PENGATURAN LAJU OKSIGENASI UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN SEL REKOMBINAN Escherichia coli PADA KULTIVASI ETANOL TINGGI NURUL MUHIBBAH TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaturan Laju Oksigenasi untuk Meningkatkan Ketahanan Sel Rekombinan Escherichia coli pada Kultivasi Etanol Tinggi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2015 Nurul Muhibbah NIM F34100064 4 ABSTRAK NURUL MUHIBBAH. Pengaturan Laju Oksigenasi untuk Meningkatkan Ketahanan Sel Rekombinan Escherichia coli pada Kultivasi Etanol Tinggi. Dibimbing oleh PRAYOGA SURYADARMA. Peningkatan ketahanan sel rekombinan Escherichia coli pada kultivasi etanol tinggi melalui pengaturan laju oksigenasi dikaji dalam penelitian ini. Analisis bobot sel kering, glukosa, dan pembentukan asetat dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan tersebut. Sel E. coli ditumbuhkan dalam 25 dan 50 ml media dengan laju kultur bergoyang 250 rpm yang berturut-turut menunjukkan laju oksigenasi tinggi dan rendah. Kultivasi secara aerob selama 24 jam dengan penambahan etanol 20 g/l pada jam ke-6. Peningkatan laju oksigenasi pada kultivasi etanol tinggi terbukti meningkatkan ketahanan sel sebesar 56%. Peningkatan laju oksigenasi juga menurunkan pembentukan asetat dari 6.27 g/l menjadi 4.45 g/l. Pembentukan asetat ini berkaitan dengan adanya fenomena overflow metabolism. Peningkatan laju oksigenasi bertujuan meningkatkan aktifitas siklus TCA untuk meningkatkan pertumbuhan sel dan perbaikan struktur sel dengan dihasilkannya glutamat. Penambahan glutamat 2 g/l dilakukan untuk mengkonfirmasi pengaruh peningkatan laju oksigenasi terhadap ketahanan sel yang terlihat dari peningkatan pertumbuhan sel. Peningkatan laju oksigenasi disertai penambahan glutamat mengakibatkan fluks karbon menuju siklus TCA penuh sehingga karbon terakumulasi dan cenderung digunakan untuk pembentukan asetat. Kata kunci: Escherichia coli, glutamat, laju oksigenasi, ketahanan sel, overflow metabolism ABSTRACT NURUL MUHIBBAH. Enhancement Cell Tenacity of Escherichia coli Recombinant by Arrangement the Oxygenation Rate under High Ethanol Culture Conditions. Supervised by PRAYOGA SURYADARMA. The cell tenacity improvement of Escherichia coli recombinant under high ethanol culture conditions by arrangement oxygenation rate was investigated in this study. Dry cell weight, glucose, and acetate production were analysed to show the effect of this treatment. E. coli cells were grown in 25 and 50 ml of medium with 250 rpm agitation which shown the high and low oxygenatian rate. Cultivation taken a place during 24 hours aerobically with ethanol addition into the culture time of t = 6 h. Improvement of oxygenation rate under high ethanol culture condition could increase the cell growth until 56%. Improvement of oxygenation rate also decreased the acetate production from 6.27 g/l to 4.45 g/l. This acetate production was ralated with overflow metabolism phenomenon. Improvement of oxygenation rate intent on improvement TCA cycle activity for increasing cell growth and repairing cell structure by producing glutamate. The glutamate (2 g/l) was added to confirm the effect of improvement oxygenation rate on cell tenacity. Improvement of oxygenation rate and glutamate addition resulted in carbon flux in TCA cycle was over capacity. It caused the carbon was accumulated and was used for acetate production. Keywords: cell tenacity, Escherichia coli, glutamate, overflow metabolism, oxygenation rate 5 PENGATURAN LAJU OKSIGENASI UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN SEL REKOMBINAN Escherichia coli PADA KULTIVASI ETANOL TINGGI NURUL MUHIBBAH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 6 Judul Skripsi : Pengaturan Laju Oksigenasi untuk Meningkatkan Ketahanan Sel Rekombinan Escherichia coli pada Kultivasi Etanol Tinggi Nama : Nurul Muhibbah NIM : F34100064 Disetujui oleh Dr Prayoga Suryadarma, S TP, MT Pembimbing Diketahui oleh Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen Tanggal Lulus: 7 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah ketahanan sel E. coli dalam produksi bioetanol, dengan judul Pengaturan Laju Oksigenasi untuk Meningkatkan Ketahanan Sel Rekombinan Escherichia coli pada Kultivasi Etanol Tinggi. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Prayoga Suryadarma S TP MT selaku pembimbing. Penghargaan terbesar penulis sampaikan kepada ibu, abah, dan seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada pimpinan Pusat Penelitian Sumber daya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) yang telah mengizinkan penulis untuk belajar rekayasa genetikan di laboratorium Biorin dan Rekayasa Bioproses. Selain itu, penulis sampaikan terima kasih kepada Tim PSDM, Fithriani, Indra Kurniawan, Wahyu Suradi, Ari Permana, Ardi Patriadi, dan Muhammad Hijran atas bantuan dan dukungan selama penyusunan karya ilmiah ini. Kepada rekanrekan seperjuangan di laboratorium yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian. Kepada segenap staf laboran Departemen TIN atas bimbingan dan dukungan selama penulis melakukan penelitian. Kepada Ustadz Abdurrohman, Ustadz Ece, dan Ustadz Dudi beserta keluarga yang senantiasa memberikan nasihat dan doa kepada penulis. Terima kasih kepada Hannim, Izzati Choirina, Yudha Yaniari, dan Rina Ngumriana yang telah menjadi sahabat dan memberikan dukungan moril pada penulis. Kepada santri-santri PPM Al Ihya Darmaga, sahabat-sahabat KMNU IPB, dulur-dulur Kamajaya, dan rekan-rekan TIN 47 yang telah menjadi bagian dalam proses pendewasaan dan perjalanan hidup penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2015 Nurul Muhibbah 8 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 3 Hipotesis 5 Manfaat Penelitian 5 METODE 5 Lokasi dan Waktu Penelitian 5 Bahan 5 Alat 5 Tahapan Penelitian 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Penambahan Glutamat dan Peningkatan Laju Oksigenasi pada Kultivasi Etanol Tinggi Pengaruh Peningkatan Laju Oksigenasi pada Kultivasi Etanol Tinggi 8 8 10 Pengaruh Penambahan Glutamat pada Kultivasi pada Laju Oksigenasi Tinggi 12 SIMPULAN DAN SARAN 15 DAFTAR PUSTAKA 16 LAMPIRAN 19 RIWAYAT HIDUP 22 9 DAFTAR TABEL 1 Perkembangan penelitian produksi etanol 2 DAFTAR GAMBAR 1 Mekanisme pengaruh etanol pada kerusakan membran sel dan strategi peningkatan laju oksigenasi untuk meningkatkan pertumbuhan sel dan perbaikan struktur sel 2 Skema tahapan penelitian 3 Pertumbuhan sel E. coli BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB–pdc pada kultivasi etanol tinggi akibat pengaruh penambahan glutamat dan peningkatan laju oksigenasi 4 Pengaruh peningkatan laju oksigenasi pada kultivasi etanol tinggi terhadap bobot sel kering, jumlah glukosa sisa, dan pembentukan asetat oleh E. coli BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB–pdc 5 Pengaruh penambahan glutamat pada laju oksigenasi dan kultivasi etanol tinggi (20 g/l) terhadap bobot sel kering, glukosa sisa, dan pembentukan asetat oleh E. coli BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB–pdc 6 Skema central carbon metabolism E. coli BW25113Δpta/ pHfdh/pTadhB–pdc 4 6 9 11 13 14 DAFTAR LAMPIRAN 7 8 9 10 11 12 13 14 Prosedur transformasi metode heat shock Prosedur pembuatan stok gliserol Prosedur prakultivasi Prosedur kultivasi 19 19 19 20 Prosedur analisis bobot sel kering Prosedur analisis glukosa (F-Kit 716251) Prosedur analisis asam asetat Prosedur analisis pH media 20 20 21 21 