PENGATURAN LAJU OKSIGENASI UNTUK MENINGKATKAN

advertisement
PENGATURAN LAJU OKSIGENASI UNTUK MENINGKATKAN
KETAHANAN SEL REKOMBINAN Escherichia coli PADA
KULTIVASI ETANOL TINGGI
NURUL MUHIBBAH
TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaturan Laju
Oksigenasi untuk Meningkatkan Ketahanan Sel Rekombinan Escherichia coli
pada Kultivasi Etanol Tinggi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Nurul Muhibbah
NIM F34100064
4
ABSTRAK
NURUL MUHIBBAH. Pengaturan Laju Oksigenasi untuk Meningkatkan
Ketahanan Sel Rekombinan Escherichia coli pada Kultivasi Etanol Tinggi.
Dibimbing oleh PRAYOGA SURYADARMA.
Peningkatan ketahanan sel rekombinan Escherichia coli pada kultivasi
etanol tinggi melalui pengaturan laju oksigenasi dikaji dalam penelitian ini.
Analisis bobot sel kering, glukosa, dan pembentukan asetat dilakukan untuk
mengetahui pengaruh perlakuan tersebut. Sel E. coli ditumbuhkan dalam 25 dan
50 ml media dengan laju kultur bergoyang 250 rpm yang berturut-turut
menunjukkan laju oksigenasi tinggi dan rendah. Kultivasi secara aerob selama 24
jam dengan penambahan etanol 20 g/l pada jam ke-6. Peningkatan laju oksigenasi
pada kultivasi etanol tinggi terbukti meningkatkan ketahanan sel sebesar 56%.
Peningkatan laju oksigenasi juga menurunkan pembentukan asetat dari 6.27 g/l
menjadi 4.45 g/l. Pembentukan asetat ini berkaitan dengan adanya fenomena
overflow metabolism. Peningkatan laju oksigenasi bertujuan meningkatkan
aktifitas siklus TCA untuk meningkatkan pertumbuhan sel dan perbaikan struktur
sel dengan dihasilkannya glutamat. Penambahan glutamat 2 g/l dilakukan untuk
mengkonfirmasi pengaruh peningkatan laju oksigenasi terhadap ketahanan sel
yang terlihat dari peningkatan pertumbuhan sel. Peningkatan laju oksigenasi
disertai penambahan glutamat mengakibatkan fluks karbon menuju siklus TCA
penuh sehingga karbon terakumulasi dan cenderung digunakan untuk
pembentukan asetat.
Kata kunci: Escherichia coli, glutamat, laju oksigenasi, ketahanan sel, overflow
metabolism
ABSTRACT
NURUL MUHIBBAH. Enhancement Cell Tenacity of Escherichia coli
Recombinant by Arrangement the Oxygenation Rate under High Ethanol Culture
Conditions. Supervised by PRAYOGA SURYADARMA.
The cell tenacity improvement of Escherichia coli recombinant under high
ethanol culture conditions by arrangement oxygenation rate was investigated in
this study. Dry cell weight, glucose, and acetate production were analysed to show
the effect of this treatment. E. coli cells were grown in 25 and 50 ml of medium
with 250 rpm agitation which shown the high and low oxygenatian rate.
Cultivation taken a place during 24 hours aerobically with ethanol addition into
the culture time of t = 6 h. Improvement of oxygenation rate under high ethanol
culture condition could increase the cell growth until 56%. Improvement of
oxygenation rate also decreased the acetate production from 6.27 g/l to 4.45 g/l.
This acetate production was ralated with overflow metabolism phenomenon.
Improvement of oxygenation rate intent on improvement TCA cycle activity for
increasing cell growth and repairing cell structure by producing glutamate. The
glutamate (2 g/l) was added to confirm the effect of improvement oxygenation
rate on cell tenacity. Improvement of oxygenation rate and glutamate addition
resulted in carbon flux in TCA cycle was over capacity. It caused the carbon was
accumulated and was used for acetate production.
Keywords: cell tenacity, Escherichia coli, glutamate, overflow metabolism,
oxygenation rate
5
PENGATURAN LAJU OKSIGENASI UNTUK MENINGKATKAN
KETAHANAN SEL REKOMBINAN Escherichia coli PADA
KULTIVASI ETANOL TINGGI
NURUL MUHIBBAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian
TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
6
Judul Skripsi : Pengaturan Laju Oksigenasi untuk Meningkatkan Ketahanan Sel
Rekombinan Escherichia coli pada Kultivasi Etanol Tinggi
Nama
: Nurul Muhibbah
NIM
: F34100064
Disetujui oleh
Dr Prayoga Suryadarma, S TP, MT
Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
7
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah
ketahanan sel E. coli dalam produksi bioetanol, dengan judul Pengaturan Laju
Oksigenasi untuk Meningkatkan Ketahanan Sel Rekombinan Escherichia coli
pada Kultivasi Etanol Tinggi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Prayoga Suryadarma S TP
MT selaku pembimbing. Penghargaan terbesar penulis sampaikan kepada ibu,
abah, dan seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya.
Penghargaan juga penulis sampaikan kepada pimpinan Pusat Penelitian Sumber
daya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) yang telah mengizinkan penulis untuk
belajar rekayasa genetikan di laboratorium Biorin dan Rekayasa Bioproses. Selain
itu, penulis sampaikan terima kasih kepada Tim PSDM, Fithriani, Indra
Kurniawan, Wahyu Suradi, Ari Permana, Ardi Patriadi, dan Muhammad Hijran
atas bantuan dan dukungan selama penyusunan karya ilmiah ini. Kepada rekanrekan seperjuangan di laboratorium yang telah banyak membantu penulis dalam
melaksanakan penelitian. Kepada segenap staf laboran Departemen TIN atas
bimbingan dan dukungan selama penulis melakukan penelitian. Kepada Ustadz
Abdurrohman, Ustadz Ece, dan Ustadz Dudi beserta keluarga yang senantiasa
memberikan nasihat dan doa kepada penulis. Terima kasih kepada Hannim, Izzati
Choirina, Yudha Yaniari, dan Rina Ngumriana yang telah menjadi sahabat dan
memberikan dukungan moril pada penulis. Kepada santri-santri PPM Al Ihya
Darmaga, sahabat-sahabat KMNU IPB, dulur-dulur Kamajaya, dan rekan-rekan
TIN 47 yang telah menjadi bagian dalam proses pendewasaan dan perjalanan
hidup penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2015
Nurul Muhibbah
8
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
3
Hipotesis
5
Manfaat Penelitian
5
METODE
5
Lokasi dan Waktu Penelitian
5
Bahan
5
Alat
5
Tahapan Penelitian
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Penambahan Glutamat dan Peningkatan Laju Oksigenasi pada
Kultivasi Etanol Tinggi
Pengaruh Peningkatan Laju Oksigenasi pada Kultivasi Etanol Tinggi
8
8
10
Pengaruh Penambahan Glutamat pada Kultivasi pada Laju Oksigenasi Tinggi 12
SIMPULAN DAN SARAN
15
DAFTAR PUSTAKA
16
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
22
9
DAFTAR TABEL
1 Perkembangan penelitian produksi etanol
2
DAFTAR GAMBAR
1 Mekanisme pengaruh etanol pada kerusakan membran sel dan strategi
peningkatan laju oksigenasi untuk meningkatkan pertumbuhan sel dan
perbaikan struktur sel
2 Skema tahapan penelitian
3 Pertumbuhan sel E. coli BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB–pdc pada
kultivasi etanol tinggi akibat pengaruh penambahan glutamat dan
peningkatan laju oksigenasi
4 Pengaruh peningkatan laju oksigenasi pada kultivasi etanol tinggi
terhadap bobot sel kering, jumlah glukosa sisa, dan pembentukan asetat
oleh E. coli BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB–pdc
5 Pengaruh penambahan glutamat pada laju oksigenasi dan kultivasi
etanol tinggi (20 g/l) terhadap bobot sel kering, glukosa sisa, dan
pembentukan asetat oleh E. coli BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB–pdc
6 Skema central carbon metabolism E. coli BW25113Δpta/
pHfdh/pTadhB–pdc
4
6
9
11
13
14
DAFTAR LAMPIRAN
7
8
9
10
11
12
13
14
Prosedur transformasi metode heat shock
Prosedur pembuatan stok gliserol
Prosedur prakultivasi
Prosedur kultivasi
19
19
19
20
Prosedur analisis bobot sel kering
Prosedur analisis glukosa (F-Kit 716251)
Prosedur analisis asam asetat
Prosedur analisis pH media
20
20
21
21
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan jumlah penduduk dunia menyebabkan konsumsi pangan dan
energi meningkat. Saat ini kebutuhan energi dunia sebagian besar dipasok oleh
bahan bakar fosil yang terbatas ketersediaannya. Eksploitasi dalam penggunaan
bahan bakar fosil menyebabkan permasalahan krisis energi, sehingga mendorong
penggunaan energi alternatif.
