UNIVERSITAS INDONESIA PERLINDUNGAN WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA : STUDI TERHADAP KEGAGALAN UNITED NATIONS PROTECTION FORCE (UNPROFOR)-DUTCH BATTALION DI SREBRENICA (11-17 JULI 1995) TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master Sains (M.Si) Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Indonesia DIMAS SETI ADITYA 0806438471 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM PASCASARJANA HUBUNGAN INTERNASIONAL JAKARTA JUNI 2011 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan benar. Nama : Dimas Seti Aditya NPM : 0806438471 Tanda Tangan : Tanggal : 13 Juni 2010 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 HALAMAN PENGESAHAN Tesis ini diajukan oleh : Nama : Dimas Seti Aditya NPM : 0806438471 Program Studi : PascaSarjana Hubungan Internasional Judul Tesis : Perlindungan Warga Sipil Dalam Konflik Bersenjata : Studi Terhadap Kegagalan United Nations Protection Force (UNPROFOR) Dutch Battalion Di Srebrenica (1117 Juli 1995) Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian dari persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) pada Program Studi PascaSarjana Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI Ketua Sidang : Andi Widjajanto, MS, M.Sc ( ) Sekretaris Sidang : Asra Virgianita, MA ( ) Penguji Ahli : Amalia Sustikarini, MILP ( ) Pembimbing : Artanti Wardhani, M.Phil ( ) Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 20 Juni 2011 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Yang Maha Empunya Hidup, karena atas berkat dan perlindunganNya saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Master pada jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, akan sangat sulit. Oleh karena itu saya ucapkan terima kasih kepada : - Ibu Artanti Wardani, M.Phil, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini. - Ibu Amalia Sustikarini, MILP, selaku dosen penguji ahli, atas masukan dan sarannya - Bapak Andi Widjajanto, M.S, M.Sc, selaku ketua sidang, atas masukan dan sarannya; dan - Ibu Asra Virgianita, MA, selaku sekretaris sidang, atas masukan dan sarannya Ucapan terima kasih juga ingin saya sampaikan Orang tua serta keluarga yang telah banyak memberikan bantuan dukungan dan moral. Terima kasih buat Mama dan Papa yang selalu memberikan dukungan kepada penulis. Juga kepada Mas Resa, sebagai Kakak yang selalu mengingatkan mengenai thesis. Terima kasih juga saya sampaikan kepada ”Mei mei” Amy Rubbianti, yang walaupun jauh, tetapi tidak pernah jemu selalu memberikan dukungan, doa dan motivasi selama penulisan thesis ini. I’m so lucky, there is you beside me, in good and bad, happy and sad. Love You... Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada teman-teman kuliah S2 angkatan 16, dan teman-teman penulis di Salemba Tengah, yaitu Yugolastarob yang selalu siap menggebuk saya, apabila saya tidak menyelesaikan thesis, hehehe...eh, Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 makasih juga buat Baileys-nya Bro, hehehe...Helmy Ahdiat, teman seperjuangan, seangkatan dan senasib , Bung Sakarob, yang selalu meminjamkan modem dan printernya, dan Vidi yang selalu bersedia memberikan sosis dan sayap ayamnya. Kepada Mbak Ice, yang selalu membantu saya dalam hal administrasi di kampus. Juga kepada teman setia saya, Aria Rangga ”Ramirez”, guru dan sohib dalam hal hidup dan yang jelas, fotografi. NIKON NEVER DIES...!!!! Juga sebagai teman yang tidak pernah terpisah selama 13 tahun selalu bersama. Kepada Ibu Khodijah, yang telah menyediakan rumahnya untuk saya tinggali selama 3 tahun. Juga kepada teman-teman yang saya dan orang-orang dekat saya yang tidak dapat saya ucapkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan dan doa kalian semua. Jakarta, 11 Juni 2010 Penulis Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Dimas Seti Aditya NPM : 0806438471 Program Studi : PascaSarjana Departemen : Hubungan Internasional Fakultas : FISIP Jenis Karya : Tesis Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-free right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Perlindungan Warga Sipil Dalam Konflik Bersenjata : Studi Terhadap Kegagalan United Nations Protection Force (UNPROFOR) Dutch Battalion Di Srebrenica (11-17 Juli 1995). Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalty Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Jakarta Juni 2011 Dimas Seti Aditya Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 ABSTRAK Nama : Dimas Seti Aditya Program Studi : PascaSarjana Hubungan Internasional Judul : Perlindungan Warga Sipil Dalam Konflik Bersenjata : Studi Terhadap Kegagalan United Nations Protection Force (UNPROFOR)-Dutch Battalion Di Srebrenica (11-17 Juli 1995) Tesis ini dikerjakan untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu apa yang menyebabkan UNPROFOR Dutch Battalion gagal dalam melindungi warga sipil di Srebrenica. Konsep yang digunakan adalah konsep Just War, yaitu pada konsep Jus In Bello, sebagai konsep yang menemukan rules of engagement dalam konflik, terutama untuk perlindungan terhadap warga sipil dan juga konsep mengenai pasukan penjaga perdamaian. Dari penelitian yang dilakukan, maka ditemukan bahwa kegagalan UNPROFOR Dutch Battalion dalam melindungi warga sipil di Srebrenica karena adanya mandat yang saling berseberangan dan tidak adanya kerjasama yang baik dengan pihak-pihak yang terkait. Kata Kunci: United Nation Peacekeeping Force, UNPROFOR, Dutch Battalion, genosida, Yugoslavia, Srebrenica Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 ABSTRACT Name : Dimas Seti Aditya Study Program : PascaSarjana Hubungan Internasional Title : The Protection of the Civilians in the Arms Conflict : Study of the Failure of the United Nations Protection Forces (UNPROFOR)-Dutch Battalion in Srebrenica (11-17 of July 1995) This thesis was done to answer the research question, what factors that caused UNPROFOR Dutch Battalion failed to protect the civilians in Srebrenica. Concept that uses in this thesis is the Just War concept, and Jus In Bello concept, as a concept that found the rules of engagement in a conflict, particularly, the protection for the civilians, and the concept about peacekeeping forces. From the research that has been done, find that the failure of the UNPROFOR Dutch Battalion in protecting the civilians in Srebrenica because there was two different mandate, and there was no good cooperation between UNPROFOR Dutch Battalion and the headquarter of UNPROFOR. Key Words: United Nation Peacekeeping Force, UNPROFOR, Dutch Battalion, genocide, Yugoslavia, Srebrenica Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 viii Daftar Isi HALAMAN JUDUL :i LEMBAR ORISINALITAS.......................................................................................: ii LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................: iii UCAPAN TERIMA KASIH......................................................................................: iv LEMBAR PUBLIKASI PERNYATAAN ILMIAH..................................................: v ABSTRAK.................................................................................................................: vi ABSTRACT...............................................................................................................: vii DAFTAR ISI..............................................................................................................: viii Bab 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.5.1 1.5.2 1.5.2.1 1.5.2.2 1.5.2.3 1.5.3 1.5.3.1 1.5.3.2 1.5.3.3 1.5.3.4 1.5.3.5 1.5.3.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10 1.11 : PENDAHULUAN..............................................................: 1 : Latar Belakang.....................................................................: 1 : Perumusan Masalah.............................................................: 2 : Tujuan Penelitian.................................................................: 5 : Signifikansi Penelitian.........................................................: 5 : Tinjauan Pustaka..................................................................: 6 : Pengertian Umum dan Tujuan Hukum Humaniter Internasional..........................................: 7 : Sejarah Perkembangan Hukum Humaniter Internasional.........................................: 9 : Zaman Kuno.........................................................................: 9 : Abad Pertengahan.................................................................: 9 : Abad Modern........................................................................: 10 : Prinsip-prinsip dan Ketentuan-ketentuan Dasar Hukum Humaniter Internasional……………………: 12 : Hukum Den Haag (the Law of the Hague)………………...: 12 : Hukum Jenewa (the Law of Geneva)……………………...: 13 : Aliran New York (the Current of New York)………………………………...: 15 : Protokol – Protokol Tambahan I dan II................................: 18 : Protokol Tambahan I Perlindungan Terhadap Para Korban Konflik Bersenjata Internasional..........................................: 18 : Protokol Tambahan II Perlindungan Terhadap Para Korban Konflik Bersenjata Non-Internasional..................................: 19 : Kerangka Pemikiran.............................................................: 19 : Asumsi..................................................................................: 26 : Hipotesis...............................................................................: 27 : Model Analisis.....................................................................: 29 : Prosedur dan Metodologi Penelitian ....................................: 29 : Sistematika Penulisan...........................................................: 30 viii Seti Adtya,FISIPUI,2011 Perlindungan warga...,Dimas ix Bab 2 2.1 2.2 2.3 2.3.1 2.3.2 2.4 2.4.1 2.4.2 2.4.3 2.4.4 2.4.5 2.4.6 2.4.7 2.4.8 Bab 3 3.1 3.1.1 3.1.2 3.1.3 3.2 3.3 3.3.1 3.3.2 3.3.3 3.3.4 3.3.5 Bab 4 4.1 4.1.1 4.1.2 4.2 4.2.1 4.2.2 4.2.3 4.2.4 4.2.5 4.2.6 : KERANGKA TEORI........................................................: 31 : Teori Just War......................................................................: 31 : Perserikatan Bangsa-bangsa.................................................: 36 : Dewan Keamanan.................................................................: 38 : Keanggotaan……………………………………………….: 38 : Tujuan, Fungsi dan Kewenangan………………………….: 39 : Department of Peacekeeping Operation…………………...: 41 : Peacekeeping Force………………………………………..: 43 : Peacekeeping Force Menurut Diehl……………………….: 44 : Peacekeeping Force Menurut Alex J. Bellamy, Paul Williams dan Stuart Griffin………………………………………………: 48 : Traditional Peacekeeping………………………………….: 49 : Managing Transition ………………………………………: 49 : Wider Peacekeeping……………………………………….: 50 : Peace Enforcement………………………………………...: 51 : Peace Support Operation......................................................: 52 : KRISIS BALKAN dan KEGAGALAN PBB..................: 53 : Krisis Balkan........................................................................: 53 : Latar Belakang Krisis Balkan...............................................: 53 : Konflik di Bosnia..................................................................: 56 : Perserikatan Bangsa – Bangsa dalam Konflik di Yugoslavia / Bosnia – Herzegovina……………………………………...: 58 : UNPROFOR ( United Nations Protection Force )………………………………………….: 62 : Tragedi Srebrenica...............................................................: 66 : 11 Juli 1995..........................................................................: 74 : 12 Juli 1995..........................................................................: 76 : 13 Juli 1995..........................................................................: 77 : 14 Juli 1995..........................................................................: 78 : 16 Juli 1995..........................................................................: 79 : ANALISA............................................................................: 83 : Analisa..................................................................................: 83 : Perserikatan Bangsa-bangsa dan keterlibatan di Bosnia......: 83 : Hukum Humaniter dan Tragedi Srebrenica..........................: 87 : Faktor-faktor Kegagalan United Nations Protection Force (UNPROFOR) Dutch Battalion di Srebrenica………: 89 : Mandat yang tidak sejalan....................................................: 89 : Perubahan status lokasi penerjunan pasukan........................: 91 : Lokasi yang belum aman sepenuhnya..................................: 93 : Tidak adanya koordinasi......................................................: 94 : Perlengkapan yang tidak sesuai di lapangan........................: 94 : Tidak adanya informasi yang tepat.......................................: 95 ix Seti Adtya,FISIPUI,2011 Perlindungan warga...,Dimas x Bab 4.2.7 4.3 : Adanya mis-komunikasi......................................................: 95 : Pelajaran Dari Kegagalan UNPROFOR di Srebrenica..................................................: 97 5 : KESIMPULAN..................................................................: 103 Daftar Pustaka.........................................................................................................: 107 x Seti Adtya,FISIPUI,2011 Perlindungan warga...,Dimas Bab 1 : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Perlindungan bagi warga sipil pada masa konflik adalah hal yang harus diperhatikan bagi pasukan yang bertugas di daerah tersebut. Hal tersebut juga adalah hal yang diemban oleh pasukan penjaga perdamaian PBB (United Nations Peacekeeping Forces/UNPKF) yang bernama UNPROFOR (United Nations Protection Forces) yang bertugas di Srebrenica. Tetapi pada kenyataannya, pasukan UNPROFOR asal Belanda (Dutch Battalion/Dutch Batt) yang bertugas di Srebrenica tidak dapat melaksanakan tugas tersebut dengan baik, sehingga mengakibatkan jatuhnya korban jiwa warga sipil dengan jumlah besar. UNPKF adalah salah satu lembaga di bawah Perserikatan Bangsa – bangsa yang bertujuan untuk mendorong terwujudnya perdamaian di daerah yang sedang mengalami konflik bersenjata, baik dalam skala nasional maupun internasional. Selain itu, badan ini sering pula digunakan untuk memperkuat proses perdamaian di dalam situasi pasca-konflik. Secara konseptual, UNPKF adalah sebuah postur pasukan multinasional yang bertujuan untuk mendorong terwujudnya perdamaian di daerah yang sedang mengalami konflik bersenjata dalam skala internasional. Fungsi lembaga ini bisa dilaksanakan dengan dua cara, yaitu dengan cara non-militer dan dengan cara militer yang dilakukan di bawah komando PBB. 1 Dalam thesis ini, yang akan diangkat oleh Penulis adalah pelaksanaan lembaga ini dengan cara militer. Dalam perkembangannya kita dapat membagi menjadi dua bentuk UNPKF, yaitu traditional peacekeeping dan modern peacekeeping. Dalam bukunya, Ramsbotham 2 (Ramsbotham, 2005) menjelaskan bahwa ada dua jenis UNPKF, yaitu traditional peacekeeping dan modern peacekeeping, di masing-masing pasukan tersebut mempunyai ciri yang berbeda pula. Perbedaan yang paling mencolok dari traditional peacekeeping dan modern peacekeeping adalah apabila dalam traditional peacekeeping yang dihadapi oleh UNPKF adalah konflik antar negara, maka pada modern peacekeeping, yang dihadapi bukan lagi negara dengan negara, tetapi negara dengan aktor di dalam negara itu sendiri. Contohnya kelompok-kelompok belligerunt dan 1 Boutros Boutros Ghali, “An Agenda For Peace:Preventive Diplomacy, Peacemaking and Peacekeeping”; New York; 1992; hal. 20. 2 Oliver Ramsbotham, Tom Woodhouse, Hugh Miall; “Contemporary Conflict Resolution:The Prevention, Management and Transformation of Deadly Conflicts”, Cambridge: Polity Press; 2005; hal. 134. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 teroris. Dengan demikian, maka persoalan yang dihadapi oleh modern peacekeeping juga semakin kompleks. Sedangkan yang dimaksud sebagai tragedi Srebrenica adalah pembunuhan warga Bosnia oleh pasukan Serbia. Yang menjadikan kasus ini menarik untuk dikaji adalah karena pembunuhan ini terjadi di sebuah kantong pengungsian, dan dijaga oleh pasukan UNPROFOR asal Belanda (Dutch Battalion). Dengan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh UNPKF saat ini, dan belajar dari tragedi Srebrenica, menunjukkan bahwa pedoman tentang hak, kewenangan dan kewajiban UNPKF di wilayah konflik merupakan pokok persoalan yang mendesak dan menarik untuk diteliti. 