KONDISI PESISIR KABUPATEN TOLITOLI*) Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan PENDAHULUAN Penelitian kondisi perairan dan pulau di Kabupaten Tolitoli bertujuan untuk mengetahui karakteristik pulau dan perairannya dari sisi biotik dan abiotik. Dengan mengetaui karakter tersebut maka lebih lanjut dapat dilakukan identifikasi potensi dan dilakukaan penataan mengenai pemanfaatan hingga pengawasan sumberdaya laut dan pulau tersebut. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Tolitolidari tanggal 14 Desember 2005 hingga 20 Desember 2005 ini meliputi bidang-bidang: 1. Terumbu karang Penelitian mengenai terumbu karang ditujukan untuk mengetahui: - gambaran umum dan kondisi terumbu karang. Gambaran umum terumbu karang teridentifikasi melalui kegiatan transek karang yang dilakukan di bawah air dengan inventarisasi jenis terumbu karang, sebaran, hingga intensitas atau tingkat kerusakannya. - Bentuk-bentuk pemanfaatan terumbu karang. Bentuk-bentuk pemanfaatan terumbu karang terutama dalam kaitannya dengan potensi perikanan baik secara langsung maupun tidak langsung. Potensi perikanan secara langsung teridentifikasi dari intensitas ikan dan jenis-jenis ikannya (terutama ikan karang) sedangkan secara tidak langsung, terumbu karang sebagai habitat ikan-ikan kecil yang juga merupakan makanan bagi ikan-ikan pada tingkart tropik yang lebih tinggi mengindikasikan potensi ikan-ikan pelagis seperti komoditas ikan kembung, bobara, tuna dan sebagainya. Pemanfaatan langsung terumbu karang dilakukan oleh masyarakat melalui pengambilan pasir dan batu karang sebagai bahan bangunan dan souvenir. *) Draft Laporan 1 Lokasi penelitian adalah periaran sekitar Pulau Panjang, Perairan P. Lingayan, dan perairan sekitar Pulau Tiga Desa Kabetan. 2. Geologi Bidang geologi menganalisis kondisi eksisting daratan terutama pantai dilihat dari sisi geomorfologi. Proses-proses dan hasil proses alam di petakan dan dilakukan identifikasi tipe-tipe bentukan yang terbangun sebagai dampak dari adanya proses tersebut. Tipologi pantai sebagai salah satu luaran studi geologi wilayah pantai diharapkan hasilnya dapat digunakan dalam melakukan perencanaan pemanfaatan lahan ataupun perlindungan pantai yang dibutuhkan. Berbagai jenis material penyusun sejauh mungkin diidentifikasi sehingga dapat memberikan gambaran kondisi pantai bersangkutan dilihat dari sisi kekompakan batuan. Lokasi penelitian adalah P. Lingayan, P. Panjang, dan P. Kabetan. 3. Mangrove Penelitian mangrove dipusatkan pada identifikasi jenis dan kerapatan mangrove. Identifikasi jenis dilakukan melalui inventarisasi karakter daun, bunga, buah, batang, dan perakaran masing-masing individu pohon. Identifikasi kerapatan dilakukan dengan metode transek dan dengan alat kuadran. Lokasi penelitian adalah P. Lingayan, P. Panjang, dan P. Induk Langkide. 4. Lamun (sea grass) Penelitian lamun dilakukan dengan konsentrasi pada jenis dan kerapatan lamun. Lamun sangat berperan dalam breeding ikan. Semakin baik kondisi lamun suatu perairan, maka dapat dipastikan potensi perikanannya juga semakin baik, dari sisi kuantitas dan kualitas. Penelitian lamun dilakukan di P. Lingayan, P. Panjang, dan P. Kabetan. 2 5. Toponimi pulau Penelitian mengenai toponimi pulau ditujukan untuk melakukan inventarisasi nama-nama pulau kemudian melakukan pembakuan nama sehingga tidak menimbulkan kerancuan akan nama dan lokasi suatu pulau. Metode untuk memperoleh nama pulau adalah dengan wawancara, baik mengenai nama maupun sejarah pulau itu sendiri. Karakter pulau dideskripsi dari hasil pengawasan visual terhadap pulau. Lokasi absolut pulau diukur dengan GPS pada akurasi maksimal 10 meter. 