BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan ilmu pengetahuan tentang kardiovaskuler berguna dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kardiovaskuler yang cenderung semakin bertambah. Menurut estimasi para ahli badan kesehatan sedunia PBB (WHO), setiap tahun sekitar 50% penduduk dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan laporan World Health Statistic 2008, tercatat 17,1 juta orang meninggal di dunia akibat penyakit jantung koroner dan diperkirakan angka ini akan meningkat terus hingga 2030 menjadi 23,4 juta kematian di dunia. Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Federasi Jantung Sedunia (World Heart Federation) memprediksi penyakit jantung akan menjadi penyebab utama kematian di negara-negara Asia pada tahun 2010. Saat ini, sedikitnya 78% kematian global akibat penyakit jantung terjadi pada kalangan masyarakat miskin dan menengah. Berdasarkan kondisi itu, dalam keadaan ekonomi terpuruk maka upaya pencegahan merupakan hal terpenting untuk menurunkan penyakit kardiovaskuler pada 2010. Di negara berkembang dari tahun 1990 sampai 2020, angka kematian akibat penyakit jantung koroner akan meningkat 137 % pada laki-laki dan 120% pada wanita, sedangkan di negara maju peningkatannya lebih rendah yaitu 48% pada lakilaki dan 29% pada wanita. Di tahun 2020 diperkirakan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab kematian 25 orang setiap tahunnya. Oleh karena itu, penyakit jantung koroner menjadi penyebab kematian dan kecacatan nomor satu di dunia. 1-2 Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan sosok penyakit yang sangat menakutkan dan masih menjadi masalah, baik di negara maju maupun berkembang Penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di Amerika. Di Amerika pada tahun 1992 penyakit jantung koroner menyebabkan 921.000 kematian, atau merupakan 45% penyebab kematian di negara tersebut. Setiap tahunnya, di Amerika Serikat sekitar 478.000 orang meninggal karena penyakit jantung koroner, 1,5 juta 1 orang mengalami serangan jantung, 407.000 orang mengalami operasi peralihan, 300.000 orang menjalani angioplasti. Di Eropa diperhitungkan 20.000 – 40.000 orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. Penyakit jantung, stroke, dan aterosklerosis merupakan penyakit yang mematikan. Di Inggris penyakit jantung koroner telah menyebabkan lebih dari 180.000 kematian setiap tahun. Di Jepang pada tahun 2006 didapatkan dari 3.081 pasien yang turut dalam studi Jikei, tercatat 41 % yang menderita jantung koroner. Di seluruh dunia, jumlah penderita penyakit ini terus bertambah dan tidak lepas dari gaya hidup yang kurang sehat, yang banyak dilakukan seiring dengan berubahnya pola hidup.1-2 Indonesia saat ini menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan beragam. Tentu saja mulai dari infeksi klasik dan modern, penyakit degeneratif serta penyakit psikososial yang menjadikan Indonesia saat ini yang menghadapi " threeple burden diseases". Namun tetap saja penyebab angka kematian terbesar adalah akibat penyakit jantung koroner "the silence killer". Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit jantung koroner (PJK) mencapai 26%. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN), dalam 10 tahun terakhir angka tersebut cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 1991, angka kematian akibat PJK adalah 16 %. kemudian di tahun 2001 angka tersebut melonjak menjadi 26,4 %. Angka kematian akibat PJK diperkirakan mencapai 53,5 per 100.000 penduduk di negara kita. 1 Di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan laporan dari Rumah Sakit, kasus tertinggi Penyakit Jantung Koroner adalah di Kota Semarang yaitu sebesar 4.784 kasus (26,00%) dibanding dengan jumlah keseluruhan kasus Penyakit Jantung Koroner di kabupaten/kota lain di Jawa Tengah. Apabila dilihat berdasarkan jumlah kasus keseluruhan PTM lain di Kabupaten Klaten adalah 3,82%. Sedangkan kasus tertinggi kedua adalah Kabupaten Banyumas yaitu sebesar 2.004 kasus (10,89%) dan apabila dibanding dengan jumlah keseluruhan PTM lain di Kabupaten Banyumas adalah sebesar 9,87%. Kasus ini paling sedikit dijumpai di Kabupaten Tegal yaitu 2 2 kasus (0,01%). Sedangkan kabupaten Semarang dan Kabupaten Cilacap belum melaporkan. Rata-rata kasus Jantung Koroner di Jawa Tengah adalah 52562 kasus. 1 Di Makassar, didasari data yang dikumpulkan Alkatiri di empat Rumah sakit selama 5 tahun (1985-1989), ternyata penyakit kardiovaskuler menempati urutan ke 5 sampai 6 dengan persentase berkisar antara 7,5 sampai 8,6 %. Adapun data penyakit jantung koroner di Rumah Sakit Dr.Wahidin Sudirohusodo tahun 2004 sebanyak 336 kasus, tahun 2005 sebanyak 311 kasus tahun 2006 sebanyak 332 kasus (data morbiditas rekam medik rawat inap), sedangkan data morbiditas rawat jalan PJK tahun 2004 sebanyak 136 kasus baru dengan jumlah kunjungan 7.328 orang, tahun 2005 sebanyak 250 kasus baru dengan jumlah kunjungan 5.402 orang, tahun 2006 sebanyak 216 kasus baru. Menurut hasil penelitian oleh Solo pada tahun 2008, didapatkan penderita PJK lebih banyak pada laki-laki yaitu sebanyak 83,6 % dibanding pada perempuan, 16,4 % terutama pada kelompok lanjut usia. 1-3 Menurut hasil penelitian tahun 2008 di CVCU RSWS oleh Solo, didapatkan kebanyakan penderita PJK mempunyai riwayat penyakit hipertensi (56 %), riwayat merokok (67,2 %) dan riwayat dislipidemia (54,3 %), dimana faktor risiko merokok sangat berperan dalam patogenesis PJK. Menurut hasil penelitian Dall dan Peto pada tahun 1976, mengatakan bahwa apabila berhenti merokok, penurunan resiko PJK akan berkurang 50 % dalam waktu 5 tahun setelah berhenti merokok. 2-3 Tanpa terapi awal, sekitar 5-10 persen penderita berlanjut menjadi Infark Miokard Akut atau meninggal dalam 30 hari pertama dan lebih dari 12 % dalam 6 bulan pertama. Bahkan dengan terapi optimal sekitar hampir 50 % penderita mengalami iskemia berulang dan membutuhkan tindakan revaskularisasi. 2 Pada banyak penderita PJK, didapatkan adanya faktor-faktor risiko yang belum mampu menjelaskan secara keseluruhan tentang PJK pada tingkat sosial yang berbeda atau sifat-sifat khas dari individu. Dengan demikian, penting untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor risiko penyebab PJK sehingga dapat dilakukan diagnosis dengan baik disertai pencegahan penyakit tersebut ke depannya.1-2 3 Berdasarkan teori-teori dan kenyataan di atas, maka akan mendorong diadakan penelitian “Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner pada Pasien Rawat Inap di Cardiovascular Care Unit (CVCU) Cardiac Centre RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari – Juli 2008”. Adapun alasan mengambil RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo sebagai tempat penelitian karena rumah sakit ini merupakan RS tipe A dan menjadi pusat rujukan medis untuk Indonesia Bagian Timur. Selain itu, lokasi rumah sakit ini yang mudah dijangkau untuk mengadakan survei pada penderita Penyakit Kardiovaskuler khususnya karateristik penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK). 2 1.2 RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana faktor risiko Penyakit Jantung Koroner pada Pasien Rawat Inap di Cardiovascular Care Unit (CVCU) Cardiac Centre RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari – Juli 2008. 1.3 1.3.1 TUJUAN PENELITIAN Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor risiko Penyakit Jantung Koroner pada pasien rawat inap di Cardiovascular Care Unit (CVCU) Cardiac Centre RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari – Juli 2008. 1.3.2 Tujuan Khusus 1) Untuk mengetahui distribusi penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK) menurut jenis kelamin. 2) Untuk mengetahui distribusi penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK) menurut umur. 3) Untuk mengetahui distribusi penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK) menurut riwayat merokok. 4 4) Untuk mengetahui distribusi penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK) menurut riwayat hipertensi. 5) Untuk mengetahui distribusi penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK) menurut riwayat DM. 6) Untuk mengetahui distribusi penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK) menurut riwayat keluarga menderita PJK. 7) Untuk mengetahui distribusi penderita PJK menurut riwayat dislipidemia. 8) Untuk mengetahui distribusi penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK) menurut status gizi (obesitas). 9) Untuk mengetahui distribusi penderita Penyakit jantung Koroner (PJK) menurut jenis PJK. 10) Untuk mengetahui distribusi penderita Penyakit jantung Koroner (PJK) menurut jumlah faktor risiko. 1.3 MANFAAT PENELITIAN 1. Masyarakat umum, untuk memberikan gambaran umum dan pemahaman kepada masyarakat tentang faktor resiko koroner pada penderita Penyakit Jantung Koroner, yang mungkin dapat menimbulkan kesadaran untuk mencegah dengan menghindari faktor resiko yang bisa menyebabkan Penyakit Jantung Koroner ini. 2. Cardiac Centre RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, sebagai pelaksana pelayanan pada penderita penyakit jantung koroner, diharapkan agar hasil penelitian ini dapat memberikan masukan yang berarti bagi diagnosa dini dan penanganan pasien Penyakit Jantung Koroner. 3. Departemen kesehatan dan berbagai instansi terkait lainnya, diharapkan agar hasil penelitian ini dapat memberi masukan dalam rangka untuk mencegah komplikasi dan mengurangi kematian akibat Penyakit Jantung Koroner. 