BAB I PENDAHULUAN - Widyatama Repository

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Keberhasilan perekonomian di Indonesia tidak dapat terlepas dari sektor perbankan
khususnya peran perbankan sebagai sumber pembiayaan industri dalam negeri. Karena itu
saat krisis melanda di Indonesia pada pertengahan tahun 1997, kegiatan perekonomian
mengalami pukulan sebagai imbas dari ikut terpuruknya sektor perbankan akibat krisis
tersebut.
Kondisi perekonomian di Indonesia belakangan ini sedang mengalami sedikit
guncangan. Apalagi dengan naiknya harga minyak dunia, yang secara tidak langsung telah
membuat tingkat inflasi di Indonesia meningkat. Pada saat ini turunnya perekonomian
Amerika, telah mengakibatkan harga minyak dunia melambung sangat tinggi, yaitu hampir
menyentuh 120 dollar AS per barrel. Tingginya harga minyak dunia ini, membuat para
pelaku pasar segera melepas rupiah dan membeli dolar AS dalam jumlah besar, yang juga
telah meningkatkan inflasi di Indonesia hingga mendekati 7%. Sehingga banyak para
pengamat perekonomian yang memprediksikan bahwa Indonesia akan berada pada kondisi
yang tidak jauh berbeda dengan krisis hebat yang pernah Indonesia alami pada tahun 1998.
(Kompas, April:2008)
Maka sejak krisis hebat, kehidupan Indonesia lebih banyak ditentukan oleh dinamika
sektor finansial ketimbang sektor riil. Hegemoni sektor finansial kian merasuk ekonomi kita.
Fluktuasi ekonomi tak lagi ditentukan oleh kegiatan produksi riil, tetapi oleh gejolak sektor
finansial.
Krisis global berdampak pada sektor finansial. Ditandai dengan bangkrutnya Lehman
Brother Inc. telah menyeret sejumlah bank dan perusahaan asuransi di berbagai negara dalam
masalah besar. Keadaan sektor finansial makin memburuk ketika banyak perbankan
melakukan pengetatan likuiditas. Terdapat penurunan kepercayaan kepada perbankan akibat
banyak kasus yang menimpa sejumlah bank seperti yang terjadi pada Bank Century. Hal ini
yang menyebabkan perbankan lebih berhati-hati sehingga cenderung memilih yang paling
aman dengan menjaga likuiditas lebih tinggi dari yang diharapkan dan memilih menaruh dana
di Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ketimbang meminjamkan kepada bank lain yang
kekurangan likuiditas atau melakukan ekspansi kredit ke nasabah.
Pengelolaan bank pada tahun 1997 merupakan tugas yang amat menantang. Kondisi
perekonomian yang sedemikan sulit, terjadinya perubahan peraturan yang cepat, persaingan
yang semakin tajam dan berbagai kecenderungan lain dalam industri perbankan menjadikan
alasan perlunya manajemen bank yang solid agar mampu menghadapi dan mengantisipasi
semua keadaan. Konsep dan teknilk yang digunakan dan dikembangkan bank begitu cepat
menjadi ketinggalan dan harus segera diperbaharui. Demikian pula pasar yang diyakini bank
demikian cepat mengalami perubahan secara dramatis. Dalam menghadapi meningkatnya
kompleksitas dalam pengambilan keputusan, banyak manajemen bank menganggap sebagai
suatu beban dan sangat menyusahkan, sebaliknya bank-bank lain bahkan menjadikannya
sebagai suatu kondisi untuk menilai kinerja manajemen bank (Siamat. 2001:87).
Bank
merupakan
perusahaan
yang
dinamis
yang
mendorong
perumbuhan
perekonomian nasional. Usaha bank bukan saja sebagai penyimpan dan pemberi kredit, tetapi
juga pencipta alat-alat pembayaran, stabilitas moneter,
dan dinamisator pertumbuhan
perekonomian suatu negara.
Perbankan merupakan salah satu sektor ekonomi yang sangat penting peranannya
dalam pembangunan ekonomi Indonesia terutama dalam menghadapi era pasar bebas dan
globalisasi, baik sebagai perantara antara sektor defisit dan sektor surplus maupun sebagai
agent of development yang dalam hal ini masih dibebankan pada bank-bank pemerintah.
Bank merupakan salah satu urat nadi perekonomian sebuah negara, tanpa adanya bank
masyarakat tidak bisa menyimpan dan mengirim uang, memperoleh tambahan modal usaha
atau melakukan transaksi perdagangan Internasional secara efektif dan aman.