3 II. HASIL PENELITIAN (FAKTA DAN ANALISA) Penelitian yang dilakuakan dalam kurun yang singkat ini banyak menggunakan metode cepat dalam identifikasi, seperti metode checklist, Rapid Reef Assesment, dan transek cepat. Laporan ini menyajikan gambaran awal hasil survei dari masing-masing bidang tersebut diatas dengan sajian ringkas dan analisis sementara. 1. Terumbu Karang Terumbu karang adalah ekosistem khas wilayah tropis yang mempunyai produktivitas tinggi. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis dimana secara ekologis terumbu karang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dan habitat bagi ikan-ikan berekonomis tinggi. Fungsi ekologis ini berhubungan erat dengan fungsi ekonomis dimana sebagian besar masyarat nelayan di Indonesia adalah nelayan wilayah pesisir yang wilayah penangkapannya berada di sekitar terumbu karang. Tujuan dan Sasaran Tujuan survey terumbu karang ini adalah untuk memberikan informasi kondisi terumbu karang yang outputnya dapat mendukung pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dalam kegiatan pemetaan geomorfologi pantai secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Mengetahui gambaran umum keadaan terumbu karang menggunakan metode survey cepat atau RRA (Reef Rapid Assesment). 2. Mengetahui kondisi secara lebih detil keadaan terumbu karang menggunakan metode transek garis (Line Intercept Transek). 4 Metoda Penelitian o Studi kepustakaan, meliputi kegiatan pengambilan data sekunder dari berbagai sumber, baik hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan maupun penelitian di luar lingkup Badan Riset Kelautan dan Perikanan. o Metode RRA, yaitu cara estimasi gambaran umum karang yang dilakukan dengan “snorkling” dan mengkelaskan karang menjadi 9 kategori. o Metode LIT, yaitu cara estimasi kondisi karang secara lebih detil yang dilakukan dengan penyelaman untuk memasang garis transek sepanjang 100 m sejajar pulau dan mengkelaskan karang dalam bentuk pertumbuhan (life forms) Hasil Sementara Survey Terumbu Karang Gambaran Umum Terumbu Daerah survey meliputi wilayah kepulauan di wilayah Teluk Dondo, Kabupaten Tolitoli, yang terdiri dari Pulau Lingayan, Pulau Dolangan/`Pulau Panjang dan Pulau Kabetan. Pulau-pulau tersebut tersebar mewakili pulau-pulau terluar yaitu Pulau Lingayan dan Pulau Panjang sedangkan pulau dalam teluk meliputi Pulau Tumpangan dan Kabetan. Hampir semua lokasi adalah pulau karang dan dikelingi oleh terumbu karang. Tipe terumbu umumnya karang tepi (fringing reef) beberapa diantaranya menyatu dengan terumbu daratan utama seperti di Pulau Panjang. Pertumbuhan karang sangat bagus pada sisi Utara dan Timur laut sampai timur pulau dan terbatas pada sisi barat dan selatan. Rataan terumbu cukup luas dengan panjang dari garis pantai mencapai 3000 – 4000 meter. Dasar terumbu pada umumnya patahan karang, pasir dan bongkahan-bongkahan (boulder) karang mati. Lereng terumbu relatih landai dan pada titik titik 5 tertentu sangat curam terutama pada sisi yang berhubungan dengan laut lepas. Karang hidup ditemukan mulai pada kedalaman 0,5 meter saat surut terendah dan mencapai kedalaman 25 – 30 meter. Sebaran karang hidup mulai ditemukan pada rataan terumbu (reef flate), tubir karang dan lereng terumbu, dengan pertumbuhan cukup bagus pada tubir dan rataan terumbu di belakang tubir. Pada rataan sampai belakang tubir lebih didominasi oleh karang massive dari genus Porites dan Lobophyllia, sedang pada tubir karang sampai kedalaman 5 – 7 meter banyak karang bercabang Acropora dan Porites nigrescen dan Porites Cylindrica. Pada kedalaman 10 meter umumnya patahan karang mati , bongkahan karang mati dan hamparan pasir. 