5 4. Penelitian ini juga semoga dapat bermanfaat sebagai bahan bacaan, acuan ataupun perbandingan bagi peneliti-peneliti selanjutnya. 5. Bagi peneliti sendiri pada khususnya, semoga proses serta hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan pembelajaran yang sangat berharga terutama untuk perkembangan keilmuan peneliti. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENYAKIT JANTUNG KORONER 2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Jantung Jantung terdiri dari tiga lapisan yaitu epicardium, miokardium dan endokardium. Jantung normal yang dibungkus oleh perikardium terletak pada mediastinum medialis dan sebagian ditutup oleh paru. Bagian depan dibatasi oleh sternum dan iga 3, 4, dan 5. Hampir dua pertiga bagian jantung terletak di sebelah kiri garis median sternum. Jantung terletak di atas diagfragma miring ke depan kiri dan apeks kordis berada paling depan dalam rongga dada. Apeks dapat diraba pada sela iga 4 – 5 dekat garis medioklavikularis kiri. Batas kranial dibentuk oleh aorta desendens, arteri pulmonal dan vena kava superior. Ukuran dan berat Jantung tergantung pada usia, jenis kelamin, tinggi badan, lemak epikardium dan nutrisi seseorang. Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh dimana pada saat memompa jantung otot-otot jantung (miokardium) yang bergerak. Untuk fungsi tersebut, otot jantung mempunyai kemampuan untuk menimbulkan rangsangan listrik.4 Vaskularisasi jantung Jantung mendapat vaskularisasi dari arteri coronaria dextra dan sinistra, yang berasal dari aorta ascendens tepat diatas valva aortae. Arteri coronaria dan percabangan utama terdapat di permukaan jantung, terletak di dalam jaring ikat subepicardial. Arteria coronaria dextra berasal dari sinus anterior aorta dan berjalan ke depan di antara trunkus pulmonalis dan auricula dextra.4-5 7 Gambar 1. Anatomi Jantung Arteri ini berjalan turun hampir ventrikel di dalam sulcus atrio-ventrikulare dextra. Cabang–cabangnya yakni ramus coni arteriosis, mendarahi facies anterior conus pulmonalis (infundibulum ventrikulare dexter) dan bagian atas dinding anterrior ventrikulare dexter. Ramus ventriculare anteriores menperdarahi fasies anterior ventrikulus dexter. Ramus marginalis dexterr adalah cabang yang terbesar dan berjalan sepanjang pinggir bawah fasies kostalis untuk mencapai apex cordis. ramus ventrikulare posterior menperdarahi facies diaphragmatica ventrikulus dexter, ramus Interventrikulare posterior (desendens), berjalan menuju apeks pada sulkus interventrikulare posterior. Memberikan cabang–cabang ke ventrikulus dexter dan sinister termasuk dinding inferiornya. Memberikan percabangan untuk bagian posterior septum ventrikulare tetapi tidak untuk bagian apeks yang menerima pendarahan dari ramus inventrikulus anterior arteria coronaria sinister. Sebuah cabang yang besar mendarahi nodus atrioventrikularis. Ramus atrialis, beberapa cabang menperdarahi permukaan anterior dan lateral atrium dexter. Atria nodus sinuatrialis menperdarahi nodus dan atrium dextrum dan sinistra.4-5 8 Arteria coronaria sinistra, lebih besar dibandingkan dengan arteria coronaria dextra, memperdarahi sebagian besar jantung, termasuk sebagian besar atrium kiri, ventrikel kiri dan septum ventrikular. Arteri ini berasal dari posterior kiri sinus aorta ascendens dan berjalan ke depan di antara trunkus pulmonalis dan aurikula sinister. Kemudian pembuluh ini berjalan di sulcus atrioventrikularis dan bercabang dua menjadi ramus interventrikular anterior dan ramus circumflexus. Ramus interventrikularis (descendens) anterior, berjalan ke bawah di dalam sulcus interventrikularis anterior menuju apex cordis. Pada kebanyakan orang pembuluh ini kemudian berjalan di sekitar apeks cordis untuk masuk ke sulkus interventrikular posterior darn beranastomosis dengan cabang–cabang terminal arteria coronaria dextra. Ramus circumflexus, pembuluh ini melingkari pinggir kiri jantung di dalam sulkus atrioventrikular. Ramus marginalis merupakan cabang yang terbesar menperdarahi batas kiri ventrikule sinistra dan turun sampai apeks kordis.4-5 2.1.2 Definisi Penyakit jantung koroner adalah penyempitan atau penyumbatan arteri koronaria, yaitu arteri yang menyalurkan darah ke otot jantung. Bila aliran darah ke otot jantung lambat, maka jantung tidak mendapatkan oksigen dan zat nutrisi yang cukup. Hal ini biasanya mengakibatkan nyeri dada yang disebut angina. Bila satu atau lebih dari arteri koronaria mengalami sumbatan total, akibat yang terjadi adalah kerusakan pada otot jantung.2 A B Gambar 2: A) Mekanisme pembentukan plak akibat trombosis. B) Trombus koroner akut. (sumber dari kepustakaan 9) 9 Arteri koronaria yeng mengalami penyempitan atau tersumbat sering diakibatkan oleh penimbunan plak di dinding arteri. Plak terbentuk dari kelebihan kolesterol serta zat-zat lain yang mengalir dalam pembuluh darah, seperti sel-sel radang, protein dan kalsium. Biasanya banyak terdapat endapan plak adalah keras di bagian luar dan plak yang lunak di bagian dalam. Klasifikasi PJK sampai saat ini masih belum ada yang spesifik, hal ini disebabkan karena manifestasi klinisnya yang berbeda dan bervariasi diantara satu penderita dengan penderita yang lain. Saat timbulnya juga tidak menentu, gejala yang ditimbulkan juga tidak sesuai dengan penemuan patologik. Dengan demikian penderita PJK mungkin tampil dengan : 4 1) Angina Pektoris Stabil 2) Angina Pektoris Tidak Stabil (ATS) 3) Infark Miokard tanpa ST-elevasi (NSTEMI) 4) Infark Miokard dengan ST-elevasi (STEMI) Selain bisa juga bermanifestasi sebagai payah jantung atau gangguan irama jantung. (1) Angina stabil Disebut juga angina klasik, terjadi jika arteri koronaria yang arterosklerotik tidak dapat berdilatasi untuk meningkatkan alirannya sewaktu kebutuhan oksigen meningkat. Peningkatan kerja jantung dapat menyertai aktivitas misalnya berolah raga atau naik tangga. Apabila plak ateroma yang berada di Arteri Koronaria stabil, maka serangan angina pektoris selalu timbul pada kondisi yang sama yaitu pada waktu terjadi peningkatan beban jantung. Dengan demikian diagnosis angina pektoris stabil dapat ditegakkan pada anamnesis apabila didapati bahwa serangan timbul setiap kali melakukan aktivitas fisik dan hilang dengan istirahat atau dengan pemberian nitrat, lamanya serangan tidal lebik dari 5 menit, tidak disertai keluhan sistemik, gejala angina pektoris sudah dialami lebih dari 1 bulan, dan beratnya tidak berubah dalam masa beberapa tahun terakhir.4-5 10 (2) Angina Pektoris Tidak Stabil (ATS) Angina pektoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada tersebut biasanya timbul pada saat melakukan aktivitas dan segera hilang bila aktivitas dihentikan. Merupakan kompleks gejala tanpa kelainan morfologik permanen miokardium yang disebabkan oleh insufisiensi relatif yang sementara di pembuluh darah koroner.4-5 Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke rahang atau ke daerah abdomen. Penyebab angina pektoris adalah suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel miokardium dibandingkan kebutuhan. Jika beban kerja suatu jaringan meningkat maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Pada jantung yang sehat, arteria koronaria berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Namun jika arteria koronaria mengalami kekakuan atau menyempit akibat arterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemi miokardium. Sel-sel miokardium mulai menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi mereka. Cara ini tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri yang berkaitan dengan angina pektoris. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan hilangnya penimbunan asam laktat, maka nyeri angina pektoris berkurang. Dengan demikian, angina pektoris merupakan suatu keadaan yang berlangsung singkat.2 Angina pektoris tidak stabil adalah kombinasi angina stabil dengan angina prinzmetal. Dijumpai pada individu dengan perburukan penyakit arteri koronaria. Angina ini biasanya menyertai peningkatan beban kerja jantung. Hal ini tampaknya terjadi akibat arterosklerosis koronaria, yang ditandai oleh 11 trombus yang tumbuh dan mudah mengalami spasme. Apabila keadaan plak pada arteria koronaria menjadi tidak stabil, misalnya mengalami pendarahan, ruptur atau terjadi fissura, sehingga terbentuk trombus di daerah plak yang menghambat aliran darah koronaria dan terjadi serangan angina pektoris. Serangan angina pektoris jenis ini datangnya tidak tentu waktu, dapat terjadi pada waktu penderita sedang melakukan aktivitas fisik atau dalam keadaan istirahat, dan gejalanya bervariasi tergantung bentuk ukuran dan keadaan trombus.2 Beberapa kriteria dapat dipakai untuk mendiagnosis angina pektoris tidak stabil, yaitu: a. Angina pektoris kresendo yaitu angina yang terjadi peningkatan dalam intensitas, frekuensi, dan lamanya episode angina pektoris yang dialami selama ini. b. Angina at rest / nocturnal. c. ”new-onset exertional Angina” yaitu yang baru timbul dalam kurang 2 bulan. d. Nyeri dada yang timbul 2 minggu sebelum kejadian infark miokard akut (IMA). (3) Infark Miokard tanpa ST-elevasi (NSTEMI) Angina tidak stabil dikelompokkan bersama-sama NSTEMI dimana NSTEMI ditemukan bukti kimiawi yang menunjukkan adanya nekrosis miokard. 