META TEORI STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DI INDONESIA

advertisement
http://www.karyailmiah.polnes.ac.id
META TEORI STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DI
INDONESIA - Menuju Konvergensi SAK di Masa Globalisasi
Aris Tri Cahyono
(Staf Pengajar Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Samarinda)
Abstrak
Standar akuntansi sebagai acuan penyusunan laporan keuangan yang berlaku disuatu
negara, akan berbeda dengan standar akuntansi di negara lain. Perbedaan ini dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan, hukum, sosial, politik dan ekonomi di tiap-tiap negara. Masalah
keterbandingan (Comparability) laporan keuangan, tingkat keandalan (reliability) dan peluang
ketidakpastian menjadi konsekuensi dari adanya perbedaan standar akuntansi ini.
Konvergensi terhadap standar internasional dilakukan oleh masing-masing negara
dengan tingkat yang berbeda-beda (Full Adoption, Adapted, Piecemeal, Referenced dan Not
Adoption at all) hal ini disesuaikan dengan kesiapan negara masing-masing. Hal-hal yang
perlu dipertimbangkan dalam proses konvergensi standar akuntansi internasional, yaitu
Penterjemahan Standar Internasional, Ketidaksesuaian antara Standar Internasional dan
Hukum Nasional, Struktur dan Kompleksitas Standar Internasional, Frekuensi Perubahan dan
Kompleksitas Standar Internasional.
Konvergensi Standar Akuntansi yang dilakukan di Indonesia sendiri dirumuskan oleh
IAI melalui Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) sejak konvensi nasional akuntansi V
di Yogyakarta. Keputusan yang diambil DSAK saat ini adalah mendekatkan PSAK dengan
IAS/IFRS melalui dua strategi. Strategi pertama dilakukan secara selektif dengan tiga target
yaitu mengidentifikasi standar-standar yang paling penting untuk diadopsi seluruhnya,
melakukan adopsi standar-standar yang belum diadopsi sambil merevisi standar yang telah
ada dan target ketiga melakukan konvergensi proses penyusunan standar dengan IASB.
Strategi kedua DSAK adalah dengan melakukan dual standard. Strategi kedua ini dilakukan
dengan menerjemahkan seluruh IFRS secara sekaligus dan menetapkan waktu penerapannya
bagi listed companies. Sedangkan bagi non listed companies tetap dengan PSAK yang ada.
Kata Kunci: Standar Akuntansi, Konvergensi, Globalisasi
PENDAHULUAN
Aturan akuntansi yang berlaku disuatu
negara, akan berbeda dengan aturan akuntansi di
negara lain. Hal ini dikarenakan adanya
lingkungan, kondisi hukum, sosial, politik dan
ekonomi yang berbeda-beda. Perbedaan ini
menimbulkan
masalah
keterbandingan
(Comparability) laporan keuangan. Hal ini dapat
dipahami, karena dalam proses penyusunan
standar akuntansi di suatu negara tidak akan
pernah terlepas dari pengaruh faktor-faktor lokal
JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1816 – 2000
suatu negara. Wolk et al. (2001) dalam Narsa
(2007) mengatakan, ”Economic conditions have an
impact upon both political faktors and accounting
theory”. Yang maknanya bahwa Teori Akuntansi
akan dipengaruhi oleh faktor politik dan keadaan
ekonomi.
Pada awalnya kondisi ini tidak menjadi suatu
permasalahan. Masalah baru muncul ketika
teknologi dan informasi mengalami kemajuan
pesat, negara-negara menjadi seolah-olah tanpa
batas (borderless), era ini populer dengan nama
Riset / 1884
globalisasi. Globalisasi ekonomi yang tampak
antara lain dari kegiatan perdagangan antar negara
serta
munculnya
entitas
multinasional
mengakibatkan timbulnya kebutuhan akan suatu
standar akuntansi yang berlaku secara luas di
seluruh dunia.
Keterlibatan perusahaan dalam akuntansi
internasional dimasa globalisasi ekonomi ini juga
tidak dapat dihindari saat perusahaan membuka
operasi di luar negeri, baik yang hanya berupa
pemberian lisensi produksi terhadap perusahaan
milik pihak lain di luar negeri maupun pendirian
anak perusahaan di luar negeri. Dalam hal
pemberian
lisensi,
perusahaan
perlu
mengembangkan
sistem
akuntansi
yang
memungkinkan pemberi lisensi untuk melakukan
pengawasan atas pelaksanaan perjanjian kerja,
pembayaran royalty.
Untuk menghadapi masa globalisasi ini,
konvergensi standar akuntansi internasional telah
menjadi agenda internasional. Negara-negara di
Eropa dan Australia mulai menerapkan IFRS pada
tanggal 1 Januari 2005. Namun untuk negaranegara di Asia, konvergensi terhadap IFRS
dilakukan dengan tingkat yang berbeda-beda, hal
ini disesuaikan dengan kesiapan negara masingmasing.
META TEORI STANDAR AKUNTANSI
KEUANGAN DI INDONESIA
a. Pengertian Meta Teori Akuntansi
Teori akuntansi berkembang menuju dua
orientasi yaitu teori akuntansi positif dan teori
akuntansi normatif, dan dapat dirumuskan dengan
metode deduktif maupun induktif. Apapun
pendekatan dan metodologi yang digunakan dalam
memformulasi suatu teori akuntansi, rerangka
konseptual yang dihasilkan dari teori akuntansi
tetap didasarkan pada sekelompok elemen dan
hubungan tertentu. Belkaoui (2000) menyebutkan
empat elemen yang terdapat dalam struktur teori
akuntansi yaitu: 1) tujuan laporan keuangan; 2)
postulat akuntansi dan konsep teoretis akuntansi,
3) prinsip-prinsip akuntansi, dan 4) teknik-teknik
akuntansi.
Gambar 1.1
1. Tujuan Laporan
Keuangan
Meta teori akuntansi keuangan adalah suatu
proses penyusunan teori akuntansi keuangan yang
memetakan proses penyusunan teori akuntansi
keuangan. Meta teori akuntansi keuangan
menggunakan pendekatan deduksi dalam proses
penalarannya. Sebagaimana tampak pada gambar
1, struktur meta teori akuntansi keuangan
menempatkan tujuan sebagai tingkatan paling
tinggi dan teknik-teknik akuntansi pada tingkatan
paling bawah.
Pada tingkatan teratas yaitu tujuan laporan
keuangan menggambarkan untuk apa laporan
keuangan dibuat. Tujuan laporan keuangan yang
diterapkan pada suatu negara haruslah mendukung
dan selaras dengan tujuan ekonomik dan sosial
negara dengan mempertimbangkan faktor sosial,
ekonomik, politik, dan budaya negara.
Pada tingkatan kedua struktur meta teori
akuntansi adalah postulat akuntansi dan konsep
teoritis akuntansi. Postulat akuntansi (accounting
postulate) adalah pernyataan atau aksioma yang
sangat jelas yang umumnya diterima berdasarkan
kesesuaiannya terhadap tujuan laporan keuangan.
Postulat akuntansi merupakan asumsi dasar yang
menggambarkan lingkungan ekonomi, politik,
sosial, dan hukum dimana akuntansi diterapkan.
Terdapat empat postulat akuntansi, yaitu: postulat
entitas, postulat kelangsungan usaha, postulat unit
pengukuran, dan postulat periode akuntansi.
Sedangkan Konsep teoretis akuntansi (theoretical
concept) menggambarkan hakikat suatu entitas
akuntansi
yang
beroperasi
pada
suatu
perekonomian bebas yang ditandai dengan
pengakuan atas kepemilikan pribadi. Konsep
teoritis ini merupakan pernyataan atau aksioma
yang diterima berdasarkan kesesuaiannya dengan
tujuan laporan keuangan.
Tingkatan ketiga pada struktur meta teori
akuntansi
adalah
prinsip-prinsip
akuntansi
JURNAL EKSIS
Riset / 1885
2a.Postulat
Akuntansi
Sumber : Belkoui, 2000
2b.Konsep
Teoretis Akuntansi
Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1267 – 2000
http://www.karyailmiah.polnes.ac.id
(accounting principles) adalah aturan pengambilan
keputusan umum yang diturunkan dari postulat dan
konsep teoritis akuntansi yang menentukan
perkembangan teknik-teknik akuntansi. Dan pada
tingkatan paling bawah yaitu teknik-teknik
akuntansi merupakan aturan-aturan khusus dalam
memperlakukan transaksi-transaksi dan kejadiankejadian tertentu pada perusahaan.
b. Perkembangan Standar Akuntansi
Keuangan di Indonesia
Indonesia telah memiliki sendiri standar
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Prinsip
atau standar akuntansi yang secara umum dipakai
di Indonesia disusun dan dikeluarkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia. Ikatan Akuntan Indonesia
sendiri adalah organisasi profesi akuntan yang ada
di Indonesia. IAI yang didirikan pada tahun 1957
selain mewadahi para akuntan juga memiliki peran
yang lebih besar dalam dunia akuntansi di
Indonesia. Peran tersebut seperti yang telah
disebutkan sebelumnya adalah peran dalam
rangka penyusunan standar akuntansi. Standar
akuntansi tersebut merupakan seperangkat standar
yang mengatur tentang pelaksanaan akuntansi di
dunia bisnis di Indonesia.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia
tersebut mengatur perlakuan akuntansi secara
menyeluruh untuk berbagai aktivitas bisnis
perusahaan di Indonesia. Standar-standar tersebut
selain ditujukan untuk mengatur perlakuan
akuntansi dari awal sampai tujuan akhirnya yaitu
untuk pelaporan terhadap pengguna, standarstandar tersebut juga meliputi pedoman perlakuan
akuntansi mulai dari perolehan, penggunaan,
sampai dengan saat penghapusan untuk setiap
elemen-elemen
akuntansi.
