Elemen Tepat Kunci Sukses Berbisnis

advertisement
MINGGU, 6 NOVEMBER 2016
Air terjun Cheonjeyeon
Seongsan Ilculbong
Keterasingan,
pemberontakan,
dan keindahan. Tiga
kata ini tidak saling
menjadi paradoks
ketika dirujuk untuk
Pulau Jeju. Dan, Peter
Park tak bermaksud
bercanda ketika
memperkenalkan
Jeju-do identik dengan
”batu, angin, dan
perempuan”.
Batu, Angin,
dan Perempuan
Oleh Amir Machmud NS
”I
nilah Samdado, pulau yang
berlimpah dengan tiga hal,”
kata pemandu para wartawan
Indonesia yang berkunjung ke Korea
Selatan pada 20-27 Oktober lalu itu.
Pulau terbesar di Korea yang bertetangga dengan Tiongkok dan Jepang itu
adalah simbol eksotika di selatan semenanjung. Inilah ikon kesuksesan
mengemas destinasi pariwisata yang
sangat dibanggakan oleh bangsa Korea.
UNESCO menetapkan Jeju sebagai
Natural Heritage Site dan namanya
makin membubung setelah menjadi
salah satu dari New Seven Wonders.
Jeju yang disebut-sebut sebagai ”Balinya Korea” ini mempunyai nama lain
Dongyeongju, Seomma, Doi, Juho,
Tammora, Tangna, dan Tamra.
Perpaduan antara keindahan alam
dan kontur cantik Jeju, tantangan kuliner sea food-nya, juga
kemasan
ekspresi seni ala ”taman seks” di
Loveland yang ”liar tapi instalatif”
menampilkan daerah ini sebagai
impian bagi wisatawan.
Mengapa identik dengan batu? Di
satu-satunya provinsi yang berotonomi
khusus di Korea itu, kisah tentang bebatuan lahir dari fakta: Jeju-do terbentuk
oleh aktivitas vulkanik Hallasan, gunung
tertinggi di Korea, sehingga bebatuan
berserak di mana-mana, membentuk seni
keindahannya sendiri.
Batu-batu vulkanik berukuran kecil
dibawa oleh wisatawan sebagai oleholeh khas Jeju. Sedangkan patungpatung batu menghias berbagai sudut
Kota Jeju-si atau Ibu Kota Jeju.
Lalu mengapa angin? Dengan cuaca
yang cenderung hangat sepanjang
tahun, dan jarang turun salju pada
musim dingin, angin di Jeju terasa
sejuk membelai. Tanaman-tanaman
subtropis pun bisa bertahan memperindah sudut-sudut wilayah. Angin
yang semilir mengusap tubuh
sangat bersahabat
dengan para
turis.
Mengapa pula identik dengan perempuan? Wanita-wanita Jeju adalah
pekerja keras dengan aneka pekerjaan
berat. Yang paling fantastik, menjadi
penyelam untuk mencari kerang,
abalon, dan rumput laut. Budaya
menyelam para perempuan ini menjadi
salah satu atraksi living tourism di Jeju.
Maka penduduk Jeju terkenal sebagai pekerja keras atau yukgoyeok.
Budaya ini terbentuk oleh alam dan
sejarah. Dahulu, Jeju sering dilanda
kekeringan dan bencana angin topan
yang menyebabkan gagal panen.
Dalam sejarah kekuasaan yang zalim,
di tengah kondisi kelaparan penduduk
masih diwajibkan menyerahkan upeti
kepada penguasa di Ibu Kota.
Di tengah kecamuk perang Korea
pada 1950-1953, Jeju pernah dianggap
sebagai sarang komunis dan kaki
tangan pemberontak. Penduduk mendapat tekanan luar biasa, namun pengalaman itu membentuk rakyat sebagai
masyarakat yang kuat dan mampu
bertahan.