2,4-5 (4) Infark Miokard dengan ST-elevasi (STEMI / IMA) Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran drah ke otot jantung terganggu. a. Infark Subendokard Infark yang terjadi pada sepertiga sampai seperdua dari ketebalan dinding ventrikel. Umumnya diakibatkan oleh hipoperfusi dari jantung 12 seperti pada stenosis aorta, syok hemoragik, dan dapat pula akibat trombus pada arteri koronaria yang lisis sebelum terjadi nekrosis pada miokard. b. Infark Transmural Nekrosis miokard yang terjadi pada seluruh atau hampir seluruh ketebalan dinding miokard (endokardium sampai epikardium). Umumnya disebabkan oleh aterosklerosis arteri koronaria, perubahan plak secara akut, dan trombosis. 2,4 Pada publikasi akhir-akhir ini lebih lazim dipergunakan sebutan Infark Miokard Non Q wave daripada Infark Miokard Subendokard, atau Transmural. Sebutan ini juga membedakan diri daripada infark miokard dengan gelombang Q yang patologis.6 2.2 EPIDEMIOLOGI Prevalensi PJK di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut estimasi WHO, sekitar 50 % dari 12 juta penduduk dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskuler. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) yang dilakukan secara berkala oleh Departemen Kesehatan menunjukkan PJK memberi kontribusi 19,8% dari seluruh penyebab kematian pada tahun 1993, meningkat menjadi 24,4 % pada tahun 1998. Hasil SKRT pada tahun 2001, PJK menempati urutan pertama dalam deretan penyebab utama kematian di Indonesia. 2,4-6,9 Penderita dengan Sindrom Koroner Akut (SKA) yang merupakan manifestasi klinis akut dari PJK, mempunyai resiko mendapat komplikasi yang serius bahkan kematian. SKA merupakan penyebab kematian yang utama di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga oleh Departemen Kesehatan. SKA juga menyebabkan angka perawatan Rumah Sakit yang sangat besar di Pusat Jantung Nasional dibandingkan penyakit jantung lainnya. 2,4,8-10 SKRT pada tahun 1995 di Pulau Jawa dan Bali didapatkan kematian akibat penyakit kardiovaskuler tetap menempati urutan pertama dan persentasenya semakin meningkat (25 %) dibandingkan SKRT tahun 1992. Di Makassar, didasari data yang 13 dikumpulkan Alkatiri di empat Rumah sakit selama 5 tahun (1985-1989), ternyata penyakit kardiovaskuler menempati urutan ke 5 sampai 6 dengan persentase berkisar antara 7,5 sampai 8,6 %. Adapun data penyakit jantung koroner di Rumah Sakit Dr.Wahidin Sudirohusodo tahun 2004 sebanyak 336 kasus, tahun 2005 sebanyak 311 kasus tahun 2006 sebanyak 332 kasus (data morbiditas rekam medik rawat inap), sedangkan data morbiditas rawat jalan PJK tahun 2004 sebanyak 136 kasus baru dengan jumlah kunjungan 7328 orang , tahun 2005 sebanyak 250 kasus baru dengan jumlah kunjungan 5402 orang, tahun 2006 sebanyak 216 kasus baru.8 2.3 ETIOLOGI Penyebab PJK secara umum dibagi atas dua, yakni menurunnya asupan oksigen yang dipengaruhi oleh aterosklerosis, tromboemboli, vasopasme, dan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Dengan perkataan lain, ketidak seimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dengan masukannya. Dikenal 2 keadaan ketidakseimbangan masukan terhadap kebutuhan oksigen itu, yaitu hipoksemia (iskemia) yang ditimbulkan oleh kelainan vaskuler (arteri koronaria) dan hipoksia (anoksia) yang disebabkan kekurangan oksigen dalam darah. Perbedaannya ialah pada iskemia terdapat kelainan vaskuler sehingga perfusi ke jaringan berkurang dan eliminasi metabolit yang ditimbulkannya (misal asam laktat) menurun juga sehingga gejalanya akan lebih cepat muncul.2,4-5,11 Ruptur dari plak aterosklerosis dianggap penyebab terpenting dari angina pektoris tidak stabil (APTS) sehingga tiba-tiba terjadi oklusi (sumbatan) subtotal atau total dari arteri koronaria yang sebelumnya mempunyai penyumbatan/penyempitan minimal. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi, dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi timbulnya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan menyebabkan infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil. 2,4-5,11 14 2.4 PATOFISIOLOGI PJK dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koronaria, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koronaria yang kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque disruption ‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka tissue factor dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi trombin yang banyak. Adanya adhesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri koronaria. Ini disebut fase ‘trombosis akut’ . Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinases, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga menyebabkan ruptur plak. 2,4-5,11 Oleh karena itu, adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP merupakan petanda inflamasi pada kejadian koroner akut (IMA) dan mempunyai nilai prognostik. Pada 15 % pasien IMA didapatkan kenaikan CRP meskipun troponin-T negatif. Haidari, dkk. meneliti hubungan antara serum CRP dengan penyakit jantung koroner (PJK) secara angiografi terhadap 450 individu. Ternyata, secara bermakna kadar CRP dengan PJK lebih tinggi daripada kontrol (2,14 mg/L dibanding 1,45 mg/L) dan hubungan tersebut menandakan adanya proses inflamasi pada PJK.5 Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi pada hiperkolesterolemia, 15 diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung. Diduga masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk radikal pada dinding pembuluh darah, misalnya lipooxygenases dan P450-monooxygenases. Grindling dkk. mengobservasi bahwa angiotensin II juga merupakan aktivator NADPH oxidase yang poten. Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding pembuluh darah melalui pengerahan makrofage yang menghasilkan monocyte chemoattractan protein-1 dari dinding pembuluh darah sebagai aterogenesis yang esensial.4-5 Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koronaria akibat disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit oksid dan prostasiklin). Seperti kita ketahui bahwa NO secara langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi, adhesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic. Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi koronaria, menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark .4-5,11 Sindrom Koroner Akut (SKA) yang diteliti secara angiografi 60-70% menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress mekanik. 2,4-5,11 Adapun awal terjadinya PJK, khususnya IMA, dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan), stress emosi, terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari). Keadaankeadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran koronaria juga meningkat. 2,4-5,11 16 2.5 MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis PJK bervariasi tergantung pada derajat aliran darah dalam arteri koronaria. Bila aliran koronaria masih mencukupi kebutuhan jaringan tak akan timbul keluhan atau manifestasi klinis. Dalam keadaan normal, di mana arteri koronaria tidak mengalami penyempitan atau spasme, peningkatan kebutuhan jaringan otot miokard dipenuhi oleh peningkatan aliran darah sebab aliran darah koronaria dapat ditingkatkan sampai 5 kali dibanding saat istirahat, yaitu dengan meningkatkan frekuensi denyut jantung dan isi sekuncup seperti pada saat melakukan aktifitas fisik, bekerja atau olahraga. Mekanisme pengaturan aliran koronaria mengusahakan agar pasok maupun kebutuhan jaringan tetap seimbang agar oksigenasi jaringan terpenuhi, sehingga setiap jaringan mampu melakukan fungsi secara optimal.2 Perlu diingat bahwa metabolism miokard hampir 100 persen memerlukan oksigen dan hal tersebut telah berlin gsung dalam keadaan istirahat, sehingga ekstraksi oksigen dari aliran darah koronaria akan habis dalam keadaan tersebut. 5-6 Angina tidak stabil atau NSTEMI tidak dapat dibedakan berdasarkan karakteristik nyeri dada atau kelainan EKG saja. Satu-satunya cara untuk membedakannya adalah dengan membuktikan adanya nekrosis miokard dengan melakukan pemeriksaan biomarker atau enzim jantung. 11-2 Kebanyakan IMA terjadi di pagi hari (antara jam 6.00 sampai 12.00) ini mungkin disebabkan oleh adanya peningkatan sekresi katekolamin dihubungkan dengan bangun pagi atau adanya perubahan sirkadian koagulasi yang umumnya terjadi di pagi hari (seperti peningkatan PAI-I dapat memicu agregasi trombosit yang akhirnya terbentuk thrombus. Dengan pola seperti itu, maka kebanyakan kejadian IMA tidak didahului oleh kegiatan fisik. Oklusi thrombus total umumnya terjadi pada bagian proksimal arteri koronaria dan biasanya terjadi dalam 4 jam pertama pasca IMA. 11-2 Dibandingkan dengan STEMI, penderita angina tidak stabil / NSTEMI biasanya lebih tua, lebih banyak menyandang faktor risiko koroner atau penyakit 17 penyerta dan lebih besar kemungkinannya pernah mendapat serangan IMA sebelumnya atau pernah menjalani prosedur revaskularisasi (intervensi koroner perkutan atau bedah pintas koroner). 4-5 2.6 KRITERIA DIAGNOSIS Diagnosis PJK ditegakkan apabila didapatkan 2 daripada 3 yang berikut: 1. Gejala klinis. 2. Pemeriksaan laboratorium enzim jantung yang meningkat 2 kali dari nilai normal. 3. Pemeriksaan elektrokardiografi. Pada Angina stabil, didapatkan dari anamnesis, nyeri dada yang khas tetapi tidak didapatkan kelainan pada EKG dan tidak terjadi peningkatan enzim jantung. 