Standar-standar
tersebut juga mengatur tentang pengakuan,
pengukuran, penyajian dan pelaporan atas
keuangan
perusahaan.
Tonggak
sejarah
perkembangan IAI pertama kali terjadi menjelang
diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun
1973. Pada tahun ini, dibentuk cikal bakal badan
penyusun standar akuntansi, yaitu Panitia
Penghimpun Bahan-Bahan dan Struktur dari GAAP
dan
GARS.
Panitia ini,
akhirnya dapat
menghasilkan kodifikasi prinsip dan standar
akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu
buku Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).
Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip
Akuntansi Indonesia (Komite PAI) menggantikan
Panitia Penghimpun Bahan-Bahan dan Struktur
dari GAAP dan GARS. Komite PAI ini bertugas
menyusun dan mengembangkan SAK. Komite PAI
melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 untuk
menyesuaikan
ketentuan akuntansi dengan
perkembangan
dunia
usaha.
Hasil
revisi
dikodifikasikan dalam buku Prinsip Akuntansi
JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1816 – 2000
Indonesia 1984. Selanjutnya tahun 1984 dijadikan
tonggak kedua penyusunan SAK di Indonesia.
Tonggak ketiga sejarah standar akuntansi
Indonesia terjadi pada tahun 1994. Komite PAI
yang dibentuk tahun 1974 terus melakukan
kegiatannya sampai dengan tahun 1994. Namun,
personil anggota Komite PAI terus diperbarui. Pada
tahun 1994 ini, Komite PAI juga melakukan revisi
total terhadap PAI 1984. Hasil revisi dikodifikasikan
dalam buku Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
per 1 Oktober 1994.
Kepengurusan IAI 1994-1998, nama Komite
PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi
Keuangan (Komite SAK). Dan mulai tahun 1994,
IAI juga memutuskan untuk melakukan harmonisasi
dengan standar akuntansi internasional dalam
mengembangkan standarnya. Pada kepengurusan
Komite SAK ini, buku SAK tahun 1994 telah
mengalami dua kali revisi, yaitu pada 1 Oktober
1995 dan 1 Juni 1996. Kemudian, pada Kongres
VIII IAI, tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta,
Komite SAK diubah menjadi Dewan Standar
Akuntansi Keuangan (DSAK). DSAK diberikan
otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PASK
dan ISAK. Sejak 1998, DSAK sudah memasuki
periode kedua masa bakti DSAK, yaitu masa bakti
1998-2002 dan 2002-2006. Pada masa bakti 19982002, DSAK telah melakukan dua kali revisi PSAK,
yaitu revisi per 1 Juni 1999 dan 1 April 2002.
DSAK sampai saat ini telah mengembangkan dan menyempurnakan SAK yang ada. Hasil
pengembangan SAK yang dilakukan oleh DSAK
mulai April 2002 sampai dengan Oktober 2004,
terdiri dari empat hal, yaitu:
1. Menerbitkan satu Kerangka Dasar Penyusunan
dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK)
Bank Syariah. KDPPLK ini merupakan pelengkap dari KDPPLK yang umum. KDPPLK ini
juga merupakan landasan konseptual untuk
pelaporan keuangan perbankan Syariah.
2. Menerbitkan satu PSAK baru, PSAK No.59
tentang Akuntansi Perbankan Syariah.
3. Menerbitkan lima PSAK revisi. Kelima PSAK
revisi tersebut adalah:
- PSAK No. 58 (Revisi 2003) tentang Operasi
Dalam Penghentian
- PSAK No. 8 (Revisi 2003) tentang
Kontinjensi dan Peristiwa Setelah Tanggal
Neraca
- PSAK No. 51 (Revisi 2003) tentang
Akuntansi Kuasi Reorganisasi
- PSAK No. 24 (Revisi 2004) tentang Imbalan
Kerja.
- PSAK No. 38 (Revisi 2004) tentang
Akuntansi Restrukturisasi Entitas pengendali.
Riset / 1886
4. Menerbitkan tiga Interpretasi Standar Akuntansi
Keuangan (ISAK), yaitu:
- ISAK No.5 merupakan interpretasi atas
Paragraf 14 PSAK No. 50 tentang Pelaporan
Perubahan Nilai Wajar Investasi Efek dalam
Kelompok Tersedia untuk dijual.
- ISAK No. 6 adalah interpretasi atas Paragraf
12 dan 16 PSAK No. 55 (Revisi 1999)
tentang Instrumen Derivatif Melekat pada
Kontrak dalam Mata Uang Asing.
- ISAK No. 7 yang merupakan interpretasi atas
Paragraf 5 dan 19 PSAK No. 4 tentang
Konsolidasi Entitas Bertujuan Tertentu. ISAK
No.
7
ini
diadopsi
dari
Standing
Interpretations Committee (SIC) No. 12
tentang Consolidation Special Purposes
Entities.
SAK dan interpretasi yang dikembangkan
oleh DSAK sampai dengan periode Oktober 2004
telah dikodifikasikan dalam buku Standar Akuntansi
Keuangan per 1 Oktober 2004. SAK yang
dikodifikasikan tersebut terdiri dari KDPPLK,
KDPPLK Bank Syariah, 59 PSAK, dan 7 ISAK.
Untuk lebih meningkatkan transparansi informasi
dunia
usaha
kepada
pihak-pihak
yang
berkepentingan dan masyarakat, DSAK berupaya
memutakhirkan kembali SAK. Pemutakhiran SAK
didasarkan pada tiga hal:
1. Mendukung
program
harmonisasi
dan
konvergensi yang diprakarsai oleh International
Accounting Standards Board (IASB) dengan
selalu
menyelaraskan
PSAK
dengan
International Financial Reporting Standards
(IFRS).
2. Perumusan SAK, di samping menggunakan
IFRS sebagai acuan, juga mempertimbangkan
berbagai faktor lingkungan usaha yang ada di
Indonesia.
3. Pengembangan SAK yang belum diatur dalam
IFRS dilakukan dengan berpedoman pada
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian
Laporan Keuangan, kondisi lingkungan usaha
di Indonesia, dan Standar akuntansi yang
berlaku di negara lain.
Revisi standar IAI yang berbentuk adopsi
standar international menuju konvergensi dengan
IFRS tersebut dilakukan dengan revisi terakhir
yang dilakukan pada tahun 2007. Revisi pada
tahun 2007 tersebut merupakan bagian dari
rencana jangka panjang IAI yaitu menuju
konvergensi dengan IFRS sepenuhnya pada tahun
2012. Rencana menuju konvergensi penuh dengan
Riset / 1887
IFRS pada tahun 2012 dapat dijabarkan sebagai
berikut:
 Pada akhir tahun 2010 diharapkan seluruh IFRS
sudah diadopsi dalam PSAK;
 Tahun 2011 merupakan tahun penyiapan
seluruh
infrastruktur
pendukung
untuk
implementasi PSAK yang sudah mengadopsi
seluruh IFRS;
 Tahun 2012 merupakan tahun implementasi
dimana PSAK yang berbasis IFRS wajib
diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang
memiliki akuntabilitas publik.
Revisi tahun 2007 yang merupakan bagian
dari rencana jangka panjang IAI tersebut
menghasilkan revisi 5 PSAK yang merupakan revisi
yang ditujukan untuk konvergensi PSAK dan IFRS
serta reformat beberapa PSAK lain dan penerbitan
PSAK baru. PSAK baru yang diterbitkan oleh IAI
tersebut merupakan PSAK yang mengatur
mengenai transaksi keuangan dan pencatatannya
secara syariah. PSAK yang direvisi dan ditujukan
dalam rangka tujuan konvergensi PSAK terhadap
IFRS adalah:
1.
2.
3.
4.
