http://www.karyailmiah.polnes.ac.id META TEORI STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DI INDONESIA - Menuju Konvergensi SAK di Masa Globalisasi Aris Tri Cahyono (Staf Pengajar Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Samarinda) Abstrak Standar akuntansi sebagai acuan penyusunan laporan keuangan yang berlaku disuatu negara, akan berbeda dengan standar akuntansi di negara lain. Perbedaan ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, hukum, sosial, politik dan ekonomi di tiap-tiap negara. Masalah keterbandingan (Comparability) laporan keuangan, tingkat keandalan (reliability) dan peluang ketidakpastian menjadi konsekuensi dari adanya perbedaan standar akuntansi ini. Konvergensi terhadap standar internasional dilakukan oleh masing-masing negara dengan tingkat yang berbeda-beda (Full Adoption, Adapted, Piecemeal, Referenced dan Not Adoption at all) hal ini disesuaikan dengan kesiapan negara masing-masing. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam proses konvergensi standar akuntansi internasional, yaitu Penterjemahan Standar Internasional, Ketidaksesuaian antara Standar Internasional dan Hukum Nasional, Struktur dan Kompleksitas Standar Internasional, Frekuensi Perubahan dan Kompleksitas Standar Internasional. Konvergensi Standar Akuntansi yang dilakukan di Indonesia sendiri dirumuskan oleh IAI melalui Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) sejak konvensi nasional akuntansi V di Yogyakarta. Keputusan yang diambil DSAK saat ini adalah mendekatkan PSAK dengan IAS/IFRS melalui dua strategi. Strategi pertama dilakukan secara selektif dengan tiga target yaitu mengidentifikasi standar-standar yang paling penting untuk diadopsi seluruhnya, melakukan adopsi standar-standar yang belum diadopsi sambil merevisi standar yang telah ada dan target ketiga melakukan konvergensi proses penyusunan standar dengan IASB. Strategi kedua DSAK adalah dengan melakukan dual standard. Strategi kedua ini dilakukan dengan menerjemahkan seluruh IFRS secara sekaligus dan menetapkan waktu penerapannya bagi listed companies. Sedangkan bagi non listed companies tetap dengan PSAK yang ada. Kata Kunci: Standar Akuntansi, Konvergensi, Globalisasi PENDAHULUAN Aturan akuntansi yang berlaku disuatu negara, akan berbeda dengan aturan akuntansi di negara lain. Hal ini dikarenakan adanya lingkungan, kondisi hukum, sosial, politik dan ekonomi yang berbeda-beda. Perbedaan ini menimbulkan masalah keterbandingan (Comparability) laporan keuangan. Hal ini dapat dipahami, karena dalam proses penyusunan standar akuntansi di suatu negara tidak akan pernah terlepas dari pengaruh faktor-faktor lokal JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1816 – 2000 suatu negara. Wolk et al. (2001) dalam Narsa (2007) mengatakan, ”Economic conditions have an impact upon both political faktors and accounting theory”. Yang maknanya bahwa Teori Akuntansi akan dipengaruhi oleh faktor politik dan keadaan ekonomi. Pada awalnya kondisi ini tidak menjadi suatu permasalahan. Masalah baru muncul ketika teknologi dan informasi mengalami kemajuan pesat, negara-negara menjadi seolah-olah tanpa batas (borderless), era ini populer dengan nama Riset / 1884 globalisasi. Globalisasi ekonomi yang tampak antara lain dari kegiatan perdagangan antar negara serta munculnya entitas multinasional mengakibatkan timbulnya kebutuhan akan suatu standar akuntansi yang berlaku secara luas di seluruh dunia. Keterlibatan perusahaan dalam akuntansi internasional dimasa globalisasi ekonomi ini juga tidak dapat dihindari saat perusahaan membuka operasi di luar negeri, baik yang hanya berupa pemberian lisensi produksi terhadap perusahaan milik pihak lain di luar negeri maupun pendirian anak perusahaan di luar negeri. Dalam hal pemberian lisensi, perusahaan perlu mengembangkan sistem akuntansi yang memungkinkan pemberi lisensi untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan perjanjian kerja, pembayaran royalty. Untuk menghadapi masa globalisasi ini, konvergensi standar akuntansi internasional telah menjadi agenda internasional. Negara-negara di Eropa dan Australia mulai menerapkan IFRS pada tanggal 1 Januari 2005. Namun untuk negaranegara di Asia, konvergensi terhadap IFRS dilakukan dengan tingkat yang berbeda-beda, hal ini disesuaikan dengan kesiapan negara masingmasing. META TEORI STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DI INDONESIA a. Pengertian Meta Teori Akuntansi Teori akuntansi berkembang menuju dua orientasi yaitu teori akuntansi positif dan teori akuntansi normatif, dan dapat dirumuskan dengan metode deduktif maupun induktif. Apapun pendekatan dan metodologi yang digunakan dalam memformulasi suatu teori akuntansi, rerangka konseptual yang dihasilkan dari teori akuntansi tetap didasarkan pada sekelompok elemen dan hubungan tertentu. Belkaoui (2000) menyebutkan empat elemen yang terdapat dalam struktur teori akuntansi yaitu: 1) tujuan laporan keuangan; 2) postulat akuntansi dan konsep teoretis akuntansi, 3) prinsip-prinsip akuntansi, dan 4) teknik-teknik akuntansi. Gambar 1.1 1. Tujuan Laporan Keuangan Meta teori akuntansi keuangan adalah suatu proses penyusunan teori akuntansi keuangan yang memetakan proses penyusunan teori akuntansi keuangan. Meta teori akuntansi keuangan menggunakan pendekatan deduksi dalam proses penalarannya. Sebagaimana tampak pada gambar 1, struktur meta teori akuntansi keuangan menempatkan tujuan sebagai tingkatan paling tinggi dan teknik-teknik akuntansi pada tingkatan paling bawah. Pada tingkatan teratas yaitu tujuan laporan keuangan menggambarkan untuk apa laporan keuangan dibuat. Tujuan laporan keuangan yang diterapkan pada suatu negara haruslah mendukung dan selaras dengan tujuan ekonomik dan sosial negara dengan mempertimbangkan faktor sosial, ekonomik, politik, dan budaya negara. Pada tingkatan kedua struktur meta teori akuntansi adalah postulat akuntansi dan konsep teoritis akuntansi. Postulat akuntansi (accounting postulate) adalah pernyataan atau aksioma yang sangat jelas yang umumnya diterima berdasarkan kesesuaiannya terhadap tujuan laporan keuangan. Postulat akuntansi merupakan asumsi dasar yang menggambarkan lingkungan ekonomi, politik, sosial, dan hukum dimana akuntansi diterapkan. Terdapat empat postulat akuntansi, yaitu: postulat entitas, postulat kelangsungan usaha, postulat unit pengukuran, dan postulat periode akuntansi. Sedangkan Konsep teoretis akuntansi (theoretical concept) menggambarkan hakikat suatu entitas akuntansi yang beroperasi pada suatu perekonomian bebas yang ditandai dengan pengakuan atas kepemilikan pribadi. Konsep teoritis ini merupakan pernyataan atau aksioma yang diterima berdasarkan kesesuaiannya dengan tujuan laporan keuangan. Tingkatan ketiga pada struktur meta teori akuntansi adalah prinsip-prinsip akuntansi JURNAL EKSIS Riset / 1885 2a.Postulat Akuntansi Sumber : Belkoui, 2000 2b.Konsep Teoretis Akuntansi Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1267 – 2000 http://www.karyailmiah.polnes.ac.id (accounting principles) adalah aturan pengambilan keputusan umum yang diturunkan dari postulat dan konsep teoritis akuntansi yang menentukan perkembangan teknik-teknik akuntansi. Dan pada tingkatan paling bawah yaitu teknik-teknik akuntansi merupakan aturan-aturan khusus dalam memperlakukan transaksi-transaksi dan kejadiankejadian tertentu pada perusahaan. b. Perkembangan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia Indonesia telah memiliki sendiri standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Prinsip atau standar akuntansi yang secara umum dipakai di Indonesia disusun dan dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Ikatan Akuntan Indonesia sendiri adalah organisasi profesi akuntan yang ada di Indonesia. IAI yang didirikan pada tahun 1957 selain mewadahi para akuntan juga memiliki peran yang lebih besar dalam dunia akuntansi di Indonesia. Peran tersebut seperti yang telah disebutkan sebelumnya adalah peran dalam rangka penyusunan standar akuntansi. Standar akuntansi tersebut merupakan seperangkat standar yang mengatur tentang pelaksanaan akuntansi di dunia bisnis di Indonesia. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tersebut mengatur perlakuan akuntansi secara menyeluruh untuk berbagai aktivitas bisnis perusahaan di Indonesia. Standar-standar tersebut selain ditujukan untuk mengatur perlakuan akuntansi dari awal sampai tujuan akhirnya yaitu untuk pelaporan terhadap pengguna, standarstandar tersebut juga meliputi pedoman perlakuan akuntansi mulai dari perolehan, penggunaan, sampai dengan saat penghapusan untuk setiap elemen-elemen akuntansi. Standar-standar tersebut juga mengatur tentang pengakuan, pengukuran, penyajian dan pelaporan atas keuangan perusahaan. Tonggak sejarah perkembangan IAI pertama kali terjadi menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada tahun ini, dibentuk cikal bakal badan penyusun standar akuntansi, yaitu Panitia Penghimpun Bahan-Bahan dan Struktur dari GAAP dan GARS. Panitia ini, akhirnya dapat menghasilkan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI). Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (Komite PAI) menggantikan Panitia Penghimpun Bahan-Bahan dan Struktur dari GAAP dan GARS. Komite PAI ini bertugas menyusun dan mengembangkan SAK. Komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha. Hasil revisi dikodifikasikan dalam buku Prinsip Akuntansi JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1816 – 2000 Indonesia 1984. Selanjutnya tahun 1984 dijadikan tonggak kedua penyusunan SAK di Indonesia. Tonggak ketiga sejarah standar akuntansi Indonesia terjadi pada tahun 1994. Komite PAI yang dibentuk tahun 1974 terus melakukan kegiatannya sampai dengan tahun 1994. Namun, personil anggota Komite PAI terus diperbarui. Pada tahun 1994 ini, Komite PAI juga melakukan revisi total terhadap PAI 1984. Hasil revisi dikodifikasikan dalam buku Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994. Kepengurusan IAI 1994-1998, nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan (Komite SAK). Dan mulai tahun 1994, IAI juga memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional dalam mengembangkan standarnya. Pada kepengurusan Komite SAK ini, buku SAK tahun 1994 telah mengalami dua kali revisi, yaitu pada 1 Oktober 1995 dan 1 Juni 1996. Kemudian, pada Kongres VIII IAI, tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK). DSAK diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PASK dan ISAK. Sejak 1998, DSAK sudah memasuki periode kedua masa bakti DSAK, yaitu masa bakti 1998-2002 dan 2002-2006. Pada masa bakti 19982002, DSAK telah melakukan dua kali revisi PSAK, yaitu revisi per 1 Juni 1999 dan 1 April 2002. DSAK sampai saat ini telah mengembangkan dan menyempurnakan SAK yang ada. Hasil pengembangan SAK yang dilakukan oleh DSAK mulai April 2002 sampai dengan Oktober 2004, terdiri dari empat hal, yaitu: 1. Menerbitkan satu Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK) Bank Syariah. KDPPLK ini merupakan pelengkap dari KDPPLK yang umum. KDPPLK ini juga merupakan landasan konseptual untuk pelaporan keuangan perbankan Syariah. 2. Menerbitkan satu PSAK baru, PSAK No.59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah. 3. Menerbitkan lima PSAK revisi. Kelima PSAK revisi tersebut adalah: - PSAK No. 58 (Revisi 2003) tentang Operasi Dalam Penghentian - PSAK No. 8 (Revisi 2003) tentang Kontinjensi dan Peristiwa Setelah Tanggal Neraca - PSAK No. 51 (Revisi 2003) tentang Akuntansi Kuasi Reorganisasi - PSAK No. 24 (Revisi 2004) tentang Imbalan Kerja. - PSAK No. 38 (Revisi 2004) tentang Akuntansi Restrukturisasi Entitas pengendali. Riset / 1886 4. Menerbitkan tiga Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK), yaitu: - ISAK No.5 merupakan interpretasi atas Paragraf 14 PSAK No. 50 tentang Pelaporan Perubahan Nilai Wajar Investasi Efek dalam Kelompok Tersedia untuk dijual. - ISAK No. 6 adalah interpretasi atas Paragraf 12 dan 16 PSAK No. 55 (Revisi 1999) tentang Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak dalam Mata Uang Asing. - ISAK No. 7 yang merupakan interpretasi atas Paragraf 5 dan 19 PSAK No. 4 tentang Konsolidasi Entitas Bertujuan Tertentu. ISAK No. 7 ini diadopsi dari Standing Interpretations Committee (SIC) No. 12 tentang Consolidation Special Purposes Entities. SAK dan interpretasi yang dikembangkan oleh DSAK sampai dengan periode Oktober 2004 telah dikodifikasikan dalam buku Standar Akuntansi Keuangan per 1 Oktober 2004. SAK yang dikodifikasikan tersebut terdiri dari KDPPLK, KDPPLK Bank Syariah, 59 PSAK, dan 7 ISAK. Untuk lebih meningkatkan transparansi informasi dunia usaha kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan masyarakat, DSAK berupaya memutakhirkan kembali SAK. Pemutakhiran SAK didasarkan pada tiga hal: 1. Mendukung program harmonisasi dan konvergensi yang diprakarsai oleh International Accounting Standards Board (IASB) dengan selalu menyelaraskan PSAK dengan International Financial Reporting Standards (IFRS). 2. Perumusan SAK, di samping menggunakan IFRS sebagai acuan, juga mempertimbangkan berbagai faktor lingkungan usaha yang ada di Indonesia. 3. Pengembangan SAK yang belum diatur dalam IFRS dilakukan dengan berpedoman pada Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, kondisi lingkungan usaha di Indonesia, dan Standar akuntansi yang berlaku di negara lain. Revisi standar IAI yang berbentuk adopsi standar international menuju konvergensi dengan IFRS tersebut dilakukan dengan revisi terakhir yang dilakukan pada tahun 2007. Revisi pada tahun 2007 tersebut merupakan bagian dari rencana jangka panjang IAI yaitu menuju konvergensi dengan IFRS sepenuhnya pada tahun 2012. Rencana menuju konvergensi penuh dengan Riset / 1887 IFRS pada tahun 2012 dapat dijabarkan sebagai berikut: Pada akhir tahun 2010 diharapkan seluruh IFRS sudah diadopsi dalam PSAK; Tahun 2011 merupakan tahun penyiapan seluruh infrastruktur pendukung untuk implementasi PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS; Tahun 2012 merupakan tahun implementasi dimana PSAK yang berbasis IFRS wajib diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik. Revisi tahun 2007 yang merupakan bagian dari rencana jangka panjang IAI tersebut menghasilkan revisi 5 PSAK yang merupakan revisi yang ditujukan untuk konvergensi PSAK dan IFRS serta reformat beberapa PSAK lain dan penerbitan PSAK baru. PSAK baru yang diterbitkan oleh IAI tersebut merupakan PSAK yang mengatur mengenai transaksi keuangan dan pencatatannya secara syariah. PSAK yang direvisi dan ditujukan dalam rangka tujuan konvergensi PSAK terhadap IFRS adalah: 1. 2. 3. 