Di negara seperti Indonesia, bank memegang peranan penting dalam pembangunan
karena bukan hanya sebagai sumber pembiayaan untuk kredit investasi kecil, menengah, dan
besar, tetapi juga mampu mempengaruhi siklus usaha dalam perekonomian secara
keseluruhan. Sektor perbankan merupaka salah satu sektor yang sangat penting bagi
perekonomian Indonesia. Tingkat pertumbuhan yang tinggi pada sektor perbankan Indonesia
menunjukkan pertumbuhan ekonomi negara yang tinggi juga dan sebaliknya, apabila tingkat
pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun maka hal tersebut akan sangat berpengaruh pada
sektor perbankan Indonesia.
Definisi bank menurut UU No. 14/1967 Pasal 1 tentang Pokok-Pokok Perbankan
adalah “ lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu
lintas pembayaran dan peredaran uang.”
Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1992 yang disempurnakan
menjadi Undang-Undang No. 10 tahun 1998 sebagai berikut:
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”
Sebagai lembaga keuangan, bank berfungsi sebagai perantara keuangan atau financial
intermediary dari dua pihak, yakni pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan
dana.
Kesehatan atau kondisi keuangan merupakan kepentingan semua pihak terkait pemilik,
pengelola, (manajemen bank), masyarakat pengguna jasa, Bank Indonesia selaku otoritas, dan
pihak lainnya. Kondisi bank tersebut dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk
mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential), kepatuhan
terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen resiko (risk management).
Berdasarkan Peraturan BI No. 6/10/PBI/2004 tentang definisi kesehatan bank sebagai
berikut:
“Tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kuntitatif atas berbagai aspek yang
berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian kuantitaif dan
atau penilaian kuntitatif terhadap faktor-faktor permodalan, kualitas aset, manajemen,
rentabilitas, likuiditas dan sensitivitas terhadap resiko pasar.”
Saham sektor perbankan pada tahun 2007 menunjukkan tren yang positif, hal ini
dikarenakan bank-bank yang terdapat di Bursa Efek Indonesia mengalami peningkatan laba
yang cukup signifikan. Tren ini juga semakin menguat seiring dengan semakin meningkatnya
kepercayaan dari masyarakat untuk menggunakan jasa-jasa dari perbankan terutama jasa
simpan pinjam, kredit kendaraan bermotor, kredit perumahan, kredit barang-barang
elektronik, dan lain sebagainya.
Bank-bank membukukan rapor yang menawan pada sembilan bulan pertama 2007.
Pada kuartal ketiga 2007, laba industri perbankan meningkat signifikan sebesar 28% menjadi
Rp. 26,79 triliun. Kebijakan bank sentral menurunkan tingkat bunga berpengaruh besar pada
keuntungan bank-bank. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk mencatatkan diri sebagai bank
dengan keuntungan terbesar, yakni Rp. 3,62 triliun, naik 16,59% dibanding periode yang
sama tahun lalu. PT Bank Danamon Tbk membukukan peningkatan laba 75% menjadi Rp.
1,6 triliun berkat dukungan pendapatan jasa yang tumbuh signifikan, kredit Danamon juga
tumbuh subur 22% menjadi Rp. 50,153 triliun dengan pertumbuhan membaik di semua
segmen. PT Bank Mandiri Tbk mampu meraup pendapatan Rp. 2,54 triliun yang berasal dari
pendapatan jasa, pendapatan bunga bersih yang tumbuh tinggi menjadi Rp.9,7 triliun dan laba
bank terbesar di Indonesia ini meroket 165% menjadi Rp. 3,15 triliun, segmen kredit tumbuh
dengan rata-rata pertumbuhan 11,9% menjadi Rp. 121,7 triliun.
(sumber: Majalah Investor, edisi Januari 2008)
Industri perbankan selama tahun 2008 menunjukkan performa yang terjaga. Dana
Pihak ketiga tumbuh 16,53% menjadi Rp 1.066 triliun dan kredit tumbuh 30,81% menjadi Rp
738 triliun dengan demikian loan to deposit ratio sebesar 69,23% atau naik 757 bps dari
61,66%. Kenaikan kredit juga dibarengi perbaikan kualitas kredit yang terlihat dari
penurunan rasio non performing loan dari 4,02% menjadi 3,19%. Dari sisi profitabilitas,
perbankan juga menunjukkan peningkatan di mana net interest income naik 21,01% menjadi
Rp 73,983 triliun dan laba bersih meningkat 11.09% menjadi Rp 21,276 triliun. Rata-rata
ROE industri pada tahun 2008 18,52%, dengan sandar deviasi 0,52. Semua bank BUMN di
tambah bank BCA mengalami kenaikan ROE. Di sisi lain ekpansi kredit dan kerugian
derivatif yang dialami beberapa bank tahun 2008 mengakibatkan CAR perbankan mengalami
penurunan yang signifikan. Penurunan terbesar dialami bank danamon diikuti bank mandiri
dan BCA.