PSAK 16 tentang Properti Investasi
PSAK 16 tentang Aset Tetap
PSAK 30 tentang Sewa
PSAK 50 tentang Instrumen Keuangan:
Penyajian dan Pengungkapan
5. PSAK 55 tentang Instrumen Keuangan:
Pengakuan dan Pengukuran
PSAK-PSAK hasil revisi tahun 2007 tersebut
dikumpulkan dalam buku yang disebut dengan
Standar Akuntansi Keuangan per 1 September
2007 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari
2008.
c. Meta Teori Standar Akuntansi Keuangan di
Indonesia
Dalam pembuatan standar akuntansi
keuangan dipengaruhi lingkungan sosial. Menurut
Colditz dan Gibbins (1972), lingkungan sosial
akuntansi meliputi:
1.
2.
3.
4.
5.
Dunia usaha
Sistem hukum (legal system)
Adat istiadat masyarakat yang berlaku
Kode etik profesi untuk pengaturan diri sendiri
Sikap lembaga-lembaga luar seperti pemerintah, perbankan, dan lain-lain.
Karakteristik lingkungan sosial profesi
akuntansi
yang
mendasari
perkembangan
akuntansi di Indonesia dapat dilihat dari beberapa
JURNAL EKSIS
Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1267 – 2000
http://www.karyailmiah.polnes.ac.id
aspek seperti yang dipaparkan oleh Colditz dan
Gibbins diatas, yaitu:
1. Lingkungan sosial yang membentuk akuntansi
adalah dunia usaha.
Dunia usaha erat sekali hubungannya dengan
keadaan perekonomian suatu negara. Hal lain
yang berpengaruh terhadap akuntansi adalah
sistem politik. Di negara sosialis, sistem harga
dan laba bukan merupakan faktor yang mengatur
alokasi
sumber-sumber
ekonomi.
Pemerintah mengatur alokasi sumber-sumber
ekonomi berdasarkan keputusan-keputusan
politik. Dunia usaha dalam negara sosialis
beroperasi berdasarkan keputusan-keputusan
politik, sehingga pertimbangan cost menjadi hal
yang sekunder. Dalam negara yang menerapkan
sistem perekonomian seperti ini, akuntansi sulit
berkembang dengan baik. Akuntansi akan
berkembang dengan baik jika negara mengembangkan kontrol sosial dan adanya perusahaan-perusahaan swasta.
2. Sistem hukum yang berpengaruh pada
akuntansi adalah undang-undang perpajakan
Dalam sistem perpajakan yang menerapkan
prinsip pengenaan pajak dengan didasari filosofi
"pajak adalah hak negara," jelas tidak akan
menyebabkan sistem perpajakan mendorong
berkembangnya akuntansi. Pengusaha tidak
akan berusaha untuk menyelenggarakan
akuntansi yang baik untuk menghitung hasil
usahanya, karena mereka beranggapan bahwa
penetapan pajak adalah tugas pemerintah.
Berbeda dengan sistem di atas, sistem
perpajakan
yang
menerapkan
prinsip
pengenaan pajak dengan didasari filosofi "pajak
adalah kewajiban rakyat", mewajibkan wajib
pajak untuk menyelenggarakan akuntansi yang
baik untuk menghitung hasil usahanya, karena
pengenaan pajak ditentukan oleh wajib pajak itu
sendiri. Pemerintah hanya berperan untuk
memeriksa apakah jumlah pajak yang ditentukan
dan dilaporkan wajib pajak tersebut telah sesuai
dengan
undang-undang.
Dalam
sistem
perpajakan seperti ini akuntansi akan tumbuh
dan berkembang dengan baik dan akan dapat
memberikan kontribusi kepada wajib pajak untuk
menentukan hasil usaha yang dikenakan pajak.
Pengenaan pajak atas laba berdasarkan filosofi
yang terakhir ini dianut oleh undang-undang
pajak penghasilan tahun 2000.
pertanggung jawaban kekayaan kepada yang
berhak. Di dalam masyarakat yang menganggap
ketidakjujuran sebagai hal yang biasa-biasa saja
dalam usaha, akuntansi akan menjadi alat untuk
"menipu", sehingga akan sulit berkembang
dengan baik. Masyarakat tidak akan percaya
dengan laporan yang dihasilkan akuntansi, jika
mereka mengetahui bahwa praktek-praktek
usaha (bisnis) yang dijalankan pengusaha
penuh dengan tipu daya, muslihat licik, sogok
dan biaya siluman lainnya. Akuntansi akan
tumbuh subur dalam lingkungan bisnis terbuka
dan transparan. Oleh karena itu, bisa dipahami
bila profesi ini berkembang sejalan dengan
perkembangan pasar modal dan sistem perpajakan yang menjadikan transparansi sebagai
titik perhatian.
4. Lingkungan masyarakat yang memerlukan jasa
profesi
akuntansi
membutuhkan
jaminan
profesional yaitu menyangkut mengenai mutu
jasa yang digunakannya.
Dengan demikian memaksa profesi akuntansi
untuk mengatur dirinya sendiri ke dalam, yaitu
dengan menerapkan standar etika yang tinggi
bagi setiap anggota profesi yang melayani
lingkungan masyarakatnya. Dengan penerapan
standar etika yang tinggi, profesi ini akan
mendapatkan kepercayaan yang penuh dari
masyarakat untuk memberikan kontribusi berupa
penyediaan
informasi
akuntansi
kepada
masyarakat pengguna (users).
5. Dengan dibentuknya BAPEPAM, pemerintah
memerlukan profesi akuntansi sebagai salah
satu alat kontrol sosial terhadap perusahaan
yang go public.
3. Adat istiadat masyarakat dipengaruhi sistem
nilai yang berlaku di masyarakat
Profesi akuntansi Indonesia yang diwadahi
dalam Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah
membekali diri dengan seperangkat aturan untuk
bekerja dengan baik, yaitu Standar Akuntansi
Keuangan, Standar Profesional Akuntan Publik,
dan Kode Etik Akuntan Indonesia. Perkembangan profesi akuntansi juga dipengaruhi oleh
dunia perbankan kita. Bank-bank pemerintah
dan Swasta Nasional selalu mensyaratkan
pemohon kredit untuk menyerahkan laporan
keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik
(biasanya di atas jumlah rupiah tertentu) sebagai
salah satu syarat pengajuan permintaan kredit
kepada bank dan juga mungkin sebagai
pelaporan
tentang
aktifitas
usaha
dan
pemakaian kredit selama periode tertentu
(biasanya minimal tiap tahun).
Dalam masyarakat yang menerapkan sistem
nilai
dengan
mengedepankan
"kejujuran
individu", akuntansi merupakan alat yang sangat
dibutuhkan oleh masyarakat sebagai penyampai
Profesi akuntansi Indonesia yang berorientasi ke Amerika, turut serta dalam
mensosialisasikan SFAC. Namun, baik PAI 1973
maupun 1984 sebenarnya tidak memenuhi syarat,
JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1816 – 2000
Riset / 1888
karena PAI mencampuradukkan konsep, prinsip
akuntansi, pernyataan dan interpretasi. Kemudian
dengan diaktifkannya kembali pasar modal pada
tahun 1987, dengan persyaratan menjual saham
hanya
20%
kepada
masyarakat
banyak
perusahaan menjadi perusahaan go public. Hal ini
tidak menguntungkan masyarakat luas, karena
kepemilikan terbesar masih pada pemilik lama.
Banyak penyimpangan terjadi, misalnya adanya
mark-up yang berlebihan yang tentunya sangat
merugikan masyarakat. Profesi akuntansi tidak
dapat memecahkan masalah ini karena memang
belum ada aturan atau pernyataan akuntansi
tentang hal itu. Namun pada tahun 1990, profesi
telah mulai memikirkan menyusun standar
akuntansi keuangan yang lebih baik, yaitu dengan
dibentuknya Komite PAI. Kebutuhan standar
akuntansi yang baik dan baku semakin didorong
dengan keluarnya Keputusan Presiden tahun 1990
tentang swastanisasi pasar modal. Para pelaku
pasar modal tentunya lebih dituntut untuk profesional. Perusahaan-perusahaan yang menjual
sahamnya di bursa saham harus menyajikan laporan keuangannya kepada masyarakat yang harus
sesuai dengan aturan BAPEPAM dan Bursa Efek.
Kebutuhan kumpulan standar akuntansi keuangan
yang baik semakin dirasakan oleh profesi,
sehingga komite SAK terus didorong untuk
menghasilkan standar dimaksud. Walaupun telah
bekerja selama tiga tahun, komite ini tidak dapat
menemukan bentuk standar akuntansi yang ideal
untuk users. Kejadian ini berakhir pada tahun 1994
yaitu setelah terbitnya International Accounting
Standards (IAS) oleh International Accounting
Standards Committee. Berkembangnya apa yang
disebut globalisasi dan untuk mengantisipasi
perkembangan
bisnis
internasional,
telah
membawa profesi akuntansi Indonesia untuk
kembali mengadopsi apa yang dianggap baik yaitu
mengadopsi sebagian besar IAS menjadi Standar
Akuntansi Keuangan (SAK).