40 35 Acropora Non Acropora Soft Coral Sponge Macro Algae Other Death Coral Ruble Sand 30 25 20 15 10 5 0 Lingayang Panjang Kabetan Gambar 1. Gambaran umum terumbu di perairan Kabupaten Tolitoli Gambar 1 di atas menunjukan persentase tutupan rata-rata masing-masing kategori bentuk meliputi faktor biotis dan abiotis. Faktor biotis terdiri dari Acropora, Non Acropora, Soft Coral, Sponge, Macro Algae dan Other (biota lainya). Sedangkan faktor abiotis terdiri dari Death Coral (karang mati), Ruble 6 (patahan karang mati) dan Sand (pasir/lumpur). Untuk kategori tutupan karang hidup (live coral) terdiri dari Acropora dan Non Acrpopora. Rata-rata tutupan terumbu pada setiap lokasi lebih didominasi oleh faktor abiotis mencapai di atas 50 %. Tutupan Makro Algae sangat jarang ditemukan, sedangkan biota-biota lain sangat jarang. Tutupan Soft Coral dan Sponge hanya berkisar antara 5 – 10 %. Tutupan karang hidup yang terdiri dari Acropora dan Non Acropora sangat rendah yaitu hanya mencapai ratarata di bawah 15 % dengan kondisi sangat buruk sekali. Biota lain yang umum ditemukan adalah kelompok bintang laut (Asteroide) dari genus Lynkia, hewan berduri (Echinodermata) dari genus Diadema dan Ascidian. Kondisi Terumbu Karang Penilaian kondisi terumbu karang dilakukan dengan pengukuran langsung melalui penyelaman. Analisa data langsung belum dapat dilakukan, karena perlu pengolahan lebih lanjut . FOTO-FOTO KEGIATAN Muhamad Abrar, S.Si Novi Susetyo Adi,S.T, M.Si S.Si 7 Karang lunak Ikan karang Karang lunak Karang batu bercabang b Bintang Laut (Lynkia) Karang Rusak (P.panjang) Karang Rusak (P.tumpangan) 2. Geologi Geomorfologi pantai adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk roman muka bumi wilayah pantai. Pemetaan geomorfologi pantai berarti mengumpulkan seluruh data yang tampak di lapangan baik itu bentukan morfologi pantai, material penyusun pantai, proses geomorfologi yang terjadi serta morfogenesa pantainya. Tujuan dan Sasaran Tujuan pemetaan geomorfologi pantai adalah untuk memberikan informasi geologi dan geomorfologi wilayah pesisir yang outputnya akan sangat mendukung dalam pemanfaatan dan pengelolaan wilayah pesisir. 8 Sedangkan sasaran yang ingin dicapai dalam kegiatan pemetaan geomorfologi pantai secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Mengetahui aspek morfologi pantai yang menyangkut jenis/tipologi pantai, kemiringan lereng pantai (beach slope), topografi pantai, relief pantai, lebar gisik, kemiringan dan topografi pesisir ke arah daratan. 2. Mengetahui aspek material penyusun pantai yang menyangkut litologi (batuan beku, sedimen dan metamorf) serta sedimen tak padu pinggir pantai. 3. Mengetahui proses geomorfologi pantai seperti proses pelapukan, erosi, abrasi, sedimentasi, dan gerakan massa. 4. Mengetahui genesis (asal pembentukan) pantai. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: Studi kepustakaan, meliputi kegiatan pengambilan data sekunder dari berbagai sumber, baik hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan maupun penelitian di luar lingkup Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Pekerjaan lapangan, meliputi pemetaan karakteristik, penentuan posisi (positioning) dengan menggunakan GPS (global positioning system), serta identifikasi megaskopis contoh batuan dan sedimen tak padu Hasil Sementara Pemetaan Geomorfologi Pantai Penelitian yang dilakukan berada pada wilayah Teluk Dondo, Kabupaten Tolitoli, dengan menekankan penelitian di wilayah kepulauan, yaitu Pulau Lingayan, Pulau Dolangan/ Pulau Panjang dan Pulau Kabetan. 