Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020 MANFAAT SENYAWA KAROTENOID DALAM HIJAUAN PAKAN UNTUK SAPI PERAH (Carotenoid Compounds in Forages for Dairy Cattle) ELIZABETH WINA Balai Penelitian Ternak, Bogor ABSTRACT Carotenoid compounds are classified into 2 groups, i.e. carotene and xanthophyll groups. Carotenes are utilized as retinol precursor (Vitamin A) while xanthophylls have a role in pigmentation to give yellow, orange or red colour. Carotenoids are very labile to heat or light therefore any kind of drying process, preservation or storage of forages will reduce carotenoid content. The presence of carotenoid compounds in dairy feed has not yet got much attention although these compounds have several important functions. Retinol deficiency will reduce the reproduction efficiency, cause abortion, influence the fertility and the male growth, reduce immune function and increase mastitis cases. This paper discuss carotenoid content in several fresh forages and the effect of different processing on carotenoid content and the several roles of carotenoids in dairy cattle. It can be concluded from several studies that beside its role as a vitamin A precursor, β-carotene has several specific functions in dairy cattle. Keywords: Carotenoid, forages, dairy cattle, β-carotene ABSTRAK Senyawa karotenoid terbagi dalam 2 (dua) golongan besar yaitu kelompok karoten dan kelompok xantofil. Kelompok karoten dimanfaatkan sebagai prekursor retinol (vitamin A), sedangkan kelompok xantofil lebih berperan dalam memberikan warna kuning, jingga ataupun merah. Senyawa karotenoid sangat labil terhadap panas dan cahaya sehingga segala proses pengeringan, pengawetan dan penyimpanan rumput/ hijauan akan mengurangi kadar senyawa tersebut. Keberadaannya di dalam pakan sapi perah belum diperhatikan dengan baik padahal senyawa karotenoid mempunyai beberapa fungsi penting dalam ternak sapi perah. Defisiensi retinol mengurangi efisiensi reproduksi, menyebabkan aborsi, mempengaruhi kesuburan dan pertumbuhan ternak jantan dan mengurangi fungsi imun dan meningkatkan kejadian mastitis. Makalah ini menguraikan kandungan karotenoid dalam pakan hijauan segar dan pengaruh proses terhadap senyawa karotenoid dan fungsi-fungsi karotenoid dalam ternak sapi perah. Disimpulkan dari berbagai studi bahwa selain sebagai prekursor vitamin A, β-karoten juga mempunyai fungsi-fungsi lain yang spesifik dalam tubuh sapi perah. Kata kunci: Karotenoid, hijauan, sapi perah, β-karoten PENDAHULUAN Karotenoid adalah sebuah golongan senyawa dengan rantai karbon panjang (C40) dan terdiri dari bermacam-macam jenis (> 600 molekul) yang disintesis oleh tanaman Senyawa karotenoid biasanya memberikan warna kuning, jingga dan merah tetapi banyak juga tanaman yang mengandung senyawa karotenoid tetapi tidak terlihat warna kuning/ jingganya karena tertutup oleh klorofil yang berwarna hijau. Senyawa ini tidak dapat disintesis oleh tubuh ternak sehingga 124 kebutuhan akan senyawa karotenoid hanya diperoleh dari makanannya. Karotenoid terbagi dalam 2 golongan besar yaitu golongan karoten yaitu sebagai provitamin A dan golongan xanthofil yang berperan sebagai pigmen kuning. Di dalam pakan ruminan ditemukan tidak lebih dari 10 jenis molekul yang termasuk dalam senyawa karotenoid (NOZIERE et al., 2006). Sumber karotenoid yang utama dalam pakan ruminan adalah hijauan yaitu rumput segar atau daun leguminosa. Dalam pakan konsentrat, kandungan karotenoid sangat Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020 sedikit karena bahan penyusun pakan konsentrat kebanyakan adalah limbah pabrik/industri pertanian yang sudah melalui proses pemanasan. Data mengenai besarnya kandungan karotenoid dalam bahan pakan atau hijauan di Indonesia masih sangat terbatas. Pada saat musim kemarau, ketersediaan hijauan segar menjadi terbatas dan hal ini akan