Salah satu energi alternatif yang saat ini tengah dikembangkan adalah
bioetanol. Bioetanol merupakan bahan bakar nabati pengganti gasoline yang
diproduksi melalui proses fermentasi pati atau lignoselulosa dengan bantuan
mikroba. Mulanya, produksi etanol banyak menggunakan substrat berbasis pati.
Amerika dan Brazil memproduksi hampir seluruh bahan bakar etanol melalui
fermentasi pati jagung (Rosillo-Calle dan Cortez 1998; MacDonald et al. 2001).
Selain itu gandum, pati kentang, dan ubi kayu juga banyak digunakan sebagai
substrat dalam produksi etanol (Lindeman dan Rocchiccioli 1979; Maisch et al.
1979). Penggunaan substrat berbasis pati dalam produksi etanol mengakibatkan
persaingan antara kebutuhan energi dengan kebutuhan pangan. Untuk itu, mulai
dikembangkan substrat berbasis lignoselulosa (Polman 1994; Lin dan Tanaka
2006) yang sumbernya banyak tersedia di alam.
Penelitian mengenai produksi etanol terus berkembang. Tabel 1
menunjukkan perkembangan penelitian produksi etanol dari berbagai jenis gula
dan mikroba. Di awal produksi etanol, digunakan Saccharomyces cervisiae yang
dikultivasi secara anaerob. Salah satu kekurangan kultivasi secara anaerob yaitu
pertumbuhan sel lambat. Meski demikian, etanol yang dihasilkan S. Cerevisiae
tinggi, yaitu sekitar 25-50 g/l. Waktu kultivasi yang lama menjadi kendala dalam
produksi etanol dengan S. Cerevisiae sehingga dikembangkan golongan bakteri
Zymomonas molibis untuk memproduksi etanol agar waktu kultivasi relatif
singkat. Perkembangan selanjutnya, bakteri E. coli digunakan sebagai agen
pensintesis etanol yang mampu mendegradasi berbagai jenis gula baik dari
golongan pentosa maupun heksosa.
Secara alami, E. coli mampu menghasilkan etanol, akan tetapi dalam jumlah
yang sangat rendah (Zhou 2008) sehingga diperlukan rekayasa genetika untuk
meningkatkan kemampuan E. coli dalam memproduksi etanol tersebut. Bakteri E.
coli dipilih sebagai agen pensintesis etanol karena E. coli memiliki beberapa
kelebihan, di antaranya mudah untuk dikultivasi, laju pertumbuhan yang cepat,
dan kebutuhan nutrisi yang sederhana (Ingram et al. 1983). Di samping itu,
keunggulan lain E. coli dibandingkan S. cerevisiae dan Z. mobilis adalah E. coli
mampu mendegradasi berbagai jenis gula sederhana dari golongan heksosa dan
pentosa (Ma et al. 2011) termasuk hasil degradasi lignoselulosa (Tabel 1),
sedangkan S. cerevisiae dan Z. mobilis hanya mampu mendegradasi gula dari
golongan heksosa (Ingram et al. 1999).
Penelitian-penelitian sebelumnya, kultivasi dilakukan pada kondisi anaerob,
sehingga pertumbuhan sel berlangsung lambat dan memerlukan waktu lama untuk
kultivasi (Tabel 1). Suryadarma et al. (2012) menyebutkan bahwa kultivasi E. coli
pada kondisi anaerob atau kondisi oksigen yang terbatas menyebabkan
pertumbuhan sel rendah sehingga berakibat pada turunnya hasil produk yang
2
diharapkan. Selain itu juga mengakibatkan produk samping terbentuk seperti asam
laktat yang dibentuk oleh enzim laktat dehidrogenase (LDH). Sebaliknya, Sutapa
(1999) menyebutkan proses kultivasi pada kondisi aerob menghasilkan biomassa
dalam jumlah besar sekitar 66% dan 34% berupa air, gas, asam organik.
Keberadaan oksigen yang tinggi juga dapat menghindarkan pembentukan produk
samping seperti asam laktat (Ojima et al. 2012).
Tabel 1 Perkembangan penelitian produksi etanol
Mikroorganisme
Kondisi proses
Saccharomyces
- Media: luria broth
cerevisiae (Leticia - Sumber karbon:
et al. 1997)
sukrosa
- Kondisi: anaerob
Saccharomyces
- Media: luria broth
cerevisiae (Todor dan luria agar
dan Tsonka 2002)
- Sumber karbon:
glukosa
- Kondisi: aerob
Zymomonas mobilis - Media: luria broth
(Panesar
et
al. - Sumber karbon:
2007)
glukosa
- Kondisi: anaerob
Escherichia
coli - Media: luria broth
(Alterthum
dan - Sumber karbon:
Ingram 1989)
glukosa
- Kondisi: anaerob
Escherichia
coli - Media: luria broth
(Dien et al. 2003)
- Sumber karbon:
arabinosa dan
xylosa
- Kondisi: anaerob
Waktu
kultivasi
(jam)
24
Etanol
terproduksi
(g/l)
25-50
40-160
-
48
3.2
120
58
120
40-50
Pertumbuhan sel selama proses kultivasi bergantung pada ketahanan sel
yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Konsentrasi etanol tinggi saat kultivasi
berlangsung dapat menghambat pertumbuhan sel E. coli (Ingram dan Vreeland
1980). Hal ini disebabkan adanya tegangan osmotik pada membran sel E. coli
akibat etanol tinggi sehingga ketahanan sel menurun (Strom 1998). Untuk
mengatasi rusaknya ketahanan sel akibat tegangan osmotik, keberadaan
osmoprotectant dapat memperbaiki kerusakan tersebut. Salah satu osmoprotectant
yang berperan dalam perbaikan kerusakan pada membran sel adalah glutamat
(Lundqvist et al. 2006). Glutamat merupakan salah satu metabolit yang dihasilkan
dalam siklus TCA (tricarboxilic acid). Dalam penelitian ini, dilakukan upaya
peningkatan aktifitas pada siklus TCA yang diharapkan akan meningkatkan
pembentukan glutamat yang diperlukan dalam perbaikan kerusakan struktur sel
akibat tegangan etanol tinggi. Upaya tersebut dilakukan dengan meningkatkan
ketersediaan oksigen melalui pengaturan laju oksigenasi dimana ketersediaan
oksigen yang tinggi akan memicu metabolisme sel menuju siklus TCA.
3
Perumusan Masalah
Pengaturan kondisi kultivasi etanol oleh rekombinan E. coli dirancang untuk
meningkatkan produksi etanol dan mengurangi pembentukan produk samping.
Produksi etanol tinggi tidak hanya berdampak positif, akan tetapi juga berdampak
negatif karena dapat menghambat pertumbuhan sel (Ingram dan Vreeland 1980).
Pertumbuhan sel terhambat karena ketahanan membran sel terganggu akibat
tegangan osmotik yang disebabkan oleh produksi etanol tinggi (Strom 1998).
Pertumbuhan sel yang terhambat menunjukkan adanya pemanfaatan lain
dari glukosa dalam metabolisme, misalnya untuk pembentukan produk samping,
seperti asetat. Pembentukan asetat yang tinggi dapat juga mengindikasikan karbon
yang mengalir menuju siklus TCA (tricarboxilic acid) hanya dalam jumlah kecil
sehingga menyebabkan pertumbuhan sel rendah (Luli dan Strohl 1990). Untuk itu
diperlukan suatu strategi rekayasa teknik bioproses untuk meningkatkan aktifitas
metabolisme pada siklus TCA agar pembentukan energi untuk pertumbuhan sel
meningkat. Selain itu, meningkatnya aktifitas metabolisme pada siklus TCA
diharapkan dapat meningkatkan pembentukan glutamat yang berperan sebagai
osmoprotectant dan asam amino penyusun peptidoglikan pada membran sel
sehingga perbaikan struktur sel yang rusak akibat etanol tinggi juga dapat diatasi.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh tingkat oksigenasi
terhadap ketahanan sel rekombinan E. coli yang dikultivasi pada kondisi adanya
tegangan osmotik akibat kandungan etanol tinggi.
Hipotesis
Tingginya produksi etanol selama kultivasi dapat memicu tegangan osmotik
pada membran sel dan mengakibatkan kerusakan pada membran sel (Strom 1998).
Kerusakan membran sel tersebut berdampak pada gangguan ketahanan sel
sehingga mengakibatkan pertumbuhan sel terhambat. Sebagai strategi untuk
mengatasi penurunan pertumbuhan sel ini, peningkatan laju oksigenasi dapat
dijadikan sebagai alternatif strategi untuk meningkatkan pertumbuhan sel.
Ketersediaan oksigen yang tinggi akan meningkatkan aktifitas metabolisme
sel ke jalur siklus TCA (tricarboxilic acid) untuk pembentukan sel (El-Mansi dan
Holms 1989). Meningkatnya aktifitas metabolisme pada siklus TCA akan
meningkatkan pembentukan energi yang diperlukan untuk pertumbuhan. Selain
itu, meningkatnya aktifitas metabolisme pada siklus TCA akan meningkatkan
pembentukan metabolit berupa glutamat yang merupakan asam amino dan
osmoprotectant yang berperan dalam memperbaiki kerusakan struktur sel akibat
tegangan osmotik oleh etanol tinggi.