Gambar 2.1 Proses Penyusunan SAK dan SPAP
Instansi
Pemerintah
Terkait
Asosiasi
Industri
Standar
akuntansi
yang
konsisten
membantu praktisi mempunyai pegangan yang
kuat, dan auditor mempunyai basis untuk
memecahkan
masalah
pelaporan.
Standar
akuntansi merupakan acuan penyusunan laporan
keuangan, yang akan disajikan oleh manajemen
kepada berbagai pihak yang berkepentingan yaitu
investor sekarang dan investor potensial,
karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan
kreditor usaha lainnya, pelanggan, pemerintah
serta lembaga-lembaganya, dan masyarakat.
IAS
JURNAL EKSIS
Riset / 1889
Komite SAK &
Komite SPAP
Pentingnya Standar Akuntansi Keuangan
disusun dengan tujuan agar laporan keuangan
menjadi lebih objektif, jelas dan dimengerti oleh
semua pihak. Standar akuntansi adalah aturan
baku yang disusun oleh lembaga yang berwenang
untuk itu (di Indonesia oleh Dewan Standar
Akuntansi Keuangan IAI) sebagai pedoman yang
harus diikuti oleh penyusun laporan keuangan jika
laporan keuangan tersebut ditujukan untuk pihak
eksternal perusahaan. Disamping konsep yang
digunakan dalam penyusunan laporan keuangan,
laporan keuangan juga harus menganut aturanaturan yang disusun oleh otoritas akuntansi tersebut. Aturan-aturan ini disebut accounting standard, yang memberikan pedoman khusus untuk
menyusun laporan keuangan secara terinci.
Standar akuntansi ini akan selalu berkembang
(bisa berubah, bertambah, atau berkurang) yang
disesuaikan dengan perubahan lingkungan yang
mengglobal saat ini baik kondisi bisnis maupun
perekonomian serta standar akuntansi yang
berlaku di negara lain. Hal ini berarti standar
akuntansi akan berkembang sejalan dengan
perkembangan dunia usaha. A.C. Littleton (1985)
mengatakan bahwa perdagangan dan industri
merupakan
landasan
terpenting
bagi
perkembangan
akuntansi,
sehingga
dapat
dikatakan bahwa akuntansi pada hakekatnya
merupakan fungsi dari business.
ISA
Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1267 – 2000
http://www.karyailmiah.polnes.ac.id
Supaya laporan keuangan menjadi jelas dan
dapat dimengerti secara universal, maka diperlukan
akuntansi keuangan yang ditata berdasarkan
standar akuntansi yang berlaku. Disamping standar
akuntansi nasional yang disusun oleh organisasi
profesi akuntan oleh masing-masing negara (di Indonesia oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan
IAI), juga telah tersusun International Accounting
Standards (IAS) oleh International Accounting
Standard Committee. Hal ini sesuai dengan
perkembangan bisnis internasional yang semakin
pesat, banyak dan pentingnya Multi National
Corporate (MNC), dan akan diberlakukannya
kawasan bebas ASEAN (AFTA) tahun 2003, APEC
2010, WTO tahun 2020. Pada saat itu negara kita
sudah harus siap untuk berkompetisi dengan
negara-negara maju dibidang perdagangan barang
dan jasa pada umumnya dan jasa yang disediakan
oleh profesi akuntansi pada khususnya.
Laporan keuangan sebagai produk yang
dihasilkan dari suatu proses akuntansi haruslah
berguna bagi pemakai informasi keuangan tersebut
(information usefulness) (Financial Accounting
Standard Board [1980, hal. 5204]). Kepentingan
para pemakai laporan keuangan seringkali
berlainan bahkan saling berlawanan (conflict of
interest). Konsep "laporan yang berbeda untuk
tujuan yang berbeda" seperti yang dianut dalam
bidang akuntansi manajemen, tidak dianjurkan
bahkan dilarang dalam bidang akuntansi keuangan
karena akan menyebabkan pemborosan waktu,
biaya, dan tenaga (cost versus benefit), kemudian
tingkat keandalan (reliability) informasi akan
menjadi menurun, sehingga akan membuka
peluang ketidakpastian yang terlalu besar. Oleh
sebab itu diperlukan standar akuntansi yang
mampu
mengadakan
keseimbangan antara
berbagai faktor yang saling bertentangan
(antagonist) sebagai berikut:
1. Kepentingan suatu kelompok pemakai
kepentingan kelompok pemakai lain
2. Kegunaan vs biaya
3. Relevansi vs daya uji (reliability)
4. Standardisasi vs diversifikasi
5. Overstatement vs understatement
vs
KONVERGENSI SAK DI MASA GLOBALISASI
a. Dampak Globalisasi terhadap Standar
Akuntansi
Hasil survey yang dilakukan oleh Deloitte
Touche Tohmatsu International pada tahun 1992
pada 400 perusahaan skala menengah di dua
puluh negara maju menunjukkan, bahwa alasan
mereka untuk melakukan bisnis di pasar
internasional adalah karena adanya kesempatan
bertumbuh
(84%),
untuk
mengurangi
ketergantungan pada perekonomian domestik
JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1816 – 2000
(39%), memenuhi permintaan pasar (34%) dan
biaya operasi yang lebih murah (24%) (Iqbal,
Melcher, Elmallah, 1997). Survey tersebut
menunjukkan salah satu kenyataan bahwa ada
kecenderungan
banyak
perusahaan
untuk
menjalankan bisnis secara global dan tidak hanya
terpaku pada bisnis di negara asal. Pasar dalam
negeri dianggap tidak lagi memberikan keuntungan
yang diharapkan, sementara pasar luar negeri
begitu terbuka untuk ekspansi.
Kecenderungan
akan
meningkatnya
globalisasi di bidang ekonomi semakin tampak
dengan adanya kesepakatan antar negara dalam
satu region tertentu, seperti European Union (EU),
North American Free Trade Agreement (NAFTA),
Asia Pacific Economic Cooperation (APEC).
Indonesia sendiri merupakan salah satu dari
delapan belas negara anggota APEC. Globalisasi
bidang ekonomi juga tampak dengan munculnya
fenomena krisis nilai tukar di sebagian negara Asia,
termasuk Indonesia yang dimulai pada tahun 1997.
Industri yang bergantung kuat pada bahan baku
impor sangat terpengaruh dengan kondisi ini. Nilai
impor bahan baku dalam mata uang domestik
dalam hal ini rupiah meningkat tajam. Industri yang
bergantung kuat pada bahan baku dan sumber
daya domestik mengalami hal yang sebaliknya.
Penjualan barang ke luar negeri menjadi sangat
menguntungkan jika dinilai dalam mata uang
domestik. Penetapan harga jual baru di pasar
domestik dan luar negeri menjadi tidak
sesederhana sebelum terjadi krisis. Perkembangan
selanjutnya di Indonesia juga menunjukkan
fenomena yang menarik. Menguatnya rupiah
terhadap mata uang asing, meskipun tidak kembali
pada kurs nilai tukar sebelum krisis terjadi,
membuat para eksportir mulai mengeluh karena
pendapatannya turun jika dinilai dalam mata uang
domestik, sebaliknya terjadi bagi para importir.
Menguatnya mata uang domestik katakanlah
rupiah dan melemahnya mata uang asing
katakanlah dollar Amerika Serikat membuat
kewajiban para importir membayar dalam mata
uang asing kepada produsen di negara asing
menjadi lebih murah dinilai dari mata uang
domestik. Akuntansi sebagai penyedia informasi
bagi pengambilan keputusan yang bersifat ekonomi
juga dipengaruhi oleh lingkungan bisnis yang terus
menerus berubah karena adanya globalisasi, baik
lingkungan bisnis yang bertumbuh bagus, dalam
keadaan stagnasi maupun depresi.
Radebaugh dan Gray (1997:47) menyatakan
bahwa sedikitnya ada empat belas faktor yang
mempengaruhi sistem akuntansi perusahaan.
Faktor-faktor tersebut adalah sifat kepemilikan
perusahaan, aktivitas usaha, sumber pendanaan
dan pasar modal, sistem perpajakan, eksistensi
dan pentingnya profesi akuntan, pendidikan dan
riset akuntansi, sistem politik, iklim sosial, tingkat
Riset / 1890
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, tingkat
inflasi, sistem perundang-undangan, dan aturanaturan akuntansi.