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk dunia menyebabkan konsumsi pangan dan energi meningkat. Saat ini kebutuhan energi dunia sebagian besar dipasok oleh bahan bakar fosil yang terbatas ketersediaannya. Eksploitasi dalam penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan permasalahan krisis energi, sehingga mendorong penggunaan energi alternatif. Salah satu energi alternatif yang saat ini tengah dikembangkan adalah bioetanol. Bioetanol merupakan bahan bakar nabati pengganti gasoline yang diproduksi melalui proses fermentasi pati atau lignoselulosa dengan bantuan mikroba. Mulanya, produksi etanol banyak menggunakan substrat berbasis pati. Amerika dan Brazil memproduksi hampir seluruh bahan bakar etanol melalui fermentasi pati jagung (Rosillo-Calle dan Cortez 1998; MacDonald et al. 2001). Selain itu gandum, pati kentang, dan ubi kayu juga banyak digunakan sebagai substrat dalam produksi etanol (Lindeman dan Rocchiccioli 1979; Maisch et al. 1979). Penggunaan substrat berbasis pati dalam produksi etanol mengakibatkan persaingan antara kebutuhan energi dengan kebutuhan pangan. Untuk itu, mulai dikembangkan substrat berbasis lignoselulosa (Polman 1994; Lin dan Tanaka 2006) yang sumbernya banyak tersedia di alam. Penelitian mengenai produksi etanol terus berkembang. Tabel 1 menunjukkan perkembangan penelitian produksi etanol dari berbagai jenis gula dan mikroba. Di awal produksi etanol, digunakan Saccharomyces cervisiae yang dikultivasi secara anaerob. Salah satu kekurangan kultivasi secara anaerob yaitu pertumbuhan sel lambat. Meski demikian, etanol yang dihasilkan S. Cerevisiae tinggi, yaitu sekitar 25-50 g/l. Waktu kultivasi yang lama menjadi kendala dalam produksi etanol dengan S. Cerevisiae sehingga dikembangkan golongan bakteri Zymomonas molibis untuk memproduksi etanol agar waktu kultivasi relatif singkat. Perkembangan selanjutnya, bakteri E. coli digunakan sebagai agen pensintesis etanol yang mampu mendegradasi berbagai jenis gula baik dari golongan pentosa maupun heksosa. Secara alami, E. coli mampu menghasilkan etanol, akan tetapi dalam jumlah yang sangat rendah (Zhou 2008) sehingga diperlukan rekayasa genetika untuk meningkatkan kemampuan E. coli dalam memproduksi etanol tersebut. Bakteri E. coli dipilih sebagai agen pensintesis etanol karena E. coli memiliki beberapa kelebihan, di antaranya mudah untuk dikultivasi, laju pertumbuhan yang cepat, dan kebutuhan nutrisi yang sederhana (Ingram et al. 1983). Di samping itu, keunggulan lain E. coli dibandingkan S. cerevisiae dan Z. mobilis adalah E. coli mampu mendegradasi berbagai jenis gula sederhana dari golongan heksosa dan pentosa (Ma et al. 2011) termasuk hasil degradasi lignoselulosa (Tabel 1), sedangkan S. cerevisiae dan Z. mobilis hanya mampu mendegradasi gula dari golongan heksosa (Ingram et al. 1999). Penelitian-penelitian sebelumnya, kultivasi dilakukan pada kondisi anaerob, sehingga pertumbuhan sel berlangsung lambat dan memerlukan waktu lama untuk kultivasi (Tabel 1). Suryadarma et al. (2012) menyebutkan bahwa kultivasi E. coli pada kondisi anaerob atau kondisi oksigen yang terbatas menyebabkan pertumbuhan sel rendah sehingga berakibat pada turunnya hasil produk yang 2 diharapkan. Selain itu juga mengakibatkan produk samping terbentuk seperti asam laktat yang dibentuk oleh enzim laktat dehidrogenase (LDH). Sebaliknya, Sutapa (1999) menyebutkan proses kultivasi pada kondisi aerob menghasilkan biomassa dalam jumlah besar sekitar 66% dan 34% berupa air, gas, asam organik. Keberadaan oksigen yang tinggi juga dapat menghindarkan pembentukan produk samping seperti asam laktat (Ojima et al. 2012). Tabel 1 Perkembangan penelitian produksi etanol Mikroorganisme Kondisi proses Saccharomyces - Media: luria broth cerevisiae (Leticia - Sumber karbon: et al. 1997) sukrosa - Kondisi: anaerob Saccharomyces - Media: luria broth cerevisiae (Todor dan luria agar dan Tsonka 2002) - Sumber karbon: glukosa - Kondisi: aerob Zymomonas mobilis - Media: luria broth (Panesar et al. - Sumber karbon: 2007) glukosa - Kondisi: anaerob Escherichia coli - Media: luria broth (Alterthum dan - Sumber karbon: Ingram 1989) glukosa - Kondisi: anaerob Escherichia coli - Media: luria broth (Dien et al. 2003) - Sumber karbon: arabinosa dan xylosa - Kondisi: anaerob Waktu kultivasi (jam) 24 Etanol terproduksi (g/l) 25-50 40-160 - 48 3.2 120 58 120 40-50 Pertumbuhan sel selama proses kultivasi bergantung pada ketahanan sel yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Konsentrasi etanol tinggi saat kultivasi berlangsung dapat menghambat pertumbuhan sel E. coli (Ingram dan Vreeland 1980). Hal ini disebabkan adanya tegangan osmotik pada membran sel E. coli akibat etanol tinggi sehingga ketahanan sel menurun (Strom 1998). Untuk mengatasi rusaknya ketahanan sel akibat tegangan osmotik, keberadaan osmoprotectant dapat memperbaiki kerusakan tersebut. Salah satu osmoprotectant yang berperan dalam perbaikan kerusakan pada membran sel adalah glutamat (Lundqvist et al. 2006). Glutamat merupakan salah satu metabolit yang dihasilkan dalam siklus TCA (tricarboxilic acid). Dalam penelitian ini, dilakukan upaya peningkatan aktifitas pada siklus TCA yang diharapkan akan meningkatkan pembentukan glutamat yang diperlukan dalam perbaikan kerusakan struktur sel akibat tegangan etanol tinggi. Upaya tersebut dilakukan dengan meningkatkan ketersediaan oksigen melalui pengaturan laju oksigenasi dimana ketersediaan oksigen yang tinggi akan memicu metabolisme sel menuju siklus TCA. 3 Perumusan Masalah Pengaturan kondisi kultivasi etanol oleh rekombinan E. coli dirancang untuk meningkatkan produksi etanol dan mengurangi pembentukan produk samping. Produksi etanol tinggi tidak hanya berdampak positif, akan tetapi juga berdampak negatif karena dapat menghambat pertumbuhan sel (Ingram dan Vreeland 1980). Pertumbuhan sel terhambat karena ketahanan membran sel terganggu akibat tegangan osmotik yang disebabkan oleh produksi etanol tinggi (Strom 1998). Pertumbuhan sel yang terhambat menunjukkan adanya pemanfaatan lain dari glukosa dalam metabolisme, misalnya untuk pembentukan produk samping, seperti asetat. Pembentukan asetat yang tinggi dapat juga mengindikasikan karbon yang mengalir menuju siklus TCA (tricarboxilic acid) hanya dalam jumlah kecil sehingga menyebabkan pertumbuhan sel rendah (Luli dan Strohl 1990). Untuk itu diperlukan suatu strategi rekayasa teknik bioproses untuk meningkatkan aktifitas metabolisme pada siklus TCA agar pembentukan energi untuk pertumbuhan sel meningkat. Selain itu, meningkatnya aktifitas metabolisme pada siklus TCA diharapkan dapat meningkatkan pembentukan glutamat yang berperan sebagai osmoprotectant dan asam amino penyusun peptidoglikan pada membran sel sehingga perbaikan struktur sel yang rusak akibat etanol tinggi juga dapat diatasi. