pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi, dan biaya

advertisement
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 6 No: 3 Tahun 2016)
PENGARUH KEADILAN, SISTEM PERPAJAKAN, DISKRIMINASI, DAN
BIAYA KEPATUHAN TERHADAP PERSEPSI WAJIB PAJAK
MENGENAI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK (TAX EVASION)
PADA KPP PRATAMA SINGARAJA
1
Putu Sariani, 1Made Arie Wahyuni, 2Ni Luh Gede Erni Sulindawati
Jurusan Akuntansi Program S1
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: {[email protected], [email protected],
[email protected]}@undiksha.ac.id
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris pengaruh
keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi, dan biaya kepatuhan terhadap persepsi wajib
pajak mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion). Penelitian ini merupakan
penelitian kuantitatif dengan menggunakan data primer yang diperoleh dari kuesioner
dan diukur dengan menggunakan skala likert. Metode pemilihan sampel dalam penelitian
ini menggunakan insidental sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Singaraja yang
berjumlah 100 orang. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier
berganda dengan menggunakan SPSS 17.0 for Windows.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa secara parsial keadilan dan sistem
perpajakan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai
etika penggelapan pajak (tax evasion), sedangkan diskriminasi dan biaya kepatuhan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika
penggelapan pajak (tax evasion). Secara simultan keadilan, sistem perpajakan,
diskriminasi, dan biaya kepatuhan berpengaruh signifikan terhadap persepsi wajib pajak
mengenai etika penggelapan pajak (tax evasion).
Kata Kunci: keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi, biaya kepatuhan, persepsi wajib
pajak mengenai etika penggelapan pajak.
Abstract
This research aimed to obtain empirical evidence about the effect of use of justice,
taxation system, discrimination, and cost of compliance on the taxpayer perceptions
about the ethics of tax evasion. This study was a quantitative research using primary data
obtained from questionnaire and measured with likert scale. The method of selecting the
sample in this study using insidental sampling. One hundred of the individual taxpayers
registered in KPP Pratama Singaraja were selected as the sample. The data were
analyzed by using multiple linear regression analysis supported by SPSS 17.0 for
Windows.
The results showed that partially there was negative and significant effect of justice
and taxation system on the taxpayer perceptions about the ethics of tax evasion, while
there was positive and significant effect of discrimination and cost of compliance on the
taxpayer perceptions about the ethics of tax evasion. Simultaneously there were
significant effect of justice, taxation system, discrimination, and cost of compliance on the
taxpayer perceptions about the ethics of tax evasion.
Keywords: justice, taxation system, discrimination, cost of compliance, taxpayer
perceptions about the ethics of tax evasion.
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 6 No: 3 Tahun 2016)
PENDAHULUAN
Pajak merupakan sumber pendapatan
negara
yang
sangat
penting
bagi
pelaksanaan
dan
peningkatan
pembangunan nasional untuk mencapai
kemakmuran
dan
kesejahteraan
masyarakat. Menurut Mardiasmo (2009:2),
pajak diartikan sebagai pungutan yang
dilakukan oleh negara kepada warga
negaranya berdasarkan undang-undang,
dimana atas pungutan tersebut negara
tidak memberikan kontraprestasi langsung
kepada warga negaranya. Dominasi pajak
dalam penerimaan negara harus disambut
baik, karena melalui pajak kemandirian
negara dalam membiayai pembangunan
dan pemerintahannya diharapkan dapat
tercapai. Segala biaya pembangunan dan
pengembangan yang dilakukan oleh negara
berasal dari masyarakat sendiri, bukan dari
bantuan negara lain.
Keadaan ini
berdampak pada kemandirian negara yang
lebih
kuat
sehingga
negara
tidak
bergantung pada negara lain dalam
pembiayaan
pembangunan
dalam
negaranya. Hal ini menunjukkan bahwa
pajak memiliki peran strategis sehingga
layak mendapatkan perhatian penting dari
pemerintah. Seiring berkembangnya jaman,
perubahan peraturan dan perundangundangan perpajakan, perbaikan sistem
perpajakan serta perbaikan pelayanan
senantiasa dilakukan oleh pemerintah
sebagai pihak pemungut pajak.
Salah satu instansi terkait yang
berperan penting dalam menghimpun pajak
pusat masyarakat adalah Kantor Pelayanan
Pajak (KPP). KPP berperan penting dalam
memberikan pelayanan pajak kepada wajib
pajak yang membutuhkan bantuan jika
terjadi suatu masalah dalam proses
menghitung, menyetor, dan melaporkan
pajak terutangnya. KPP mengupayakan
pelaksanaan semua ketentuan dan aturan
yang telah ditetapkan atau diinstruksikan
oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan
efektif, antara lain dengan penyediaan
beberapa
fasilitas-fasilitas
untuk
mempermudah wajib pajak dalam urusan
perpajakannya
khususnya
urusan
penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan. SPT merupakan bahan masukan
pelaporan kepada pemerintah mengenai
penerimaan negara khususnya dari sektor
pajak. Menurut Mardiasmo (2011:31), SPT
adalah surat yang oleh wajib pajak
digunakan untuk melakukan perhitungan
dan pembayaran pajak yang terutang
menurut ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Berikut ini
merupakan data pelaporan SPT Tahunan
wajib pajak orang pribadi yang dilaporkan
ke KPP Pratama Singaraja.