Sementara itu Christopher Nobes dan
Robert Parker (1995:11) menjelaskan adanya tujuh
faktor yang menyebabkan perbedaan penting yang
berskala internasional dalam perkembangan sistem
dan praktik akuntansi. Faktor-faktor tersebut antara
lain adalah (1) sistem hukum, (2) pemilik dana, (3)
pengaruh sistem perpajakan, dan (4) kemantapan
profesi akuntan, (5) inflasi, (6) teori akuntansi dan
(7) accidents of history perpajakan, dan (4)
kemantapan profesi akuntan, (5) inflasi, (6) teori
akuntansi dan (7) accidents of history.
b. Pengertian Konvergensi
Globalisasi juga membawa implikasi bahwa
hal-hal yang sebelumnya dianggap merupakan
kewenangan dan tanggung jawab tiap negara tidak
mungkin lagi tidak dipengaruhi oleh dunia
internasional. Demikian juga halnya dengan
pelaporan keuangan dan standar akuntansi. Salah
satu karakteristik kualitatif dari informasi akuntansi
adalah dapat diperbandingkan (comparability),
termasuk di dalamnya juga informasi akuntansi
internasional
yang
juga
harus
dapat
diperbandingkan mengingat pentingnya hal ini di
dunia perdagangan dan investasi internasional.
Dalam hal ingin diperoleh full comparability yang
berlaku luas secara internasional, diperlukan
standarisasi standar akuntansi internasional.
Konvergensi dalam standar akuntansi dan
dalam konteks standar internasional berarti
nantinya ditujukan hanya akan ada satu standar.
Satu standar itulah yang kemudian berlaku
menggantikan standar yang tadinya dibuat dan
dipakai oleh negara itu sendiri. Sebelum ada
konvergensi standar biasanya terdapat perbedaan
antara standar yang dibuat dan dipakai di negara
tersebut dengan standar internasional. Konvergensi
standar akan menghapus perbedaan tersebut
perlahan dan bertahap sehingga nantinya tidak
akan ada lagi perbedaan antara standar negara
tersebut dengan standar yang berlaku secara
internasional.
Konvergensi
yang
ditawarkan
IASB
(sebelumnya IASC) adalah menginginkan seluruh
negara anggotanya agar standar akuntansi yang
dikeluarkan oleh badan penyusun standar nasional
konvergen dengan IFRS. Definisi “convergence”
yang diinginkan IASB adalah “the same word by
word in English”. Jadi, idealnya langsung
menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa
pengaturan. Hal ini dilakukan oleh IASB dengan
dasar pertimbangan bahwa pengaturan yang
konvergen akan meningkatkan daya banding
pelaporan keuangan di seluruh dunia. Dengan
demikian, dalam pemahaman IASB juga tidak akan
ada masalah “time lags” dalam implementasinya
Riset / 1891
karena langsung menggunakan aturan dalam
bahasa Inggris. Begitu IFRS disahkan IASB maka
badan penyusun standar nasional langsung
menerapkan. Maka harapannya, komparabilitas
dalam pelaporan keuangan juga akan menjadi lebih
baik.
c. Perkembangan
Internasional
Standar
Akuntansi
Sejak abad kelima belas, tepatnya tahun
1494 yaitu pada saat "bapak akuntansi" Luca
Pacioli menulis buku yang salah satu babnya
membahas double-entry bookkeeping sampai
tahun 1929 (saat terjadinya stock market crash di
bursa saham New York), para akuntan di dunia
belum pernah memikirkan perlu dan pentingnya
suatu standar akuntansi. Setahun setelah kejadian
tersebut barulah para akuntan di dunia merasa
bahwa standar akuntansi itu perlu dan sangat
penting.
Sejak tahun terjadinya stock market crash
tersebut usaha untuk menyusun standar akuntansi
mulai dirintis oleh pengelola bursa saham dan
ikatan akuntan Amerika yang pada saat itu adalah
American Association of Public Accountants
(AAPA) [merupakan lembaga cikal bakal American
Institute of Certified Public Accountants (AICPA)].
Tujuan utama penyusunan standar akuntansi ini
adalah agar laporan keuangan perusahaan yang
go public di bursa saham New York menjadi
seragam. Penyebab terjadinya stock market crash
yang paling diyakini adalah karena tidak adanya
keseragaman penyusunan laporan keuangan. Para
pelaku pasar modal dan para investor mengalami
kesulitan dalam menilai performance perusahaan
jika laporan keuangan disusun dengan standar
akuntansi yang tidak seragam. Informasi yang
disediakan laporan keuangan yang disusun
berdasarkan standar akuntansi yang tidak seragam
menyebabkan pengambilan keputusan (decision
making) yang tidak tepat bahkan bisa jadi sesat.
Hal inilah yang mungkin menyebabkan para
pemakai laporan keuangan terutama investor tidak
percaya dengan informasi perusahaan, sehingga
pada saat itu mereka beramai-ramai menjual
sahamnya, yang pada akhirnya menyebabkan
terjadinya
stock
market
crash
yang
menggemparkan itu.
Telah dikemukakan di atas bahwa yang pertama kali mencoba menyusun standar akuntansi
agar terdapat keseragaman penyusunan laporan
keuangan adalah komite yang terdiri dari wakil
bursa saham New York dan AAPA atau AICPA.
Dapat dikatakan bahwa komite ini tidak berhasil
sama sekali dalam menyusun standar. Karena
kegagalan ini, pada tahun 1936 AICPA membentuk
komite baru yang dikenal dengan Committee on
Accounting Procedures (CAP). Komite ini
JURNAL EKSIS
Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1267 – 2000
http://www.karyailmiah.polnes.ac.id
mengemban tugas menyusun pedoman untuk
penyusunan laporan keuangan. Sampai akhir tahun
1940-an, komite ini tidak berhasil menghasilkan
prinsip ataupun prosedur yang baku. Hampir pada
saat yang bersamaan dengan pembentukan CAP
ini, para akuntan akademisi dan peneliti mendirikan
ikatan akuntan akademisi yang dikenal dengan
American Accounting Association (AAA) pada
tahun 1935. Dengan kerja keras, CAP berhasil
menyusun prinsip akuntansi yang baik pada tahun
1948, sehingga timbul masalah baru pada saat itu
yaitu prinsip-prinsip akuntansi tersebut sulit
diterapkan. Karena gagal menyusun seperangkat
prinsip akuntansi yang tepat sebagai pedoman
dalam penyusunan laporan keuangan, maka pada
tahun 1959 CAP ini dibubarkan dan diganti dengan
Accounting Principles Board (APB).
Keberadaan CAP sampai tahun 1958 telah
gagal menyusun seperangkat prinsip akuntansi
yang tepat sebagai pedoman dalam penyusunan
laporan keuangan, sehingga jelas belum ada
kesamaan sudut pandang antara akademisi dan
peneliti dengan praktisi tentang penyusunan
standar yang baku. Akibat tidak adanya koordinasi,
maka standar akuntansi yang diharapkan tidak
dapat dihasilkan. Akademisi menganggap bahwa
AICPA menyusun standar tanpa dasar yang kuat
sehingga dapat dipastikan tidak akan dapat
menghasilkan standar yang baik. Sementara itu
praktisi menempuh jalan praktis dengan mengamati
praktik yang tengah berlangsung dan berusaha
mengatur
praktik
berdasarkan
pengamatan
mereka.
APB sebagai pengganti CAP mulai
menyusun prinsip akuntansi yang bekerja sama
dengan akademisi. Hasil-hasil riset para pakar
yang bermutu (Paul Grady: 1965) yang mengetengahkan teori pengembangan standar akuntansi
melalui metode induktif dan deduktif telah dimanfaatkan untuk menyusun prinsip akuntansi. Berdasarkan penelitian mereka, susunan seperangkat
standar akuntansi harus didasarkan pada postulates atau basic concept.
Kemudian pada waktu yang bersamaan
dengan bertugasnya APB, telah didirikan badan
riset baru oleh AICPA untuk mengerjakan tugas
yang sama. Studi pertama berdasarkan deduktif
dilakukan oleh Maurice Moonitz (1961) dan
menghasilkan seperangkat postulates dengan judul
The Basic Postulates of Accounting yang oleh
AICPA dimuat dalam Accounting Research Study
(ARS) No. 1. Selanjutnya penelitian kedua yang
berdasarkan induktif dan deduktif dilakukan oleh
Sprouse dan Moonitz (1962) menghasilkan usulan
tentang prinsip-prinsip akuntansi untuk perusahaan
bisnis. Hasil penelitian ini diberi judul A Tentative
Set of Broad Accounting Principles for Business
Enterprises dan dimuat dalam ARS No. 3. APB
menolak kedua temuan ini karena menurutnya
JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1816 – 2000
temuan ini sangat teoretis yaitu mengenai apa yang
seharusnya dilakukan oleh dunia bisnis pada saat
itu dan bukan menggambarkan praktik yang ada.
Dengan berkembangnya dunia bisnis,
terlebih lagi dunia pasar modal, APB benar-benar
dihadapkan pada kondisi yang mengharuskan lembaga ini untuk membuat seperangkat standar
akuntansi yang bisa menjadi pedoman dalam
penyusunan laporan keuangan perusahaan.