mempengaruhi kandungan karotenoid di dalam hijauan. Masalah kurangnya kandungan karotenoid di dalam pakan sapi perah belum pernah menjadi perhatian. Beberapa literatur menjelaskan pentingnya peran karotenoid sebagai provitamin A dan sebagai karoten dalam sapi perah. Makalah ini menguraikan kandungan karotenoid dari beberapa leguminosa/hijauan, proses terhadap hijauan yang mempengaruhi kandungan karotenoid dan fungsi karotenoid dalam tubuh ternak sapi perah. Kandungan senyawa karotenoid dalam pakan Selain rumput gajah segar, daun leguminosa, daun hijau lainnya juga mengandung senyawa karotenoid. Rumput gajah segar mengandung 182–221 mg total karoten/kg bahan kering (DUKE, 1983). Analisis karotenoid dari daun lamtoro, gamal, kaliandra dan turi telah dilakukan di Balitnak Ciawi dengan memodifikasi metode AOAC (WINA dan SUSANA, 1993). Penggunaan pipet kaca ukuran kecil menggantikan penggunaan kolom khromatografi merupakan hasil modifikasi metode AOAC sehingga metode pengukuran karotenoid menjadi lebih cepat dan murah. Dengan cara ini, dapat dianalisis kandungan total karoten dan total xantofil. Tabel 1 memperlihatkan kandungan karoten daun leguminosa yang lebih tinggi bahkan lebih dari dua kali lipat dari kandungan karoten dalam rumput gajah. Sebagai sumber karoten atau xantofil, daun leguminosa merupakan sumber karotenoid yang cukup baik. Selain daun leguminosa, beberapa daun yang biasa diberikan pada ruminan juga mengandung senyawa karotenoid yang cukup tinggi. Penelitian WOBETO et al., (2006) memperlihatkan bahwa daun singkong kering udara dari pohon yang berumur 12 bulan mengandung senyawa karotenoid sebesar 1264 mg/kg, yang terdiri dari senyawa lutein (956 mg/kg), β- karoten (312 mg/kg), dan sejumlah kecil senyawa kriptoxantin (ADEWUSI dan BRADBURY, 1993). Selain daun singkong, daun ubi jalar baik dari pohon ubi yang menghasilkan umbi berwarna putih, kuning atau ungu mengandung senyawa lutein yang bervariasi antara 340-680 mg/kg daun (KHACHATRYAN et al., 2003). Diketahui bahwa biji jagung menghasilkan kandungan karotenoid yang cukup tinggi sehingga merupakan sumber xantofil untuk pewarnaan kuning telur pada ayam petelur. Tetapi untuk pakan ruminan, jerami jagung yang kering ataupun yang dibuat silase tidak dapat digunakan sebagai sumber karotenoid karena kandungan karotenoidnya sangat rendah yaitu 70-80 mg/kg, terdiri dari 3-10 mg/kg epilutein, 25-37 mg/kg lutein, 6-10 mg/kg zeaxanthin, 24-35 mg/kg β- karoten (NOZIERE et al., 2006). Tabel 1. Kandungan total karoten dan total xantofil dari beberapa daun leguminosa Sampel daun leguminosa Lamtoro (Leucaena leucocephala) Gamal (Gliricidia sepium) Kaliandra (Calliandra calothyrsus) Turi (Sesbania grandiflora) Total karoten Total xantofil mg ekuivalen β- karoten/kg bahan kering 535,6 1307,1 368,5 892,5 327,8 958,4 439,6 872,6 Sumber: TANGENDJAJA dan WINA (1993) 125 Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020 Pengaruh proses pengawetan, pengeringan dan penyimpanan terhadap senyawa karotenoid 100 100 90 90 % kadar xantofil % kadar karoten Senyawa karotenoid sangat labil dan mudah rusak karena radiasi oleh panas atau terekpos oleh sinar UV sehingga pengeringan hijauan di bawah sinar matahari selama proses pembuatan ”hay” akan menyebabkan penurunan kadar senyawa karotenoid yang sangat signifikan (83% hilang). Tidak hanya oleh panas, tetapi adanya oksigen, juga akan menyebabkan turunnya senyawa karotenoid. Proses pengawetan silase akan menyebabkan turunnya kadar karotenoid tetapi bila silase terbuat dari hijauan segar yang baru dipotong, maka penurunannya tidak drastis (kurang dari 20%). WILLIAM et al. (1998) melaporkan kandungan rata-rata β-karoten dalam hijauan segar, hijauan kering ”freeze dried”, hijauan yang disilase dan hijauan yang dibuat ”hay” masing-masing adalah 196, 159. 