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh tingkat oksigenasi terhadap ketahanan sel rekombinan E. coli yang dikultivasi pada kondisi adanya tegangan osmotik akibat kandungan etanol tinggi. Hipotesis Tingginya produksi etanol selama kultivasi dapat memicu tegangan osmotik pada membran sel dan mengakibatkan kerusakan pada membran sel (Strom 1998). Kerusakan membran sel tersebut berdampak pada gangguan ketahanan sel sehingga mengakibatkan pertumbuhan sel terhambat. Sebagai strategi untuk mengatasi penurunan pertumbuhan sel ini, peningkatan laju oksigenasi dapat dijadikan sebagai alternatif strategi untuk meningkatkan pertumbuhan sel. Ketersediaan oksigen yang tinggi akan meningkatkan aktifitas metabolisme sel ke jalur siklus TCA (tricarboxilic acid) untuk pembentukan sel (El-Mansi dan Holms 1989). Meningkatnya aktifitas metabolisme pada siklus TCA akan meningkatkan pembentukan energi yang diperlukan untuk pertumbuhan. Selain itu, meningkatnya aktifitas metabolisme pada siklus TCA akan meningkatkan pembentukan metabolit berupa glutamat yang merupakan asam amino dan osmoprotectant yang berperan dalam memperbaiki kerusakan struktur sel akibat tegangan osmotik oleh etanol tinggi. Keberadaan oksigen yang tinggi juga dapat menghindarkan pembentukan produk samping seperti asam laktat (Ojima et al. 2012). Dengan demikian, melalui peningkatan laju oksigenasi diharapkan pembentukan produk samping akan tertekan dan aktifitas siklus TCA meningkat sehingga energi yang 4 diperlukan untuk pertumbuhan sel tinggi serta pembentukan glutamat yang berperan dalam perbaikan struktur sel juga akan meningkat. Membran sel Peptidoglikan Peptidoglikan Membran sel Etanol tinggi Sel E. coli Sel E. coli Membran sel Peptidoglikan Membran sel Peptidoglikan ( a) Ekstraseluler Intraseluler Reaksi Glikolisis Glukosa NADH O2 O2 O2 O2 O2 O2 O2 O2 NAD+ Piruvat POXB H2O Asetil KoA X PTA Asetat Siklus TCA ATP Glutamat ADP ( b) Glutamat Aliran karbon meningkat Aliran karbon menurun Gambar 1 (a) Mekanisme pengaruh kandungan etanol tinggi terhadap kerusakan membran sel. (b) Strategi peningkatan laju oksigenasi untuk meningkatkan pertumbuhan sel dan perbaikan struktur sel. 5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang strategi mengatasi turunnya pertumbuhan sel rekombinan E. coli dalam kultivasi etanol secara aerob akibat tingginya kandungan etanol. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian dengan waktu pelaksanaan antara bulan Maret-Oktober 2014. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan tahap transformasi, bahan tahap prakultivasi, bahan tahap kultivasi, dan bahan tahap analisis. Bahan tahap transformasi terdiri dari strain bakteri E. coli BW25113Δpta (JW2294) sebagai strain induk, plasmid berisi gen fdh berasal dari Mycobaterium vaccae (pHfdh) yang telah dikonstruksi pada penelitian sebelumnya (Ojima et al. 2012), dan plasmid pTadhB–pdc yang mengandung gen adhB dan pdc dari Z. mobilis, antibiotik (ampicillin, kanamycin, dan chlorampenicol), CaCl2 0.1 M, dimethyl sulfoxide (DMSO), dan media 2xYT. Bahan tahap prakultivasi meliputi 5 g ekstrak khamir, 10 g pepton, 10 g NaCl per liter akuades. Sebanyak 34 mg/l chlorampenicol, 50 mg/l ampicillin, dan 15 mg/l kanamycin ditambahkan ke dalam media. Adapun 50% larutan gliserol digunakan sebagai bahan media stok kultur. Bahan tahap kultivasi meliputi 40 g glukosa, 5 g ekstrak khamir, 10 g pepton, 10 g NaCl, dan 4 g format yang dilarutkan dalam satu liter akuades. Di samping itu juga ditambahkan isopropyl thiogalactoside (IPTG) 0.5 mM, chlorampenicol 34 mg/l, ampicillin 50 mg/l, dan kanamycin 15 mg/l, CaCO3 20 g/l, etanol absolut 20 g/l, dan glutamat (1 dan 2 g/l). Adapun bahan tahap analisis meliputi HCl 1 M, NaH2PO4 20 mM, ACN, metanol, dan aqua bidestilata steril. Alat Alat yang digunakan dalam tahap transformasi meliputi clean bench, tabung reaksi, erlenmeyer, pipet mikro, spektrofotometer, sentrifuge 3 000 rpm 4 ºC, eppendorf tube 1.5 ml, cool box, freezer, water bath, incubator shaker 250 rpm 37 ºC, timbangan analitik, otoklaf 121 ºC, cawan petri, bunsen, parafilm, sudip, dan plasmid miniprep kit. Alat yang digunakan dalam pembuatan stok gliserol yaitu clean bench, bunsen, eppendorf tube 1.5 ml, dan pipet mikro. 6 Alat yang digunakan dalam tahap prakultivasi meliputi clean bench, bunsen, pipet mikro, erlenmeyer, tabung reaksi, gelas ukur, gelas piala, pH meter, timbangan analitik, incubator shaker 120 rpm 37 ºC, dan otoklaf 121 ºC. Alat yang digunakan untuk tahap kultivasi di antaranya baffled conical flask 250 ml, clean bench, spektrofometer Hach DR 2 500, pipet mikro, incubator shaker 250 rpm 37 ºC, gelas ukur, gelas piala, dan bunsen. Alat yang digunakan untuk analisis yaitu pH meter, spektrofotometer Hach DR 2 500, clean bench, syringe filter 0.2 µm, syringe single use 5 ml, eppendorf tube 1.5 ml, sentrifugator 10 000 rpm 4 ºC, sentrifuge tube 50 ml, cool box, freezer, pipet mikro, gelas piala, spektrofotometer UV-Vis, vortex, timbangan analitik, glucose kit, HPLC (high performance liquid chromatography), dan ZORBAX SB-Aq 883975-914 coloumn. Tahapan Penelitian Mulai Preparasi biakan Prakultivasi Kultivasi Analisis Selesai Gambar 2 Skema tahapan penelitian Preparasi Biakan Preparasi biakan pada penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu transformasi dan pembuatan stok gliserol. Transformasi dilakukan untuk menyisipkan molekul DNA luar ke dalam sel bakteri. Metode transformasi yang diterapkan adalah metode heat shock transformation. Metode tranformasi ini diawali dengan pembuatan sel kompeten, yaitu sel yang dapat disisipi DNA dari luar. Buffer CaCl2 digunakan untuk menghilangkan tolakan elektrostatik antara DNA plasmid dan membran sel bakteri. Peningkatan suhu secara mendadak mempengaruhi stabilitas pori-pori membran sel bakteri sehingga membran tidak bersifat selektif lagi dan memungkinkan DNA dari luar untuk masuk ke dalam sel bakteri (JoVE Science Education Database 2014). 7 Plasmid yang akan disisipkan ke dalam sel E. coli adalah pHfdh, mengandung gen fdh yang mampu menghasilkan NADH dalam metabolisme sel dan plasmid pTadhB–pdc, mengandung gen adhB dan pdc yang berperan dalam produksi etanol. Prosedur transformasi dengan metode heat shock dapat dilihat pada Lampiran 1. Pembuatan stok gliserol bertujuan untuk menyimpan strain E. coli hasil transformasi agar tidak perlu melakukan tranformasi ulang untuk prakultivasi berikutnya. Prosedur pembuatan stok gliserol dapat dilihat pada Lampiran 2. Prakultivasi Prakultivasi dilakukan untuk menyegarkan kembali sel E. coli yang akan dikultur agar sel tumbuh optimal saat kultivasi. Pertumbuhan sel diukur dengan mengukur nilai optical density (OD) menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm. Prosedur prakultivasi dapat dilihat pada Lampiran 3. Kultivasi Kultivasi dilakukan secara aerob dengan volume media 25 dan 50 ml selama 24 jam pada laju kultur bergoyang 250 rpm dan suhu 37 ºC. Sel E. coli hasil prakultivasi dengan OD660 1-1.5 diinokulasikan ke dalam media kultivasi yang mengandung ampicillin, kanamyscin, chlorampenicol, IPTG, format, dan CaCO3. Format ditambahkan untuk meningkatkan pembentukan NADH selama metabolisme sel berlangsung. Adapun penambahan CaCO3 berfungsi mencegah penurunan pH media selama kultivasi berlangsung. Sebanyak 20 g/l etanol absolut ditambahkan pada jam ke-6. Demikian juga penambahan glutamat dilakukan pada jam yang sama dengan konsentrasi 1 dan 2 g/l. Prosedur kultivasi dapat dilihat pada Lampiran 4. Analisis Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis bobot sel kering, analisis glukosa, analisis asetat, dan pH. Pengambilan sampel untuk analisis dilakukan pada jam ke-24. Sebanyak 1 ml sampel untuk masing-masing analisis disimpan dalam eppendorf tube 1.5 ml. Sampel untuk analisis kadar glukosa dan kadar asam asetat disentrifus terlebih dahulu untuk memisahkan antara supernatan dan pelet, kemudian supernatan disaring dengan syringe filter 0.2 µm. Analisis bobot sel kering dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan sel yang diukur dengan mengukur optical density (OD) menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. Nilai yang terukur dikonversi dengan cara mengalikannya dengan 0.36 yang merepresentasikan bobot sel kering (Ojima et al. 2012). Sebelum diukur dengan spektrofotometer, sampel terlebih dahulu dilarutkan dalam larutan HCl 1 M untuk melarutkan CaCO3 (Suryadarma et al. 2012). Lampiran 5 menjelaskan secara terperinci prosedur analisis bobot sel kering. Analisis glukosa bertujuan untuk mengetahui jumlah glukosa yang tersisa. Kadar glukosa dianalisis dengan menggunakan glucose kit (F-Kit 716251). Prosedur analisis kadar glukosa dijelaskan pada Lampiran 6. Analisis asetat bertujuan untuk mengetahui jumlah asetat yang terbentuk dari kultivasi selama 24 jam. Analisis ini menggunakan alat HPLC dengan kolom ZORBAX SB-Aq 883975-914. Kondisi pengujian meliputi suhu, mobile phase, laju alir, dan panjang gelombang berturut-turut yaitu 35 °C, NaH2PO4 20 mM dan ACN, 1 ml/menit, dan 210 nm. Lampiran 7 menjelaskan prosedur pengujian 8 analisis kadar asam asetat. Adapun analisis pH media bertujuan untuk mengetahui tingkat keasaman media. Prosedur analisis pH dapat dilihat pada Lampiran 8. Data dalam penelitian ini disajikan sebagai nilai rata-rata±standar deviasi dengan pengulangan sebanyak tiga kali kecuali pada analisis asetat hanya dilakukan 1 kali pengujian. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan uji beda menggunakan uji T pada Microsoft Office Excel 2007. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Penambahan Glutamat dan Peningkatan Laju Oksigenasi pada Kultivasi Etanol Tinggi Beberapa penelitian sebelumnya telah banyak melakukan peningkatan produksi etanol oleh E. coli dengan berbagai strategi melalui rekayasa genetika dan rekayasa bioproses (Ingram 1986; Luo et al. 2009). Strain E. coli yang digunakan dalam penelitian ini adalah BW25113Δpta yang telah disisipi gen adhB, pdc, dan fdh (Ojima et al. 2012). Rekayasa ini dilakukan untuk meningkatkan produksi etanol oleh rekombinan E. coli yakni dengan menghilangkan gen yang berperan dalam pembentukan asetat melalui jalur phosphotransacetylase (PTA). Produksi etanol yang tinggi pada suatu kultivasi sebagaimana yang diharapkan tidak hanya berdampak positif, akan tetapi juga berdampak negatif. Keberadaan etanol dapat menghambat pertumbuhan sel karena mengganggu ketahanan membran sel bakteri (Ingram dan Vreeland 1986; Strom 1998). Penurunan pertumbuhan sel akibat kandungan etanol sebelumnya juga telah diteliti oleh Huffer et al. (2011) yang melaporkan bahwa kandungan etanol sebesar 10 g/l berpengaruh signifikan terhadap penurunan pertumbuhan sel E. coli KO12 pada kondisi kultivasi anaerob. Berdasarkan literatur tersebut, penambahan etanol sebanyak 20 g/l dalam penelitian ini yang menggunakan strain E. coli yang sama dapat dikatakan kultivasi dengan kandungan etanol tinggi. Penurunan pertumbuhan sel akibat keberadaan etanol dalam penelitian ini diatasi dengan meningkatkan laju oksigenasi selama kultivasi. Gambar 3 menunjukkan hasil pengukuran bobot sel kering pada perlakuan laju oksigenasi rendah dan laju oksigenasi tinggi. Kategori laju oksigenasi rendah dan tinggi dalam penelitian ini didasarkan pada pengaturan kecepatan laju kultur bergoyang dan volume media yang digunakan untuk kultivasi. Laju oksigenasi dengan kecepatan laju kultur bergoyang 250 rpm pada 25 ml media lebih besar dari pada laju oksigen dengan kecepatan laju kultur bergoyang 250 rpm pada 50 ml media. Rancangan ini didasarkan pada hasil penelitian Lee (2003) mengenai produksi alanin dengan kultivasi pada berbagai laju agitasi. Berdasarkan Gambar 3 penambahan etanol pada laju oksigenasi rendah terbukti menurunkan pertumbuhan sel yang terlihat dari menurunnya bobot sel kering. Penelitian yang dilakukan oleh Ingram dan Vreeland (1980) menunjukkan bahwa etanol tinggi dalam media kultivasi dapat menghambat pertumbuhan sel. Adanya etanol tinggi pada suatu kultur menghambat aktifitas permease membran sel dan mempengaruhi pembentukan ikatan peptidoglikan, selanjutnya menyebabkan lisis pada sel (Ingram dan Vreeland 1980). Hal inilah yang 9 menyebabkan pertumbuhan sel E. coli terhambat. Pertumbuhan sel pada laju oksigenasi rendah setelah ditambahkan etanol mengalami penurunan sebesar 28.8% (Gambar 3). Kultivasi dengan laju oksigenasi rendah (volume media 50 ml pada 250 rpm) Kultivasi dengan laju oksigenasi tinggi (volume media 25 ml pada 250 rpm) Bobot sel kering [g/l] 2,5 *) Signifikan pada α = 0,05 2 1,5 1 0,5 0 Etanol [g/l] 01 2 20 3 20 4 20 Glutamat [g/l] 0 0 2 0 Gambar 3 Pertumbuhan sel E. coli BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB–pdc pada kultivasi etanol tinggi dengan laju oksigenasi berbeda. Kultivasi dilakukan selama 24 jam dengan penambahan etanol (20 g/l) dan glutamat (2 g/l) pada jam ke-6. Salah satu strategi peningkatan produksi etanol oleh E. coli adalah dengan meningkatkan toleransi E. coli terhadap etanol tinggi (Luo et al. 2009). Telah disebutkan bahwa keberadaan etanol yang tinggi mengakibatkan gangguan pada membran sel sehingga dapat menghambat pertumbuhan sel. Underwood et al. (2004) telah meneliti glutamat mampu meningkatkan konsentrasi sel pada media kultivasi yang mengandung garam. Strategi serupa diterapkan dalam penelitian ini untuk meningkatkan pertumbuhan sel yang turun akibat adanya etanol tinggi. DGlutamat merupakan salah satu asam amino yang berperan penting dalam penyusunan peptidoglikan membran sel. D-Glutamat adalah hasil konversi Lglutamat dengan bantuan enzim glutamate racemase (Kim et al. 2007). Dglutamat yang terbentuk akan berikatan dengan UDP-N-acetylmuramyl-L-alanin melalui ikatan peptida. Kemudian senyawa tersebut bergabung dengan mesdiaminopimelic acid, D-alanil, dan D-alanin sehingga terbentuk monomer peptidoglikan UDP-NAM-pentapeptida (Ho et al. 1994). Penambahan etanol dalam konsentrasi yang sama (20 g/l) juga dilakukan pada laju oksigenasi tinggi. Pertumbuhan sel pada perlakuan tersebut mengalami peningkatan hampir dua kali lipat dibandingkan pertumbuhan sel pada laju oksigenasi rendah. Pertumbuhan sel meningkat karena adanya oksigen yang tinggi. El-Mansi dan Holms (1989) menyebutkan bahwa ketersediaan oksigen yang tinggi akan meningkatkan aktifitas metabolisme sel ke jalur siklus TCA 10 (tricarboxilic acid) untuk pembentukan sel. Hasil ini menunjukkan bahwa peningkatan laju oksigenasi pada kultivasi etanol tinggi mampu meningkatkan pertumbuhan sel. Dalam penelitian ini, penambahan glutamat pada kultivasi etanol tinggi dengan laju oksigenasi rendah mampu meningkatkan pertumbuhan sel (Gambar 3). Pertumbuhan sel pada kultivasi etanol tinggi dengan laju oksigenasi rendah meningkat sebesar 50% setelah ditambahkan glutamat. Dengan demikian dapat dinyatakan peningkatan laju oksigenasi dan penambahan glutamat pada kultivasi etanol tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan sel. Pengaruh Peningkatan Laju Oksigenasi pada Kultivasi Etanol Tinggi Ketersediaan oksigen yang tinggi akan meningkatkan aktifitas metabolisme sel ke jalur siklus TCA (tricarboxilic acid) untuk pembentukan sel (El-Mansi dan Holms 1989). Suryadarma et al. (2012) juga menyebutkan bahwa peningkatan oksigenasi dapat mengarahkan aliran karbon untuk konsumsi piruvat oleh reaksi enzim pyruvate dehydrogenase complex (PDHc) menuju asetil KoA, kemudian siklus TCA. Dengan demikian aktifitas siklus TCA pada laju oksigenasi tinggi akan meningkat dan berdampak pada meningkatnya pertumbuhan sel. Gambar 4 menunjukkan peningkatan