9 Peta DEM wilayah Teluk Dondo, Kabupaten Tolitoli Shepard (1973) telah mengklasifikasikan wilayah pantai yang merupakan perpaduan dari berbagai klasifikasi yang telah dilakukan sebelumnya. Klasifikasi tersebut menekankan pada pentingnya kajian primary (berdasarkan proses geologi/non marine process) dan secondary (marine process). Berdasarkan hal tersebut dan melihat kenyataan dilapangan, maka wilayah penelitian dapat di klasifikasikan ke dalam tipe-tipe pantai sebagai berikut: a. Tipe Pantai Primer/Primary: - Rock Coast Tipe pantai berbatu/ rock coast merupakan pantai belum terubah yang terbentuk dari batuan yang memiliki resistansi tinggi seperti batuan granit. Tipe pantai ini terlihat berada di wilayah Pulau Lingayan dan Pulau Kabetan. Pantai ini dicirikan oleh hadirnya batuan sebagai batas pesisir dan seringkali memiliki kemiringann yang curam. 10 Pantai berbatu/rockcoast di Pulau Lingayan b. Tipe Pantai Sekunder/ Secondary - Pantai Berpasir/ sandy beach Pantai ini dicirikan oleh garis pantai yang memiliki kemiringan lereng landai – hingga sedang (kurang dari 6o-10o dengan material penyusun berupa pasir tak padu. Lebar paras pantai 10 – 19 m, sebagian tersingkap pula sebagai pantai kantung berpasir (sandy pocket beach). Morfologi pesisir berupa dataran pantai yang sempit, ditumbuhi vegetasi kelapa, pohon berukuran sedang dan semak belukar, sebagian dimanfaatkan penduduk sebagai lahan permukiman. Pantai berpasir ini terdapat di seluruh wilayah penelitian. Pantai berpasir di Pulau Lingayan 11 - Mangrove coastline Tipe pantai ini dicirikan dengan adanya hutan bakau yang berakar pada perairan yang dangkal. Tipe pantai seperti ini terdapat di wilayah Pulau Lingayan dan Pulau Kabetan. Pantai berpasir di Pulau Kabetan - Reef terrace-fossil reef Tipe pantai ini dicirikan dengan hadirnya terumbu karang yang membatasi wilayah pesisir. Secara genesanya, hal ini bisa diakibatkan oleh adanya proses pengangkatan (uplifted) formasi muda (tertiary) atau formasi yang lebih tua. Tipe pantai seperti ini terlihat berada di wilayah Pulau Dolangon/ Pulau Panjang. Pantai koral di Pulau Dolangon 12 Selanjutnya masing-masing tipe pantai tersebut akan dibahas lebih detail kemudian. Output yang dihasilkan dari kegiatan pemetaan geomorfologi pantai ini selanjutnya akan dituangkan dalam bentuk peta tematik berupa Peta Karakteristik Pantai dan dalam bentuk laporan. 3. Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Penelitian hutan mangrove di Kabupaten Tolitoli ditujukan untuk mengatahui struktur vegetasi dan zonasi hutan mangrove. Metode penelitian yang digunakan adalah survei dengan teknik pengambilan sampel melalui transek dan kuadran. Metode ini dapat secara cepat mengidentifikasi jenis-jenis dan kerapatan mangrove untuk dapat dilakukan zonasi. Survei hutan mangrove yang dilakukan di 3 (tiga) tempat tersebut diatas menghasilkan data mengenai jenis dan kerapatan mangrove di daerah penelitian. a. Pulau Lingayan Hutan mangrove di P. Lingayan menempati substrat pasir, cukup rapat sehingga transek dapat dilakukan, begitu pula dengan kuadran. Di lokasi ini ditemukan jenis-jenis mangrove: - Rhizophora mucronata (jenis yang dominant) - Sonneratia alba - Pandanus tectorius - Terminalia catappa - Barringtonia asiatica - Calophyllum inophyllum - Pongamia pinnata - Hibiscus tiliaceus - Clerodendrum inerme 13 - Scyphipora Hydrophyllacea - Avicenia alba - Avicenia marina Avicennia Alba Clerodendrum Inerme Pandanus Tectorius Rhizophora. M Scyphipora Hydrophyllacea Soneratia Alba b. Pulau Panjang Berbeda dengan P. Lingayan, P. Panjang mempunyai materi penyusun dominasi koral pasif dengan sedikit substrat pasir. Substrat pasir hanya melimpah pada daeraqh terbuka terhadap agensia air dan angin sehingga tidak memungkinkan terjadinya pertumbuhan dan perkembangan mangrove. Namun demikian, ditemukan cukup banyak jenis mangrove