1.2 Perumusan Masalah Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab 1.1, maka UNPKF adalah suatu lembaga yang bertujuan untuk mendorong terwujudnya perdamaian di daerah yang sedang dilanda konflik, baik dalam skala nasional maupun internasional, dan juga untuk memperkuat proses perdamaian di dalam suatu wilayah pasca konflik. Dalam dokumen yang dikeluarkan oleh PBB mengenai Pasukan Penjaga Perdamaian PBB, dikatakan bahwa UNPKF dibutuhkan untuk melakukan hal – hal sebagai berikut : 1. Deploy to prevent the outbreak of conflict or the spill – over of conflict across borders 2. Stabilize conflict situation after a cease fire, to create an environment for the parties to reach a lasting peace agreement 3. Assist in implementing comprehensive peace agreements 4. Lead states or territories through a transition to stable goverment, based on democratic principles, good governance and economic development.3 1. Pasukan diterjunkan untuk mencegah adanya konflik atau perluasan konflik 2. Menciptakan stabilisasi situasi setelah adanya gencatan senjata, dan untuk menciptakan lingkungan bagi para pihak yang bertikai untuk dapat mencapai perjanjian damai 3. Melakukan bantuan untuk dapat melakukan implementasi perjanjian damai yang luas 4. Membantu suatu negara atau daerah agar dapat menciptakan suatu pemerintahan yang stabil berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi,pemerintahan yang baik dan pembangunan ekonomi) 3 http://www.un.org/en/peacekeeping/operations/peacekeeping.shtml., diakses pada 24 Juni 2010, pada pukul 13.35 WIB. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Di lapangan, sering kali UNPKF menemui situasi yang sulit. Ketika mereka hanya diberi mandat oleh PBB untuk melakukan fungsi “peace keeping”, bukan tidak mungkin mereka dihadapkan pada kondisi dilematik saat mereka dituntut bukan hanya untuk “menjaga perdamaian”, melainkan juga untuk “menciptakan perdamaian” atau bahkan melakukan pembelaan diri secara militer. Dalam situasi seperti ini jelas diperlukan pedoman yang tepat bagi anggota – anggota UNPKF, sehingga mereka tidak menjadi korban dalam konflik dan tidak pula menjadi bagian dari konflik. Pada dasarnya, tugas pokok dari UNPKF berdasarkan Just In Bello adalah mencegah dampak terburuk bagi penduduk sipil yang dikarenakan perang yang terjadi. Konsep Just In Bello itu sendiri adalah salah satu bagian dari Just War. Dalam Just In Bello, terdapat dua bagian penting, yaitu - Diskriminasi : perlindungan harus diberikan kepada pihak-pihak non-kombatan - Proporsionalitas : penggunaan kekuatan senjata tidak diperbolehkan apabila menyebabkan penderitaan yang tidak perlu4. Dengan melihat pada dua bagian tersebut, terutama pada bagian diskriminasi, maka adalah kewajiban bagi UNPKF untuk memberikan perlindungan terhadap penduduk sipil. Demikian pula dengan apa yang dimandatkan kepada pasukan UNPROFOR-Dutch Batt. Kehadiran Dutch Batt di daerah Srebrenica adalah untuk melindungi warga sipil pengungsi Bosnia. Secara normatif, seharusnya pengungsi tersebut terbebas dari kegiatan-kegiatan permusuhan yang dilakukan oleh pihak lawan. Hal ini karena tidak terlepas dari diberlakukannya Hukum Humaniter Internasional, yaitu seperangkat peraturan yang melindungi, orang-orang yang tidak terlibat di dalam suatu pertempuran. Tetapi dalam kenyataannya, yang terjadi adalah kebalikannya, yaitu pada saat pasukan Serbia datang ke Srebrenica, pasukan Serbia dengan leluasa membunuhi penduduk sipil warga Bosnia, dan pasukan UNPROFOR-Dutch Batt yang bertugas di daerah tersebut tidak melakukan hal apapun juga, melainkan mereka membiarkan pembunuhan itu terjadi. Secara normatif seharusnya tragedi tersebut dapat dihindari, karena UNPROFOR-Dutch Batt dimandatkan untuk melakukan perlindungan terhadap pengungsi. Tetapi kemudian hal ini 4 Mona Fixdal, Department of Political Science, University of Oslo, and Dan Smith, International Peace Research Institute, Oslo, "Humanitarian Intervention and Just War," Mershon International Studies Review (1998) 42, hal. 283-312. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 memunculkan kebingungan tersendiri bagi UNPROFOR-Dutch Batt yang bertugas, karena UNPROFOR-Dutch Batt juga “dimandatkan” untuk menggunakan senjata sebagai bentuk self defense. Semenjak tahun 1999, operasi peacekeeping telah berkembang di dalam jumlah pasukan yang diterjunkan dan juga meluas dalam jangkauannya. Hal ini menuntut pasukan penjaga perdamaian PBB untuk bekerja ekstra keras daripada periode-periode sebelumnya. Pada saat ini, permasalahan yang terjadi pada pasukan penjaga perdamaian PBB bukan hanya sebatas pada berapa jumlah pasukan yang akan diterjunkan di dalam sebuah operasi penjaga perdamaian. Tetapi, yang harus mendapatkan perhatian juga adalah, kekompleksitasan dari permasalahan yang terjadi, yang berujung pada mandat-mandat yang menjadi rumit bagi pasukan yang diterjunkan. Hal inilah yang menyebabkan Dewan Keamanan PBB kemudian memberikan kewenangan kepada pasukan UNPKF, “to use all necessary means to achieve specific objectives”5. Dengan melihat pada kewenangan yang diberikan oleh Dewan Keamanan tersebut, maka kita dapat melihat bahwa bentuk dari traditional peacekeeping dalam konflik yang berkembang saat ini bukanlah bentuk yang ideal untuk diterapkan. Kegagalan-kegagalan tersebut lebih didasarkan pada kebingungan pasukan UNPKF yang sedang bertugas di lapangan untuk menentukan langkah-langkah yang akan mereka ambil. Di satu sisi, sebagai UNPKF mereka dimandatkan untuk memberikan perlindungan terhadap penduduk sipil, tetapi di sisi lain, mereka juga terbentur pada status mereka sebagai peacekeeping, di mana penggunaan senjata dibatasi hanya untuk bentuk self defense saja. Mereka dapat menggunakan penggunaan senjata bukan hanya sebagai bentuk self defense apabila mereka merubah status mereka bukan sebagai peacekeeping, tetapi mereka sebagai peacemaking. Permasalahan-permasalahan yang terjadi inilah yang membuat Penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai UNPKF, dengan analisa, “Apa Yang Menyebabkan UNPROFOR Dutch Battalion Gagal Melindungi Warga Sipil di Srebrenica?”. 1.3 Tujuan Penelitian 5 Simon Chesterman; “Just War or Just Peace”; Oxford University Press; 2001; hal. 122. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 1.3.1 Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan pertanyaan penelitian, yaitu apa yang menyebabkan kegagalan misi UNPROFOR Dutch Battalion di Srebrenica. 1.3.2 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan apa yang seharusnya dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait, agar tragedi Srebrenica tidak terulang kembali. 1.4 Signifikansi Penelitian 1.4.1 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengertian mengenai teori Just War 1.4.2 Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai Perserikatan Bangsa-bangsa, dan bagaimana kewenangan Dewan Keamanan PBB apabila terjadi suatu konflik yang dapat mengancam perdamaian dan keamanan internasional. 1.5 Tinjuan Pustaka Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, persoalan yang diteliti di dalam penelitian ini adalah mengenai sebab-sebab kegagalan UNPROFOR dalam memberikan perlindungan bagi warga sipil di Srebrenica. Oleh karena itu, dalam bab ini hendak dikemukakan beberapa uraian yang dianggap relevan untuk melakukan analisis terhadap permasalahan di atas. Pada prinsipnya ada dua topik utama yang hendak dikemukakan, yakni tentang hukum humaniter internasional dan tentang Perserikatan Bangsa-bangsa. Uraian tentang hukum humaniter internasional dipandang relevan dalam konteks ini karena hukum humaniter internasional mengandung norma-norma hukum internasional yang secara luas telah diterima oleh negara-negara untuk diterapkan dalam situasi konflik bersenjata, baik yang bersifat internasional maupun non-internasional. Penerimaan yang luas ini terjadi karena hukum humaniter internasional tidak hanya terwujud dalam bentuk konvensi-konvensi, melainkan juga tumbuh dari hukum kebiasaan internasional, yang asal-muasalnya bisa ditelusuri ke belakang hingga ribuan tahun yang lampau. Norma-norma hukum humaniter internasional diharapkan akan bisa dipergunakan untuk melakukan analisis terhadap tindakan yang dilakukan oleh pasukan Serbia terhadap kaum Muslim Bosnia di Srebrenica, maupun terhadap tindakan pasukan UNPROFOR-Dutch Batt di dalam melakukan pembiaran ( omission ) terhadap tindakan pasukan Serbia dalam kasus tersebut. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Uraian tentang Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) juga dipandang perlu, mengingat bahwa secara aktif pasukan PBB terlibat dalam upaya pemulihan dan pemeliharaan keamanan di Srebrenica. Uraian tentang PBB tentu saja akan lebih difokuskan pada struktur organisasi di dalam PBB yang terutama memiliki kewenangan dan tanggungjawab untuk menggelar dan mengkoordinasikan pasukan-pasukan PBB. 1.5.1 Pengertian Umum dan Tujuan Hukum Humaniter Internasional Dalam suatu konflik, kita pernah mendengar mengenai adanya tindakan-tindakan kekerasan yang ditujukan kepada warga sipil. Warga sipil sebagai pihak non kombatan, dimana seharusnya adalah pihak yang tidak dapat diperlakukan sama seperti kombatan. Perbuatan – perbuatan itu adalah kumpulan dari pelanggaran terhadap norma-norma hukum umum yang telah diakui keberadaanya oleh dunia internasional. Norma-norma hukum itu dinamakan sebagai Hukum Humaniter Internasional. Hukum humaniter internasional adalah seperangkat aturan yang karena alasan – alasan kemanusiaan berusaha untuk membatasi pengaruh konflik bersenjata. Hukum humaniter internasional melindungi orang – orang yang tidak, atau tidak lagi ikut serta pertempuran dan membatasi sarana dan cara – cara peperangan. Hukum humaniter internasional juga disebut Hukum Perang dan Hukum Konflik Bersenjata.6 Ada beberapa pendapat yang menguraikan tentang makna hukum humaniter internasional. Menurut G. P. H. Haryo Mataram, dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Madya Hukum Internasional di Universitas Trisakti, hukum humaniter internasional itu adalah peraturan / ketentuan yang mengatur cara / pelaksanaan permusuhan ( conduct of hostilities ), yang mencakup antara lain : ketentuan yang mengatur cara dan alat berperang ( means and methods of warfare ), demikian pula yang mengatur perlindungan kepada mereka 6 Peter D. Blake, “Pengantar Hukum Humaniter Internasional.”, Komite Palang Merah Internasional; hal. 5. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 yang menjadi korban perang, baik ia yang secara aktif turut, maupun yang secara tidak aktif di dalam permusuhan7. Definisi lain yang datang dari Frits Kalshoven, mengatakan bahwa : “Humanitarian law aims to mitigate the human suffering caused by the war, or, as it is sometimes put, to “humanise” war.” 8 (Hukum humaniter bertujuan untuk mengurangi penderitaan manusia yang disebabkan oleh perang, atau dengan kata lain, “memanusiawikan” perang) Lebih lanjut, Kalshoven mengatakan : “...it aims to restrain the parties to an armed conflict from wanton cruelty and ruthlessness, and to provide essential protection to those most directly affected by the conflict.”9 (Hukum humaniter juga bertujuan untuk mencegah sikap-sikap kekerasan yang tidak perlu, dan untuk memberikan perlindungan bagi pihak-pihak yang terkena dampaknya secara langsung dari konflik yang terjadi) Dari kedua kalimat tersebut, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa hukum humaniter internasional pada hakekatnya adalah hukum / peraturan yang bertujuan mengurangi penderitaan manusia yang diakibatkan oleh peperangan, dengan cara mencegah pihak – pihak yang bertikai untuk melakukan kekejaman yang tanpa alasan, dan untuk melindungi pihak – pihak yang terkena dampak secara langsung dari konflik tersebut. Sedangkan menurut International Committee of the Red Cross / Palang Merah Internasional, hukum humaniter internasional adalah bagian dari hukum internasional publik yang bertujuan 7 G.P.H. Haryo Mataram, “Hukum Humaniter : Hubungan dan Keterkaitannya Dengan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional dan Hukum Perlucutan Senjata”, Disajikan sebagai pidato pengukuhan pada upacara penerimaan jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum; Universitas Trisakti, Jakarta; 2 Oktober 1997; hal. 3. 8 Kalshoven and Liesbeth Zegveld, “Constraints On The Waging Of War : An Introduction to International Humanitarian Law”, International Committee Of The Red Cross, Maret 2001, hal. 12. 9 Ibid. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 untuk mengatasi persoalan – persoalan yang timbul karena pertikaian bersenjata baik internasional maupun non – internasional.10 1.5.2 Sejarah Perkembangan Hukum Humaniter Internasional 1.5.2.1 Zaman Kuno Pada tahun 2.000 Sebelum Masehi, di Sumeria, perang adalah suatu institusi yang telah diorganisir dengan baik, dan perang dilakukan setelah adanya deklarasi permusuhan. Selain peperangan, bangsa Sumeria juga mengenal adanya badan arbitrase, kekebalan hukum bagi pembawa pesan, dan mereka juga mengenal yang dinamakan perjanjian damai11. Bangsa Hitties, mempunyai hukum perang yang berdasarkan atas keadilan dan kejujuran. Apabila suatu kota telah ditaklukan, maka penduduk dari kota tersebut tidak boleh disakiti. Sama seperti bangsa Sumeria, bangsa ini juga mengenal adanya deklarasi dan perjanjian damai. Tercatat, bahwa telah terjadi perjanjian damai antara bangsa Hitties dan Mesir Kuno yang ditandatangani pada tahun 1269 Sebelum Masehi12. Pada masa Perjanjian Lama / Old Testament, diketahui bahwa kaum Israel tidak diperbolehkan untuk membunuh musuh yang menyerah, mereka diharuskan untuk menunjukkan rasa kasih sayang kepada pasukan musuh yang terluka, wanita, anak – anak, dan kaum lansia13. Pada masa Pax Romana / Romanum, dikenal adanya ajaran filsafat Stoic 14 , yang dikembangkan oleh beberapa filsuf, termasuk Seneca dan Cicero. Hukum ini juga mengharuskan bahwa perang tidak diperbolehkan untuk melanggar hukum – hukum yang telah berlaku. 1.5.2.2 Abad Pertengahan 10 “Hukum Prikemanusiaan Internasional”, selebaran dari Palang Merah Indonesia. Jean Pictet, “Development And Principles Of International Humanitarian Law”; Martinus Nijhoff Publishers – Henry Dunant Institute; 1985; hal. 7 12 Ibid, hal. 8 13 Ibid. 14 Stoic adalah aliran filsafat yang didirikan oleh Zeno, pada tahun 310 Sebelum Masehi 11 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Pada abad pertengahan, hukum humaniter internasional lebih diwarnai oleh ajaran – ajaran Kristiani. Salah seorang yang mengembangkan hukum humaniter pada abad ini adalah St. Agustinus / St. Augustine, seorang pemikir Kristen, yang mengembangkan norma – norma yang berakar dari hukum Romawi. Norma yang dikembangkan kemudian dikenal sebagai ajaran “just war / bellum justum”, atau konsep “Perang yang Adil.” Ajaran ini menekankan tentang kapan dan bagaimana orang yang bertikai boleh menggunakan kekerasan 15 . Ajaran ini lalu dikembangkan oleh St. Thomas Aquinas dan Grotius. 1.5.2.3 Abad Modern Pada abad modern penggunaan senjata api mulai diperkenalkan. Pada saat ini juga, perhatian banyak ditujukan kepada tahanan. Untuk pasukan yang terluka, maka mereka akan diberikan pelayanan medis. Pada tahun 1393, ditandatangani Convenant of Semach, antara wilayah – wilayah bagian di Swiss. Perjanjian itu mengatur bahwa di dalam peperangan, harus ada penghormatan terhadap tentara yang terluka dan kaum wanita. Hukum ini kemudian dikenal dengan nama Frauenbrief. Hukum ini mengatakan bahwa kaum wanita harus dipisahkan jauh dari medan peperangan. Untuk tentara yang terluka, maka sebagai seorang manusia dan benda – benda miliknya harus dihormati keberadaannya. Seorang filsuf Dominican terkenal dari Spanyol, Frascisco de Vitoria, membuat suatu doktirn yang digabungkan dari pendapat St. Agustinus dan St. Thomas Aquinas. Ia, dalam doktrinnya, mencela penggunaan kekerasan yang menimbulkan penderitaan bagi warga yang tidak terlibat secara langsung. Pada tahun 1785, suatu dokumen telah dikembangkan oleh Frederik the Great dan Benjamin Franklin. Dokumen itu berisi peraturan – peraturan, seperti : a. Hospitals shall be immunized and be marked by special flags, with identifying colours for each army b. The wounded and sick shall not be regarded as prisoner of war; they shall be cared for like the soldierof the army which captured them and sent home after they are cured c. Doctors and their assistants and chaplains shall not be taken as captives and shall be returned to their own side 15 Arie Siswanto, “Yurisdiksi Material Mahkamah Kejahatan Internasional.”, Penerbit Ghalia Indonesia, April 2005, hal. 70 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 d. The lives of prisoners of war shall be protected and they shall be exchanged without ransom e. The peaceful civillian population shall not be molested16 a. Setiap rumah sakit wajib untuk terbebas dari serangan dan ditandai oleh tanda khusus dan warna yang memperlihatkan masing-masing angkatan bersenjata b. Orang yang terluka dan sakit tidak dapat disamakan dengan tahanan perang, dan wajib untuk dipulangkan setelah mendapatkan perawatan c. Tenaga medis dan rohaniwan tidak dapat ditangkap sebagai tahanan, dan wajib dikembalikan ke pihak mereka d. Tawanan perang harus dilindungi dan tidak dapat dijadikan sebagai bahan dikembalikan tanpa makanan e. Kedamaian bagi warga sipil tidak dapat diganggu gugat Pada bulan Juni 1859, pecah Perang Franco - Austria, yang terjadi di daerah Solferino. Perang ini antara pasukan Austria melawan pasukan Franco – Italy. Dalam perang ini, sekitar 6.000 pasukan tewas, 36.000 pasukan terluka dan terbaring begitu saja di medan peperangan. Hal ini menggugah perasaan seorang wartawan muda dari Swiss, yang bernama Jean Henry Dunant. Ia lalu mengorganisir kaum wanita di daerah tersebut untuk memberikan pertolongan pertama bagi pasukan yang terluka. Selain itu, ia juga menuliskan keadaan yang terjadi di daerah tersebut. Salah satu tulisannya, memunculkan inspirasi dalam bahasa Italia : Sono Tutti Fratelli – Semua Orang Adalah Saudara17. Selain itu, Henry Dunant juga menerbitkan suatu buku yang berjudul “Un Souvenir du Solforino / The Memory of Solforino.” Dalam buku ini, tergambar jelas bagaimana nasib pasukan yang berada di daerah Solforino. Dalam buku inilah ia menuliskan dua buah rancangan. Rancangan yang pertama adalah, setiap negara harus mempunyai tenaga sukarela yang dilatih pada masa damai, untuk membantu angkatan bersenjata di bidang medis. Rancangan ini yang kemudian menjadi inspirasi berdirinya Palang Merah. Rancangan yang kedua adalah setiap negara bertemu di dalam suatu pertemuan untuk membicarakan suatu peraturan yang menjadi dasar hukum bagi perlindungan bagi rumah sakit dan personel medis. Perlindungan itu harus mempunyai jaminan dan sanksi bagi pihak – pihak yang melanggar18. Sejumlah pihak, seperti Gustave Moynier ( ketua Geneva Public Welfare Society ), Jend. Dufour, Dr. Louis Appia, dan Dr. Theodore Maunoir yang telah membaca buku itu tergugah 16 Jean Pictet, Op. cit, hal. 21. Ibid. 18 Ibid, hal. 26. 