5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Mellitus Diabetes

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik
dimana penderita diabetes tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang
cukup atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin secara efektif sehingga
terjadilah kelebihan gula di dalam darah dan baru dirasakan setelah terjadi
komplikasi lanjut pada organ tubuh (Misnadiarly, 2006).
Diabetes mellitus sering disebut dengan the great imitator, yaitu penyakit
yang dapat menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai komplikasi.
Penyakit ini timbul secara perlahan-lahan, sehingga seserang tidak menyadari
adanya berbagai perubahan dalam dirinya (Maulana, 2008).
Tiga hal klasik mengenai gelaja diabetes mellitus adalah poliuri, polidipsi,
dan polifagi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 md/dL, maka glukosa
akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang
air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Oleh
karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka
penderita akan mengalami urinasi yang sering (poliuri) dan penderita merasa haus
yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi). Akibat dari menurunnya
kemampuan insulin mengelola kadar gula dalam darah maka sering terjadi
keadaan dimana walaupun kadar gula darah tubuh dalam keadaan normal namun
5
tubuh merespon lain sehingga penderita dipaksa untuk makan untuk mencukupi
kadar gula darah yang bisa direspon oleh insulin (polifagi).
Diabetes sendiri terdiri dari dua jenis yang masing-masing dapat diobati
dengan cara tersendiri, yaitu:
a.
Diabetes mellitus yang tergantung pada insulin (Diabetes Tipe I)
Diabetes mellitus tipe I dicirikan dengan hilangnya sel
pada pulau-pulau
Langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes
tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa. Saat ini, diabetes
tipe I hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin dan pengawasan yang
teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah.
b. Diabetes mellitus yang tidak tergantung pada insulin (Diabetes Tipe II)
Diabetes tipe II ini disebabkan oleh kurang sensitifnya jaringan tubuh
terhadap insulin. Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih
tinggi dari normal. Dengan pola hidup sehat, yaitu mengonsumsi makanan bergizi
seimbang dan olahraga teratur biasanya penderita berangsur pulih. Penderita juga
harus dapat mempertahankan berat badan yang normal. Namun, bagi penderita
stadium terakhir, kemungkinan akan diberikan suntikan insulin. Perbedaan dari
kedua tipe diabetes mellitus ini diperlihatkan pada tabel 2.1.
6
Tabel 2.1. Perbedaan Diabetes Mellitus Tipe I dan Diabetes Mellitus Tipe II
Diabetes Mellitus tipe I
Diabetes Mellitus tipe II
Penderita menghasilkan sedikit insulin
Pakreas tetap menghasilkan insulin,
atau sama sekali tidak menghasilkan
kadang kadarnya lebih tinggi dari
insulin.
normal. Terapi tubuh membentuk
kekebalan terhadap efeknya, sehingga
terjadinya kekurangan insulin relatif.
Umumnya terjadi sebelum usia 30
Bisa terjadi pada anak-anak dan
tahun, yaitu anak-anak dan remaja.
dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah
usia 30 tahun.
Para ilmuwan percaya bahwa faktor
Faktor risiko untuk diabetes tipe II
lingkungan (berupa infeksi virus atau
adalah obesitas dimana sekitar 80-90%
faktor gizi pada masa kanak-kanak atau
penderita mengalami obesitas.
dewasa awal) menyebabkan sistem
kekebalan menghancurkan sel
penghasil insulin di pankreas. Untuk
terjadinya hal ini, diperlukan
kecenderungan genetik.
90% sel penghasil insulin (sel )
Diabetes mellitus tipe II juga cenderung
mengalami kerusakan permanen.
diturunkan secara genetik dalam
Terjadinya kekurangan insulin yang
keluarga.
berat dan penderita harus mendapatkan
suntikan insulin secara teratur.
Sumber : Maulana, 2008
7
2.2.
Pengobatan Diabetes Mellitus
Tujuan utama pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar
gula darah dalam kisaran yang normal, maka kemungkinan terjadinya komplikasi
sementara atau jangka panjang semakin berkurang. Pengobatan diabetes mellitus
meliputi :
a.
Pengobatan Non-Farmakologi
Pengobatan non farmakologi ini dapat dilakukan dengan beberapa cara
seperti pengaturan pola makan yang diperlukan bagi semua penderita diabetes
mellitus terutama pembatasan lemak total dan lemak jenuh untuk mencapai
normalisasi kadar glukosa dan lipid darah. Bila terdapat resistensi insulin, gerak
badan secara teratur (jalan kaki, bersepeda, olah raga) dapat menguranginya.