Tabel 1. Pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun 2011-2015 kepada KPP
Pratama Singaraja
Wajib Pajak Terdaftar
Realisasi SPT
Wajib SPT (Orang)
(Orang)
2011
41.484
26.220
2012
44.097
29.656
2013
44.257
29.925
2014
41.732
28.516
2015
47.528
24.031
Sumber: KPP Pratama Singaraja, Tahun 2011-2015
Tahun
Data pada Tabel 1 menunjukkan
bahwa terjadi penurunan pada jumlah
penerimaan SPT tahunan wajib pajak orang
pribadi pada tahun 2015. Apabila dibedah
lebih lanjut, kontribusi wajib pajak dalam
upaya peningkatan penerimaan negara dari
sektor pajak erat kaitannya dengan
masalah kepatuhan. Menurut Siahaan
Rasio
Kepatuhan (%)
63
67
68
68
51
Rasio
Ketidakpatuhan (%)
37
33
32
32
49
(2010), wajib pajak yang mengelak dari
kewajiban
membayar
pajak
yang
sesungguhnya bagian dari perbuatan
melanggar
undang-undang
pajak
merupakan bentuk penggelapan pajak (tax
evasion). Bentuk tax evasion yang lebih
parah adalah apabila Wajib Pajak sama
sekali tidak melaporkan penghasilannya.
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 6 No: 3 Tahun 2016)
Menurut McGee (2006), penggelapan pajak
dianggap suatu hal yang etis dikarenakan
oleh minimnya keadilan dalam penggunaan
uang yang bersumber dari pajak, korupsi,
dan tidak mendapat imbalan/pengaruh atas
pajak yang telah dibayarkan, yang
berakibat kurangnya tingkat kepatuhan
wajib pajak dan menimbulkan krisis
kepercayaan masyarakat kepada institusi
terkait dalam membayarkan pajaknya.
Menurut Izza (2008), adanya perlakuan tax
evasion dipengaruhi oleh berbagai hal
seperti tarif pajak terlalu tinggi, kurang
informasinya fiskus kepada Wajib Pajak
tentang hak dan kewajibannya dalam
membayar pajak, kurangnya ketegasan
pemerintah dalam menanggapi kecurangan
dalam pembayaran pajak sehingga Wajib
Pajak
mempunyai
peluang
untuk
melakukan tax evasion.
Menurut Mardiasmo (2009), sesuai
dengan tujuan hukum untuk mencapai
keadilan, maka undang-undang dan
pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil
dalam
perundang-undangan
yang
dimaksud adalah mengenakan pajak
secara
umum
dan
merata,
serta
disesuaikan dengan kemampuan masingmasing.
Sedangkan,
adil
dalam
pelaksanaannya adalah memberikan hak
kepada wajib pajak untuk mengajukan
keberatan, penundaan dalam pembayaran
dan mengajukan banding kepada Majelis
Pertimbangan Pajak. Pentingnya keadilan
bagi
seseorang
termasuk
dalam
pembayaran
pajak
juga
akan
mempengaruhi sikap mereka dalam
melakukan
pembayaran
pajak.
Jika
semakin rendahnya keadilan yang berlaku
menurut pesepsi seorang wajib pajak, maka
tingkat kepatuhannya akan semakin
menurun.
Pada hubungan keadilan dengan
persepsi wajib pajak mengenai etika
penggelapan pajak (tax evasion), peneliti
mengacu pada penelitian yang dilakukan
oleh Kurniawati dan Toly (2014), yang
menunjukkan bahwa keadilan berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap persepsi
wajib pajak mengenai etika penggelapan
pajak (tax evasion). Jika keadilan semakin
tinggi, maka persepsi wajib pajak mengenai
etika penggelapan pajak (tax evasion)
semakin rendah. Berdasarkan uraian
tersebut, maka peneliti mengambil hipotesis
pertama:
H1: keadilan berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap persepsi wajib pajak
mengenai etika penggelapan pajak (tax
evasion).
Menurut Siahaan (2010), pembinaan
Wajib Pajak dilakukan melalui berbagai
upaya, antara lain pemberian penyuluhan
pengetahuan perpajakan, baik melalui
media
massa
maupun
penerangan
langsung kepada masyarakat. Sistem
perpajakan yang sudah ada dan diterapkan
selama ini menjadi acuan oleh Wajib Pajak
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Apabila sistem yang ada dirasa sudah
cukup
baik
dan
sesuai
dalam
penerapannya, maka Wajib Pajak akan
memberikan respon yang baik dan taat
pada sistem yang ada dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya, tetapi jika hal
sebaliknya yang terjadi karena Wajib Pajak
merasa bahwa sistem pajak yang ada
belum cukup baik mengakomodir segala
kepentingannya, maka Wajib Pajak akan
menurunkan tingkat kepatuhan atau
menghindar dari kewajiban perpajakannya.
Pada hubungan sistem perpajakan
dengan persepsi wajib pajak mengenai
etika penggelapan pajak (tax evasion),
peneliti mengacu pada penelitian yang
dilakukan oleh Wicaksono (2014), yang
menunjukkan bahwa sistem perpajakan
berpengaruh
negatif
dan
signifikan
terhadap persepsi wajib pajak mengenai
etika penggelapan pajak (tax evasion). Jika
sistem perpajakan semakin tinggi, maka
persepsi wajib pajak mengenai etika
penggelapan pajak (tax evasion) semakin
rendah. Berdasarkan uraian tersebut, maka
peneliti mengambil hipotesis kedua:
H2: sistem perpajakan berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap persepsi wajib
pajak mengenai etika penggelapan pajak
(tax evasion).