4. PSAK 16 tentang Properti Investasi PSAK 16 tentang Aset Tetap PSAK 30 tentang Sewa PSAK 50 tentang Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan 5. PSAK 55 tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran PSAK-PSAK hasil revisi tahun 2007 tersebut dikumpulkan dalam buku yang disebut dengan Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2007 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2008. c. Meta Teori Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia Dalam pembuatan standar akuntansi keuangan dipengaruhi lingkungan sosial. Menurut Colditz dan Gibbins (1972), lingkungan sosial akuntansi meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. Dunia usaha Sistem hukum (legal system) Adat istiadat masyarakat yang berlaku Kode etik profesi untuk pengaturan diri sendiri Sikap lembaga-lembaga luar seperti pemerintah, perbankan, dan lain-lain. Karakteristik lingkungan sosial profesi akuntansi yang mendasari perkembangan akuntansi di Indonesia dapat dilihat dari beberapa JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1267 – 2000 http://www.karyailmiah.polnes.ac.id aspek seperti yang dipaparkan oleh Colditz dan Gibbins diatas, yaitu: 1. Lingkungan sosial yang membentuk akuntansi adalah dunia usaha. Dunia usaha erat sekali hubungannya dengan keadaan perekonomian suatu negara. Hal lain yang berpengaruh terhadap akuntansi adalah sistem politik. Di negara sosialis, sistem harga dan laba bukan merupakan faktor yang mengatur alokasi sumber-sumber ekonomi. Pemerintah mengatur alokasi sumber-sumber ekonomi berdasarkan keputusan-keputusan politik. Dunia usaha dalam negara sosialis beroperasi berdasarkan keputusan-keputusan politik, sehingga pertimbangan cost menjadi hal yang sekunder. Dalam negara yang menerapkan sistem perekonomian seperti ini, akuntansi sulit berkembang dengan baik. Akuntansi akan berkembang dengan baik jika negara mengembangkan kontrol sosial dan adanya perusahaan-perusahaan swasta. 2. Sistem hukum yang berpengaruh pada akuntansi adalah undang-undang perpajakan Dalam sistem perpajakan yang menerapkan prinsip pengenaan pajak dengan didasari filosofi "pajak adalah hak negara," jelas tidak akan menyebabkan sistem perpajakan mendorong berkembangnya akuntansi. Pengusaha tidak akan berusaha untuk menyelenggarakan akuntansi yang baik untuk menghitung hasil usahanya, karena mereka beranggapan bahwa penetapan pajak adalah tugas pemerintah. Berbeda dengan sistem di atas, sistem perpajakan yang menerapkan prinsip pengenaan pajak dengan didasari filosofi "pajak adalah kewajiban rakyat", mewajibkan wajib pajak untuk menyelenggarakan akuntansi yang baik untuk menghitung hasil usahanya, karena pengenaan pajak ditentukan oleh wajib pajak itu sendiri. Pemerintah hanya berperan untuk memeriksa apakah jumlah pajak yang ditentukan dan dilaporkan wajib pajak tersebut telah sesuai dengan undang-undang. Dalam sistem perpajakan seperti ini akuntansi akan tumbuh dan berkembang dengan baik dan akan dapat memberikan kontribusi kepada wajib pajak untuk menentukan hasil usaha yang dikenakan pajak. Pengenaan pajak atas laba berdasarkan filosofi yang terakhir ini dianut oleh undang-undang pajak penghasilan tahun 2000. pertanggung jawaban kekayaan kepada yang berhak. Di dalam masyarakat yang menganggap ketidakjujuran sebagai hal yang biasa-biasa saja dalam usaha, akuntansi akan menjadi alat untuk "menipu", sehingga akan sulit berkembang dengan baik. Masyarakat tidak akan percaya dengan laporan yang dihasilkan akuntansi, jika mereka mengetahui bahwa praktek-praktek usaha (bisnis) yang dijalankan pengusaha penuh dengan tipu daya, muslihat licik, sogok dan biaya siluman lainnya. Akuntansi akan tumbuh subur dalam lingkungan bisnis terbuka dan transparan. Oleh karena itu, bisa dipahami bila profesi ini berkembang sejalan dengan perkembangan pasar modal dan sistem perpajakan yang menjadikan transparansi sebagai titik perhatian. 4. Lingkungan masyarakat yang memerlukan jasa profesi akuntansi membutuhkan jaminan profesional yaitu menyangkut mengenai mutu jasa yang digunakannya. Dengan demikian memaksa profesi akuntansi untuk mengatur dirinya sendiri ke dalam, yaitu dengan menerapkan standar etika yang tinggi bagi setiap anggota profesi yang melayani lingkungan masyarakatnya. Dengan penerapan standar etika yang tinggi, profesi ini akan mendapatkan kepercayaan yang penuh dari masyarakat untuk memberikan kontribusi berupa penyediaan informasi akuntansi kepada masyarakat pengguna (users). 5. Dengan dibentuknya BAPEPAM, pemerintah memerlukan profesi akuntansi sebagai salah satu alat kontrol sosial terhadap perusahaan yang go public. 3. Adat istiadat masyarakat dipengaruhi sistem nilai yang berlaku di masyarakat Profesi akuntansi Indonesia yang diwadahi dalam Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah membekali diri dengan seperangkat aturan untuk bekerja dengan baik, yaitu Standar Akuntansi Keuangan, Standar Profesional Akuntan Publik, dan Kode Etik Akuntan Indonesia. Perkembangan profesi akuntansi juga dipengaruhi oleh dunia perbankan kita. Bank-bank pemerintah dan Swasta Nasional selalu mensyaratkan pemohon kredit untuk menyerahkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik (biasanya di atas jumlah rupiah tertentu) sebagai salah satu syarat pengajuan permintaan kredit kepada bank dan juga mungkin sebagai pelaporan tentang aktifitas usaha dan pemakaian kredit selama periode tertentu (biasanya minimal tiap tahun). Dalam masyarakat yang menerapkan sistem nilai dengan mengedepankan "kejujuran individu", akuntansi merupakan alat yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat sebagai penyampai Profesi akuntansi Indonesia yang berorientasi ke Amerika, turut serta dalam mensosialisasikan SFAC. Namun, baik PAI 1973 maupun 1984 sebenarnya tidak memenuhi syarat, JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1816 – 2000 Riset / 1888 karena PAI mencampuradukkan konsep, prinsip akuntansi, pernyataan dan interpretasi. Kemudian dengan diaktifkannya kembali pasar modal pada tahun 1987, dengan persyaratan menjual saham hanya 20% kepada masyarakat banyak perusahaan menjadi perusahaan go public. Hal ini tidak menguntungkan masyarakat luas, karena kepemilikan terbesar masih pada pemilik lama. Banyak penyimpangan terjadi, misalnya adanya mark-up yang berlebihan yang tentunya sangat merugikan masyarakat. Profesi akuntansi tidak dapat memecahkan masalah ini karena memang belum ada aturan atau pernyataan akuntansi tentang hal itu. Namun pada tahun 1990, profesi telah mulai memikirkan menyusun standar akuntansi keuangan yang lebih baik, yaitu dengan dibentuknya Komite PAI. Kebutuhan standar akuntansi yang baik dan baku semakin didorong dengan keluarnya Keputusan Presiden tahun 1990 tentang swastanisasi pasar modal. Para pelaku pasar modal tentunya lebih dituntut untuk profesional. Perusahaan-perusahaan yang menjual sahamnya di bursa saham harus menyajikan laporan keuangannya kepada masyarakat yang harus sesuai dengan aturan BAPEPAM dan Bursa Efek. Kebutuhan kumpulan standar akuntansi keuangan yang baik semakin dirasakan oleh profesi, sehingga komite SAK terus didorong untuk menghasilkan standar dimaksud. Walaupun telah bekerja selama tiga tahun, komite ini tidak dapat menemukan bentuk standar akuntansi yang ideal untuk users. Kejadian ini berakhir pada tahun 1994 yaitu setelah terbitnya International Accounting Standards (IAS) oleh International Accounting Standards Committee. Berkembangnya apa yang disebut globalisasi dan untuk mengantisipasi perkembangan bisnis internasional, telah membawa profesi akuntansi Indonesia untuk kembali mengadopsi apa yang dianggap baik yaitu mengadopsi sebagian besar IAS menjadi Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Gambar 2.1 Proses Penyusunan SAK dan SPAP Instansi Pemerintah Terkait Asosiasi Industri Standar akuntansi yang konsisten membantu praktisi mempunyai pegangan yang kuat, dan auditor mempunyai basis untuk memecahkan masalah pelaporan. Standar akuntansi merupakan acuan