rata-rata pasien
bertahan hidup sebagai berikut (Besa, 2011).
1.
2.
3.
4.
Stadium 1> 60 bulan
Stadium II 41 bulan
Stadium III 23 bulan
Stadium B memiliki dampak yang lebih buruk
Berdasarkan klasifikasi derajat penyakit menurut de International staging system
maka rata-rata angka bertahan hidup pasien dengan multiple myeloma sebagai berikut
(Besa, 2011).
1. Stadium I, 62 bulan
2. Stadium II 44 bulan
3. Stadium III 29 bulan
DAFTAR PUSTAKA
Angtuaco, Edgardo J.C M.D,et al. Multipel Myeloma: Clinical Review and
Diagnostic Imaging. Departement of Radiology and the Myeloma Institute University
17
of Arkansas, {online} 2004 {cited 2011 april5}. Available from: http: //
radiology.rsna.orrg/content/231/1/11.full.pdf+html
Brant, William E, et al. Fundamentals of Diagnostic Radiology-2nd Ed.Lippincott
Williams & Wilkins.2007.
Baldy, Catherina M. 2006 Patofisiologis Konsep Klinis Proses-Proses penyakit Edisi
6. Jakarta: EGC
Berquits, Thomas H. Musculoskeletal Imaging Companion.Lippincott Williams &
Wilkins. 2007.
Baron, Rolland, DDS, PhD, Anatomy and Ultrastructure of Bone Histogenesis,
Growth and Remodelling. Endotext- The most accesed source endocrinology for
Medical
Professionals,
{online}.
2008
{cited
2011
April
5}
Available
http://www.endotext.org/parathyroid/parathyroid1.html.
Corwin, J. Elizabeth. 2009 Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Guyton dan Hall. 2009 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11 Jakarta: EGC
Kumar, Vinay, Ramzi S, Cotran Stanley R,Robbin 2008 Buku Ajar Patologi edisi 7.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Palumbo, Antonio M.D and Anderson, Kenneth M.D. Medical Progress Multipel
Mieloma. The New England Journal of Medicine.(online) 2015:364:1046-60{cited
2015 juni 1 } Available from:http//www.nejm.org./doi/pdf/10.1056/NEJMra1011442
Otto, E. Shirley. 2005 Pocket Guide to Oncology. Jakata : EGC
Richardson, Paul, Teru, Hildeshima Kenneth C Anderson. Multipel Myeloma and
Related Disorders in: Clinical Oncology 3 ed Philadelpia : Elsevier Churcill
Livingstone.
18
Ki yap, Dr. Multiple Myeloma Radiopaedia.org.{online}. 2010 ( cited 2015 April
5).Available from: http//radiopaedia.org/articles/multiple-myeloma-1
Sudoyo, W Aru 2010 Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta :
Interna Publishing
Syahrir , Mrdiarty 2010 Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Ed. 5. Jakarta :
Interna Publishing
Tadjoedin, Hilman, dkk. 2011. Multiple Myeloma in .Jakarta: SMF Hematologi dan
Onkologi RS Kanker Dharmais
Sjahriar Rasad , 2009. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta. FKUI
19
Download