Hasilnya insulin dapat dipergunakan secara lebih baik oleh sel tubuh dan dosis
pada pada umumnya dapat diturunkan.
b.
Pengobatan Farmakologi
Bila pengobatan non farmakologi tidak atau kurang efektif untuk
menormalkan glukosa darah, perlu digunakan Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
diantaranya golongan sulfonilurea, biguanida, thiazolidindion, dan glukosidase
inhibitor. Obat-obatan yang termasuk dalam jenis sulfonilurea diperlihatkan pada
tabel 2.2.
8
Tabel 2.2. Jenis Sulfonilurea
Sub
Golongan
Jenis
Sulfonamida
Jenis
Tolbutamid
Nama
Dagang
Karbutamid
(invenol®,
Nasan®)
Tolbuta
(Artosin®,
Rastinon®)
Klorpropamid
(Diabetoral®)
Jenis
Glibenklamid
Glibenklamid (Euglucon®)
Rumus
H2N
SO 2
NH C
NH C 4 H 9
O
H3C
SO2
NH C NH C4H9
O
Cl
SO2
NH C
NH C3H7
O
Cl
O
C
NH
CH2 CH2
SO2 NH C
NH
O
OCH3
Glisoksepid
(Prodiaban®)
H3C
O
O
N
C
NH
CH2 CH2
SO2 NH C NH N
O
Sumber : Hingkua, 2004
Pengobatan dengan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) sering kali
menimbulkan efek samping bagi penderita seperti ketergantungan terhadap obat
hipoglikemik yang disertai dengan peningkatan dosis apabila tidak dapat
mengontrol kadar gula darah dengan baik, mual, diare, sakit perut, sakit kepala,
dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk menanggulangi hal tersebut dicarikan
pengobatan cara lain dengan memanfaat tumbuh-tumbuhan yang dapat mengobati
diabetes mellitus salah satunya Momordica charantia. Pada penelitian ini, akan
diketahui pada fraksi apakah buah Momordica charantia tersebut memberikan
hasil yang signifikan dalam menurunkan kadar gula darah.
9
2.3
Tumbuhan Paria
Tumbuhan paria dikenal oleh semua orang karena buahnya yang pahit dan
dapat ditemukan di pasar-pasar setiap saat tanpa mengenal musim. Kedudukan
tumbuhan paria dalam urutan taksonomi diperlihatkan dalam tabel 2.3.
Tabel 2.3. Urutan Taksonomi Tumbuhan Paria
Kingdom
Plantae
Divisi
Magnoliophyta
Kelas
Magnoliopsida
Ordo
Cucurbitales
Famili
Cucurbitaceae
Genus
Momordica
Spesies
Momordica charantia
Sumber : www.en.wikipedia.org/wiki/bittermellon/
Genus Momordica terdiri dari 45 spesies dan tersebar di wilayah tropika.
Sebagian besar spesiesnya terdapat di benua Afrika yang berudara panas,
sedangkan di Asia hanya terdapat sekitar 5-7 spesies, tiga diantaranya terdapat di
Malaysia. M. charantia mungkin pertama kali dibudidayakan di bagian timur
India dan selatan Cina. Pada saat ini, M. charantia tersebar di berbagai wilayah
tropika baik sebagai tumbuhan yang dibudidayakan maupun tumbuh secara liar.
(Achmad, 2007).
M. charantia adalah tumbuhan herba berumur kurang lebih satu tahun
yang tumbuh menjalar dan merambat. Tumbuhan yang merupakan sayuran buah
ini mempunyai daun yang berbentuk menjari dengan bunga yang berwarna
10
kuning. Permukaan buahnya berbintil-bintil dan rasa buahnya pahit. M. charantia
sangat mudah dibudidayakan dan tumbuhnya tidak tergantung pada musim.
Persyaratan tumbuh dari M. charantia dalam budidaya, yaitu :
a.
Membutuhkan drainase tanah yang cukup baik
b.
Memerlukan tanah yang gembur dan banyak mengandung bahan organik
c.
Memerlukan PH antara 5 - 6
d.
Ketinggian antara 1 meter hingga 1500 meter dpl.
Dari beberapa analisa bahan gizi yang ada dalam M. charantia didapat
kandungan gizi seperti yang tercantum dalam tabel 2.4.