17 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 perasaannya, dan mereka kemudian melakukan pertemuan untuk membicarakan usulan Henry Dunant. Mereka berlima kemudian membentuk kepanitiaan yang terbentuk pada tanggal 17 Februari 1863. Pada Oktober 1863, 16 wakil dari berbagai negara berkumpul di Jenewa – di kota inilah kemudian berdiri kantor pusat ICRC. Pada tahun 1864, terbentuklah suatu konvensi yang bernama, “Convention of Geneva of 22 August 1864, For The Amelioration Of The Condition Of The Wounded In Armies In The Fields.” Inilah awal dari keseluruhan hukum humaniter internasional19. 1.5.3 Prinsip-prinsip dan Ketentuan-ketentuan Dasar Hukum Humaniter Internasional Berdasarkan substansinya, aturan-aturan hukum humaniter internasional dapat dibedakan menjadi 3 : hukum den Haag, hukum Jenewa dan Aliran New York. 1.5.3.1 Hukum Den Haag (the Law of the Hague) Hukum Den Haag adalah pilar pertama dalam sejarah terbentuknya hukum humaniter internasional. Hukum ini adalah hukum yang mengatur mengenai metode dan sarana pertempuran. Hukum ini juga memberikan penekanan pada operasi – operasi militer. Tujuan dari hukum ini adalah untuk menetapkan hak dan kewajiban negara – negara yang berperang dalam perilaku operasi dan membatasi pilihan terhadap sarana untuk mencederai lawan. Secara garis besar, prinsip – prinsip dari Hukum den Haag adalah : a. Pembatasan : yaitu larangan – larangan penggunaan senjata – senjata tertentu b. Proporsionalitas : penggunaan senjata dengan tujuan hanya untuk melemahkan pasukan musuh c. Kepentingan militer : setiap penggunaan senjata harus didasarkan pada kepentingan militer d. Diskriminasi : harus dibuat perbedaan antara obyek / peserta tempur dan obyek / peserta non - tempur 1.5.3.2 Hukum Jenewa (the Law of Geneva) 19 Ibid. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Hukum Jenewa adalah pilar kedua dalam sejarah terbentuknya hukum humaniter internasional. Hukum ini dimaksudkan untuk melindungi penduduk sipil dan korban konflik bersenjata. Hukum Jenewa pada masa sebelum, pada saat, dan sesudah masa konflik. Seperti telah dijelaskan pada halaman terdahulu, Konvensi Jenewa 1949 berdiri atas prakarsa Jean Henry Dunant. Di daerah Solferino, ia melihat bahwa keadaan para prajurit yang terluka sangat menyedihkan. Oleh karena itulah ia menulis buku yang kemudian ia beri judul “Un Souvenir du Solferino / Kenang-kenangan Dari Solferino”. Setelah terbitnya buku ini, maka beberapa warga Jenewa yang tergabung dalam Societe d’ Utilite Publique di bawah kepemimpinan Gustave Moynier, membentuk sebuah panitia yang terdiri dari 5 orang, dan mereka membentuk suatu perkumpulan yang dinamakan Comite Internationale et Permanent de Secours aux Militaires Blesses20 / International Committee for Aid to the Wounded, pada tahun 1863. Inilah cikal bakal dari ICRC. Tetapi, perkumpulan ini berpikir bahwa bila tanpa dukungan dunia internasional, maka hal yang telah mereka lakukan akan sia – sia belaka. Maka, dengan dukungan pemerintah Swiss, diadakan pertemuan internasional, yang diadakan di Jenewa pada 22 Agustus 1864. Pada konferensi itu, disepakati sebuah konvensi yang bernama “Convention For the Amelioration of the Condition of the Wounded and Sick in Armed Forces in the Field.” 21 Inilah Konvensi Jenewa yang pertama . Pokok pemikiran dari Konvensi Jenewa I ini adalah : Ambulans dan rumah sakit harus diperlakukan sebagai pihak yang netral, dan keberadaan mereka harus dihormati; Personel ambulans dan rumah sakit tidak dapat dijadikan tawanan, dijadikan sasaran penembakan; Pasukan yang terluka dan sakit harus dikumpulkan dan dirawat; Ambulans dan rumah sakit harus memasang tanda Palang Merah di atas dasar yang berwarna putih22 Pada tahun 1899, diadakan kembali Konferensi Jenewa II. Pada konferensi ini, disepakati konvensi yang kedua, yang bernama Convention for the Amelioration of the Condition of Wounded, Sick and Shipwrecked Members of Armed Forces at Sea. Pada tahun 1906, diadakan revisi bagi Konvensi Jenewa I, dan pada tahun 1907, diadakan revisi bagi Konvensi Jenewa II. 20 Ibid, hal. 5. Frits Kalshoven and Liesbeth Zegveld, Op. cit; hal. 27. 22 Ibid. 21 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Pada tahun 1929, kembali diadakan Konferensi Jenewa III. Konferensi ini mengambil pengalaman dari Perang Dunia I. Pada konvensi ketiga, yang bernama Convention for the Sebenarnya, disepakati peraturan pada mengenai Konvensi perlakuan Jenewa I, dan konferensi ini disepakati Treatment of Prisoners of War. terhadap peraturan tawanan mengenai perang hal telah ini telah menjadi suatu hukum kebiasaan. Tetapi, pada masa Perang Dunia I, tawanan perang pada memerlukan masing – peraturan masing yang pihak lebih berjumlah mendetail. sangat Pokok banyak, pemikiran dan dari hal ini Konvensi Jenewa III ini adalah : Kejelasan dan kelengkapan pada peraturan dan prinsip – prinsip mengenai tentara yang tertangkap dan tentara yang dimasukan dalam tahanan; Larangan untuk melakukan tindakan balas dendam yang ditujukan kepada tahanan perang; Penerimaan akan usulan untuk internasional terhadap peraturan yang telah disepakati mengadakan penelitian 23 Pada tahun 1949, diadakan Konferensi Jenewa IV, yang berhasil memunculkan Konvensi Jenewa IV, yang bernama Convention for the Protection of Civilian Persons in Time of War. Ada dua jenis penduduk yang dilindungi di dalam Konvensi Jenewa IV ini, yaitu : penduduk dari pihak musuh yang berada di daerah belligerant, dan warga dari daerah yang telah diduduki. Sedangkan kategori bagi penduduk itu sendiri adalah : warga sipil yang berada di tengah – tengah konflik 24 bersenjata, atau warga sipil yang berada di bawah kekuasaan pihak musuh . Secara garis besar, prinsip – prinsip dari Hukum Jenewa sama seperti Hukum den Haag, yaitu : a. Pembatasan : yaitu larangan – larangan penggunaan senjata – senjata tertentu b. Proporsionalitas : penggunaan senjata dengan tujuan hanya untuk melemahkan pasukan musuh c. Kepentingan militer : setiap penggunaan senjata harus didasarkan pada kepentingan militer d. Diskriminasi : harus dibuat mengenai perbedaan antara peserta tempur dan obyek non – tempur; dan ditambah dengan satu prinsip tentang Perlindungan terhadap korban konflik bersenjata 1.5.3.3 Aliran New York (the Current of New York) 23 24 Ibid. hal. 28. Ibid. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Pada awal pendirian Perserikatan Bangsa – Bangsa, PBB memiliki perhatian yang kecil pada pengembangan hukum perang internasional. Pada tahun 1949, International Law Commission, organ PBB yang mempunyai kewenangan di dalam kodifikasi dalam pengembangan hukum internasional, tidak memberikan tempat bagi hukum konflik bersenjata di dalam agendanya. Tetapi, ada dua permasalahan yang menarik pada periode ini. Yang pertama adalah peradilan bagi penjahat perang, dan yang kedua adalah permasalahan mengenai bom atom25. Dasar bagi peradilan penjahat perang di Eropa adalah London Agreement yang dilaksanakan pada Agustus 1945, dan Piagam PBB. Piagam PBB menetapkan bahwa terdapat tiga kejahatan yang dapat dikenai pertanggung jawaban secara individual, yaitu : crimes against the peace ( kejahatan terhadap perdamaian ), war crimes ( kejahatan perang ), dan crimes against humanity ( kejahatan terhadap kemanusiaan )26. Pada 19 Desember 1968, setelah diadakan pembicaraan antara Sekretaris Jenderal PBB dan ICRC, maka ditetapkan Resolusi yang bernama Respect for Human Rights in Armed Conflicts. Pemberian perhatian yang lebih kepada perlindungan terhadap perempuan dan anak – anak, keberadaan jurnalis, dan kondisi akan pasukan gerilya yang memperjuangkan kemerdekaan suatu negara27 Untuk masalah pasukan gerilya yang memperjuangkan kemerdekaan suatu negara, maka PBB, terutama Majelis Umum dan badan – badan yang berkepentingan lainnya, memberikan hak untuk menentukan nasib sendiri ( the right to self – determination ). Bahkan, melegalkan suatu “perang untuk kemerdekaan.” Perang untuk kemerdekaan ini kemudian dijadikan salah satu permasalahan internasional. Maka, setiap permasalahan peperangan kemerdekaan dan posisi dari pasukan gerilya akan mengacu pada hukum – hukum internasional. 25 Arie Siswanto, Op. cit, hal. 76. Frits Kalshoven and Liesbeth Zegveld, Op. cit; hal. 29. 27 Ibid. hal. 31. 26 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Pada tahun 1970–an, Majelis Umum PBB, mensahkan peraturan yang mengatur mengenai persenjataan – persenjataan konvensional, tidak termasuk persenjataan penghancur massal, seperti persenjataan nuklir, kimia, dan bakteri28. Secara garis besar, maka Aliran New York ini mempunyai kontribusi pada 3 hal penting, yaitu : Pelarangan akan penyerangan atas beberapa subyek; Perlindungan akan hak – hak fundamental dari manusia dalam masa konflik bersenjata; Penetapan posisi dari pasukan gerilya dalam kemerdekaan suatu negara dalam hukum internasional Perbedaan antara Hukum Den Haag, Hukum Jenewa dan Aliran New York29 Hukum Den Haag Menangani mengenai Hukum Jenewa peraturan Mengatur metode Aliran New York perlindungan Mengatur dan terhadap korban perang, pemakaian sarana pertempuran dan baik militer operasi – operasi militer atau di laut. Melindungi untuk menetapkan kewajiban hak dan negara semua orang yang berada di luar pertempuran – Bertujuan untuk negara yang berperang menjamin personil, orang dalam perilaku operasi – orang di Bertujuan untuk menjamin hak-hak fundamental seseorang Berlaku selama peperangan luar Selain ditujukan pada sipil, juga pada pelaku dan membatasi pilihan pertempuran dan orang – warga untuk orang yang tidak ikut ditujukan terhadap mencederai lawan senjata- atau senjata konvensional memberi penekanan pada penduduk sipil di darat Bertujuan mengenai serta dalam pertempuran perang gerilya Berlaku hanya peperangan terjadi 28 29 selama Berlaku selama dan sesudah peperangan Ibid. hal. 32. Ibid. hal. 19. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Ditujukan bagi pihak – Ditujukan bagi orang – pihak yang bersenjata orang yang tidak bersenjata Catatan : Diolah oleh Penulis 1.5.3.4 Protokol – Protokol Tambahan I dan II Sekalipun keempat Konvensi Jenewa 1949 bersifat menyeluruh, tetapi ada beberapa celah di beberapa bidang yang penting, seperti ketentuan – ketentuan yang berkaitan dengan pasukan tempur dan perlindungan penduduk sipil dari akibat – akibat permusuhan. 1.5.3.5 Protokol Tambahan I Tahun 1977 Perlindungan Terhadap Para Korban Konflik Bersenjata Internasional Dalam protokol ini, ditetapkan mengenai batasan – batasan di dalam sebuah konflik bersenjata internasional. Tujuan yang ingin dicapai di dalam protokol ini adalah memperbaiki perlindungan penduduk sipil dari dampak – dampak perang total yang berbahaya. Selain itu, Protokol ini juga mengatur mengenai obyek - obyek yang dimaksudkan untuk kelangsungan hidup orang banyak, dilarang keras untuk diserang, seperti : daerah pertanian, peternakan, sumber – sumber air minum, dan juga dilarang perbuatan yang ditujukan untuk membuat penduduk menjadi kelaparan. Unsur – unsur baru yang dikandung di dalam Protokol Tambahan I adalah sebagai berikut : 1). Pembatasan metode peperangan; 2). Pembatasan pemakaian senjata; 3). Penetapan sasaran – sasaran yang sah dalam suatu serangan militer; 4). Melarang serangan yang tidak perlu; 5). Perlindungan bagi pihak-pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung; 6). Menetapkan keharusan bagi pencarian orang – orang yang hilang; 7). Pengadaan bantuan bagi penduduk sipil; 8). Memberikan perlindungan bagi kegiatan – kegiatan organisasi pertahanan sipil; 9). Memerinci tindakan – tindakan yang harus diambil oleh pihak – pihak dalam konflik untuk memudahkan pelaksanaan hukum humaniter30 30 Peter D. Blake, Op. cit hal. 12. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 1.5.3.6 Protokol Tambahan II Tahun 1977 Perlindungan Terhadap Para Korban Konflik Bersenjata Non – Internasional Konflik dalam negeri merupakan perang sipil yang terjadi anatara pemerintah dengan pihak pemberontak. Hal ini adalah sesuatu hal yang sensitif, sebab pemerintah mempunyai kepentingan untuk memulihkan ketertiban di dalam negerinya yang sedang dilanda konflik. Unsur – unsur baru yang dikandung di dalam Protokol Tambahan II adalah sebagai berikut : 1). Hanya berlaku pada konflik internal; 2). Menetapkan jaminan – jaminan dasar di mana semua orang yang tidak, atau tidak lagi, ikut serta dalam permusuhan berhak atasnya; 3). Menetapkan hal orang – orang yang kebebasannya telah dibatasi, dan jaminan yudisial bagi suatu pengadilan yang jujur; 4). Memberikan perlindungan kepada penduduk sipil dan kepada obyek – obyek sipil; 5). Melarang ditimbulkannya kelaparan secara sengaja dan pengusiran paksa; 6). Menetapkan bahwa orang – orang yang terluka harus dilindungi dan mendapat perawatan, dan tenaga medis dan pengangkutan mereka harus dihormati; 7). Lambang – lambang Palang Merah, Bulan Sabit Merah, dan yang sejenisnya harus dihormati, dan pemakaiannya dibatasi pada orang – orang yang berwenang memakainya31 1.6 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran akan menggunakan konsep “Just War”, peran Perserikatan Bangsabangsa sebagai aktor perdamaian dan konsep peacekeeping. Konsep Just War menggunakan pemikiran-pemikiran dari St. Augustinus dan Thomas Aquinas. St. Augustinus mengembangkan norma-norma hukum yang berakar dari hukum Romawi yang kemudian dikenal sebagai ajaran “Just War”. Ajaran ini menekankan bagaimana orang yang bertikai dapat menggunakan kekerasan. Ajaran ini lalu dikembangkan oleh Thomas Aquinas. Dalam perkembangannya, ajaran ini lalu dikembangkan oleh Thomas Aquinas dengan membagi-bagi konsep Just War menjadi beberapa bagian, yaitu : 31 Ibid hal. 14. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 a. Jus Ad Bellum : pembenaran dalam melakukan peperangan; b. Jus In Bello : peraturan-peraturan di dalam melakukan peperangan; dan c. Jus Post Bellum : hal-hal yang dapat mengakhiri suatu peperangan Dari tiga pembagian yang dilakukan oleh Thomas Aquinas, maka dalam penelitian ini akan digunakan konsep mengenai Jus Ad Bellum dan Jus In Bello. Setelah penulis menjabarkan konsep Just War sebagai konsep yang akan digunakan untuk melakukan penelitian, maka penulis akan menjabarkan mengenai konsep Perserikatan Bangsabangsa. PBB dipandang berkaitan dengan konsep Just War, karena memiliki keterkaitan dalam penelitian ini. Keterkaitan yang dapat kita lihat adalah pada isi dari konsep Just War itu sendiri, sebagai hukum yang digunakan untuk menciptakan ketertiban. Demikian juga dengan tujuan didirikannya PBB, yaitu untuk menciptakan ketertiban dunia. Selain itu, sebagai hukum yang mengatur tentang peperangan, maka Just War mengatur bagaimana seharusnya perang itu dapat dilakukan dan bagaimana seharusnya pihak-pihak yang terlibat langsung itu berlaku di dalam peperangan. Demikian juga dengan PBB sebagai pihak yang membentuk pasukan dan yang mengirimkan pasukan. PBB tidak dapat begitu saja mengirimkan pasukan yang berada di bawahnya ntuk menyelesaikan konflik yang terjadi. PBB seperti yang tertulis dalam Piagam PBB, berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan suatu permasalahan melalui jalan damai. Apabila melalui jalan damai tidak dapat diselesaikan, maka cara-cara kekerasan adalah jalan yang terakhir yang dapat ditempuh oleh PBB. Keterkaitan yang terjadi antara konsep Just War dan PBB dalam penelitian ini terutama pada konsep Jus Ad Bellum dan Jus In Bello. Jus Ad Bellum mengatur mengenai hal-hal yang dapat digunakan sebagai alasan untuk mengadakan peperangan. Sedangkan dalam PBB, hal ini terkait dengan pembentukan mandat, karena sebelum melakukan pembentukan dan pengiriman pasukan, PBB melalui Dewan Keamanan PBB harus terlebih dahulu mengeluarkan sebuah mandat. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa pusat dari suatu operasi UNPKF adalah yang dimaksudkan dengan mandat itu sendiri. Hal ini tidak lain adalah karena mandat adalah perintah dan petunjuk dari apa yang dapat mereka lakukan dan yang tidak dapat mereka lakukan. Selain itu, mengenai hal-hal operasional lainnya, juga mengacu pada mandat yang diberikan kepada pasukan tersebut. Sehingga dalam hal ini, antara mandat dan operasional adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Setelah kita mengetahui akan hubungan antara konsep Jus Ad Bellum dengan PBB, maka yang selanjutnya adalah hubungan antara konsep Jus In Bello dengan PBB. Jus In Bello mengatur mengenai hal-hal apa saja yang dapat dilakukan selama masa peperangan. Hal tersebut tentu saja tidak terlepas dari peran PBB sebagai pihak yang melakukan pengiriman UNPKF tersebut dan lebih khusus lagi pada UNPKF sebagai pasukan yang diterjunkan ke lapangan. Dalam melakukan aksinya, UNPKF harus dapat menentukan pihak-pihak mana saja yang dapat dianggap sebagai kombatan dan mana yang dianggap sebagai non kombatan. Hal ini dirasa perlu, karena perlakuan pada masing-masing pihak berbeda antara satu dengan yang lainnya. Pada pihak yang dianggap sebagai kombatan, maka UNPKF dapat melakukan tindakantindakan penyerangan apabila dipandang perlu untuk melakukan aksi tersebut. Tetapi pada pihak-pihak non kombatan, tidakan-tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan, karena pihak-pihak non kombatan tidak terlibat langsung dalam konflik tersebut. Dikatakan tidak terlibat langsung dalam suatu konflik, karena mereka tidak dalam posisi memegang senjata dan tidak turut serta bertempur. Sedangkan, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa sebelum PBB melakukan pembentukan dan pengiriman pasukan, maka harus terbit terlebih dahulu yang dinamakan mandat. Mandat ini dibuat oleh Dewan Keamanan PBB. Dengan Dewan Keamanan yang mempunyai kewenangan untuk membuat suatu mandat bagi pembentukan dan pengiriman UNPKF,maka Dewan Keamanan PBB harus dengan sangat hati-hati melihat situasi yang akan terjadi. Tidak jarang suatu pembentukan mandat itu dilakukan dengan tidak memperhatikan halhal yang akan terjadi. Apabila hal tersebut terjadi, maka yang akan terjadi adalah suatu malapetaka bagi pasukan yang diterjunkan, dan juga bagi pihak-pihak yang secara tidak langsung terlibat. Setelah kita mengetahui penjabaran konsep dari Just War, PBB, dan Dewan Keamanan, maka kita akan melihat mengenai badan yang berperan langsung dalam hal pembentukan pasukan penjaga perdamaian, yaitu Department of Peacekeeping Operation (DPKO). Secara garis besar, fungsi dari DPKO adalah untuk merencanakan, mempersiapkan, mengatur, dan memimpin secara langsung operasi yang dilaksanakan oleh UNPKF. Walaupun tidak secara khusus PBB menyebutkan mengenai pasukan penjaga perdamaian PBB itu sendiri. Hal ini kemudian menyebabkan adanya sebutan Bab Enam Setengah dari Piagam PBB sebagai Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 pengembangan dari Bab 6 Piagam PBB. Pemberian nama Bab Enam Setengah itu adalah hasil dari pemikiran bahwa pasukan penjaga perdamaian dalam kenyataannya merupakan suatu kehadiran militer secara fisik dan bukan hanya sekedar rekomendasi bagi penyelesaian konflik seperti tercantum dalam Bab VI Piagam PBB. Namun kehadiran pasukan penjaga perdamaian PBB tersebut tidak pula merupakan aksi yang selalu menggunakan kekuatan militer seperti yang tertulis di dalam Bab VII Piagam PBB. Beberapa pasal dalam Piagam PBB yang menjelaskan mengenai keamanan pada masingmasing negara anggota PBB, yaitu Pasal 26 yang berbunyi, “In order to promote the establishment and maintenance of international peace and security with the least diversion for armaments of the world’s human and economic resources, the Security Council shall be responsible for formulating, with the assistance of the Military Staff Committee referred to in Article 47, plans to be submitted to the Members of the United Nations for the establishment of a system for the regulation of armaments.” “Untuk meningkatkan usaha-usaha guna memajukan terciptanya, demikian pula pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional dengan sesedikit mungkin mengalihkan penggunaan sumber daya manusia dan ekonomi dunia untuk persenjataan, maka Dewan Keamanan dengan bantuan Komite Staf Militer sebagai yang dimaksudkan dalam Pasal 47, diberi tanggung jawab untuk merumuskan rencana-rencana yang akan disampaikan kepada Anggota-Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pembentukan suatu sistem pengaturan persenjataan.” Hal ini juga dipertegas dalam Pasal 39 Piagam PBB, ”The Security Council shall determine the existence of any threat to the peace, breach of the peace, or act of aggression and shall make recommendations, or decide what measures shall be taken in accordance with Article 41 and 42, to maintain or restore international peace and security.” “Dewan Keamanan akan menentukan ada-tidaknya sesuatu ancaman terhadap perdamaian atau tindakan agresi yang akan menganjurkan atau memutuskan tindakan apa yang harus diambil sesuai dengan Pasal 41 dan 42, untuk memelihara atau memulihkan perdamaian dan keamanan internasional.” Kedua bangsa sangat pasal tersebut, memperkuat penegasan menginginkan suatu keamanan bahwa pada Perserikatan Bangsa – masing – masing negara anggotanya. Hal ini akan dilakukan oleh PBB dengan atau tanpa kekuatan senjata. Hal tersebut juga ditegaskan dalam Pasal 41 Piagam PBB yang berbunyi, “The Security Council may decide what measures not involving the use of armed force are to be employed to give effect to its decisions, and it may call upon the Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Members of the United Nations to apply such measures. These may include complete or partial interruption of economics relations and of rail, sea, air, postal, telegraphic, radio, and other means of communication, and the severance of diplomatic relations.” “Dewan Keamanan dapat memutuskan tindakan-tindakan apa di luar penggunaan senjata harus dilaksanakan agar keputusan-keputusannya dapat dijalankan, dan dapat meminta kepada Anggota-anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melaksanakan tindakan-tindakan itu. Termasuk tindakan-tindakan itu ialah pemutusan seluruhnya atau sebagian hubungan-hubungan ekonomi, termasuk hubungan kereta api, laut, udara, pos, telegrap, radio dan alat-alat komunikasi lainnya, serta pemutusan hubungan diplomatik.” Pemakaian kekuatan atau tanpa kekuatan ditegaskan juga dalam pasal berikutnya, yaitu Pasal 42 yang berbunyi, “Should the Security Council consider that measures provided for in Article 41 would be inadequate or have to be inadequate, it may take such action by air, sea, or land forces as may be necessary to maintain or restore international peace and security. Such action may include demonstrations, blockade, and other operations by air, sea, or land forces of Members of the United Nations.” “Apabila Dewan Keamanan menganggap bahwa yang ditentukan dalam Pasal 41 tidak mencukupi atau telah terbukti tidak mencukupi, maka Dewan dapat mengambil tindakan dengan mempergunakan angkatan udara, laut atau darat yang mungkin diperlukan untuk memelihara atau memulihkan perdamaian serta keamanan internasional. Dalam tindakan itu termasuk pula demonstrasidemonstrasi, blokade atau tindakan-tindakan lain dengan mempergunakan angkatan udara, laut atau darat dari Anggota-anggota Perserikatan BangsaBangsa.” Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, UNPKF dalam perjalanannya terbagi menjadi dua, yaitu traditional peacekeepng dan modern peacekeeping. Ramsbotham menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan traditional peacekeeping, selain memiliki ciri-ciri bahwa yang dihadapi adalah konflik antar negara, traditional peacekeeping juga dapat dilihat dari pendekatan lainnya, yaitu : - Adanya persetujuan untuk menerjunkan pasukan dari pihak-pihak yang bertikai - Penggunaan senjata yang lebih ditekankan pada perlindungan diri (self defence) - Adanya sikap netral, dalam artian tidak memihak salah satu pihak - Imparsialitas, yaitu mempunyai komitmen pada mandat yang diberikan; dan Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 - Legitimasi, yaitu setiap operasi yang dilakukan harus mendapatkan persetujuan dari Dewan Keamanan PBB dan Sekretaris Jenderal PBB32. Sedangkan istilah modern peacekeeping berkembang seiring dengan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh UNPKF di lapangan. Pada masa setelah Perang Dingin, maka hal yang dihadapi oleh pasukan penjaga perdamaian lebih kompleks. Kekompleksitasan permasalahan yang dimaksudkan disini adalah perubahan karakteristik konflik yang terjadi. Apabila pada masa Perang Dingin, pihak-pihak yang berkonflik jelas adanya, yaitu negara melawan negara, maka pada masa setelah Perang Dingin, yang terjadi adalah pertikaian internal pada suatu negara. Pertikaian internal tersebut disebabkan karena ketidakberdayaan pemerintah yang berkuasa, sehingga melahirkan adanya sentimen ras, etnis, agama, dan faktor lainnya, seperti yang terjadi pada konflik di Yugoslavia. Hal ini menyebabkan adanya kekompleksitasan permasalahan dan kemudian menyebabkan adanya transformasi di dalam peacekeeping itu sendiri. Selain dari perubahan bentuk konflik yang terjadi, hal lain yang menyebabkan adanya transformasi itu adalah yang pertama, Dewan Keamanan yang semakin proaktif dan semakin memperluas mandat dari pasukan penjaga perdamaian. Yang dimaksudkan dengan proaktif dan perluasan mandat dari Dewan Keamanan PBB itu adalah pada masa setelah Perang Dingin, Dewan Keamanan memberikan mandat yang pada masa Perang Dingin tidak diberikan, seperti membantu dalam melakukan penjanjian damai dalam hal-hal yang luas, menegakkan hukum dan tata tertib berdasarkan proses hukum yang berlaku, dan melakukan pembimbingan kepada suatu negara atau daerah dalam rangka menuju sebuah pemerintahan yang stabil, berdasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi, pemerintahan yang baik, dan pengembangan tingkat ekonomi33. Yang kedua adalah semakin banyak negara yang tertarik untuk berpartisipasi di dalam gelar pasukan penjaga perdamaian34. Secara garis besar, perkembangan dari modern peacekeeping itu mencangkup hal-hal seperti : - Pengiriman pasukan mempunyai tujuan untuk mencegah pecahnya konflik atau meluasnya konflik sehingga melewati batas-batas negara 32 Oiver Ramsbotham, Op. cit., hal. 34. http://www.un.org/Depts/dpko/dpko/info/page3.htm, diakses pada 9 April 2010, pukul 02.55 WIB 34 Alex J. Bellamy, Paul Williams, Stuart Griffin; Op. cit; hal. 59 33 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 - Melakukan stabilisasi situasi konflik setelah terjadinya perjanjian gencatan senjata, sehingga dapat dicapai suatu perjanjian perdamaian - Menegakkan hukum dan tata tertib berdasarkan proses hukum yang berlaku - Melakukan monitoring dan menjadi badan yang memberikan masukan dalam hal-hal yang berkaitan dengan HAM dan hukum humaniter internasional - Menjadi pihak penghubung dengan negara di mana UNPKF bertugas, termasuk dengan pihak-pihak yang berada di dalam dan di luar negara tersebut, dan organisasi dan LSM, baik nasional maupun internasional - Melakukan monitoring dan pelaporan terhadap perkembangan situasi dari area operasi - Melakukan perlindungan terhadap penduduk sipil - Melakukan sosialisasi mengenai keamanan individu (human security), menentukan langkahlangkah pembangunan, melakukan langkah-langkah penyusunan pembagian kekuasaan - Membantu dalam melakukan penjanjian damai dalam hal-hal yang luas - Melakukan pembimbingan kepada suatu negara atau daerah dalam rangka menuju sebuah pemerintahan yang stabil, berdasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi, pemerintahan yang baik, dan pengembangan tingkat ekonomi35. Setelah kita melihat uraian dari konsep Just War, PBB, Dewan Keamanan, dan DPKO, maka kita dapat melihat keterkaitan dari masing-masing konsep tersebut. Dengan keterkaitan dari masing-masing konsep, maka hal tersebut dipandang oleh penulis adalah hal-hal yang relevan sebagai kerangka pemikiran dalam penelitian ini. 1.7 Asumsi 1.7.1 Krisis Balkan, terutama pada tragedi di Srebrenica memakan jumlah korban warga sipil yang besar. 1.7.2 Lokasi negara Balkan yang terletak di jantung benua Eropa menjadikan krisis Balkan menjadi suatu perhatian yang besar bagi negara-negara di sekitarnya. 1.7.3 UNPKF, dalam hal ini adalah UNPROFOR-Dutch Battalion tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik karena tidak adanya kesesuaian antara mandat yang diberikan, sehingga berakibat pada operasional yang kacau. 35 http://www.un.org/Depts/dpko/dpko/info/page3.htm, diakses pada 9 April 2010, pukul 03.15 WIB Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 1.8 Hipotesis Jawaban sementara dari tesis ini adalah kegagalan dari misi UNPROFOR-Dutch Battalion di Srebrenica dikarenakan adanya mandat yang tidak sejalan, yang lalu diberikan kepada pasukan yang bertugas. Selain itu, mandat yang diberikan juga tidak sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan. Yang dimaksudkan dengan mandat yang tidak sejalan adalah mandat bagi UNPROFOR berisi dari dua perintah yang saling bertentangan satu dengan lainnya. Dalam satu mandat diperintahkan agar UNPROFOR melindungi pengungsi yang berada di kantong-kantong perlindungan. Tetapi pada mandat yang lain, UNPROFOR juga diberikan perintah bahwa mereka dilarang untuk melakukan serangan, apabila mereka tidak diserang. Suatu hal yang sangat bertolak belakang, karena mereka tidak akan dapat melindungi pengungsi, apabila mereka tidak diperbolehkan untuk menyerang. Hal ini kemudian terbukti bahwa mandat tersebut pada akhirnya tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Dengan mandat bahwa mereka tidak diperbolehkan untuk menyerang, maka pada saat pasukan Serbia datang dan membunuhi pengungsi Bosnia di Srebrenica, maka pasukan UNPROFOR hanya berdiam diri saja, karena pasukan Serbia tidak melakukan serangan yang ditujukan kepada pasukan UNPROFOR. Kegagalan lain juga disebabkan oleh karena pasukan UNPROFOR diterjunkan tidak dengan perlengkapan yang sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Hal ini berkaitan dengan mandat yang tidak sesuai di lapangan. Selain berkaitan dengan mandat yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan, hal ini berkaitan pula dengan informasi yang tidak akurat. Pada saat pasukan UNPROFOR asal Belanda tersebut diterjunkan ke Srebrenica, mereka hanya mengetahui bahwa daerah tersebut adalah kantong perlindungan bagi pengungsi. Oleh karena itu, persenjataan yang mereka miliki hanyalah persenjataan ringan, dan kendaraan yang mereka miliki adalah kendaraan dengan fungsi sebagai alat transportasi, dan bukan sebagai alat tempur. Di lain pihak, pasukan Serbia yang menyerang para pengungsi adalah pasukan yang bersenjatakan senjata berat, dan menggunakan kendaraan tempur. Dengan melihat persenjataan Serbia yang lebih lengkap, maka hal tersebut secara tidak langsung menurunkan moral tempur mereka. Dengan Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 moral tempur yang merosot, maka dapat dipastikan bahwa mereka tidak memiliki keinginan untuk melakukan serangan balik 1.9 Model Analisis Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 PERLINDUNGAN WARGA SIPIL DI SREBRENICA STRATEGIS OPERASIONAL Mandat yang diberikan 1. Lokasi yang belum aman kepada UNPROFOR 2. Perubahan status lokasi penerjunan pasukan 3. Lokasi yang belum aman sepenuhnya 4. Tidak ada koordinasi 5. Kurangnya informasi 6. Perlengkapan yang tidak sesuai di lapangan 7. Adanya mis komunikasi merupakan mandat yang tidak sejalan karena berbeda satu dengan yang lain. 1.10 Prosedur dan Metodologi Penelitian Penelitian yang akan dilakukan oleh Penulis akan menganalisa faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kesalahan prosedural dari operasi UNPKF, terutama dalam operasi yang berlangsung di Srebrenica. Penulis akan melakukan analisa terhadap peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan oleh PBB yang berkaitan dengan UNPKF dan kesulitan-kesulitan yang terjadi di kalangan personil militer UNPKF, sehingga menyebabkan tragedi Srebrenica terjadi. Dengan pemikiran tersebut, maka Penulis akan menggunakan analisa yang bersifat eksplanatif sebagai pisau bedah Penulis di dalam melakukan penelitian ini. Analisa eksplanatif dipilih oelh Penulis, karena analisa eksplanatif dapat digunakan oleh Penulis untuk melakukan Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 penelitian, dan penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisa, identifikasi, dan menjelaskan faktor-faktor dan indikator-indikator yang terkait dengan pertanyaan penelitian36. Tekhnik yang akan Penulis lakukan adalah teknik pencarian data yang mengandalkan buku, jurnal, dan media massa, seperti koran. Untuk pengambilan data-data tersebut, maka Penulis akan mencarinya melalui berbagai tempat, seperti Unit Perpustakaan dan Dokumentasi Hubungan Internasional (UPDHI) FISIP UI Depok, Perpustakaan FISIP UI Salemba, website, dan Jurnal Jstor, serta sumber-sumber lainnya. 