Pada abad ketiga, dalam catatan
Wikipedia, Jeju adalah kerajaan independen bernama Tamra yang menjalin
hubungan dagang dengan tiga Negara
Han di Semenanjung Korea. Dari abad
kelima sampai kesembilan, terjalin
pula hubungan dagang dengan
Kerajaan Goguryeo, Silla, Dinasti
Tang, dan Jepang.
Pada 1105, Tamra masuk
dalam teritori Goryeo di
bawah Raja Gojong.
Namanya berubah menjadi Jeju yang berarti
”daerah”. Sumber
daya alam Jeju
diperas demi upeti
untuk istana,
sehingga beberapa
kali rakyat Jeju
melakukan pemberontakan.
Menyusuri tangga menuju Mercusuar Seopjikoji
Pada 1270, tiga
Menyusuri tangga kayu
Foto-foto: Amir Machmud NS
Atraksi memanah di atas kuda
polisi elite (Sambyeolcho) dibantu oleh
rakyat memberontak kepada pemerintahan setempat dan penguasa Mongolia
di bawah Jenghis Khan, namun aksi itu
bisa diredam.
Kuda-Kuda Poni
Mongol yang berniat menginvasi
Jepang, memilih Jeju sebagai
pangkalan. Sesuai tradisi tentara Tartar,
di pulau ini mereka menternak kuda,
membuat kapal perang, dan mendirikan
kuil Buddha bernama Beobhwasa.
Kuda-kuda Mongol itu umumnya kecil
dan berponi, yang hingga sekarang,
menurut Peter Park tersisa sekitar
30.000 ekor dan menjadi salah satu tontonan wisata.
Pada masa Dinasti Joseon (13921910), Jeju menjadi daerah perbatasan,
tempat pengasingan dan pembuangan
narapidana. Pada abad ke-17, Raja Injo
bahkan membuat aturan: rakyat dilarang pergi ke daratan utama. Peraturan
ini bertahan hampir 200 tahun sampai
dihapus pada abad ke-19. Akibatnya,
rakyat Jeju terisolasi.
Seperti di belahan dunia yang lain,
pada masa penjajahan Jepang, rakyat
menderita kelaparan. Banyak yang pindah ke Osaka. Warga Jeju berpartisipasi
melawan kolonialisme. Puncaknya
pada 1931-1932 di desa-desa nelayan
di Gujwa dan Seongsan oleh para
penyelam wanita atau haenyeo.
Setelah masa penjajahan, Jeju berada
di bawah pengawasan militer Amerika
Serikat. Dalam peringatan Gerakan 1
Maret 1919 pada 1947, terjadi insiden
berdarah yang dipicu penembakan oleh
polisi. Warga Jeju menggelar demo
besar-besaran, namun bisa diredam
oleh militer Amerika dengan penangkapan dan pembantaian.
Insiden itu memicu resistensi warga,
terutama dari kaum muda yang memberontak dan membangun pertahanan
di kaki Gunung Halla.
Mereka menolak pembentukan
Republik Korea yang dijadwalkan
tanggal 10 Mei 1948. Sebelas pos polisi
di seluruh pulau diserbu. Peristiwa ini
menandai dimulainya Insiden 3 April.
Amerika membantu tentara nasional
untuk membersihkan para pemberontak yang dianggap sebagai simpatisan komunis. Desa-desa di kawasan
pegunungan dibakar. Terjadi genosida
yang menewaskan ribuan orang.
Sejarah takkan terhapus, namun
ajang ketegangan itu kini menjadi salah
satu titik paling eksotik di Korea.
Bebatuan, angin, perempuan, dan kuda
menawarkan ucapan penyambutan tentang kekayaan budaya Korea. Berkat
kecerdasan mengemas pariwisata, Jeju
menggaung ke seluruh penjuru dunia.
Kemeruyakan K-pop lewat artis-artis
penyanyi dan film melodramanya, ikut
mengangkat popularitas Jeju, yang
sering dijadikan tempat syuting.