di lokasi ini, yaitu: 14 Nama Jenis Family Rhizophora mucronata Sonneratia alba Terminalia catappa Barringtonia asiatica Calophyllum inophyllum Pongamia pinnata Excoecaria agallocha Scaevola taccada Sesuvium portulacastrum Thespesia populnea Rhizophoraceae Sonneratiaceae Combretaceae Lecythidaceae Guttiferae Papilionaceae Euphorbiaceae Goodeniaceae Molluginaceae Malvaeae Hibiscus tiliaceus Heritiera littoralis Sentigi Clerodendrum inerme Malvaceae Sterculiacea Avicenia alba Bruguiera Aviceniaceae Rhizophoraceae Xylocarpus granatum Meliaceae Verbenaceae Soneratia alba yang tumbuh pada celah batuan koral masif c. Hutan mangrove yang paling lebat di pulau ini berspasi antar pohon mencapai 5-10 meter Pulau Induk Langkide Mangrove di Pulau Langkide berada pada substrat pasir yang berbatasan langsung dengan tebing bukit berbatuan granit sehingga substrat tersebut mempunyai ketebalan yang tipis. Meskipun mempunyai keragaman jenis yang cukup banyak, tetapi sebaran tidak merata dan kerapatan rendah menyebabkan tidak dapat dilakukannya transek. Jenis-jenis mangrove yang ditemukan adalah: 15 Nama Jenis Family Rhizophora mucronata Rhizophoraceae Sonneratia alba Pandanus tectorius Terminalia catappa Barringtonia asiatica Calophyllum inophyllum Pongamia pinnata Excoecaria agallocha Ipomoea pes-caprae Morinda citrifolia Sesuvium portulacastrum Sonneratiaceae Pandanaceae Combretaceae Lecythidaceae Guttiferae Papilionaceae Euphorbiaceae Convolvulaceae Rubiaceae Molluginaceae Thespesia populnea Hibiscus tiliaceus Heritiera littoralis Aegiceras floridum Clerodendrum inerme Avicenia alba Acrosticum specioum Xylocarpus granatum Malvaeae Malvaceae Sterculiacea Myrcinacea Verbenaceae Aviceniaceae Pteridaceae Meliaceae 4. Lamun (Seagrass) Survey ekosistem lamun dilakukan untuk mengetahui kondisi Lamun di Perairan Kabupaten Tolitoli terutama di perairan sekitar pulau- pulau kecil. Survey lapang dilakukan tanggal 16 – 19 Desember 2005 dengan lokasi di perairan Pulau Lingayan, Pulau Panjang dan Pulau Kabetan. Metode survey/ sampling menggunakan metode transek vertikal garis pantai, dan dengan kuadran sampling 50x 50 cm2 dengan lima kali ulangan. Hasil Survey 1. Pulau Lingayan Hasil survey ekosistem lamun di Pulau Lingayan yang berlokasi disebelah utara dan timur pulau menunjukkan bahwa : - Kondisi lamun di sebelah utara pulau termasuk dalam kondisi cukup bagus dengan tutupan rata- rata 60%, jenis lamun yang 16 ditemukan adalah Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii dan didominasi jenis Enhalus acoroides. Enhalus acoroides. - Kondisi lamun di sebelah Timur pulau termasuk dalam kondisi yang sudah mengalami kerusakan ditandai dengan tutupan ratarata 55%, jenis lamun yang ditemukan adalah Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii dan didominasi jenis Thalassia hemprichii. - Substrat dasar perairan terdiri dari pasir dan pasir berlumpur. Thalassia hemprichii. 2. Pulau Panjang Lokasi pengambilan sampel/ pengamatan di perairan sebelah barat dan timur pulau Panjang. - Kondisi lamun di perairan sebelah barat pulau Panjang termasuk masih bagus dengan tutupan rata- rata 70%, dan jenis yang ditemukan adalah Enhalus acoroides, Halophila ovalis, 17 Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii. Jenis lamun yang mendominasi di perairan sebelah barat pulau adalah jenis Enhalus acoroides. Enhalus acoroides. - Kondisi lamun di perairan sebelah timur pulau Panjang termasuk masih sangat bagus dengan tutupan rata- rata 85%, dan jenis yang ditemukan adalah Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii. Jenis lamun yang mendominasi di perairan sebelah barat pulau adalah jenis olehEnhalus acoroides. Enhalus acoroides. - Biota lain yang ditemukan di ekosistem lamun antara lain : Bintang laut, bintang ular laut kecil, bulu babi dan ikan- ikan kecil. - Substrat dasar perairan terdiri dari pasir dan pecahan batu, dan pasir dengan karang hidup kecil- kecil. 