Berdasarkan Undang-undang No. 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 1 ayat (3), diskriminasi adalah setiap
pembatasan, pelecehan, atau pengucilan
yang langsung ataupun tidak langsung
didasarkan perbedaan manusia atas dasar
agama, suku, ras, etnik, kelompok,
golongan, status sosial, status ekonomi,
jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 6 No: 3 Tahun 2016)
politik, yang berakibat pengangguran,
penyimpangan
atau
penghapusan
pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan
hak asasi manusia dan kebebasan dasar
dalam kehidupan, baik individual maupun
kolektif dalam bidang politik, ekonomi,
hukum, sosial, budaya, dan aspek
kehidupan yang lain. Perilaku diskriminasi
dalam hal perpajakan ini merupakan
tindakan yang menyebabkan keengganan
Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Jika semakin tinggi tingkat
diskriminasi dalam perpajakan, maka
perilaku penggelapan pajak cenderung
dianggap sebagai perilaku yang etis.
Pada hubungan diskriminasi dengan
persepsi wajib pajak mengenai etika
penggelapan pajak (tax evasion), peneliti
mengacu pada penelitian yang dilakukan
oleh Rahman (2013), yang menunjukkan
bahwa
diskriminasial
akuntansi
berpengaruh signifikan positif terhadap
persepsi wajib pajak mengenai etika
penggelapan pajak (tax evasion). Jika
diskriminasi semakin tinggi, maka persepsi
wajib pajak mengenai etika penggelapan
pajak (tax evasion) juga semakin tinggi.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti
mengambil hipotesis ketiga:
H3: diskriminasi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap persepsi wajib pajak
mengenai etika penggelapan pajak (tax
evasion).
Menurut Organisation for Economic
Cooperation and Development (2004),
semakin besar biaya kepatuhan yang
dikorbankan oleh wajib pajak, maka wajib
pajak akan cenderung melakukan tindakan
ketidakpatuhan terhadap pajak seperti
menggelapkan pajak atau menghindari
pajak. Apabila teori Planned Behavior
dikaitkan dengan faktor biaya kepatuhan,
maka seorang individu yang menanggung
biaya
kepatuhan
yang
besar
dan
memberatkan akan cenderung melakukan
penggelapan pajak. Sebaliknya, apabila
biaya kepatuhan tidak terlalu memberatkan,
maka individu akan cenderung menghindari
penggelapan pajak.
Pada hubungan biaya kepatuhan
dengan persepsi wajib pajak mengenai
etika penggelapan pajak (tax evasion),
peneliti mengacu pada penelitian yang
dilakukan oleh Kurniawati dan Toly (2014),
yang menunjukkan bahwa biaya kepatuhan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
persepsi wajib pajak mengenai etika
penggelapan pajak (tax evasion). Jika biaya
kepatuhan semakin tinggi, maka persepsi
wajib pajak mengenai etika penggelapan
pajak (tax evasion) juga semakin tinggi.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti
mengambil hipotesis keempat:
H4: biaya kepatuhan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap persepsi wajib
pajak mengenai etika penggelapan pajak
(tax evasion).
Berdasarkan uraian tersebut, maka
peneliti mengambil hipotesis kelima:
H5:
keadilan,
sistem
perpajakan,
diskriminasi,
dan
biaya
kepatuhan
berpengaruh signifikan terhadap persepsi
wajib pajak mengenai etika penggelapan
pajak (tax evasion).
METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada KPP
Pratama Singaraja. Rancangan penelitian
ini menggunakan penelitian kuantitatif.
Variabel bebas pada penelitian ini adalah
keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi,
dan biaya kepatuhan. Sedangkan, variabel
terikat dalam penelitian ini adalah persepsi
wajib pajak mengenai etika penggelapan
pajak (tax evasion).
Populasi dalam penelitian ini adalah
wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di
KPP Pratama Singaraja sebanyak 47.528
orang. Pengambilan sampel menggunakan
rumus Slovin (dalam Sugiyono, 2013)
diperoleh jumlah minimal sampel wajib
pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP
Pratama Singaraja sebanyak 100 orang.
Metode pemilihan sampel menggunakan
insidental sampling, yaitu siapa yang secara
kebetulan
bertemu
dengan
peneliti
digunakan sebagai sampel serta cocok
sebagai sumber data.
Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik kuesioner. Skala yang digunakan
dalam penyusunan kuesioner penelitian ini
adalah skala likert. Analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis regresi linier berganda dengan uji
asumsi klasik yang terdiri dari (1) uji
normalitas, (2) uji multikolinearitas, dan (3)
uji heteroskedastisitas.
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 6 No: 3 Tahun 2016)
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Pada Tabel 2 hasil uji normalitas data
menggunakan
statistik
KolmogiorovSmirnov menunjukkan bahwa nilai Asymp.
Sig. (2-tailed) sebesar 0,146. Nilai tersebut
lebih besar dari 0,05. Berdasarkan kriteria
uji normalitas, data berdistribusi normal jika
nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih besar dari
0,05. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran
data
keadilan,
sistem
perpajakan,
diskriminasi, biaya kepatuhan, dan persepsi
wajib pajak mengenai etika penggelapan
pajak (tax evasion) berdistribusi normal.
