BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan perekonomian di Indonesia tidak dapat terlepas dari sektor perbankan khususnya peran perbankan sebagai sumber pembiayaan industri dalam negeri. Karena itu saat krisis melanda di Indonesia pada pertengahan tahun 1997, kegiatan perekonomian mengalami pukulan sebagai imbas dari ikut terpuruknya sektor perbankan akibat krisis tersebut. Kondisi perekonomian di Indonesia belakangan ini sedang mengalami sedikit guncangan. Apalagi dengan naiknya harga minyak dunia, yang secara tidak langsung telah membuat tingkat inflasi di Indonesia meningkat. Pada saat ini turunnya perekonomian Amerika, telah mengakibatkan harga minyak dunia melambung sangat tinggi, yaitu hampir menyentuh 120 dollar AS per barrel. Tingginya harga minyak dunia ini, membuat para pelaku pasar segera melepas rupiah dan membeli dolar AS dalam jumlah besar, yang juga telah meningkatkan inflasi di Indonesia hingga mendekati 7%. Sehingga banyak para pengamat perekonomian yang memprediksikan bahwa Indonesia akan berada pada kondisi yang tidak jauh berbeda dengan krisis hebat yang pernah Indonesia alami pada tahun 1998. (Kompas, April:2008) Maka sejak krisis hebat, kehidupan Indonesia lebih banyak ditentukan oleh dinamika sektor finansial ketimbang sektor riil. Hegemoni sektor finansial kian merasuk ekonomi kita. Fluktuasi ekonomi tak lagi ditentukan oleh kegiatan produksi riil, tetapi oleh gejolak sektor finansial. Krisis global berdampak pada sektor finansial. Ditandai dengan bangkrutnya Lehman Brother Inc. telah menyeret sejumlah bank dan perusahaan asuransi di berbagai negara dalam masalah besar. Keadaan sektor finansial makin memburuk ketika banyak perbankan melakukan pengetatan likuiditas. Terdapat penurunan kepercayaan kepada perbankan akibat banyak kasus yang menimpa sejumlah bank seperti yang terjadi pada Bank Century. Hal ini yang menyebabkan perbankan lebih berhati-hati sehingga cenderung memilih yang paling aman dengan menjaga likuiditas lebih tinggi dari yang diharapkan dan memilih menaruh dana di Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ketimbang meminjamkan kepada bank lain yang kekurangan likuiditas atau melakukan ekspansi kredit ke nasabah. Pengelolaan bank pada tahun 1997 merupakan tugas yang amat menantang. Kondisi perekonomian yang sedemikan sulit, terjadinya perubahan peraturan yang cepat, persaingan yang semakin tajam dan berbagai kecenderungan lain dalam industri perbankan menjadikan alasan perlunya manajemen bank yang solid agar mampu menghadapi dan mengantisipasi semua keadaan. Konsep dan teknilk yang digunakan dan dikembangkan bank begitu cepat menjadi ketinggalan dan harus segera diperbaharui. Demikian pula pasar yang diyakini bank demikian cepat mengalami perubahan secara dramatis. Dalam menghadapi meningkatnya kompleksitas dalam pengambilan keputusan, banyak manajemen bank menganggap sebagai suatu beban dan sangat menyusahkan, sebaliknya bank-bank lain bahkan menjadikannya sebagai suatu kondisi untuk menilai kinerja manajemen bank (Siamat. 2001:87). Bank merupakan perusahaan yang dinamis yang mendorong perumbuhan perekonomian nasional. Usaha bank bukan saja sebagai penyimpan dan pemberi kredit, tetapi juga pencipta alat-alat pembayaran, stabilitas moneter, dan dinamisator pertumbuhan perekonomian suatu negara. Perbankan merupakan salah satu sektor ekonomi yang sangat penting peranannya dalam pembangunan ekonomi Indonesia terutama dalam menghadapi era pasar bebas dan globalisasi, baik sebagai perantara antara sektor defisit dan sektor surplus maupun sebagai agent of development yang dalam hal ini masih dibebankan pada bank-bank pemerintah. Bank merupakan salah satu urat nadi perekonomian sebuah negara, tanpa adanya bank masyarakat tidak bisa menyimpan dan mengirim uang, memperoleh tambahan modal usaha atau melakukan transaksi perdagangan Internasional secara efektif dan aman. Di negara seperti Indonesia, bank memegang peranan penting dalam pembangunan karena bukan hanya sebagai sumber pembiayaan untuk kredit investasi kecil, menengah, dan besar, tetapi juga mampu mempengaruhi siklus usaha dalam perekonomian secara keseluruhan. Sektor perbankan merupaka salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Tingkat pertumbuhan yang tinggi pada sektor perbankan Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi negara yang tinggi juga dan sebaliknya, apabila tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun maka hal tersebut akan sangat berpengaruh pada sektor perbankan Indonesia. Definisi bank menurut UU No. 14/1967 Pasal 1 tentang Pokok-Pokok Perbankan adalah “ lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.” Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1992 yang disempurnakan menjadi Undang-Undang No. 10 tahun 1998 sebagai berikut: “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Sebagai lembaga keuangan, bank berfungsi sebagai perantara keuangan atau financial intermediary dari dua pihak, yakni pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Kesehatan atau kondisi keuangan merupakan kepentingan semua pihak terkait pemilik, pengelola, (manajemen bank), masyarakat pengguna jasa, Bank Indonesia selaku otoritas, dan pihak lainnya. Kondisi bank tersebut dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential), kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen resiko (risk management). Berdasarkan Peraturan BI No. 6/10/PBI/2004 tentang definisi kesehatan bank sebagai berikut: “Tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kuntitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian kuantitaif dan atau penilaian kuntitatif terhadap faktor-faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas dan sensitivitas terhadap resiko pasar.” Saham sektor perbankan pada tahun 2007 menunjukkan tren yang positif, hal ini dikarenakan bank-bank yang terdapat di Bursa Efek Indonesia mengalami peningkatan laba yang cukup signifikan. Tren ini juga semakin menguat seiring dengan semakin meningkatnya kepercayaan dari masyarakat untuk menggunakan jasa-jasa dari perbankan terutama jasa simpan pinjam, kredit kendaraan bermotor, kredit perumahan, kredit barang-barang elektronik, dan lain sebagainya. Bank-bank membukukan rapor yang menawan pada sembilan bulan pertama 2007. Pada kuartal ketiga 2007, laba industri perbankan meningkat signifikan sebesar 28% menjadi Rp. 26,79 triliun. Kebijakan bank sentral menurunkan tingkat bunga berpengaruh besar pada keuntungan bank-bank. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk mencatatkan diri sebagai bank dengan keuntungan terbesar, yakni Rp. 3,62 triliun, naik 16,59% dibanding periode yang sama tahun lalu. PT Bank Danamon Tbk membukukan peningkatan laba 75% menjadi Rp. 1,6 triliun berkat dukungan pendapatan jasa yang tumbuh signifikan, kredit Danamon juga tumbuh subur 22% menjadi Rp. 50,153 triliun dengan pertumbuhan membaik di semua segmen. PT Bank Mandiri Tbk mampu meraup pendapatan Rp. 2,54 triliun yang berasal dari pendapatan jasa, pendapatan bunga bersih yang tumbuh tinggi menjadi Rp.9,7 triliun dan laba bank terbesar di Indonesia ini meroket 165% menjadi Rp. 3,15 triliun, segmen kredit tumbuh dengan rata-rata pertumbuhan 11,9% menjadi Rp. 121,7 triliun. (sumber: Majalah Investor, edisi Januari 2008) Industri perbankan selama tahun 2008 menunjukkan performa yang terjaga. Dana Pihak ketiga tumbuh 16,53% menjadi Rp 1.066 triliun dan kredit tumbuh 30,81% menjadi Rp 738 triliun dengan demikian loan to deposit ratio sebesar 69,23% atau naik 757 bps dari 61,66%. Kenaikan kredit juga dibarengi perbaikan kualitas kredit yang terlihat dari penurunan rasio non performing loan dari 4,02% menjadi 3,19%. Dari sisi profitabilitas, perbankan juga menunjukkan peningkatan di mana net interest income naik 21,01% menjadi Rp 73,983 triliun dan laba bersih meningkat 11.09% menjadi Rp 21,276 triliun. Rata-rata ROE industri pada tahun 2008 18,52%, dengan sandar deviasi 0,52. Semua bank BUMN di tambah bank BCA mengalami kenaikan ROE. Di sisi lain ekpansi kredit dan kerugian derivatif yang dialami beberapa bank tahun 2008 mengakibatkan CAR perbankan mengalami penurunan yang signifikan. Penurunan terbesar dialami bank danamon diikuti bank mandiri dan BCA. (sumber: http://pangaribuanjoseph.wordpress.com) Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses pencacatan, yang merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan. Analisis laporan keuangan dapat membantu para pelaku bisnis, baik pemerintah dan para pemakai laporan keuangan lainnya dalam menilai kondisi keuangan suatu perusahaan tidak terkecuali