Tabel 2.4. Kandungan gizi tiap 100 gram daun dan buah M. charantia
Zat gizi
Buah M. charantia
Daun M. charantia
Air
91,2 gram
80 gram
Kalori
29 gram
44 gram
Protein
1,1 gram
5,6 gram
Lemak
1,1 gram
0,4 gram
Karbohidrat
0,5 gram
12 gram
Kalsium
45 mg
264 mg
Zat besi
1,4 mg
5 gram
Fosfor
64 mg
666 mg
Vitamin A
18 SI
5,1 mg
Vitamin B
0,08 mg
0,05 mg
Vitamin C
52 mg
170 mg
Folasin
-
88 mg
Sumber : Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian
11
Mengenai gambar dari bunga, daun, dan buah dari tumbuhan M. charantia
diperlihatkan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. Bunga, Daun, dan Buah Tumbuhan Paria (Momordica charantia)
Sumber : http://www.tropilab.com/momordica-cha.html
Beberapa jenis tumbuhan paria (M. charantia) yang ada dan sering
dibudidayakan antara lain :
a.
Paria Gajih
Paria ini paling banyak dibudidayakan dan paling disukai. Paria seperti
ysng diperlihatkan pada gambar 2.2 ini biasa disebut paria putih atau paria
mentega. Bentuk buahnya panjang dengan ukuran 30-50 cm diameter 3-7 cm,
berat rata-rata antara 200-500 gram/buah. Paria ini berasal dari India dan Afrika.
Gambar 2.2. Paria Gajih
12
Sumber : Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian
b.
Paria Hijau
Paria hijau berbentuk lonjong, kecil dan berwarna hijau dengan bintil-
bintil agak halus. Paria ini banyak sekali macamnya, diantaranya paria ayam,
paria kodok, paria alas atau paria ginggae. Dari berbagai jenis tersebut paling
banyak ditanam adalah paria ayam. Buah paria ayam mempunyai panjang 15 - 20
cm. Sedangkan paria ginggae buahnya kecil hanya sekitar 5 cm. Rasanya pahit
dan daging buahnya tipis. Paria hijau ini mudah sekali pemeliharaannya, tanpa
lanjaran atau para-para tumbuhan paria hijau ini dapat tumbuh dengan baik.
c.
Paria Import
Jenis paria ini berasal dari Taiwan. Benih Paria ini merupakan hibrida
yang final stock sehingga jika ditanam tidak dapat menghasilkan bibit baru. Jika
dipaksakan juga akan menghasilkan produksi yang jelek dan menyimpang dari
asalnya. Di Indonesia terdapat tiga varietas yang telah beredar yaitu Known-you
green, Known-you no. 2, dan Moonshine. Perbedaan ketiga jenis paria import ini
adalah mengenai permukaan kulit kecepatan tumbuh, kekuatan penampilan,
bentuk buah, ukuran buah.
d.
Paria Belut
Paria jenis ini memang kurang populer. Bentuknya yang memanjang
seperti belut panjangnya antara 30 -110 cm dan berdiameter 4-8 cm. Paria belut
seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.3 ini tidak termasuk Momordica sp,
13
melainkan tergolong jenis Trichosanthus anguina L. Meskipun demikian orang
lebih terbiasa memasukkan paria belut ini masuk kedalam jenis paria.
Gambar 2.3. Paria Belut
Sumber : Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian
2.3.1. Kajian Farmakologi
Tumbuhan M. charantia telah digunakan dalam pengobatan tradisional di
banyak negara untuk berbagai penyakit seperti antidiabetes, antimalaria, sakit
saluran pencernaan, ginjal, dan sebagainya. Oleh karena itu, selama beberapa
dekade terakhir banyak penyelidikan farmakologi telah dilakukan terhadap
tumbuhan ini.
Kajian antidiabetes terhadap buah ini telah banyak dilakukan (Grover,
2004), dan telah memperlihatkan aktivitas hipoglikemia pada hewan normal
(Sarkar et al.,1996); aktivitas antihiperglikemia pada hewan diabetes yang
diinduksi aloksan (Singh et al., 1989; Kar et al., 2003); atau hewan diabetes yang
diinduksi streptozotosin (Ahmed et al., 2001; Grover et al., 2002), dan hewan
diabetes
secara
genetik
(Miura
et
al.,
2001).
Momordica
charantia
memperlihatkan adanya peningkatan jumlah dari sel-sel beta (Ahmed et al., 1998).