penyusunan laporan keuangan, yang akan disajikan oleh manajemen kepada berbagai pihak yang berkepentingan yaitu investor sekarang dan investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha lainnya, pelanggan, pemerintah serta lembaga-lembaganya, dan masyarakat. IAS JURNAL EKSIS Riset / 1889 Komite SAK & Komite SPAP Pentingnya Standar Akuntansi Keuangan disusun dengan tujuan agar laporan keuangan menjadi lebih objektif, jelas dan dimengerti oleh semua pihak. Standar akuntansi adalah aturan baku yang disusun oleh lembaga yang berwenang untuk itu (di Indonesia oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI) sebagai pedoman yang harus diikuti oleh penyusun laporan keuangan jika laporan keuangan tersebut ditujukan untuk pihak eksternal perusahaan. Disamping konsep yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan, laporan keuangan juga harus menganut aturanaturan yang disusun oleh otoritas akuntansi tersebut. Aturan-aturan ini disebut accounting standard, yang memberikan pedoman khusus untuk menyusun laporan keuangan secara terinci. Standar akuntansi ini akan selalu berkembang (bisa berubah, bertambah, atau berkurang) yang disesuaikan dengan perubahan lingkungan yang mengglobal saat ini baik kondisi bisnis maupun perekonomian serta standar akuntansi yang berlaku di negara lain. Hal ini berarti standar akuntansi akan berkembang sejalan dengan perkembangan dunia usaha. A.C. Littleton (1985) mengatakan bahwa perdagangan dan industri merupakan landasan terpenting bagi perkembangan akuntansi, sehingga dapat dikatakan bahwa akuntansi pada hakekatnya merupakan fungsi dari business. ISA Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1267 – 2000 http://www.karyailmiah.polnes.ac.id Supaya laporan keuangan menjadi jelas dan dapat dimengerti secara universal, maka diperlukan akuntansi keuangan yang ditata berdasarkan standar akuntansi yang berlaku. Disamping standar akuntansi nasional yang disusun oleh organisasi profesi akuntan oleh masing-masing negara (di Indonesia oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI), juga telah tersusun International Accounting Standards (IAS) oleh International Accounting Standard Committee. Hal ini sesuai dengan perkembangan bisnis internasional yang semakin pesat, banyak dan pentingnya Multi National Corporate (MNC), dan akan diberlakukannya kawasan bebas ASEAN (AFTA) tahun 2003, APEC 2010, WTO tahun 2020. Pada saat itu negara kita sudah harus siap untuk berkompetisi dengan negara-negara maju dibidang perdagangan barang dan jasa pada umumnya dan jasa yang disediakan oleh profesi akuntansi pada khususnya. Laporan keuangan sebagai produk yang dihasilkan dari suatu proses akuntansi haruslah berguna bagi pemakai informasi keuangan tersebut (information usefulness) (Financial Accounting Standard Board [1980, hal. 5204]). Kepentingan para pemakai laporan keuangan seringkali berlainan bahkan saling berlawanan (conflict of interest). Konsep "laporan yang berbeda untuk tujuan yang berbeda" seperti yang dianut dalam bidang akuntansi manajemen, tidak dianjurkan bahkan dilarang dalam bidang akuntansi keuangan karena akan menyebabkan pemborosan waktu, biaya, dan tenaga (cost versus benefit), kemudian tingkat keandalan (reliability) informasi akan menjadi menurun, sehingga akan membuka peluang ketidakpastian yang terlalu besar. Oleh sebab itu diperlukan standar akuntansi yang mampu mengadakan keseimbangan antara berbagai faktor yang saling bertentangan (antagonist) sebagai berikut: 1. Kepentingan suatu kelompok pemakai kepentingan kelompok pemakai lain 2. Kegunaan vs biaya 3. Relevansi vs daya uji (reliability) 4. Standardisasi vs diversifikasi 5. Overstatement vs understatement vs KONVERGENSI SAK DI MASA GLOBALISASI a. Dampak Globalisasi terhadap Standar Akuntansi Hasil survey yang dilakukan oleh Deloitte Touche Tohmatsu International pada tahun 1992 pada 400 perusahaan skala menengah di dua puluh negara maju menunjukkan, bahwa alasan mereka untuk melakukan bisnis di pasar internasional adalah karena adanya kesempatan bertumbuh (84%), untuk mengurangi ketergantungan pada perekonomian domestik JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1816 – 2000 (39%), memenuhi permintaan pasar (34%) dan biaya operasi yang lebih murah (24%) (Iqbal, Melcher, Elmallah, 1997). Survey tersebut menunjukkan salah satu kenyataan bahwa ada kecenderungan banyak perusahaan untuk menjalankan bisnis secara global dan tidak hanya terpaku pada bisnis di negara asal. Pasar dalam negeri dianggap tidak lagi memberikan keuntungan yang diharapkan, sementara pasar luar negeri begitu terbuka untuk ekspansi. Kecenderungan akan meningkatnya globalisasi di bidang ekonomi semakin tampak dengan adanya kesepakatan antar negara dalam satu region tertentu, seperti European Union (EU), North American Free Trade Agreement (NAFTA), Asia Pacific Economic Cooperation (APEC). Indonesia sendiri merupakan salah satu dari delapan belas negara anggota APEC. Globalisasi bidang ekonomi juga tampak dengan munculnya fenomena krisis nilai tukar di sebagian negara Asia, termasuk Indonesia yang dimulai pada tahun 1997. Industri yang bergantung kuat pada bahan baku impor sangat terpengaruh dengan kondisi ini. Nilai impor bahan baku dalam mata uang domestik dalam hal ini rupiah meningkat tajam. Industri yang bergantung kuat pada bahan baku dan sumber daya domestik mengalami hal yang sebaliknya. Penjualan barang ke luar negeri menjadi sangat menguntungkan jika dinilai dalam mata uang domestik. Penetapan harga jual baru di pasar domestik dan luar negeri menjadi tidak sesederhana sebelum terjadi krisis. Perkembangan selanjutnya di Indonesia juga menunjukkan fenomena yang menarik. Menguatnya rupiah terhadap mata uang asing, meskipun tidak kembali pada kurs nilai tukar sebelum krisis terjadi, membuat para eksportir mulai mengeluh karena pendapatannya turun jika dinilai dalam mata uang domestik, sebaliknya terjadi bagi para importir. Menguatnya mata uang domestik katakanlah rupiah dan melemahnya mata uang asing katakanlah dollar Amerika Serikat membuat kewajiban para importir membayar dalam mata uang asing kepada produsen di negara asing menjadi lebih murah dinilai dari mata uang domestik. Akuntansi sebagai penyedia informasi bagi pengambilan keputusan yang bersifat ekonomi juga dipengaruhi oleh lingkungan bisnis yang terus menerus berubah karena adanya globalisasi, baik lingkungan bisnis yang bertumbuh bagus, dalam keadaan stagnasi maupun depresi. Radebaugh dan Gray (1997:47) menyatakan bahwa sedikitnya ada empat belas faktor yang mempengaruhi sistem akuntansi perusahaan. Faktor-faktor tersebut adalah sifat kepemilikan perusahaan, aktivitas usaha, sumber pendanaan dan pasar modal, sistem perpajakan, eksistensi dan pentingnya profesi akuntan, pendidikan dan riset akuntansi, sistem politik, iklim sosial, tingkat Riset / 1890 pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, tingkat inflasi, sistem perundang-undangan, dan aturanaturan akuntansi. Sementara itu Christopher Nobes dan Robert Parker (1995:11) menjelaskan adanya tujuh faktor yang menyebabkan perbedaan penting yang berskala internasional dalam perkembangan sistem dan praktik akuntansi. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah (1) sistem hukum, (2) pemilik dana, (3) pengaruh sistem perpajakan, dan (4) kemantapan profesi akuntan, (5) inflasi, (6) teori akuntansi dan (7) accidents of history perpajakan, dan (4) kemantapan profesi akuntan, (5) inflasi, (6) teori akuntansi dan (7) accidents of history. b. Pengertian Konvergensi Globalisasi juga membawa implikasi bahwa hal-hal yang sebelumnya dianggap merupakan kewenangan dan tanggung jawab tiap negara tidak mungkin lagi tidak dipengaruhi oleh dunia internasional. Demikian juga halnya dengan pelaporan keuangan dan standar akuntansi. Salah satu karakteristik kualitatif dari informasi akuntansi adalah dapat diperbandingkan (comparability), termasuk di dalamnya juga informasi akuntansi internasional yang juga harus dapat diperbandingkan mengingat pentingnya hal ini di dunia perdagangan dan investasi internasional. Dalam hal ingin diperoleh full comparability yang berlaku luas secara internasional, diperlukan standarisasi standar akuntansi internasional. Konvergensi dalam standar akuntansi dan dalam konteks standar internasional berarti nantinya ditujukan hanya akan ada satu standar. Satu standar itulah yang kemudian berlaku menggantikan standar yang tadinya dibuat dan dipakai oleh negara itu sendiri. Sebelum ada konvergensi standar biasanya terdapat perbedaan antara standar yang dibuat dan dipakai di negara tersebut dengan standar internasional. Konvergensi standar akan menghapus perbedaan tersebut perlahan dan bertahap sehingga nantinya tidak akan ada lagi perbedaan antara standar negara tersebut dengan standar yang berlaku secara internasional. Konvergensi yang ditawarkan IASB (sebelumnya IASC) adalah menginginkan seluruh negara anggotanya agar standar akuntansi yang dikeluarkan oleh badan penyusun standar nasional konvergen dengan IFRS. Definisi “convergence” yang diinginkan IASB adalah “the same word by word in English”. Jadi, idealnya langsung menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengaturan. Hal ini dilakukan oleh IASB dengan dasar pertimbangan bahwa pengaturan yang konvergen akan meningkatkan daya banding pelaporan keuangan di seluruh dunia. Dengan demikian, dalam pemahaman IASB juga tidak akan ada masalah “time lags” dalam implementasinya Riset / 1891 karena langsung menggunakan aturan dalam bahasa Inggris. Begitu IFRS disahkan IASB maka badan penyusun standar nasional langsung menerapkan. Maka harapannya, komparabilitas dalam pelaporan keuangan juga akan menjadi lebih baik. c. Perkembangan Internasional Standar Akuntansi Sejak abad kelima belas, tepatnya tahun 1494 yaitu pada saat "bapak akuntansi" Luca Pacioli menulis buku yang salah satu babnya membahas double-entry bookkeeping sampai tahun 1929 (saat terjadinya stock market crash di bursa saham New York), para akuntan di dunia belum pernah memikirkan perlu dan pentingnya suatu standar akuntansi. Setahun setelah kejadian tersebut barulah para akuntan di dunia merasa bahwa standar akuntansi itu perlu dan sangat penting. Sejak tahun terjadinya stock market crash tersebut usaha untuk menyusun standar akuntansi mulai dirintis oleh pengelola bursa saham dan ikatan akuntan Amerika yang pada saat itu adalah American Association of Public Accountants (AAPA) [merupakan lembaga cikal bakal American Institute of Certified Public Accountants (AICPA)]. Tujuan utama penyusunan standar akuntansi ini adalah agar laporan keuangan perusahaan yang go public di bursa saham New York menjadi seragam. Penyebab terjadinya stock market crash yang paling diyakini adalah karena tidak adanya keseragaman penyusunan laporan keuangan. Para pelaku pasar modal dan para investor mengalami kesulitan dalam menilai performance perusahaan jika laporan keuangan disusun dengan standar akuntansi yang tidak seragam. Informasi yang disediakan laporan keuangan yang disusun berdasarkan standar akuntansi yang tidak seragam menyebabkan pengambilan keputusan (decision making) yang tidak tepat bahkan bisa jadi sesat. Hal inilah yang mungkin menyebabkan para pemakai laporan keuangan terutama investor tidak percaya dengan informasi perusahaan, sehingga pada saat itu mereka beramai-ramai menjual sahamnya, yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya stock market crash yang menggemparkan itu. Telah dikemukakan di atas bahwa yang pertama kali mencoba menyusun standar akuntansi agar terdapat keseragaman penyusunan laporan keuangan adalah komite yang terdiri dari wakil bursa saham New York dan AAPA atau AICPA. Dapat dikatakan bahwa komite ini tidak berhasil sama sekali dalam menyusun standar. Karena kegagalan ini, pada tahun 1936 AICPA membentuk komite baru yang dikenal dengan Committee on Accounting Procedures (CAP). Komite ini JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1267 – 2000 http://www.karyailmiah.polnes.ac.id mengemban tugas menyusun pedoman untuk penyusunan laporan keuangan. Sampai akhir tahun 1940-an, komite ini tidak berhasil menghasilkan prinsip ataupun prosedur yang baku. Hampir pada saat yang bersamaan dengan pembentukan CAP ini, para akuntan akademisi dan peneliti mendirikan ikatan akuntan akademisi yang dikenal dengan American Accounting Association (AAA) pada tahun 1935. Dengan kerja keras, CAP berhasil menyusun prinsip akuntansi yang baik pada tahun 1948, sehingga timbul masalah baru pada saat itu yaitu prinsip-prinsip akuntansi tersebut sulit diterapkan. Karena gagal menyusun seperangkat prinsip akuntansi yang tepat sebagai pedoman dalam penyusunan laporan keuangan, maka pada tahun 1959 CAP ini dibubarkan dan diganti dengan Accounting Principles Board (APB). Keberadaan CAP sampai tahun 1958 telah gagal menyusun seperangkat prinsip akuntansi yang tepat sebagai pedoman dalam penyusunan laporan keuangan, sehingga jelas belum ada kesamaan sudut pandang antara akademisi dan peneliti dengan praktisi tentang penyusunan standar yang baku. Akibat tidak adanya koordinasi, maka standar akuntansi yang diharapkan tidak dapat dihasilkan. Akademisi menganggap bahwa AICPA menyusun standar tanpa dasar yang kuat sehingga dapat dipastikan tidak akan dapat menghasilkan standar yang baik. Sementara itu praktisi menempuh jalan praktis dengan mengamati praktik yang tengah berlangsung dan berusaha mengatur praktik berdasarkan pengamatan mereka. APB sebagai pengganti CAP mulai menyusun prinsip akuntansi yang bekerja sama dengan akademisi. Hasil-hasil riset para pakar yang bermutu (Paul Grady: 1965) yang mengetengahkan teori pengembangan standar akuntansi melalui metode induktif dan deduktif telah dimanfaatkan untuk menyusun prinsip akuntansi. Berdasarkan penelitian mereka, susunan seperangkat standar akuntansi harus didasarkan pada postulates atau basic concept. Kemudian pada waktu yang bersamaan dengan bertugasnya APB, telah didirikan badan riset baru oleh AICPA untuk mengerjakan tugas yang sama. Studi pertama berdasarkan deduktif dilakukan oleh Maurice Moonitz (1961) dan menghasilkan seperangkat postulates dengan judul The Basic Postulates of Accounting yang oleh AICPA dimuat dalam Accounting Research Study (ARS) No. 1. Selanjutnya penelitian kedua yang berdasarkan induktif dan deduktif dilakukan oleh Sprouse dan Moonitz (1962) menghasilkan usulan tentang prinsip-prinsip akuntansi untuk perusahaan bisnis. Hasil penelitian ini diberi judul A Tentative Set of Broad Accounting Principles for Business Enterprises dan dimuat dalam ARS No. 3. APB menolak kedua temuan ini karena menurutnya JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1816 – 2000 temuan ini sangat teoretis yaitu mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh dunia bisnis pada saat itu dan bukan menggambarkan praktik yang ada. Dengan berkembangnya dunia bisnis, terlebih lagi dunia pasar modal, APB benar-benar dihadapkan pada kondisi yang mengharuskan lembaga ini untuk membuat seperangkat standar akuntansi yang bisa menjadi pedoman dalam penyusunan laporan keuangan perusahaan. Akhirnya pada akhir tahun 1960-an, dengan terpaksa APB memanfaatkan codification dari An Inventory of Generally Accepted Accounting Principles for Business Enterprises, yaitu hasil studi deduktif Paul Grady yang kemudian oleh APB (1970) diberi nama APB Statement No. 4 dengan judul Basic Concepts and Accounting Principles Underlying Financial Statements of Business Enterprises. Para akademisi yang bergabung dalam American Accounting Association (AAA) pada tahun 1966 berhasil menyusun teori yang memberi pedoman untuk membuat standar akuntansi yaitu A Statement of Basic Accounting Theory. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa para akademisi sangat berantusias menyusun teori akuntansi yang baik untuk digunakan sebagai dasar penyusunan semua standar akuntansi. Dilihat lebih jauh sampai dengan akhir masa tugasnya, APB tidak banyak memanfaatkan teori akuntansi yang baik sebagai dasar kerjanya dalam menerbitkan prinsip dan standar akuntansi yang digunakan. Banyak kritik ditujukan kepada APB yang paling banyak disorot adalah karena APB tidak mempunyai dasar yang kuat dalam menyusun prinsip akuntansi. Kritik yang selanjutnya adalah bahwa APB tidak menyusun standar atau prinsip akuntansi yang benar-benar dari pikiran mereka. Mereka hanya mengadopsi hasil penelitian deduktif Paul Grady. Kritik terakhir adalah karena APB tidak dapat menampung prinsip akuntansi yang mengatur mengenai penggabungan usaha dan goodwill. Untuk itulah AICPA membentuk tim yang bertugas untuk membuat usulan tentang apa yang sebaiknya dilakukan oleh profesi akuntan dalam rangka menjawab kritikan tersebut. Tim ini berkesimpulan dan mengusulkan pertama, perlunya dibentuk yayasan yang bertugas menunjuk anggota badan penyusun standar akuntansi dan mencarikan dana untuk kegiatan badan ini. Kedua, mendirikan Financial Accounting Standard Board (FASB) dengan jumlah anggota tujuh orang yang ditugasi menyusun standar akuntansi yang berkualitas. FASB didirikan pada tahun 1973 dengan tugas pertamanya adalah menyusun konsep dasar (teori) yang akan digunakan untuk mengembangkan standar akuntansi pada masa selanjutnya. FASB bekerja secara profesional dan purna waktu, berbeda pada masa APB. FASB menampung seluruh kepentingan dari pihak-pihak Riset / 1892 yang terkait dengan standar akuntansi yaitu para akademisi (AAA), praktisi (AICPA), analis investasi (FAF), perkumpulan eksekutif (FEI), GFOA, NAA, dan SIA. Tujuan mengakomodasi semua pihak ini tidak lain adalah agar hasil penyusunan standar yang akan digunakan dapat memuaskan semua pihak yang terkait tersebut. Gambar 3 memperlihatkan proses penyusunan standar yang dilakukan oleh FASB yang dikutip Sudarwan dari Weirich (1992). Gambar 3. FASB Standard Setting Process Final FASB Statement Analysis of Comments Exposure Draft Analysis of Comments Ketidaksesuaian antara Standar Internasional dan Hukum Nasional Masalah utama lainnya adalah ketidaksesuaian antara standar internasional dengan hukum nasional. Paling tidak ada dua masalah. Pertama, pada beberapa negara standar akuntansi termasuk sebagai bagian hukum nasional, sehingga standar akuntansi ditulis dengan bahasa hukum. Namun disisi lain, standar akuntansi internasional tidak ditulis dalam bahasa hukum sehingga harus diubah oleh dewan standar akuntansi masing-masing negara. Discussion Memo Research Assemble Task Force Place on Agenda Problem or Issue Identification d. Konvergensi Standar Akuntansi Internasional Upaya mewujudkan satu standar akuntansi Internasional tidak mudah. Jalan yang dilalui sangat panjang. Adopsi dan implementasi International Financial Reporting Standards (IFRS) di masing-masing negara menghadapi beberapa masalah, diantaranya: Penterjemahan Standar Internasional IFRS diterbitkan dalam bahasa Inggris. Untuk memudahkan pemahaman pengguna standar maka IFRS perlu diterjemahkan dalam bahasa masing-masing negara. Hal inilah yang menjadi masalah utama dalam adopsi dan penerapan IFRS. Permasalah ini timbul karena para penterjemah mengalami kesulitan dalam memahami arti sebenarnya istilah-istilah dalam teks bahasa Inggris tersebut. Riset / 1893 Selain kesulitan dalam teknis penterjemahan, masalah yang lain adalah berkaitan dengan pendanaan. Seringkali, pendanaan yang tersedia hanya untuk satu kali penterjemahan. Sehingga, Dewan Standar kesulitan dana untuk melakukan penerjemahan atas standar internasional yang baru maupun yang revisi. Dengan tidak dilakukannya penerjemahan atas standar yang baru atau revisi maka standar yang sudah diterjemahkan akan ketinggalan jaman. Akibat selanjutnya, laporan keuangan yang disusun oleh manajemen dan auditor tidak lagi sesuai dengan IFRS. Public Hearing Secara lebih detail, kesulitan dalam penerjemahan itu meliputi empat hal. Pertama, penggunaan kalimat bahasa Inggris yang panjang. Kedua, ketidakkonsistenan dalam penggunaan istilah. Ketiga, penggunaan istilah yang sama untuk menerangkan konsep yang berbeda. Dan terakhir, penggunaan istilah yang tidak terdapat padanannya dalam terjemahan. Sebagai contoh, penggunaan kata "shall" dan "should" dalam IFRS. Kedua, ada transaksi-transaksi yang diatur oleh hukum nasional berbeda dengan yang diatur oleh standar akuntansi internasional. Transaksi ini tergantung dari jenis suatu perusahaan, apakah berbentuk Perseroan Terbatas, Koperasi, atau yang lain. Oleh karena hukum nasional mengakui berbagai bentuk perusahaan maka standar akuntansi ekuitas harus mencakup berbagai bentuk perusahaan tersebut. Struktur dan Kompleksitas Standar Internasional Masalah selanjutnya adalah adanya kekhawatiran bahwa standar internasional akan menjadi kompleks, dan rules-based approach. Standar akuntansi akan mengatur secara detail setiap transaksi sehingga penyusun laporan keuangan harus mengikuti setiap langkah dari pencatatan suatu transaksi. Penerapan standar sebaiknya menggunakan principles-based approach. Dengan pendekatan ini maka standar hanya mengatur prinsip-prinsip pengakuan, pengukuran, dan pencatatan suatu transaksi. Dengan demikian, standar yang JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1267 – 2000 http://www.karyailmiah.polnes.ac.id dihasilkan tidak kompleks. Kalau menggunakan pendekatan rules-based maka suatu standar akan mengatur secara detail pengakuan, pengukuran, dan pencatatan suatu transaksi. Hal ini akan mengakibatkan suatu standar menjadi kompleks. Sebaiknya para pengguna standar dalam penerapan suatu standar akuntansi memerlukan adanya pedoman, karena tidak terdapat perbedaan penafsiran pada suatu standar akuntansi. Namun, hendaknya diterbitkan secara terpisah bukan menjadi satu dengan standar. Frekuensi Perubahan dan Kompleksitas Standar Internasional Standar akuntansi internasional perlu dipahami secara jelas sebelum diterapkan. Hal ini membutuhkan cukup waktu bagi penyusun laporan keuangan, auditor, dan pengguna laporan keuangan untuk memahami suatu standar akuntansi. Apabila standar akuntansi sering berubah maka sangat sulit bagi laporan keuangan, auditor, dan pengguna laporan keuangan untuk memahami standar tersebut apalagi menerapkannya. Kompleksitas standar akuntansi juga berpengaruh. Suatu standar akuntansi yang kompleks akan menyulitkan pengguna standar untuk memahaminya. Maka, perlu membuat standar yang mudah dipahami dan diterapkan. Disamping mempunyai nilai positif konvergensi juga memiliki efek negatif. Namun banyak pihak juga yang memberikan kecaman atas penyusunan standar akuntansi internasional sebagai solusi yang terlalu sederhana bagi masalah yang begitu kompleks. Ilmu akuntansi dipahami sebagai