laju oksigenasi memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan sel ditandai dengan meningkatnya bobot sel kering. Pertumbuhan sel pada kondisi tegangan osmotik akibat etanol meningkat 56% dari kultivasi laju oksigenasi rendah ke kultivasi laju oksigenasi tinggi. Hal ini membuktikan bahwa ketersediaan oksigen yang tinggi mampu meningkatkan pertumbuhan sel. Peningkatan pertumbuhan sel yang ditunjukkan dengan peningkatan bobot sel kering ini dikonfirmasi dengan pengukuran glukosa yang tersisa setelah kultivasi 24 jam. Pada Gambar 4 ditunjukkan glukosa yang tersisa menurun seiring dengan meningkatnya pertumbuhan sel akibat peningkatan laju oksigenasi. Dengan kata lain, meningkatnya pertumbuhan sel juga meningkatkan glukosa yang dikonsumsi. Akan tetapi, tingginya glukosa yang dikonsumsi selama proses metabolisme tidak hanya digunakan untuk pertumbuhan sel saja, melainkan ada kemungkinan glukosa juga dikonsumsi untuk membentuk produk samping, seperti asetat (Gambar 4). Pembentukan asetat terjadi ketika karbon yang mengalir ke siklus TCA melebihi kapasitas sehingga aliran karbon akan beralih pada jalur lain (El-Mansi dan Holms 1989; Holms 1996; Lee 1996; Farmer dan Liao 1997; Chang et al. 1999). Pada kondisi aerob dengan glukosa berlebih, respirasi akan terhambat dan berdampak pada terjadinya Crabtree effect, dimana 15% glukosa dikonversi menjadi asetat (Holms 1986). Meski ada kemungkinan lain konsumsi glukosa mengarah pada produk samping lain, tidak hanya asetat, dalam penelitian ini tidak membahas kemungkinan lain tersebut lebih lanjut. Asetat merupakan produk samping dalam produksi etanol oleh E. coli. Asetat dihasilkan selama proses metabolisme melalui jalur phosphotransacetylaseacetate kinase (PTA-ACK) dan jalur pyruvate oksidase (POX). Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan asam organik seperti asetat dapat menyebabkan kerusakan sel dan mengakibatkan pertumbuhan sel terhambat (Russel 1998). Dengan demikian, keberadaan asetat dapat menurunkan pertumbuhan sel. Hasil pengukuran asetat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan laju oksigenasi yang berdampak pada 11 Bobot sel kering [g/l] tertekannya pembentukan asetat dan pertumbuhan sel meningkat. Hal ini menegaskan konsumsi glukosa pada laju oksigenasi tinggi lebih mengarah pada pertumbuhan sel dari pada ke arah jalur pembentukan asetat. 2,5 2 1,5 1 0,5 0 1 2 1 2 30 Glukosa [g/l] 25 20 15 10 5 0 7 Asetat [g/l] 6 5 4 3 2 1 0 1 2 Kultivasi dengan laju oksigenasi rendah (volume media 50 ml pada 250 rpm) Kultivasi dengan laju oksigenasi tinggi (volume media 25 ml pada 250 rpm) Gambar 4 Pengaruh peningkatan laju oksigenasi pada kultivasi etanol tinggi terhadap bobot sel kering, jumlah glukosa sisa, dan pembentukan asetat oleh E. coli BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB–pdc. Kultivasi dilakukan selama 24 jam dengan penambahan etanol pada jam ke-6. 12 Pengaruh Penambahan Glutamat pada Kultivasi Laju Oksigenasi Tinggi Ingram dan Vreeland (1980) menyebutkan bahwa etanol tinggi pada suatu kultivasi dapat memicu terjadinya perubahan polarisasi dalam cairan sel yang menyebabkan adanya tegangan osmotik. Adanya tegangan osmotik ini memicu sel untuk melakukan osmoregulasi. Berlangsungsnya proses osmoregulasi tidak terlepas dari peran osmoprotectant, yakni molekul mikro yang ada dalam sel, berperan sebagai osmolit, dan membantu sel untuk bertahan pada kondisi tegangan osmotik yang ekstrim (Lang 2007). Glutamat, salah satu asam amino yang berperan sebagai osmolit yang memiliki kemampuan dalam memperkuat peptidoglikan telah terbukti pada penelitian sebelumnya (Doublet et al. 1992; Underwood et al. 2004). Kim et al. (2004) menyebutkan glutamat dapat dihasilkan dalam metabolisme sel melalui siklus TCA. Hasil penelitian-penelitian sebelumnya ini dijadikan dasar strategi dalam penelitian ini untuk meningkatkan ketahanan sel pada kultivasi etanol tinggi melalui peningkatan laju oksigenasi. Laju oksigenasi dalam penelitian ini ditingkatkan dengan tujuan meningkatkan aktifitas siklus TCA dalam menghasilkan energi untuk pembentukan sel baru sehingga pertumbuhan sel meningkat. Meningkatnya pertumbuhan sel akibat peningkatan laju oksigenasi ini dapat disebabkan oleh dua faktor. Pertama, aktifitas siklus TCA meningkat karena adanya ketersediaan oksigen untuk menghasilkan energi melalui reaksi respirasi. Kedua, pertumbuhan sel meningkat disebabkan peran glutamat dalam memperbaiki sel yang rusak akibat adanya tegangan osmotik etanol. Untuk membuktikan hal tersebut, maka dalam penelitian ini dilakukan penambahan glutamat pada laju oksigenasi tinggi. Gambar 5 menunjukkan pengaruh penambahan glutamat pada kultivasi laju oksigenasi tinggi terhadap pertumbuhan sel, glukosa, dan produksi asetat. Data sebelumnya telah membuktikan bahwa peningkatan laju oksigenasi mampu meningkatkan pertumbuhan sel yang terhambat akibat tegangan osmotik etanol tinggi (Gambar 3 dan 4). Berdasarkan Gambar 5, penambahan glutamat sebesar 2 g/l pada kondisi kultivasi etanol dan juga laju oksigenasi tinggi, tidak memberikan peningkatan pertumbuhan sel secara signifikan. Penambahan glutamat yang tidak berpengaruh signifikan ini dapat disebabkan adanya osmolit lain yang terbentuk pada kondisi kultivasi aerob. Underwood et al. (2004) melaporkan bahwa pada kondisi aerob, sel menghasilkan campuran beberapa osmolit, yakni glutamat, trehalosa, dan betain. Di samping itu, ada kemungkinan juga glutamat yang dibutuhkan untuk perbaikan struktur sel telah terpenuhi dari glutamat yang terbentuk dalam siklus TCA yang meningkat pembentukannya akibat peningkatan laju oksigenasi. 13 Bobot sel kering [g/l] 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 25 01 2 2 Konsentrasi glutamat [g/l] Glukosa [g/l] 20 15 10 5 Asetat [g/l] 0 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 01 22 Konsentrasi glutamat [g/l] 01 2 Konsentrasi glutamat [g/l] Gambar 5 Pengaruh penambahan glutamat pada laju oksigenasi dan kultivasi etanol tinggi (20 g/l) terhadap bobot sel kering, glukosa sisa, dan pembentukan asetat oleh E. coli BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB–pdc. Kultivasi dilakukan selama 24 jam pada volume media 25 ml dan laju kultur bergoyang 250 rpm dengan penambahan glutamat pada jam ke-6. Pada perlakuan tanpa penambahan glutamat, glukosa hampir habis terkonsumsi, pertumbuhan sel tinggi, dan asetat yang terbentuk lebih rendah dibandingkan asetat yang terbentuk pada perlakuan penambahan glutamat. Hal ini menunjukkan bahwa glukosa sebagai sumber karbon pada perlakuan ini lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan sel. Di sisi lain, sel juga memerlukan energi untuk memproduksi osmolit lain secara seluler (LeRudulier et al.1984). Dengan demikian, pada perlakuan tanpa penambahan glutamat, glukosa habis terkonsumsi tidak hanya untuk pertumbuhan sel melainkan juga untuk pembentukan osmolit lain secara seluler. Gambar 6 menunjukkan skema central carbon metabolism E. coli BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB–pdc pada perlakuan laju oksigenasi yang ditingkatkan. Terbentuknya asetat dan penambahan glutamat akan mempengaruhi aliran karbon pada siklus TCA. Siklus TCA merupakan bagian dari jalur metabolisme E. coli yang berperan untuk mensintesis glutamat dan produk turunan lainnya dari sitrat (Underwood et al. 2002; Underwood et al. 2002). 