Keberadaan oksigen yang tinggi juga dapat menghindarkan pembentukan
produk samping seperti asam laktat (Ojima et al. 2012). Dengan demikian,
melalui peningkatan laju oksigenasi diharapkan pembentukan produk samping
akan tertekan dan aktifitas siklus TCA meningkat sehingga energi yang
4
diperlukan untuk pertumbuhan sel tinggi serta pembentukan glutamat yang
berperan dalam perbaikan struktur sel juga akan meningkat.
Membran sel
Peptidoglikan
Peptidoglikan
Membran sel
Etanol tinggi
Sel E. coli
Sel E. coli
Membran sel
Peptidoglikan
Membran sel
Peptidoglikan
(
a)
Ekstraseluler
Intraseluler
Reaksi Glikolisis
Glukosa
NADH
O2 O2
O2 O2
O2
O2 O2 O2
NAD+
Piruvat
POXB
H2O
Asetil KoA
X
PTA
Asetat
Siklus
TCA
ATP
Glutamat
ADP
(
b)
Glutamat
Aliran karbon meningkat
Aliran karbon menurun
Gambar 1 (a) Mekanisme pengaruh kandungan etanol tinggi terhadap kerusakan
membran sel. (b) Strategi peningkatan laju oksigenasi untuk
meningkatkan pertumbuhan sel dan perbaikan struktur sel.
5
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang strategi
mengatasi turunnya pertumbuhan sel rekombinan E. coli dalam kultivasi etanol
secara aerob akibat tingginya kandungan etanol.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di laboratorium Departemen Teknologi
Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian dengan waktu pelaksanaan antara
bulan Maret-Oktober 2014.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan tahap
transformasi, bahan tahap prakultivasi, bahan tahap kultivasi, dan bahan tahap
analisis. Bahan tahap transformasi terdiri dari strain bakteri E. coli BW25113Δpta
(JW2294) sebagai strain induk, plasmid berisi gen fdh berasal dari Mycobaterium
vaccae (pHfdh) yang telah dikonstruksi pada penelitian sebelumnya (Ojima et al.
2012), dan plasmid pTadhB–pdc yang mengandung gen adhB dan pdc dari Z.
mobilis, antibiotik (ampicillin, kanamycin, dan chlorampenicol), CaCl2 0.1 M,
dimethyl sulfoxide (DMSO), dan media 2xYT.
Bahan tahap prakultivasi meliputi 5 g ekstrak khamir, 10 g pepton, 10 g
NaCl per liter akuades. Sebanyak 34 mg/l chlorampenicol, 50 mg/l ampicillin, dan
15 mg/l kanamycin ditambahkan ke dalam media. Adapun 50% larutan gliserol
digunakan sebagai bahan media stok kultur.
Bahan tahap kultivasi meliputi 40 g glukosa, 5 g ekstrak khamir, 10 g
pepton, 10 g NaCl, dan 4 g format yang dilarutkan dalam satu liter akuades. Di
samping itu juga ditambahkan isopropyl thiogalactoside (IPTG) 0.5 mM,
chlorampenicol 34 mg/l, ampicillin 50 mg/l, dan kanamycin 15 mg/l, CaCO3 20
g/l, etanol absolut 20 g/l, dan glutamat (1 dan 2 g/l). Adapun bahan tahap analisis
meliputi HCl 1 M, NaH2PO4 20 mM, ACN, metanol, dan aqua bidestilata steril.
Alat
Alat yang digunakan dalam tahap transformasi meliputi clean bench, tabung
reaksi, erlenmeyer, pipet mikro, spektrofotometer, sentrifuge 3 000 rpm 4 ºC,
eppendorf tube 1.5 ml, cool box, freezer, water bath, incubator shaker 250 rpm 37
ºC, timbangan analitik, otoklaf 121 ºC, cawan petri, bunsen, parafilm, sudip, dan
plasmid miniprep kit. Alat yang digunakan dalam pembuatan stok
gliserol yaitu clean bench, bunsen, eppendorf tube 1.5 ml, dan pipet mikro.
6
Alat yang digunakan dalam tahap prakultivasi meliputi clean bench, bunsen,
pipet mikro, erlenmeyer, tabung reaksi, gelas ukur, gelas piala, pH meter,
timbangan analitik, incubator shaker 120 rpm 37 ºC, dan otoklaf 121 ºC. Alat
yang digunakan untuk tahap kultivasi di antaranya baffled conical flask 250 ml,
clean bench, spektrofometer Hach DR 2 500, pipet mikro, incubator shaker 250
rpm 37 ºC, gelas ukur, gelas piala, dan bunsen. Alat yang digunakan untuk
analisis yaitu pH meter, spektrofotometer Hach DR 2 500, clean bench, syringe
filter 0.2 µm, syringe single use 5 ml, eppendorf tube 1.5 ml, sentrifugator 10 000
rpm 4 ºC, sentrifuge tube 50 ml, cool box, freezer, pipet mikro, gelas piala,
spektrofotometer UV-Vis, vortex, timbangan analitik, glucose kit, HPLC (high
performance liquid chromatography), dan ZORBAX SB-Aq 883975-914 coloumn.
Tahapan Penelitian
Mulai
Preparasi biakan
Prakultivasi
Kultivasi
Analisis
Selesai
Gambar 2 Skema tahapan penelitian
Preparasi Biakan
Preparasi biakan pada penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu transformasi
dan pembuatan stok gliserol. Transformasi dilakukan untuk menyisipkan molekul
DNA luar ke dalam sel bakteri. Metode transformasi yang diterapkan adalah
metode heat shock transformation.
Metode tranformasi ini diawali dengan pembuatan sel kompeten, yaitu sel
yang dapat disisipi DNA dari luar. Buffer CaCl2 digunakan untuk menghilangkan
tolakan elektrostatik antara DNA plasmid dan membran sel bakteri. Peningkatan
suhu secara mendadak mempengaruhi stabilitas pori-pori membran sel bakteri
sehingga membran tidak bersifat selektif lagi dan memungkinkan DNA dari luar
untuk masuk ke dalam sel bakteri (JoVE Science Education Database 2014).
7
Plasmid yang akan disisipkan ke dalam sel E. coli adalah pHfdh,
mengandung gen fdh yang mampu menghasilkan NADH dalam metabolisme sel
dan plasmid pTadhB–pdc, mengandung gen adhB dan pdc yang berperan dalam
produksi etanol. Prosedur transformasi dengan metode heat shock dapat dilihat
pada Lampiran 1.
Pembuatan stok gliserol bertujuan untuk menyimpan strain E. coli hasil
transformasi agar tidak perlu melakukan tranformasi ulang untuk prakultivasi
berikutnya. Prosedur pembuatan stok gliserol dapat dilihat pada Lampiran 2.
Prakultivasi
Prakultivasi dilakukan untuk menyegarkan kembali sel E. coli yang akan
dikultur agar sel tumbuh optimal saat kultivasi. Pertumbuhan sel diukur dengan
mengukur nilai optical density (OD) menggunakan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 660 nm. Prosedur prakultivasi dapat dilihat pada Lampiran 3.
Kultivasi
Kultivasi dilakukan secara aerob dengan volume media 25 dan 50 ml selama
24 jam pada laju kultur bergoyang 250 rpm dan suhu 37 ºC. Sel E. coli hasil
prakultivasi dengan OD660 1-1.5 diinokulasikan ke dalam media kultivasi yang
mengandung ampicillin, kanamyscin, chlorampenicol, IPTG, format, dan CaCO3.
Format ditambahkan untuk meningkatkan pembentukan NADH selama
metabolisme sel berlangsung. Adapun penambahan CaCO3 berfungsi mencegah
penurunan pH media selama kultivasi berlangsung.
Sebanyak 20 g/l etanol absolut ditambahkan pada jam ke-6. Demikian juga
penambahan glutamat dilakukan pada jam yang sama dengan konsentrasi 1 dan 2
g/l. Prosedur kultivasi dapat dilihat pada Lampiran 4.
Analisis
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis bobot sel
kering, analisis glukosa, analisis asetat, dan pH. Pengambilan sampel untuk
analisis dilakukan pada jam ke-24. Sebanyak 1 ml sampel untuk masing-masing
analisis disimpan dalam eppendorf tube 1.5 ml. Sampel untuk analisis kadar
glukosa dan kadar asam asetat disentrifus terlebih dahulu untuk memisahkan
antara supernatan dan pelet, kemudian supernatan disaring dengan syringe filter
0.2 µm.
Analisis bobot sel kering dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan sel yang
diukur dengan mengukur optical density (OD) menggunakan spektrofotometer
pada panjang gelombang 660 nm. Nilai yang terukur dikonversi dengan cara
mengalikannya dengan 0.36 yang merepresentasikan bobot sel kering (Ojima et al.
2012). Sebelum diukur dengan spektrofotometer, sampel terlebih dahulu
dilarutkan dalam larutan HCl 1 M untuk melarutkan CaCO3 (Suryadarma et al.