Akhirnya pada akhir tahun 1960-an, dengan
terpaksa APB memanfaatkan codification dari An
Inventory of Generally Accepted Accounting
Principles for Business Enterprises, yaitu hasil studi
deduktif Paul Grady yang kemudian oleh APB
(1970) diberi nama APB Statement No. 4 dengan
judul Basic Concepts and Accounting Principles
Underlying Financial Statements of Business
Enterprises. Para akademisi yang bergabung
dalam American Accounting Association (AAA)
pada tahun 1966 berhasil menyusun teori yang
memberi pedoman untuk membuat standar
akuntansi yaitu A Statement of Basic Accounting
Theory. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa
para akademisi sangat berantusias menyusun teori
akuntansi yang baik untuk digunakan sebagai
dasar penyusunan semua standar akuntansi.
Dilihat lebih jauh sampai dengan akhir masa
tugasnya, APB tidak banyak memanfaatkan teori
akuntansi yang baik sebagai dasar kerjanya dalam
menerbitkan prinsip dan standar akuntansi yang
digunakan. Banyak kritik ditujukan kepada APB
yang paling banyak disorot adalah karena APB
tidak mempunyai dasar yang kuat dalam menyusun
prinsip akuntansi. Kritik yang selanjutnya adalah
bahwa APB tidak menyusun standar atau prinsip
akuntansi yang benar-benar dari pikiran mereka.
Mereka hanya mengadopsi hasil penelitian deduktif
Paul Grady.
Kritik terakhir adalah karena APB tidak dapat
menampung prinsip akuntansi yang mengatur
mengenai penggabungan usaha dan goodwill.
Untuk itulah AICPA membentuk tim yang bertugas
untuk membuat usulan tentang apa yang sebaiknya
dilakukan oleh profesi akuntan dalam rangka
menjawab kritikan tersebut. Tim ini berkesimpulan
dan mengusulkan pertama, perlunya dibentuk
yayasan yang bertugas menunjuk anggota badan
penyusun standar akuntansi dan mencarikan dana
untuk kegiatan badan ini. Kedua, mendirikan Financial Accounting Standard Board (FASB) dengan
jumlah anggota tujuh orang yang ditugasi
menyusun standar akuntansi yang berkualitas.
FASB didirikan pada tahun 1973 dengan
tugas pertamanya adalah menyusun konsep dasar
(teori)
yang
akan
digunakan
untuk
mengembangkan standar akuntansi pada masa
selanjutnya. FASB bekerja secara profesional dan
purna waktu, berbeda pada masa APB. FASB
menampung seluruh kepentingan dari pihak-pihak
Riset / 1892
yang terkait dengan standar akuntansi yaitu para
akademisi (AAA), praktisi (AICPA), analis investasi
(FAF), perkumpulan eksekutif (FEI), GFOA, NAA,
dan SIA. Tujuan mengakomodasi semua pihak ini
tidak lain adalah agar hasil penyusunan standar
yang akan digunakan dapat memuaskan semua
pihak yang
terkait
tersebut.
Gambar
3
memperlihatkan proses penyusunan standar yang
dilakukan oleh FASB yang dikutip Sudarwan dari
Weirich (1992).
Gambar 3. FASB Standard Setting Process
Final FASB Statement
Analysis of Comments
Exposure Draft
Analysis of Comments
Ketidaksesuaian antara Standar Internasional dan Hukum Nasional
Masalah utama lainnya adalah ketidaksesuaian antara standar internasional dengan
hukum nasional. Paling tidak ada dua masalah.
Pertama, pada beberapa negara standar akuntansi
termasuk sebagai bagian hukum nasional,
sehingga standar akuntansi ditulis dengan bahasa
hukum. Namun disisi lain, standar akuntansi
internasional tidak ditulis dalam bahasa hukum
sehingga harus diubah oleh dewan standar
akuntansi masing-masing negara.
Discussion Memo
Research
Assemble Task Force
Place on Agenda
Problem or Issue
Identification
d. Konvergensi Standar Akuntansi
Internasional
Upaya mewujudkan satu standar akuntansi
Internasional tidak mudah. Jalan yang dilalui
sangat panjang. Adopsi dan implementasi
International Financial Reporting Standards (IFRS)
di masing-masing negara menghadapi beberapa
masalah, diantaranya:
Penterjemahan Standar Internasional
IFRS diterbitkan dalam bahasa Inggris.
Untuk memudahkan pemahaman pengguna
standar maka IFRS perlu diterjemahkan dalam
bahasa masing-masing negara. Hal inilah yang
menjadi masalah utama dalam adopsi dan
penerapan IFRS. Permasalah ini timbul karena
para penterjemah mengalami kesulitan dalam
memahami arti sebenarnya istilah-istilah dalam
teks bahasa Inggris tersebut.
Riset / 1893
Selain kesulitan dalam teknis penterjemahan, masalah yang lain adalah berkaitan
dengan pendanaan. Seringkali, pendanaan yang
tersedia hanya untuk satu kali penterjemahan.
Sehingga, Dewan Standar kesulitan dana untuk
melakukan penerjemahan atas standar internasional yang baru maupun yang revisi. Dengan
tidak dilakukannya penerjemahan atas standar
yang baru atau revisi maka standar yang sudah
diterjemahkan akan ketinggalan jaman. Akibat
selanjutnya, laporan keuangan yang disusun oleh
manajemen dan auditor tidak lagi sesuai dengan
IFRS.

Public Hearing

Secara lebih detail, kesulitan dalam
penerjemahan itu meliputi empat hal. Pertama,
penggunaan kalimat bahasa Inggris yang panjang.
Kedua, ketidakkonsistenan dalam penggunaan
istilah. Ketiga, penggunaan istilah yang sama untuk
menerangkan konsep yang berbeda. Dan terakhir,
penggunaan
istilah
yang
tidak
terdapat
padanannya dalam terjemahan. Sebagai contoh,
penggunaan kata "shall" dan "should" dalam IFRS.
Kedua, ada transaksi-transaksi yang diatur
oleh hukum nasional berbeda dengan yang diatur
oleh standar akuntansi internasional. Transaksi ini
tergantung dari jenis suatu perusahaan, apakah
berbentuk Perseroan Terbatas, Koperasi, atau
yang lain. Oleh karena hukum nasional mengakui
berbagai bentuk perusahaan maka standar
akuntansi ekuitas harus mencakup berbagai bentuk
perusahaan tersebut.

Struktur dan Kompleksitas Standar Internasional
Masalah
selanjutnya
adalah
adanya
kekhawatiran bahwa standar internasional akan
menjadi kompleks, dan rules-based approach.
Standar akuntansi akan mengatur secara detail
setiap transaksi sehingga penyusun laporan
keuangan harus mengikuti setiap langkah dari
pencatatan suatu transaksi.
Penerapan standar sebaiknya menggunakan
principles-based approach. Dengan pendekatan ini
maka standar hanya mengatur prinsip-prinsip
pengakuan, pengukuran, dan pencatatan suatu
transaksi. Dengan demikian, standar yang
JURNAL EKSIS
Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1267 – 2000
http://www.karyailmiah.polnes.ac.id
dihasilkan tidak kompleks. Kalau menggunakan
pendekatan rules-based maka suatu standar akan
mengatur secara detail pengakuan, pengukuran,
dan pencatatan suatu transaksi. Hal ini akan mengakibatkan suatu standar menjadi kompleks.
Sebaiknya para pengguna standar dalam
penerapan suatu standar akuntansi memerlukan
adanya pedoman, karena tidak terdapat perbedaan
penafsiran pada suatu standar akuntansi. Namun,
hendaknya diterbitkan secara terpisah bukan
menjadi satu dengan standar.



Frekuensi Perubahan dan Kompleksitas
Standar Internasional
Standar akuntansi internasional perlu
dipahami secara jelas sebelum diterapkan. Hal ini
membutuhkan cukup waktu bagi penyusun laporan
keuangan, auditor, dan pengguna laporan
keuangan untuk memahami suatu standar
akuntansi. Apabila standar akuntansi sering
berubah maka sangat sulit bagi laporan keuangan,
auditor, dan pengguna laporan keuangan untuk
memahami
standar
tersebut
apalagi
menerapkannya.
Kompleksitas standar akuntansi juga berpengaruh. Suatu standar akuntansi yang kompleks
akan menyulitkan pengguna standar untuk
memahaminya. Maka, perlu membuat standar yang
mudah dipahami dan diterapkan. Disamping
mempunyai nilai positif konvergensi juga memiliki
efek negatif. Namun banyak pihak juga yang
memberikan kecaman atas penyusunan standar
akuntansi internasional sebagai solusi yang terlalu
sederhana bagi masalah yang begitu kompleks.
