NASKAH PUBLIKASI EFEKTIVITAS PELATIHAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL UNTUK MENGURANGI RASA MALU (SHYNESS) Oleh: NANDHINI HUDHA ANGGARASARI RETNO KUMOLOHADI PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2007 NASKAH PUBLIKASI EFEKTIVITAS PELATIHAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL UNTUK MENGURANGI RASA MALU (SHYNESS) Telah disetujui Pada Tanggal _______________________ Dosen Pembimbing Utama (Retno Kumolohadi, S.Psi,M.Si,Psikolog) EFEKTIVITAS PELATIHAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL UNTUK MENGURANGI RASA MALU (SHYNESS) Nandhini Hudha Anggarasari Retno Kumolohadi INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pelatihan komunikasi interpersonal untuk mengurangi rasa malu (shyness). Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan rasa malu (shyness) kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah mendapat pelatihan, dan ada perbedaan rasa malu (shynes) pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah pelatihan komunikasi interpersonal. Subjek penelitian berjumlah 12 orang, yang terbagi menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Subjek penelitian adalah mahasiswa yang berusia 19 sampai 25 tahun, berdomisili di Jogjakarta, ingin mengikuti pelatihan tanpa paksaan, dan belum menikah. Penelitian ini dilakukan di Sapu Angin, Tegalmulyo, Kemalang, Klaten, jawa Tengah. Teknik pengambilan subjek yang digunakan adalah metode random ordering. Adapun skala yang digunakan adalah skala shyness yang merupakan hasil olahan Penulis berdasarkan symptomsymptom shyness yang telah dikemukakan oleh Henderson dan Zimbardo. Skala tersusun menjadi 34 aitem. Metode eksperimen yang digunakan adalah eksperimental murni (true eksperimental design), dengan menggunakan desain pretest-posttest control group design. Metode analisis data dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 12,00 dan analisis data deskriptif dengan cara wawancara akan direduksi, yang dikategorikan menjadi berbagai aspek, kemudian ditambah dengan hasil angket terbuka. Teknik analisis uji U-Mann Whitney test menunjukkan skor p < 0,01 yang artinya ada perbedaan rasa malu (shyness) yang sangat signifikan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah mendapat pelatihan. Teknik analisis Uji Tanda-The Sign Test menunjukkan skor p < 0,05 yang artinya ada perbedaan rasa malu (shynes) yang signifikan pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah pelatihan komunikasi interpersonal. Jadi hipotesa diterima. Kata kunci : efektivitas pelatihan, rasa malu (shyness), komunikasi interpersonal. PENGANTAR Latar belakang masalah Masa depan bangsa ada di tangan generasi muda. Generasi muda dididik dan berkembang dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Perkembanagan individu dari masa kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga lansia. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Tahap peralihan dari masa remaja hingga dewasa, dimulai dari tahap dewasa muda. Dewasa muda merupakan masa transisi, baik transisi secara fisik, intelektual, maupun transisi peran sosial.(Dariyo,2003) Hubungan sosial dewasa muda berbeda dengan masa remaja. Dewasa muda agak takut untuk memulai dan malu untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Situasi dan kondisi mereka berubah. Awalnya bisa tenang bermain bersama teman-teman, namun pada masa ini mereka dituntut untuk lebih bertanggung jawab dengan apa yang mereka lakukan. Perubahan ini disebut sebagai tahap penyesuaian diri, agar mereka bisa bertahan dalam lingkungan baru. Dalam lingkungan baru, dewasa muda memiliki perasaan malu untuk memulai menjalin hubungan dengan orang lain. Malu terhadap perubahanperubahan yang berbeda dengan saat remaja. Menurut Tasmin, rasa malu adalah suatu keadaan seseorang dimana seseorang tersebut sangat peduli dengan penilaian orang lain terhadap dirinya dan merasa cemas karena penilaian sosial tersebut, sehingga cenderung untuk menarik diri. (htt://www.e- psikologi.com/anak/200302.htm). Rasa malu karena khawatir orang lain menilai negatif tentang diri individu merupakan hal yang tidak saja terkait dengan masalah penampilan saja, tapi juga dari beraneka ragam kehidupan, seperti dalam menyikapi sesuatu, dalam berorganisasi, sikap individu dalam sebuah event, ataupun di keluarga sendiri dalam pola asuh anak. Hal yang dialami oleh Ibu Heny berbeda dengan kasus sebelumnya. Dia merasa malu, karena melihat perilaku anaknya yang pemalu, yang selalu ingin terus-menerus berada dekat dengan orang tuanya, menyembunyikan diri di balik rok ibunya, tidak mau diajak berbicara dengan orang asing dan tidak mau melakukan kontak mata. (http://www.e- psikologi.com/anak/200302.htm). Malu