perusahaan perbankan. Untuk menilai kinerja keuangan perbankan umumnya digunakan lima aspek penilaian yaitu CAMEL (Capital, Assets, Management, Earning, Liquidity). Aspek Capital meliputi CAR, aspek Assets meliputi NPL, aspek Earning meliputi ROA, dan ROE, sedangkan aspek Liquidity meliputi LDR. Empat dari lima aspek tersebut masing-masing capital, assets, management, earning, liquidity dinilai dengan menggunakan rasio keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa rasio keuangan bermanfaat dalam menilai kondisi keuangan perusahaan perbankan. Penelitian rasio keuangan baik secara individu maupun secara construct untuk menilai kinerja dan pengujian kekuatan hubungan rasio keuangan dengan kinerja keuangan perbankan, menurut pengamatan peneliti jarang dilakukan. Hal ini didasari oleh beberapa alasan antara lain keuangan perusahaan perbankan sedikit berbeda dengan rasio keuangan-keuangan sejenis perusahaan lainnya. Hal ini ditunjukan oleh dalam Standar Akuntansi Keuangan Perbankan yang diatur khusus dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 31 (IAI, 1995). Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah modal minimum yang selalu dipertahankan oleh setiap bank. Rasio kecukupan modal (CAR) pada perbankan sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia besarnya ditentukan oleh seberapa besar modal yang dimiliki, yang terdiri dari modal inti dan modal pelengkap, merupakan salah satu kebijakan Bank Indonesia yang mewajibkan atau mengharuskan bank-bank untuk menyediakan modal minimum sebesar prosentase tertentu dari Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Di dalam sestem penilaian kesehatan bank mengenai permodalan rasio keuangan yang dipergunakan dan yang baik atau sehat CAR nya harus 8%. Dengan ketentuan tersebut bank wajib memelihara ketersediaan modal karena setiap kegiatan bank khususnya yang menyebakan pertambahan aktiva harus diimbangi dengan pertambahan permodalan 100 berbanding 8. Ketentuan ini sesuai menurut Bank Indonesia melalui Surat Edaran Bank Indonesia No. 23/Kep/DIR tanggal 28 Febuari 1991 (PakFeb‟91) yang kembali dipertegas melalui Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001. Capital Adequacy Ratio (CAR) pada Desember 2007 berada di level 19,3%, namun akhir 2008 CAR berada pada posisi 16,7%. Kondisi CAR sangat riskan dikarenakan mengalami penurunan sehingga Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan melakukan pengawasan penuh terhadap CAR. Pengawasan ini dikarenakan CAR merupakan syarat layak atau tidak suatu perbankan untuk dibantu disaat krisis. (Republika, Oktober 2009) Rentabilitas atau profitabilitas dalam dunia perbankan dapat dihitung dengan return on assets (ROA). Kaitannya dengan harga saham, ROA mempunyai hubungan yang positif. Karena dengan ROA yang tinggi berarti profitabilitas (laba) juga tinggi. Kondisi seperti itulah yang akan berdampak pada kenaikan harga saham karena pada hakekatnya dalam ekonomi konvensional motif investasi adalah untuk memperoleh laba yang tinggi. Return On Asset (ROA), Bank Indonesia menetapkan suatu bank sehat apabila ROA mencapai sekurangkurangnya 1,2%. Bank Negara Indonesia (BNI) merupakan bank yang mempunyai permasalahan dengan ROA karena ROA BNI berada di posisi yang tidak sesuai dengan ketetapan BI yaitu pada tahun 2007 ROA BNI sebesar 0,85% dan pada tahun 2008 sebesar 0,96%. (sumber: Bisnis Indonesia, Oktober 2009) Untuk kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dapat dilihat dari rasio profitabilitas, dimana ROE sebagai salah satu alat analisisnya. ROE merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat laba yang digunakan untuk investasi pemegang saham, dengan kata lain ROE mengukur seberapa efektif dari modal yang ditanamkan dalam menghasilkan laba setiap investasi yang dilakukan oleh manajer keuangan. Return On Equity (ROE), Bank Indonesia menetapkan suatu bank sehat apabila ROE mencapai sekurang- kurangnya 15%. Dengan demikian jika ROE suatu perusahaan tinggi berarti perusahaan tersebut memiliki peluang untuk memberikan pendapatan yang besar bagi pemegang saham atau kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan. Selanjutnya, kenaikan tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham bank. Alokasi dana yang dilakukan oleh bank tidak hanya penyaluran kredit kepada masyarakat, tetapi bisa juga digunakan untuk investasi atau penanaman dana ke dalam aktiva produktif lainnya, seperti obligasi dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dalam rangka memperkuat likuiditas bank, penyertaan ke badan usaha lain maupun penempatan sebagai alat-alat likuid. Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio yang digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Semakin tinggi rasio ini semakin rendah kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin besar. Besarnya LDR ditetapkan oleh Bank Indonesia 85%-110%, hal ini berdasarkan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993. Pada Agustus 2008 LDR perbankan berada diposisi 79,02% dan pada Desember 2008 berkurang menjadi 74,58%. Ini dikarenakan akhir tahun 2008 industri perbankan mengalami kesulitan likuiditas, dimana keluarnya hot money membuat likuiditas di pasar keuangan mengalami kelesuan. (sumber: Bisnis Indonesia, Oktober 2009) Peningkatan Non Performing Loan (NPL) yang dialami perbnkan nasional juga mengakibatkan tersendatnya penyaluran kredit. Untuk Non Performing Loan (NPL) Bank Indonesia telah menentukan sebesar 5%. Apabila bank-bank mampu menekan rasio NPL dibawah 5% maka potensi yang akan diperoleh akan semakin besar karena bank-bank akan menghemat uang yang akan diperlukan untuk membentuk cadangan kerugian kredit bermasalah. Akhir tahun 2008 jumlah kredit macet perbankan mengalami peningkatan mencapai Rp. 52,4 triliun walaupun besaran keseluruhan NPL berada diposisi 3,80% dan berada di bawah batas 5%. (www.kendaripos.co.id) Peneliti memilih perusahaan dalam industri perbankan karena sektor perbankan sering disorot oleh pemerintah dalam program rekstrukturisasi perbankan dalam rangka memperbaiki perekonomian nasional akibat dampak dari krisis moneter pada tahun 1997 dan krisis keuangan global pada tahun 2008. Industri perbankan diharapkan mampu menggerakan roda perekonomian nasional sehingga kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan. Faktor inilah yang menarik perhatian para pelaku pasar modal untuk mengamati gejala-gejala yang terjadi di dunia perbankan. Dalam hal ini penulis ingin menganalisis perusahaan sektor perbankan yang terdaftar dalam kelompok indeks LQ 45. Alasan penulis mengambil sample pada perusahaan yang terdaftar dalam kelompok LQ 45 adalah saham LQ 45 merupakan saham unggulan yang paling aktif diperdagangkan dengan frekuensi tinggi, diperkirakan merupakan saham dengan tingkat likuiditas paling tinggi. Sehingga saham yang termasuk ke dalam LQ 45 adalah saham-saham yang kondisi keuangan dan prospek pertumbuhan perusahaan yang baik. Dengan demikian perusahan-perusahaan yang terdaftar dalam LQ 45 memiliki laba perusahaan yang tinggi dan memberikan laba perusahaan yang tinggi pula. Berdasarkan uraian diatas, penulis akan mengadakan penelitian mengenai pengaruh CAR, NPL, ROA, ROE, LDR terhadap harga saham. Maka penulis mengambil judul: “PENGARUH CAPITAL ADEQUACY RATIO (CAR), NON PERFORMING LOAN (NPL), RETURN ON ASSETS (ROA), RETURN ON EQUITY (ROE), DAN LOAN TO DEPOSIT RATIO (LDR), TERHADAP HARGA SAHAM SEKTOR PERBANKAN YANG TERMASUK KE DALAM INDEKS LQ 45 PERIODE 2005-2008” 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), dan Loan to Deposit Ratio (LDR), pada sektor perbankan periode 2005-2008. 2. Bagaimana kondisi harga saham pada sektor perbankan yang termasuk kedalam indeks LQ 45 periode 2005-2008. 3. Bagaimana Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), dan Loan to Deposit Ratio (LDR), terhadap harga saham baik secara simultan maupun secara parsial pada sektor perbankan yang termasuk kedalam indeks LQ 45 periode 2005-2008. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data dan informasi tentang bagaimana Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), dan Loan to Deposit Ratio (LDR), pada sektor perbankan. Nantinya akan penulis gunakan sebagai bahan penyusunan skripsi yang merupakan salah satu prasyarat yang harus dipenuhi oleh penulis dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Manajemen Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama Bandung. Sedangkan tujuan penelitian secara khusus adalah untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang diidentifikasi diatas, yaitu: 1. Bagaimana kondisi Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), dan Loan to Deposit Ratio (LDR), dan pada sektor perbankan periode 2005-2008. 