14
Pada penelitian yang lain, Momordica charantia juga memperlihatkan suatu
aktivitas seperti insulin atau merangsang pankreas dalam mengeluarkan insulin
(Higashino et al., 1992). Selain itu, ekstrak etanol dari buah ini juga telah terbukti
mampu menurunkan kadar gula darah setingkat dengan efek glibenklamid pada
percobaan menggunakan hewan mencit (Virdi et al. 2003). Dalam percobaan
klinik, ekstrak buah M. charantia yang menggunakan pelarut air dapat
menurunkan kadar glukosa dalam darah pada diabetes mellitus tipe II (Grover,
2004). Evaluasi dari efek antidiabetik dari buah Momordica cymbalaria, yang
merupakan tumbuhan satu genus, terhadap tikus yang diinduksi aloksan telah
dilakukan. Hasil dari penelitian ini adalah adanya antihiperglikemik yang
signifikan dengan metode oral dari ekstrak air seperti hasil yang ditunjukkan pada
efek antihiperglikemia dengan induksi aloksan (Rao, 2003).
Ekstrak daun M. charantia juga memperlihatkan aktivitas antibakteri
dengan spektrum yang luas. Aktivitas antibakteri ekstrak daun M. charantia
diperlihatkan
terhadap
Ascherchia
coli,
Salmonella
paratyphi,
Shigella
dysenterae, dan Streptomyces griseus (Grover, 2004). Pemanis alami (glikosida
cucurbitane) yang diisolasi dari buah M. grosvenori memiliki aktivitas
antikarsinogenik dengan memperlihatkan efek inhibitor pada virus Epstein-Barr
yang diinduksi promoter tumor kulit, 12-O-Tetradecanoylphorbol-13-asetat yang
merupakan menyebab tumor (Takasaki, 2003). Buah dari M. charantia dapat
memberikan efek menurunkan kadar trigliserida dalam hati secara signifikan
dalam fraksi metanol pada tikus (Gamarallage, 2004). Dilaporkan pula bahwa,
dari berbagai penyelidikan ternyata ekstrak M. charantia memperlihatkan
15
aktivitas antikanker
terhadap leukimia limfoid, melanoma, kanker payudara,
tumor kulit, kanker prostat, dan lain-lain (Grover, 2004)
2.3.2. Kajian Fitokimia
Selain kajian farmakologi, tumbuhan ini juga telah secara intensif dikaji
aspek fitokimianya. Berdasarkan kajian pustaka yang telah dilakukan, sekurangkurangnya terdapat 50 senyawa metabolit sekunder dari golongan triterpena
aglikon dan triterpena glikosida (Buckingham, 2006). Beberapa senyawa tersebut
seperti diperlihatkan pada gambar 2.4 diantaranya adalah 3 , 7 , 23trihidroksicucurbita-5,24-dien-19-al (1); 3 , 7 , 25-trihidroksicucurbita-5,23-dien19-al (2); 3 ,7 -dihidroksi-25-metoksi cucurbita-5,23-dien-19-al (3); 5 ,19epoksi-25-metoksi cucurbita-6,23-dien-3 ,19-diol (4); 5 ,19-epoksi cucurbita6,23-dien-3 ,19,25-triol (5); 5 ,19-epoksi-19-metoksi cucurbita-6,23-dien-3 ,25diol (6); 5 ,19-epoksi-19,25-dimetoksi cucurbita-6,23-dien-3 -ol (7); dan 5 ,19epoksi-25-metoksi cucurbita-6,23-dien-3 –ol (8)
seperti pada gambar 2.4
(Mulholland, 1996).
16
OR
OHC
OH
OHC
H
H
HO
HO
OH
OH
2
3
1
R=H
R = CH3
OCH3
OR
R'O
H
H
O
O
HO
HO
4
5
6
7
R
CH3
H
H
CH3
R'
H
H
CH3
CH3
8
Gambar 2.4. Beberapa senyawa metabolit sekunder dari golongan triterpena
aglikon dan triterpena glikosida
Salah satu ciri kimia tumbuhan Momordica charantia ialah dihasilkannya
berbagai glikosida triterpen jenis kukurbitan, yang ditemukan antara lain pada
buah tanaman ini. Dari fraksi n-butanol ekstrak metanol buah segar Momordica
charantia ditemukan sejumlah glikosida triterpen jenis kukurbitan, yang diberi
nama berturut-turut goyaglikosida-a (9), goyaglikosida-b (10), goyaglikosida-c
(11), goyaglikosida-d (12) (Murakami,2001).