2012). Lampiran 5 menjelaskan secara terperinci prosedur analisis bobot sel
kering.
Analisis glukosa bertujuan untuk mengetahui jumlah glukosa yang tersisa.
Kadar glukosa dianalisis dengan menggunakan glucose kit (F-Kit 716251).
Prosedur analisis kadar glukosa dijelaskan pada Lampiran 6.
Analisis asetat bertujuan untuk mengetahui jumlah asetat yang terbentuk
dari kultivasi selama 24 jam. Analisis ini menggunakan alat HPLC dengan kolom
ZORBAX SB-Aq 883975-914. Kondisi pengujian meliputi suhu, mobile phase,
laju alir, dan panjang gelombang berturut-turut yaitu 35 °C, NaH2PO4 20 mM dan
ACN, 1 ml/menit, dan 210 nm. Lampiran 7 menjelaskan prosedur pengujian
8
analisis kadar asam asetat. Adapun analisis pH media bertujuan untuk mengetahui
tingkat keasaman media. Prosedur analisis pH dapat dilihat pada Lampiran 8.
Data dalam penelitian ini disajikan sebagai nilai rata-rata±standar deviasi
dengan pengulangan sebanyak tiga kali kecuali pada analisis asetat hanya
dilakukan 1 kali pengujian. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan uji
beda menggunakan uji T pada Microsoft Office Excel 2007.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Penambahan Glutamat dan Peningkatan Laju Oksigenasi
pada Kultivasi Etanol Tinggi
Beberapa penelitian sebelumnya telah banyak melakukan peningkatan
produksi etanol oleh E. coli dengan berbagai strategi melalui rekayasa genetika
dan rekayasa bioproses (Ingram 1986; Luo et al. 2009). Strain E. coli yang
digunakan dalam penelitian ini adalah BW25113Δpta yang telah disisipi gen
adhB, pdc, dan fdh (Ojima et al. 2012). Rekayasa ini dilakukan untuk
meningkatkan produksi etanol oleh rekombinan E. coli yakni dengan
menghilangkan gen yang berperan dalam pembentukan asetat melalui jalur
phosphotransacetylase (PTA). Produksi etanol yang tinggi pada suatu kultivasi
sebagaimana yang diharapkan tidak hanya berdampak positif, akan tetapi juga
berdampak negatif. Keberadaan etanol dapat menghambat pertumbuhan sel karena
mengganggu ketahanan membran sel bakteri (Ingram dan Vreeland 1986; Strom
1998).
Penurunan pertumbuhan sel akibat kandungan etanol sebelumnya juga telah
diteliti oleh Huffer et al. (2011) yang melaporkan bahwa kandungan etanol
sebesar 10 g/l berpengaruh signifikan terhadap penurunan pertumbuhan sel E. coli
KO12 pada kondisi kultivasi anaerob. Berdasarkan literatur tersebut, penambahan
etanol sebanyak 20 g/l dalam penelitian ini yang menggunakan strain E. coli yang
sama dapat dikatakan kultivasi dengan kandungan etanol tinggi.
Penurunan pertumbuhan sel akibat keberadaan etanol dalam penelitian ini
diatasi dengan meningkatkan laju oksigenasi selama kultivasi. Gambar 3
menunjukkan hasil pengukuran bobot sel kering pada perlakuan laju oksigenasi
rendah dan laju oksigenasi tinggi. Kategori laju oksigenasi rendah dan tinggi
dalam penelitian ini didasarkan pada pengaturan kecepatan laju kultur bergoyang
dan volume media yang digunakan untuk kultivasi. Laju oksigenasi dengan
kecepatan laju kultur bergoyang 250 rpm pada 25 ml media lebih besar dari pada
laju oksigen dengan kecepatan laju kultur bergoyang 250 rpm pada 50 ml media.
Rancangan ini didasarkan pada hasil penelitian Lee (2003) mengenai produksi
alanin dengan kultivasi pada berbagai laju agitasi.
Berdasarkan Gambar 3 penambahan etanol pada laju oksigenasi rendah
terbukti menurunkan pertumbuhan sel yang terlihat dari menurunnya bobot sel
kering. Penelitian yang dilakukan oleh Ingram dan Vreeland (1980) menunjukkan
bahwa etanol tinggi dalam media kultivasi dapat menghambat pertumbuhan sel.
Adanya etanol tinggi pada suatu kultur menghambat aktifitas permease membran
sel dan mempengaruhi pembentukan ikatan peptidoglikan, selanjutnya
menyebabkan lisis pada sel (Ingram dan Vreeland 1980). Hal inilah yang
9
menyebabkan pertumbuhan sel E. coli terhambat. Pertumbuhan sel pada laju
oksigenasi rendah setelah ditambahkan etanol mengalami penurunan sebesar
28.8% (Gambar 3).
Kultivasi dengan laju oksigenasi rendah
(volume media 50 ml pada 250 rpm)
Kultivasi dengan laju oksigenasi tinggi
(volume media 25 ml pada 250 rpm)
Bobot sel kering [g/l]
2,5
*) Signifikan pada α = 0,05
2
1,5
1
0,5
0
Etanol [g/l]
01
2
20
3
20
4
20
Glutamat [g/l]
0
0
2
0
Gambar 3 Pertumbuhan sel E. coli BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB–pdc pada
kultivasi etanol tinggi dengan laju oksigenasi berbeda. Kultivasi
dilakukan selama 24 jam dengan penambahan etanol (20 g/l) dan
glutamat (2 g/l) pada jam ke-6.
Salah satu strategi peningkatan produksi etanol oleh E. coli adalah dengan
meningkatkan toleransi E. coli terhadap etanol tinggi (Luo et al. 2009). Telah
disebutkan bahwa keberadaan etanol yang tinggi mengakibatkan gangguan pada
membran sel sehingga dapat menghambat pertumbuhan sel. Underwood et al.
(2004) telah meneliti glutamat mampu meningkatkan konsentrasi sel pada media
kultivasi yang mengandung garam. Strategi serupa diterapkan dalam penelitian ini
untuk meningkatkan pertumbuhan sel yang turun akibat adanya etanol tinggi. DGlutamat merupakan salah satu asam amino yang berperan penting dalam
penyusunan peptidoglikan membran sel. D-Glutamat adalah hasil konversi Lglutamat dengan bantuan enzim glutamate racemase (Kim et al. 2007). Dglutamat yang terbentuk akan berikatan dengan UDP-N-acetylmuramyl-L-alanin
melalui ikatan peptida. Kemudian senyawa tersebut bergabung dengan mesdiaminopimelic acid, D-alanil, dan D-alanin sehingga terbentuk monomer
peptidoglikan UDP-NAM-pentapeptida (Ho et al. 1994).
Penambahan etanol dalam konsentrasi yang sama (20 g/l) juga dilakukan
pada laju oksigenasi tinggi. Pertumbuhan sel pada perlakuan tersebut mengalami
peningkatan hampir dua kali lipat dibandingkan pertumbuhan sel pada laju
oksigenasi rendah. Pertumbuhan sel meningkat karena adanya oksigen yang tinggi.
El-Mansi dan Holms (1989) menyebutkan bahwa ketersediaan oksigen yang
tinggi akan meningkatkan aktifitas metabolisme sel ke jalur siklus TCA
10
(tricarboxilic acid) untuk pembentukan sel. Hasil ini menunjukkan bahwa
peningkatan laju oksigenasi pada kultivasi etanol tinggi mampu meningkatkan
pertumbuhan sel.
Dalam penelitian ini, penambahan glutamat pada kultivasi etanol tinggi
dengan laju oksigenasi rendah mampu meningkatkan pertumbuhan sel (Gambar 3).
Pertumbuhan sel pada kultivasi etanol tinggi dengan laju oksigenasi rendah
meningkat sebesar 50% setelah ditambahkan glutamat. Dengan demikian dapat
dinyatakan peningkatan laju oksigenasi dan penambahan glutamat pada kultivasi
etanol tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan sel.
Pengaruh Peningkatan Laju Oksigenasi pada Kultivasi Etanol Tinggi
Ketersediaan oksigen yang tinggi akan meningkatkan aktifitas metabolisme
sel ke jalur siklus TCA (tricarboxilic acid) untuk pembentukan sel (El-Mansi dan
Holms 1989). Suryadarma et al. (2012) juga menyebutkan bahwa peningkatan
oksigenasi dapat mengarahkan aliran karbon untuk konsumsi piruvat oleh reaksi
enzim pyruvate dehydrogenase complex (PDHc) menuju asetil KoA, kemudian
siklus TCA. Dengan demikian aktifitas siklus TCA pada laju oksigenasi tinggi
akan meningkat dan berdampak pada meningkatnya pertumbuhan sel. Gambar 4
menunjukkan peningkatan laju oksigenasi memberikan pengaruh terhadap
pertumbuhan sel ditandai dengan meningkatnya bobot sel kering. Pertumbuhan sel
pada kondisi tegangan osmotik akibat etanol meningkat 56% dari kultivasi laju
oksigenasi rendah ke kultivasi laju oksigenasi tinggi. Hal ini membuktikan bahwa
ketersediaan oksigen yang tinggi mampu meningkatkan pertumbuhan sel.