1.11 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tesis ini ini akan dibagi dalam lima bab. Bab pertama adalah latar belakang mengenai perkenalan apakah yang dimaksud dengan UNPKF beserta dengan permasalahan-permasalahan yang terjadi dan pertanyaan penelitian yang diajukan, serta metodologi penelitian yang digunakan. Bab kedua, akan menjelaskan mengenai kerangka pemikiran yang akan digunakan di dalam penulisan tesis ini. Bab ketiga menggambarkan tentang konflik di Bosnia, diterjunkannya UNPKF di lapangan, dan kegagalan-kegagalan yang disebabkan oleh adanya ketidak jelasan dari bentuk UNPKF tersebut. Bab keempat, akan memberikan hasil analisa dari apa yang terjadi dari bentuk UNPKF saat ini. Selain itu, dalam bab ini juga akan dijelaskan mengenai bagaimana bentuk dari UNPKF yang seharusnya dikembangkan. Bab kelima sebagai bab penutup yang berisi kesimpulan dari pertanyaan penelitian dan saran atas permasalahan penelitian. 36 W. Lawrence Newman, Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches, Boston: Pearson Education, Inc (fifth edition), 2003, hal. 67. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Bab 2 : Kerangka Teori Just War : Keterlibatan Masyarakat Internasional Dalam Perlindungan Warga Sipil Dalam Konflik Bersenjata Dalam bab 2 ini, penulis akan menjelaskan mengenai kerangka pemikiran yang akan dipakai di dalam penulisan tesis ini. Teori yang akan dipakai di dalam menjelaskan mengenai isi dari tesis ini adalah Teori “Just War”, atau juga yang dikenal sebagai konsep “Perang Yang Adil”. Selain konsep Just War, dalam penelitian ini juga akan dijelaskan mengenai peran Perserikatan Bangsa-bangsa dan konsep peacekeeping Pemilihan teori ini dianggap tepat, karena dalam teori ini menjelaskan mengenai bagaimana suatu peperangan itu dapat dilakukan, dan bagaimana sikap-sikap yang seharusnya dilakukan oleh pihak-pihak yang bertikai di dalam sebuah peperangan. 2.1 Teori Just War Dalam penelitian ini, Penulis akan menggunakan kerangka pemikiran, yaitu kerangka konsep Just War yang menggunakan beberapa pemikiran seperti dari St. Augustinus, Thomas Aquinas, dan Grotius. St. Agustinus / St. Augustine, mengembangkan norma – norma yang berakar dari hukum Romawi 1 . Norma yang dikembangkan kemudian dikenal sebagai ajaran “just war / bellum justum”, atau konsep “Perang yang Adil.” Ajaran ini menekankan tentang kapan dan bagaimana orang yang bertikai boleh menggunakan kekerasan2. Ajaran ini mengatakan bahwa pemerintah yang ada sekarang adalah pemerintah yang terjadi karena kehendak Tuhan. Hal ini mengakibatkan pemerintah yang ada berkewajiban untuk menegakkan ketertiban, sehingga perang diperkenankan dengan maksud untuk membebaskan mereka dari dosa. Perang yang dimaksud adalah perang yang adil, yaitu perang yang terjadi karena kehendak Tuhan. Oleh karena itulah, musuh mereka adalah musuh dari Tuhan, dan “musuh – musuh Tuhan” itu 1 2 http://www.iep.utm.edu/justwar/, diakses pada 23 Oktober 2010, pukul 00.45 WIB Arie Siswanto, Op.cit., hal. 71 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 melakukan perang yang tidak dibenarkan3. Ajaran ini lalu dikembangkan oleh Thomas Aquinas dan Grotius. Thomas Aquinas dalam perkembangannya, membagi-bagi konsep Just War menjadi beberapa bagian, yaitu: a. Jus Ad Bellum, yaitu yang berisikan pembenaran untuk melakukan peperangan. Konsep ini kemudian dibagi lagi menjadi beberapa bagian, yaitu4 : a. Alasan yang sah : suatu peperangan hanya dapat dilakukan apabila mempunyai alasan pembenar yang sah. b. Perbandingan keadilan : penggunaan kekerasan dapat dilakukan hanya apabila ketidak adilan yang diderita oleh pihak lain lebih besar dari pihak lawan c. Kekuasaan yang sah : penggunaan kekerasan hanya dapat dilakukan oleh penguasa yang sah d. Niat yang benar : penggunaan kekerasan hanya boleh digunakan dalam suatu alasan yang benar-benar sah e. Probabilitas keberhasilan : penggunaan senjata tidak boleh digunakan dalam usaha yang sia-sia atau dalam kasus di mana langkah-langkah yang tidak proporsional dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan f. Proporsionalitas : kerusakan yang diperkirakan akan sia-sia harus dihindari g. Upaya terakhir : kekerasan hanya boleh digunakan sebagai alternatif yang terakhir b. Jus In Bello, yaitu peraturan-peraturan di dalam melakukan peperangan a. Diskriminasi : dalam peperangan, harus dibedakan antara kombatan dan non kombatan b. Proporsionalitas : perlakuan kekerasan yang berlebihan, harus dihindari c. 3 4 Jus Post Bellum, yaitu hal-hal yang dapat mengakhiri peperangan tersebut. Jean Pictet, Op. cit., hal. 13 Oliver O’Donovan; “The Just War Revisited”; Cambridge University Press; 2003; hal. 15 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 c. Alasan yang sah untuk mengakhiri : Sebuah negara dapat mengakhiri suatu peperangan apabila pembalasan telah terjadi, dan bila salah satu pihak bersedia merundingkan syaratsyarat perdamaian. a. Niat yang benar : Suatu negara hanya boleh mengakhiri suatu peperangan di bawah kondisi-kondisi yang telah disepakati berdasarkan kriteria-kriteria di atas. Pembalasan tidak diizinkan. Negara yang menang juga harus bersedia memberlakukan objektivitas dan investigasi pada tingkat yang sama terhadap kejahatan-kejahatan perang apapun yang mungkin telah dilakukan oleh pasukan-pasukannya. b. Pernyataan umum dan kekuasaan : Syarat-syarat perdamaian harus dibuat oleh kekuasaan yang sah, dan syarat-syarat itu harus diterima oleh kekuasaan yang sah. c. Diskriminasi : Negara yang menang harus melakukan pembedaan antara para pemimpin politik dan militer, dan antara kombatan dan warga sipil. Langkah-langkah penghukuman harus dibatasi hanya kepada mereka yang secara langsung bertanggung jawab atas konflik itu. d. Proporsionalitas : Setiap pihak yang telah menyatakan kalah atau menyerah harus diperlakukan dengan sepantasnya. Tidak diperbolehkan memperlakukan pihak-pihak tersebut dengan tidak sepantasnya Dengan melihat pada pembagian dari konsep Just War, maka Penulis melihat bahwa konsep Just War, terutama pada konsep Jus In Bello adalah konsep yang tepat untuk digunakan dalam kerangka pemikiran dalam penulisan thesis ini. Hal ini dikarenakan dalam konsep Just War telah mencakup hal-hal yang berkenaan dengan persiapan dalam pembuatan mandat, peraturan-peraturan yang ditujukan pada pasukan di dalam sebuah pertempuran, dan bagaimana suatu pertempuran itu dapat diakhiri. Setelah kita melihat uraian mengenai konsep Just War, maka kita akan melihat mengenai defini dari pertikaian bersenjata. Menurut Additional Protocols I Pasal 1 ayat ( 4 ), dikatakan bahwa : “Armed conflicts in which peoples are fighting against colonial domination and alien occupation and against racist rĕgimes in the exercise of their right of self – determination, as enshrined in the Charter of the United Nations and the Declaration on Principles of International Law concerning Friendly Relations and Co – operation among States in accordance with the Charter of the United Nations.”5 5 Frits Kalshoven and Liesbeth Zegveld, Op. cit, hal. 85. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 (Konflik bersenjata dapat dibenarkan selama hal tersebut adalah cara untuk melawan penjajahan, penguasaan suatu wilayah dan untuk menentang rejim yang rasis, selama dilakukan sesuai dengan yang telah diatur dalam Piagam PBB dan peraturan lainnya) Setelah diketahui apa yang dimaksud dengan konflik bersenjata, dan jenis – jenisnya, maka kini akan dikemukakan tentang apa yang dimaksud dengan penduduk sipil. Definisi dari penduduk sipil menurut Kalshoven adalah “any person who does not belong to the category of combatants.”6 (setiap orang yang tidak termasuk dalam kategori sebagai kombatan). Sedangkan, Konvensi Jenewa ( IV ), mendefinisikan lebih detail, yaitu : “Person taking no active part in the hostilities, including members of armed forces who have laid down their arms and those placed hors de combat by sickness, wounds, detention, or any other cause...”7 (Orang yang tidak aktif dalam pihak-pihak yang bermusuhan, termasuk anggota militer yang tidak bertugas karena sakit, luka-luka, ditahan, atau sebab lainnya) Penduduk sipil, sebagai pihak “korban”, haruslah mendapat perlindungan dari pihak – pihak yang bertikai. Heike Spieker, mengatakan bahwa : “The civilian population enjoys immunity insofar as it shall “enjoy general protection against dangers arising from military operations” and “shall not be the object of attack.”8 (masyarakat sipil harus dapat mendapatkan perlindungan terhadap bahaya dari setiap operasi militer) Dalam Konvensi Jenewa IV, ketentuan mengenai perlindungan terhadap penduduk sipil tertuang di dalam Pasal 3 ayat ( 1 ) huruf ( a ) sampai dengan ( d ). Selain itu, dalam Pasal 15 juga diatur mengenai pihak – pihak mana saja yang tidak dapat diserang. Pada Pasal 16, diatur mengenai perlindungan khusus kepada wanita – wanita hamil. Sedangkan mengenai perlindungan terhadap Rumah sakit sipil diatur di dalam Pasal 18. Pada Protokol Tambahan I, 6 Ibid, , hal. 98. Convention ( IV ) relative to the Protection of Civilian Persons in Time of War, Art. 3 ( 1 ). 8 Heike Spieker, “Civilian Immunity”; Gutman, Roy and Rieff, David, ”Crimes Of War : What The Public Should Know.”, W.W. Norton & Company, New York, 1999, hal. 101 7 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 dijelaskan lebih terperinci mengenai perlindungan terhadap penduduk sipil.Bahkan, pada Protokol ini juga dijelaskan mengenai serangan – serangan yang dilarang 9. Mengenai bentuk – bentuk perlindungan terhadap penduduk sipil, dapat kita lihat, secara detail, pada Protokol Tambahan I Pasal 51. Pada ayat ( 4 ) dikatakan bahwa penduduk sipil harus bebas dari serangan yang membabi buta, yaitu serangan yang tidak ditujukan terhadap sasaran khusus militer, serangan yang mempergunakan cara atau alat tempur yang menimbulkan penderitaan yang tidak perlu, serangan yang mempergunakan cara atau alat tempur yang ditujukan tidak terhadap sasaran khusus militer. Selain itu, penduduk sipil juga tidak dapat dijadikan sebagai “perisai hidup” untuk melindungi markas – markas militer, dan penduduk sipil juga harus terlepas dari tindakan balas dendam10. Sebagaimana telah dijelaskan pada halaman yang terdahulu, bahwa penduduk sipil hanyalah “korban” dari sebuah konflik bersenjata, maka pihak – pihak yang bertikai mempunyai kewajiban untuk melindungi penduduk sipil. Hal ini dapat kita lihat dalam Konvensi Jenewa I Pasal 3 yang berbunyi : “Person taking no active part in the hostilities, including members of armed forces who have laid down their arms and those placed hors de combat by sickness, wounds, detention, or any other cause, shall in all circumtances be treated humanely...” (Setiap orang yang tidak terlibat dalam kegiatan peperangan, termasuk anggota militer yang tidak lagi bertugas karena sakit, luka-luka, berstatus tawanan dan sebab lainnya harus diperlakukan secara manusiawi) Protokol Tambahan I Pasal 51 juga membahas mengenai kewajiban dari pihak – pihak bertikai untuk melindungi penduduk sipil secara lebih mendetail. Dengan melihat pada penjelasan mengenai perkembangan hukum humaniter yang terjadi selama ribuan tahun, maka sudah seharusnya perlindungan warga sipil pada saat terjadi konflik adalah hal yang tidak asing, dan seharusnya menjadi hal yang umum. 9 Syahmin A.K., Op. cit., hal. 72 Ibid., hal. 73 10 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Tetapi dalam beberapa kasus, perlindungan warga sipil pada saat terjadinya konflik terkadang masih diabaikan. Hal inilah yang menjadi keprihatinan bagi beberapa orang yang menaruh perhatian cukup besar pada pelaksanaan hukum humaniter. 2.2 Perserikatan Bangsa-bangsa Perserikatan Bangsa – Bangsa ( PBB ) / United Nations adalah badan internasional yang mempunyai arti sangat penting bagi masyarakat internasional, khususnya menyangkut upaya penciptaan dan pemeliharaan perdamaian serta keamanan dunia. PBB beranggotakan negara – negara merdeka yang telah menyetujui gagasan-gagasan dan norma-norma yang tertuang di dalam Piagam Perserikatan Bangsa – Bangsa yang ditandatangani pada tanggal 26 Juni 1945. Nama “Perserikatan Bangsa – Bangsa / United Nations” pertama kali diperkenalkan oleh Franklin Delano Roosvelt, presiden Amerika Serikat. Kata United Nations pertama kali dipergunakan pada dokumen Declaration by United Nations yang dikeluarkan pada tanggal 1 Januari 1942, saat 26 perwakilan masing - masing negara berjanji untuk meneruskan perjuangan mereka di dalam melawan kekuatan Axis ( Jerman, Jepang dan Italia ). Sebenarnya selain pertemuan pada tahun 1942 telah terjadi beberapa pertemuan yang membicarakan konsepsi – konsepsi dan rencana – rencana Sekutu mengenai Perserikatan Bangsa – bangsa ini. Pertemuan itu adalah Piagam Atlantik (Atlantic Charter) yang diajukan oleh Presiden Amerika Serikat dan Perdana Menteri Inggris pada tahun 1941; Deklarasi Perserikatan Bangsa-bangsa yang ditandatangani oleh beberapa negara pada awal tahun 1942; dan Deklarasi Moskow yang dikeluarkan pada Oktober 1943 11 , di mana deklarasi ini ditandatangani oleh perwakilan dari Amerika Serikat, Inggris, Uni Sovyet (kini Russia) dan China. Isi dari deklarasi tersebut adalah diperlukan suatu organisasi internasional, yang beranggotakan negara-negara yang berdaulat, yang bertujuan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Pada tahun 1945, 50 perwakilan dari masing – masing negara berkumpul dalam United Nations Conference on International Organization, yang diselenggarakan di San Fransisco, untuk menyusun rancangan dari Piagam Perserikatan Bangsa – bangsa ( United Nations Charter ). Kelima puluh anggota yang hadir pada perundingan itu akhirnya menyetujui bahwa pembuatan rancangan itu akan diserahkan pada perwakilan empat negara “Steering Committee”, yaitu 11 Starke, J.G. “ Pengantar Hukum Internasional ”, Penerbit Sinar Grafika, November 2004, hal. 829. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Amerika Serikat, Cina, Inggris, dan Uni Sovyet 12. Rancangan itu dilakukan di Dumbarton Oaks, Amerika Serikat, pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 1944. Perundingan itu tidaklah sepenuhnya berjalan lancar.Terjadi perdebatan – perdebatan, terutama di antara negara – negara sponsor - Amerika Serikat, Cina, Inggris, dan Uni Sovyet – dengan delegasi dari negara – negara lainnya yang menyangkut masalah “veto” dalam Dewan Keamanan PBB dan fungsi Majelis Umum. Pada 26 Juni 1945, rancangan itu disetujui dan ditandatangani oleh ke 50 anggota perwakilan tersebut. Tujuan dari Perserikatan Bangsa – Bangsa dapat kita lihat pada Pasal 1 Piagam PBB, sedangkan prinsip dari Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa Pasal 2 Piagam PBB Dua ayat dari Pasal 2 ini menetapkan bahwa Perserikatan Bangsa – Bangsa haruslah berdasarkan atas persamaan kedaulatan dari negara – negara anggotanya. Selain itu, pada pasal ini, menetapkan bahwa PBB tidak boleh untuk ikut campur dalam masalah – masalah yang pada dasarnya adalah masalah domestik suatu negara. Ketentuan ini dapat kita lihat dalam ayat 7 Pasal 2. Keempat ayat lainnya menetapkan bahwa negara – negara anggota harus mentaati hal – hal yang telah ditetapkan di dalam Piagam PBB. Selain itu, negara – negara anggota harus menyelesaikan sengketa – sengketa dengan jalan damai, tidak melakukan ancaman atau intervensi dengan kekerasan terhadap integritas negara lain. 2.3 Dewan Keamanan Sebagai sebuah organisasi internasional, PBB dilengkapi oleh organ-organ. Organ-organ yang berkaitan dengan PBB bisa dibedakan menjadi dua, yakni organ-organ utama (primary organs) dan organ-organ pendukung (subsidiary organs). Di antara keenam organ utama, Dewan Keamanan merupakan organ yang memikul tanggung jawab utama menjaga perdamaian dan keamanan dunia. 2.3.1 Keanggotaan Badan ini mempunyai 15 anggota, yang terdiri dari anggota tetap yaitu Amerika Serikat, Cina, Inggris, Perancis dan Rusia. Ke sepuluh anggota lainnya dipilih oleh Majelis Umum, untuk masa jabatan selama 3 tahun. 12 www.un.org/aboutun/sanfrancisco/history.html diakses pada 29 Oktober 2010, pukul 13.20 WIB. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Ada ketentuan – ketentuan untuk ikut serta di dalam pembicaraan pada Dewan Keamanan PBB bagi negara – negara anggota selain anggota tetap dan anggota tidak tetap. Ketentuan – ketentuan itu adalah : 1). Setiap negara anggota berhak untuk terlibat di dalam pembicaraan, tetapi mereka tidak mempunyai hak suara. Keterlibatan negara anggota itu apabila Dewan Keamanan memandang mereka mempunyai suatu kepentingan khusus. 