81 dan 36 mg/ kg bahan kering. Proses penyimpanan hijauan juga akan mempengaruhi kadar karotenoid. Selama penyimpanan tepung daun gamal selama 8 minggu di bawah naungan, baik kadar karoten maupun kadar xantofil mengalami penurunan yang cukup signifikan, yaitu kadar karoten berkurang 30%, sedangkan kadar xantofil berkurang 45% (Gambar 1). Bila tepung daun disimpan dalam gas nitrogen (tidak ada oksigen) atau ditambah dengan senyawa antioksidan seperti butylated hydroxy toluene (BHT) 0,02%, penurunan kadar karotenoid dapat dikurangi karena proses oksidasi terhadap senyawa karotenoid dapat sedikit dicegah. Senyawa karoten maupun xantofil yang diekstrak dari tepung daun dan dibuat dalam bentuk konsentrat yang kental akan jauh lebih stabil (TANGENDJAJA et al., 1991). 80 70 60 50 80 70 60 50 40 40 0 1 2 4 8 waktu penyimpanan (minggu) tepung daun (TD) TD+BHT 0.02% TD+nitrogen Konsentrat pigmen 0 1 2 4 8 waktu penyimpanan (minggu) Gambar 1. Pengaruh penyimpanan terhadap kadar karoten dan xantofil pada tepung daun, tepung daun yang ditambah BHT, nitrogen dan konsentrat pigmen Kebutuhan sapi perah terhadap karoten dan vitamin A Pemberian β-karoten pada sapi perah biasanya untuk memenuhi kebutuhan akan vitamin A karena β- karoten merupakan prekursor vitamin A. Kebutuhan Vitamin A untuk sapi akan bervariasi tergantung pada 126 status fisiologisnya. Khusus untuk ruminan, 1 mg β-karoten ekuivalen dengan 400 IU Vitamin A atau setara dengan 120 µg retinol. Angka ekuivalen ini pada sapi sangat berbeda dan jauh lebih kecil dari angka ekuivalen pada tikus yang mencapai 1800 IU Vit A. Untuk pertumbuhan sapi perah calon induk dibutuhkan Vitamin A sebesar 60 – 100 IU/kg Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020 bobot badan. Kebutuhan Vitamin A untuk sapi perah dewasa maupun ”kering susu” ditingkatkan menjadi 110 IU/kg bobot badan, yang sebelumnya hanya 76 IU/kg bobot badan. Sebenarnya pemberian 76 IU/kg BB untuk sapi ”kering susu” sudah cukup tetapi pemberian yang lebih tinggi diharapkan dapat memperbaiki tingkat kesehatan sapi terutama kesehatan kelenjar susu. Pemberian sebagai prekursor vitamin A, βkaroten juga tampaknya mempunyai fungsi sendiri dalam tubuh sapi perah sehingga rekomendasi pemberian β-karoten saat ini menurut NRC (2001) sudah berubah dan lebih tinggi daripada rekomendasi NRC pada tahuntahun sebelumnya. Untuk sapi perah yang baru berproduksi (laktasi awal), pemberian βkaroten 280 IU/kg bobot badan akan jauh lebih baik daripada rekomendasi terdahulu (NRC, 2001). Fungsi karotenoid dalam tubuh sapi perah Senyawa karotenoid yang masuk melalui hijauan akan masuk ke dalam rumen dan diasumsikan bahwa senyawa karotenoid akan mengalami degradasi oleh mikroba rumen, tetapi derajat kecepatan degradasi bervariasi tergantung dari produk karotenoidnya yang masuk ke dalam rumen, apakah dalam bentuk bubuk murni atau dalam hijauan (NOZIERE et al., 2006). Bila diberikan dalam bentuk murni, lutein akan terdegradasi sebanyak 50% di dalam rumen sedangkan lutein dalam hijauan dilaporkan tetap dan tidak terdegradasi di dalam rumen. Senyawa karotenoid masuk ke dalam susu melalui plasma darah dan utamanya bentuk karotenoid dalam susu adalah β-karoten, lalu lutein, zeaxantin, βkriptoxantin (CALDERON et al., 2007) Karotenoid merupakan senyawa antioksidan dalam pakan ruminansia. Selain karotenoid, vitamin E, senyawa polifenol juga termasuk dalam senyawa antioksidan. Mereka mempunyai fungsi dalam komunikasi sel, dalam imunitas ternak dengan melindungi sel dari serangan radikal bebas (WEISS, 2005). Sapi perah yang menerima suplemen βkaroten selama lebih dari 90 hari, angka kebuntingan setelah 120 hari post partum meningkat dan hal ini mungkin karena βkaroten dapat meningkatkan kesuburan dari sapi perah. Jumlah inseminasi menurun dan laju konsepsi lebih tinggi bila sapi perah diberi tambahan 300 mg β-karoten dengan atau tanpa vitamin A, D3 