suatu ilmu sosial yang tidak terlepas dan fleksibilitas, sehingga relatif mudah untuk diadaptasi. Ada beberapa nilai utama yang menjadi hambatan standarisasi akuntansi internasional yaitu: Perbedaan latar belakang nasional dan tradisi Perbedaan kebutuhan dari berbagai lingkungan ekonomi Tantangan standarisasi terhadap kedaulatan nasional Penyusunan standar akuntansi internasional. Pada dasarnya merupakan cara perusahaanperusahaan jasa akuntansi profesional internasional besar untuk mempertinggi potensi pendapatan mereka. Dengan tuntutan aplikasi standar internasional maka hanya perusahaan akuntansi internasional besarlah yang mampu memenuhi permintaan ini Standarisasi internasional menciptakan banyak standar yang kompleks dan mahal JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1816 – 2000 Perusahaan nasional harus menanggapi tekanan-tekanan nasional, sosial, politik dan ekonomi yang terus meningkat, sehingga sulit menyesuaikan diri dengan kewajibankewajiban internasional tersebut. Banyak grup nasional yang memiliki kepentingan tetap dalam mempertahankan standar dan praktek mereka sendiri yang telah terbentuk dari perspektif dan sejarah yang sangat berbeda. Tidak ada badan otoriter yang memiliki kemampuan memerintahkan penerapan GAAP global. GAAP global tidak mungkin tercapai karena adanya hambatan kelembagaan dalam proses penyusunan standar dan tidak adanya kebutuhan yang nyata untuk memacu pertumbuhan pasar modal internasional yang kuat. Mengenai penerapan standar-standar akuntansi internasional di perusahaan kecil dan besar, nasional dan multinasional, manufaktur dan jasa, dicurigai ada maksud tersembunyi dari semua penyusun dan penganjur standar internasional bahwa standar mereka harus berlaku sekomprehensif mungkin. Jadi, perbedaan jenis usaha tidak relevan lagi. Namun demikian pada kenyataannya, ukuran dan kadar multinasionalitas perusahaan dapat menjadi objek diskriminasi. Perusahaan multinasinal atau nasional besar yang ingin masuk ke pasar uang dan pasar modal internasional merupakan target utama internasionalisasi standar pasar internasional. Dengan mempertimbangkan perusahaan semacam inilah banyak standar akuntansi internasional disusun. Dengan demikian, penerimaan standar akuntansi internasional sejauh yang telah terjadi dan yang mungkin akan terjadi dalam waktu yang tidak lama lagi sangat terpusat pada perusahaan-perusahaan yang aktif beroperasi diluar batas nasional. Alasan Konvergensi Standard suatu Negara terhadap IFRS: o o Nasional Kebutuhan konvergensi standar domestik kepada IFRS muncul karena kemestian kegiatan bisnis, investasi langsung, pasar uang dan modal yang makin cenderung lintas negara, membutuhkan bahasa keuangan atau platform yang sama. Para investor ingin membandingkan kinerja keuangan suatu perusahaan publik disuatu negara dengan kinerja keuangan entitas publik dinegara lain berdasar suatu platform LK yang sama, sehingga kinerja & return dapat diperbandingkan apple to apple basis yaitu Riset / 1894 o o o o o o dengan basis akuntansi yang sama. Karisma kompetensi Dewan Standar Akuntansi nasional suatu negara masih diragukan oleh arena internasional, kompetensi individual anggota Dewan tidak diakui secara global bahkan belum dikenal, ditambah lagi bila negara itu masuk kelompok juwara bertahan dalam rating international corruption index sebagai the most corrupt country, menyebabkan produksi standar nasional tak berlegitimasi global. Tingkatan Konvergensi tiap-tiap negara terhadap IFRS dibedakan menjadi lima tingkat, yaitu: Full Adoption Pada tingkatan ini, suatu negara mengadopsi seluruh produk IFRS dan menterjemahkannya word by word. Adapted Adapted yaitu suatu negara yang mengadopsi seluruh IFRS tetapi disesuaikan dengan kondisi disuatu negara. Piecemeal Piecemeal yaitu suatu negara yang hanya mengadopsi sebagian nomor IFRS, yaitu nomor standar tertentu, dan memilih paragraf tertentu saja. Referenced Referensi yaitu suatua Negara yang memakai standar yang diterapkan hanya mengacu pada IFRS tertentu dengan bahasa dan paragraf yang disusun sendiri oleh badan pembuat standar. Not Adoption at all Suatu negara sama sekali tidak mengadopsi IFRS. Konvergensi Standar Internasional pada Standar Akuntansi Indonesia IAI melalui Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) telah dan terus melakukan proses konvergensi dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang sudah ada. Ada sejumlah Issue penting yang saat ini menjadi perhatian sejumlah kalangan masyarakat bisnis di Indonesia antara lain: o Penerapan fair value. Konsep historical cost yang selama ini diterapkan dianggap telah kehilangan relevansinya dalam mengukur realitas ekonomi karena historical cost hanya mengukur transaksi yang sudah selesai, tidak mengakui perubahan riil yang terjadi. Sebagai Riset / 1895 o o o o o o gantinya IFRS memberlakukan konsep fair value dengan keunggulan bahwa laporan keuangan menjadi lebih relevan untuk dasar pengambilan keputusan karena mencerminkan nilai pasar yang sebenarnya. Penyajian laporan keuangan, khususnya tentang penyajian hak minoritas sebagai bagian dari ekuitas perusahaan, dan tidak diakui adanya pos-pos luar biasa dalam laporan keuangan. Penggabungan usaha, khususnya tentang goodwill negatif yang langsung diakui dilaporan laba rugi tahun berjalan, dan penggunaan metode pembelian dalam penggabungan usaha. Penyajian laporan keuangan konsolidasi yang diperkenankannya penyajian laporan keuangan induk saja, tidak harus dikonsolidasi. Diperkenankannya mata uang selain mata uang fungsional (Rp) dalam penggunaan mata uang pelaporan. Persyaratan financial lease dalam akuntansi sewa guna usaha, yang lebih melihat substansi dibanding bentuk, pemindahan risiko, dan manfaat kepemilikan aktiva. Metode biaya persediaan, dengan tidak mengaku penggunaan metode LIFO (last in first out). Rencana penarikan PSAK 32 (Akuntansi Kehutanan), penarikan PSAK 35 (Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi) dan penarikan PSAK 37 (Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol). IAI selaku penyusun standar akuntansi di Indonesia juga tidak tinggal diam dalam menghadapi perubahan-perubahan yang turut berimplikasi kepada dunia akuntansi. Perubahan lingkungan global ini menuntut adanya transparansi di segala bidang. Salah satu prasarana penting untuk mewujudkan transparansi tersebut adalah standar akuntansi keuangan. Sebab, dengan standar yang baik laporan keuangan dapat lebih berguna, dapat diperbandingkan, dan tidak menyesatkan bagi para penggunanya. Oleh karena itu SAK terus disempurnakan agar sejalan dengan perkembangan dunia usaha. Konvergensi Standar Teori Akuntansi yang dilakukan di Indonesia: - Pada saat Konvensi Nasional Akuntansi V di Yogyakarta, akhir tahun 2004, isu ini sudah dibahas secara panjang dan hangat, tetapi DSAK belum dapat memutuskan dari kelima tingkatan di atas, tingkatan mana yang akan JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1267 – 2000 http://www.karyailmiah.polnes.ac.id - digunakan. Selain itu, kapan waktu untuk melaksanakan adopsi juga belum dapat ditentukan. Keputusan adopsi IFRS akan ditentukan pada tahun 2008. Keputusan yang diambil DSAK saat ini adalah mendekatkan PSAK dengan IAS/ IFRS. Untuk melakukan pendekatan ini, DSAK membuat dua strategi. Strategi pertama dilakukan secara selektif (strategi selektif). Strategi ini dilakukan dengan tiga target. Target pertama adalah mengidentifikasi standar-standar yang paling penting untuk diadopsi seluruhnya. Selain itu, pada target pertama ini juga sudah ditentukan