2). Setiap negara anggota dan negara bukan anggota, apabila Dewan Keamanan memandang mereka terlibat di dalam sengketa, maka mereka wajib untuk diundang untuk terlibat dalam pembicaraan. Tetapi negara itu tidak mempunyai hak suara 13 2.3.2 Tujuan, Fungsi dan Kewenangan Dewan Keamanan PBB mempunyai kewajiban untuk menjaga dan memelihara perdamaian di dunia. Tetapi kewajiban ini bukanlah kewajiban eksklusif dari Dewan Keamanan PBB. Majelis Umum dapat membahas dan memberikan rekomendasi atas kejadian yang terjadi, dan tindakan apa yang akan diambil berkenaan dengan masalah tersebut 14. Wewenang – wewenang dan fungsi – fungsi dari Dewan Keamanan PBB adalah : 1). Penyelesaian damai atas sengketa – sengketa internasional 2). Tindakan preventif atau pemaksaan untuk pemeliharaan perdamaian dan keamanan 3). Badan – badan regional dan perjanjian – perjanjian regional 4). Kontrol dan supervisi atas wilayah – wilayah perwalian yang digolongkan sebagai “kawasan – kawasan strategis.” 5). Penerimaan, penskoran, dan pemecatan anggota – anggota 6). Melakukan amandemen terhadap Piagam PBB 7). Bersama – sama dengan Majelis Umum melakukan pemilihan kelima belas hakim Mahkamah Internasional15 Di dalam menyelesaikan sengketa – sengketa internasional, maka Dewan Keamanan mempunyai wewenang – wewenang sebagai berikut16 : Dewan Keamanan berwenang untuk memanggil pihak – pihak yang bersengketa, dan meminta pihak – pihak tersebut untuk menyelesaikan sengketa tersebut melalui 51 Starke, J.G., op. cit., hal. 842 Ibid., hal. 845 53 Ibid., hal. 846 54 Ibid 52 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 perundingan, penyelidikan, mediasi, konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian yudisial, tindakan oleh badan regional yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, dan cara – cara damai lainnya Pada suatu keadaan, di mana keadaan itu dapat memicu perselisihan atau sengketa internasional, maka Dewan Keamanan berwenang untuk melakukan penyelidikan. Penyelidikan ini adalah tahap awal yang dilakukan oleh Dewan Keamanan, sebelum Dewan Keamanan melakukan tindakan berikutnya. Tindakan ini dapat berasal dari inisiatif dari Dewan Keamanan sendiri, atau diajukan dari negara – negara anggota PBB ( baik yang terlibat dalam sengketa atau bukan ), atau negara – negara bukan anggota PBB yang terlibat sengketa tersebut, atau oleh Sekretaris Jenderal PBB, apabila Sekretaris Jenderal PBB melihat suatu keadaan sebagai ancaman bagi perdamaian dan keamanan. Selama berlangsung suatu sengketa, atau keadaan yang apabila berlanjut akan memungkinkan adanya bahaya perdamaian dan keamanan, maka Dewan Keamanan PBB dapat merekomendasikan “prosedur – prosedur atau metoda – metoda yang layak” untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Dalam hal “prosedur – prosedur dan metoda – metoda yang layak”, maka Dewan Keamanan dapat mengambil cara – cara damai, atau dengan kekekerasan / pemaksaan. Cara – cara damai telah saya singgung sebelumnya, yaitu perundingan, penyelidikan, mediasi, konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian yudisial, tindakan oleh badan regional yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, dan cara – cara damai lainnya. Sedangkan untuk tindakan melalui cara kekerasan / pemaksaan, dapat melalui dua cara, yaitu : Dewan Keamanan dapat meminta negara – negara anggota untuk menghentikan segala bentuk hubungan ekonomi, komunikasi dan diplomatik; cara yang kedua adalah melalui kekuatan udara, darat, dan laut, apabila Dewan Keamanan memandang cara pertama tidak membuahkan hasil yang berarti17. Apabila pihak – pihak yang bertikai meminta, maka Dewan Keamanan dapat merekomendasikan syarat – syarat untuk menyelesaikan sengketa Berhubungan dengan tindakan kekerasan / pemaksaan melalui kekuatan udara, darat, dan laut, maka Dewan Keamanan PBB dapat mengirimkan pasukan multinasional yang berada di bawah PBB. 2.4 Department of Peacekeeping Operation 55 Ibid, hal. 849 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Berkenaan dengan kewenangan Dewan Keamanan untuk menyelesaikan suatu sengketa yang memerlukan pengiriman pasukan multinasional, maka Dewan Keamanan mempunyai suatu badan yang bernaung di bawahnya. yaitu Department of Peacekeeping Operation, yang berdiri pada tahun 1992. Badan ini berdiri untuk membantu negara–negara anggota PBB (di dalam tujuannya) untuk menegakan perdamaian dan keamanan internasional. Tugas dari badan ini adalah untuk merencanakan, mempersiapkan, mengatur, dan memimpin secara langsung operasi yang sedang dijalankan oleh Pasukan Penjaga Perdamaian PBB ( United Nations Peacekeeping Forces ), agar pasukan tersebut dapat menjalankan (tugas)–tugasnya secara maksimal. Setiap operasi yang dilakukan oleh pasukan peacekeeping mempunyai tugas yang spesifik, tergantung dari setiap mandat yang diberikan. Walaupun mandat yang diberikan berbeda–beda, tetapi tugas mereka secara umum adalah mengurang penderitaan umat manusia, menciptakan perdamaian, dan membantu pihak – pihak bertikai untuk menciptakan perdamaian18. Operasi peacekeeping ini terdiri dari beberapa komponen, yaitu: komponen militer, dan komponen non – militer lainnya, yang dapat terdiri dari berbagai macam disiplin ilmu. Berdasarkan mandat yang mereka terima, maka operasi peacekeeping ini harus dapat : a. Mencegah pecahnya konflik yang terjadi antar negara b. Menstabilkan situasi konflik setelah adanya gencatan senjata, agar pihak–pihak yang bertikai dapat mencapai suatu kesepakatan perdamaian c. Membantu di dalam suatu perjanjian perdamaian d. Memberikan pendampingan bagi negara atau daerah di dalam menciptakan pemerintahan yang stabil, berdasarkan prinsip – prinsip demokrasi, pemerintahan yang baik, dan perkembangan di bidang ekonomi19 Semenjak didirikan pada tahun 1992, DPKO telah melaksanakan 32 jenis operasi peacekeeping yang telah dikirimkan ke berbagai negara, dan 24 diantaranya telah berakhir masa operasinya20. Suatu pengiriman pasukan penjaga perdamaian, tentu tidak akan terlepas dari adanya mandat yang diberikan. Mandat itu adalah perintah dan petunjuk mengenai apa yang harus 56 www.un.org/Depts/dpko/dpko/info/page3.htmt.htm, diakses pada 27 November 2010, pukul 10.00 WIB Starke, J.G., op. cit., hal. 855. 20 www.un.org/Depts/dpko/dpko/bnote.htm.htm, diakses pada 27 November 2010, pukul 10.15 WIB. 57 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 mereka lakukan dan apa saja yang tidak dapat mereka lakukan pada saat mereka berada di lokasi penugasan. Posisi mandat sangat penting, karena dengan adanya mandat, maka hal itu akan berpengaruh pada Rule of Engagement (RoE) yang berlaku di lapangan. Selain RoE, operasional di lapangan pun juga tergantung pada mandat yang berlaku. Bagaimana seorang pasukan berlaku, hingga persenjataan apa saja yang akan dibawa oleh seorang tentara, akan dipengaruhi oleh mandat yang dikeluarkan. Oleh karena itu, pada saat mandat dibuat, maka hal itu harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan perhitungan yang cermat. Sebab, apabila suatu mandat salah perhitungan, maka hal tersebut dapat berakibat pada kegagalan operasi yang dijalankan. Susunan Organisasi DPKO21 59 www.un.org/Depts/dpko/dpko/info/page2.htmt.htm, diakses pada 27 November 2010, pukul 10.20 WIB Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 2.4.1 Peacekeeping Force Sesuai dengan yang Penulis tulis pada bab sebelumnya, maka acuan mengenai pasukan penjaga perdamaian akan terambil dari buku Alex J. Bellamy, Paul Williams, dan Stuart Griffin yang berjudul Understanding Peacekeeping dan buku karangan Paul F. Diehl yang berjudul International Peacekeeping. 2.4.2 Peacekeeping Force Menurut Diehl Dalam buku International Peacekeeping, Diehl mengemukakan beberapa hal yang harus dimengerti dan dilakukan oleh personel pasukan penjaga perdamaian yang akan diterjunkan. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Beberapa hal itu adalah pasukan penjaga perdamaian bukanlah pasukan yang diterjunkan untuk mewujudkan suatu perdamaian di suatu wilayah konflik yang terjadi (nonenforcement); pasukan penjaga perdamaian adalah pasukan yang diterjunkan dengan pasokan persenjataan yang terbatas (limited military capability); dan pasukan penjaga perdamaian adalah pasukan yang harus bersikap netral di tempat di mana mereka diterjunkan (neutrality). Dalam hal pasukan penjaga perdamaian adalah pasukan yang diterjunkan tidak untuk mewujudkan suatu perdamaian di suatu wilayah konflik yang terjadi, Diehl menyoroti dalam dua hal, yaitu pertama, pasukan penjaga perdamaian tidak didesain sebagai pasukan yang akan mengakhiri suatu pertempuran atau konflik. Tetapi pasukan penjaga perdamaian lebih diterjunkan untuk melakukan tindak lanjut dari suatu perjanjian perdamaian yang telah disepakati oleh pihak-pihak yang bertikai. Mereka bukanlah pasukan yang akan diterjunkan ke dalam suatu medan pertempuran dengan tujuan untuk menghentikan pertumpahan darah. Lebih lanjut, Diehl mengatakan bahwa pasukan penjaga perdamaian adalah pasukan yang akan diterjunkan pada saat pertempuran telah berhenti22. Yang kedua, pasukan penjaga perdamaian dapat menguasai suatu wilayah konflik, tetapi kapabilitas mereka hanyalah sebagai pihak penengah saja, sehingga mereka tidak dapat melakukan serangan apabila terjadi sebuah konflik, kecuali hal itu dianggap sangat mendesak. Tujuan dari penguasaan wilayah tersebut adalah untuk menjadi penengah dari pihak-pihak yang bertikai dan mencegah adanya kegiatan-kegiatan yang dianggap dapat memicu terjadinya konflik yang pada akhirnya dapat merusak perjanjian gencatan senjata yang telah dilakukan 23. Dalam hal persenjataan, pasukan penjaga perdamaian diterjunkan ke dalam suatu wilayah hanya dengan persenjataan ringan, seperti senapan dan kendaraan yang dapat mereka gunakan adalah kendaraan yang hanya berfungsi sebagai kendaraan transportasi (seperti helicopter dan pengangkut pasukan), dan bukan kendaraan perang (tank dan pesawat tempur)24. 22 Paul F. Diehl, “International Peacekeeping”, The John Hopkins University Press, 1994, hal. 5 Ibid., hal 6. 24 Ibid., hal 7. 23 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Dalam hal kenetralan, pasukan penjaga perdamaian dituntut untuk berlaku tidak memihak pada salah satu pihak yang bertikai. Pasukan penjaga perdamaian juga tidak dapat membantu salah satu pihak yang terlibat di dalam pertikaian tersebut 25. Pasukan penjaga perdamaian dalam melakukan tugasnya tidak dapat mengatakan bahwa salah satu pihak yang bertikai bertanggung jawab atas konflik yang terjadi. Tetapi hal ini tidak menjadikan pasukan penjaga perdamaian tidak dapat memberikan laporan mengenai salah satu pihak yang memulai konflik yang terjadi di suatu wilayah 26. Dalam bukunya, Diehl juga menuliskan mengenai beberapa fungsi dari pasukan penjaga perdamaian itu. Fungsi yang pertama adalah fungsi pasukan penjaga perdamaian sebagai pihak yang melakukan observasi atau pengamatan. Observasi ini lebih ditekankan pada pengamatan akan jalannya suatu perjanjian gencatan senjata, melakukan deteksi terhadap kegiatan-kegiatan yang diperkirakan akan mengganggu jalannya perjanjian gencatan senjata dan pengamatan akan penarikan mundur suatu pasukan27. Fungsi yang kedua adalah sebagai pihak penengah bagi pihak-pihak yang bertikai. Fungsi ini dapat dilakukan dengan cara mencegah terjadinya konflik-konflik kecil yang dapat menjadi suatu konflik yang besar, dan juga dapat dilakukan dengan cara mengadakan edukasi pada pihakpihak yang bertikai28. Fungsi yang ketiga adalah meningkatkan penegakkan hukum dan ketertiban di suatu wilayah konflik. Fungsi ini terutama dapat dilakukan pada konflik-konflik yang terjadi di dalam suatu negara, atau keadaan perang saudara. Seperti diketahui bahwa pasukan penjaga perdamaian (peacekeeping force) tidak hanya terdiri dari tentara, tetapi dapat juga terdiri dari tenaga sipil, seperti dari kepolisian. Dalam hal ini penegakkan hukum dan ketertiban, maka tenaga kepolisian dapat melakukan peranannya. Peran yang dapat dilakukan adalah untuk melakukan kontrol dan pelaporan mengenai adanya tindakan-tindakan permusuhan29. 25 Ibid., hal. 8. Ibid. 27 Ibid., hal. 9. 28 Ibid., hal. 10. 29 Ibid. 26 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Fungsi yang keempat dan terakhir adalah sebagai pihak yang memberikan bantuan kemanusiaan atau kegiatan-kegiatan kemanusiaan. Yang termasuk dalam hal ini adalah pemberian bantuan obat-obatan, pengadaan klinik kesehatan, pengadaan bantuan akan permasalahan listrik dan air, dan penyediaan transportasi30. Menurut Diehl, karakteristik operasi pasukan penjaga perdamaian dapat dikategorikan menjadi beberapa karakteristik, yaitu : Karakteristik yang pertama, yaitu operasi pasukan penjaga perdamaian adalah operasi yang selalu bereaksi terhadap suatu konflik internasional. Kata preventive diplomacy (diplomasi pencegahan) sering diartikan sebagai penjaga perdamaian. Padahal, penghubungan kata ini adalah suatu kesalah pahaman. Operasi pasukan penjaga perdamaian tidak pernah dilakukan di mana suatu lokasi masih dalam tingkat konflik pertempuran. Sebelum pasukan penjaga perdamaian diterjunkan ke dalam suatu konflik, maka PBB akan melakukan intervensi terlebih dahulu31. Biasanya yang diterjunkannya adalah pasukan yang disebut sebagai peaceenforcement forces. Karakteristik yang kedua berkaitan dengan waktu bertugas dari pasukan penjaga perdamaian tersebut. Pasukan penjaga perdamaian biasanya akan bertugas berdasarkan waktu yang telah ditetapkan batasnya 32. Karakteristik yang ketiga berhubungan dengan mekanisme formasi pasukan. Biasanya, pembentukan pasukan penjaga perdamaian di suatu wilayah akan melihat pada negara-negara calon anggota penjaga perdamaian. Seperti yang diketahui bahwa pasukan penjaga perdamaian adalah pasukan yang harus netral, maka biasanya negara-negara yang dipilih dalam suatu pasukan penjaga perdamaian adalah negara-negara yang tidak memiliki hubungan langsung dengan negara yang dituju 33. Karakteristik yang keempat adalah berkaitan dengan jumlah pasukan yang akan diterjunkan. Jumlah pasukan yang akan diterjunkan, biasanya mencapai seribu hingga dua ribu pasukan,bahkan dapat mencapai dua puluh ribu pasukan, tergantung pada jumlah negara yang 30 Ibid. Ibid, hal. 11. 32 Ibid, hal. 12. 33 Ibid. 31 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 akan berkontribusi, misi dari operasi itu, dan luas wilayah operasi. Sebaliknya,jumlah anggota pengamat yang akan diterjunkan biasanya kurang dari seribu, bahkan kurang dari seratus orang saja. Di sisi lain, suatu operasi penjaga perdamaian tidak dapat dijalankan dengan efektif apabila masih terkendala dengan terbatasnya jumlah personel yang akan diterjunkan 34. Karakteristik yang kelima adalah berkaitan dengan pihak yang memberikan perintah dan pihak yang mengontrol. Selama lebih dari tiga puluh tahun pasukan penjaga perdamaian telah diterjunkan, masih belum ditemukan struktur dan prosedur yang pasti mengenai pasukan penjaga perdamaian ini. Namun demikian, pasukan penjaga perdamaian berada di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan bukan di bawah perintah suatu negara. Pucuk pimpinan dari pasukan penjaga perdamaian biasanya diambil dari negara yang netral. Tetapi di kemudian hari, pucuk pimpinan pasukan penjaga perdamaian mulai diambil dari personel-personel yang telah memiliki pengalaman dalam operasi-operasi sebelumnya35. Pada bukunya, Diehl mengemukakan mengenai keberhasilan suatu operasi penjaga perdamaian, Diehl, terlebih dahulu bahwa ada beberapa faktor yang dapat dikatakan sebagai penyebab kegagalan suatu operasi penjaga perdamaian. Yang pertama adalah mengenai mandat yang diberikan. Terkadang mandat yang diberikan terkesan tidak jelas. Selain itu, banyak hal yang menyebabkan sering terjadinya debat mengenai lingkup dan detail dari operasi itu sendiri. Faktor yang kedua dari sebuah kegagalan suatu operasi penjaga perdamaian adalah terkadang suatu operasi dijalankan dengan mengabaikan mandat yang telah dikeluarkan. Hal ini biasanya terjadi karena mandat yang tidak jelas itu sendiri. 2.4.3 Peacekeeping Force Menurut Alex J. Bellamy, Paul Williams dan Stuart Griffin Apabila di atas telah dikemukakan mengenai pasukan penjaga dari uraian Diehl, maka Penulis akan mengemukakan mengenai pasukan penjaga perdamaian dari uraian Alex J. Bellamy, Paul Williams, dan Stuart Griffin dari buku yang berjudul Understanding Peacekeeping. 34 35 Ibid., hal. 13. Ibid. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Dalam bukunya, Bellamy mencoba untuk membagi beberapa operasi UNPKF ke dalam beberapa periode, berdasarkan perkembangan jenis operasinya. 