18 3. Pulau Kabetan Lokasi survey di perairan sebelah utara dan selatan Pulau - Kondisi lamun di perairan sebelah utara pulau termasuk sudah mengalami kerusakan ditandai dengan tutupan lamun hanya 35%, jenis lamun yang ditemukan terdiri dari Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii. Ekosistem lamun didominasi oleh jenis Enhalus acoroides. Enhalus acoroides. - Dari pengamatan dilapangan diketahui kondisi lamun di sebelah selatan Pulau Kabetan juga sudah mengalami kerusakan ditandai dengan prosentase tutupan lamun rata- rata hanya 25%, jenis lamun yang ditemukan terdiri dari Enhalus acoroides, Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii. Jenis lamun yang mendominasi jenis Thalassia hemprichii. - Jenis sibstrat perairan terdiri dari pasir dan karang hidup. Thalassia hemprichii 19 5. Toponimi Pulau Toponimi selain mengkaji tentang penamaan unsur-unsur geografi, dalam kajiannya juga menyelidik latar belakang kehidupan masyarakat penutur dilihat dari sisi fisik dan non fisik statu komunitas. Terlebih sebagai masyarakat gugus pulau dimana terjadi keragaman yang cukup tinggi dalam hal potensi fisik lingkungan tempat hidupnya dan social ekonomi serta latar sejarah yang berbeda akan mempunyai pengaruh berbeda pada penamaan unsur-unsur geografi dimaksud. Kondisi Fisik Pulau Terdapat dua macam bentukan pulau secara genetic di Kabupaten Tolitoli. Pulau-pulau terbentuk secara geologis melalui proses pengangkatan dan proses geomorfologis berupa pengendapan material. Pulau-pulau yang terbentuk oleh proses geologis berupa pengangkatan bermaterikan batuan keras dan massif dari jenis-jenis batuan granit dan koral yang masif. Pulaupulau berbatuan granit selain mempunyai materi penyusun yang keras, pelapukan secara fisik dan kimiawi pada periode lanjut menghasilkan tanahtanah regosol dengan kecukupan mineral sehingga mempunyai sifat agak subur. Vegetasi berbatang kayu keras dapat tumbuh dengan baik pada pulau dengan tingkat kesuburan seperti ini, sehingga banyak diantara pulau-pulau ini merupakan lahan perkebunan kelapa misalnya yang terdapat di P. Lingayan. 20 Gambar 1. Pulau Lingayan berbatuan granit yang terlapuk lanjut dan menghasilkan tanah cukup tebal Pulau lainnya hasil pengangkatan adalah pulau koral massif yang terangkat secara orogenetis sehingga memunculkan pulau-pulau berbatuan karang dengan topografi yang terjal. Koral massif yang terangkat dalam jangka ribuan tahun kemudian mengalami proses geomorfologi berupa abrasi dan korasi yang menghasilkan bentukan-bentukan pulau berdinding terjal dan cliff. Di beberapa tempat, kombinasi antara pengangkatan dan proses abrasi yang berlangsung secara terus menerus menghasilkan gerong-gerong laut (sea caves) pada tebing-tebing tepian pulau. Keras dan masifnya materi pembentuk pulau ini menyebabkan tanah yang terbentuk dari proses pedogenesa berupa tanah-tanah tipis yang tersebar secara tidak merata di permukaan pulau. Tipisnya lapisan tanah yang terbentuk hanya mampu menyangga kehidupan vegetasi-vegetasi perintis seperti sentigi, beringin, dan tumbuhan jenis perdu dan semak belukar. Daya dukung yang rendah terhadap kehidupan tersebut menyebabkan pulau-pulau dari hasil pengangkatan koral massif ini tidak dihuni oleh penduduk tetapi hanya menjadi lahan perkebunan atau dibiarkan tumbuh menjadi hutan alami dan selanjutnya menjadi habitat hewan-hewan migrasi. Pulau-pulau seperti P. Panjang, P. Tiga, dan P. Koko merupakan