2. Bagaimana kondisi harga saham pada sektor perbankan yang termasuk ke dalam indeks LQ 45 periode 2005-2008. 3. Bagaimana Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), dan Loan to Deposit Ratio (LDR), terhadap harga saham baik secara simultan maupun secara parsial pada sektor perbankan yang termasuk ke dalam indeks LQ 45 periode 2005-2008. 1.4 Batasan Penelitian Penelitian mengenai pengaruh CAR, NPL, ROA, ROE, dan LDR, terhadap harga saham sektor perbankan yang termasuk ke dalam indeks LQ 45, mengambil empat dari enam aspek penilaian tingkat kesahatan bank (Capital, Asset, Management, Earnings, dan Liquidity /CAMEL). Namun karena adanya keterbatasan data yang didapatkan dari perusahaan dan ruang lingkup bahasan penelitian yang diambil penulis adalah manajemen keuangan yang bersifat kuantitatif yaitu berupa rasio-rasio keuangan, maka penelitian tingkat kesehatan bank dari aspek manajemen terhadap resiko pasar yang secara objektif lebih bersifat kualitatif tidak dapat dilaksanakan. Dengan demikian penilaian tingkat kesehatan bank ini hanya meliputi dan didasarkan pada aspek Capital, Asset, Earning, dan Liquidity sebagai variabel X dan harga saham sebagai variabel Y. Dimana penelitian ini menggunakan CAR yang merupakan penilaian dari aspek Capital, ROA dan ROE yang merupakan penilaian dari aspek Earning, LDR yang merupakan penilaian dari aspek Liquidity, NPL yang merupakan penilaian dari aspek Assets sebagai variabel X, dan harga saham sebagai variabel Y. 1.5 Kegunaan dan Hasil Penelitian Hasil penelitian dan analisis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1. Penulis Penelitian ini bagi penulis merupakan sarana belajar untuk mengetahui sejauh mana teori yang diperoleh dapat diterapkan dalam praktek juga menambah pengetahuan penulis khususnya mengenai tingkat kesehatan bank. 2. Bagi Pihak Bank Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak perbankan untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat optimalisasi perusahaan dalam menetapkan tingkat kesehatan bank sehingga dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan yang berarti dalam membuat keputusan pendanaan di masa yang akan datang. 3. Bagi pihak lain Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan menjadi referensi tambahan khususnya mengenai topik-topik seputar perbankan dan faktorfaktor yang dapat mempengaruhi kinerja usahanya. 1.6 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Bank merupakan lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan meyalurkannya kembali ke masyarakat, baik dalam bentuk kredit maupun bentuk lainnya, serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas peredaran uang. Fungsi perbankan ini sesuai dengan yang dinyatakan dalam Undang-Undang RI No.7 tahun 1992 yang disempurnakan menjadi Undang-Undang RI No.10 tahun 1998, dimana fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Menurut Kasmir (2003:2) pengertian bank sebagai berikut: ”Bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya.” Kemudian definisi bank menurut Undang-undang No.10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan, yaitu: “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa bank merupakan badan usaha di bidang keuangan yang berfungsi sebagai lembaga kepercayaan, bank dituntut untuk selalu memperhatikan kepentingan masyarakat di samping kepentingan bank itu sendiri dalam mengembangkan usahanya. Dalam dunia perbankan pengukuran tingkat kinerja suatu bank dapat dilakukan dengan cara menganalisis laporan keuangan. Menggunakan laporan keuangan untuk menganalisis kinerja suatu bank akan menghasilkan interpretasi yang valid dan menggambarkan posisi keuangan yang sesungguhnya. Melalui laporan keuangan inilah penilaian kesehatan bank dapat dilakukan. Pengertian laporan keuangan menurut Sudarsono (2001:120): ”Laporan keuangan adalah suatu laporan yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat memberikan ikhtisar mengenai keadaan keuangan suatu perusahaan, dimana neraca (balance sheet) mencerminkan nilai aktiva, utang dan modal sendiri pada suatu saat tertentu dan laporan laba rugi (income statement) mencerminkan hasil-hasil yang dicapai