Peningkatan pertumbuhan sel yang ditunjukkan dengan peningkatan bobot
sel kering ini dikonfirmasi dengan pengukuran glukosa yang tersisa setelah
kultivasi 24 jam. Pada Gambar 4 ditunjukkan glukosa yang tersisa menurun
seiring dengan meningkatnya pertumbuhan sel akibat peningkatan laju oksigenasi.
Dengan kata lain, meningkatnya pertumbuhan sel juga meningkatkan glukosa
yang dikonsumsi. Akan tetapi, tingginya glukosa yang dikonsumsi selama proses
metabolisme tidak hanya digunakan untuk pertumbuhan sel saja, melainkan ada
kemungkinan glukosa juga dikonsumsi untuk membentuk produk samping, seperti
asetat (Gambar 4).
Pembentukan asetat terjadi ketika karbon yang mengalir ke siklus TCA
melebihi kapasitas sehingga aliran karbon akan beralih pada jalur lain (El-Mansi
dan Holms 1989; Holms 1996; Lee 1996; Farmer dan Liao 1997; Chang et al.
1999). Pada kondisi aerob dengan glukosa berlebih, respirasi akan terhambat dan
berdampak pada terjadinya Crabtree effect, dimana 15% glukosa dikonversi
menjadi asetat (Holms 1986). Meski ada kemungkinan lain konsumsi glukosa
mengarah pada produk samping lain, tidak hanya asetat, dalam penelitian ini tidak
membahas kemungkinan lain tersebut lebih lanjut.
Asetat merupakan produk samping dalam produksi etanol oleh E. coli. Asetat
dihasilkan selama proses metabolisme melalui jalur phosphotransacetylaseacetate kinase (PTA-ACK) dan jalur pyruvate oksidase (POX). Beberapa
penelitian sebelumnya melaporkan asam organik seperti asetat dapat
menyebabkan kerusakan sel dan mengakibatkan pertumbuhan sel terhambat
(Russel 1998). Dengan demikian, keberadaan asetat dapat menurunkan
pertumbuhan sel. Hasil pengukuran asetat dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa dengan adanya peningkatan laju oksigenasi yang berdampak pada
11
Bobot sel kering [g/l]
tertekannya pembentukan asetat dan pertumbuhan sel meningkat. Hal ini
menegaskan konsumsi glukosa pada laju oksigenasi tinggi lebih mengarah pada
pertumbuhan sel dari pada ke arah jalur pembentukan asetat.
2,5
2
1,5
1
0,5
0
1
2
1
2
30
Glukosa [g/l]
25
20
15
10
5
0
7
Asetat [g/l]
6
5
4
3
2
1
0
1
2
Kultivasi dengan laju oksigenasi rendah
(volume media 50 ml pada 250 rpm)
Kultivasi dengan laju oksigenasi tinggi
(volume media 25 ml pada 250 rpm)
Gambar 4 Pengaruh peningkatan laju oksigenasi pada kultivasi etanol tinggi
terhadap bobot sel kering, jumlah glukosa sisa, dan pembentukan
asetat oleh E. coli BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB–pdc. Kultivasi
dilakukan selama 24 jam dengan penambahan etanol pada jam ke-6.
12
Pengaruh Penambahan Glutamat pada Kultivasi Laju Oksigenasi
Tinggi
Ingram dan Vreeland (1980) menyebutkan bahwa etanol tinggi pada suatu
kultivasi dapat memicu terjadinya perubahan polarisasi dalam cairan sel yang
menyebabkan adanya tegangan osmotik. Adanya tegangan osmotik ini memicu sel
untuk melakukan osmoregulasi. Berlangsungsnya proses osmoregulasi tidak
terlepas dari peran osmoprotectant, yakni molekul mikro yang ada dalam sel,
berperan sebagai osmolit, dan membantu sel untuk bertahan pada kondisi
tegangan osmotik yang ekstrim (Lang 2007). Glutamat, salah satu asam amino
yang berperan sebagai osmolit yang memiliki kemampuan dalam memperkuat
peptidoglikan telah terbukti pada penelitian sebelumnya (Doublet et al. 1992;
Underwood et al. 2004). Kim et al. (2004) menyebutkan glutamat dapat
dihasilkan dalam metabolisme sel melalui siklus TCA. Hasil penelitian-penelitian
sebelumnya ini dijadikan dasar strategi dalam penelitian ini untuk meningkatkan
ketahanan sel pada kultivasi etanol tinggi melalui peningkatan laju oksigenasi.
Laju oksigenasi dalam penelitian ini ditingkatkan dengan tujuan meningkatkan
aktifitas siklus TCA dalam menghasilkan energi untuk pembentukan sel baru
sehingga pertumbuhan sel meningkat. Meningkatnya pertumbuhan sel akibat
peningkatan laju oksigenasi ini dapat disebabkan oleh dua faktor. Pertama,
aktifitas siklus TCA meningkat karena adanya ketersediaan oksigen untuk
menghasilkan energi melalui reaksi respirasi. Kedua, pertumbuhan sel meningkat
disebabkan peran glutamat dalam memperbaiki sel yang rusak akibat adanya
tegangan osmotik etanol.
Untuk membuktikan hal tersebut, maka dalam penelitian ini dilakukan
penambahan glutamat pada laju oksigenasi tinggi. Gambar 5 menunjukkan
pengaruh penambahan glutamat pada kultivasi laju oksigenasi tinggi terhadap
pertumbuhan sel, glukosa, dan produksi asetat. Data sebelumnya telah
membuktikan bahwa peningkatan laju oksigenasi mampu meningkatkan
pertumbuhan sel yang terhambat akibat tegangan osmotik etanol tinggi (Gambar 3
dan 4). Berdasarkan Gambar 5, penambahan glutamat sebesar 2 g/l pada kondisi
kultivasi etanol dan juga laju oksigenasi tinggi, tidak memberikan peningkatan
pertumbuhan sel secara signifikan. Penambahan glutamat yang tidak berpengaruh
signifikan ini dapat disebabkan adanya osmolit lain yang terbentuk pada kondisi
kultivasi aerob. Underwood et al. (2004) melaporkan bahwa pada kondisi aerob,
sel menghasilkan campuran beberapa osmolit, yakni glutamat, trehalosa, dan
betain. Di samping itu, ada kemungkinan juga glutamat yang dibutuhkan untuk
perbaikan struktur sel telah terpenuhi dari glutamat yang terbentuk dalam siklus
TCA yang meningkat pembentukannya akibat peningkatan laju oksigenasi.
13
Bobot sel kering [g/l]
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
25
01
2
2
Konsentrasi glutamat [g/l]
Glukosa [g/l]
20
15
10
5
Asetat [g/l]
0
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
01
22
Konsentrasi glutamat [g/l]
01
2
Konsentrasi glutamat [g/l]
Gambar 5 Pengaruh penambahan glutamat pada laju oksigenasi dan kultivasi
etanol tinggi (20 g/l) terhadap bobot sel kering, glukosa sisa, dan
pembentukan asetat oleh E. coli BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB–pdc.
Kultivasi dilakukan selama 24 jam pada volume media 25 ml dan
laju kultur bergoyang 250 rpm dengan penambahan glutamat pada
jam ke-6.
Pada perlakuan tanpa penambahan glutamat, glukosa hampir habis
terkonsumsi, pertumbuhan sel tinggi, dan asetat yang terbentuk lebih rendah
dibandingkan asetat yang terbentuk pada perlakuan penambahan glutamat. Hal ini
menunjukkan bahwa glukosa sebagai sumber karbon pada perlakuan ini lebih
banyak digunakan untuk pertumbuhan sel. Di sisi lain, sel juga memerlukan
energi untuk memproduksi osmolit lain secara seluler (LeRudulier et al.1984).
Dengan demikian, pada perlakuan tanpa penambahan glutamat, glukosa habis
terkonsumsi tidak hanya untuk pertumbuhan sel melainkan juga untuk
pembentukan osmolit lain secara seluler.
Gambar 6 menunjukkan skema central carbon metabolism E. coli
BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB–pdc pada perlakuan laju oksigenasi yang
ditingkatkan. Terbentuknya asetat dan penambahan glutamat akan mempengaruhi
aliran karbon pada siklus TCA. Siklus TCA merupakan bagian dari jalur
metabolisme E. coli yang berperan untuk mensintesis glutamat dan produk
turunan lainnya dari sitrat (Underwood et al. 2002; Underwood et al. 2002).
14
Perlakuan laju oksigenasi yang ditingkatkan menunjukkan aliran karbon
cenderung menuju siklus TCA, sedangkan aliran karbon menuju pembentukan
asetat lebih rendah. Peristiwa ini berkaitan dengan Crabtree effect atau lebih
dikenal dengan overflow metabolism (Chang et al. 1999; El-Mansi dan Holms
1989; Farmer dan Liao 1997; Holms 1996; Lee 1996) yang telah dijelaskan
sebelumnya. Selain itu, aliran karbon juga mengarah pada pembentukan osmolit
lain secara seluler sehingga pada perlakuan ini terjadi persaingan sumber energi
yang hanya dipasok dari glukosa untuk pertumbuhan sel, pembentukan osmolit
lain, dan pembentukan asetat. Hal ini dijelaskan pada Gambar 5, glukosa pada
perlakuan tanpa penambahan glutamat hampir habis dikonsumsi.