untuk bertemu dengan orang asing merupakan prediktor yang paling besar dalam gangguan avoidant personality, hal ini pernah diteliti pada pasien yang memiliki social phobia (Mateinsdottir,2003). Rasa malu bertemu dengan orang asing dapat diminimalisir, berdasarkan penelitian yang dilakukan di Tempe, Arizona, ditemukan bahwa kontribusi non verbal orang dewasa dalam rapport yang baik, dapat mengurangi rasa malu. Anak yang enggan tersenyum jadi mau tersenyum, dan rasa cemasnya berkurang. Pada anak yang pemalu, hal ini sangat membantu perkembangannya dalam menyikapi sesuatu, perilaku non verbal, dan persepsinya saat menghadapi orang asing. (Rotenberg, 2003). Individu yang pemalu biasanya perilakunya suka menghindar dan pasif, aversif, ketakutan, bicaranya pelan, sulit mengekspresikan diri, bicara tidak lancar, dan cemas. Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak menjadi pemalu yaitu kondisi yang asing, situasi yang formal, mendapat perhatian sosial yang berlebihan atau bahkan tidak mendapat perhatian, dan privacy-nya dilanggar. (Mc Croskey, 1984). Dalam menghadapi masalah pada situasi yang baru, individu yang pemalu cenderung untuk menghindar ke tempat yang menurutnya lebih nyaman. Selain menghindari tempat yang baru, mereka juga menghindari kontak dengan orang asing. Sesering apapun seseorang menghindar, namun tidak bisa tidak berkomunikasi dengan orang lain, karena manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain, selain itu kurangnya komunikasi antara individu akan menghambat perkembangan kepribadian seseorang (Rakhmat, 2005). Para ahli berpendapat bahwa rasa malu dapat diatasi dengan cara treatment (memberikan perlakuan). Pada Klinik shyness yang dikepalai Zimbardo, rasa malu dapat diatasi dengan pelatihan komunikasi. Komunikasi merupakan media dalam berperilaku. Semua perilaku mempunyai sebuah pesan, walaupun itu hanya sekedar tersenyum, tanpa harus menggunakan kata-kata. Isyarat tubuh merupakan bentuk pesan tersendiri dalam berkomunikasi dengan orang lain. Komunikasi amatlah penting dalam membina hubungan dengan orang lain, karena dapat memberikan informasi baru dan wacana yang berbeda dalam diri kita. Berkomunikasi dengan orang lain atau komunikasi interpersonal akan menunjang kelangsungan sebuah hubungan yang dinamis dan beragam. Komunikasi antarpribadi atau interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara bertatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. (Rakhmat,2005). Namun, komunikasi merupakan hambatan yang terbesar pada orang yang pemalu, sehingga perlu untuk dilatih. Sebuah bentuk pembelajaran dan pelatihan tentang komunikasi interpersonal akan sangat membantu dalam proses komunikasi interpersonal orang yang pemalu. Bentuk pelatihan yang akan digunakan yaitu berdasarkan salah satu faktor yang mempengaruhi rasa malu, yaitu kondisi yang asing (Mc Croskey, 1984). Dalam hal ini Penulis berusaha membuat pelatihan yang memfokuskan pada segi kemampuan berkomunikasi dengan orang yang tidak dikenal, dalam lingkungan yang asing, dan masing-masing individu mendapat perhatian dari peserta lainnya dalam berkomunikasi. Pelatihan yang disusun Penulis yaitu pelatihan komunikasi interpersonal. Di dalam pelatihan ini, individu dapat belajar untuk mengeksplorasi hal-hal positif dalam diri dan mengakui kekurangan, dapat mengekspresikan perasaan dan mengungkapkan isi hati dan harapan, dapat memberikan pendapat dan komentar, menerima pendapat, dan saling berbagi pengalaman, dan belajar untuk mendengarkan, sehingga diharapkan individu dapat mulai nyaman dan terbiasa melakukan kontak, keterlibatan, dan kerja sama dengan orang yang belum dikenal. Pelatihan ini memberikan kesempatan kepada individu untuk menerapkan secara langsung materi yang diajarkan serta mengevaluasi hasil pelatihan. Berdasarkan uraian di atas, maka dengan mempertimbangkan bahwa malu merupakan hambatan individu dalam berkomunikasi dengan orang lain, dan malu dapat diatasi dengan suatu terapi atau dengan melatih diri dengan memfokuskan pada peningkatan komunikasi interpersonalnya, maka Penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang efektivitas pelatihan komuniasi interpersonal untuk mengurangi rasa malu. Rasa malu (shyness) Rasa malu (syness) adalah satu kondisi kegelisahan, kecemasan, tidak menyenangkan dan terhambat, disebabkan oleh kehadiran orang lain. Rasa malu (syness) juga dapat merupakan ketidaknyamanan dalam kehadiran orang lain, yang timbul dari kesadaran diri yang kuat, dalam pandangan Mc Dougall, disebabkan oleh timbulnya perasaaan diri yang positif dan negatif secara serentak. (Drever, 1986). Menurut Tasmin, rasa malu adalah suatu keadaan seseorang dimana seseorang