14 Perlakuan laju oksigenasi yang ditingkatkan menunjukkan aliran karbon cenderung menuju siklus TCA, sedangkan aliran karbon menuju pembentukan asetat lebih rendah. Peristiwa ini berkaitan dengan Crabtree effect atau lebih dikenal dengan overflow metabolism (Chang et al. 1999; El-Mansi dan Holms 1989; Farmer dan Liao 1997; Holms 1996; Lee 1996) yang telah dijelaskan sebelumnya. Selain itu, aliran karbon juga mengarah pada pembentukan osmolit lain secara seluler sehingga pada perlakuan ini terjadi persaingan sumber energi yang hanya dipasok dari glukosa untuk pertumbuhan sel, pembentukan osmolit lain, dan pembentukan asetat. Hal ini dijelaskan pada Gambar 5, glukosa pada perlakuan tanpa penambahan glutamat hampir habis dikonsumsi. Reaksi Glikolisis Glukosa Respirasi O2 NADH O2 Piruvat O2 O2 O2 O2 O2 O2 NAD+ POXB H2 O Asetil KoA X PTA Malat Fumarat Suksinat Siklus TCA Suksinil KoA ATP Gambar 6 Sitrat ADP Asetat Menghasilkan energi Isositrat Glutamat Oxaloglutarat Pertumbuhan sel Skema central carbon metabolism E. coli BW25113Δpta/ pHfdh/pTadhB–pdc pada kondisi laju oksigenasi yang ditingkatkan Adapun pada perlakuan peningkatan laju oksigenasi disertai penambahan glutamat, tingginya glukosa yang tersisa dan asetat yang terbentuk diduga disebabkan adanya perubahan aliran karbon akibat penambahan glutamat dan laju oksigenasi yang tinggi. Karbon yang mulanya dibutuhkan untuk membentuk glutamat pada siklus TCA digunakan untuk pembentukan asetat sehingga glukosa terakumulasi. Di sisi lain, peningkatan laju oksigenasi berpengaruh terhadap aliran karbon yang lebih mengarah pada siklus TCA untuk pembentukan sel karena ketersediaan oksigen yang tinggi untuk sel berespirasi. Hal ini terbukti pada Gambar 5, asetat yang terbentuk dan glukosa yang tersisa dalam jumlah banyak. Berdasarkan hasil adanya pengaruh peningkatan laju oksigenasi terhadap pertumbuhan sel, mengindikasikan adanya perubahan aliran karbon pada E. coli BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB-pdc. Penurunan pertumbuhan akibat penambahan etanol 20 g/l telah membuktikan pertumbuhan sel terhambat akibat tegangan osmotik (Gambar 3). Peningkatan laju oksigenasi telah terbukti mampu mengatasi penurunan pertumbuhan sel tersebut karena meningkatnya aktifitas pada siklus TCA dalam menghasilkan energi untuk pertumbuhan sel dengan adanya 15 ketersediaan oksigen yang tinggi (El-Mansi dan Holms 1987). Hal tersebut telah dibuktikan dengan peningkatan pertumbuhan sel yang signifikan pada peningkatan laju oksigenasi dari rendah ke tinggi (Gambar 4). Terjadinya peningkatan pertumbuhan sel akibat peningkatan laju oksigenasi juga didukung dengan data pengukuran glukosa yang tersisa (Gambar 4). Menurunnya glukosa yang tersisa mengindikasikan adanya peningkatan terhadap glukosa yang dikonsumsi sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan sel. Berdasarkan Gambar 4, laju oksigenasi tinggi berpengaruh terhadap glukosa yang dikonsumsi, dimana glukosa yang dikonsumsi lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan sel dan hanya sedikit yang digunakan untuk pembentukan asetat. Hal ini terbukti dengan asetat yang terbentuk dalam jumlah sedikit. Dengan demikian, laju oksigenasi yang tinggi mampu menekan pembentukan produk samping berupa asetat. Adapun penambahan glutamat pada laju oksigenasi yang tinggi tidak menunjukkan peningkatan pertumbuhan sel yang signifikan (Gambar 5). Hal ini disebabkan kebutuhan glutamat untuk perbaikan struktur sel yang rusak telah terpenuhi dari glutamat yang terbentuk melalui siklus TCA. Glutamat dihasilkan dalam siklus TCA dari penguraian co-substrate 2-ketoglutarat dengan bantuan enzim 2-ketoglutarat dehidrogenase (Wolfe 2005). Adanya kerusakan sel akibat tegangan osmotik etanol menstimulasi sel untuk memperbaiki struktur yang rusak tersebut, salah satunya dengan bantuan glutamat. Adanya kebutuhan sel terhadap glutamat untuk perbaikan struktur sel tersebut menunjukkan adanya kemungkinan glutamat yang dihasilkan melalui siklus TCA adalah glutamat yang digunakan untuk perbaikan struktur sel. Hal ini berarti, siklus TCA akan mengalami gangguan sehingga aktifitas metabolisme pada siklus TCA menurun dan berpeluang menurunkan pertumbuhan sel. Hal ini membuktikan bahwa penambahan glutamat pada kultivasi laju oksigenasi tinggi tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan pertumbuhan sel. Dengan demikian dapat dinyatakan, peningkatan ketahanan sel pada kultivasi etanol tinggi dengan meningkatkan laju oksigenasi lebih efektif, terbukti dengan meningkatnya pertumbuhan sel. Maka dari itu, strategi peningkatan laju oksigenasi dapat menjadi salah satu strategi alternatif pengganti penambahan glutamat untuk meningkatkan pertumbuhan sel yang terhambat akibat produksi etanol tinggi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kondisi tegangan osmotik akibat produksi etanol tinggi mampu menghambat pertumbuhan sel E. coli. Peningkatan laju oksigenasi terbukti berpengaruh signifikan untuk meningkatkan pertumbuhan sel yang menurun akibat kandungan etanol tinggi. Peningkatan laju oksigenasi akan meningkatkan aktifitas siklus TCA dalam menghasilkan energi untuk pertumbuhan sel. Peningkatan laju oksigenasi akan meningkatkan pembentukan glutamat dalam siklus TCA sehingga kebutuhan glutamat untuk perbaikan struktur sel terpenuhi. Pembentukan asetat sebagai produk samping juga tertekan dengan ditingkatkannya laju oksigenasi. Dengan demikian, peningkatan laju oksigenasi dapat menjadi strategi alternatif yang efektif pengganti penambahan glutamat untuk meningkatkan pertumbuhan sel yang terhambat akibat produksi etanol 16 tinggi. Peningkatan laju oksigenasi yang mampu meningkatkan pertumbuhan sel akan berpengaruh terhadap produksi etanol yang dihasilkan, dimana etanol yang terbentuk berpeluang meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan sel. Saran Untuk meningkatkan pertumbuhan sel E. coli dalam produksi etanol, peningkatan laju oksigenasi akan efektif. Pada kondisi aerob, NADH dikonsumsi oleh sel untuk berespirasi yang selanjutnya dioksidasi menjadi NAD+. Kondisi ini akan meningkatkan aktifitas glikolisis yang mereduksi NAD+ menjadi NADH. Namun, di sisi lain NADH juga dibutuhkan untuk pembentukan etanol sehingga akan terjadi persaingan konsumsi NADH untuk respirasi dan pembentukan etanol. Untuk itu, meningkatkan ketersediaan NADH merupakan hal yang baik untuk meningkatkan produksi etanol pada kultivasi secara aerob. DAFTAR PUSTAKA Alterthum F dan LO Ingram. 1989. Efficient ethanol production from glucose, lactose, and xylose by recombinant Escherichia coli. Appl Environ Microbiol. 55:1943–1948. Chang DE, Shin S, Rhee JS, dan Pan JG. 1999. Acetate metabolism in a pta mutant of Escherichia coli W3110: importance of maintaining acetyl-CoA flux for the growth and survival. J. Bacteriol. 181:6656–6663. Dien BS, Nichols NN, OBryan PJ, Bothast RJ. 2000. Development of new ethanologenic Escherichia coli strains for fermentation of lignocellulosic biomass. Appl Biochem Biotechnol. 84:181–196. Dien BS, Cotta MA, Jeffries TW. 2003. Bacteria engineered for fuel ethanol production current status. Appl Microbiol Biotechnol. 63:258–266. Doublet P, JV Heijenroot, dan DM Lecreulx. 1992. Identification of the Escherichia coli murI gene, which is required for the biosynthesis of Dglutamic acid, a specific component of bacterial peptidoglycan. J Bacteriol. 174:5772–5779. El-Mansi EM, dan Holms WH. 1989. Control of carbon flux to acetate excretion during growth of Escherichia coli in batch and continuous cultures. J. Gen. Microbiol. 