(sumber: http://pangaribuanjoseph.wordpress.com)
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses pencacatan, yang
merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku
yang bersangkutan.
Analisis laporan keuangan dapat membantu para pelaku bisnis, baik pemerintah dan
para pemakai laporan keuangan lainnya dalam menilai kondisi keuangan suatu perusahaan
tidak terkecuali perusahaan perbankan. Untuk menilai kinerja keuangan perbankan umumnya
digunakan lima aspek penilaian yaitu CAMEL (Capital, Assets, Management, Earning,
Liquidity). Aspek Capital meliputi CAR, aspek Assets meliputi NPL, aspek Earning meliputi
ROA, dan ROE, sedangkan aspek Liquidity meliputi LDR. Empat dari lima aspek tersebut
masing-masing capital, assets, management, earning, liquidity dinilai dengan menggunakan
rasio keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa rasio keuangan bermanfaat dalam menilai
kondisi keuangan perusahaan perbankan. Penelitian rasio keuangan baik secara individu
maupun secara construct untuk menilai kinerja dan pengujian kekuatan hubungan rasio
keuangan dengan kinerja keuangan perbankan, menurut pengamatan peneliti jarang
dilakukan. Hal ini didasari oleh beberapa alasan antara lain keuangan perusahaan perbankan
sedikit berbeda dengan rasio keuangan-keuangan sejenis perusahaan lainnya. Hal ini
ditunjukan oleh dalam Standar Akuntansi Keuangan Perbankan yang diatur khusus dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 31 (IAI, 1995).
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah modal minimum yang selalu dipertahankan oleh
setiap bank. Rasio kecukupan modal (CAR) pada perbankan sesuai dengan aturan yang
berlaku di Indonesia besarnya ditentukan oleh seberapa besar modal yang dimiliki, yang
terdiri dari modal inti dan modal pelengkap, merupakan salah satu kebijakan Bank Indonesia
yang mewajibkan atau mengharuskan bank-bank untuk menyediakan modal minimum
sebesar prosentase tertentu dari Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Di dalam
sestem penilaian kesehatan bank mengenai permodalan rasio keuangan yang dipergunakan
dan yang baik atau sehat CAR nya harus 8%. Dengan ketentuan tersebut bank wajib
memelihara ketersediaan modal karena setiap kegiatan bank khususnya yang menyebakan
pertambahan aktiva harus diimbangi dengan pertambahan permodalan 100 berbanding 8.
Ketentuan ini sesuai menurut Bank Indonesia melalui Surat Edaran Bank Indonesia No.
23/Kep/DIR tanggal 28 Febuari 1991 (PakFeb‟91) yang kembali dipertegas melalui
Peraturan Bank Indonesia No. 3/21/PBI/2001. Capital Adequacy Ratio (CAR) pada
Desember 2007 berada di level 19,3%, namun akhir 2008 CAR berada pada posisi 16,7%.
Kondisi CAR sangat riskan dikarenakan mengalami penurunan sehingga Bank Indonesia dan
Lembaga Penjamin Simpanan melakukan pengawasan penuh terhadap CAR. Pengawasan ini
dikarenakan CAR merupakan syarat layak atau tidak suatu perbankan untuk dibantu disaat
krisis. (Republika, Oktober 2009)
Rentabilitas atau profitabilitas dalam dunia perbankan dapat dihitung dengan return on
assets (ROA). Kaitannya dengan harga saham, ROA mempunyai hubungan yang positif.
Karena dengan ROA yang tinggi berarti profitabilitas (laba) juga tinggi. Kondisi seperti
itulah yang akan berdampak pada kenaikan harga saham karena pada hakekatnya dalam
ekonomi konvensional motif investasi adalah untuk memperoleh laba yang tinggi. Return On
Asset (ROA), Bank Indonesia menetapkan suatu bank sehat apabila ROA mencapai sekurangkurangnya 1,2%. Bank Negara Indonesia (BNI) merupakan bank yang mempunyai
permasalahan dengan ROA karena ROA BNI berada di posisi yang tidak sesuai dengan
ketetapan BI yaitu pada tahun 2007 ROA BNI sebesar 0,85% dan pada tahun 2008 sebesar
0,96%. (sumber: Bisnis Indonesia, Oktober 2009)
Untuk kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dapat dilihat dari rasio
profitabilitas, dimana ROE sebagai salah satu alat analisisnya. ROE merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur tingkat laba yang digunakan untuk investasi pemegang saham,
dengan kata lain ROE mengukur seberapa efektif dari modal yang ditanamkan dalam
menghasilkan laba setiap investasi yang dilakukan oleh manajer keuangan. Return On Equity
(ROE), Bank Indonesia menetapkan suatu bank sehat apabila ROE mencapai sekurang-
kurangnya 15%. Dengan demikian jika ROE suatu perusahaan tinggi berarti perusahaan
tersebut memiliki peluang untuk memberikan pendapatan yang besar bagi pemegang saham
atau kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang
bersangkutan. Selanjutnya, kenaikan tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham bank.