Tabel 2. Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N
Normal Parametersa,b
Most Extreme Differences
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Sumber: data diolah (2016)
Pada Tabel 3 hasil pengujian
multikolinieritas
mengunakan Variance
Inflation Factor (VIF) menunjukkan nilai VIF
dari masing-masing variabel bebas lebih
kecil dari 10 dan nilai tolerance lebih besar
Unstandardized Residual
100
0,0000000
1,76649496
0,114
0,114
-0,100
1,144
0,146
dari 0,1. Berdasarkan nilai VIF dan
tolerance, korelasi di antara variabel bebas
dapat dikatakan mempunyai korelasi yang
lemah. Dengan demikian tidak terjadi
multikolinearitas pada model regresi linier.
Tabel 3. Hasil Uji Multikolineritas
Model
Keadilan
Sistem perpajakan
Diskriminasi
Biaya kepatuhan
Sumber: data diolah (2016)
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
0,272
3,682
0,414
2,418
0,313
3,199
0,565
1,771
Hasil pengujian heteroskedastisitas
menggunakan grafik scatterplot ditunjukkan
Gambar 1.
Gambar 1. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Keterangan
Tidak ada multikolinieritas
Tidak ada multikolinieritas
Tidak ada multikolinieritas
Tidak ada multikolinieritas
Pada Gambar 1 penyebaran titik-titik
yang ditimbulkan terbentuk secara acak,
tidak membentuk sebuah pola tertentu serta
arah penyebarannya berada di atas
maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y.
Dengan demikian, tidak ditemukannya
heteroskedastisitas pada model regresi.
Uji hipotesis menggunakan analisis
regresi linier berganda. Pengaruh keadilan,
sistem perpajakan, diskriminasi, biaya
kepatuhan terhadap persepsi wajib pajak
mengenai etika penggelapan pajak (tax
evasion) secara parsial disajikan pada
Tabel 4.
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 6 No: 3 Tahun 2016)
Tabel 4. Hasil Uji t
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
1
(Constant)
34,992
5,605
X1
-0,342
0,119
X2
-0,301
0,092
X3
0,307
0,140
X4
0,284
0,102
Sumber: data diolah (2016)
Standardized
Coefficients
Beta
Model
-0,295
-0,272
0,210
0,199
t
Sig.
6,243
-2,876
-3,266
2,194
2,802
0,000
0,005
0,002
0,031
0,006
0,031. Nilai signifikansi lebih kecil dari α
= 0,05, maka diskriminasi berpengaruh
signifikan terhadap persepsi wajib pajak
mengenai etika penggelapan pajak.
Sedangkan, nilai koefisien regresi yang
positif menunjukkan bahwa diskriminasi
berpengaruh positif terhadap persepsi
wajib
pajak
mengenai
etika
penggelapan pajak. Jadi, diskriminasi
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap persepsi wajib pajak mengenai
etika penggelapan pajak.
4. Variabel biaya kepatuhan memiliki
koefisien regresi 0,284 dengan nilai
signifikansi 0,006. Nilai signifikansi lebih
kecil dari α = 0,05, maka dapat
dinyatakan bahwa biaya kepatuhan
berpengaruh
signifikan
terhadap
persepsi wajib pajak mengenai etika
penggelapan pajak. Sedangkan, nilai
koefisien
regresi
yang
positif
menunjukkan bahwa biaya kepatuhan
berpengaruh positif terhadap persepsi
wajib
pajak
mengenai
etika
penggelapan
pajak.
Jadi,
biaya
kepatuhan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap persepsi wajib pajak
mengenai etika penggelapan pajak.
Hasil analisis pengaruh keadilan,
sistem perpajakan, diskriminasi, dan biaya
kepatuhan terhadap persepsi wajib pajak
mengenai etika penggelapan pajak secara
simultan tampak pada Tabel 5.
Berdasarkan hasil uji t pada Tabel 4
dapat diinterpretasikan sebagai berikut.
1. Variabel keadilan memiliki koefisien
regresi -0,342 dengan nilai signifikansi
0,005. Nilai signifikansi lebih kecil dari α
= 0,05, maka keadilan berpengaruh
signifikan terhadap persepsi wajib pajak
mengenai etika penggelapan pajak.
Sedangkan, nilai koefisien regresi yang
negatif menunjukkan bahwa keadilan
berpengaruh negatif terhadap persepsi
wajib
pajak
mengenai
etika
penggelapan pajak. Jadi, keadilan
berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap persepsi wajib pajak mengenai
etika penggelapan pajak.
2. Variabel sistem perpajakan memiliki
koefisien regresi -0,301 dengan nilai
signifikansi 0,002. Nilai signifikansi lebih
kecil dari α = 0,05, maka sistem
perpajakan
berpengaruh
signifikan
terhadap persepsi wajib pajak mengenai
etika penggelapan pajak. Sedangkan,
nilai koefisien regresi yang negatif
menunjukkan bahwa sistem perpajakan
berpengaruh negatif terhadap persepsi
wajib
pajak
mengenai
etika
penggelapan pajak. Jadi, sistem
perpajakan berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap persepsi wajib pajak
mengenai etika penggelapan pajak.
3. Variabel diskriminasi memiliki koefisien
regresi 0,307 dengan nilai signifikansi
Tabel 5. Hasil Uji F
Model
Sum of Squares
Regression
827,430
Residual
308,930
Total
1136,360
Sumber: data diolah (2016)
1
df
4
95
99
Mean Square
206,858
3,252
F
63,611
Sig.
0,000
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 6 No: 3 Tahun 2016)
Berdasarkan Tabel 5 ditunjukkan
bahwa nilai F sebesar 63,611 dengan nilai
signifikansi 0,000. Nilai signifikansi 0,000
lebih kecil dari 0,05, sehingga H5 diterima.