Catatlah ini, dari 200 ribuan wisatawan
Indonesia yang berkunjung ke sana dua
tahun lalu, 36 ribu lebih tak melewatkan kunjungan ke Jeju. (38)
Elemen Tepat Kunci Sukses Berbisnis
da satu pertanyaan
paling populer yang
diajukan pada kami
saat konsultasi, yakni tentang
bisnis apa yang paling cocok
untuk dijalankan. Sebelum
menjawab pertanyaan itu ada
dua hal penting yang biasanya
dipikirkan orang, yaitu ‘’minat’’
dan ‘’keahlian’’.
Ada orang mengerjakan
A
apa yang sangat dia sukai
namun dengan keahlian yang
kurang maksimal. Ada juga
yang mengerjakan pekerjaan
dengan sangat terampil namun
kurang dapat menikmati pekerjaan tersebut karena minatnya
tidak pada bidang tersebut.
Tentu saja kondisi terbaik
adalah orang mengerjakan
pekerjaan/bisnis sesuai dengan
minat dan keahliannya.
Terlepas dari dua hal tersebut,
ada aspek yang paling penting
diketahui yaitu elemen/unsur
apa yang sangat menguntungkan bagi pelaku kerja/bisnis
dalam memilih bisnis atau
pekerjaan yang cocok bagi
dirinya.
Tiap manusia mengandung
kombinasi lima elemen alam
(air, kayu, api, tanah dan logam)
yang berinteraksi satu sama
lain dan membentuk formasi
diri. Formasi tersebut akan
mempengaruhi pola pikir dan
perilaku seseorang dalam
segala aspek kehidupan. Dari
formasi tersebut tiap orang
memiliki satu atau dua elemen
yang paling menguntungkan
dirinya jika dikembangkan.
Contoh, seorang klien bernama Ayang sudah 40 tahun lebih
berwirausaha. Selama itu telah
membuka berbagai jenis usaha,
mulai dari toko ban, perpustakaan, tailor, laundry, klinik terapi
kesehatan dan travel. Yang
menarik Aselalu tertarik membuka usaha dengan elemen yang
konsisten, yaitu kayu dan air.
Toko ban, perpustakaan, tailor
dan klinik terapi kesehatan termasuk bisnis dengan elemen
kayu. Sedangkan laundry dan
travel tergolong bisnis berelemen
air. Menurut analisis kami, A
memiliki elemen bisnis air dan
kayu. Tidak heran, jika selama
bekerja selalu menjadi yang
terbesar dan tersukses di
kotanya karena mengerjakan
bisnis-bisnis dengan elemen
yang sangat sesuai dan di masa
yang tepat pula.
Orang yang bekerja sesuai
dengan elemen bisnisnya
biasanya nyaman dan lancar
tetapi bukannya tanpa masalah.
Perkembangan bisnis selalu
menjumpai kendala dan kompetisi, namun jika orang bekerja
di zona elemen bisnisnya dia
akan mudah menemukan jalan
keluar dari permasalahan dan
mudah mendapatkan peluang.
Begitu juga sebaliknya, orang
yang bekerja tidak sesuai
dengan elemen bisnisnya
biasanya mengalami keterbatasan. Usaha/bisnis berjalan
dengan baik namun tidak dapat
mencapai puncak kesuksesan.
Tips sederhana, ingat kem-
bali bisnis apa saja yang pernah
anda kerjakan, kenali elemennya. Termasuk sukses atau
tidak. Kelompokkan menurut
elemennya. Niscaya Anda akan
menemukan bisnis dalam
kelompok elemen tertentu yang
Anda anggap gagal itulah elemen yang harus dihindari.
Sedangkan bisnis dalam kelompok yang Anda anggap
berhasil, harus tetap dikerjakan
dan kembangkan.
Jika Anda mengenali elemen bisnis Anda, akan sangat
mudah memilih peluang bisnis
yang tepat untuk kesuksesan
Anda. (92)
Download