dan E. (IWANSKA dan STRUSINSKA, 1997). Suplementasi 400 mg βkaroten/hari dapat meningkatkan tingkat kebuntingan pada sapi perah yang diinseminasi buatan (ARECHIGA et al., 1998). Selain memperbaiki reproduksi sapi perah, suplemen β-karoten juga dilaporkan dapat meningkatkan produksi susu dan hal ini mungkin β-karoten meningkatkan status antioksidan di ambing susu sehingga fungsi sel-sel aveolar epitel tetap terjaga baik (ARECHIGA et al., 1998). Kejadian infeksi pada kelenjar susu pada sapi perah lebih sedikit pada sapi yang diberi suplemen βkaroten 300 mg/hari baik pada sapi yang sedang kering susu maupun pada sapi yang sedang laktasi (WEISS, 2002). Bila hijauan segar yang diberikan suplementasi tidak perlu dilakukan secara rutin tiap hari tetapi bila hay yang sudah dilayukan yang diberikan, suplementasi β-karoten merupakan suatu hal yang berguna karena kandungan β-karoten dalam hay biasanya sangat rendah dan tidak cukup memenuhi kebutuhan sapi perah akan βkaroten. Dapat disimpulkan bahwa β-karoten merupakan faktor yang penting bagi reproduksi ternak dan mempunyai fungsi spesifik yang tidak dapat digantikan oleh Vitamin A. Kebutuhan β-karoten untuk sapi perah di Indonesia Kebutuhan β-karoten untuk sapi perah di Indonesia dipenuhi dari hijauan yang merupakan komponen tertinggi dalam pakan sapi perah. Konsentrat yang diberikan kepada sapi perah di Indonesia umumnya merupakan limbah pertanian/ industri yang kandungan βkarotennya sangat rendah. Petani sapi perah di Jawa Barat biasanya menanam rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan memberikan rumput ini sebagai sumber hijauan bagi ternaknya. Sedangkan di daerah Jawa Timur, ada peternakan sapi perah milik swasta yang memberikan tanaman jagung segar berikut buah muda sebagai sumber hijauan bagi ternaknya. Daun jagung yang masih hijau merupakan sumber β-karoten tetapi bila sudah kering atau dibuat silase, kandungan βkarotennya menurun. Di daerah Jawa Tengah, 127 Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020 jerami padi yang sudah difermentasi dapat digunakan sebagai sumber serat dan juga telah diberikan kepada sapi perah. Jerami padi mengandung β-karoten yang sangat kecil atau mungkin tidak ada. Seperti sudah diuraikan di atas bahwa β-karoten mempunyai fungsi sebagai prekursor vitamin A dan fungsi-fungsi lain yang spesifik yang mempengaruhi reproduksi ternak, produksi susu dan kesehatan ternak. Oleh sebab itu, sangat perlu diperhatikan penambahan vitamin A dan βkaroten pada sapi perah yang diberi pakan jerami padi. Suplementasi leguminosa pohon seperti kaliandra, yang tinggi kandungan senyawa karotenoidnya dapat memenuhi kebutuhan sapi perah yang diberi jerami padi akan β-karoten. Selain leguminosa pohon, daun singkong kering dapat juga digunakan sebagai sumber β-karoten pada sapi perah yang diberi jerami padi (WANAPAT et al., 2004). Dari 3 percobaan yang telah dilakukan, WANAPAT et al., (2004) menyimpulkan bahwa daun singkong dapat menggantikan konsentrat tanpa memberikan efek negatif terhadap produksi susu dan bahkan mengurangi biaya konsentrat. Biaya yang dikeluarkan oleh peternak lebih murah bila sapi perah disuplementasi leguminosa pohon atau daun singkong dibandingkan dengan pemberian β-karoten sintetik. Mudah terserangnya sapi perah akan penyakit infeksi pada kelenjar susu mungkin salah satunya disebabkan oleh kekurangan βkaroten di dalam pakan sapi perah. Studi mengenai defisiensi β-karoten pada sapi perah dan hubungannya dengan kejadian mastitis di Indonesia belum pernah dilaporkan, tetapi hal seperti ini perlu dipertimbangkan terutama dalam menyusun pakan sapi perah. Hijauan segar merupakan hal yang terpenting dalam sapi perah bukan hanya sebagai sumber serat tetapi juga sebagai sebagai sumber β-karoten yang belum banyak mendapat perhatian. KESIMPULAN DAN SARAN Beberapa tanaman leguminosa yang