6,11 1) Klinis PJK Gejala klasik yang paling umum adalah nyeri dada substernal yang berat, tumpul dengan sensasi seperti ditekan, dililit, diremas, dihimpit dan sering menjalar ke lengan kiri. Kerapkali disertai perasaan mau meninggal. Sifat nyeri ini seringkali menyebabkan penderita meletakkan telapak tangan di atas sternum yang disebut sebagai ”Levine’s sign” 2,5 Sensasi nyeri dada ini sama dengan yang dirasakan pada penderita Angina Pektoris Stabil hanya pelangsungannya lebih lama (biasanya lebih dari 20 menit) dan tidak berkurang dengan istirahat maupun dengan pemberian nitrogliserin sublingual. Nyeri dada angina stabil dikatakan menjadi tidak stabil apabila Angina pektoris kresendo yaitu angina yang terjadi peningkatan dalam intensitas, frekuensi, dan lamanya episode angina pektoris yang dialami selama ini, Angina at rest / nocturnal, ”new-onset exertional Angina” yaitu yang baru timbul dalam kurang 2 bulan dan nyeri dada yang timbul 2 minggu sebelum kejadian infark miokard akut (IMA). 2,5 Gejala lain yang sering menyertai IMA adalah diaphoresis, sesak napas, rasa lelah, palpitasi, pusing, bingung, indigesti, mual dan muntah.2 18 2) Elektrokardiogram (EKG) Pada penderita PJK, pemeriksaan EKG bisa membantu memperlihatkan abnormalitas gerakan dinding jantung yang dihubungkan dengan iskemia akut. Namun, apabila iskemia miokard hanya sedikit mungkin tidak cukup untuk menunjukkan adanya abnormalitas gerakan dinding jantung. Selain itu, abnormalitas gerakan dinding jantung bisa bersifat sementara dan hanya bisa dideteksi pada waktu iskemia akut. Pada keadaan di mana sudah ada PJK dan disfungsi ventrikel kiri sebelumnya maka kesanggupan ekokardiografi untuk mendeteksi iskemia iskemia akut sangat terbatas. 6,11 Gambaran EKG pada angina tidak stabil / NSTEMI umunya ditandai dengan depresi segmen-ST, elevasi segmen-ST seentara dan inversi gelombang T. Namun sekitar 20% penderita dengan NSTEMI yang dipastikan dengan pemeriksaan enzim jantung tidak ditemukan adanya tanda-tanda iskemia pada EKG. 6,11 Gambaran EKG yang defenitif untuk diagnosis IMA adalah adanya elevasi segmen-ST 1mm atau lebih pada 2 sandapan atau lebih, kerapkali disertai depresi segmen-ST resiprokal pada sandapan kontralateral. 2 3) Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium enzim jantung seperti creatine kinase (CK), CK-MB, troponin, CPK, SGOT atau LDH. Enzim tersebut akan meningkat kadarnya pada infark jantung akut sedangkan pada angina kadarnya masih normal. Pemeriksaan lipid darah seperti kolesterol, HDL, LDL, trigliserida dan pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk mencari faktor resiko seperti hiperlipidemia dan/atau diabetes mellitus.2 19 2.7 PENATALAKSANAAN DAN PERAWATAN Meski ada persamaan tetapi tetap harus dikenal adanya perbedaan patofisiologi kejadian STEMI dan sindrom koroner akut (angina tidak stabil / NSTEMI) oleh karena perbedaan terapi terhadap kedua bentuk PJK ini. Pada STEMI selalu dipikirkan untuk melakukan proses revaskularisasi yang cepat. 2,6 Dibagi menjadi 2 jenis yaitu : 1. Penatalaksanaan Umum 1) Penjelasan mengenai penyakitnya; pasien biasanya tertekan, khawatir terutama untuk melakukan aktivitas. 2) Pasien harus menyesuaikan aktivitas fisik dan psikis dengan keadaan sekarang dan memberi penjelasan perlunya aktivitas sehari-hari untuk meningkatkan kemampuan jantung 3) Pengendalian faktor resiko dan menghindari / mengatasi faktor pencetus : stres, emosi, hipertensi, DM, hiperlipidemia, obesitas, kurang aktivitas dan menghentikan kebiasaan merokok. 4) Pencegahan sekunder Karena umumnya sudah terjadi arteriosklerosis di pembuluh darah lain, yang akan berlangsung terus, obat pencegahan diberikan untuk menghambat proses yang ada. Yang sering dipakai adalah aspirin dengan dosis 375 mg, 160 mg, 80 mg.2 5) Penunjang yang dimaksud adalah untuk mengatasi iskemia akut, agar tak terjadi iskemia yang lebih berat sampai infark miokardium. Misalnya diberi Oksigen. 2. Penatalaksanaan Khusus a. Non Medikamentosa (1) Tirah baring di ruang rawat intensif kardiovaskular (CVCU) (2) Berikan Oksigen 2-4 liter/menit (3) Pasang akses vena (Dextrose 5% atau NaCl 0,9%) 20 (4) Puasakan selama 8 jam, lalu berikan makanan cair atau lunak dalam 24 jam pertama. Kemudian lanjutkan dengan 1300 kalori rendah garam dan rendah lemak.1 b. Medikamentosa Terapi medik penderita dengan ATS / NSTEMI didasarkan pada dua tujuan pengobatan secara simultan yakni membatasi pembentukan trombus dengan terapi anto trombotik dan enghilangkan nyeri dada dengan terapi angina.1-2 (1) Terapi trombotik: asam salisilat asetil (ASA) adalah anti-platelet dan banyak penelitian menunjukkan bahwa ASA sangat berguna pada penderita ATS/NSTEMI, ini ditunjukkan dengan terjadinya penurunan angka mortalitas maupun kejadian IMA sekitar 50 persen. (2) Nitrat, merupakan vasodilator sistemik maupun sirkulasi koroner. Untuk atasi angina berikan mulai dengan nitrat sublingual dan nitrat oral. Bila sakit belum teratasi, segera mulai dengan nitrat intravena. (3) Berbagai jenis penyekat beta untuk menghilangkan iskemia miokard dengan mengurangi kebutuhan oksigen. Ada yang bekerja cepat seperti pindolol dan propanolol. Ada yang bekerja lambat seperti sotalol dan nadolol. Ada beta 1 selektif seperti asebutolol, metoprolol dan atenolol. Segera berikan bila tidak ada kontraindikasi. (4) Heparin bolus 5000 unit intravena, lalu lanjutkan dengan drips 1000 unit/jam sampai angina terkontrol dengan menyesuaikan APTT 1,5 – 2 kali nilai kontrol. Heparin dapat diganti dengan Low molecular weight heparin (LMWH) subkutan 2 kali 0,4-0,6 mg. (5) Aspirin dimulai dari fase akut. Aspirin 320 mg diikuti dengan dosis rumatan 80-160 mg/hari. (6) Clopidogrel 300 mg, diikuti 75 mg perhari (7) Bila dengan pengobatan tersebut di atas angina masih belum juga teratasi, coba tambahkan antagonis kalsium : verapamil, diltiazem, nifedipin 21 (8) Trombolitik. Terapi trombolisis hanya berguna pada penderita IMA. Suatu penelitian metaanalisis terhadap penderita ATS yang menjalani terapi trombolisis menunjukkan adanya peningkatan mortalitas dan kejadian IMA non-fatal dibanding terapi medis biasa tanpa trombolisis. Oleh karena itu terapi trombolisis merupakan indikasi kontra pada penderita ATS / NSTEMI. (9) Lain-lain : a. obat penenang ringan, seperti Diazepam 5mg tiap 8 jam. b. Statin. Peranan statin dalam menurunkan LDL dan meningkatkan HDL baik berupa pencegahan primer maupun sekunder terhadap PJK telah diketahui selama ini. Statin juga dapat menstabilkan plak ateroma, memperbaiki fungsi endotel, mengurangi agregasi platelet dan pembentukan trombus serta mengurangi inflamasi vaskular. c. Obat pelunak tinja untuk membantu buang air besar. d. Penyekat ACE (ACEI). Penggunaan ACEI telah banyak diteliti pada enderita IMA tapi tidak pada ATS. Namun pada penelitian HOPE pemberian ACEI (ramipril) pada penderita PJK atau DM dan adanya faktor resiko koroner lainnya dengan fungsi ventrikel kiri normal menunjukkan manfaat yang berarti. c. Intervensi koroner perkutan / percutaneus coronary intervention (PCI) Tujuan tindakan PCI pada penderita ATS / NSTEMI adalah untuk menghilangkan gejala nyeri dada dan untuk memperbaiki prognosis seperti mencegah kematian, infark miokard dan iskemia kambuhan.7 d. Bedah pintas koroner / Coronary artery bypass graft (CABG) Keputusan untuk merujuk penderita ke ahli bedah jantung untuk tindakan revaskularisasi CABG melibatkan berbagai faktor yakni: umur, penyakit penyerta, beratnya PJK, tindakan reaskularisasi sebelumnya (PCI atau CABG), kelayakan teknik dan lamanya revaskularisasi perkutan. Pilihan CABG dianjurkan untuk penderita dengan DM, disfungsi ventrikel kiri, lesi 22 pada arteri ”left main”, ”three vessels disease” atau ”two vessels disease” dengan lesi LAD proksimal, meskipun pada keadaan in masih bisa dimungkinkan untuk melakukan tindakan PCI. 2,7 2.8 PERAWATAN 1. Rawat diruang rawat intensif (CVCU) sampai keadaan bebas angina lebih dari 24 jam. Selanjutnya pindah ke ruang rawat biasa sampai menyelesaikan pemeriksaan dan tindakan yang diperlukan. 2. Bila angina tidak dapat diatasi dalam 48 jam, prognosis kurang baik, segera lakukan angiografi koroner. Kalau perlu pasang Pompa Balon Intra Aorta (PBIA). 3. Revaskularisasi dilakukan sesuai indikasi. 4. Bila angina dapat dikontrol, hentikan heparin setelah 5 hari. 5. Mobilisasi penderita di ruangan lalu tentukan fungsi ventrikel kiri dengan ekokardiografi. 6. Bila terdapat disfungsi ventrikel yang sedang sampai berat, prognosis kurang baik, segera lakukan angiografi koroner dan selanjutnya revaskularisasi sesuai indikasi. 7. Bila tidak ada disfungsi ventrikel kiri dalam 2x24 jam, lakukan ’treadmill test’ (ULJB) pada penderita bebas angina dengan EKG tanpa kelainan iskemia. Penderita dengan hasil tes beresiko tinggi, periksa angiografi koroner dan selanjutnya revaskularisasi sesuai indikasi. 8. Bila hasil tes ULJB beresiko rendah, penderita dipulangkan dan dievaluasi secara berkala. 