contoh dari pulau hasil pengangkatan koral massif ini. Gambar 2. Pulau Koko dari materi koral massif, terangkat dan terabrasi membentuk lereng terjal dan gerong laut 21 Proses geomorfologi berupa pengendapan pasir laut dan substrat karang membentuk gosong-gosong pasir atau dalam bahasa setempat disebut pasi. Pada awal perkembangannya, gosong pasir ini selalu berubah posisi sesuai dengan perubahan musim dan arah arus. Kestabilan kemudian tercapai setelah materi endapan tertumpuk dan menjadi padu secara kohesif dan adhesive sehingga terbentuk pulau. Pelapukan yang berlangsung atas pulau ini menyebabkan terbentuknya tanah-tanah regosol tebal dan cukup subur. Berbagai jenis vegetasi dapat tumbuh dan berkembang secara baik pada pulau ini, seperti dapat dijumpai di P. Buol, P. Bangko, dan P. Awo-awo. Kebanyakan dari vegetasi yang tumbuh adalah dari jenis-jenis mangrove dan cemara. Kondisi perairan mendukung sumberdaya pulau. Perairan yang berada pada dekat garis ekuator selalu mempunyai sinar matahari yang cukup sehingga mendukung pertumbuhan terumbu karang sebagai habitat ikan-ikan secara maksimal. Perairan Teluk Dondo dan sekitarnya mempunyai kelebihan ini sehingga potensi perikanannya cukup besar. Ikan-ikan pelagis banyak berenang dan muncul di permukaan sehingga menarik burung-burung untuk berebut mangsa ikan permukaan tersebut. Dari berbagai jenis burung tersebut, burung putih seukuran merpati adalah yang paling sering ditemui. Kondisi Sosial dan ekonomi Dari banyak pulau yang terdapat di Kabupaten Tolitolihanya sedikit yang dihuni yaitu P. Kabetan, P. Lingayan, P. Buol, P. Tumpangan, P. Sambujang, dan lain-lain. Kehidupan penduduk selain tergantung pada potensi pulau yang dimiliki juga menggantungkan hidup dari potensi sumberdaya perairan yang melingkupi tempat tinggalnya (pulau) terutama dari berbagai jenis sumberdaya ikan. utama dalam Hubungan social penduduk juga menjadi jembatan menopang kehidupan, yang dilakukan melalui kegiatan perdagangan antar pulau maupun antara masyarakat pulau dengan dengan pusat-pusat kegiatan dan perekonomian di daratan utama (Tolitoli). Terdapat dua pulau berpenduduk yang telah disurvei dari sisi kondisi social dan 22 ekonominya, yaitu Pulau Kabetan dan Pulau Lingayan. Uraian berikut menjelaskan secara singkat kondisi social dan ekonomi kedua pulau tersebut. 1) Pulau Kabetan Pulau Kabetan berpenduduk 722 jiwa ini terdiri dari dua dusun yaitu Labuan Soppe dan Butun. Sebagian besar penduduk tinggal di Dusun Butun yaitu sebanyak 420 jiwa. Penduduk Pulau Kabetan merupakan penduduk dengan mata pencaharian utama adalah sebagai nelayan, yaitu dari nelayan pancing dan nelayan pukat. Hasil utama dari kegiatan perikanan ini adalah jenis-jenis ikan katombo, bobara, sunu, layang-layang dan jenis-jenis ikan pelagis lainnya. Terdapat sekitar 20 pukat dari 20 kepala keluarga nelayan. Kegiatan ekonomi yang mendukung kehidupan masyarakat dalam pulau ini adalah perdagangan komoditas ikan keluar daerah (Kota Tolitoli) dan kioskios penyedia sembilan bahan pokok. Dari perdagangan ini hubungan rutin dengan masyarakat di daratan utara (Tolitoli) terjalin. Hampir setiap hari selalu ada transportasi ke atau dari Tolitoli yang membuka isolasi terhadap informasi dari luar. Komunikasi dalam masyarakat dijalin dengan bahasa daerah yang deibawa oleh pendahulu mereka dari latar belakang yang berbeda. Setidaknya terdapat masyarakat Bugis (dengan bahasa Bugis), masyarakat Mandar (dengan bahasa Mandar), masyarakat Bajo (dengan bahasa Bajo), masyarakat Buol (dengan bahsa Buol) dan masyarakat Mandar (dengan Bahasa Mandar ). Namun demikian, bahasa Bugis menjadi bahasa pengantar yang banyak digunakan. 