Alokasi dana yang dilakukan oleh bank tidak hanya penyaluran kredit kepada
masyarakat, tetapi bisa juga digunakan untuk investasi atau penanaman dana ke dalam aktiva
produktif lainnya, seperti obligasi dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dalam rangka
memperkuat likuiditas bank, penyertaan ke badan usaha lain maupun penempatan sebagai
alat-alat likuid. Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio yang digunakan untuk menilai
likuiditas suatu bank dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap
dana pihak ketiga. Semakin tinggi rasio ini semakin rendah kemampuan likuiditas bank yang
bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin
besar. Besarnya LDR ditetapkan oleh Bank Indonesia 85%-110%, hal ini berdasarkan
ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993. Pada
Agustus 2008 LDR perbankan berada diposisi 79,02% dan pada Desember 2008 berkurang
menjadi 74,58%. Ini dikarenakan akhir tahun 2008 industri perbankan mengalami kesulitan
likuiditas, dimana keluarnya hot money membuat likuiditas di pasar keuangan mengalami
kelesuan. (sumber: Bisnis Indonesia, Oktober 2009)
Peningkatan Non Performing Loan (NPL) yang dialami perbnkan nasional juga
mengakibatkan tersendatnya penyaluran kredit. Untuk Non Performing Loan (NPL) Bank
Indonesia telah menentukan sebesar 5%. Apabila bank-bank mampu menekan rasio NPL
dibawah 5% maka potensi yang akan diperoleh akan semakin besar karena bank-bank akan
menghemat uang yang akan diperlukan untuk membentuk cadangan kerugian kredit
bermasalah. Akhir tahun 2008 jumlah kredit macet perbankan mengalami peningkatan
mencapai Rp. 52,4 triliun walaupun besaran keseluruhan NPL berada diposisi 3,80% dan
berada di bawah batas 5%. (www.kendaripos.co.id)
Peneliti memilih perusahaan dalam industri perbankan karena sektor perbankan sering
disorot oleh pemerintah dalam program rekstrukturisasi perbankan dalam rangka
memperbaiki perekonomian nasional akibat dampak dari krisis moneter pada tahun 1997 dan
krisis keuangan global pada tahun 2008. Industri perbankan diharapkan mampu menggerakan
roda perekonomian nasional sehingga kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan. Faktor
inilah yang menarik perhatian para pelaku pasar modal untuk mengamati gejala-gejala yang
terjadi di dunia perbankan.
Dalam hal ini penulis ingin menganalisis perusahaan sektor perbankan yang terdaftar
dalam kelompok indeks LQ 45. Alasan penulis mengambil sample pada perusahaan yang
terdaftar dalam kelompok LQ 45 adalah saham LQ 45 merupakan saham unggulan yang
paling aktif diperdagangkan dengan frekuensi tinggi, diperkirakan merupakan saham dengan
tingkat likuiditas paling tinggi. Sehingga saham yang termasuk ke dalam LQ 45 adalah
saham-saham yang kondisi keuangan dan prospek pertumbuhan perusahaan yang baik.
Dengan demikian perusahan-perusahaan yang terdaftar dalam LQ 45 memiliki laba
perusahaan yang tinggi dan memberikan laba perusahaan yang tinggi pula.
Berdasarkan uraian diatas, penulis akan mengadakan penelitian mengenai pengaruh
CAR, NPL, ROA, ROE, LDR terhadap harga saham. Maka penulis mengambil judul:
“PENGARUH CAPITAL ADEQUACY RATIO (CAR), NON PERFORMING LOAN
(NPL), RETURN ON ASSETS (ROA), RETURN ON EQUITY (ROE), DAN LOAN TO
DEPOSIT RATIO (LDR), TERHADAP HARGA SAHAM SEKTOR PERBANKAN
YANG TERMASUK KE DALAM INDEKS LQ 45 PERIODE 2005-2008”
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasi beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1.
Bagaimana kondisi Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL),
Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), dan Loan to Deposit Ratio (LDR),
pada sektor perbankan periode 2005-2008.
2.
Bagaimana kondisi harga saham pada sektor perbankan yang termasuk kedalam indeks
LQ 45 periode 2005-2008.
3.
Bagaimana Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL),
Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), dan Loan to Deposit Ratio (LDR),
terhadap harga saham baik secara simultan maupun secara parsial pada sektor
perbankan yang termasuk kedalam indeks LQ 45 periode 2005-2008.