batasan waktu tertentu dalam penerapan standar yang akan diadopsi. Target selanjutnya adalah melakukan adopsi standar-standar selebihnya yang belum diadopsi sambil merevisi standar yang telah ada. Ini berarti bahwa setelah target kedua selesai maka seluruh PSAK akan sesuai dengan IFRS. Untuk itu, target terakhir, yaitu melakukan konvergensi proses penyusunan standar dengan IASB. Untuk mencapai target-target tersebut, ada dua program kegiatan yang dilakukan DSAK. Pertama, melakukan pemetaan atau mapping terhadap IFRS/IAS yang belum diadopsi atau IFRS/IAS yang sudah direvisi oleh IASB tetapi belum direvisi di Indonesia. Strategi kedua DSAK adalah dengan melakukan dual standard. Strategi kedua ini dilakukan dengan menerjemahkan seluruh IFRS secara sekaligus dan menetapkan waktu penerapannya bagi listed companies. Sedangkan bagi non listed companies tetap menggunakan PSAK yang ada. Ada lima masalah yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan Konvergensi yaitu: 1. Konvergensi standar dan proses konvergensi itu sendiri. Hal ini perlu dipertimbangkan karena DSAK belum memutuskan kapan melakukan konvergensi 2. Ketersedian dana. Hal ini perlu dipertimbangkan mengingat standar yang akan diterjemahkan sangat banyak. Paling tidak ada 24 PSAK yang perlu direvisi (5 IFRS dan 19 IAS). Oleh karena itu, biaya yang dibutuhkan untuk menterjemahkan juga besar. 3. Ketersediaan sumber daya lain. Sumber daya lain, yang perlu disediakan terutama, sumber daya manusia. JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1816 – 2000 4. Ketentuan perundangan di Indonesia. Perundangan ini perlu dicermati karena bisa jadi aturan yang ada dalam IFRS tidak sesuai atau bertentangan dengan perundangan di Indonesia. 5. Sosialisasi standar dan peluang moral hazard. Program sosialisasi ini ditujukan kepada stakeholders, terutama manajemen dan auditor. sosialisasi ini untuk memberikan pemahaman dan juga mengurangi moral hazard dalam penyusunan laporan keuangan. KESIMPULAN Standar akuntansi tidak dapat dilepaskan dari pengaruh lingkungan dan kondisi hukum, sosial dan ekonomi suatu negara tertentu. Hal-hal tersebut menyebabkan suatu standar akuntansi di suatu negara berbeda dengan di negara lain. Globalisasi yang tampak antara lain dari kegiatan perdagangan antar negara serta munculnya perusahaan multinasional mengakibatkan timbulnya kebutuhan akan suatu standar akuntansi yang berlaku secara luas di seluruh dunia. Upaya mewujudkan satu standar akuntansi Internasional adalah dengan melakukan konvergensi. Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) di masing-masing negara menghadapi beberapa masalah sepeti penterjemahan standar internasional, ketdaksesuaian antara standar internasional dan hukum nasional, struktur dan kompleksitas standar internasional, frekuensi perubahan dan kompleksitas internasional, konvergensi standar internasional pada standar akuntansi indonesia. IAI melalui Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) melakukan proses konvergensi dengan melakukan penyesuaian terhadap Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang sudah ada. Untuk melakukan konvergensi ini, DSAK membuat strategi yang dilakukan secara selektif. DAFTAR PUSTAKA Financial Accounting Standards Board (1999), Summaries and Status of all FASB Statements, www.rutgers.edu/Accounting/raw/fasb/public/i ndex.html, September 1999. ______ (1999), International Accounting Standard Setting: A Vision for the Future-Report of the FASB , www.rutgers.edu/Accounting/raw/fasb , September 1999 Riset / 1896 International Accounting Standards Committee (1999), List of Current IASC Standards, www.iasc.org.uk/frame/cen2_1.htm Iqbal, M. Zafar, Trini U. Melcher dan Amin E. Elmallah (1997), InternationalAccounting : A Global Perspective, Cincinnati, Ohio: SouthWestern College Publishing Nobes, Christoper dan Robert Parker (1995), Comparative International Accounting, Edisi keempat, London: Prentice Hall International (UK) Limited Radebaugh, Lee H., dan Sidney J. Gray (1997), International Accounting and Multinational Enterprises, Edisi keempat, Toronto, Canada: John Wiley & Sons, Inc. Accounting Principles Board (APB) 1970. BasicConcepts and Accounting Principles UnderlyingFinancial Statements of Business Enterprises, APB Statement No 4. New York: AICPA. Baridwan, Zaki. Maret 1991. “Teori Akuntansi: Perkembangan dan Implikasinya terhadap Praktik Akuntansi”, Jurnal Akuntansi dan Manajemen STIE-YKPN. Brown, Victor H. 1987. “Accounting Standards: Their Economic and Social Consequences”. Dalam Robert Bloom dan Pieter T. Elgers. Issues in Accounting Policy: A Reader. New York: The Dryden Press, Chamber, Raymond J. July 1965 “Measurement in Current Accounting Practices”, The Accounting Review Financial Accounting Standards Board (FASB). 1978, 1980, 1984, 1985 Statement of FinancialAccounting Concept, No 1 – 6. Gerboth, Dale L., July 1973. “Research, Institution, and Politics in Accounting Inquiry”, The Accounting Review, pp. 481. Horngren, Charles T. 1973 “The Marketing of Accounting Standards”, Journal of Accountancy, October, pp. 61-66. Ikatan Akuntan Indonesia. Oktober 2004 Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta: Salemba Empat. Kam, Vernon. 1986. Accounting Theory, New York: John Wiley & Sons. Keslar, Linda. 1994, “U.S. Accounting: Creating an Uneven Playing Field”?. Dalam Stephen A. Zeff dan Bala G. Dharan, Readings and Notes on Financial Accounting: Issues and Controversies, 4th. New York: McGraw-Hill, Inc. Nobes, Christopher dan Parker, Robert. 1995, Comparative International Accounting, 4th. Riset / 1897 Hemel Hempstead: International (UK). Prentice-Hall Paton, William A. dan A.C. Littleton. 1940. “An Introduction to Corporate Accounting Standards”. American Accounting Association. Radebaugh, Lee H. Fall 1975 “Environmental Factors influencing the Development of Accounting Objectives, Standards, and Practices in Peru”, The International Journal of AccoutingEducation and Research. Solomons, David. 1986 “Making Accounting Policy: The Quest for Credibility in Financial Reporting”. New York: Oxford University Press. --------- November 1978 “The Politization of Accounting”, Journal of Accountancy, pp. 6575. Sunder, Shyam. 1988, “Political Economy of Accounting Standards”. Journal of Accounting Literature, Vol. 7. pp. 31-41. Suwardjono. 2005 Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan, Edisi ketiga, Yogjakarta: BPFE. Wolk, Harry I., Michael G. Tearney, dan James L. Dodd. 2001 Accounting Theory: A Conceptual and Institutional Approach, Cincinnati, Ohio: South-Westrn College Publishing. Zeff, Stephen A. 1994, The Rise of “Economic Consequences”. Dalam Stephen A. Zeff dan Bala G. Dharan, Readings and Notes on JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN, VOL. 9, NO. 2, NOPEMBER 2007: 4351Jurusan Ekonomi Akuntansi, Fakultas Ekonomi - Universitas Kristen Petra Financial Accounting: Issues and Controversies, 4th. New York: McGraw-Hill, Inc. --------- 1987 “Some Junctures in the Evolution of the Process of Establishing Accounting Principles in the U.S.A: 1917-1972”, Dalam Robert Bloom dan Pieter T. Elgers. Issues in Accounting Policy: A Reader. New York: The Dryden Press. Belkoui, A. R. (2000). Accounting Theory, Business Press, Thomson Learning, London, UK. American Accounting Association (1977). A Statement of Basic Accounting Theory (ASOBAT) FASB (1991). Original Pronouncements Accounting Standards. Vol. II. 1991/1992. Irwin, Honewood, Illinois, USA. JURNAL EKSIS Vol.7 No.2, Agustus 2011: 1267 – 2000