TEORI PEMBENTUKAN ATP, KAITANNYA DENGAN PERALIHAN ASAM-BASA Laurencius Sihotang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Semua kehidupan di bumi ini bergantung kepada fotosintesis baik langsung maupun tidak langsung. Fotosisntesis menyediakan energi bagi makhluk hidup lain dan menghasilkan oksigen dalam atmosfer yang penting bagi semua bentuk kehidupan aerobik. Manusia juga bergantung pada fotosintesis untuk memperoleh energi dan oksigen yang digunakan pada proses respirasi. Kemampuan makhluk hidup yang luar biasa dalam menangkap energi cahaya dan menggunakannya sebagai penggerak sintesis senyawasenyawa berasal dari organisasi struktural dalam sel. Makhluk hidup autotrof membuat molekul organik dari CO2 dan senyawa mentah anorganik lain dari lingkungan. Pada organisme berfotosintesis terdapat kloroplas, dan proses fotosintesis dibantu enzim-enzim fotosintetik serta molekul-molekul lain yang memungkinkannya terlaksanannya reaksi kimia yang dibutuhka dengan efisien. Kloroplas memecah air menjadi hidrogen dan oksigen bukan dari CO2. Fotosintesis bukanlah reaksi tunggal, melaikan dua proses yang masing-masing banyak langkah, yaitu reaksi terang dan siklus Calvin. Reaksi terang merupakan penggerak bagi reaksi pengikatan CO2 dari udara. Reaksi ini melibatkan beberapa kompleks protein dari membran tilakoid yang terdiri dari sistem cahaya (fotosistem I dan II), sistem pembawa elektron, dan komplek protein pembentuk ATP (enzim ATP sintase). Reaksi terang mengubah energi cahaya menjadi energi kimia, juga menghasilkan oksigen dan mengubah ADP dan NADP+ menjadi energi pembawa ATP dan NADPH. Siklus calvin merupakan lanjutan dari reaksi terang dalam fotosintesis. Bahan siklus calvin adalah ATP dan NADPH, yang dihasilkan dari reaksi terang, dan CO2, yang berasal dari udara bebas. Siklus calvin ini, akan menghasilkan glukosa (C6H12O6), yang sangat diperlukan pada reaksi katabolisme. Adenosin trifosfat (ATP) adalah molekul yang berfungsi sebagai sumber energi universal untuk reaksi seluler. ATP terbentuk dari ADP dan Pi dengan suatu reaksi phosforilasi yang dirangkaikan dengan proses oksidasi molekul penghasil energi. Selanjutnay ATP yang terbentuk ini dialirkan ke proses reaksi yang membutuhkan energi dan dihidrolisis menjadi ADP dan phosfat anorganik (Pi). Menurut Arrhenius, asam adalah zat yang dalam air akan melepaskan ion H+. Jadi, pembawa sifat asam adalah ion H+ (ion hidrogen), sehingga rumus kimia asam selalu mengandung atom hidrogen. Ion adalah atom atau sekelompok atom yang bermuatan listrik. Kation adalah ion yang bermuatan listrik positif. Adapun anion adalah ion yang bermuatan listrik negatif. Basa adalah suatu senyawa yang jika dilarutkan dalam air (larutan) dapat melepaskan ion hidroksida (OH-). Oleh karena itu, semua rumus kimia basa umumnya mengandung gugus OH. Larutan dikatakan bersifat netral jika pH = 7, larutan bersifat asam jika pH < 7, dan larutan bersifat basa jika pH > 7. Sifat Asam 1. Senyawa asam bersifat korosif 2. Sebagian besar reaksi dengan logam menghasilkan H2 3. Senyawa asam memiliki rasa asam 4. Dapat mengubah warna zat yang dimiliki oleh zat lain (dapat dijadikan indikator asam atau basa) 5. Menghasilkan ion H+ dalam air Sifat Basa 1. Senyawa basa bersifat merusak kulit (kaustik ). 2. Terasa licin di tangan, seperti sabun. 3. Senyawa basa terasa pahit. 