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data dan informasi tentang
bagaimana Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Return
On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), dan Loan to Deposit Ratio (LDR), pada sektor
perbankan. Nantinya akan penulis gunakan sebagai bahan penyusunan skripsi yang
merupakan salah satu prasyarat yang harus dipenuhi oleh penulis dalam memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi Program Studi Manajemen Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas
Widyatama Bandung.
Sedangkan tujuan penelitian secara khusus adalah untuk mendapatkan jawaban dari
permasalahan yang diidentifikasi diatas, yaitu:
1.
Bagaimana kondisi Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL),
Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), dan Loan to Deposit Ratio (LDR),
dan pada sektor perbankan periode 2005-2008.
2.
Bagaimana kondisi harga saham pada sektor perbankan yang termasuk ke dalam indeks
LQ 45 periode 2005-2008.
3.
Bagaimana Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL),
Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), dan Loan to Deposit Ratio (LDR),
terhadap harga saham baik secara simultan maupun secara parsial pada sektor
perbankan yang termasuk ke dalam indeks LQ 45 periode 2005-2008.
1.4
Batasan Penelitian
Penelitian mengenai pengaruh CAR, NPL, ROA, ROE, dan LDR, terhadap harga
saham sektor perbankan yang termasuk ke dalam indeks LQ 45, mengambil empat dari enam
aspek penilaian tingkat kesahatan bank (Capital, Asset, Management, Earnings, dan Liquidity
/CAMEL). Namun karena adanya keterbatasan data yang didapatkan dari perusahaan dan
ruang lingkup bahasan penelitian yang diambil penulis adalah manajemen keuangan yang
bersifat kuantitatif yaitu berupa rasio-rasio keuangan, maka penelitian tingkat kesehatan bank
dari aspek manajemen terhadap resiko pasar yang secara objektif lebih bersifat kualitatif tidak
dapat dilaksanakan. Dengan demikian penilaian tingkat kesehatan bank ini hanya meliputi
dan didasarkan pada aspek Capital, Asset, Earning, dan Liquidity sebagai variabel X dan
harga saham sebagai variabel Y. Dimana penelitian ini menggunakan CAR yang merupakan
penilaian dari aspek Capital, ROA dan ROE yang merupakan penilaian dari aspek Earning,
LDR yang merupakan penilaian dari aspek Liquidity, NPL yang merupakan penilaian dari
aspek Assets sebagai variabel X, dan harga saham sebagai variabel Y.
1.5
Kegunaan dan Hasil Penelitian
Hasil penelitian dan analisis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1.
Penulis
Penelitian ini bagi penulis merupakan sarana belajar untuk mengetahui sejauh mana
teori yang diperoleh dapat diterapkan dalam praktek juga menambah pengetahuan
penulis khususnya mengenai tingkat kesehatan bank.
2.
Bagi Pihak Bank
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak perbankan untuk
mengetahui sampai sejauh mana tingkat optimalisasi perusahaan dalam menetapkan
tingkat kesehatan bank sehingga dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan
yang berarti dalam membuat keputusan pendanaan di masa yang akan datang.
3.
Bagi pihak lain
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan menjadi
referensi tambahan khususnya mengenai topik-topik seputar perbankan dan faktorfaktor yang dapat mempengaruhi kinerja usahanya.
1.6
Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
Bank merupakan lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana
dan meyalurkannya kembali ke masyarakat, baik dalam bentuk kredit maupun bentuk
lainnya, serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas peredaran uang. Fungsi perbankan ini
sesuai dengan yang dinyatakan dalam Undang-Undang RI No.7 tahun 1992 yang
disempurnakan menjadi Undang-Undang RI No.10 tahun 1998, dimana fungsi utama
perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.
Menurut Kasmir (2003:2) pengertian bank sebagai berikut:
”Bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun
dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta
memberikan jasa-jasa bank lainnya.”
Kemudian definisi bank menurut Undang-undang No.10 tahun 1998 tentang
perubahan Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan, yaitu:
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”
Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa bank merupakan badan usaha di bidang
keuangan yang berfungsi sebagai lembaga kepercayaan, bank dituntut untuk selalu
memperhatikan kepentingan masyarakat di samping kepentingan bank itu sendiri dalam
mengembangkan usahanya.
Dalam dunia perbankan pengukuran tingkat kinerja suatu bank dapat dilakukan dengan
cara menganalisis laporan keuangan. Menggunakan laporan keuangan untuk menganalisis
kinerja suatu bank akan menghasilkan interpretasi yang valid dan menggambarkan posisi
keuangan yang sesungguhnya. Melalui laporan keuangan inilah penilaian kesehatan bank
dapat dilakukan.