tersebut sangat peduli dengan penilaian orang lain terhadap dirinya dan merasa cemas karena penilaian sosial tersebut, sehingga cenderung untuk menarik diri. (htt://www.e-psikologi.com/anak/200302.htm). Rasa malu (syness) adalah perasaan tidak nyaman, menahan diri, dan kaku dalam situasi sosial, terutama dengan orang yang tidak dikenal. (Mc Croskey,1984). Dari tiga pengertian rasa malu (syness), Peneliti menyimpulkan bahwa rasa malu (syness) adalah perasaan tidak nyaman, gelisah, cemas, dalam menghadapi orang yang tidak dikenal dalam situasi sosial. Efektivitas pelatihan komunikasi interpersonal Efektivitas pelatihan dan komunikasi interpersonal adalah proses, cara, melatih seseorang untuk dapat belajar tentang komunikasi, sehingga dapat saling memberi dan menerima informasi atau pesan secara verbal ataupun non verbal, yang memberikan dampak dan peluang untuk saling memberikan umpan balik yang dapat mempengaruhi sikap, pendapat, atau perilaku manusia, sehingga mempengaruhi sikap awal seseorang dan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Rasa malu dan efektivitas pelatihan komunikasi interpersonal Rasa malu yang dialami oleh seseorang karena menghadapi hal yang asing dan baru merupakan hambatan dalam berkomunikasi, karena orang pemalu akan cenderung menghindari orang lain atau situasi baru yang membuat dia merasa tidak nyaman. Malu untuk bertemu dengan orang asing merupakan prediktor yang paling besar dalam gangguan avoidant personality, hal ini pernah diteliti pada pasien yang memiliki social phobia (Mateinsdottir,2003). Rasa malu bertemu dengan orang asing dapat diminimalisir, berdasarkan penelitian yang dilakukan di Tempe, Arizona, ditemukan bahwa kontribusi non verbal orang dewasa dalam rapport yang baik, dapat mengurangi rasa malu. Anak yang enggan tersenyum jadi mau tersenyum, dan rasa cemasnya berkurang. Pada anak yang pemalu, hal ini sangat membantu perkembangannya dalam menyikapi sesuatu, perilaku non verbal, dan persepsinya saat menghadapi orang asing. (Rotenberg, 2003). Selain kontribusi non verbal orang dewasa, kualitas persabahatan dapat membantu mengurangi rasa malu. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Fordham dan Hinde, ditemukan bahwa kualitas persahabatan dapat membantu anak yang pemalu dalam mengatasi masalahnya, meningkatkan harga diri, dan mengurangi rasa kesepian dalam diri anak. Para ahli berpendapat bahwa rasa malu dapat diatasi dengan cara treatment (memberikan perlakuan). Pada Klinik shyness yang dikepalai Zimbardo, rasa malu dapat diatasi dengan pelatihan komunikasi. Komunikasi merupakan media dalam berperilaku. Semua perilaku mempunyai sebuah pesan, walaupun itu hanya sekedar tersenyum, tanpa harus menggunakan katakata. Isyarat tubuh merupakan bentuk pesan tersendiri dalam berkomunikasi dengan orang lain. Namun, sebuah isyarat tidak akan berdampak lebih jauh dalam interaksi, tanpa adanya komunikasi verbal dengan orang lain. (Supratiknya, 1995). Komunikasi amatlah penting dalam membina hubungan dengan orang lain, karena dapat memberikan informasi baru dan wacana yang berbeda dalam diri kita. Berkomunikasi dengan orang lain atau komunikasi interpersonal akan menunjang kelangsungan sebuah hubungan yang dinamis dan beragam. Komunikasi antarpribadi atau interpersonal adalah komunikasi antara orangorang secara bertatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. (Rakhmat,2005). Namun, komunikasi merupakan hambatan yang terbesar pada orang yang pemalu, sehingga perlu untuk dilatih. Sebuah bentuk pembelajaran dan pelatihan tentang komunikasi interpersonal akan sangat membantu dalam proses komunikasi interpersonal orang yang pemalu. Komunikasi antar pribadi dapat dilatih secara kesinambungan dan bertahap. Pelatihan ini merupakan salah satu media untuk melatih komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi, agar individu dapat berkomunikasi dengan nyaman, dan menyampaikan maksudnya dengan baik. METODE PENELITIAN Subjek Penelitian Subjek penelitian ini terdiri dari kelompok ekperimen dan kelompok kontrol. Untuk menentukan Subjek, Peneliti menggunakan metode randomisasi, yaitu random ordering, pemilihan sampel atas dasar urutan nomor unit sampling (Latipun, 2004). Hal pertama yang dilakukan, yaitu dengan cara membuat pamphlet pengumuman tentang adanya pelatihan untuk mengurangi rasa malu. Dalam pamphlet, disebutkan waktu pelaksanaan briefing, tes, pelatihan dan karakteristik Subjek penelitian. Karakteristik Subjek penelitian yakni sebagai berikut : 1. mahasiswa yang berusia 19 sampai 25 tahun. 2. berdomisili di Jogjakarta. 3. ingin mengikuti pelatihan tanpa paksaan. 