17
H3C
CH3
CH3
OCH3
H3C
OH
H
2 OH
H
H 3C
CH
O
H3 C
OO
OH
CH3
OCH 3
CH3
H
HO
OH
(9)
H3C OH
O
O
CH 2OH
CH3
CH3
CH3
OO
H3 C
CH3
HO
(10)
OH OH
H3C
H
H3C OCH3
O
O
CH 2OH
CH3
CH3
OCH 3
CH3
OO
H3C
CH3
H3C
OH
HO
OH
OCH3
(11)
H
H3C OCH 3
O
O
CH2OH
CH3
CH3
CH3
OO
H3C
CH3
HO
OH OH
(12)
Gambar 2.5. Glikosida Triterpen Jenis Kukurbitan
18
Kandungan senyawa kimia lainnya di dalam M. charantia berdasarkan
penelitian (Begum, 1996), seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.6 diantaranya
yaitu momordicin (C31H50O3) (13), momordicinin (C30H46O2) (14), momordicilin
(C36H60O3) (15), momordenol (C29H46O2) (16), dan momordol (C26H48O5) (17).
OH
O
CH2OCH3
O
O
(13)
(14)
O
O
OH
H
CH2 O C C CH CH2 CH3
HO
CH3
(16)
(15)
O
H
OH
HO
OH
CH2OH
(17)
Gambar 2.6. Struktur Senyawa-Senyawa Kimia Dalam M. charantia
19
2.4.
Ekstraksi
Metode ekstraksi yang digunakan dalam mengisolasi suatu senyawa dari
bahan alam tergantung pada tekstur, kandungan senyawa, dan sifat senyawa yang
ingin diisolasi dalam bahan. Untuk mengisolasi suatu senyawa organik dari bahan
alam, diperlukan informasi mengenai sifat-sifat kelompok senyawa yang akan
diisolasi. Terdapat dua jenis metode ekstraksi, yaitu ekstraksi cair-padat dan
ekstraksi cair-cair. Sedangkan dalam melakukan ekstraksi dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu :
2.4.1. Maserasi
Teknik ini biasanya digunakan jika kandungan senyawa organik yang ada
dalam bahan cukup tinggi dan telah diketahui jenis pelarut yang dapat melarutkan
senyawa yang akan diisolasi. Pelarut yang digunakan sebaiknya tidak mudah
menguap dan dengan menggunakan metode ini membutuhkan waktu yang cukup
lama. Teknik maserasi hampir sama dengan metode perendaman, pelarut yang
digunakan biasanya merupakan pelarut yang dapat melarutkan hampir semua
senyawa yang terdapat dalam bahan.
2.4.2. Perkolasi
Teknik ini dilakukan dengan cara melewatkan pelarut tetes demi tetes pada
bahan yang akan diekstrak sehingga diperlukan pelarut yang lebih banyak. Pelarut
yang digunakan tidak mudah menguap dan dapat melerutkan senyawa kimia yang
akan diisolasi dengan baik.
20
2.4.3. Soksletasi
Teknik ekstrasi ini dilakukan dengan menggunakan alat sokslet (soxhlet
extractor) dan merupakan metode ekstraksi panas. Penggunaan alat ini dapat
mengekstrak secara kontinu sehingga dapat menghemat pelarut yang digunakan
dan dapat melarutkan senyawa yang lebih banyak. Cara kerja alat ini yaitu dengan
menggunakan pelarut, lalu uap pelarut yang naik ke bagian atas sokslet yang akan
didinginkan oleh pendingin sehingga pelarut akan mengembun kembali dan
mengalir ke bawah membasahi bahan. Setelah pelarut mencapai ketinggian
tertentu, maka pelarut yang telah mengandung zat terlarut (senyawa-senyawa
kimia dari bahan) akan turun kembali ke labu awal. Proses ini berlangsung secara
terus-menerus sehingga bahan akan terendam secara kontinu.
2.4.4. Fraksinasi
Fraksinasi bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa kimia dalam
campuran senyawa dengan menggunakan beberapa metode pemisahan. Fraksinasi
dilakukan dengan bertahap. Fraksinasi dapat dilakukan dengan memperhatikan
kepolaran pelarut yang digunakan dengan metode cair-cair (merupakan cara
sangat sederhana dan umum dilakukan).
2.5.