Ilmu akuntansi dipahami sebagai suatu ilmu sosial
yang tidak terlepas dan fleksibilitas, sehingga relatif
mudah untuk diadaptasi. Ada beberapa nilai utama
yang menjadi hambatan standarisasi akuntansi
internasional yaitu:
 Perbedaan latar belakang nasional dan tradisi
 Perbedaan kebutuhan dari berbagai lingkungan
ekonomi
 Tantangan standarisasi terhadap kedaulatan
nasional
 Penyusunan standar akuntansi internasional.

Pada dasarnya merupakan cara perusahaanperusahaan
jasa
akuntansi
profesional
internasional besar untuk mempertinggi potensi
pendapatan mereka. Dengan tuntutan aplikasi
standar internasional maka hanya perusahaan
akuntansi internasional besarlah yang mampu
memenuhi permintaan ini
Standarisasi internasional menciptakan banyak
standar yang kompleks dan mahal
JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1816 – 2000

Perusahaan nasional harus menanggapi
tekanan-tekanan nasional, sosial, politik dan
ekonomi yang terus meningkat, sehingga sulit
menyesuaikan
diri
dengan
kewajibankewajiban internasional tersebut.
Banyak
grup
nasional
yang
memiliki
kepentingan tetap dalam mempertahankan
standar dan praktek mereka sendiri yang telah
terbentuk dari perspektif dan sejarah yang
sangat berbeda.
Tidak ada badan otoriter yang memiliki
kemampuan memerintahkan penerapan GAAP
global.
GAAP global tidak mungkin tercapai karena
adanya hambatan kelembagaan dalam proses
penyusunan standar dan tidak adanya
kebutuhan yang nyata untuk memacu
pertumbuhan pasar modal internasional yang
kuat.
Mengenai
penerapan
standar-standar
akuntansi internasional di perusahaan kecil dan
besar, nasional dan multinasional, manufaktur dan
jasa, dicurigai ada maksud tersembunyi dari semua
penyusun dan penganjur standar internasional
bahwa
standar
mereka
harus
berlaku
sekomprehensif mungkin. Jadi, perbedaan jenis
usaha tidak relevan lagi. Namun demikian pada
kenyataannya, ukuran dan kadar multinasionalitas
perusahaan dapat menjadi objek diskriminasi.
Perusahaan multinasinal atau nasional besar yang
ingin masuk ke pasar uang dan pasar modal
internasional merupakan target utama internasionalisasi standar pasar internasional. Dengan
mempertimbangkan perusahaan semacam inilah
banyak standar akuntansi internasional disusun.
Dengan demikian, penerimaan standar akuntansi
internasional sejauh yang telah terjadi dan yang
mungkin akan terjadi dalam waktu yang tidak lama
lagi sangat terpusat pada perusahaan-perusahaan
yang aktif beroperasi diluar batas nasional.
Alasan Konvergensi Standard
suatu Negara terhadap IFRS:
o
o
Nasional
Kebutuhan konvergensi standar domestik
kepada IFRS muncul karena kemestian
kegiatan bisnis, investasi langsung, pasar uang
dan modal yang makin cenderung lintas
negara, membutuhkan bahasa keuangan atau
platform yang sama.
Para investor ingin membandingkan kinerja
keuangan suatu perusahaan publik disuatu
negara dengan kinerja keuangan entitas publik
dinegara lain berdasar suatu platform LK yang
sama, sehingga kinerja & return dapat
diperbandingkan apple to apple basis yaitu
Riset / 1894
o
o
o
o
o
o
dengan basis akuntansi yang sama.
Karisma kompetensi Dewan Standar Akuntansi
nasional suatu negara masih diragukan oleh
arena internasional, kompetensi individual
anggota Dewan tidak diakui secara global
bahkan belum dikenal, ditambah lagi bila
negara itu masuk kelompok juwara bertahan
dalam rating international corruption index sebagai the most corrupt country, menyebabkan
produksi standar nasional tak berlegitimasi
global.
Tingkatan Konvergensi tiap-tiap negara
terhadap IFRS dibedakan menjadi lima tingkat,
yaitu:
Full Adoption
Pada tingkatan ini, suatu negara mengadopsi
seluruh produk IFRS dan menterjemahkannya
word by word.
Adapted
Adapted yaitu suatu negara yang mengadopsi
seluruh IFRS tetapi disesuaikan dengan kondisi
disuatu negara.
Piecemeal
Piecemeal yaitu suatu negara yang hanya
mengadopsi sebagian nomor IFRS, yaitu
nomor standar tertentu, dan memilih paragraf
tertentu saja.
Referenced
Referensi yaitu suatua Negara yang memakai
standar yang diterapkan hanya mengacu pada
IFRS tertentu dengan bahasa dan paragraf
yang disusun sendiri oleh badan pembuat
standar.
Not Adoption at all
Suatu negara sama sekali tidak mengadopsi
IFRS.

Konvergensi Standar Internasional pada
Standar Akuntansi Indonesia
IAI melalui Dewan Standar Akuntansi
Keuangan (DSAK) telah dan terus melakukan
proses
konvergensi
dengan
melakukan
penyesuaian-penyesuaian
terhadap
Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) yang sudah ada. Ada
sejumlah Issue penting yang saat ini menjadi
perhatian sejumlah kalangan masyarakat bisnis di
Indonesia antara lain:
o Penerapan fair value. Konsep historical cost
yang selama ini diterapkan dianggap telah
kehilangan relevansinya dalam mengukur
realitas ekonomi karena historical cost hanya
mengukur transaksi yang sudah selesai, tidak
mengakui perubahan riil yang terjadi. Sebagai
Riset / 1895
o
o
o
o
o
o
gantinya IFRS memberlakukan konsep fair
value dengan keunggulan bahwa laporan
keuangan menjadi lebih relevan untuk dasar
pengambilan keputusan karena mencerminkan
nilai pasar yang sebenarnya.
Penyajian laporan keuangan, khususnya
tentang penyajian hak minoritas sebagai
bagian dari ekuitas perusahaan, dan tidak
diakui adanya pos-pos luar biasa dalam
laporan keuangan.
Penggabungan usaha, khususnya tentang
goodwill negatif yang langsung diakui dilaporan
laba rugi tahun berjalan, dan penggunaan
metode pembelian dalam penggabungan
usaha.
Penyajian laporan keuangan konsolidasi yang
diperkenankannya penyajian laporan keuangan
induk saja,
tidak harus dikonsolidasi.
Diperkenankannya mata uang selain mata
uang fungsional (Rp) dalam penggunaan mata
uang pelaporan.
Persyaratan financial lease dalam akuntansi
sewa guna usaha, yang lebih melihat substansi
dibanding bentuk, pemindahan risiko, dan
manfaat kepemilikan aktiva.
Metode biaya persediaan, dengan tidak
mengaku penggunaan metode LIFO (last in
first out).
Rencana penarikan PSAK 32 (Akuntansi
Kehutanan), penarikan PSAK 35 (Akuntansi
Pendapatan
Jasa
Telekomunikasi)
dan
penarikan PSAK 37 (Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol).
IAI selaku penyusun standar akuntansi di
Indonesia juga tidak tinggal diam dalam
menghadapi perubahan-perubahan yang turut
berimplikasi kepada dunia akuntansi. Perubahan
lingkungan global ini menuntut adanya transparansi
di segala bidang. Salah satu prasarana penting
untuk mewujudkan transparansi tersebut adalah
standar akuntansi keuangan. Sebab, dengan
standar yang baik laporan keuangan dapat lebih
berguna, dapat diperbandingkan, dan tidak
menyesatkan bagi para penggunanya. Oleh karena
itu SAK terus disempurnakan agar sejalan dengan
perkembangan dunia usaha.
Konvergensi Standar Teori Akuntansi yang
dilakukan di Indonesia:
- Pada saat Konvensi Nasional Akuntansi V di
Yogyakarta, akhir tahun 2004, isu ini sudah
dibahas secara panjang dan hangat, tetapi
DSAK belum dapat memutuskan dari kelima
tingkatan di atas, tingkatan mana yang akan
JURNAL EKSIS
Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1267 – 2000
http://www.karyailmiah.polnes.ac.id
-
digunakan. Selain itu, kapan waktu untuk
melaksanakan adopsi juga belum dapat
ditentukan.
Keputusan adopsi IFRS akan ditentukan pada
tahun 2008.
Keputusan yang diambil DSAK saat ini adalah
mendekatkan PSAK dengan IAS/ IFRS.
Untuk melakukan pendekatan ini, DSAK
membuat dua strategi. Strategi pertama dilakukan
secara selektif (strategi selektif). Strategi ini
dilakukan dengan tiga target. Target pertama
adalah mengidentifikasi standar-standar yang
paling penting untuk diadopsi seluruhnya. Selain
itu, pada target pertama ini juga sudah ditentukan
batasan waktu tertentu dalam penerapan standar
yang akan diadopsi. Target selanjutnya adalah
melakukan adopsi standar-standar selebihnya yang
belum diadopsi sambil merevisi standar yang telah
ada. Ini berarti bahwa setelah target kedua selesai
maka seluruh PSAK akan sesuai dengan IFRS.