135:2875–2883. Farmer WR, dan Liao JC. 1997. Reduction of aerobic acetate production by Escherichia coli. Appl. Environ. Microbiol. 63:3205–3210. Ho HT, PJ Falk, KM Ervin, BS Krishnan, LF Discotto, TJ Dougherty, dan MJ Holms WH. 1986. The central metabolic pathways of Escherichia coli: relationship between flux and control at a branch point, efficiency of conversion to biomass, and excretion of acetate. Curr. Top. Cell. Regul. 28:59–105. Holms WH. 1996. Flux analysis and control of the central metabolic pathways in Escherichia coli. FEMS Microbiol. Rev. 19:85–116. Huffer S, ME Clark, JC Ning, HW Blanch, dan DS Clark. 2011. Role of alcohols in growth, lipid composition, and membrane fluidity of yeast, bacteria, and archaea. Appl Environ Microbiol. 77: 6400–6408. 17 Ingram LO dan NS Vreeland. 1980. Differential effects of ethanol and hexanol on the Escherichia coli cell envelope. J Bacteriol. 144:481–488. Ingram LO, Conway T, Clark DP, Sewell GW, Preston JF. 1987. Genetic engineering of ethanol production in Escherichia coli. Appl Environ Microbiol. 53:2420–2425. Ingram LO, Aldrich HC, Borges AC et al. 1999. Enteric bacterial catalysts for fuel ethanol production. Biotechnol Prog. 15:855–866. JoVE Science Education Database. 2014. Basic Methods in Cellular and Molecular Biology. Bacterial Transformation: The Heat Shock Method. JoVE. Cambridge. Kim KH, YJ Bong, JK Park, KJ Shin, KY Hwang, dan EE Kim. 2007. Structuralbasis for glutamate racemase inhibition. J Mol Biol. 372: 434– 443. Lang F. 2007. Mechanisms and significance of cell volume regulation. J Am Coll Nutr. 26 (5):613S–623S. Lee, Mingtau. 2003. Alanine production by Escherichia coli througth metabolic engineering [tesis]. Athens (GE): University of Georgia. LeRudulier D, Strom AR, Dandekar AM, Smith LT, dan Valentine RC. 1984. Molecular biology of osmoregulation. Science. 244:1064-1068. Leticia P, Miguel C, Humberto G, Jaime AJ (1997) Fermentation parameters influencing higher alcohol production in the tequila process. Biotechnol Lett. 19(1):45–47. Lin Yan, Tanaka Shuzo. 2006. Ethanol fermentation from biomass resources: current state and prospects. Appl Microbiol Biotechnol. 69:627-642. Lindeman LR, Rocchiccioli C (1979) Ethanol in Brazil; brief summary of the sate of the industry in 1977. Biotechnol Bioeng 21:1107–1119. Luli GW dan WR Strohl. 1990. Comparison of growth, acetate production, and acetate inhibition of Escherichia coli strains in batch and fed-batch fermentations. Appl Environ Microbiol. 56:1004–1011. Lundqvist T, SL Fisher, G Kern, RHA Folmer, Y Xue, DT Newton, TA Keating, RA Alm, dan BLM de Jonge. 2007. Exploitation of structural and regulatory diversity in glutamate racemace. Nature. 447: 817–822. Luo LH, Seo PS, Seo JW, Heo SY, Kim DH, dan Kim CH. 2009. Improved ethanol tolerance in Escherichia coli by changing the cellular fatty acids composition through genetic manipulation. Biotechnol Lett. 31:1867-1871. Lustig KD, K Kroll, E Sun, R Ramos, H Elmendorf, dan MW Kirschner. 1996. A Xenopus nodal-related gene that acts in synergy with noggin to induce complete secondary axis and notochord formation. Development. 122: 3257–3282. Ma Ruiqiang, Zhang Ying, Hong Haozhou, Lu Wei, Lin Min, Cheng Ming, Zhang Wei. 2011. Improved osmotic tolerance and ethanol production of ethanologenic Escherichia coli by IrrE, a global regulatorof radiationresistance of Deinococcus radiodurans. Curr Microbiol. 62:659-664. MacDonald T, Yowell G, McCormack M. 2001. Staff report. US ethanol industry production capacity outlook. California energy commission. .http://www.energy.ca.gov/reports [Internet]. Waktu pembaharuan; waktu unduh [diunduh pada tahun 2014 bulan Desember tanggal 22]. Maisch WF, Sobolov M, Petricola AJ. 1979. Distilled beverages. In: Peppler HJ, Perlman D (eds) Microbial technology. Academic, New York, pp 79. 18 Miyamoto K. 1997. Renewable biological systems for alternative sustainable energy production. http://www.fao.org/docrep/w7241e/w7241e00.htm #Contents [Internet]. Waktu pembaharuan; waktu unduh [diunduh pada tahun 2014 bulan Desember tanggal 22]. Ojima Y, P Suryadarma, K Tsuchida, dan M Taya. 2012. Accumulation of pyruvate by changing the redox status in Escherichia coli. Biotechnol Lett. 34: 889–893. Panesar S Parmjit, Marwaha S Satwinder, dan Kennedy John F. Comparison of ethanol and temperature tolerance of Zymomonas mobilis strain in glucose and molasses medium. Indian Journal of Biotechnology. 6:74-77. Panja S, S Saha, dan T Basu. 2006. Role of membrane potential on artificial transformation of E. coli with plasmid DNA. J Biotechnol. 127: 14–20. Polman K. 1994. Review and analysis of renewable feedstocks for the production of commodity chemicals. Appl Biochem Biotechnol. 45:709–722. Pucci. 1994. UDP-N-acetylmutamyl-L-alanine function as an activator in the regulation of the Escherichia coli glutamate racemase activity. Biochem. 34: 2464–2470. Rosillo-Calle F dan Cortez L. 1998. Towards proalcohol II: a review of the Brazilian bioethanol programme. Biomass Bioenergy. 14:115–124. Russell, J. B., and F. Diez-Gonzales. 1998. The effects of fermentation acids on bacterial growth. Adv. Microb. Physiol. 39:205–234. Stimson H. 2011. The essential chromatography and spectroscopy catalog 2011 2012 edition. Canada: Agilent Technologies Inc. Strom AR. 1998. Osmoregulation in the model organism Escherichia coli: genes governing the synthesis of glycine betaine and trhalose and their use in metabolic engineering of stress tolerance. J Biosci. 23:437–445. Suryadarma P, Y Ojima, K Tsuchida, dan M Taya. 2012. Design of Escherichia coli cell culture for regulating alanine production under aerobic conditions. 2012. J Chem Eng Jpn. 45:604–608. Sutapa DAI. 1999. Lumpur Aktif : Alternatif Pengolah Limbah Cair. Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan. 3:25-38. Todor D, Tsonka UD. 2002. Influence of the growth conditions on the resistance of Saccharomyces cerevisiae, strain NBIMCC 181, by freeze–drying. J Cult Collect. 3:72–77. Underwood SA, Buszko ML, Shanmugam KT, dan Ingram LO. 2002. Flux through citrate synthase limits the growth of ethanologenic Escherichia coli KO11 during xylose fermentation. Appl. Environ. Microbiol. 68:1071– 1081. Underwood SA, Zhou S, Causey TB, Yomano LP, Shanmugam KT, dan Ingram LO. 2002. Genetic changes to optimize carbon partitioning between ethanol and biosynthesis in ethanologenic Escherichia coli. Appl. Environ. Microbiol. 68:6263–6272. Underwood SA, Buszko ML, Shanmugam KT, dan Ingram LO. 2004. Lack of promotive osmolytes limits final cell density and volumetric productivity of ethanologenic Escherichia coli KO11 during xylose fermentation. Applied and Environmental Microbiology. 70(5):2734. Yancey PH, Clark ME, Hand SC, Bowlus RD, dan Somero GN. 1982. Living with water stress: evolution of osmolyte systems. Science. 217:1214-1227. Zhou S, Iverson AG, Grayburn WS. 2008. Engineering a native homoethanol pathway in Escherichia coli B for ethanol production. Biotechnol Lett. 30:335-342. 