Jadi, secara simultan keadilan, sistem
perpajakan,
diskriminasi,
dan
biaya
kepatuhan berpengaruh signifikan terhadap
persepsi wajib pajak mengenai etika
penggelapan pajak (tax evasion).
PEMBAHASAN
Pengaruh Keadilan Terhadap Persepsi
Wajib
Pajak
Mengenai
Etika
Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Hasil
pengujian
hipotesis
H1
mengenai pengaruh keadilan terhadap
persepsi wajib pajak mengenai etika
penggelapan
pajak
(tax
evasion)
menunjukkan nilai t sebesar -2,876 dengan
nilai signifikansi sebesar 0,005. Oleh karena
itu, hipotesis H1 dalam penelitian ini
diterima.
Berdasarkan hasil analisis regresi
linier berganda, maka dapat diketahui
bahwa keadilan berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap persepsi wajib pajak
mengenai etika penggelapan pajak (tax
evasion). Menurut Mardiasmo (2009),
sesuai dengan tujuan hukum untuk
mencapai keadilan, maka undang-undang
dan pelaksanaan pemungutan harus adil.
Adil
dalam
perundang-undang
yang
dimaksud adalah mengenakan pajak
secara
umum
dan
merata,
serta
disesuaikan dengan kemampuan masingmasing.
Sedangkan,
adil
dalam
pelaksanaannya adalah memberikan hak
kepada wajib pajak untuk mengajukan
keberatan, penundaan dalam pembayaran
dan mengajukan banding kepada Majelis
Pertimbangan Pajak. Pentingnya keadilan
bagi
seseorang
termasuk
dalam
pembayaran
pajak
juga
akan
mempengaruhi sikap mereka dalam
melakukan
pembayaran
pajak.
Jika
semakin rendahnya keadilan yang berlaku
menurut pesepsi seorang wajib pajak, maka
tingkat kepatuhannya akan semakin
menurun
hal
ini
berarti
bahwa
kecenderungannya
untuk
melakukan
penggelapan pajak akan semakin tinggi.
Penelitian
sebelumnya
yang
mendukung penelitian ini dilakukan oleh
Kurniawati dan
Toly (2014),
yang
menunjukkan bahwa keadilan berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap persepsi
penggelapan pajak. Hasil yang berbeda
ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan
oleh Indriyani (2016), yang menemukan
bahwa keadilan tidak berpengaruh terhadap
persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi
mengenai perilaku tax evasion.
Pengaruh Sistem Perpajakan Terhadap
Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika
Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Hasil
pengujian
hipotesis
H2
mengenai pengaruh sistem perpajakan
terhadap persepsi wajib pajak mengenai
etika penggelapan pajak (tax evasion)
menunjukkan nilai t sebesar -3,266 dengan
nilai signifikansi sebesar 0,002. Oleh karena
itu, hipotesis H2 dalam penelitian ini
diterima.
Berdasarkan hasil analisis regresi
linier berganda, maka dapat diketahui
bahwa sistem perpajakan berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap persepsi
wajib pajak mengenai etika penggelapan
pajak (tax evasion). Menurut Siahaan
(2010), pembinaan Wajib Pajak dilakukan
melalui berbagai upaya, antara lain
pemberian
penyuluhan
pengetahuan
perpajakan, baik melalui media massa
maupun penerangan langsung kepada
masyarakat. Sistem perpajakan yang sudah
ada dan diterapkan selama ini menjadi
acuan oleh Wajib Pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya. Apabila sistem
yang ada dirasa sudah cukup baik dan
sesuai dalam penerapannya, maka Wajib
Pajak akan memberikan respon yang baik
dan taat pada sistem yang ada dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya, tetapi
jika hal sebaliknya yang terjadi karena
Wajib Pajak merasa bahwa sistem pajak
yang ada belum cukup baik mengakomodir
segala kepentingannya, maka Wajib Pajak
akan menurunkan tingkat kepatuhan atau
menghindar dari kewajiban perpajakannya.
Pengelolaan uang pajak yang dapat
dipertanggungjawabkan, petugas pajak
yang kompeten dan tidak korup, dan juga
prosedur perpajakan yang tidak berbelitbelit akan membuat Wajib Pajak enggan
untuk menggelapkan pajak. Namun, apabila
pengelolaan uang pajak tidak jelas,
ditambah lagi petugas pajaknya justru
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 6 No: 3 Tahun 2016)
mengkorupsi uang pajak, maka para wajib
pajak
enggan
untuk
melaporkan
kewajibannya dengan jujur, mereka akan
cenderung untuk menggelapkan pajak. Jika
semakin rendahnya sistem pajak yang
berlaku menurut pesepsi seorang wajib
pajak, maka tingkat kepatuhannya akan
semakin menurun. Hal ini berarti bahwa
kecenderungannya
untuk
melakukan
penghindaran pajak akan semakin tinggi,
karena dia merasa bahwa sistem pajak
yang ada belum cukup baik mengakomodir
segala kepentingannya.