Untuk itu, target terakhir, yaitu melakukan
konvergensi proses penyusunan standar dengan
IASB. Untuk mencapai target-target tersebut, ada
dua program kegiatan yang dilakukan DSAK.
Pertama, melakukan pemetaan atau mapping
terhadap IFRS/IAS yang belum diadopsi atau
IFRS/IAS yang sudah direvisi oleh IASB tetapi
belum direvisi di Indonesia.
Strategi kedua DSAK adalah dengan
melakukan dual standard. Strategi kedua ini
dilakukan dengan menerjemahkan seluruh IFRS
secara
sekaligus dan
menetapkan waktu
penerapannya bagi listed companies. Sedangkan
bagi non listed companies tetap menggunakan
PSAK yang ada.
Ada lima masalah yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan Konvergensi yaitu:
1. Konvergensi standar dan proses konvergensi
itu sendiri. Hal ini perlu dipertimbangkan karena
DSAK belum memutuskan kapan melakukan
konvergensi
2. Ketersedian dana. Hal ini perlu dipertimbangkan
mengingat standar yang akan diterjemahkan
sangat banyak. Paling tidak ada 24 PSAK yang
perlu direvisi (5 IFRS dan 19 IAS). Oleh karena
itu,
biaya
yang
dibutuhkan
untuk
menterjemahkan juga besar.
3. Ketersediaan sumber daya lain. Sumber daya
lain, yang perlu disediakan terutama, sumber
daya manusia.
JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1816 – 2000
4. Ketentuan
perundangan
di
Indonesia.
Perundangan ini perlu dicermati karena bisa jadi
aturan yang ada dalam IFRS tidak sesuai atau
bertentangan
dengan
perundangan
di
Indonesia.
5. Sosialisasi standar dan peluang moral hazard.
Program sosialisasi ini ditujukan kepada
stakeholders, terutama manajemen dan auditor.
sosialisasi ini untuk memberikan pemahaman
dan juga mengurangi moral hazard dalam
penyusunan laporan keuangan.
KESIMPULAN
Standar akuntansi tidak dapat dilepaskan
dari pengaruh lingkungan dan kondisi hukum,
sosial dan ekonomi suatu negara tertentu. Hal-hal
tersebut menyebabkan suatu standar akuntansi di
suatu negara berbeda dengan di negara lain.
Globalisasi yang tampak antara lain dari kegiatan
perdagangan antar negara serta munculnya
perusahaan
multinasional
mengakibatkan
timbulnya kebutuhan akan suatu standar akuntansi
yang berlaku secara luas di seluruh dunia. Upaya
mewujudkan satu standar akuntansi Internasional
adalah dengan melakukan konvergensi.
Konvergensi
International
Financial
Reporting Standards (IFRS) di masing-masing
negara menghadapi beberapa masalah sepeti
penterjemahan standar internasional, ketdaksesuaian antara standar internasional dan hukum
nasional, struktur dan kompleksitas standar
internasional,
frekuensi
perubahan
dan
kompleksitas internasional, konvergensi standar
internasional pada standar akuntansi indonesia. IAI
melalui Dewan Standar Akuntansi Keuangan
(DSAK) melakukan proses konvergensi dengan
melakukan
penyesuaian
terhadap
Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) yang sudah ada. Untuk
melakukan konvergensi ini, DSAK membuat
strategi yang dilakukan secara selektif.
DAFTAR PUSTAKA
Financial Accounting Standards Board (1999),
Summaries and Status of all FASB
Statements,
www.rutgers.edu/Accounting/raw/fasb/public/i
ndex.html, September 1999.
______ (1999), International Accounting Standard
Setting: A Vision for the Future-Report of the
FASB , www.rutgers.edu/Accounting/raw/fasb
, September 1999
Riset / 1896
International Accounting Standards Committee
(1999), List of Current IASC Standards,
www.iasc.org.uk/frame/cen2_1.htm
Iqbal, M. Zafar, Trini U. Melcher dan Amin E.
Elmallah (1997), InternationalAccounting : A
Global Perspective, Cincinnati, Ohio: SouthWestern College Publishing
Nobes, Christoper dan Robert Parker (1995),
Comparative International Accounting, Edisi
keempat, London: Prentice Hall International
(UK) Limited Radebaugh, Lee H., dan Sidney
J. Gray (1997), International Accounting and
Multinational Enterprises, Edisi keempat,
Toronto, Canada: John Wiley & Sons, Inc.
Accounting Principles Board (APB) 1970.
BasicConcepts and Accounting Principles
UnderlyingFinancial Statements of Business
Enterprises, APB Statement No 4. New York:
AICPA.
Baridwan, Zaki. Maret 1991. “Teori Akuntansi:
Perkembangan dan Implikasinya terhadap
Praktik Akuntansi”, Jurnal Akuntansi dan
Manajemen STIE-YKPN.
Brown, Victor H. 1987. “Accounting Standards:
Their Economic and Social Consequences”.
Dalam Robert Bloom dan Pieter T. Elgers.
Issues in Accounting Policy: A Reader. New
York: The Dryden Press,
Chamber, Raymond J. July 1965 “Measurement in
Current
Accounting
Practices”,
The
Accounting Review Financial Accounting
Standards Board (FASB). 1978, 1980, 1984,
1985 Statement of FinancialAccounting
Concept, No 1 – 6.
Gerboth, Dale L., July 1973. “Research, Institution,
and Politics in Accounting Inquiry”, The
Accounting Review, pp. 481.
Horngren, Charles T. 1973 “The Marketing of
Accounting
Standards”,
Journal
of
Accountancy, October, pp. 61-66.
Ikatan Akuntan Indonesia. Oktober 2004 Standar
Akuntansi Keuangan, Jakarta: Salemba
Empat.
Kam, Vernon. 1986. Accounting Theory, New York:
John Wiley & Sons.
Keslar, Linda. 1994, “U.S. Accounting: Creating an
Uneven Playing Field”?. Dalam Stephen A.
Zeff dan Bala G. Dharan, Readings and
Notes on Financial Accounting: Issues and
Controversies, 4th. New York: McGraw-Hill,
Inc.
Nobes, Christopher dan Parker, Robert. 1995,
Comparative International Accounting, 4th.
Riset / 1897
Hemel
Hempstead:
International (UK).
Prentice-Hall
Paton, William A. dan A.C. Littleton. 1940. “An
Introduction
to
Corporate
Accounting
Standards”.
American
Accounting
Association.
Radebaugh, Lee H. Fall 1975 “Environmental
Factors influencing the Development of
Accounting Objectives, Standards, and
Practices in Peru”, The International Journal
of AccoutingEducation and Research.
Solomons, David. 1986 “Making Accounting Policy:
The Quest for Credibility in Financial
Reporting”. New York: Oxford University
Press.
--------- November 1978 “The Politization of
Accounting”, Journal of Accountancy, pp. 6575.
Sunder, Shyam. 1988, “Political Economy of
Accounting
Standards”.
Journal
of
Accounting Literature, Vol. 7. pp. 31-41.
Suwardjono. 2005 Teori Akuntansi: Perekayasaan
Pelaporan
Keuangan,
Edisi
ketiga,
Yogjakarta: BPFE.
Wolk, Harry I., Michael G. Tearney, dan James L.
Dodd.
2001
Accounting
Theory:
A
Conceptual and Institutional Approach,
Cincinnati, Ohio: South-Westrn College
Publishing.
Zeff, Stephen A. 1994, The Rise of “Economic
Consequences”. Dalam Stephen A. Zeff dan
Bala G. Dharan, Readings and Notes on
JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN,
VOL. 9, NO. 2, NOPEMBER 2007: 4351Jurusan Ekonomi Akuntansi, Fakultas
Ekonomi - Universitas Kristen Petra
Financial Accounting: Issues and Controversies,
4th. New York: McGraw-Hill, Inc.
--------- 1987 “Some Junctures in the Evolution of
the Process of Establishing Accounting
Principles in the U.S.A: 1917-1972”, Dalam
Robert Bloom dan Pieter T. Elgers. Issues in
Accounting Policy: A Reader. New York: The
Dryden Press.
Belkoui, A. R. (2000). Accounting Theory, Business
Press, Thomson Learning, London, UK.
American Accounting Association (1977). A
Statement of Basic Accounting Theory
(ASOBAT)
FASB (1991). Original Pronouncements Accounting
Standards. Vol. II. 1991/1992. Irwin,
Honewood, Illinois, USA.
JURNAL EKSIS
Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1267 – 2000
Download