4. belum menikah. Subjek yang sesuai dengan karakteristik, menghubungi Peneliti dan melakukan briefing untuk mengetahui prosedur pelatihan. Setelah ketentuan disepakati, Subjek mengisi lembar partisipasi dan mengerjakan pre test. Data Subjek dibagi menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, berdasarkan nomor urut pendaftaran. Nomor genap adalah kelompok kontrol, sedangkan nomor ganjil adalah kelompok eksperimen. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan alat ukur, yaitu angket shyness adalah angket yang berisi skala-skala yang digunakan untuk mengungkap rasa malu. Skala shyness merupakan hasil olahan Penulis berdasarkan symptom-symptom shyness yang telah dikemukakan oleh Henderson dan Zimbardo. Skala model yang digunakan sebagai pola dasar pengukuran skala ini adalah model Likert. Skala memiliki empat (4) alternative jawaban yaitu: SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai ), STS ( Sangat Tidak Sesuai). Sebelum digunakan untuk mengambil data, skala ini akan diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas dan uji reliabilitas alat ukur menggunakan teknik varians dari Alpha Croncbrach dengan bantuan fasilitas SPSS 12 for Windows. Penelitian ini menggunakan alat bantu penelitian, yaitu a. Lembar Kesediaan berpartisipasi. b. Angket. c. Pedoman wawancara. Rancangan eksperimen 1. Metode : eksperimental murni (true eksperimental design) 2. Desain : pretest-posttest control group design Pelatihan ini ada dua kelompok, ada pelatihan komunikasi interpersonal untuk kelompok eksperimen, dan pelatihan berpikir positif untuk kelompok kontrol. Menggunakan pelatihan berpikir positif bertujuan sebagai placebo agar tidak ada kecemburuan dan perbedaan yang terlalu mencolok antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen (Latipun, 2004). Pelatihan ini disampaikan oleh Team Work yang berasal dari gabungan mahasiswa dan komunitas Mapapleh. Aspek komunikasi interpersonal yang akan digunakan adalah kontak, keterlibatan, dan keakraban. Pelatihan ini disampaikan dalam bentuk penyampaian materi, praktek, dan rapling. Pelatihan ini dilakukan selama 3 hari 2 malam. X1 X2 Y1 Y2 X1 X2 X1 X2 Gambar 1. Desain eksperimen Keterangan : X1 : Kelompok Eksperimen X2 : Kelompok Kontrol Y1 : Pelatihan Komunikasi Interpersonal Y2 : Pelatihan Berpikir positif : Pre test : Post Test : Follow Up Test (setelah 4 minggu pelatihan) Metode analisis data 1. Data yang diperoleh adalah data kuantitatif, metode analisis data digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini, yaitu menggunakan teknik analisis uji U-Mann Whitney test dan teknik analisis Uji Tanda-The Sign Test. Untuk menjaga keakuratan dan kemudahan pengolahan data digunakan teknik perhitungan data melalui program Software Statistical Product and Service Solution (SPSS) 12 for Windows. 2. Analisis data deskriptif dengan cara wawancara akan direduksi, dan dikategorikan menjadi berbagai aspek, kemudian ditambah dengan hasil angket terbuka HASIL PENELITIAN Subjek penelitian Subjek penelitian ini berjumlah 12 orang yang terbagi menjadi 6 orang kelompok eksperimen dan 6 orang kelompok kontrol. Kelompok eksperimen terdiri dari 4 orang laki-laki dan 2 orang wanita. Kelompok kontrol terdiri dari 5 orang laki-laki dan 1 orang wanita. Kriteria subjek penelitian adalah mahasiswa yang berusia 19 sampai 25 tahun dan ingin mengikuti pelatihan tanpa paksaan untuk mengurangi rasa malunya. Penentuan anggota kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdasarkan nomor urut pendaftaran. 2. Deskripsi data penelitian a. Pre test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol Tabel 1 Deskripsi Pre test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol preeks N 6 Minimum 76,00 Maximum 99,00 Mean 86,8333 Std. Deviation 8,06019 prekon 6 48,00 82,00 70,5000 13,76590 Valid N (listwise) 6 Keterangan : Preeks : Pre Test Kelompok eksperimen Prekon : Pre Test Kelompok kontrol N : jumlah subjek Tabel 1 menunjukkan pre test kelompok kontrol dengan subyek 6 orang, memperoleh skor terendah 48 dan skor tertinggi sejumlah 82. Kelompok kontrol memiliki skor rata-rata sebesar 70,5 dan standar deviasi 13,7659. Pre test untuk kelompok eksperimen dengan jumlah subyek yakni 6 orang memiliki skor terendah 76 dan skor tertinggi 99. Rata-rata untuk kelompok eksperimen yaitu 86,8333 dan standar deviasi 8,06019. Sehingga dapat disimpulkan skor pre test kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. b. Post tes kelompok eksperimen dan kelompok kontrol Tabel 2 Deskripsi Post test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. N 6 Minimum 72,00 Maximum 90,00 Mean 80,1667 Std. Deviation 5,94699 6 45,00 86,00 72,5000 14,67992 posteks postkon Valid N (listwise) 6 Keterangan : Posteks : Post Test Kelompok eksperimen