Reaksi Glikolisis
Glukosa
Respirasi
O2
NADH
O2
Piruvat
O2
O2
O2
O2
O2
O2
NAD+
POXB
H2 O
Asetil KoA
X
PTA
Malat
Fumarat
Suksinat
Siklus
TCA
Suksinil KoA
ATP
Gambar 6
Sitrat
ADP
Asetat
Menghasilkan energi
Isositrat
Glutamat
Oxaloglutarat
Pertumbuhan sel
Skema central carbon metabolism E. coli BW25113Δpta/
pHfdh/pTadhB–pdc pada kondisi laju oksigenasi yang
ditingkatkan
Adapun pada perlakuan peningkatan laju oksigenasi disertai penambahan
glutamat, tingginya glukosa yang tersisa dan asetat yang terbentuk diduga
disebabkan adanya perubahan aliran karbon akibat penambahan glutamat dan laju
oksigenasi yang tinggi. Karbon yang mulanya dibutuhkan untuk membentuk
glutamat pada siklus TCA digunakan untuk pembentukan asetat sehingga glukosa
terakumulasi. Di sisi lain, peningkatan laju oksigenasi berpengaruh terhadap aliran
karbon yang lebih mengarah pada siklus TCA untuk pembentukan sel karena
ketersediaan oksigen yang tinggi untuk sel berespirasi. Hal ini terbukti pada
Gambar 5, asetat yang terbentuk dan glukosa yang tersisa dalam jumlah banyak.
Berdasarkan hasil adanya pengaruh peningkatan laju oksigenasi terhadap
pertumbuhan sel, mengindikasikan adanya perubahan aliran karbon pada E. coli
BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB-pdc. Penurunan pertumbuhan akibat penambahan
etanol 20 g/l telah membuktikan pertumbuhan sel terhambat akibat tegangan
osmotik (Gambar 3). Peningkatan laju oksigenasi telah terbukti mampu mengatasi
penurunan pertumbuhan sel tersebut karena meningkatnya aktifitas pada siklus
TCA dalam menghasilkan energi untuk pertumbuhan sel dengan adanya
15
ketersediaan oksigen yang tinggi (El-Mansi dan Holms 1987). Hal tersebut telah
dibuktikan dengan peningkatan pertumbuhan sel yang signifikan pada
peningkatan laju oksigenasi dari rendah ke tinggi (Gambar 4). Terjadinya
peningkatan pertumbuhan sel akibat peningkatan laju oksigenasi juga didukung
dengan data pengukuran glukosa yang tersisa (Gambar 4). Menurunnya glukosa
yang tersisa mengindikasikan adanya peningkatan terhadap glukosa yang
dikonsumsi sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan sel. Berdasarkan Gambar
4, laju oksigenasi tinggi berpengaruh terhadap glukosa yang dikonsumsi, dimana
glukosa yang dikonsumsi lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan sel dan
hanya sedikit yang digunakan untuk pembentukan asetat. Hal ini terbukti dengan
asetat yang terbentuk dalam jumlah sedikit. Dengan demikian, laju oksigenasi
yang tinggi mampu menekan pembentukan produk samping berupa asetat.
Adapun penambahan glutamat pada laju oksigenasi yang tinggi tidak
menunjukkan peningkatan pertumbuhan sel yang signifikan (Gambar 5). Hal ini
disebabkan kebutuhan glutamat untuk perbaikan struktur sel yang rusak telah
terpenuhi dari glutamat yang terbentuk melalui siklus TCA. Glutamat dihasilkan
dalam siklus TCA dari penguraian co-substrate 2-ketoglutarat dengan bantuan
enzim 2-ketoglutarat dehidrogenase (Wolfe 2005). Adanya kerusakan sel akibat
tegangan osmotik etanol menstimulasi sel untuk memperbaiki struktur yang rusak
tersebut, salah satunya dengan bantuan glutamat. Adanya kebutuhan sel terhadap
glutamat untuk perbaikan struktur sel tersebut menunjukkan adanya kemungkinan
glutamat yang dihasilkan melalui siklus TCA adalah glutamat yang digunakan
untuk perbaikan struktur sel. Hal ini berarti, siklus TCA akan mengalami
gangguan sehingga aktifitas metabolisme pada siklus TCA menurun dan
berpeluang menurunkan pertumbuhan sel. Hal ini membuktikan bahwa
penambahan glutamat pada kultivasi laju oksigenasi tinggi tidak berpengaruh
signifikan terhadap peningkatan pertumbuhan sel. Dengan demikian dapat
dinyatakan, peningkatan ketahanan sel pada kultivasi etanol tinggi dengan
meningkatkan laju oksigenasi lebih efektif, terbukti dengan meningkatnya
pertumbuhan sel. Maka dari itu, strategi peningkatan laju oksigenasi dapat
menjadi salah satu strategi alternatif pengganti penambahan glutamat untuk
meningkatkan pertumbuhan sel yang terhambat akibat produksi etanol tinggi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kondisi tegangan osmotik akibat produksi etanol tinggi mampu
menghambat pertumbuhan sel E. coli. Peningkatan laju oksigenasi terbukti
berpengaruh signifikan untuk meningkatkan pertumbuhan sel yang menurun
akibat kandungan etanol tinggi. Peningkatan laju oksigenasi akan meningkatkan
aktifitas siklus TCA dalam menghasilkan energi untuk pertumbuhan sel.
Peningkatan laju oksigenasi akan meningkatkan pembentukan glutamat dalam
siklus TCA sehingga kebutuhan glutamat untuk perbaikan struktur sel terpenuhi.
Pembentukan asetat sebagai produk samping juga tertekan dengan
ditingkatkannya laju oksigenasi. Dengan demikian, peningkatan laju oksigenasi
dapat menjadi strategi alternatif yang efektif pengganti penambahan glutamat
untuk meningkatkan pertumbuhan sel yang terhambat akibat produksi etanol
16
tinggi. Peningkatan laju oksigenasi yang mampu meningkatkan pertumbuhan sel
akan berpengaruh terhadap produksi etanol yang dihasilkan, dimana etanol yang
terbentuk berpeluang meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan sel.
Saran
Untuk meningkatkan pertumbuhan sel E. coli dalam produksi etanol,
peningkatan laju oksigenasi akan efektif. Pada kondisi aerob, NADH dikonsumsi
oleh sel untuk berespirasi yang selanjutnya dioksidasi menjadi NAD+. Kondisi ini
akan meningkatkan aktifitas glikolisis yang mereduksi NAD+ menjadi NADH.
Namun, di sisi lain NADH juga dibutuhkan untuk pembentukan etanol sehingga
akan terjadi persaingan konsumsi NADH untuk respirasi dan pembentukan etanol.
Untuk itu, meningkatkan ketersediaan NADH merupakan hal yang baik untuk
meningkatkan produksi etanol pada kultivasi secara aerob.
DAFTAR PUSTAKA
Alterthum F dan LO Ingram. 1989. Efficient ethanol production from glucose,
lactose, and xylose by recombinant Escherichia coli. Appl Environ
Microbiol. 55:1943–1948.
Chang DE, Shin S, Rhee JS, dan Pan JG. 1999. Acetate metabolism in a pta
mutant of Escherichia coli W3110: importance of maintaining acetyl-CoA
flux for the growth and survival. J. Bacteriol. 181:6656–6663.
Dien BS, Nichols NN, OBryan PJ, Bothast RJ. 2000. Development of new
ethanologenic Escherichia coli strains for fermentation of lignocellulosic
biomass. Appl Biochem Biotechnol. 84:181–196.
Dien BS, Cotta MA, Jeffries TW. 2003. Bacteria engineered for fuel ethanol
production current status. Appl Microbiol Biotechnol. 63:258–266.
Doublet P, JV Heijenroot, dan DM Lecreulx. 1992. Identification of the
Escherichia coli murI gene, which is required for the biosynthesis of Dglutamic acid, a specific component of bacterial peptidoglycan. J Bacteriol.
174:5772–5779.
El-Mansi EM, dan Holms WH. 1989. Control of carbon flux to acetate excretion
during growth of Escherichia coli in batch and continuous cultures. J. Gen.
Microbiol. 135:2875–2883.
Farmer WR, dan Liao JC. 1997. Reduction of aerobic acetate production by
Escherichia coli. Appl. Environ. Microbiol. 63:3205–3210.
Ho HT, PJ Falk, KM Ervin, BS Krishnan, LF Discotto, TJ Dougherty, dan MJ
Holms WH. 1986. The central metabolic pathways of Escherichia coli:
relationship between flux and control at a branch point, efficiency of
conversion to biomass, and excretion of acetate. Curr. Top. Cell. Regul.
28:59–105.