selama suatu periode tertentu, biasanya meliputi periode setahun.” Sedangkan menurut Kasmir (2003:238) sebagai berikut: ”Laporan keuangan ini bertujuan untuk memberikan informasi keuangan perusahaan, baik kepada pemilik, manajemen maupun pihak luar yang berkepentingan terhadap laporan tersebut.” Menyadari arti pentingnya kesehatan suatu bank bagi pembentukan kepercayaan dalam dunia perbankan serta untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam dunia perbankan, maka Bank Indonesia merasa perlu menerapkan aturan tentang kesehatan bank. Dengan adanya aturan kesehatan bank ini, perbankan diharapkan selalu dalam kondisi sehat, sehingga bank tidak akan merugikan masyarakat yang berhubungan dengan masyarakat. Dasar penilaian tingkat kesehatan bank adalah Surat Keputusan Bank Indonesia No.30/11/KEP/DIR tanggal 30 April yang merupakan ketentuan Surat Keputusan Bank Indonesia No.26/11/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993, yang dikutip dari Susilo,dkk. (2000:22), yaitu : “Kesehatan suatu bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.” Tata cara penilaian tersebut adalah dengan menggunakan analisis CAMEL yang kemudian dilanjutkan dengan perhitungan tingkat kepatuhan bank pada beberapa ketentuan khusus dan adanya pertimbangan dari Bank Indonesia. Dalam CAMEL terdapat lima karakteristik penilaian, yaitu: modal, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas, dan likuiditas. Faktor modal dalam kegiatan usaha perbankan merupakan hal terpenting. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Salah satu kriteria penilaian tingkat kesehatan bank adalah kecukupan modal atau capital adequacy (CAR). Dimana menurut Susilo, dkk. (2000:27), definisi CAR sebagai berikut : “Capital Adequacy Ratio (CAR) yaitu kewajiban penyediaan modal minimum yang harus selalu dipertahankan oleh setiap bank sebagai suatu proporsi tertentu dari total Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).” Bank Indonesia melalui Surat Keputusan Bank Indonesia No.23/67/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 (PakFeb„91) yang kembali dipertegas melalui Peraturan Bank Indonesia No.3/21/PBI/2001 tentang kewajiban minimum bank ditetapkan bahwa rasio kecukupan modal (CAR) harus mencapai 8%. Bagi bank yang memiliki CAR dibawah 8% harus segera memperoleh perhatian dan penanganan yang serius untuk segera diperbaiki. Dimana menurut Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono (2002:562), CAR merupakan rasio kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap kinerja suatu bank dalam menghasilkan keuntungan, dan menjaga besarnya modal yang dimiliki. Maka semakin baik rasio kecukupan modal (CAR) ini, maka akan membuat tingkat profitabilitas suatu perusahaan semakin baik. Penilaian tingkat kesehatan bank salah satunya menggunakan rasio profitabilitas. Menurut Gitman (2006:67) rasio profitabilitas merupakan tolak ukur untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Return on Assets (ROA) dan return on investment (ROE). Return on Assets (ROA) digunakan untuk mengetahui kemampuan bank menghasilkan keuntungan secara relatif dibandingkan dengan nilai total asetnya. Menurut Hasibuan (2004;100) return on assest (ROA) adalah perbandingan rasio (laba) sebelum pajak (earning before tax) selama 12 bulan terakhir terhadap rata-rata volume dalam periode yang sama. Menurut Tadi (2005) dalam penelitiannya menggunakan return on assets (ROA) sebagai indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dalam dunia perbankan. Dengan pencapaian laba yang tinggi, maka investor dapat mengharapkan keuntungan dari deviden perusahaan. Apabila suatu saham menghasilkan deviden yang tinggi yang membuat ketertarikan investor juga akan meningkat sehingga kondisi tersebut akan berdampak pada peningkatan harga saham. Dengan kata lain, ROA akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan. Return on Equity (ROE) ini disebut juga dengan Rate of Return on Net Worth yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang dimiliki, sehinggga ROE ini ada yang menyebut rentabilitas modal sendiri. ROE merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat laba yang digunakan untuk investasi pemegang saham, dengan kata lain ROE mengukur seberapa efektif dari modal yang ditanamkan dalam menghasilkan