Postkon : Post Test Kelompok kontrol N : jumlah subjek Tabel 2 menunjukkan post test kelompok kontrol dengan subyek 6 orang, memperoleh skor terendah 45 dan skor tertinggi sejumlah 86. Kelompok kontrol memiliki skor rata-rata sebesar 72,5 dan standar deviasi 14,67992. Pre test untuk kelompok eksperimen dengan jumlah subyek yakni 6 orang memiliki skor terendah 72 dan skor tertinggi 90. Rata-rata untuk kelompok eksperimen yaitu 80,1667 dan standar deviasi 5,94699. Sehingga dapat disimpulkan skor post test kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. c.Gains score kelompok eksperimen dan kelompok kontrol Tabel 3 Deskripsi Gains Score kelompok eksperimen dan kelompok kontrol N Minimum Maximum Mean Std. Deviation gainseks 6 -21,00 -2,00 -6,6667 7,14609 gainskon 6 -3,00 9,00 2,0000 4,09878 Valid N (listwise) 6 Keterangan : Gainseks : Gains Score Kelompok eksperimen Gainskon : Gains Score Kelompok kontrol N : jumlah subjek Tabel 3 menunjukkan Gains Score kelompok kontrol dengan subyek 6 orang, memperoleh skor terendah -3 dan skor tertinggi sejumlah 9. Kelompok kontrol memiliki skor rata-rata sebesar 2 dan standar deviasi 4,09878. Gains Score untuk kelompok eksperimen dengan jumlah subyek yakni 6 orang memiliki skor terendah -21 dan skor tertinggi -2. Rata-rata untuk kelompok eksperimen yaitu -6,6667 dan standar deviasi 7,14609. Sehingga dapat disimpulkan gains score kelompok kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok eksperimen. Tabel deskripsi di bawah ini, merupakan gambaran umum data penelitian yang dituliskan secara singkat : Tabel 4 Deskripsi Data Penelitian variabel Skor yang diperoleh (empirik) Min Max Mean SD Skor yang dimungkinkan (hipotetik) Min Max Mean SD shyness 48 99 78,6667 13,72677 34 136 85 17 Keterangan : Min : nilai minimum Max : nilai maksimum Mean : nilai rata-rata SD : standar deviasi Tabel 4 menunjukkan deskripsi data penelitian dengan skor yang diperoleh untuk variabel shyness. Skor hipotetik minimum adalah 34, dengan skor hipotetik maksimum adalah 136, dan mean hipotetiknya adalah 85, dengan standar deviasi 17. Peneliti kemudian mengkategorikan subjek untuk mendapatkan informasi tentang keadaan subjek pada variabel yang diteliti. Subjek dalam penelitian ini digolongkan ke dalam 5 kategori, yaitu : sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Kategori subjek penelitian adalah sebagai berikut : 1. Sangat rendah : X < M-1,8 SD 2. Rendah : M-1,8 SD = X = M-0,6 SD 3. Sedang : M-0,6 SD < X = M+0,6 SD 4. Tinggi : M+0,6 SD < X = M+1,8 SD 5. Sangat tinggi : M+1,8 SD < X Hasil kategorisasi subyek pada skala rasa malu (shyness) dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 5 Kriteria Kategorisasi Skala Shyness Pre Test kelompok kontrol Kategorisasi Skor Jml KK Sangat rendah X < 54,4 1 Rendah 54,4 = X = 74,8 1 kelompok eksperimen dan (%) 16,7% 16,7% Jlm KE (%) Sedang 74,8 < X = 95,2 4 66,6% 4 66,6% Tinggi 95,2 < X = 115,6 2 33,4% Sangat tinggi 115,6 < X Catatan : KK = Kelompok kontrol, KE : Kelompok eksperimen Tabel 5 menunjukkan subjek penelitian saat pre test, pada kelompok kontrol terbagi menjadi tiga kategori, yaitu sangat rendah sebanyak 1 orang (16,7%), rendah sebanyak 1 orang (16,7%), dan sedang sebanyak 4 orang (66,6%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar subjek kelompok kontrol pada saat pre test memiliki tingkat rasa malu yang sedang. Sedangkan untuk kelompok eksperimen, subjek penelitian dalam kelompok ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu sedang sebanyak 4 orang (66,6%) dan tinggi sebanyak 2 orang (33,4%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar subjek kelompok eksperimen pada saat pre test memiliki tingkat rasa malu yang sedang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki base line yang setara, yaitu sedang. Tabel 6 Kriteria Kategorisasi Skala Shyness Post Test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol Kategorisasi Skor Jml (%) Jlm (%) KK KE Sangat rendah X < 54,4 1 16,7% Rendah 54,4 = X = 74,8 1 16,7% 1 16,7% Sedang 74,8 < X = 95,2 4 66,6% 5 83,3% Tinggi 95,2 < X = 115,6 Sangat tinggi 115,6 < X Catatan : KK = Kelompok kontrol, KE : Kelompok eksperimen Tabel 6 menunjukkan subjek penelitian saat post test, pada kelompok kontrol terbagi menjadi tiga kategori, yaitu sangat rendah sebanyak 1 orang (16,7%), rendah sebanyak 1 orang (16,7%), dan sedang sebanyak 4 orang (66,6%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar subjek kelompok kontrol pada saat post test memiliki tingkat rasa malu yang sedang dan tidak mengalami penurunan ataupun kenaikan rasa malu yang signifikan. Sedangkan untuk kelompok eksperimen, subjek penelitian dalam kelompok ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu sedang sebanyak 5 orang (83,3%) dan rendah sebanyak 1 orang (16,7%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar subjek kelompok eksperimen pada saat post test memiliki tingkat rasa malu yang sedang dan mengalami penurunan rasa malu. Sebagai contoh, pada saat pre test ada 2 subjek (33,3%) yang memiliki kategori tinggi , dan ketika post test, tidak ada satupun yang memiliki kategori tinggi. Tabel 7 Kriteria Kategorisasi Skala Shyness Follow Up eksperimen dan kelompok kontrol Kategorisasi Skor Jml (%) KK Sangat rendah X < 54.4 1 16,7% Rendah 54.4 = X = 74.8 3 50% Sedang 74.8 < X = 95.2 2 33,3% Tinggi 95.2 < X = 115.6 Test kelompok Jlm KE (%) 6 100% Sangat tinggi 115.6 < X Catatan : KK = Kelompok kontrol, KE : Kelompok eksperimen Tabel 7 menunjukkan subjek penelitian saat follow up test, pada kelompok kontrol terbagi menjadi tiga kategori, yaitu sangat rendah sebanyak 1 orang (16,7%), rendah sebanyak 3 orang (50%), dan sedang sebanyak 2 orang (33,3%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar subjek kelompok kontrol pada saat follow up test memiliki tingkat rasa malu yang rendah dan mengalami penurunan. Sebagai contoh, pada saat post test jumlah subjek kategori sedang ada 4 orang (66,6%) dan pada saat follow up jadi 3 orang (50%). Sedangkan untuk kelompok eksperimen, subjek penelitian dalam kelompok ini menjadi satu kategori, yaitu sedang sebanyak 6 orang (100%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar subjek kelompok eksperimen pada saat follow up test memiliki tingkat rasa malu yang sedang dan mengalami peningkatan rasa malu. Sebagai contoh, pada saat pre test ada 1 subjek (16,7%) yang memiliki kategori rendah, dan ketika follow up test semua subjek memiliki kategori sedang (100%). 3. Uji hipotesis (1) Ada perbedaan rasa malu (shyness) kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah mendapat pelatihan. Hipotesis I diuji dengan menggunakan analisis U-Mann Whitney test, gain score diperoleh skor Z = -2.656 dan skor p sebesar 0,008 (2-tailed)/ 0.004 (1-tailed). Sehingga skor p < 0,05. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh yang sangat signifikan setelah pelatihan. Berdasarkan hasil analisis di atas, maka hipotesis penelitian yang berbunyi ada perbedaan rasa malu (shyness) kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah mendapat pelatihan dapat diterima. (2) Ada perbedaan rasa malu (shyness) kelompok eksperimen sebelum dan sesudah pelatihan komunikasi interpersonal. Hipotesis II diuji dengan menggunakan analisis Uji Tanda-The Sign Test diperoleh skor p sebesar 0,031 (2-tailed). Sehingga p < 0,05. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan rasa malu (shyness) yang signifikan antara sebelum dan sesudah pelatihan. Berdasarkan hasil analisis di atas, maka hipotesis penelitian yang berbunyi Ada perbedaan rasa malu (shyness) kelompok eksperimen sebelum dan sesudah pelatihan komunikasi interpersonal dapat diterima. (3) Ada perbedaan rasa malu (shyness) kelompok kontrol sebelum dan sesudah pelatihan berpikir positif. Hipotesis III diuji dengan menggunakan analisis Uji Tanda-The Sign Test, diperoleh skor p sebesar 0,375 (2-tailed). Sehingga p > 0,05. Hal ini menunjukkan tidak adanya perbedaan rasa malu (shyness) yang signifikan antara sebelum dan susudah pelatihan. Berdasarkan hasil analisis di atas, maka hipotesis penelitian yang berbunyi adanya perbedaan rasa malu (shyness) kelompok kontrol sebelum dan sesudah pelatihan berpikir positif ditolak (4) Ada perbedaan rasa malu (shyness) kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada saat follow Up Test. Hipotesis IV diuji dengan menggunakan analisis U-Mann Whitney test, gain score diperoleh skor Z = -1,604 dan skor p sebesar 0,109 (2-tailed)/ 0,132 (1-tailed). Sehingga skor p < 0,05. Hal ini menunjukkan tidak adanya perbedaan follow up test yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil analisis di atas, maka hipotesis penelitian yang berbunyi ada perbedaan rasa malu (shyness) kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada saat follow Up Test ditolak. (5) Ada perbedaan rasa malu (shyness) kelompok eksperimen setelah pelatihan dan follow up. Hipotesis V diuji dengan menggunakan analisis U-Mann Whitney test, gain score diperoleh skor Z = -0,404 dan skor p sebesar 0,686 (2-tailed)/ 0,699 (1 tailed). Sehingga skor p > 0,05. Hal ini menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara sesudah pelatihan dan follow up. Berdasarkan hasil analisis di atas, maka hipotesis penelitian yang berbunyi ada perbedaan rasa malu (shyness) kelompok eksperimen setelah pelatihan dan follow up test ditolak. PEMBAHASAN Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas pelatihan komunikasi interpersonal untuk mengurangi rasa malu (shyness). Berdasarkan analisis data yang ada didapatkan kesimpulan bahwa hipotesis dari penelitian ini diterima yaitu ada perbedaan rasa malu (shyness) kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah mendapat pelatihan. Hal ini menandakan bahwa pelatihan memberikan efek dalam mengurangi rasa malu. Peneliti kemudian mengadakan tes kembali setelah 4 minggu dari waktu pelatihan, tes ini Peneliti sebagai follow up dari pelatihan, tes ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh keefektifan sebuah pelatihan dalam mengurangi rasa malu Subjek. Dari hasil analisis U-Mann Whitney test, didapatkan bahwa tidak adanya perbedaan antara follow up dan sesudah pelatihan pada kelompok eksperimen, hal ini menunjukkan bahwa dalam jenjang waktu selama 4 minggu, subjek tidak mengalamai perubahan apapun. Namun, berdasarkan tabel 9, jumlah subjek yang memiliki kategori sedang menjadi 100%, naik dari hasil sesudah pelatihan sebanyak 16,7%. Jadi, walaupun tidak ada perbedaan, namun ada sedikit perubahan kategori subjek dari yang memiliki rasa malu yang rendah menjadi sedang. Dari penelitian tambahan yang Peneliti lakukan, ada beberapa hal yang menyebabkan individu tidak mengalami perubahan dalam rasa malu, yaitu adanya pengaruh internal secara psikologis dan fisik, serta pengaruh eksternal. Pengaruh secara psikologis yang ditemukan dalam penelitian ini adalah adanya subjek merasa kebingungan untuk mendapatkan kebahagiaan dan tidak tahu jalannya, ada juga yang tidak tahu bagaimana cara mengaplikasikan ide, timbulnya rasa malas yang berlebihan karena kurangnya aktivitas, dan adanya rasa takut dalam mengungkapkan perasaan cintanya. Pengaruh internal secara fisik yang ditemukan dalam penelitian ini adalah kondisi yang tidak vit ketika mengikuti pelatihan dan kegiatan setelah pelatihan yang menguras tenaga, karena harus bolak-balik antara satu kota ke kota lain, karena ada urusan keluarga dan masalah sekolah. Pengaruh eksternal yang timbul terjadi dari lingkungan sosial dan keluarga. Dalam lingkungan sosial, ada subjek yang ingin mengetahui bagaimana mempengaruhi orang lain, sehingga dalam pergaulan bisa menjadi panutan, sedangkan subjek lain ada yang memiliki masalah eksternal dari keluarga, karena dia menjadi tumpuan keluarga dan harus berusaha untuk menghasilkan sesuatu, walaupun subjek bingung untuk mengaplikasikan idenya. Hal yang terjadi dalam penelitian ini, berkaitan erat dengan proses pembelajaran. Pelatihan merupakan proses pembelajaran untuk dapat berubah dan lebih baik, namun sebuah pembelajaran dapat menjadi tidak efektif apabila ada seorang pembelajar memiliki masalah yang sama atau masalah yang baru setelah pelatihan (di luar area pelatihan) (Leslie,2005). Berdasarkan tabel 8, tingkat rasa malu kelompok eksperimen dan kontrol pada awal pelatihan berada dalam base line yang sama, yaitu sedang. Namun, walaupun memiliki base line yang sama, dari hasil penelitian, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki perbedaan. Berdasarkan tabel 9, kelompok kontrol tidak mengalami perubahan kategori, sedangkan kelompok eksperimen mengalami perubahan yang lebih baik. Data dalam penelitian menunjukkan bahwa kelompok eksperimen mengalami perubahan, karena hasil tes sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan kelompok eksperimen berbeda. Sedangkan kelompok kontrol hasil tes sebelum dan sesudah pelatihan sama, tidak ada perbedaan. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan komunikasi interpersonal memberikan pengaruh dalam mengurangi rasa malu pada kelompok eksperimen, sedangkan pelatihan berpikir positif tidak memberikan pengaruh dalam mengurangi rasa malu pada kelompok kontrol. Adanya pengaruh pelatihan komunikasi interpersonal terjadi akibat adanya komunikasi antara seorang komunikator dengan komunikan. Pada komunikasi ini komunikator tahu tentang pasti apakah pesannya diterima atau tidak, dan mengetahui alasan komunikan bila tidak menerimanya. Pesan yang disampaikan secara langsung, dan timbal balik, dapat membuat komunikator dan komunikan mengerti maksud dari isi pesan tersebut. Hal ini dapat menimbulkan memungkinkan adanya perubahan dalam sikap, pendapat, bahkan perilaku manusia. (Liliweri,1997) Hal ini pula yang menimbulkan adanya perubahan rasa malu seseorang berkurang, karena adanya interaksi tanpa adanya kesalahpahaman dari maksud pesan dan wacana pun bertambah karena adanya rasa untuk membuka diri. Komunikasi antarpribadi atau interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara bertatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. (Rakhmat,2005). Bentuk khusus dari komunikasi interpersonal