2) Pulau Lingayan Masyarakat P. Lingayan merupakan bagian dari masyarakat yang lebih besar yaitu Desa Ogotua, sebagai satuan RW 03. Dari sekitar 200-an jiwa penduduk, semuanya adalah nelayan dengan komoditas ikan-ikan pelagis dan jenis-jenis tripang. Sebagian besar merupakan nelayan tradisional dengan alat tangkap sederhana. Usaha budidaya rumput laut dijalani oleh beberapa penduduk pulau. Menurut narasumber, usaha budidaya rumput laut ini telah dijalani sejak lama dan mengalami kejayaan pada era-era tahun 1990-an. 23 Dalam sejarah tutur masyarakat setempat, penduduk pertama pulau ini adalah bangsa Mangindanau yang berasal dari daratan Filipina bagian selatan. Hal ini dibuktikan oleh adanya penemuan kerangka dan ekofak oleh masyarakat setempat puluhan tahun lalu di dalam tanah pulau ini. Selayak rantai terputus dari suatu perjalanan sejarah, suku bangsa Bugis diceritakan sebagai penghuni pertama pulau ini yang dari keterangan nara sumber telah berjalan selama tiga generasi. Toponimi pulau-pulau Survei toponimi pulau-pulau di Kabupaten Tolitoli telah menemukan berbagai nama pulau dengan latar belakang penamaannya. Dari sekitar 43 pulau yang terdapat di Kabupaten Tolitoli, terdapat beberapa karakter penamaan pulau ditinjau dari kondisi-kondisi yang telah disebutkan sebelumnya (uraian kondisi pulau diatas). 1. Penamaan pulau berdasarkan potensi dan sumberdaya pulau Pulau-pulau diberi nama berdasarkan potensi yang dimiliki dan hewanhewan yang sering mendatangi pulau. Pulau-pulau dengan karakter ini yaitu: - Pulau Bangko: pulau yang banyak ditumbuhi Bakau (bangko adalah Bakau dalam bahasa setempat) - Pulau Poteang: pulau yang banyak di singgahi burung-burung dara putih. Poteang adalaha nama burung putih sebesar merpati yang dikenal oleh masyarakat Bajo. - Pulau Awo-awo: pulau yang banyak ditumbuhi pohon bambu. Awo-awo adalah nama lain dari bambu dalam bahasa Bugis. - Pulau Pamunukang: pulau tempat burung-burung, dalam bahasa Bugis. - Pulau Sambujang: nama pohon bergetah putih. - Pulau Koko: koko adalah nama lain dari ketam kenari dalam bahasa setempat. - dan lain-lain. 2. Penamaan pulau mengacu pada orang yang menempati pulau pertama kali 24 Nama orang digunakan untuk penyebutan nama pulau dilakukan untuk mengenang nenek moyang penghuni pertama pulau. - P. Induk Dimak: orang Bugis pertama yang tinggal di pulau. - P. Induk Langkide: orang Bugis pertama yang tinggal di pulau. 3. Penamaan pulau mengacu pada dimensi pulau dan posisi fisik Nama pulau didasarkan pada dimensi pulau meliputi ukuran pulau dan jumlah gugus. - Pulau Panjang: pulau yang bentuknya panjang - Pulau Tiga: pulau dengan gugus pulau tiga buah pulau kecil - Pulau Tenggelanga: pulau yang berada dibelakang pulau lain - Pulau Pulias: pulau yang tersembunyi 4. Penamaan pulau mengacu pada sejarah dan fungsi pulau di masa lalu Nama-nama dengan acuan sejarah dan fungsi pulau terdapat pada pulau-pulau: – Pulau Tumpangan: pulau yang digunakan untuk berteduh atau beristirahat orang-orang yang pergi mancing. – P. Kabetan: pulau yang digunakan untuk berlomba-lomba mencapainya. Dari kata Makabetang yang artinya berlomba (bahasa Bugis) – P. Makabalu: pulau dimana dimana pernah terjadi meninggalnya pengantin laki-laki yang baru menikah karena tertimpa pohon bakau. Makabalu artinya baru kawin. 5. Penamaan pulau mengacu pada sifat pulau Nama yang menunjuk pada sifat-sifat yang pernah melakat pada pulau, yaitu: - Pulau Salando: artinya cerdik - Pulau Boleh: artinya bodoh 25 TIM PENELITI 1. Novi Susetyo Adi (Terumbu Karang) 2. Muhammad Abrar (Terumbu Karang) 3. Hari Prihatno (Mangrove) 4. Triyono (Toponim dan geomorfologi) 5. Gunardi Kusumah (Geomorfologi) 6. Abdul Wakhid (lamun) 26