laba setiap investasi yang dilakukan oleh manajer keuangan. Dengan demikian jika ROE suatu perusahaan tinggi berarti perusahaan tersebut memiliki peluang untuk memberikan pendapatan yang besar bagi pemegang saham. Rasio ini sangant umum digunakan oleh investor karena rasio ini merefleksikan kemungkinan tingkat laba yang bisa diperoleh pemegang saham, karena pemegang saham sebagai pemilik dari perusahan. Dengan demikian Return on Equity yang tinggi bahwa perusahaan tersebut memiliki peluang untuk memberikan pendapatan yang besar bagi para pemegang saham. Penelitian yang dilakukan oleh Syahib (2000;306) menyatakan bahwa: salah satu variabel fundamental yakni diwakili oleh Return On Equity mempunyai pengaruh terhadap harga saham. Menurut Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim (2007;59) dalam bukunya “Analisis Laporan Keuangan” Return on Equity (ROE) dapat ditulis dalam bentuk rumus sebagai berikut: Laba Bersih – Deviden Saham Preferen ROE = Rata – Rata Tertimbang jumlah saham biasa yang beredar Berlakunya hukum permintaan dan penawaran juga akan mempengaruhi harga saham dilantai bursa. Hal tersebut dipengaruhi oleh keadaan pereokomian, kondisi pasar dan industri. Semakin banyak permintaan, semakin tinggi menunjukkan tingkat profitabilitas, dalam hal ini Return on Equity yang cukup baik, maka investor akan lebih tertarik dengan saham perusahaan yang bersangkutan. Kenaikan permintaan ini akan diikuti dengan kenaikan harga saham perusahaan bersangkutan. Perbankan dituntut untuk menjaga likuiditas bank. Untuk menjaga likuiditas bank tetap dalam kondisi sehat, maka bank diharuskan menjaga Loan to Deposit Ratio (LDR) pada kisaran 85% - 110% sesuai dengan ketetapan Bank Indonesia melalui Surat Keputusan Bank Indonesia No. 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993. Bank Indonesia mendefinisikan LDR sebagai berikut: “Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara kredit yang diberikan bank dengan dana bank” Menurut Susilo , dkk (2000;106) Loan to deposit ratio (LDR) tersebut menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dimana semakin tinggi rasio ini, menunjukkan semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan, sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin besar. Simorangkir (2004:147) mengatakan bahwa bagi Bank yang dapat menjaga likuiditasnya, membuat perusahaan terhindar dari kondisi bermasalah sehingga memungkinkan suatu perusahaan untuk memperoleh profitabilitas yang optimal. Astuti (2002) berpendapat bahwa tinggi rendahnya Loan to Deposit Ratio (LDR) akan mempengaruhi harga saham. Dari aspek likuiditas, LDR yang tinggi berarti resiko dalam berinvestasi akan menjadi tinggi. Dengan likuiditas bank yang rendah maka hal tersebut akan berdampak pada hilangnya kepercayaan pada bank tersebut. Jika masyarakat tidak lagi percaya pada bank tersebut, maka investor pun enggan untuk membeli saham perusahaan tersebut. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa LDR secara signifikan mempengaruhi harga saham. Penelitian yang dilakukan Ardiani (2007) juga diketahui bahwa ada pengaruh LDR yang signifikan terhadap harga saham. Perkembangan pemberian kredit yang paling tidak menguntungkan adalah apabila kredit yang diberikan ternyata menjadi kredit yang bermasalah (Non Performing Loan). Hal ini disebabkan karena kegagalan pihak debitur memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran pokok kredit beserta bunganya yang telah disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian kredit. Pengertian Non Performing Loan (NPL) menurut Mahmoedin (2003;2) : “Non Performing Loan (NPL) adalah kredit yang tidak menepati jadwal angsuran sehingga terjadi tunggakan.” Secara luas NPL didefinisikan sebagai suatu kredit dimana pembayaran yang dilakukan tersendat-sendat dan tidak mencukupi kewajiban minimum yang ditetapkan sampai dengan kredit yang sulit untuk memperoleh pelunasan atau bahkan tidak dapat ditagih. Penentuan kesehatan kualitas aktiva produktif yang sehat menurut Bank Indonesia sangat erat kaitannya dengan tingkat Non Performing Loan (NPL) yang boleh dimiliki bank, yaitu maksimal sebesar 5%. Non performing Loan (NPL) ini menunjukkan bahwa kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Semakin tinggi rasio ini maka semakin buruk