Uji Aktivitas Antidiabetes
Keadaan diabetes dapat diinduksi pada hewan percobaan dengan cara
pankreatomi dan juga secara kimia. Zat-zat kimia yang dapat digunakan sebagai
induktor (diabetogen) seperti aloksan, streptozosin, glukagon, diaksosida, larutan
glukosa dan sebagainya pada umumnya diberikan secara parenteral. Zat-zat
21
tersebut mampu menginduksi diabetes secara pemanen ataupun sementara dimana
terjadi gejala hiperglikemia. Uji efek antidiabetes dapat dilakukan dengan dua
metode, yaitu :
a.
Metode Uji Toleransi Glukosa
Pada prinsipnya metode ini dilakukan pada hewan percobaan yang telah
dipuasakan selama kurang lebih 20-24 jam, diberikan larutan glukosa secara oral
setengah jam sesudah pemberian sediaan obat yang diuji. Pada awal percobaan,
sebelum pemberian obat dilakukan pengambilan cuplikan darah. Pengambilan
cuplikan darah diulangi setelah perlakuan pada waktu-waktu tertentu.
b. Metode Uji Induksi Aloksan
Pada prinsipnya metode ini dilakukan pada mencit yang diberi suntikan
aloksan monohidrat dengan dosis 70 mg/Kg berat badan. Penyuntikan dilakukan
secara intravena pada ekor mencit. Perkembangan hiperglikemia diperiksa setiap
hari. Pemberian obat antidiabetika secara oral yang dapat menurunkan kadar
glukosa darah dibandingkan terhadap mencit pada kontrol positif. Penurunan
kadar glukosa darah pada kelompok uji diketahui dengan membandingkan hasil
yang diperoleh dengan hasil dari kelompok kontrol positif.
Semua data yang diperoleh dimuat dalam tabel dan dievaluasi secara
statistik dengan menghitung standar deviasinya dan dengan menggunakan
ANAVA untuk mengetahui yang berbeda makna.
22
2.6. Karakterisasi Senyawa dalam Fraksi
Karakterisasi senyawa dalam fraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara,
diantranya uji fitokimia, analisis dengan menggunakan spektrometri IR (Infra
Red), analisis menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography).
a.
Uji Fitokimia
Uji fitokimia dilakukan untuk menentuan golongan senyawa pada suatu
sampel dengan metode pereaksi warna. Dalam metode ini dapat diketahui secara
kualitatif golongan senyawa yang terdapat pada masing-masing ekstrak. Senyawa
yang diperiksa adalah senyawa golongan alkaloid, flavonoid, kuinon, tanin,
steroid dan terpenoid.
b.
Spektrometri IR (Infra Red)
Fungsi utama dari spektrometri IR adalah untuk mengenal struktur
molekul khususnya gugus fungsional beserta lingkungannya. Prinsip kerja dari
spektrometri IR adalah interaksi antara sinar IR dengan materi dimana suatu
molekul akan bervibrasi apabila sinar pada panjang gelombang IR terserap.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, kegunaan spektrometri IR adalah
untuk mengenal struktur suatu senyawa organik, terutama gugus fungsional
seperti OH, C=O, C=C dan lain-lain. Atau lebih tepatnya dengan melihat
spektrum IR suatu senyawa, kita dapat melihat adanya potongan-potongan
molekul dalam suatu molekul. Untuk melihat struktur sampel secara keseluruhan
dapat dilakukan dengan membandingkan spektrum sampel dengan spektrum
standar.
23
c.
HPLC (High Performance Liquid Chromatography)
Prinsip dasar dari HPLC adalah perbedaan distribusi molekul – molekul
komponen diantara dua fasa (fasa gerak dan fasa diam) yang kepolarannya
berbeda. HPLC menggunakan cairan sebagai fasa gerak. Fasa gerak selain
berfungsi sebagai pembawa komponen-komponen campuran menuju detektor,
juga dapat berinteraksi dengan solut-solut. Oleh karena itu, fasa gerak dalam
HPLC merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan proses pemisahan
Sistem kerja dari HPLC, dimana bila eluen bersifat polar, maka sampel
yang memiliki sifat kepolaran sama seperti eluen akan terelusi terlebih dahulu
sedangkan bila eluen bersifat non polar, maka sampel yang memiliki sifat
kepolaran sama seperti eluen akan terelusi terlebih dahulu yang kemudian
terdeteksi oleh detektor.
24
Download