adalah komunikasi diadik, yang hanya melibatkan dua orang. Ciri-ciri komunikasi diadik adalah pihak-pihak yang sedang berkomunikasi berada dalam jarak yang dekat. Kedekatan hubungan dapat dilihat dari jenis-jenis pesan atau respons nonverbal mereka, seperti sentuhan, tatapan mata, dan jarak fisik yang sangat dekat. Hal ini terjadi karena lokasi pelatihan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah sama, namun mendapatkan perlakukan yang berbeda ketika pelatian. Kelemahan Penelitian ini adalah kurangnya koordinasi antara beberapa pihak yang terkait, sehingga ada beberapa acara yang tidak sesuai dengan jadwal dan rencananya berakhir siang hari, menjadi sore hari. KESIMPULAN Dari hasil penelitian, Pelatihan komunikasi interpersonal dapat secara afektif mengurangi rasa malu, tapi dari hasil follow up (4 minggu setelah pelatihan), pelatihan itu tidak memberikan dampak yang berarti. Hal ini di sebabkan karena adanya berbagai permasalah dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal diantaranya adanya fluktuasi emosional, pencarian jati diri dan tujuan hidup. Sedangkan faktor eksternal diantaranya berasal dari permasalahan keluarga dan tekanan sosial. SARAN 1. Untuk subjek penelitian Mengikuti pelatihan hanya sekali tidak akan memberikan dampak yang lebih baik, seandainya bila tidak disertai dengan proses yang berkesinambungan dari dalam diri individu untuk berubah. Oleh karena itu, tetap istiqomah dalam berproses itu sangatlah penting, karena sebuah pelatihan hanyalah sarana yang mungkin dapat memicu, menggugah dan memotivasi individu untuk lebih baik lagi. Begitu pula dengan komunikasi interpersonal yang pernah dijalani. 2. Untuk orang pemalu Malu adalah sifat yang pada sebagian individu telah memilikinya sejak lahir, adapula akibat dari kebiasaan dan pola pendidikan yang dialami. Rasa malu tetap harus disyukuri dan dihadapi, bukan disesalkan. Namun, diharapkan sebuah rasa malu tidaklah menjadi sebuah hambatan dalam berkomunikasi dan mengungkapkan maksud kita yang sebenarnya dalam menyampaikan kebenaran. Rasa malu dapat diatasi dan dilatih dengan baik, bila individu mau berusaha untuk terus memperbaiki diri. Wacana untuk mengurangi rasa malu dapat dalam bentuk pelatihan, pencarian wacana dan menganalisis sendiri, ataupun mengikuti beraneka ragam aktivitas yang mau tidak mau harus berhubungan dengan orang lain. 3. Untuk lembaga swadaya masyarakat, klinik, lembaga terapi Lembaga pendidikan merupakan sarana pembelajaran. Dalam lembaga pendidikan, ada banyak aneka kepribadian, termasuk anak yang memiliki rasa malu. Pengklasifikasian sifat malu anak dalam menerima dan merespon guru mengajar sangat penting, karena rasa malu memiliki banyak sisi, yaitu dari sisi budaya, keluarga dan lingkungan sosial. Pengklasifikasian ini penting untuk mengetahui bagaimana cara menyikapi, mendidik, membimbing, dan mengarahkan anak yang pemalu untuk menjadi dirinya sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain. 4. Untuk Peneliti selanjutnya Dalam penelitian selanjutnya diharapkan lebih baik daripada penelitian ini. Usulan Peneliti untuk Peneliti selanjutnya : a. Meneliti tentang adanya perbedaan antara shyness ekstrovert dan shyness introvert. Penelitian ini belum mencangkup kategori shyness, karena kurangnya bahan. b. Rasa malu berdasarkan budaya tidak terlalu ditonjolkan. Alangkah baiknya dalam penelitian selanjutnya dapat lebih mendalam meneliti tentang rasa malu berdasarkan budaya, karena Indonesia terdiri dari aneka budaya. c. Bagi Peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian dalam bentuk eksperimen (pelatihan), untuk lebih memperhatikan kelompok kontrol juga dalam wawancara yang mendalam setelah pelatihan, karena hasil secara kuantitatif dapat dibantu dengan adanya wawancara dan observasi, dan hasil wawancara kedua kelompok, baik eksperimen maupun kontrol akan sangat membantu mengetahui proses masing-masing Subjek dalam menyikapi pelatihan. d. Bagi Peneliti selanjutnya, alangkah baiknya sebuah penelitian tentang shyness dilakukan dalam jangka waktu yang agak panjang, sekaligus melakukan treatment dan meneliti perkembangan masing-masing Subjek, sehingga dapat diketahui bahwa pelatihan itu benar-benar dapat mempengaruhi dan sebagai media pemebelajaran yang berarti bagi Subjek. e. Lebih memperhatikan kooordinasi antar tim dan instansi-instansi yang yang terkait, sehingga pelaksanaan pelatihan dapat berjalan secara maksimal. DAFTAR PUSTAKA IDENTITAS PENULIS Nama : Nandhini Hudha Anggarasari Alamat email : [email protected] Alamat rumah : Samirono CT VI/340 Yogyakarta 55281 Taman Sari Indah Blok E No 19 Tasikmalaya 46182 Nomor telepon/Hp : (0274) 560638, (0265) 320926 / 0815 79 77 360