Penelitian
sebelumnya
yang
mendukung penelitian ini dilakukan oleh
Wicaksono (2014), yang menunjukkan
bahwa sistem perpajakan berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap persepsi
etis penggelapan pajak. Hasil yang berbeda
ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan
oleh Ardian (2014), yang menemukan
bahwa sistem perpajakan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap persepsi etis
penggelapan pajak.
hak asasi manusia dan kebebasan dasar
dalam kehidupan, baik individual maupun
kolektif dalam bidang politik, ekonomi,
hukum, sosial, budaya, dan aspek
kehidupan yang lain. Perilaku diskriminasi
dalam hal perpajakan ini merupakan
tindakan yang menyebabkan keengganan
Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Jika semakin tinggi tingkat
diskriminasi dalam perpajakan, maka
perilaku penggelapan pajak cenderung
dianggap sebagai perilaku yang etis.
Penelitian
sebelumnya
yang
mendukung penelitian ini dilakukan oleh
Rahman (2013), yang menunjukkan bahwa
diskriminasi
berpengaruh
postif
dan
signifikan terhadap persepsi wajib pajak
mengenai etika penggelapan pajak. Hasil
yang berbeda ditunjukkan pada penelitian
yang dilakukan oleh Marlina (2014), yang
menemukan bahwa diskriminasi tidak
berpengaruh signifikan terhadap persepsi
wajib pajak mengenai etika penggelapan
pajak.
Pengaruh
Diskriminasi
Terhadap
Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika
Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Hasil
pengujian
hipotesis
H3
mengenai pengaruh diskriminasi terhadap
persepsi wajib pajak mengenai etika
penggelapan
pajak
(tax
evasion)
menunjukkan nilai t sebesar 2,194 dengan
nilai signifikansi sebesar 0,031. Oleh karena
itu, hipotesis H3 dalam penelitian ini
diterima.
Berdasarkan hasil analisis regresi
linier berganda, maka dapat diketahui
bahwa diskriminasi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap persepsi wajib pajak
mengenai etika penggelapan pajak (tax
evasion). Berdasarkan Undang-undang No.
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 1 ayat (3), UU tersebut menyatakan
bahwa
diskriminasi
adalah
setiap
pembatasan, pelecehan, atau pengucilan
yang langsung ataupun tidak langsung
didasarkan perbedaan manusia atas dasar
agama, suku, ras, etnik, kelompok,
golongan, status sosial, status ekonomi,
jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan
politik, yang berakibat pengangguran,
penyimpangan
atau
penghapusan
pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan
Pengaruh Biaya Kepatuhan Terhadap
Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika
Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Hasil
pengujian
hipotesis
H4
mengenai pengaruh biaya kepatuhan
terhadap persepsi wajib pajak mengenai
etika penggelapan pajak (tax evasion)
menunjukkan nilai t sebesar 2,802 dengan
nilai signifikansi sebesar 0,006. Oleh karena
itu, hipotesis H4 dalam penelitian ini
diterima.
Berdasarkan hasil analisis regresi
linier berganda, maka dapat diketahui
bahwa biaya kepatuhan berpengaruh positif
dan signifikan terhadap persepsi wajib
pajak mengenai etika penggelapan pajak
(tax evasion). Menurut Siehl (2010), ada
berbagai alasan untuk menggelapkan pajak
dan menghindari pajak. Alasan seseorang
melakukan tindakan tersebut terbagi dalam
dua kategori. Kategori pertama terdiri faktor
yang
berpengaruh
negatif
terhadap
kepatuhan wajib pajak dengan undangundang pajak. Faktor-faktor ini dapat
digolongkan menjadi beberapa hal, yaitu
kemauan rendah untuk membayar pajak
(low tax morale) dan biaya tinggi untuk
mematuhi undang- undang pajak (high
compliance cost). Kategori kedua penyebab
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 6 No: 3 Tahun 2016)
timbulnya penggelapan pajak adalah
rendahnya kemampuan administrasi pajak
dan pengadilan fiskal untuk menegakkan
kewajiban pajak. Menurut Organisation for
Economic Cooperation and Development
(2004), semakin besar biaya kepatuhan
yang dikorbankan oleh wajib pajak, maka
wajib pajak akan cenderung melakukan
tindakan ketidakpatuhan terhadap pajak
seperti menggelapkan pajak (tax evasion)
atau menghindari pajak (tax avoidance).
Menurut teori Planned Behavior, perceived
behavioral control menjelaskan bahwa
keberadaan
hal-hal
tertentu
dapat
mendukung atau menghambat perilaku
seseorang (Ajzen, 2002). Apabila teori
Planned behavior dikaitkan dengan faktor
biaya kepatuhan, maka seorang individu
yang menanggung biaya kepatuhan yang
besar dan memberatkan akan cenderung
melakukan penggelapan pajak. Sebaliknya,
apabila biaya kepatuhan yang ditanggung
tidak terlalu memberatkan, maka individu
akan cenderung menghindari penggelapan
pajak.
Penelitian
sebelumnya
yang
mendukung penelitian ini dilakukan oleh
Kurniawati dan
Toly (2014),
yang
menunjukkan bahwa biaya kepatuhan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
persepsi penggelapan pajak.
Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan,
Diskriminasi, Dan Biaya Kepatuhan
Terhadap
Persepsi
Wajib
Pajak
Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax
Evasion)
Hasil
pengujian
hipotesis
H5
mengenai pengaruh keadilan, sistem
perpajakan,
diskriminasi,
dan
biaya
kepatuhan terhadap persepsi wajib pajak
mengenai etika penggelapan pajak (tax
evasion) menunjukkan nilai F sebesar
63,611 dengan nilai signifikansi sebesar
0,000. Oleh karena itu, hipotesis H5 dalam
penelitian ini diterima.