Pengertian laporan keuangan menurut Sudarsono (2001:120):
”Laporan keuangan adalah suatu laporan yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat
memberikan ikhtisar mengenai keadaan keuangan suatu perusahaan, dimana neraca
(balance sheet) mencerminkan nilai aktiva, utang dan modal sendiri pada suatu saat
tertentu dan laporan laba rugi (income statement) mencerminkan hasil-hasil yang
dicapai selama suatu periode tertentu, biasanya meliputi periode setahun.”
Sedangkan menurut Kasmir (2003:238) sebagai berikut:
”Laporan keuangan ini bertujuan untuk memberikan informasi keuangan perusahaan,
baik kepada pemilik, manajemen maupun pihak luar yang berkepentingan terhadap
laporan tersebut.”
Menyadari arti pentingnya kesehatan suatu bank bagi pembentukan kepercayaan dalam
dunia perbankan serta untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam dunia perbankan,
maka Bank Indonesia merasa perlu menerapkan aturan tentang kesehatan bank. Dengan
adanya aturan kesehatan bank ini, perbankan diharapkan selalu dalam kondisi sehat, sehingga
bank tidak akan merugikan masyarakat yang berhubungan dengan masyarakat.
Dasar penilaian tingkat kesehatan bank adalah Surat Keputusan Bank Indonesia
No.30/11/KEP/DIR tanggal 30 April yang merupakan ketentuan Surat Keputusan Bank
Indonesia No.26/11/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993, yang dikutip dari Susilo,dkk.
(2000:22), yaitu :
“Kesehatan suatu bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan
kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya
dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.”
Tata cara penilaian tersebut adalah dengan menggunakan analisis CAMEL yang
kemudian dilanjutkan dengan perhitungan tingkat kepatuhan bank pada beberapa ketentuan
khusus dan adanya pertimbangan dari Bank Indonesia. Dalam CAMEL terdapat lima
karakteristik penilaian, yaitu: modal, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas, dan
likuiditas.
Faktor modal dalam kegiatan usaha perbankan merupakan hal terpenting. Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya. Salah satu kriteria penilaian tingkat kesehatan bank adalah
kecukupan modal atau capital adequacy (CAR).
Dimana menurut Susilo, dkk. (2000:27), definisi CAR sebagai berikut :
“Capital Adequacy Ratio (CAR) yaitu kewajiban penyediaan modal minimum yang
harus selalu dipertahankan oleh setiap bank sebagai suatu proporsi tertentu dari total
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).”
Bank Indonesia melalui Surat Keputusan Bank Indonesia No.23/67/KEP/DIR
tanggal 28 Februari 1991 (PakFeb„91) yang kembali dipertegas melalui Peraturan Bank
Indonesia No.3/21/PBI/2001 tentang kewajiban minimum bank ditetapkan bahwa rasio
kecukupan modal (CAR) harus mencapai 8%. Bagi bank yang memiliki CAR dibawah 8%
harus segera memperoleh perhatian dan penanganan yang serius untuk segera diperbaiki.
Dimana menurut Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono (2002:562), CAR merupakan rasio
kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang
mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi
dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap kinerja suatu
bank dalam menghasilkan keuntungan, dan menjaga besarnya modal yang dimiliki. Maka
semakin baik rasio kecukupan modal (CAR) ini, maka akan membuat tingkat profitabilitas
suatu perusahaan semakin baik.
Penilaian tingkat kesehatan bank salah satunya menggunakan rasio profitabilitas.
Menurut Gitman (2006:67) rasio profitabilitas merupakan tolak ukur untuk menilai
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Return on Assets (ROA) dan
return on investment (ROE).
Return on Assets (ROA) digunakan untuk mengetahui kemampuan bank menghasilkan
keuntungan secara relatif dibandingkan dengan nilai total asetnya. Menurut Hasibuan
(2004;100) return on assest (ROA) adalah perbandingan rasio (laba) sebelum pajak (earning
before tax) selama 12 bulan terakhir terhadap rata-rata volume dalam periode yang sama.
Menurut Tadi (2005) dalam penelitiannya menggunakan return on assets (ROA) sebagai
indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
dalam dunia perbankan. Dengan pencapaian laba yang tinggi, maka investor dapat
mengharapkan keuntungan dari deviden perusahaan. Apabila suatu saham menghasilkan
deviden yang tinggi yang membuat ketertarikan investor juga akan meningkat sehingga
kondisi tersebut akan berdampak pada peningkatan harga saham. Dengan kata lain, ROA
akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan.
Return on Equity (ROE) ini disebut juga dengan Rate of Return on Net Worth yaitu
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang
dimiliki, sehinggga ROE ini ada yang menyebut rentabilitas modal sendiri.