1-2 2.9 KOMPLIKASI Komplikasi atau penyulit yang mungkin timbul dari PJK: 1. Gagal Jantung 2. Syok Kardiogenik 23 3. Aritmia 4. Ruptur miokard 5. Kematian 2.10 FAKTOR RISIKO Faktor risiko penyakit jantung koroner (PJK) terdiri dari dua yaitu faktor yang risiko tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah antara lain usia, jenis kelamin, dan riwayat keluarga menderita PJK usia muda.1-2 2.10.1 Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi: a. Jenis Kelamin Dari sisi jenis kelamin, pria lebih sering terkena serangan jantung dibanding perempuan. Tetapi setelah menopause, frekuensinya sama antara pria dan wanita. Hal ini kemungkinan karena peranan hormon estrogen dan feritin yang keluar dari tubuh wanita setiap bulan.1-6 b. Umur Makin bertambah usia, makin mudah kena serangan jantung. Kalau pria harus berhati-hati setelah usia 45 tahun, wanita setelah usia 55 tahun. Ada jeda waktu 10 tahun wanita lebih terlindungi dari PJK. Hal ini kemungkinan karena peranan hormon estrogen dan feritin yang keluar dari tubuh wanita setiap bulan.1-6 c. Riwayat keluarga yang menderita PJK Pada keluarga (orangtua, paman, bibi) yang jika pria di bawah usia 55 tahun dan perempuan di bawah usia 65 tahun, dikatakan tergolong usia muda untuk sakit PJK. Oleh karena itu, anak-anaknya maupun keponakannya harus waspada karena 3-5 kali lebih sering terkena serangan jantung dibanding keluarga yang jantungnya sehat. Penyakit keturunan hiperkolesterolemia familiar diduga sebagai salah satu penyebab.1-6 24 2.10.2 Faktor risiko yang dapat dimodifikasi: Faktor risiko yang dapat diubah dengan cara berperilaku sehat sehari-hari, antara lain merokok, hipertensi, kolesterol tinggi, kelebihan berat badan, DM, dan aktivitas fisik yang kurang.1-6 Faktor risiko mayor: - Merokok - Lemak jenuh - Diabetes Melitus - Obesitas - Hipertensi - Lemak total - Diet tinggi kalori - Garam dan kolesterol - Hiperlipidemia Faktor risiko minor: - Diet (kopi, alkohol) - Tekanan psikososial - Kontrasepsi oral - Golongan darah A - Hiperurikemia - Sedentary life (gaya hidup kurang sehat) - Corak kepribadiaan - Iklim, dan sebagainya. 1. Merokok Pada saat ini merokok telah dimasukkan sebagai salah satu faktor risiko utama PJK di samping hipetensi dan hiperkolesterolemia. Orang yang merokok lebih 20 batang perhari dapat mempengaruhi atau memperkuat efek dua faktor utama resiko lainnya. Penelitian Framingham mendapatkan kematian mendadak akibat PJK pada laki-laki perokok 10 kali lebih besar daripada bukan perokok dan pada perempuan perokok 4 kali lebih besar daripada bukan perokok. Rokok dapat menyebabkan 25 % kematian PJK pada laki-laki dan perempuan umur di bawah 65 tahun atau 80 % kematian PJK pada laki-laki umur di bawah 45 tahun. Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi oksigen akibat inhalasi CO atau dengan perkataan lain dapat menyebabkan takikardi, vasokonstruksi pembuluh darah, merubah 25 permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5-10 % Hb menjadi carboksi-Hb. Di samping itu rokok dapat menurunkan kadar HDL kolesterol tetapi mekanismenya belum jelas. 13 Makin banyak jumlah rokok yang diisap, kadar HDL kolesterol makin menurun. Perempuan yang merokok penurunan kadar HDL kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki-laki perokok. Merokok juga dapat meningkatkan tipe IV hiperlipidemi dan hipertrigliserid, pembentukan platelet yang abnormal pada diabetes disertai obesitas dan hipertensi sehingga orang yang perokok cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis daripada yg bukan perokok. Apabila berhenti merokok penurunan resiko PJK akan berkurang 50 % pada akhir tahun pertama setelah berhenti merokok dan kembali seperti yang tidak merokok setelah berhenti merokok 10 tahun. Dall & Peto 1976 mendapatkan resiko infark akan turun 50 % dalam waktu 5 tahun setelah berhenti merokok. 13 Merokok diupayakan agar seseorang berhenti merokok untuk selamalamanya. Segera berhenti jika memungkinkan, tapi boleh juga sedikit demi sedikit mengurangi jumlah rokok yang diisap sampai akhirnya berhenti total. Disebabkan nikotin akan menyebabkan debaran yang lebih cepat dan gas CO akan mengikat butir darah merah (hemoglobin) lebih kuat dibanding oksigen sehingga oksigenisasi jantung relatif berkurang. 1-2,7 2. Hipertensi Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya PJK. Penelitian di berbagai tempat di Indonesia (1978) mendapatkan prevalensi hipertensi untuk Indonesia berkisar antara 6-15 %, sedangkan di negara-negara maju seperti misalnya Amerika National Health Survey menemukan frekuensi yang lebih tinggi yaitu mencapai 15-20 %. Lebih kurang 60 % penderita hipertensi tidak terdeteksi, 20% dapat diketahui tetapi tidak diobati atau tidak terkontrol dengan baik, sedangkan hanya 20 % dapat 26 diobati dengan baik. Adapun Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII terdapat pada tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) <120 <80 Pre-Hipertensi 120 – 139 80 – 90 Hipertensi Stage I 140 – 159 90 – 99 Hipertensi Stage II ≥ 160 ≤ 100 Normal Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII. 15 Penyebab kematian akibat hipertensi di Amerika adalah kegagalan jantung 45 %, miokard infark 35 %, cerebrovascular accident 15 % dan gagal ginjal 5 %. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi esensial biasanya akibat perubahan struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada kasuskasus yang tidak diobati. Mula-mula akan terjadi hipertrofi dari tunika media diikuti dengan hialinisasi setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima dan akhirnya akan terjadi penyempitan pernbuluh darah. Tempat yang paling berbahaya adalah bila mengenai miokardium, arteri dan arterial sistemik arteri koroner dan serebral serta pembuluh darah ginjal. Komplikasi terhadap jantung akibat hipertensi yang paling sering terjadi adalah kegagalan ventrikel kiri, PJK seperti angina pektoris dan miokard infark.6 Dari beberapa penelitian didapatkan ± 50 % penderita miokard infark menderita hipertensi dan 75 % kegagalan ventrikel kiri penyebabnya adalah hipertensi. Perubahan hipertensi khususnya pada jantung disebabkan karena : 1. Meningkatnya tekanan darah Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi. 27 2. Mempercepat timbulnya aterosklerosis Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, memudahkan terjadinya aterosklerosis koroner (faktor koroner). Hal ini menyebabkan angina pektoris, insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi dibandingkan orang normal. Tekanan darah sistolik diduga mempunyai pengaruh yang lebih besar. Adapun Definisi dan klasifikasi menurut WG-ABU terdapat pada tabel 2.2. 2,4-8 Klasifika Peningkatan si Normal Tahap 1 Tahap 2 TD Normal atau langka Sesekali atau intermiten Terusmenerus Penyakit Faktor Tanda Dini KV Risiko KV Penyakit Tidak ada Tidak ada atau sedikit Target Organ Tidak ada Tidak ada Tidak ada Awal Beberapa Kadang-kadang Progresif Banyak Sering Terdapat Tandatanda awal Jelas Terdapat Tahap 3 Ditandai dan berkelanjutan Advanced Banyak Sering dengan dengan atau tanpa kemajuan kejadian penyakit kardiovaskular Tabel 2.2. Definisi dan Klasifikasi Hipertensi menurut WG-ABU Kejadiannya PJK pada hipertensi sering ditemukan dan secara langsung berhubungan dengan tingginya tekanan darah sistolik. Penelitian Framingham selama 18 tahun terhadap penderita berusia 45-75 tahun mendapatkan hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya angina pektoris dan miokard infark, juga pada penelitian tersebut didapatkan 28 penderita hipertensi yang mengalami miokard infark mortalitasnya 3 kali lebih besar daripada penderita yang normotensi dengan miokard infark.6 Tekanan darah yang normal merupakan penunjang kesehatan yang utama dalam kehidupan dan ada hubungannya dengan faktor keturunan, perilaku dan cara kehidupan, kebiasaan merokok dan alkoholisme, diet serta pemasukan natrium & kalium yang seluruhnya adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan pola kehidupan seseorang. Kesegaran jasmani juga berhubungan dengan tekanan darah sistolik, seperti yang didapatkan pada penelitian Fraser dkk, orang-orang dengan kesegaran jasmani yang optimal tekanan darahnya cenderung lebih rendah. Penelitian di Amerika Serikat melaporkan pada dekade terakhir ini telah terjadi penurunan angka kematian PJK sebanyak 25 %. Keadaan ini mungkin akibat hasil dari deteksi dini dan pengobatan hipertensi pemakaian beta-bloker dan bedah koroner serta perubahan kebiasaan merokok.6 Bagi mereka yang hipertensi, ada baiknya mengukur tekanan darah setiap ke dokter atau satu sampai dua kali setahun jika tubuh dalam keadaan sehat. Tetapi, jika mengidap hipertensi, harus diet rendah garam, menurunkan berat badan bagi yang berlebihan, minum obat, dan kontrol ke dokter sesuai dengan anjuran. 1-2,7 3. Diabetes Mellitus DM terbukti merupakan faktor risiko yang kuat untuk semua manifestasi klinik penyakit aterosklerotik. Mortalitas dan morbiditas PJK pada penderita DM 2-3 kali lipat dibandingkan dengan yang non DM. Pada penderita DM dewasa 75-80 % akan meninggal karena komplikasi ini. Berdasarkan Standards of Medical Care in Diabetes 2010, beberapa kriteria dan monitoring untuk diabetes tersebut yakni, A1C > 6,5 %, FPG > 126 mg/dL (7 mmol/L), puasa didefinisikan tidak adanya ambilan kalori sedikitnya selama 8 jam, 2 jam glukosa plasma > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) selama OGTT dengan asupan glukosa sebanding dengan 75 glukosa 29 anhydrous yang dilarutkan. Pasien dengan keluhan klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia dengan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) atau dengan riwayat konsumsi obat DM secara teratur. Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit pembuluh darah. Penelitian menunjukkan laki-laki yang menderita DM resiko PJK 50 % lebih tinggi daripada orang normal, sedangkan pada perempuan resikonya menjadi 2 kali lipat. Mekanismenya belum jelas, akan tetapi terjadi peningkatan tipe IV hiperlipidemidan hipertrigliserid, pembentukan platelet yang abnormal dan DM yang disertai obesitas dan hipertensi. Mungkin juga banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.13 Diusahakan berolahraga 3-5 kali seminggu, dengan durasi 30-60 menit setiap berolahraga. Untuk kelebihan berat badan, agar dikendalikan dengan kisaran indeks massa tubuh 21-25 kilogram/meter persegi. 1-2,7 4. Dislipidemia Penyakit jantung koroner adalah penyakit dengan etiologi yang multi faktorial diantaranya adalah dislipidemia. Dislipidemia merupakan faktor risiko yang pada suatu penelitian yang diadakan oleh Balitbang Kesehatan tahun 2000 mempunyai persentasi tertinggi dibanding faktor risiko yang lain seperti hipertensi, DM, merokok, dan kepribadian Tipe A, yaitu 70,4 %. 7,13-4 Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai oleh peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi utama dari lipid adalah kenaikan kadar kolesterol total, Low Density lipoprotein (LDL), trigliserida dan penurunan High Density lipoprotein (HDL). Adult Treatment Panel (ATP) III memberi batasan dislipidemia aterogenik adalah peningkatan trigliserida, small dense LDL dan penurunan HDL. 8,12,14 Kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) yang dikenal sebagai kolesterol jahat dan kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) yang dikenal sebagai kolesterol baik. LDL membawa kolesterol dari hati ke sel, dan HDL berperan membawa kolesterol dari sel ke hati. Kadar kolesterol LDL yang 30 tinggi akan memicu penimbunan kolesterol di sel, yang menyebabkan munculnya atherosclerosis (pengerasan dinding pembuluh darah arteri) dan penimbunan plak di dinding pembuluh darah. Lipoprotein-a diperkirakan berperan pada atherogenesis dengan mentranspor molekul LDL dan mempengaruhi proliferasi sel otot polos vaskular, menghambat fibrinolisis, dan mempengaruhi fungsi platelet. Hal ini dihubungkan dengan peningkatan risiko penyakit akibat gangguan pembuluh darah seperti penyakit jantung koroner. Sedangkan HDL dapat mengangkut kolesterol dari jaringan tepi, termasuk plak atherosklerotik, untuk diedarkan kembali atau dibuang dalam bentuk asam empedu, proses tersebut disebut reverse cholesterol transport. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan plak atherosklerosis tidak hanya berkaitan dengan peningkatan kadar LDL, namun juga rendahnya HDL dan hipertrigliseridemia. 12,14 Klasifikasi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserid menurut NCEP-ATP III 2001 (mg/dl)14 Kolesterol total Kolesterol HDL < 200 Optimal < 40 Rendah 200 – 239 Diinginkan > 60 Tinggi > 240 Tinggi Trigliserid Kolesterol LDL < 150 Optimal < 100 Optimal 150 – 199 Diinginkan 100 – 129 Mendekati optimal 200 – 499 Tinggi 130 – 159 Diinginkan > 500 Sangat tinggi 160 – 189 Tinggi > 190 Sangat tinggi Tabel 2.3. Klasifikasi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserid menurut NCEP-ATP III 200114 31 Profil lemak yang normal adalah sebagai berikut, kadar kolesterol darah dibawah 200 mg/dl, kadar kolesterol LDL dibawah 150 mg/dl, kadar kolesterol HDL diatas 35 mg/dl, dan kadar trigliserida dibawah 200 mg/dl, seperti yang ditunjukkan pada tabel 1. Hal yang juga tidak kalah pentingnya adalah rasio kolesterol LDL dan kolesterol HDL yang kurang dari 3,5. Kadar kolesterol HDL yang rendah seringkali dijumpai bersamaan dengan kadar trigliserida yang tinggi Jika kadar kolesterol total kurang dari 200 mg/dl, maka seseorang dikatakan beresiko rendah terhadap penyakit jantung. Sementara total kolesterol antara 200-239 mg/dl, maka dia beresiko terserang penyakit jantung, dan jika total kolesterol lebih dari 240 mg/dl, maka termasuk yang beresiko tinggi terhadap penyakit jantung. 9,13-5 Kolesterol low density lipoprotein cholesterol (LDL) yang merupakan kolesterol buruk harus diturunkan kadarnya dengan diet rendah kolesterol. Hal ini misalnya, mengurangi kuning telur, jeroan, udang, dan goreng-gorengan. Sebaliknya kolesterol baik atau high density lipoprotein cholesterol (HDL) justru ditingkatkan kadarnya dengan cara berolahraga, berhenti merokok, makan ikan laut, dan sebagainya. 1-2 5. Obesitas Obesitas adalah status gizi dimana indeks massa tubuh ≥ 25 kg/m2. Obesitas juga dapat diartikan sebagai kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada laki-laki dan > 21 % pada perempuan. Obesitas sering didapatkan bersama-sama dengan hipertensi, DM dan hipertrigliserdemi. Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol total dan LDL kolesterol. Resiko PJK akan jelas meningkat bila berat badan mulai melebihi 20 % dari BB ideal. Obesitas akan mengakibatkan terjadinya peningkatan volume darah sekitar 10 - 20 %, bahkan sebagian ahli menyatakan dapat mencapai 30 %. Hal ini tentu merupakan beban tambahan bagi jantung, otot jantung akan mengalami perubahan struktur berupa hipertropi atau hiperplasi yang keduanya dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pompa jantung atau lazim disebut sebagai 32 gagal jantung atau lemah jantung, dimana penderita akan merasakan lekas capek, sesak napas bila melakukan aktifitas ringan, sedang, ataupun berat (tergantung dari derajat lemah jantung). 13-4 Obesitas dapat mempercepat terjadinya penyakit jantung koroner melalui berbagai cara, yaitu : 1. Obesitas mengakibatkan terjadinya perubahan lipid darah, yaitu peninggian kadar kolesterol darah, kadar LDL-kolesterol meningkat (kolesterol jahat, yaitu zat yang mempercepat penimbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah), penurunan kadar HDL-kolesterol (kolesterol baik, yaitu zat yang mencegah terjadinya penimbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah). 2. Obesitas mengakibatkan terjadinya hipertensi, akibat penambahan volume darah, peningkatan kadar renin, peningkatan kadar aldosteron dan insulin, meningkatnya tahanan pembuluh darah sistemik, serta terdapatnya penekanan mekanis oleh lemak pada dinding pembuluh darah tepi. Obesitas juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan toleransi glukosa ataupun kencing manis. Menurut Westlund dan Nicholay Sen, obesitas sedang akan meningkatkan resiko penyakit jantung koroner 10 kali lipat, bahkan jika berat badan lebih besar 45 % dari berat badan standar, maka resiko terjadinya penyakit kencing manis akan meningkat menjadi 30 kali lipat. 13-4 Menurut hasil penelitian Skandinavia, bahwa obesitas akan mengakibatkan terjadinya peningkatan faktor-faktor pembekuan darah, sebagaimana diketahui bahwa faktor pembekuan darah merupakan faktor resiko untuk terjadinya serangan jantung dan stroke. Obesitas akan meningkatkan resiko stroke 20 % dan resiko serangan jantung sebesar 8 kali lipat dibanding mereka yang bukan obesitas. Jika berat badan naik 20 % maka angka kematian meningkat 20 % pada pria dan 10 % pada wanita. 13-4 Sebaliknya menurut studi Framingham, penurunan berat badan akan memperpanjang usia dan dengan penurunan berat badan sampai 10 % akan 33 menurunkan insiden penyakit jantung koroner 20 %. Obesitas pada masa kanak-kanak biasanya akan mempunyai efek atau pengaruh yang lebih buruk terhadap jantung dibanding jika obesitas didapat setelah usia dewasa. Hal ini disebabkan oleh karena : efek samping obesitas ditentukan oleh berat dan lamanya obesitas. Kerusakan atau kelainan otot jantung akibat obesitas sering disebut sebagai penyakit otot jantung obesitas (obesity heart muscle disease) atau kardiomiopati. 13-4 34 BAB III KERANGKA KONSEP 3. 1 DASAR PEMIKIRAN VARIABEL YANG DITELITI Penyakit jantung koroner adalah penyempitan atau penyumbatan (aterosklerosis) pembuluh darah arteri koroner yang disebabkan oleh penumpukan zat-zat lemak yang menumpuk dibawah lapisan terdalam endothelium dari dinding pembuluh darah. Proses aterosklerosis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko antara lain, umur, jenis kelamin, riwayat hipertensi, riwayat merokok, riwayat diabetes, riwayat merokok, riwayat dislipidemia, obesitas.1-2 Pada penelitian ini faktor-faktor risiko yang akan diteliti adalah faktor risiko atau variabel yang terdapat pada rekam medis pasien PJK dan memiliki nilai validitas yang akurat. Yang terdiri dari umur, jenis kelamin, riwayat hipertensi, riwayat merokok, riwayat keluarga menderita PJK, riwayat DM, kadar kolesterol, obesitas dan jenis dari PJK. Adapun variabel yang tidak diteliti ialah faktor resiko atau variabel yang tidak terdapat dalam rekam medis pasien PJK, seperti aktifitas fisik, dan riwayat mengkonsumsi alkohol. Pada penelitian ini, secara umum dibagi atas dua variabel yaitu : variabel dependen (penderita PJK) dan variabel independent (faktor resiko koroner penderita PJK) Adapun variabel-variabel yang diteliti adalah: 1. Variabel jenis kelamin. 