Holms WH. 1996. Flux analysis and control of the central metabolic pathways in
Escherichia coli. FEMS Microbiol. Rev. 19:85–116.
Huffer S, ME Clark, JC Ning, HW Blanch, dan DS Clark. 2011. Role of alcohols
in growth, lipid composition, and membrane fluidity of yeast, bacteria, and
archaea. Appl Environ Microbiol. 77: 6400–6408.
17
Ingram LO dan NS Vreeland. 1980. Differential effects of ethanol and hexanol on
the Escherichia coli cell envelope. J Bacteriol. 144:481–488.
Ingram LO, Conway T, Clark DP, Sewell GW, Preston JF. 1987. Genetic
engineering of ethanol production in Escherichia coli. Appl Environ
Microbiol. 53:2420–2425.
Ingram LO, Aldrich HC, Borges AC et al. 1999. Enteric bacterial catalysts for fuel
ethanol production. Biotechnol Prog. 15:855–866.
JoVE Science Education Database. 2014. Basic Methods in Cellular and
Molecular Biology. Bacterial Transformation: The Heat Shock Method.
JoVE. Cambridge.
Kim KH, YJ Bong, JK Park, KJ Shin, KY Hwang, dan EE Kim. 2007.
Structuralbasis for glutamate racemase inhibition. J Mol Biol. 372: 434–
443.
Lang F. 2007. Mechanisms and significance of cell volume regulation. J Am Coll
Nutr. 26 (5):613S–623S.
Lee, Mingtau. 2003. Alanine production by Escherichia coli througth metabolic
engineering [tesis]. Athens (GE): University of Georgia.
LeRudulier D, Strom AR, Dandekar AM, Smith LT, dan Valentine RC. 1984.
Molecular biology of osmoregulation. Science. 244:1064-1068.
Leticia P, Miguel C, Humberto G, Jaime AJ (1997) Fermentation parameters
influencing higher alcohol production in the tequila process. Biotechnol
Lett. 19(1):45–47.
Lin Yan, Tanaka Shuzo. 2006. Ethanol fermentation from biomass resources:
current state and prospects. Appl Microbiol Biotechnol. 69:627-642.
Lindeman LR, Rocchiccioli C (1979) Ethanol in Brazil; brief summary of the sate
of the industry in 1977. Biotechnol Bioeng 21:1107–1119.
Luli GW dan WR Strohl. 1990. Comparison of growth, acetate production, and
acetate inhibition of Escherichia coli strains in batch and fed-batch
fermentations. Appl Environ Microbiol. 56:1004–1011.
Lundqvist T, SL Fisher, G Kern, RHA Folmer, Y Xue, DT Newton, TA Keating,
RA Alm, dan BLM de Jonge. 2007. Exploitation of structural and
regulatory diversity in glutamate racemace. Nature. 447: 817–822.
Luo LH, Seo PS, Seo JW, Heo SY, Kim DH, dan Kim CH. 2009. Improved
ethanol tolerance in Escherichia coli by changing the cellular fatty acids
composition through genetic manipulation. Biotechnol Lett. 31:1867-1871.
Lustig KD, K Kroll, E Sun, R Ramos, H Elmendorf, dan MW Kirschner. 1996. A
Xenopus nodal-related gene that acts in synergy with noggin to induce
complete secondary axis and notochord formation. Development. 122:
3257–3282.
Ma Ruiqiang, Zhang Ying, Hong Haozhou, Lu Wei, Lin Min, Cheng Ming, Zhang
Wei. 2011. Improved osmotic tolerance and ethanol production of
ethanologenic Escherichia coli by IrrE, a global regulatorof radiationresistance of Deinococcus radiodurans. Curr Microbiol. 62:659-664.
MacDonald T, Yowell G, McCormack M. 2001. Staff report. US ethanol industry
production
capacity
outlook.
California
energy
commission. .http://www.energy.ca.gov/reports [Internet]. Waktu
pembaharuan; waktu unduh [diunduh pada tahun 2014 bulan
Desember tanggal 22].
Maisch WF, Sobolov M, Petricola AJ. 1979. Distilled beverages. In: Peppler HJ,
Perlman D (eds) Microbial technology. Academic, New York, pp 79.
18
Miyamoto K. 1997. Renewable biological systems for alternative sustainable
energy production. http://www.fao.org/docrep/w7241e/w7241e00.htm
#Contents [Internet]. Waktu pembaharuan; waktu unduh [diunduh
pada tahun 2014 bulan Desember tanggal 22].
Ojima Y, P Suryadarma, K Tsuchida, dan M Taya. 2012. Accumulation of
pyruvate by changing the redox status in Escherichia coli. Biotechnol Lett.
34: 889–893.
Panesar S Parmjit, Marwaha S Satwinder, dan Kennedy John F. Comparison of
ethanol and temperature tolerance of Zymomonas mobilis strain in glucose
and molasses medium. Indian Journal of Biotechnology. 6:74-77.
Panja S, S Saha, dan T Basu. 2006. Role of membrane potential on artificial
transformation of E. coli with plasmid DNA. J Biotechnol. 127: 14–20.
Polman K. 1994. Review and analysis of renewable feedstocks for the production
of commodity chemicals. Appl Biochem Biotechnol. 45:709–722.
Pucci. 1994. UDP-N-acetylmutamyl-L-alanine function as an activator in the
regulation of the Escherichia coli glutamate racemase activity. Biochem.
34: 2464–2470.
Rosillo-Calle F dan Cortez L. 1998. Towards proalcohol II: a review of the
Brazilian bioethanol programme. Biomass Bioenergy. 14:115–124.
Russell, J. B., and F. Diez-Gonzales. 1998. The effects of fermentation acids on
bacterial growth. Adv. Microb. Physiol. 39:205–234.
Stimson H. 2011. The essential chromatography and spectroscopy catalog 2011
2012 edition. Canada: Agilent Technologies Inc.
Strom AR. 1998. Osmoregulation in the model organism Escherichia coli: genes
governing the synthesis of glycine betaine and trhalose and their use in
metabolic engineering of stress tolerance. J Biosci. 23:437–445.
Suryadarma P, Y Ojima, K Tsuchida, dan M Taya. 2012. Design of Escherichia
coli cell culture for regulating alanine production under aerobic conditions.
2012. J Chem Eng Jpn. 45:604–608.
Sutapa DAI. 1999. Lumpur Aktif : Alternatif Pengolah Limbah Cair. Jurnal Studi
Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan. 3:25-38.
Todor D, Tsonka UD. 2002. Influence of the growth conditions on the resistance
of Saccharomyces cerevisiae, strain NBIMCC 181, by freeze–drying. J
Cult Collect. 3:72–77.
Underwood SA, Buszko ML, Shanmugam KT, dan Ingram LO. 2002. Flux
through citrate synthase limits the growth of ethanologenic Escherichia
coli KO11 during xylose fermentation. Appl. Environ. Microbiol.
68:1071– 1081.
Underwood SA, Zhou S, Causey TB, Yomano LP, Shanmugam KT, dan Ingram
LO. 2002. Genetic changes to optimize carbon partitioning between
ethanol and biosynthesis in ethanologenic Escherichia coli. Appl. Environ.
Microbiol. 68:6263–6272.
Underwood SA, Buszko ML, Shanmugam KT, dan Ingram LO. 2004. Lack of
promotive osmolytes limits final cell density and volumetric productivity
of ethanologenic Escherichia coli KO11 during xylose fermentation.
Applied and Environmental Microbiology. 70(5):2734.
Yancey PH, Clark ME, Hand SC, Bowlus RD, dan Somero GN. 1982. Living with
water stress: evolution of osmolyte systems. Science. 217:1214-1227.
Zhou S, Iverson AG, Grayburn WS. 2008. Engineering a native homoethanol
pathway in Escherichia coli B for ethanol production. Biotechnol Lett.
30:335-342.
19
LAMPIRAN
Lampiran 1 Prosedur transformasi metode heat shock (Panja et al. 2006)
Pembuatan sel kompeten
Strain E. coli BW25113Δpta dikultur terlebih dahulu dalam 2 ml media LB
yang mengandung 15 ppm kanamycin kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C
dengan kecepatan agitasi 200–250 rpm selama 12 jam. Sebanyak 0.5 ml kultur sel
E. coli disubkultur hingga OD600 mencapai 0.4–0.5. Selanjutnya 1.5 ml kultur sel
E. coli diinkubasi dalam es selama 10 menit. Kamudian disentrifugasi dengan
kecepatan 3 000 rpm pada suhu 4 °C selama 10 menit. Supernatan yang
dihasilkan dibuang sedangkan pelet diresuspensi dengan 495 µl buffer
transformasi dan diinkubasi dalam es selama 10 menit. Kemudian disentrifugasi
dengan kecepatan 3 000 rpm pada suhu 4 °C selama 10 menit. Pelet yang telah
dipisahkan dari supernatan kemudian diresuspensi dengan 125 µl buffer
transformasi lalu ditambahkan DMSO dan diinkubasi dalam es selama 10 menit.