ROE merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat laba yang digunakan untuk
investasi pemegang saham, dengan kata lain ROE mengukur seberapa efektif dari modal
yang ditanamkan dalam menghasilkan laba setiap investasi yang dilakukan oleh manajer
keuangan. Dengan demikian jika ROE suatu perusahaan tinggi berarti perusahaan tersebut
memiliki peluang untuk memberikan pendapatan yang besar bagi pemegang saham. Rasio ini
sangant umum digunakan oleh investor karena rasio ini merefleksikan kemungkinan tingkat
laba yang bisa diperoleh pemegang saham, karena pemegang saham sebagai pemilik dari
perusahan. Dengan demikian Return on Equity yang tinggi bahwa perusahaan tersebut
memiliki peluang untuk memberikan pendapatan yang besar bagi para pemegang saham.
Penelitian yang dilakukan oleh Syahib (2000;306) menyatakan bahwa: salah satu variabel
fundamental yakni diwakili oleh Return On Equity mempunyai pengaruh terhadap harga
saham. Menurut Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim (2007;59) dalam bukunya
“Analisis Laporan Keuangan” Return on Equity (ROE) dapat ditulis dalam bentuk rumus
sebagai berikut:
Laba Bersih – Deviden Saham Preferen
ROE =
Rata – Rata Tertimbang jumlah saham biasa yang beredar
Berlakunya hukum permintaan dan penawaran juga akan mempengaruhi harga saham
dilantai bursa. Hal tersebut dipengaruhi oleh keadaan pereokomian, kondisi pasar dan
industri. Semakin banyak permintaan, semakin tinggi menunjukkan tingkat profitabilitas,
dalam hal ini Return on Equity yang cukup baik, maka investor akan lebih tertarik dengan
saham perusahaan yang bersangkutan. Kenaikan permintaan ini akan diikuti dengan kenaikan
harga saham perusahaan bersangkutan.
Perbankan dituntut untuk menjaga likuiditas bank. Untuk menjaga likuiditas bank tetap
dalam kondisi sehat, maka bank diharuskan menjaga Loan to Deposit Ratio (LDR) pada
kisaran 85% - 110% sesuai dengan ketetapan Bank Indonesia melalui Surat Keputusan
Bank Indonesia No. 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993. Bank Indonesia mendefinisikan LDR
sebagai berikut:
“Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara kredit yang diberikan bank dengan
dana bank”
Menurut Susilo , dkk (2000;106) Loan to deposit ratio (LDR) tersebut menyatakan
seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan
deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dimana
semakin tinggi rasio ini, menunjukkan semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang
bersangkutan, sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin
besar. Simorangkir (2004:147) mengatakan bahwa bagi Bank yang dapat menjaga
likuiditasnya,
membuat
perusahaan
terhindar
dari
kondisi
bermasalah
sehingga
memungkinkan suatu perusahaan untuk memperoleh profitabilitas yang optimal.
Astuti (2002) berpendapat bahwa tinggi rendahnya Loan to Deposit Ratio (LDR) akan
mempengaruhi harga saham. Dari aspek likuiditas, LDR yang tinggi berarti resiko dalam
berinvestasi akan menjadi tinggi. Dengan likuiditas bank yang rendah maka hal tersebut akan
berdampak pada hilangnya kepercayaan pada bank tersebut. Jika masyarakat tidak lagi
percaya pada bank tersebut, maka investor pun enggan untuk membeli saham perusahaan
tersebut. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa LDR secara signifikan mempengaruhi
harga saham. Penelitian yang dilakukan Ardiani (2007) juga diketahui bahwa ada pengaruh
LDR yang signifikan terhadap harga saham.
Perkembangan pemberian kredit yang paling tidak menguntungkan adalah apabila
kredit yang diberikan ternyata menjadi kredit yang bermasalah (Non Performing Loan). Hal
ini disebabkan karena kegagalan pihak debitur memenuhi kewajibannya untuk membayar
angsuran pokok kredit beserta bunganya yang telah disepakati kedua belah pihak dalam
perjanjian kredit.
Pengertian Non Performing Loan (NPL) menurut Mahmoedin (2003;2) :
“Non Performing Loan (NPL) adalah kredit yang tidak menepati jadwal angsuran
sehingga terjadi tunggakan.”
Secara luas NPL didefinisikan sebagai suatu kredit dimana pembayaran yang dilakukan
tersendat-sendat dan tidak mencukupi kewajiban minimum yang ditetapkan sampai dengan
kredit yang sulit untuk memperoleh pelunasan atau bahkan tidak dapat ditagih.
Penentuan kesehatan kualitas aktiva produktif yang sehat menurut Bank Indonesia
sangat erat kaitannya dengan tingkat Non Performing Loan (NPL) yang boleh dimiliki bank,
yaitu maksimal sebesar 5%. Non performing Loan (NPL) ini menunjukkan bahwa
kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank.