2. Variabel umur 3. Variabel riwayat merokok 4. Variabel riwayat hipertensi 5. Variabel riwayat diabetes mellitus 6. Variabel riwayat keluarga menderita PJK 7. Variabel Dislipidemia 8. Variabel Obesitas 35 9. Variabel jenis PJK yang diderita 10. Variabel jumlah faktor risiko PJK 3.2 KERANGKA KONSEP JENIS KELAMIN UMUR RIWAYAT MEROKOK PENYAKIT RIWAYAT HIPERTENSI JANTUNG KORONER RIWAYAT KELUARGA PJK(+) RIWAYAT DM DISLIPIDEMIA OBESITAS JENIS PJK YANG DIDERITA JUMLAH FAKTOR RISIKO Gambar 3. Grafik Kerangka Konsep Keterangan: Variabel independent Variabel dependent 3.3 DEFINISI OPERASIONAL DAN KRITERIA OBJEKTIF 36 3.3.1 Jenis Kelamin : a. Definisi : yaitu identitas seksual yang sesuai dalam rekam medik pasien. b. Alat ukur : yang digunakan yaitu tabel yang telah disusun sebelumnya berdasarkan variabel penelitian yang akan diteliti. c. Cara ukur : mencatat jenis kelamin yang tercantum pada rekam medik ke dalam tabel. d. 3.3.2 Hasil ukur, yaitu : 1. Laki-laki 2. Perempuan Umur a. Definisi : adalah rentang usia pada saat subjek dilahirkan sampai masuk ke rumah sakit atau pada saat penelitian, menurut tanggal, bulan, dan tahun terakhir, yang tercatat dalam rekam medik pasien b. Alat ukur : yang digunakan yaitu tabel yang telah disusun sebelumnya berdasarkan variabel penelitian yang akan diteliti. c. Cara ukur : mencatat umur yang tercantum pada rekam medik ke dalam tabel. d. 3.3.3 Hasil ukur, yaitu : 1. 30 – 45 tahun 2. 46 – 55 tahun 3. 56 – 65 tahun 4. 66 – 75 tahun 5. > 75 tahun Riwayat Merokok a. Definisi : Adalah kegiatan menghisap rokok atau gulungan tembakau yang berbentuk batang dengan ukuran tertentu secara teratur yang dilakukan subjek sebelum maupun hingga saat pertama 37 kalinya dirawat di rumah sakit yang tercatat dalam anamnesa dokter pada rekam medik pasien. b. Alat ukur : yang digunakan yaitu tabel yang telah disusun sebelumnya berdasarkan variabel penelitian yang akan diteliti. c. Cara ukur : mencatat riwayat merokok sesuai yang tercantum pada rekam medik ke dalam tabel. d. 3.3.4 Hasil ukur, yaitu : 1. Ada riwayat Merokok 2. Tidak ada riwayat Merokok Riwayat Hipertensi a. Definisi : Adalah peningkatan tekanan darah pasien > 140/90 mmHg menurut klasifikasi JNC VII atau dengan riwayat konsumsi obat antihipertensi secara teratur, saat subjek sebelum maupun hingga saat pertama kalinya dirawat di rumah sakit dan berdasarkan diagnosis dari dokter yang tercatat dalam rekam medik pasien.14 b. Alat ukur : yang digunakan yaitu tabel yang telah disusun sebelumnya berdasarkan variabel penelitian yang akan diteliti. c. Cara ukur : mencatat riwayat hipertensi sesuai yang tercantum pada rekam medik ke dalam tabel. d. 3.3.5 Hasil ukur, yaitu : 1. Ada riwayat Hipertensi 2. Tidak ada riwayat Hipertensi Riwayat DM a. Definisi : yakni Pasien dengan keluhan klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia dengan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) , dan atau FPG > 126 mg/dL (7 mmol/L), 2 jam glukosa plasma > 200 mg/dL (11,1 mmol/L), A1C > 6,5 %, atau dengan riwayat konsumsi obat DM secara teratur, saat subjek sebelum maupun hingga saat pertama kalinya dirawat di rumah 38 sakit dan berdasarkan diagnosis dari dokter yang tercatat dalam rekam medik pasien.14 b. Alat ukur : yang digunakan yaitu tabel yang telah disusun sebelumnya berdasarkan variabel penelitian yang akan diteliti. c. Cara ukur : mencatat riwayat DM sesuai yang tercantum pada rekam medik ke dalam tabel. d. 3.3.6 Hasil ukur, yaitu : 1. Ada riwayat DM 2. Tidak ada riwayat DM Riwayat keluarga menderita PJK a. Definisi : adalah penilaian adanya anggota keluarga (kakek, ayah, ibu, saudara dll) yang pernah atau sedang menderita PJK dan memiliki hubungan garis keturunan secara langsung, yang tercatat dalam rekam medik pasien. b. Alat ukur : yang digunakan yaitu tabel yang telah disusun sebelumnya berdasarkan variabel penelitian yang akan diteliti. c. Cara ukur : mencatat riwayat keluarga menderita PJK sesuai yang tercantum pada rekam medik ke dalam tabel. d. 3.3.7 Hasil ukur, yaitu : 1. Ada Riwayat keluarga menderita PJK 2. Tidak ada Riwayat keluarga menderita PJK 3. Tidak ada keterangan dalam rekam medik Riwayat Dislipidemia a. Definisi : adalah Gangguan metabolisme lipid, termasuk di dalamnya hiperkolesterolemia (kol. Total > 200 mg/dl atau LDL > 100 mg/dl), hipertrigliseridemi (Tg > 150 mg/dl), isolated low HDL-chol (HDL < 40 mg/dl) atau campuran diantaranya, saat subjek sebelum maupun hingga saat pertama kalinya dirawat di 39 rumah sakit berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium pada rekam medik pasien.14 b. Alat ukur : yang digunakan yaitu tabel yang telah disusun sebelumnya berdasarkan variabel penelitian yang akan diteliti. c. Cara ukur : mencatat sesuai yang tercantum pada rekam medik ke dalam tabel. d. 3.3.8 Hasil ukur, yaitu : 1. Ada riwayat dislipidemia 2. Tidak ada riwayat dislipidemia 3. Tidak ada keterangan dalam rekam medik Obesitas a. Definisi : adalah status gizi dimana indeks massa tubuh ≥ 25 kg/m2), saat subjek dirawat di rumah sakit yang tercatat dalam rekam medik pasien..14 b. Alat ukur : yang digunakan yaitu tabel yang telah disusun sebelumnya berdasarkan variabel penelitian yang akan diteliti. c. Cara ukur : mencatat sesuai yang tercantum pada rekam medik ke dalam tabel. d. Hasil ukur, yaitu : 1. Obesitas (status gizi dimana indeks massa tubuh ≥ 25 kg/m2) 2. Tidak obesitas (status gizi dimana indeks massa tubuh < 25 kg/m2) 3. 3.3.9 Tidak ada keterangan dalam rekam medik Jenis PJK yang diderita a. Definisi : jenis PJK yang dimaksud ialah termasuk angina stabil, angina tidak stabil, NSTEMI dan STEMI yang didiagnosis oleh dokter ahli kardiologi.1,2 b. Alat ukur : yang digunakan yaitu tabel yang telah disusun sebelumnya berdasarkan variabel penelitian yang akan diteliti. 40 c. Cara ukur : mencatat sesuai yang tercantum pada rekam medik ke dalam tabel. d. Hasil ukur, yaitu kriteria objektif 1. Angina tidak stabil (ATS) 2. NSTEMI 3. STEMI 3.3.10 Jumlah faktor risiko a. Definisi : adalah banyaknya faktor risiko yang didapatkan pada pasien yang terdiagnosis PJK. b. Alat ukur : yang digunakan yaitu tabel yang telah disusun sebelumnya berdasarkan variabel penelitian yang akan diteliti. c. Cara ukur : mencatat sesuai yang tercantum pada rekam medik ke dalam tabel. d. Hasil ukur, yaitu : 1. Satu faktor risiko PJK 2. Dua faktor risiko PJK 3. Tiga faktor risiko PJK 4. Empat faktor risiko PJK 5. Lima faktor risiko PJK 6. Enam faktor risiko PJK 7. Tujuh faktor risiko PJK 41 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 JENIS PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif, di mana membuat gambaran atau deskripsi tentang faktor risiko koroner pada penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK) secara objekif berdasarkan data sekunder yang didapatkan.17 4.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Tempat penelitian akan dilakukan di RS. Wahidin Sudirohusodo Makassar, dimulai pada tanggal 14 Agustus 2008 sampai dengan 28 Agustus 2008. 4.3 POPULASI DAN SAMPEL 4.3.1 Populasi Populasi penelitian adalah penderita Penyakit Jantung Koroner yang menjalani rawat inap di Cardiovascular Care Unit (CVCU) Cardiac Centre RSUP Wahidin Sudirohusodo, Makassar. 4.3.2 Sampel 4.3.2.1 Teknik Pengambilan Sampel Pada penelitian ini yang menjadi sampel adalah penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang menjalani rawat inap di Cardiovascular Care Unit (CVCU) yang tercatat di rekam medik RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari – Juli 2008. Metode pengambilan sampel menggunakan total sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan pada seluruh penderita Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang menjalani rawat inap di Cardiovascular Care Unit (CVCU) yang tercatat di rekam medik RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari – Juli 2008. 42 4.4 KRITERIA SELEKSI 4.4.1 Kriteria Inklusi 1. Pasien yang berumur diatas 30 tahun. 2. Pasien yang memenuhi kriteria variabel yang akan diteliti. 4.4.2 Kriteria Ekslusi 1. Pasien yang pernah atau sedang menderita stroke. 4.5 JENIS DATA DAN INSTRUMENT PENELITIAN 4.5.1 Jenis data Data sekunder yang diperoleh dari Rekam Medik pasien PJK yang menjalani rawat inap di CVCU Cardiac Centre RS. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari – Juli 2008. 4.5.2 Instrumen penelitian Instrumen penelitian ini menggunakan daftar tilik yang telah disusun berdasarkan variabel penelitian yang akan diteliti. Kemudian akan diisi sesuai data sekunder yang diperoleh dari Rekam Medik. 4.6 PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA 4.6.1 Teknik pengolahan data Data yang diperoleh dari daftar tilik, kemudian diolah secara komputerisasi dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS 17.0 dan Excel. 4.6.2 Penyajian data Data yang telah diolah dan dianalisis akan disajikan dalam bentuk tabel disertai dengan penjelasan tabel dan disusun dan dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian. 4.7 ETIKA PENELITIAN 1. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada instansi Rumah Sakit sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian. 43 2. Berusaha untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek penelitian, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian yang dilakukan. 3. Diharapkan penelitian ini dapat member manfaat kepada semua pihak yang terkait khususnya bagi dunia kedokteran 44 BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Identitas Perjan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudrohusodo adalah rumah sakit kelas A pendidikan dengan status Perjan Rumah sakit berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.125 Tahun 2000, dengan identitas sebagai berikut: 1. Nama Rumah Sakit : RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. 2. Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan Km.11, Tamalanrea Makassar (90245) 3. Telepon : Kantor (0411) 584675, (0411) 584677, Rumah Sakit (0411) 583333, 584888 4. Fax : (0411) 587676 5. Pemilikan : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 6. RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo memiliki luas gedung 33.372 m2 RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo memiliki luas gedung 33.372 m2 dengan batas-batas sebagai berikut : - Sebelah Utara : Menuju ke Daya, terdapat kantor dan asrama kodam VII dan jalan poros Makassar Pare-pare. - Sebelah Timur : Terdapat Kantor Dinas Departemen Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan. - Sebelah Selatan : Terdapat tanah milik dan bangunan Lembaga Penelitian Unhas yang diantarai DAM buatan. - Sebelah Barat : Terdapat perkuliahan dan perkantoran Unhas. Merujuk pada peraturan tesebut Perjan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo akan mengembangkan unggulan Pelayanan, Pendidikan, dan Penelitian di bidang Kegawat Daruratan, Urologi, Kanker, Jantung, Lipid, dan Endokrin beserta pelayanan penunjangnya. 45 5.2 Sejarah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo didirikan pada tahun 1947 dengan meminjam dua bangsal RS Jiwa yang telah berdiri sejak tahun 1925 sebagai bangsal bedah dan penyakit dalam yang merupakan cikal bakal berdirinya RS Dadi. Kemudian pada tahun 1957, pemerintah daerah tingkat I Sulawesi Selatan mendirikan RSU Dadi di Lokasi RSU Jiwa sebagai Rumah sakit propinsi yang terletak di Jl. Bantaeng no.34 (kini Jl. Lanto Dg. Pasewang). Sejak tahun tersebut, baik RS Jiwa maupun RSU Dadi masing-masing membangun gedung-gedung tanpa adanya satu perencanaan. Melihat kondisi tersebut, Gubernur Propinsi Sulawesi Selatan ketika itu Prof. Dr. H. Akhmad Amiruddin dan Menteri Kesehatan RI, Dr. H. Soewarjono Swoerjaningrat akhirnya bersepakat memindahkan RSU Dadi ke Lokasi yang lebih strategis sebagai Rumah Sakit Rujukan dan Rumah Sakit Pendidikan. Pada tahun 1983 mulai dilaksanakan pembelian tanah di Tamalanrea tidak jauh dari lokasi kampus Universitas Hasanuddin. Pembangunan gedung pertama pada tahun 1988 yaitu gedung administrasi. Atas bantuan rektor Unhas yang menghibahkan tanah Unhas seluas 8 Ha maka pada tahun 1990 pembangunan gedung-gedung mulai dilaksanakan dengan kapasitas 2100 tempat tidur. Rumah sakit ini mulai dioperasikan pada tahun 1993 dengan status Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) kelas A sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI no.283/Menkes/SK/III/ 1992, disebut RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, karena notabene Dr. Wahidin Sudirohusodo masih memiliki hubungan emosional dengan cucu Karaeng Galesong. Pada tahun 1994, RSUP ini dijadikan RS swadana sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No.999/Menkes/SK/X/1995 tertanggal 16 oktober 1995, Keputusan Dirjen Pelayanan Medis No.0001311864 tentang petunjuk Teknis Penyusulan Penetapan dan Tata Cara Pengelolaan Keuangan sebagai unit Swadana. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan ini, pada bulan Januari 1998 lalu RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo mendapat pengakuan akreditasi Rumah Sakit Pusat, dan mulai 1 April tahun 1999 statusnya berubah dari lembaga swadaya 46 menjadi pengguna PNPB. Sejak bulan Januari 2002 status RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo di ubah menjadi PERJAN (Perusahaan Jawatan). 5.3 Visi, Misi, dan Motto RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Visi dari RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo yaitu “Menjadi Rumah Sakit rujukan tertinggi di Kawasan Timur Indonesia yang mandiri, prima serta unggul dalam teknologi, manajemen, dan sumber daya manusia”. Misi dari RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo yaitu: a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna yang prima, professional, dan terjangkau. b. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian yang berkualitas yang mendukung pelayanan paripurna. c. Menyelenggarakan pelayanan rujukan medis dan kesehatan tertinggi di Kawasan Timur Indonesia. Yang menjadi motto rumah sakit ini adalah: “Dengan budaya SIPAKATAU kami melayani dengan hati” yang berarti bahwa dalam memberikan pelayanan setiap karyawan harus saling menghargai dan memperlakukan orang lain sebagaimana dirinya sendiri ingin dihargai dan diperlakukan oleh orang lain. 5.4 Susunan Organisasi Susunan Direksi Perjan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo terdiri dari: - Direktur Utama : Dr. drg. Nurshanty Andi Sapada, M.Kes - Direktur Medik dan Keperawatan : Dr. Khalid Saleh, Sp.PD. - Direktur SDM dan Pendidikan : Dr. Suriah Tjegge, MHA - Direktur Keuangan : Dra. Andi Kalsum, P.Apt, M.Kes. - Direktur Umum dan Operasional : 47 5.5 Sumber Daya a. Tenaga Jumlah tenaga yang tersedia di Perjan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo sekarang ini sebesar 1.579 orang terinci sebagai berikut : Tabel 5.1 Jenis Tenaga RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Berdasarkan Status Kepegawaian No I II III Kategori Utama Depkes Dikbud PPDS Honor Jumlah Tenaga Medis 80 115 303 - 498 Dokter Umum 22 - - - 22 Dokter Gigi 7 - - - 7 Dokter Ahli 51 115 303 - 469 Tenaga para medis 721 - - 79 797 Paramedis perawatan 511 - - 49 560 Paramedis non perawatan 210 - - 27 237 Non Medis 109 - - 175 284 910 115 303 251 1597 Jumlah Sumber : Data RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar b. Potensi Perjan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo saat ini: Jenis Pelayanan yang dapat diberikan adalah kemampuan pelayanan sub spesialistik yang meliputi: 1. Pelayanan sub spesialistik Bedah 2. Pelayanan sub spesialistik Penyakit Dalam 3. Pelayanan sub spesialistik Kesehatan Anak 4. Pelayanan sub spesialistik Telinga, Hidung, dan Tenggorokan 5. Pelayanan sub spesialistik Mata 6. Pelayanan sub spesialistik Neurologi 48 7. Pelayanan sub spesialistik Kulit Kelamin 8. Pelayanan sub spesialistik Anastesi 9. Pelayanan sub spesialistik Radiologi 10. Pelayanan sub spesialistik Kardiologi 11. Pelayanan sub spesialistik Pulmonologi c. Sarana dan Prasarana 1. Sarana RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo memiliki luas tanah 8,4 ha dengan luas gedung 28416.8 m2 yang terdiri dari: kantor, rawat jalan, rawat darurat, rawat inap (Lontara 1-4; Pavilium Palem, Sawit dan Pinang), Cardiac Centre, Perawatan Intensif, Hemodialisa, Endoskopi dan Bedah Pusat (Lithotripsy, (COT), Rehabilitasi Prostatron, Hyperbarik Medik, Tindakan Chamber), Khusus Laboratorium, Farmasi, Utility, Wisma, kamar jenasah, selasar, taman, halaman, jalan dan tempat parker, transportasi dan alat komunikasi (ambulance 3 buah, mobil jenasah 3 buah, mobil dinas 10 buah, motor 3 buah, telepon 25 satuan sambungan dan faximile 2 buah). Fasilitas Tempat Tidur (TT): Kapasitas tempat tidur 559 TT + 20 TT (bayi) 1. VIP A1, A2, A3, B1 34 TT 2. Kelas I 54 TT 3. Kelas II 176 TT + 11 TT (isolasi) 4. Kelas III 264 TT 5. Perawatan Intensif 20 TT 2. Prasarana Listrik (PLN kapasitas 1.500.000 watt, diesel 1.000 KPA), sumber air bersih (artesis, PDAM, sumur), tabung (gas medis, outlet O2 70 buah, NO2 14 buah), vakum ekstra 78 buah, air resusitasi 42 buah, vakum unit 1 buah 2 x 7,5 HP, kompressor O2 14 buah, sentral NO2 6 buah, 49 buler 2 unit 2 x 10,5 KW, air conditioner (central cheller terdiri dari 3 unit dengan kapasitas masing-masing 10 Kva, pump terdiri dari 3 unit, window/split terdiri dari 120 unit), reservoir (tower, tanah, hydrant), pengelolahan limbah (waste water treatment, incinerator, cerobong asap uap), sistem keamanan (satpam) 10 orang, sistem pemadam kebakaran (pail alarm, genset hydrant). 5.6 Program Unit Pelayanan Kardiovaskuler Program unit pelayanan kardiovaskuler terdiri 3 program utama, yaitu : a. Program pelayanan : Pelayanan rutin di rumah sakit ( Rawat inap dan rawat jalan). Referal yang dikoordinir oleh rumah sakit Kerja sama dengan instansi atau pemerintah setempat Bakti sosial b. Program pendidikan : Pelatihan terhadap paramedis dalam bidang kardiologi Pelatihan bagi dokter umum dalam bidang kardiologi Pendidikan untuk ahli Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Bimbingan / stase di bagian kardiologi bagi PPDS Ilmu Penyakit Dalam Mengadakan seminar / simposium dalam bidang kardiologi c. Program penelitian : Berusaha melakukan penelitian dalam bidang kardiologi baik dilakukan sendiri maupun pihak luar.2 50 5.7 CVCU a. Pelayanan 24 jam. b. Dokter yang bertugas : - Dokter residen kardiologi / dokter residen interna stase kardiologi - Dokter ahli penyakit jantung dan pembuluh darah : 08.00-16.00 WITA setiap hari jaga. - Dokter ahli penyakit jantung dan pembuluh darah yang mendapat tugas jaga, bertugas on call selama 24 jam.2 5.5.1 Indikasi masuk CVCU - Infark miokard akut - Angina pektoris tidak stabil - Syok kardiogenik - Edema paru akut - Gagal jantung berat - Aritmia gawat darurat - Tamponade jantung - Hipertensi berat dengan komplikasi jantung - Memerlukan monitor hemodinamik - Observasi nyeri dada hanya bila sangat curiga berasal dari jantung Setelah perawatan CVCU, selanjutnya ada 3 kemungkinan penderita keluar dari CVCU : - Dipindahkan ke ruangan perawatan interna untuk perawatan selanjutnya - Pulang paksa - Meninggal Setelah penderita keluar rumah sakit, selanjutnya dapat kontrol ke poli jantung untuk pengelolaannya lebih lanjut atau ke dokter yang mengirim. 51