4. Dapat mengubah warna zat lain. (warna yang dihasilkan berbeda dengan asam) 5. Menghasilkan ion OH – dalam air. Jumlah ion H+ dalam air digunakan untuk menentukan sifat derajat keasaman atau kebasaan suatu zat. Semakin zat tersebut memiliki keasaman tinggi, semakin banyak ion H+ di dalam air. Sedangkan semakin tinggi kebasaan zat tersebut, semakin banyak ion OH– dalam air. B. RUMUSAN MASALAH Dari uraian latarbelakang diatas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah hubungan perubahan pH dalam proses pembentukan ATP dalam fotosintesis. BAB II PEMBAHASAN Ide bahwa perbedaan pH dapat menyediakan energi untuk sintesis ATP dalam kloroplas, mitokondria, dan bakteri diusulkan pertama kali oleh Peter Mitchell di Inggris tahun 1961. Teori Mitchell disebut toeri khemiosmotik yaitu bahwa transfer elektron terjadi dalam mode vectorial melintasi membran biologis. Bukti langsung dari teori ini pertama didapatkan oleh peneliti fotosintesis G. Hind dan Andre Jagendorf pada Universitas Cornell pada tahun 1963. Gambar 1. Mekanisme pengangkutan ion H+ dari lumen ke stroma oleh ATP sintase. Sebagaimana elektron ditransfer melalui serangkaian pembawa pada membran, proton juga diangkut, dan menghasilkan perbedaan pH antara sisi eksterior dan interior membran sel. Karena membran adalah lapisan ganda lipid yang impermeabel, setelah transfer proton yang melintasi membran dapat disimpan. Karena proton bermuatan, transfer mengarah ke bagian membran yang berbeda potensialnya. Jumlah dari kedua efek potensial tersebut digunakan untuk menyediakan energi dalam sintesis ATP. Hipotesis ini memberikan penjelasan alami terhadap sejumlah hasil pengamatan eksperimen. Sebagai contoh, diketahui bahwa suatu senyawa yang disebut uncouplers akan dapat menghambat sintesis ATP dalam sistem. Senyawa ini merupakan asam lemah lipofilik seperti dinitrophenol. Gambar 2. Mekanisme pengikatan ADP dan Pi untuk pembentukan ATP akibat perpindahan ion H+ Pemecahan molekul air yang melepaskan ion H+ dan O2 terjadi pada saat fotosistem II. Untuk menghasilkan satu molekul oksigen dibutuhkan dua molekul air, dengan demikian akan dihasilkan empat ion H+. Semakin banyak oksigen yang dibentuk, maka semakin tinggi juga konsentrasi ion H+, yang menyebabkan terjadinya perubahan pH. Sebagian ion H+ digunakan dalam mereduksi plastokuinon, sebagian akan dipindahkan dari lumen ke stroma oleh ATP sintase. Pergerakan H+ melalui ATP sintase menyebabkan perubahan struktur pada beberapa polipeptida sedemikian rupa sehingga dapat mengikat ADP dan Pi secara kuat, yang memungkinkannya terjadinya reaksi pembentuka ATP dan H2O. Pembentukan ATP dari ADP dan Pi sangat tidak menguntungkan jika dilihat dari hukum termodinamika. ATP terbentuk di stroma dan pengaliran ion H + dari lumen tilakoid ke stroma. Dalam pembentukan ATP mutlak diperlukan ion H+, yang diperoleh dari oksidasi H2O dan POH2. Oksidasi H2O dan POH2 menyebabkan kosesntrasi ion H+ pada lumen meningkat sekitar 1000 kali yang mengakibatkan peningkatan pH 4 jika dibandingkan dengan pada stroma yang kadar pH 8 pada saat fotosintesis berlangsung. Karena tilakoid sangat tidak permiabel terhadap ion H+ mengakibatkan terjadinya perbedaan energi potensial kimia yang kuat untuk mendorong terjadinya fotofosforilasi. Ide bahwa perbedaan pH dapat menyediakan energi untuk sintesis ATP dalam kloroplas, mitokondria, dan bakteri diusulkan pertama kali oleh Peter Mitchell di Inggris tahun 1961. Teori Mitchell disebut toeri khemiosmotik. Bukti langsung dari teori ini pertama didapatkan oleh peneliti fotosintesis G. Hind dan Andre Jagendorf pada Universitas Cornell