Semakin tinggi rasio ini maka semakin buruk likuiditas kredit bank yang menyebabkan
jumlah kredit bermasalah semakin besar.
Tingkat kesehatan bank adalah faktor fundamental yang harus diperhatikan oleh calon
investor, jika para investor menginginkan untuk berinvestasi pada saham disektor
perbankan.saham menurut Buku Panduan Pemodal yang dikeluarkan oleh Bursa Efek
Indonesia dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan
usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut,
maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas aset perusahaan,
dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). (www.idx.co.id)
Menurut Sundjaja dan Barlian (2003;436) menjelaskan bahwa saham dapat
didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu
perusahaan. Bagi perusahaan yang bersangkutan, yang diterima dari penjualan sahamnya
akan tetap tertanam didalam perusahaan tersebut selama hidupnya. Meskipun bagi pemegang
saham sendiri itu bukanlah penanaman yang permanen, karena setiap waktu pemegang saham
dapat menjual sahamnya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
seberapa besar pengaruh tingkat kesehatan bank terhadap harga saham di Bursa Efek
Indonesia yang termasuk kedalam indeks LQ45 dengan menggunakan indikator-indikator
yang telah diuraikan diatas.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis menyimpulkan kerangka pemikiran dari
penelitian ini sebagai berikut :
TABEL 1.1
Kerangka Pemikiran
BANK
Laporan
Keuangan
Tingkat
Kesehatan
Bank
Capital
Asset
s
CAR
NPL
Management
Earning
ROA
Liquidity
ROE
HARGA SAHAM PERBANKAN
Keterangan:
Variabel Yang Diteliti
:
Variabel Tang Tidak Diteliti :
LDR
Sensitivity
Of Market
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan dan tujuan dari penelitian, maka
penulis mengambil hipotesis yang akan diuji kebenarannya sebagai berikut:
1.
Capital Adquacy Ratio (CAR), Non Performing Ratio (NPL), Return on Assets (ROA),
Return on Equity (ROE), Loan to Deposit Ratio (LDR), secara simultan berpengaruh
terhadap harga saham pada sektor perbankan periode 2005-2008.
2.
Capital Adquacy Ratio (CAR), Non Performing Ratio (NPL), Return on Assets (ROA),
Return on Equity (ROE), Loan to Deposit Ratio (LDR), secara parsial berpengaruh
terhadap harga saham pada sektor perbankan periode 2005-2008.
1.7
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif dan verifikatif. Dimana pengertian metode deskriptif menurut Moch. Nazir
(2003:54), yaitu:
“Metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok
manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas
peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari metode penelitian deskriptif adalah untuk
membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.”
Sedangkan pengertian metode verifikatif menurut Marzuki (2002:7) sebagai berikut:
“Metode verifikatif merupakan metode yang bertujuan melakukan pengujian, hipotesis,
pengaruh variabel X terhadap variabel Y, yang bertujuan untuk menguji suatu
pengetahuan.”
Data yang telah diperoleh selama proses penelitian kemudian akan dianalisis lebih
lanjut untuk mendapatkan hasil yang lebih terperinci, serta untuk menjawab permasalahan
yang ada dalam penelitian ini. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis
tersebut adalah analisis statistik parametrik berdasarkan data yang diperoleh. Analisis statistik
parametrik yang digunakan yaitu Analisis Regresi dan Korelasi Linier Berganda (Multiple
Linear Regression dan Correlation Analysis).
Sedangkan hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini berupa hubungan yang ada
antara variabel independen (variabel X) itu sendiri dan ada atau tidaknya pengaruh yang
ditimbulkan oleh variabel independen (variabel X) terhadap variabel dependen (variabel Y)
secara langsung. Sedangkan untuk menguji hubungan variabel-variabel penelitian dapat
menggunakan korelasi ganda (multiple correlation). Dan untuk menentukan diterima atau
tidaknya hipotesis, digunakan statistik uji t untuk korelasi secara parsial dan uji F untuk
korelasi secara simultan.
1.8
Waktu dan Tempat Penelitian
Dalam penelitian tersebut, penulis melakukan penelitian terhadap perbankan yang
terdaftar didalam Indeks LQ 45. Dimana penelitian dilakukan secara tidak langsung ke
perusahaan yaitu melalui penelitian ke pojok
bursa Universitas Widyatama untuk
mendapatkan laporan tahunan (annual report) perusahaan guna memperoleh data sekunder
berupa laporan keuangan selama 4 tahun yaitu periode 2005-2008. Penelitian ini juga melalui
media elektronik internet pada situs www.idx.co.id, www.bi.go.id, www.finance.yahoo.com,
serta media cetak. Adapun penelitian ini dilakukan pada bulan Febuari 2010 sampai dengan
selesai.
Download