Sel kompeten yang dihasilkan kemudian digunakan untuk transformasi. Setiap
transformasi membutuhkan 100 µl sel kompeten.
Transformasi metode heat shock
Sebanyak 10 µl plasmid pHfdh ditambahkan ke dalam 100 µl sel kompeten
dan diinkubasi dalam es selama 30 menit, lalu dipanaskan pada suhu 42 °C selama
45 detik. Sel kompeten tersebut kemudian diinkubasi dalam es selama 5 menit.
Setelah diinkubasi, sel kompeten tersebut ditambahkan dengan 100 µl media
2xYT lalu diinkubasi pada suhu 37 °C dengan kecepatan agitasi 250 rpm selama 1
jam. Sel E. coli yang telah disisipi plasmid pHfdh kemudian disebar ke dalam
media LB agar yang mengandung 34 ppm chloramphenicol dan diinkubasi pada
suhu 37 °C selama 12 jam. Sel kompeten yang telah disisipi plasmid pHfdh akan
dianalisis dengan menggunakan GeneJETTM plasmid miniprep kit untuk
mengetahui apakah plasmid pHfdh berhasil ditransformasikan.
Untuk
menyisipkan plasmid pTadhB-pdc, prosedur yang dilakukam sama dengan
prosedur penyisipan pHfdh tetapi menggunakan media seleksi (LB) yang
digunakan untuk menguji hasil transformasi mengandung 50 ppm ampicillin dan
34 ppm chlorampenicol.
Lampiran 2 Prosedur pembuatan stok gliserol (Lustig et al. 1996)
Sebanyak 200 µl gliserol 50% dimasukkan ke eppendorf tube 1.5 ml,
kemudian ditambahkan 200 µl sel E. coli hasil prakultivasi. Campuran tersebut
diresuspensi agar homogen dan selanjutnya disimpan dalam freezer bersuhu 20 °C .
Lampiran 3 Prosedur prakultivasi (Ojima et al. 2012)
Sebanyak 50 ml LB dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan
ditambahkan ampicillin, chloramphenicol, kanamycin, dan strain E. coli
BW25113Δpta/ pHfdh/pTadhB-pdc masing-masing 50 µl. Selanjutnya, diinkubasi
dengan rotary shaker berkecepatan 120 rpm pada suhu 37 °C selama 12 jam.
Setelah diinkubasi, nilai OD660 diukur hingga mencapai 1–1.5. Sebanyak 5 ml
strain dimasukkan ke dalam kuvet kemudian diukur nilai OD660 dengan
spektrofotometer Hach DR 2 500. Jika nilai OD660 di atas 1.5 maka dilakukan
20
pengenceran dengan media LB cair steril. Namun, jika nilai OD660 di bawah 1
maka proses inkubasi dilanjutkan kembali hingga nilainya 1–1.5.
Lampiran 4 Prosedur kultivasi (Ojima et al. 2012)
Sebanyak 2.5 ml strain E. coli yang telah mencapai nilai OD660 1–1.5
dimasukkan ke dalam baffled conical flask yang berisi 40 ml media LB, l0 ml
glukosa 40 g/l, 50 µl IPTG 0.5 mM, 50 µl ampicillin 50 mg/l, 50 µl
chloramphenicol 34 mg/l, 50 µl kanamycin 15 mg/l, 1 ml format 4 g/l, dan 1 g
CaCO3 20 g/l. Nilai pH media diatur hingga 7 dengan penambahan NaOH 1 M.
Selanjutnya, diinkubasi di dalam rotary shaker dengan kecepatan 250 rpm pada
suhu 37 °C selama 24 jam. Pada saat jam ke-6, dilakukan penambahan 1.266 ml
etanol 20 g/l, dan glutamat dengan berbagai konsentrasi yaitu 1 dan 2 g/l.
Kemudian proses inkubasi dilanjutkan hingga jam ke-24. Setiap perlakuan
dilakukan perulangan sebanyak 3 kali. Format, etanol, dan glutamat yang
digunakan harus disterilisasi terlebih dahulu dengan menggunakan syringe filter
0.2 µm. Adapun CaCO3 disterilisasi dengan cara dipanaskan dengan oven
bersuhu 180 °C selama 2 jam.
Lampiran 5 Prosedur analisis bobot sel kering (Ojima et al. 2012)
Sebanyak 4.5 ml HCl 1 M dimasukkan ke dalam kuvet kemudian dicampur
dengan 0.5 ml sampel dan diresuspensi. Nilai OD diukur pada absorbansi (λ) 660
nm dengan spektrofotometer Hach DR 2 500.
Bobot sel kering (g/l) = 0.36 x nilai OD660
Lampiran 6 Prosedur analisis glukosa (F-Kit 716251) (Suryadarma et al. 2012)
Sampel disentrifugasi dengan kecepatan 10 000 rpm pada suhu 4 °C
selama 2 menit. Setelah disentrifugasi, sampel disaring dengan syringe filter 0,2
µm. Kemudian sampel diencerkan berseri yaitu 1:5, 1:10, 1:50, 1:100, 1:200, dan
1:400. Pertama diukur nilai absorbansi (A) blangko. Sebanyak 0.5 ml larutan 1
dicampur dengan 1.05 ml aqua bidestilata kemudian diresuspensi. Selanjutmya
ditunggu sekitar 3 menit lalu diukur nilai A1 blangko. Sebanyak 0.01 ml suspensi
2 ditambahkan, lalu diresuspensi hingga homogen dan ditunggu selama 10–15
menit lalu diukur nilai A2 blangko. Kedua, nilai absorbansi (A) sampel diukur.
Sebanyak 0.5 ml larutan 1 dicampur dengan 0.1 ml larutan sampel dan 0.95 ml
aqua bidestilata kemudian diresuspensi. Selanjutmya reaksi ditunggu sekitar 3
menit lalu diukur nilai A1 sampel. Kemudian sebanyak 0.01 ml suspensi 2
ditambahkan, lalu diresuspensi hingga homogen dan reaksi ditunggu selama 10-15
menit lalu nilai A2 sampel diukur.
ΔA (g/l)
c
Keterangan:
V
v
MW
= (A2 - A1)sampel – (A2 - A1)blangko
=
x ΔA (g/l)
= volume akhir (ml)
= volume sampel (ml)
= bobot molekul (g/mol)
21
d
= light path (cm)
= extinction coefficient NADPH pada
340 nm
= 6.3 (l x
x
Hg 365 nm
= 3.5 (l x
x
Hg 334 nm
= 6.18 (l x
x
)
)
)
Lampiran 7 Prosedur analisis asam asetat (Stimson 2011)
Pengukuran asam asetat dilakukan dengan menggunakan HPLC dengan
kolom ZORBAX SB-Aq 883975-914. Mobile phase yang digunakan adalah 99%
20 mM NaH2PO4, pH 2, dan 1% ACN. Suhu, laju alir, dan panjang gelombang
yang digunakan, berturut-turut yakni 35 ºC, 1 ml/menit, dan 210 nm. Volume
sampel yang diinjeksikan sebanyak 20 µl.
Lampiran 8 Prosedur analisis pH media
Kultur yang telah diinkubasi selama 24 jam dimasukkan ke cool box untuk
menginaktifasi enzim dan pertumbuhan bakteri. Selanjutnya, keasaman tersebut
diukur dengan pH meter digital. Nilai keasaman media ditunjukkan pada layar
yang terdapat pada pH meter tersebut.
22
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 9 September 1991 dari pasangan H.
Moch. Chozin dan Hj. Umamah. Penulis adalah anak ke tiga dari empat
bersaudara. Tahun 2010, penulis lulus dari SMA Negeri 2 Kediri dan pada tahun
yang sama penulis melanjutkan pendidikannya ke Institut Pertanian Bogor (IPB).
Penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama mengenyam pendidikan sebagai mahasiswa di IPB, penulis pernah
menjadi asisten praktikum Bioindustri pada tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga
aktif mengajar privat siswa SMA di tahun 2014-2015. Penulis juga aktif di
beberapa organisasi. Tahun 2010-sekarang, penulis aktif sebagai anggota
paguyuban Keluarga Mahasiswa Jayabaya (Kamajaya). Tahun 2011-2012 penulis
menjadi Bendahara II Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama (KMNU IPB) dan
di tahun berikutnya, penulis diamanahi sebagai Kepala Divisi Pengembangan
Sumber Daya Manusia KMNU IPB. Kemudian tahun 2012-2013, penulis
mendapatkan amanah sebagai Ketua Santriat Ikatan Mahasiswa Santri Al Ihya
Darmaga.
Semasa mengikuti perkuliahan penulis juga sempat memperoleh beberapa
prestasi, di antaranya memperoleh hibah dana DIKTI (Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi) tahun 2012 untuk kegiatan Program Kreatifitas Mahasiswa
Pengabdian Masyarakat di Pondok Pesantren Mina 90. Selain itu penulis juga
pernah memperoleh beasiswa BRI 100 dari semester 3 sampai semester 6. Bulan
Juli-September 2013 penulis melaksanakan praktik lapang di Pabrik Gula
Tasikmadu, Karanganyar, Jawa Tengah.
Download