pada tahun 1963. Gambar 2. Pembentukan ATP dalam percobaan Jagendorf dan kawan-kawan. Jagendorf mampu menciptakan gradien pH buatan melintasi membran tilakoid kloroplas terisolasi . Dalam rangka untuk mencapai hal ini pertama direndam kloroplas terisolasi dalam pH 4 penyangga selama beberapa jam . Kloroplas ini kemudian dengan cepat dicampur dengan pH 8 buffer yang mengandung ADP dan Pi. Diperoleh hasil dimana pH stroma tiba-tiba meningkat menjadi 8 , sedangkan pH dari ruang tilakoid tetap pada 4. Semburan sintesis ATP kemudian disertai hilangnya gradien pH melintasi membran tilakoid. Dengan demikian , membran tilakoid membuat ATP sebagai proton hidrogen berdifusi dari kompartemen tilakoid kembali ke stroma melalui kompleks ATP sintase, yang kepalanya katalitik menggunakan kekuatan proton - motif untuk mensintesis ATP di sisi stroma membran , di mana ia digunakan untuk membantu mendorong sintesis gula selama siklus Calvin ( reaksi independen cahaya). Teori khemiosmotik juga menjelaskan bagaimana uncoupler bekerja pada proses fotofosforilasi. Diberi nama uncoupler karena perannya menghilangkan keterkaitan antara pengangkutan elektron dengan fosforilasi. Beberapa uncoupler ini telah diketahui, antara lain adalah NH3 dan dinitrofenol. Uncoupler bergerak dalam saluran thilakoid untuk mengikat H+ dan mengangkutnya ke sisi stroma membran thilakoid dan kemudian membebaskan H+ tersebut. H+ yang dibebaskan bersama OH- membentuk H2O. Aksi yang berulang-ulang dari uncoupler ini memperkecil perbedaan pH antara dua sisi membran thilakoid dan berarti menghambat sintesis ATP. Sebaliknya, kondisi yang tercipta tersebut akan memacu pengangkutan elektron karena secara termodinamik akan lebih mudah untuk mengangkut H+ menyeberangi membran thilakoid dalam kaitannya dengan oksidasireduksi PQ (plastoquinon). BAB III PENUTUP Kesimpulan Tumbuhan sebagai salah satu komponen mahluk hidup, tentunya akan melakukan proses kehidupan seperti pertumbuhan dan perkembangan. Proses hidup pertumbuhan tersebut, tentunya dilakukan oleh struktur penyusun tubuh tumbuhan secara anatomis dan fisiologis. Proses fisiologi tumbuhan yang sangat penting dalam penyediaan bahan organik sebagai bahan metabolisme adalah proses fotosintesis. Proses fotosintesis terjadi penguarian molekul air menjadi oksigen dan ion H+, yang mengakibatkan terjadinya peningkatan ion H+ di lumen. Peningkatan ion ini mengakibatkan pH semakin turun (semakin asam) dan terjadi perbedaan gradient antara asam di lumen dan stroma. Perubahan pH ini membantu proses pembentukan ATP, seperti yang didukung penelitian Jagendorf. Pada saat kloroplas di rendam dalam pH 4 dan kemudian kloroplas ini di pindahkan ke kadar pH 8 dengan menambahkan ADP dan Pi, ternyata terjadi pembentukan ATP. Hal seperti inilah yang terjadi saat fotosintesis dimana terjadi pada saat fotosintesis. Sehingga proses pembentukan ATP salah satunya akibat terjadinya perubahan pH dalam lumen dan tilakoid. DAFTAR ACUAN 1. Campbell Neil A. 2002. Biologi, Jilid 1, ed 5. Jakarta. Penerbit Erlangga 2. http://rizalsuhardieksakta.blogspot.com/2012/07/daun-dalam-kaitannya-denganfotosintesis_19.html, diakses 22 september 2013 3. http://www.biologie.uni-hamburg.de/b-online/library/bio201/jagendorf.html, diakses 22 september 2013 4. Salisbury F B, Ross W R. F. 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: Penerbit ITB Bandung 5. Taiz, L. and Zeiger, E. 2010. Plant Physiology (ebook), Fifth Edition. Sinauer Associates. Sunderland, MA