Berdasarkan hasil analisis regresi
linier berganda, maka dapat diketahui
bahwa keadilan,
sistem perpajakan,
diskriminasi,
dan
biaya
kepatuhan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
persepsi wajib pajak mengenai etika
penggelapan pajak (tax evasion). Menurut
Mardiasmo (2009), sesuai dengan tujuan
hukum untuk mencapai keadilan, maka
undang-undang
dan
pelaksanaan
pemungutan harus adil. Adil dalam
perundang-undang yang dimaksud adalah
mengenakan pajak secara umum dan
merata,
serta
disesuaikan
dengan
kemampuan masing-masing. Sedangkan,
adil
dalam
pelaksanaannya
adalah
memberikan hak kepada wajib pajak untuk
mengajukan keberatan, penundaan dalam
pembayaran dan mengajukan banding
kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
Pentingnya keadilan bagi seseorang
termasuk dalam pembayaran pajak juga
akan mempengaruhi sikap mereka dalam
melakukan
pembayaran
pajak.
Jika
semakin rendahnya keadilan yang berlaku
menurut pesepsi seorang wajib pajak, maka
tingkat kepatuhannya akan semakin
menurun
hal
ini
berarti
bahwa
kecenderungannya
untuk
melakukan
penggelapan pajak akan semakin tinggi.
Menurut Siahaan (2010), pembinaan
Wajib Pajak dilakukan melalui berbagai
upaya, antara lain pemberian penyuluhan
pengetahuan perpajakan, baik melalui
media
massa
maupun
penerangan
langsung kepada masyarakat. Sistem
perpajakan yang sudah ada dan diterapkan
selama ini menjadi acuan oleh Wajib Pajak
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Apabila sistem yang ada dirasa sudah
cukup
baik
dan
sesuai
dalam
penerapannya, maka Wajib Pajak akan
memberikan respon yang baik dan taat
pada sistem yang ada dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya, tetapi jika hal
sebaliknya yang terjadi karena Wajib Pajak
merasa bahwa sistem pajak yang ada
belum cukup baik mengakomodir segala
kepentingannya, maka Wajib Pajak akan
menurunkan tingkat kepatuhan atau
menghindar dari kewajiban perpajakannya.
Berdasarkan Undang-undang No. 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 1 ayat (3), UU tersebut menyatakan
bahwa
diskriminasi
adalah
setiap
pembatasan, pelecehan, atau pengucilan
yang langsung ataupun tidak langsung
didasarkan perbedaan manusia atas dasar
agama, suku, ras, etnik, kelompok,
golongan, status sosial, status ekonomi,
jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 6 No: 3 Tahun 2016)
politik, yang berakibat pengangguran,
penyimpangan
atau
penghapusan
pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan
hak asasi manusia dan kebebasan dasar
dalam kehidupan, baik individual maupun
kolektif dalam bidang politik, ekonomi,
hukum, sosial, budaya, dan aspek
kehidupan yang lain. Perilaku diskriminasi
dalam hal perpajakan ini merupakan
tindakan yang menyebabkan keengganan
Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Jika semakin tinggi tingkat
diskriminasi dalam perpajakan, maka
perilaku penggelapan pajak cenderung
dianggap sebagai perilaku yang etis.
Menurut Organisation for Economic
Cooperation and Development (2004),
semakin besar biaya kepatuhan yang
dikorbankan oleh wajib pajak, maka wajib
pajak akan cenderung melakukan tindakan
ketidakpatuhan terhadap pajak seperti
menggelapkan pajak (tax evasion) atau
menghindari
pajak
(tax
avoidance).
Menurut teori Planned Behavior, perceived
behavioral control menjelaskan bahwa
keberadaan
hal-hal
tertentu
dapat
mendukung atau menghambat perilaku
seseorang (Ajzen, 2002). Apabila teori
Planned behavior dikaitkan dengan faktor
biaya kepatuhan, maka seorang individu
yang menanggung biaya kepatuhan yang
besar dan memberatkan akan cenderung
melakukan penggelapan pajak. Sebaliknya,
apabila biaya kepatuhan tidak terlalu
memberatkan,
maka
individu
akan
cenderung menghindari penggelapan pajak.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
(1) Keadilan berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap persepsi wajib pajak
mengenai etika penggelapan pajak (tax
evasion),
yang
ditunjukkan
dengan
koefisien regresi yang negatif -0,342
dengan nilai sig. uji t 0,005 lebih kecil dari α
= 0,05. (2) Sistem perpajakan berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap persepsi
wajib pajak mengenai etika penggelapan
pajak (tax evasion), yang ditunjukkan
dengan koefisien regresi yang negatif 0,301 dengan nilai sig. uji t 0,002 lebih kecil
dari α = 0,05. (3) Diskriminasi berpengaruh
positif dan signifikan terhadap persepsi
wajib pajak mengenai etika penggelapan
pajak (tax evasion), yang ditunjukkan
dengan koefisien regresi yang positif 0,307
dengan nilai sig. uji t 0,031 lebih kecil dari α
= 0,05. (4) Biaya kepatuhan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap persepsi
wajib pajak mengenai etika penggelapan
pajak (tax evasion), yang ditunjukkan
dengan koefisien regresi yang positif 0,284
dengan nilai sig. uji t 0,006 lebih kecil dari α
= 0,05. (5) Keadilan, sistem perpajakan,
diskriminasi,
dan
biaya
kepatuhan
berpengaruh signifikan terhadap persepsi
wajib pajak mengenai etika penggelapan
pajak (tax evasion), yang ditunjukkan
dengan nilai sig. uji F 0,000 lebih kecil dari
α = 0,05.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka
saran yang dapat diberikan adalah sebagai
berikut. (1) Bagi manajemen KPP Pratama
Singaraja disarankan perlu adanya analisa
dan tindak lanjut mengenai keadilan, sistem
perpajakan,
diskriminasi,
dan
biaya
kepatuhan karena sangat penting dalam
mengurangi penggelapan pajak. Hal ini
dilakukan
untuk
perkembangan
dan
kemajuan citra pelayanan KPP Pratama
Singaraja demi mewujudkan pelayanan
yang baik dan berkualitas sehingga
meningkatkan kepuasan dan kepatuhan
wajib pajak. (2) Bagi peneliti selanjutnya
yang tertarik untuk mengkaji aspek yang
serupa, yaitu pengaruh keadilan, sistem
perpajakan,
diskriminasi,
dan
biaya
kepatuhan terhadap persepsi wajib pajak
mengenai etika penggelapan pajak (tax
evasion)
diharapkan
untuk
mengembangkan penelitian ini dengan
menggunakan populasi dan sampel yang
lebih luas agar hasil penelitian lebih teruji
keandalannya. Di samping itu, diharapkan
untuk menguji variabel lain yang diduga
kuat dapat mempengaruhi persepsi wajib
pajak mengenai etika penggelapan pajak
(tax
evasion)
seperti
kemungkinan
terdeteksi
kecurangan,
pemahaman
perpajakan,
tarif
pajak,
ketepatan
pengalokasian, teknologi dan informasi
perpajakan.