tumbuh di Indonesia mempunyai kandungan βkaroten yang cukup tinggi dan dapat digunakan sebagai sumber β-karoten untuk sapi perah di Indonesia terutama yang diberi jerami padi sebagai sumber seratnya. β-karoten 128 mempunyai fungsi yang spesifik tidak hanya sebagai prekursor vitamin A dapat meningkatkan reproduksi dan produksi serta menjaga kesehatan β-karoten. Disarankan untuk memperhatikan kandungan β-karoten di dalam menyusun pakan sapi perah agar tidak terjadi defisiensi β-karoten. DAFTAR PUSTAKA ADEWUSI, S. R.A. and BRADBURY, J. H. 1993. Carotenoid profile and tannin content of some cassava cultivars In; Proceedings of International Scientific Meeting Cassava Biotechnology Network. (ROCA, W. M. and THRO, A.M., eds.). Cartagena de Indias, Colombia, CIAT. Cali, CO. 1993. Hlm. 270– 276. ARECHIGA, C.F., STAPLES, C.R., MCDOWELL, L.R. and HANSEN, P.J. 1998. Effects of times insemination and supplemental b-carotene on reproduction and milk yields of dairy cows under heat stress. J. Dairy Sci. 81:390–402. CALDERON, F., CHAUVEAU-DURIOT, B., PRADEL, P, MARTIN, B., GRAULET, B., DOREAU, M. and NOZIERE, P. 2007. Variations in carotenoids, vitamins A and E and color in cow’s plasma and milk following a shift from hay diet to diets containing increasing levels of carotenoids and vitamin E. J. Dairy Sci. 90: 5651–5664. DUKE, J.A. 1983. Pennisetum purpureum K. Schumach. In Handbooks of Energy Crops. http://www.hort.purdue.edu/newcrop/duke_en ergy/Pennisetum_purpureum.html#Chemistry, 15 Maret 2008. IWAŃSKA S, and STRUSIŃSKA D. 1997. The effect of beta-carotene and vitamins A, D3 and E on some reproductive parameters in cows. Acta Vet Hung. 45(1): 95–107 KHACHATRYAN, A., BANSODE, R.R., LABONTE, D.R. and LOSSO, J.N. 2003. Identification of sweet potato leaves (Ipomoea batatas) as an excellent source of lutein. IFT annual meeting- chicago. 2003. http://ift.confex.com/ ift/2003/techprogram/paper_20401.htm. 14 Maret 2008. NOZIERE, P., GRAULET, B. , LUCAS, A., MARTIN, B., GROLIER, P., and DOREAU, M. 2006. Carotenoid for ruminants: from forages to dairy products. Anim. Feed Sci.Tech. 131: 418-450. Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020 NRC, 2001. Nutrient Requirement for dairy cattle. 7th revised edition. TANGENDJAJA, B. and WINA, E. 1993. Potential and nutritional value of leaf meal from fast growing trees. Proceedings Feed Technology Workshop (TAN, R.K.H. and TANGENDJAJA, B. eds.) pp. 48–68. TANGENDJAJA, B., WINA, E. and SUSANA, I.W.R. 1991. Komposisi dan sifat kimia daun gamal. Dalam: Gamal dan Pemanfaatannya (WINA, E dan SYAHGIAR, S., ed). Balai Penelitian Ternak. Hlm. 17–28. WANAPAT, M., WACHIRAPAKORN, C. , ROWLINSON, P., POLTHANEE, A. and WANAPAT, S. 2004. The use of cassava hay for lactating dairy cows http://bsas.org.uk/downloads/mexico/ 104.pdf. 14 Maret 2008. WEISS, W. P. 2002. Relationship of mineral and vitamin supplementation with mastitis and milk quality. National Mastitis Council Annual Meeting Proceedings. pp. 37–44. WEISS, W. P.. 2005. Antioxidant nutrients, cow health and milk quality. Pennsylvania State Dairy Nutrition Workshop. pp. 11–18. WILLIAM, P.E.V, BALLET, N., and ROBERT, J.C. 1998. A review of the provision of vitamins for ruminants. In: Proc. of the preconference symposium of the Cornell Nutr. Conf. 1998. Provision of vitamins and amino acids for ruminants, Rhone Poulenc Anim. Nutr. Antony, France. Hlm. 7–37. WINA, E. dan SUSANA, I.W.R. 1993. Analisis kuantitatif karotenoid dari daun, pakan ayam, telur dan hati ayam. Proceedings Semnas Kimia dan Pembangunan. (IMAMKHASANI, S. dan TRI WAHYUNI, W., ed). Himpunan Kimia Bandung, Hlm. 193–203. WOBETO, C., CORREA, A.D., ABREU, C.M.P., SANTOS, C.D. and ABREU, J.R. 2006. Nutrients in the cassave (Manihot esculenta Crantz.) leaf meal at 3 ages of the plant. Cienc. Tecnol. Aliment. Campinas 26(4): 865–869. 129