19 LAMPIRAN Lampiran 1 Prosedur transformasi metode heat shock (Panja et al. 2006) Pembuatan sel kompeten Strain E. coli BW25113Δpta dikultur terlebih dahulu dalam 2 ml media LB yang mengandung 15 ppm kanamycin kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C dengan kecepatan agitasi 200–250 rpm selama 12 jam. Sebanyak 0.5 ml kultur sel E. coli disubkultur hingga OD600 mencapai 0.4–0.5. Selanjutnya 1.5 ml kultur sel E. coli diinkubasi dalam es selama 10 menit. Kamudian disentrifugasi dengan kecepatan 3 000 rpm pada suhu 4 °C selama 10 menit. Supernatan yang dihasilkan dibuang sedangkan pelet diresuspensi dengan 495 µl buffer transformasi dan diinkubasi dalam es selama 10 menit. Kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3 000 rpm pada suhu 4 °C selama 10 menit. Pelet yang telah dipisahkan dari supernatan kemudian diresuspensi dengan 125 µl buffer transformasi lalu ditambahkan DMSO dan diinkubasi dalam es selama 10 menit. Sel kompeten yang dihasilkan kemudian digunakan untuk transformasi. Setiap transformasi membutuhkan 100 µl sel kompeten. Transformasi metode heat shock Sebanyak 10 µl plasmid pHfdh ditambahkan ke dalam 100 µl sel kompeten dan diinkubasi dalam es selama 30 menit, lalu dipanaskan pada suhu 42 °C selama 45 detik. Sel kompeten tersebut kemudian diinkubasi dalam es selama 5 menit. Setelah diinkubasi, sel kompeten tersebut ditambahkan dengan 100 µl media 2xYT lalu diinkubasi pada suhu 37 °C dengan kecepatan agitasi 250 rpm selama 1 jam. Sel E. coli yang telah disisipi plasmid pHfdh kemudian disebar ke dalam media LB agar yang mengandung 34 ppm chloramphenicol dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 12 jam. Sel kompeten yang telah disisipi plasmid pHfdh akan dianalisis dengan menggunakan GeneJETTM plasmid miniprep kit untuk mengetahui apakah plasmid pHfdh berhasil ditransformasikan. Untuk menyisipkan plasmid pTadhB-pdc, prosedur yang dilakukam sama dengan prosedur penyisipan pHfdh tetapi menggunakan media seleksi (LB) yang digunakan untuk menguji hasil transformasi mengandung 50 ppm ampicillin dan 34 ppm chlorampenicol. Lampiran 2 Prosedur pembuatan stok gliserol (Lustig et al. 1996) Sebanyak 200 µl gliserol 50% dimasukkan ke eppendorf tube 1.5 ml, kemudian ditambahkan 200 µl sel E. coli hasil prakultivasi. Campuran tersebut diresuspensi agar homogen dan selanjutnya disimpan dalam freezer bersuhu 20 °C . Lampiran 3 Prosedur prakultivasi (Ojima et al. 2012) Sebanyak 50 ml LB dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan ampicillin, chloramphenicol, kanamycin, dan strain E. coli BW25113Δpta/ pHfdh/pTadhB-pdc masing-masing 50 µl. Selanjutnya, diinkubasi dengan rotary shaker berkecepatan 120 rpm pada suhu 37 °C selama 12 jam. Setelah diinkubasi, nilai OD660 diukur hingga mencapai 1–1.5. Sebanyak 5 ml strain dimasukkan ke dalam kuvet kemudian diukur nilai OD660 dengan spektrofotometer Hach DR 2 500. Jika nilai OD660 di atas 1.5 maka dilakukan 20 pengenceran dengan media LB cair steril. Namun, jika nilai OD660 di bawah 1 maka proses inkubasi dilanjutkan kembali hingga nilainya 1–1.5. Lampiran 4 Prosedur kultivasi (Ojima et al. 2012) Sebanyak 2.5 ml strain E. coli yang telah mencapai nilai OD660 1–1.5 dimasukkan ke dalam baffled conical flask yang berisi 40 ml media LB, l0 ml glukosa 40 g/l, 50 µl IPTG 0.5 mM, 50 µl ampicillin 50 mg/l, 50 µl chloramphenicol 34 mg/l, 50 µl kanamycin 15 mg/l, 1 ml format 4 g/l, dan 1 g CaCO3 20 g/l. Nilai pH media diatur hingga 7 dengan penambahan NaOH 1 M. Selanjutnya, diinkubasi di dalam rotary shaker dengan kecepatan 250 rpm pada suhu 37 °C selama 24 jam. Pada saat jam ke-6, dilakukan penambahan 1.266 ml etanol 20 g/l, dan glutamat dengan berbagai konsentrasi yaitu 1 dan 2 g/l. Kemudian proses inkubasi dilanjutkan hingga jam ke-24. Setiap perlakuan dilakukan perulangan sebanyak 3 kali. Format, etanol, dan glutamat yang digunakan harus disterilisasi terlebih dahulu dengan menggunakan syringe filter 0.2 µm. Adapun CaCO3 disterilisasi dengan cara dipanaskan dengan oven bersuhu 180 °C selama 2 jam. Lampiran 5 Prosedur analisis bobot sel kering (Ojima et al. 2012) Sebanyak 4.5 ml HCl 1 M dimasukkan ke dalam kuvet kemudian dicampur dengan 0.5 ml sampel dan diresuspensi. Nilai OD diukur pada absorbansi (λ) 660 nm dengan spektrofotometer Hach DR 2 500. Bobot sel kering (g/l) = 0.36 x nilai OD660 Lampiran 6 Prosedur analisis glukosa (F-Kit 716251) (Suryadarma et al. 2012) Sampel disentrifugasi dengan kecepatan 10 000 rpm pada suhu 4 °C selama 2 menit. Setelah disentrifugasi, sampel disaring dengan syringe filter 0,2 µm. Kemudian sampel diencerkan berseri yaitu 1:5, 1:10, 1:50, 1:100, 1:200, dan 1:400. Pertama diukur nilai absorbansi (A) blangko. Sebanyak 0.5 ml larutan 1 dicampur dengan 1.05 ml aqua bidestilata kemudian diresuspensi. Selanjutmya ditunggu sekitar 3 menit lalu diukur nilai A1 blangko. Sebanyak 0.01 ml suspensi 2 ditambahkan, lalu diresuspensi hingga homogen dan ditunggu selama 10–15 menit lalu diukur nilai A2 blangko. Kedua, nilai absorbansi (A) sampel diukur. Sebanyak 0.5 ml larutan 1 dicampur dengan 0.1 ml larutan sampel dan 0.95 ml aqua bidestilata kemudian diresuspensi. Selanjutmya reaksi ditunggu sekitar 3 menit lalu diukur nilai A1 sampel. Kemudian sebanyak 0.01 ml suspensi 2 ditambahkan, lalu diresuspensi hingga homogen dan reaksi ditunggu selama 10-15 menit lalu nilai A2 sampel diukur. ΔA (g/l) c Keterangan: V v MW = (A2 - A1)sampel – (A2 - A1)blangko = x ΔA (g/l) = volume akhir (ml) = volume sampel (ml) = bobot molekul (g/mol) 21 d = light path (cm) = extinction coefficient NADPH pada 340 nm = 6.3 (l x x Hg 365 nm = 3.5 (l x x Hg 334 nm = 6.18 (l x x ) ) ) Lampiran 7 Prosedur analisis asam asetat (Stimson 2011) Pengukuran asam asetat dilakukan dengan menggunakan HPLC dengan kolom ZORBAX SB-Aq 883975-914. Mobile phase yang digunakan adalah 99% 20 mM NaH2PO4, pH 2, dan 1% ACN. Suhu, laju alir, dan panjang gelombang yang digunakan, berturut-turut yakni 35 ºC, 1 ml/menit, dan 210 nm. Volume sampel yang diinjeksikan sebanyak 20 µl. Lampiran 8 Prosedur analisis pH media Kultur yang telah diinkubasi selama 24 jam dimasukkan ke cool box untuk menginaktifasi enzim dan pertumbuhan bakteri. Selanjutnya, keasaman tersebut diukur dengan pH meter digital. Nilai keasaman media ditunjukkan pada layar yang terdapat pada pH meter tersebut. 22 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 9 September 1991 dari pasangan H. Moch. Chozin dan Hj. Umamah. Penulis adalah anak ke tiga dari empat bersaudara. Tahun 2010, penulis lulus dari SMA Negeri 2 Kediri dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikannya ke Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengenyam pendidikan sebagai mahasiswa di IPB, penulis pernah menjadi asisten praktikum Bioindustri pada tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga aktif mengajar privat siswa SMA di tahun 2014-2015. Penulis juga aktif di beberapa organisasi. Tahun 2010-sekarang, penulis aktif sebagai anggota paguyuban Keluarga Mahasiswa Jayabaya (Kamajaya). Tahun 2011-2012 penulis menjadi Bendahara II Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama (KMNU IPB) dan di tahun berikutnya, penulis diamanahi sebagai Kepala Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia KMNU IPB. Kemudian tahun 2012-2013, penulis mendapatkan amanah sebagai Ketua Santriat Ikatan Mahasiswa Santri Al Ihya Darmaga. Semasa mengikuti perkuliahan penulis juga sempat memperoleh beberapa prestasi, di antaranya memperoleh hibah dana DIKTI (Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi) tahun 2012 untuk kegiatan Program Kreatifitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat di Pondok Pesantren Mina 90. Selain itu penulis juga pernah memperoleh beasiswa BRI 100 dari semester 3 sampai semester 6. Bulan Juli-September 2013 penulis melaksanakan praktik lapang di Pabrik Gula Tasikmadu, Karanganyar, Jawa Tengah.