e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Akuntansi Program S1 (Vol: 6 No: 3 Tahun 2016)
DAFTAR PUSTAKA
Ajzen, I. 2002. Perceived Behavioral
Control, Self Efficacy, Locus of
Control, and The Theory of Planned
Behavior. Journal of Applied Social
Psychology, Vol. 32, No. 4, Hal. 665683.
Ardian, Raden Devri. 2014. Pengaruh
Sistem Perpajakan dan Pemeriksaan
Pajak Terhadap Penggelapan Pajak
(Tax Evasion) Oleh Wajib Pajak
Badan (Studi Pada KPP Pratama
Wilayah Kota Bandung). Skripsi.
Program Studi Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas
Telkom Bandung.
Indriyani, Mila. 2016. Pengaruh Keadilan,
Sistem Perpajakan, Diskriminasi, dan
Kemungkinan
Terdeteksinya
Kecurangan Terhadap Persepsi Wajib
Pajak Orang Pribadi Mengenai
Perilaku Tax Evasion. Disampaikan
dalam Seminar Nasional Industrial
Engineering National Conference
(IENACO) Pada Tanggal 23-24 Maret
2016 di Universitas Muhammadiyah
Semarang (UMS).
Izza, Nur Ika Alfi. 2008. Etika Penggelapan
Pajak Perspektif Agama: Sebuah
Studi Interpretatif. Disampaikan dalam
Simposium Nasional Akuntansi 12
Pada Tanggal 3-9 November 2009 di
Palembang.
Kurniawati, Meiliana dan Agus Arianto Toly.
2014. Analisis Keadilan Pajak, Biaya
Kepatuhan, dan Tarif Pajak Terhadap
Persepsi Wajib Pajak Mengenai
Penggelapan Pajak di Surabaya
Barat. Tax & Accounting Review, Vol.
4, No. 2, Hal. 1-12.
Mardiasmo. 2009. Perpajakan. Edisi Revisi
2009. Yogyakarta: Andi.
--------. 2011. Perpajakan. Edisi Revisi 2011.
Yogyakarta: Andi.
Marlina, Siti. 2014. Pengaruh Keadilan,
Sistem Perpajakan, Diskriminasi Dan
Ketepatan Pengalokasian Terhadap
Persepsi Wajib Pajak Mengenai
Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Pada
Kantor
Pelayanan
Pajak
Pratama Bintan. Skripsi. Fakultas
Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali
Haji.
McGee, Robert W. 2006. Three Views on
the Ethics of Tax Evasion. Journal of
Business Ethics, Vol. 67, No. 1, Hal.
15-35.
Organisation for Economic Cooperation and
Development. 2004. Compliance Risk
Management:
Managing
and
Improving Tax. Paris: Centre for Tax
Policy and Administration.
Rahman, Irma Suryani. 2013. Pengaruh
Keadilan,
Sistem
Perpajakan,
Diskriminasi,
dan
Kemungkinan
Terdeteksi Kecurangan Terhadap
Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika
Penggelapan Pajak (Tax Evasion).
Skripsi. Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Siahaan, M. P. 2010. Pajak Daerah &
Retribusi Daerah. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Siehl, Elke. 2010. Addressing Tax Evasion
and Tax Avoidance. Bonn: Deutsche
Gesellschaft
für
Internationale
Zusammenarbeit GmbH.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Bisnis.
Bandung: CV. Alfabeta.
Wicaksono
Muhammad
Ary.
2014.
Pengaruh
Persepsi
Sistem
Perpajakan,
Keadilan
Pajak,
Diskriminasi Pajak dan Pemahaman
Perpajakan
Terhadap
Perilaku
Penggelapan Pajak (Studi Empiris
Pada Wajib Pajak Orang Pribadi
Terdaftar di KPP Pratama Purworejo).
Skripsi. Fakultas Ekonomika Dan
Bisnis
Universitas
Diponegoro
Semarang.
Download