likuiditas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar. Tingkat kesehatan bank adalah faktor fundamental yang harus diperhatikan oleh calon investor, jika para investor menginginkan untuk berinvestasi pada saham disektor perbankan.saham menurut Buku Panduan Pemodal yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas aset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). (www.idx.co.id) Menurut Sundjaja dan Barlian (2003;436) menjelaskan bahwa saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan. Bagi perusahaan yang bersangkutan, yang diterima dari penjualan sahamnya akan tetap tertanam didalam perusahaan tersebut selama hidupnya. Meskipun bagi pemegang saham sendiri itu bukanlah penanaman yang permanen, karena setiap waktu pemegang saham dapat menjual sahamnya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai seberapa besar pengaruh tingkat kesehatan bank terhadap harga saham di Bursa Efek Indonesia yang termasuk kedalam indeks LQ45 dengan menggunakan indikator-indikator yang telah diuraikan diatas. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis menyimpulkan kerangka pemikiran dari penelitian ini sebagai berikut : TABEL 1.1 Kerangka Pemikiran BANK Laporan Keuangan Tingkat Kesehatan Bank Capital Asset s CAR NPL Management Earning ROA Liquidity ROE HARGA SAHAM PERBANKAN Keterangan: Variabel Yang Diteliti : Variabel Tang Tidak Diteliti : LDR Sensitivity Of Market Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan dan tujuan dari penelitian, maka penulis mengambil hipotesis yang akan diuji kebenarannya sebagai berikut: 1. Capital Adquacy Ratio (CAR), Non Performing Ratio (NPL), Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Loan to Deposit Ratio (LDR), secara simultan berpengaruh terhadap harga saham pada sektor perbankan periode 2005-2008. 2. Capital Adquacy Ratio (CAR), Non Performing Ratio (NPL), Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Loan to Deposit Ratio (LDR), secara parsial berpengaruh terhadap harga saham pada sektor perbankan periode 2005-2008. 1.7 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dan verifikatif. Dimana pengertian metode deskriptif menurut Moch. Nazir (2003:54), yaitu: “Metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari metode penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.” Sedangkan pengertian metode verifikatif menurut Marzuki (2002:7) sebagai berikut: “Metode verifikatif merupakan metode yang bertujuan melakukan pengujian, hipotesis, pengaruh variabel X terhadap variabel Y, yang bertujuan untuk menguji suatu pengetahuan.” Data yang telah diperoleh selama proses penelitian kemudian akan dianalisis lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang lebih terperinci, serta untuk menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian ini. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut adalah analisis statistik parametrik berdasarkan data yang diperoleh. Analisis statistik parametrik yang digunakan yaitu Analisis Regresi dan Korelasi Linier Berganda (Multiple Linear Regression dan Correlation Analysis). Sedangkan hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini berupa hubungan yang ada antara variabel independen (variabel X) itu sendiri dan ada atau tidaknya pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel independen (variabel X) terhadap variabel dependen (variabel Y) secara langsung. Sedangkan untuk menguji hubungan variabel-variabel penelitian dapat menggunakan korelasi ganda (multiple correlation). Dan untuk menentukan diterima atau tidaknya hipotesis, digunakan statistik uji t untuk korelasi secara parsial dan uji F untuk korelasi secara simultan. 1.8 Waktu dan Tempat Penelitian Dalam penelitian tersebut, penulis melakukan penelitian terhadap perbankan yang terdaftar didalam Indeks LQ 45. Dimana penelitian dilakukan secara tidak langsung ke perusahaan yaitu melalui penelitian ke pojok bursa Universitas Widyatama untuk mendapatkan laporan tahunan (annual report) perusahaan guna memperoleh data sekunder berupa laporan keuangan selama 4 tahun yaitu periode 2005-2008. Penelitian ini juga melalui media elektronik internet pada situs www.idx.co.id, www.bi.go.id, www.finance.yahoo.com, serta media cetak. Adapun penelitian ini dilakukan pada bulan Febuari 2010 sampai dengan selesai.