2.4.4 Traditional Peacekeeping Periode pertama disebut sebagai traditional peacekeeping. Dalam periode ini, operasi penjaga perdamaian mengambil masa di antara masa gencatan senjata dan penyelesaian secara politik. Ada tiga konsep yang mendasari operasi penjaga perdamaian tradisional ini. Tiga konsep ini dikenal sebagai “holy trinity”. Isi dari tiga konsep ini adalah yaitu pasukan yang akan dikirim harus mendapatkan izin memasuki suatu wilayah (consent), sikap tidak memihak (impartiality) dan penggunaan senjata seminimal mungkin (minimum use of force). Operasi ini didesain untuk meningkatkan tingkat kenyamanan masing-masing pihak yang bertikai, dengan harapan bahwa masing-masing pihak dapat meningkatkan proses dialog politik. Ada tiga hal yang mendasari hal ini. Pertama, masing-masing pihak yang bertikai adalah aktor negara. Kedua, unit-unit kombatan memiliki tingkatan hirarki yang jelas, dan yang ketiga adalah masing-masing pihak yang berkepentingan berharap agar konflik yang terjadi dapat diselesaikan dan dapat dicari jalan penyelesaian secara politis 36. Ada dua kelemahan dari operasi penjaga perdamaian yang tradisional ini, menurut Bellamy. Yang pertama adalah ketidakmampuan operasi ini dalam mencapai apa yang menjadi tujuannya. Yang kedua adalah ketidakmampuan operasi ini untuk menyelesaikan tugas-tugas yang lebih luas. Dua kelemahan itu adalah karena mereka terlalu berpegang pada tiga konsep “holy trinity” tersebut. 2.4.5 Managing Transition Managing transition operation (operasi mengawasi suatu transisi) adalah operasi yang bertujuan untuk mengatur dan mengawasi proses transisi dari situasi dalam negeri yang masih kacau hingga dapat menjadi situasi yang stabil. 36 Alex J. Bellamy, Paul Williams, Stuart Griffin, “Understanding Peacekeeping”, Polity Press, 2004, hal. 97. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Operasi ini setidaknya dipengaruhi oleh dua hal, yaitu operasi ini bertujuan untuk memfasilitasi suatu penyelesaian secara politik dengan memainkan peranan yang penting dalam mengatur proses transisi itu sendiri. Hal yang kedua adalah adanya kejelasan mengenai batas di mana mereka mulai dan di mana operasi itu berakhir. Operasi ini dimulai dengan melakukan persetujuan antara pihak-pihak yang bertikai untuk duduk bersama membicarakan bagaimana cara yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Setelah pihak-pihak yang bertikai dapat duduk bersama, maka kemudian mereka akan melakukan hal-hal yang telah disepakati tersebut. Biasanya cara penyelesaian yang ditempuh adalah melalui pemilihan referendum 37. 2.4.6 Wider Peacekeeping Menurut Bellamy, yang dimaksud dengan wider peacekeeping adalah operasi penjaga perdamaian yang diterjunkan dimana pihak-pihak yang bertikai adalah pihak negara dengan pihak belligerant. Wider peacekeeping mempunyai perbedaan yang sangat jelas dari traditional peacekeeping, karena wider peacekeeping diterjunkan ke dalam suatu wilayah konflik di dalam negara, dan pertikaian yang terjadi adalah pertikaian antara negara dengan pihak di dalam negara itu sendiri. Setidak-tidaknya ada enam karakter dari wider peacekeeping yang diidentifikasi oleh Bellamy, yaitu : Pertama, operasi ini ada pada saat kekerasan masih berlanjut. Berbeda dengan traditional peacekeeping yang ada pada saat perjanjian damai telah disepakati. Wider peacekeeping ada di mana perjanjian gencatan senjata ditengarai mudah sekali untuk dilanggar. Kedua, wider peacekeeping muncul di suatu lokasi yang sedang berlangsung “konflik jenis baru”, yaitu konflik yang terjadi bukan antara negara dengan negara, tetapi antara negara dengan pihak belligerant. Ketiga, pasukan yang terlibat dalam wider peacekeeping, diberikan tugas yang melebihi tugas traditional peacekeeping, seperti pemisahan kekuatan, perlucutan senjata, mengadakan pemilihan umum, melakukan pengiriman bantuan kemanusiaan, melakukan perlindungan 37 Ibid., hal. 112. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 terhadap tenaga sipil, melakukan monitoring gencatan senjata dan menerapkan zona larangan terbang. Keempat, operasi yang dilaksanakan dapat disaksikan oleh pihak-pihak yang berada dalam posisi sebagai pengawas, dan pasukan yang bertugas harus melakukan koordinasi dengan pihak tersebut. Kelima, dalam operasi wider peacekeeping, sering terjadi perubahan mandat. Keenam adanya ketidak jelasan antara batas-batas memulai dan mengakhiri suatu operasi. Operasi yang dijalankan pada wider peacekeeping sering kali tidak dapat dilaksanakan sampai akhir. Hal ini terkait dengan beberapa faktor dan salah satu faktor adalah mengenai keuangan. 2.4.7 Peace Enforcerment Walaupun tujuan dari PBB adalah untuk membersihkan dunia dari peperangan, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa PBB terkadang masih membutuhkan pengiriman operasi yang lebih dari pada operasi penjaga perdamaian. Operasi itu dinamakan sebagai operasi peace enforcement. Ada tiga hal yang menurut Bellamy menjadi kewenangan dari operasi peace enforcement, yaitu 1). Memutuskan apakah suatu kondisi dapat dikatakan sebagai tindakan yang mengancam perdamaian dan keamanan internasional; 2). Melakukan aksi-aksi yang diperlukan berdasarkan Pasal 40 Piagam PBB; dan 3). Melakukan aksi terhadap suatu negara atau pihak yang berada di dalamnya. 2.4.8 Peace Support Operation Peace support operation adalah suatu operasi yang dilaksanakan oleh PBB, dimana dalam operasi ini, selain terdiri dari personel militer yang bersenjatakan lengkap, juga terdiri dari personel sipil. Tujuan dari pengiriman pasukan ini adalah untuk mengubah suatu masyarakat yang baru saja berada dalam kondisi perang, menjadi suatu masyarakat yang demokratis 38. 38 Ibid., hal. 165. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Biasanya dalam pasukan ini, terdiri dari pasukan yang berasal dari beberapa negara, dan mereka mempunyai kewenangan untuk bertindak apabila mereka menengarai adanya tindakan yang dapat mengancam suatu perdamaian yang terjadi. Secara konsep, peace support operation adalah operasi yang mencampurkan operasi wider peacekeeping dengan peace enforcement. Dari penjabaran yang telah kita lihat dari buku Diehl dan Bellamy, dapat kita tangkap persamaan antara Diehl dan Bellamy. Apabila Diehl melihat bahwa UNPKF adalah sekelompok yang diterjunkan dengan persenjataan yang terbatas (limited military capability) dan pasukan yang diterjunkan haruslah pasukan yang bersikap netral (neutrality), maka Bellamy dalam konsep traditional peacekeeping melihat bahwa traditional peacekeeping adalah pasukan yang mempunyai sikap tidak memihak (impartiality) dan penggunaan senjata seminimal mungkin (minimum use of force). Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 BAB 3 : Krisis Balkan dan Perlindungan Warga Sipil 3.1 Krisis Balkan 3.1.1 Latar Belakang Krisis Balkan Yugoslavia didirikan pada tanggal 31 Januari 1946, dengan bentuk negara mengikuti Uni Sovyet, yaitu federasi. Pada saat didirikan, republik ini bernama Federal People’s Republic of Yugoslavia dan dipimpin oleh seorang jenderal yang beraliran komunis, Josip Broz Tito. Republik ini terdiri atas 6 negara bagian, dan 2 provinsi yang diberikan otonomi khusus. Negara – negara bagian itu adalah : Bosnia – Herzegovina, Croatia, Macedonia, Montenegro, Serbia dan Slovenia1. Sedangkan 2 provinsi otonom itu adalah : Vojvodina dan Kosovo. Peta 1 Republik Yugoslavia Sumber : Department of Public Information, Cartographic Section United Nations Pada tahun 1948, Yugoslavia mulai menjaga jarak dengan Uni Sovyet, secara perlahan – lahan mulai meninggalkan paham komunis, dan berubah menjadi sosialis. Pada tahun 1961, 1 Samuel P. Huntington, “Clash of Civilization and the Remaking of the World Order”, Touchstone Books, 1996, hal. 260. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Yugoslavia dengan beberapa negara, termasuk Indonesia, mendirikan Gerakan Non – Blok / Non – Aligned Movement. Pada tanggal 7 April 1963, Yugoslavia berganti nama menjadi Socialist Federal Republic of Yugoslavia. Pada saat yang sama, Tito ditetapkan sebagai presiden dengan masa jabatan seumur hidup. Tanda – tanda perpecahan Yugoslavia mulai terlihat pada saat terjadi peristiwa yang dinamakan Croatian Spring pada tahun 1970 sampai tahun 1971. Peristiwa ini terjadi pada saat beberapa mahasiswa berdemonstrasi menuntut agar Croatis diberikan otonomi yang lebih luas. Rejim yang berkuasa dapat menumpas pergerakan ini, dan beberapa tokoh kunci pada peristiwa ini ditangkap. Tetapi beberapa wakil Croatia yang duduk di dalam Partai secara diam – diam menyetujui pergerakan ini, dan pada tahun 1974 mereka membuat suatu undang – undang baru, yang memberikan otonomi yang lebih luas kepada tiap – tiap negara bagian. Berdasarkan undang – undang ini, maka tiap – tiap negara bagian mendapat hak untuk menentukan nasibnya sendiri, bahkan juga dapat memisahkan diri. Hak inilah yang kemudian menimbulkan perpecahan Yugoslavia2. Setelah Tito meninggal pada tahun 1980, maka perasaan untuk memisahkan diri semakin menguat. Anggota – anggota dari Serbian Academy of Sciences and Arts, mengajukan draft memorandum yang menolak kebijaksanaan dari pemerintahan federal, dan mereka mendorong munculnya nasionalisme bangsa Serbia. Hal ini muncul sebagai tanggapan terhadap perbuatan kaum petinggi agama di Croatia dan Slovenia yang membujuk warga mereka untuk tidak patuh pada pemerintahan Yugoslavia, dan pada akhirnya untuk memisahkan diri. Seiring dengan meningkatnya perasaan untuk memisahkan diri, maka beberapa tokoh tampil di depan untuk memimpin daerah dan komunitasnya masing – masing. Alija Izetbegović tampil sebagai pemimpin warga Muslim – Bosnia, Franjo Tudjman sebagai pemimpin warga Croatia, dan Slobodan Milošević sebagai pemimpin warga Serbia3. Dengan memanfaatkan hak – hak yang mereka dapatkan dari undang – undang yang terbentuk pada tahun 1974, maka beberapa negara bagian, seperti Bosnia – Herzegovina dan Croatia, menginginkan adanya pemberian kemerdekaan pada daerah mereka. Tetapi etnik Serbia, sebagai etnik yang terkuat 2 Sabrina P. Ramet, Angelo Georgakis. Thinking about Yugoslavia: Scholarly Debates about the Yugoslav Breakup and the Wars in Bosnia and Kosovo, Cambridge University Press, 2005, hal. 153, 201. 2 "The Referendum on Independence in Bosnia-Herzegovina: February 29-March 1, 1992". Commission on Security and Cooperation in Europe. 1992. p. 19. Retrieved 28 December 2009. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 pada Federasi Yugoslavia, menentang keras pemisahan tersebut. Di bawah pemimpin mereka, Slobodan Milošević, mereka menempuh berbagai cara, termasuk cara – cara kekerasan untuk mencegah pemisahan tersebut 4. Tetapi, pada akhirnya kekerasan itu tidak membuahkan hasil, sebab pada 25 Juni 1991, Slovenia dan Croatia mendeklarasikan kemerdekaannya dari Socialist Federal Republic of Yugoslavia. Langkah itu kemudian diikuti oleh Bosnia – Herzegovina yang mendeklarasikan kemerdekaannya pada bulan Oktober 1991. Di antara upaya – upaya kemerdekaan yang dilakukan oleh negara – negara bagian Yugoslavia, upaya kemerdekaan Bosnia – Herzegovina adalah yang mendapatkan reaksi paling keras dari Slobodan Milošević. Etnik Serbia yang ada di wilayah Bosnia-Herzegovina menolak pemisahan Bosnia-Herzegovina dari Yugoslavia, sehingga pecahlah konflik antaretnis di Bosnia-Herzegovina. Tentara Nasional Yugoslavia yang didominasi oleh etnis Serbia pun kemudian dikerahkan ke Bosnia untuk membantu etnis Serbia di bekas negara bagian itu. Kekerasan antaretnis pun semakin meningkat sedemikian rupa, sehingga dianggap sebagai kekerasan yang terparah di Eropa semenjak Perang Dunia II. Pada tahun 1992, Serbia dengan cepat telah menguasai dua per tiga dari wilayah Bosnia. Peta 2 Wilayah Bosnia-Herzegovina 4 Siswanto, Arie, op. cit., hal. 5. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Sumber : Department of Public Information, Cartographic Section United Nations 3.1.2 Konflikdi Bosnia Ada dua versi tentang apa yang memicu terjadinya konflik di daerah Bosnia – Herzegovina. Salah satu sumber yang berasal dari Serbia, mengatakan bahwa pihak Bosnia adalah pemicu awal dari konflik tersebut, setelah salah satu warga Serbia yang bernama Nikola Gardović, tewas dibunuh oleh kaum Bosnia, pada saat referendum dilaksanakan pada tanggal 29 Februari 1992, di sebuah kota kecil di daerah Sarajevo yang bernama Baščaršija. Tetapi pihak Bosnia mengatakan bahwa pemicu awal dari konflik tersebut adalah terbunuhnya Suada Dilberović, pada saat diadakan demonstrasi damai yang diadakan pada tanggal 5 April 5. Versi yang berikutnya adalah klaim dari Bosnia Serbia yang mengatakan bahwa mereka tidak dapat hidup di daerah yang mayoritas terdiri dari komunitas warga Moslim Bosnia. Bosnia Serbia 5 www.csce.gov/index.cfm?, diakses pada 16 November 2010, pukul 14.10 WIB. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 mengatakan bahwa mereka dapat hidup di daerah yang homogen, di mana warga Muslim Bosnia dapat membagi kekuasaan dengan mereka. 6 Tetapi, sebenarnya faktor pemicu langsung konflik di Bosnia terjadi pada tanggal 30 September 1991, ketika Yugoslav People's Army ( Jugoslovenska Narodna Armija / JNA ), menyerang daerah yang bernama Ravno, yang terletak di daerah Herzegovina. Pada 18 November 1991, setelah JNA menyerang Mostar, Croatia membentuk sebuah dewan yang bernama Croatian Community of Herzeg-Bosnia / Hrvatska Zajednica HercegBosna, sebagai dewan yang bertugas untuk melindungi kepentingan – kepentingan Croatia. Menjawab pembentukan dewan ini, JNA melakukan pengepungan di sekitar daerah Bosnia – Herzegovina. Setelah pengepungan ini, masing – masing pihak membentuk pasukan masing – masing negara. Croatia membentuk Croatian Defense Council / Hrvatsko Vijeće Obrane ( HVO ), Serbia membentuk Army of Republika Srpska / Vojska Republike Srpske, ( VRS ), dan Bosnia membentuk Army of Bosnia and Herzegovina / Armija Bosne i Hercegovine ( Armija BiH ). Selain pasukan resmi tersebut, masing – masing dari mereka juga mempunyai unit – unit paramiliter yang lebih kecil, seperti White Eagles (Beli Orlovi) yang dimiliki oleh Serbia, Patriotic League (Patriotska Liga), Green Berets (Zelene Beretke) yang dimiliki oleh Bosnia, dan Croatian Defense Forces (Hrvatske Obrambene Snage), yang dimiliki oleh Croatia. Konflik antara 3 negara ini, adalah konflik yang paling kacau dan berdarah yang pernah ada setelah Perang Dunia II. Berkali – kali, perjanjian gencatan senjata telah ditanda tangani, tetapi hanya tinggal menunggu waktunya untuk pecah, apabila salah satu pihak melakukan pelanggaran terhadap perjanjian - perjanjian tersebut. 3.1.3 Perserikatan Bangsa – Bangsa dalam Konflik di Yugoslavia / Bosnia – Herzegovina Sesuai dengan tujuannya, PBB pun mempunyai kepentingan untuk menciptakan perdamaian dan keamanan di daerah Balkan yang ketika itu dilanda peperangan. Apa yang berlangsung di Yugoslavia, yaitu kekerasan antar etnis, termasuk pelanggaran HAM besarbesaran dianggap sebagai ancaman bagi perdamaian dunia, sehingga PBB pada akhirnya mengadakan pertemuan tingkat menteri anggota Dewan Keamanan PBB. Pertemuan ini menghasilkan suatu resolusi Dewan Keamanan nomor 713/1991, yang dikeluarkan pada 25 6 Ted Robert Gurr and Barbara Harff, Ethnic Conflict in World Politics : Dilemmas in World Politics, Westview Press, 1994, hal. 145. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 September 1991, yang berisikan bahwa PBB akan mengembargo semua pengiriman persenjataan dan perlengkapannya, yang ditunjukkan kepada Yugoslavia. Pada tanggal 27 November 1991, dikeluarkan resolusi Dewan Keamanan nomor 721/1991, yang berisikan bahwa pengiriman pasukan penjaga perdamaian ke daerah Yugoslavia tidak dapat dilaksanakan apabila belum mendapat persetujuan dari negara – negara yang telah meratifikasi Konvensi Jenewa. Pada tanggal 15 Desember 1991, Dewan Keamanan mengeluarkan sebuah resolusi Dewan Keamanan nomor 724/1991, yang berisikan bahwa Dewan Keamanan menyetujui pemikiran Sekretaris Jenderal PBB untuk membentuk dan mengirimkan pasukan penjaga perdamaian ke daerah Yugoslavia. Setelah hal itu disetujui, maka Dewan Keamanan segera membentuk dan mengirimkan pasukan penjaga keamanannya. Tetapi, pasukan PBB ini bukanlah yang dimaksud dengan pasukan “humanitarian intervention”. Pasukan ini adalah pasukan penjaga perdamaian, yang dikirim dengan kesepakatan antara PBB dengan Yugoslavia. Seiring dengan semakin meningkatnya ketegangan di Yugoslavia, maka Perserikatan Bangsa – bangsa, dalam hal ini Dewan Keamanan PBB, mengeluarkan Resolusi nomor 743/1992, pada tanggal 21 Februari 1992. Resolusi itu berisikan mandat untuk mengirimkan pasukan penjaga perdamaian PBB ( United Nations Peacekeeping Forces ), dengan nama United Nations Protection Forces / UNPROFOR.7. Ringkasan dari beberapa Resolusi Dewan keamanan PBB tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 1. Resolusi Dewan Keamanan PBB menjelang pengiriman UNPROFOR 7 Nomor resolusi 713 Tahun 1991 721 1991 Isi Embargo terhadap semua jenis pengiriman senjata dan perlengkapannya ke wilayah Yugoslavia Pengiriman pasukan penjaga perdamaian PBB tidak dapat dilaksanakan apabila belum mendapat persetujuan dari negara United Nations Security Council Resolution 743 / 1991. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 724 1991 743 1991 – negara yang meratifikasi Konvensi Jenewa Persetujuan Dewan Keamanan PBB atas usulan Sekretaris Jenderal PBB untuk membentuk pasukan penjaga perdamaian PBB di wilayah Yugoslavia Pengiriman pasukan penjaga perdamaian PBB yang bernama United Nations Protection Forces / UNPROFOR Catatan : Diolah oleh Penulis Dalam mengambil keputusan untuk menentukan resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai Yugoslavia, tidaklah berjalan dengan mulus. Russia sebagai pihak yang mempunyai hubungan dekat dengan Serbia tidak ingin begitu saja menyetujui resolusi yang dibahas. Sebenarnya di dalam negeri Russia sendiri, terjadi perdebatan, karena sebagian politisi Russia menginginkan agar tidak muncul resolusi yang dapat menjatuhkan Serbia dengan alasan persahabatan. Tetapi di lain pihak, beberapa politisi Russia menginginkan agar Serbia dijatuhkan sanksi, karena dengan jelas Serbia telah melakukan tindakan-tindakan kejahatan8. Dalam melaksanakan tugasnya, UNPROFOR tidak bekerja sendiri. Mereka juga bekerja sama dengan NATO9 ( North Atlantic Treaty Organization ), khususnya dalam hal dukungan kekuatan udara. Usulan mengenai keterlibatan NATO dalam operasi di Yugoslavia dimulai pada Agustus 1993, di mana pada tanggal 2 Agustus 1993, Sekretaris Jenderal NATO, Manfred Worner, mengusulkan untuk masuknya NATO dengan menyatakan bahwa NATO siap untuk menggelar pasukan dan juga bantuan serangan udara apabila diperlukan 10 . Worner menambahkan bahwa NATO akan berkoordinasi secara penuh dengan UNPROFOR, membantu dalam hal dukungan serangan udara, termasuk memberikan perintah yang tepat dalam hal 8 Paul F. Diehl, Op. cit., hal. 194. Norrie McQueen, Peacekeeping and the International System, Routledge, 2006, hal. 165. 10 Report of the Secretary-General pursuant to General Assembly resolution 53/35, “The fall of Srebrenica”, hal. 29. 9 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 serangan udara, juga dalam pengawasannya dan dalam pengambilan keputusan tersebut. Tetapi usulan ini tidak dijelaskan secara lebih spesifik oleh Worner 11. Pada tanggal 9 Agustus 1993, diadakan pertemuan lanjutan, dan kemudian terjadi kesepakatan bahwa penggunaan kekuatan udara adalah kewenangan dari Sekretaris Jenderal PBB, dan keputusan untuk melakukan serangan dikeluarkan melalui persetujuan dari komandan UNPROFOR dan komandan NATO. Dengan kata lain, persetujuan untuk melakukan serangan udara harus mendapatkan kesepakatan dari kedua belah pihak. Kesalahpahaman sempat terjadi antara NATO dan PBB mengenai tujuan dari srangan udara tersebut. NATO mempunyai pandangan bahwa serangan udara dilakukan untuk memaksa keluarnya pasukan Serbia dari daerah pengungsian, sedangkan PBB berpandangan bahwa serangan udara yang dilakukan NATO bertujuan untuk memberikan aksi balasan atas serangan yang dilakukan Serbia. Untuk mengatasi perbedaan pandangan ini, maka setelah diadakan pertemuan dengan UNPROFOR, PBB memutuskan bahwa serangan udara NATO dilakukan untuk : pembelaan diri; membalas aksi pemboman yang dilakukan terhadap safe area; untuk membalas serangan bersenjata terhadap safe area; dan untuk memberikan kondisi yang kondusif bagi konvoi UNPROFOR dan bantuan kemanusiaan12. Kerjasama dengan NATO dimulai pada saat ditandatanganinya The General Framework Agreement for Peace in Bosnia and Herzegovina. Setelah perjanjian tersebut ditandatangani, maka NATO dipercayai untuk memimpin sebuah gelar pasukan yang dinamakan The Implementation Force (IFOR) dengan kekuatan sebanyak 60.000 personel. Kerjasama ini juga diperkuat dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1031 tahun 1995 13. Selain itu, kerja sama itu juga dilakukan dalam hal pengawasan daerah – daerah yang telah ditetapkan oleh DK PBB sebagai “security zones”, seperti Bihac, Sarajevo, Goražde, Žepa, Srebrenica, dan Tužla. UNPROFOR telah diberikan kewenangan untuk menggunakan kekuatan senjata untuk mencegah pihak – pihak yang akan melakukan penyerangan di 6 daerah tersebut, dengan melakukan koordinasi dengan NATO. Tetapi tanpa disadari, keikut sertaan Nato dalam hal pemberian dukungan kekuatan udara, sempat menjadi penghambat dalam operasi yang dijalankan ini. 11 Ibid. Ibid., hal. 30 13 United Nations, Office of Public Information (1995). UN monthly chronicle, Volumes 32-33. United Nations, Office of Public Information. hal. 29. 12 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 NATO sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk memberikan dukungan serangan udara, merasa bahwa dirinya berperan dalam setiap langkah yang akan dilakukan oleh UNPROFOR. Hal ini sempat menjadi perdebatan panjang, karena NATO menginginkan agar setiap langkah yang akan diambil UNPROFOR harus dengan sepengetahuan dan seijin NATO 14. 3.2 UNPROFOR ( United Nations Protection Force ) United Nations Protection Force ( dalam bahasa Perancis dikenal dengan nama FORPRONU / FORce de PROtection des Nations Unies ), atau lebih dikenal dengan sebutan UNPROFOR adalah pasukan Penjaga Perdamaian PBB yang bertugas di daerah Croatia dan Bosnia – Herzegovina. Jangka waktu mereka bertugas dimulai pada bulan Februari 1992, dan berakhir pada bulan Maret 1995. Pasukan ini mempunyai 39.000 pasukan, yang berasal dari 38 negara, yaitu: Amerika Serikat, Argentina, Bangladesh, Belanda, Belgia, Brazil, Canada, Colombia, Denmark, Finlandia, Federasi Rusia, Ghana, Indonesia, Irlandia, Italia, Jordania, Kenya, Kerajaan Inggris, Lithuania, Malaysia, Mesir, Nepal, Nigeria, Norwegia, Pakistan, Perancis, Polandia, Portugal, Republik Cekoslovakia, Republik Slovakia, Selandia Baru, Spanyol, Swedia, Switzerland, Tunisia, Turki, Ukraina, dan Venezuela. Dalam masa tugas mereka, pasukan UNPROFOR yang tewas sebanyak 320 pasukan. Dalam perjalanannya, UNPROFOR mengalami 4 kali pergantian komandan15. Selain komandan, UNPROFOR juga mempunyai 6 perwira penghubung 16. Pasukan ini dibentuk berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 743/1992. Berdasarkan resolusi tersebut UNPROFOR bertugas untuk menjamin adanya situasi dan kondisi yang memungkinkan untuk melakukan pembicaraan damai, dan untuk menjamin adanya Paul F. Diehl, Op. cit., hal. 195. Komandan UNPROFOR adalah : Lieutenant-General Satish Nambiar ( India ), dari Maret 1992 sampai dengan Maret 1993; Lieutenant-General Lars-Eric Wahlgren ( Swedia ), dari Maret 1993 sampai dengan Juni 1993; General Jean Cot ( Perancis ), dari Juni 1993 sampai dengan Maret 1994; General Bertrand de Sauville de La Presle ( Perancis ), dari Maret 1994. 16 Perwira penghubung UNPROFOR adalah : Canadian Major-General Lewis MacKenzie Sector Sarajevo 1992; French General Philippe Morillon dari Oktober 1992 sampai dengan Juli 1993;French General Bernard Janvier; British Lt-General Francis Briquemont tanggal dimulai tidak diketahui, sampai dengan 17 Januar1 1994; British Lieutenant-General Sir Michael Rose dari 17 January 1994 sampai dengan 25 February 1995 dan British LieutenantGeneral Rupert Smith dari 25 February 1995. 14 15 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 keamanan di 3 daerah kantong demiliterized ( United Nations Protection Areas / UNPAs 17 ), yaitu : Slavonia Timur, Slavonia Barat dan Krajina. Di kemudian hari, daerah ini mengalami perluasan, dan diberikan nama “pink zones.” Setelah menerima mandat ini, tugas UNPROFOR diperluas melalui beberapa Resolusi DK. Pada bulan Juni 1992, melalui Resolusi DK 758/1992, UNPROFOR diperluas tugasnya yaitu untuk melindungi bandar udara Sarajevo. Resolusi DK 762/1992, memberikan tugas kepada UNPROFOR agar mereka mengamankan jalur menuju daerah UNPAs. Resolusi 769/1992 memberikan mandat UNPROFOR untuk melakukan kontrol pada beberapa garis perbatasan, dan melakukan monitoring mengenai akses penduduk sipil menuju “pink zones18.” Semenjak September 1992, sesuai dengan Resolusi DK 770/1992, maka UNPROFOR bertugas untuk melindungi bantuan kemanusiaan, dan melindungi penduduk sipil, dengan bekerja sama dengan International Comitee of the Red Cross. Mandat terakhir yang diterima oleh UNPROFOR adalah Resolusi DK 779/1992, yaitu mengenai tugas melakukan pengawasan atas kawasan demiliterisasi di Semenanjung Prevlaka, di dekat Dubrovnik 19 Dalam menjalankan mandat yang diterima, UNPROFOR diberikan beberapa aturan rule of engagement, yang berisi : The 1992 Rules of Engagement comprised six rules, the amended versions seven. The main gist of these amended versions follows, below. Each rule provided at least two options, or standardized responses. (RoE tahun 1992 berisikan 6 peraturan, dan tiap peraturan berisikan 2 pilihan) The first rule laid down the circumstances under which weapons could be or should be carried. The options were: may not be carried, and may be carried. (Peraturan pertama mengatur mengenai senjata apa saja yang dapat dibawa dan tidak dapat dibawa) The second rule concerned the state in which the weapon could be carried. The two options were: semi-loaded, and loaded. (Peraturan kedua adalah senjata apa saja yang dapat dibawa : semi loaded dan loaded) The third rule laid down how forces should respond to a hostile threat of force without using weapons. UNPROFOR gave three options for response: a) observe, report to superior officer and retreat in order to protect one's own unit; b) observe, report to superior officer, unit stays put and establishes contact with 17 UN Security Council Resolution 762/1992. UN Security Council Resoution 769/1992. 19 UN Security Council Resolution 779/1992. 18 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 opponent and/or local authorities; c) observe, report to superior officer, unit stays put, warns aggressor that it will use force if necessary and demonstrates that intention by loading weapons or taking combat positions. (Peraturan ketiga mengatur bagaimana personel UNPROFOR merespon mengenai kegiatan yang dianggap sebagai ancaman tanpa menggunakan senjata, 1)mengamati, melaporkan kepada perwira tertinggi dan mundur untuk melindungi unitnya, 2)mengamati, melaporkan pada perwira tertinggi, tetap di tempat dan mengadakan kontak dengan pihak berwajib setempat, 3)mengamati, melaporkan kepada perwira tertinggi, tetap berada di tempat, memperingatkan bahwa ia akan menggunakan senjata apabila terpaksa sambil memperlihatkan bahwa ia mengisi senjata sambil mengambil posisi menembak) The fourth rule prescribed the response to hostile action in which UNPROFOR troops were taken under fire. In that case, there were two possible responses. The first option for a unit under fire was to immediately take protective measures, make observations and report to superiors. The commanding officer on location would then warn the aggressor that force would be used and make necessary preparations for doing so (as option c of the third rule). The firing of warning shots was authorized. If the hostile action did not cease and the UNPROFOR unit was in a life-threatening situation, the next higher commanding officer could give the order to open fire. This last action in effect comprised the second option for responding to hostile action. Next to these options, the fourth rule also explicitly stated that retreating, breaking out or escaping were also allowed, as were staying put and defending oneself. (Peraturan keempat mengatur bagaimana yang harus dilakukan apabila personel UNPROFOR ditembak. Pilihan pertama yaitu mengambil tindakan perlindungan, melakukan pengamatan dan melaporkan kepada perwira tertinggi. Perwira yang berada di lokasi harus memperingatkan agresor bahwa penggunaan senjata akan dilakukan sambil melakukan tindakan persiapan (seperti pada poin C peraturan ketiga). Tindakan penembakan diizinkan. Jika aksi tembakan tidak juga berakhir dan hal itu mengancam keselamatan jiwa personel UNPROFOR, maka perwira yang berada di lokasi dapat memberikan perintah untuk melakukan tembakan balasan. Dalam keadaan demikian, maka personel diizinkan untukk melarikan diri sambil saling melindungi satu dan lainnya). The fifth rule concerned self-defence against hostile action. In these situations, protective measures had to be taken immediately and direct shots could be fired. (Peraturan kelima mengatur mengenai tindakan membela diri terhadap tindakan permusuhan. Dalam situasi ini, tembakan langsung diperbolehkan) Under the sixth rule, which concerned the disarming of civilians, paramilitary troops and soldiers, the use of force as a first option was prohibited. In the 1993 Rules, the second option allowed disarmament 'if failure to do so prevents the UNPROFOR from carrying out its task'. In the amended version of 1994, this provision was scrapped, effectively authorizing the use of minimum but necessary force - including direct firing - during disarmament in order to ensure Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 that this took place as quickly as possible. The Bosnia-Hercegovina Command, however, almost immediately ruled out the use of force during disarmament. (Pada peraturan keenam, penggunaan senjata tidak diperbolehkan apabila sedang diadakan perlucutan senjata terhadap penduduk sipil, para militer dan tentara). The seventh and last rule concerned the controlled use of own weapon systems, such as mortars and guns. The first option prohibited the manning, preparing, positioning and firing of such weapons in the presence of the conflicting parties. Under the second option, these actions were allowed in the presence of the conflicting parties. In November 1994 this rule was changed to also allow the use of anti-tank weapons and artillery (see also Part III, Chapter 7).1[11] .. (Peraturan ketujuh berisi bahwa menunjukkan kegiatan bersenjata dilarang apabila ia berada di tengah-tengah pihak yang bertikai ) . To ensure that the use of force was kept to a minimum, UNPROFOR added three supplementary provisions to the seven rules above. First, before UNPROFOR soldiers were authorized to open fire in self-defence they were to give the aggressor a verbal demand to cease their fire. If this did not help, UNPROFOR soldiers were to fire in the air, and only if that action failed to have the desired effect would the commander be authorized to give the order to fire back. (Untuk mendukung kegiatan meminimalisir adanya tindakan bersenjata, maka personel UNPROFOR diberikan tiga tambahan peraturan. Pertama, sebelum personel UNPROFOR diperbolehkan untuk melakukan aksi penembakan,maka personel tersebut harus memberikan perintah secara verbal untuk menghentikan aksi tembak menembak. Apabila cara ini tidak berhasil, maka personel UNPROFOR diberikan izin untuk menembak ke udara. Apabila cara ini juga tidak berhasil, maka perwira yang berwenang dapat memberikan izin untuk melakukan tembakan balasan). There were other restrictions, too, to the use of weapons by UNPROFOR in selfdefence. Soldiers could not open fire if there was a possibility of causing collateral damage, and UNPROFOR had to stop firing as soon as the aggressor did so, too. Any form of retaliation was strictly forbidden. UNPROFOR soldiers were allowed to open fire immediately without first firing warning shots only if their lives were at risk or if UN personnel or individuals under UNPROFOR's protection were at risk of serious injury (Ada pembatasan lainnya, menyangkut penggunaan senjata untuk membela diri. Personel tidak diperbolehkan untuk melakukan penembakan apabila hal itu dipandang akan menyebabkan kerusakan yang sangat parah. Personel UNPROFOR juga harus mengehentikan tembakan apabila phak lawan berhenti menembak. Personel UNPROFOR diperbolehkan menembak tiba-tiba tanpa tembakan peringatan hanya apabila nyawa mereka terancam atau ada orang yang berada dalam perlindungan UNPROFOR yang nyawanya terancam atau beresiko mengalami pendarahan). 3.3 Tragedi Srebrenica Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Srebrenica adalah daerah yang berada di timur Bosnia – Herzegovina. Srebrenica ini adalah kota kecil yang berada di sebuah gunung. Pada tahun 1991, di kotapraja Srebrenica, terdapat 37.213 penduduk, yang terdiri dari 27.118 Bosniak (72.9%), 9381 Serbia (25.2%), 372 Yugoslavia (1%), 40 Croatia (0.1%) and 302 warga lain (0.8%). Pada daerah Srebrenica sendiri, terdapat 5,754 penduduk, yang terdiri dari 64% Bosniak, 29% Serbia, 5.3% Yugoslavia, 1% warga lain, dan 0.7% Croatia. Sebelum tahun 1992, terdapat sebuah pabrik besi, timah, seng dan di dekatnya terdapat sebuah tambang emas. Nama Srebrenica sendiri berarti tambang perak. Pada bulan Maret 1993, pertempuran semakin menghebat di timur Bosnia – Herzegovina. Serangan itu dilakukan oleh pasukan para – militer Serbia yang menyerang beberapa kota. Pada pertengahan Maret, UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees), melaporkan bahwa ribuan pengungsi Muslim Bosnia mencari perlindungan di daerah Srebrenica, dari daerah – daerah yang telah diserang oleh pasukan Serbia. Mengalirnya ribuan pengungsi Bosnia ke daerah Srebrenica disebabkan oleh karena belum dikuasainya Srebrenica oleh Serbia, dan juga karena di daerah tersebut dikuasai oleh pasukan Bosnia. Sesuai dengan Bab VII, terutama Pasal 39 dari Piagam PBB, yang berbunyi, “The Security Council shall determine the existence of any threat of the peace, breach of the peace, or act of aggression and shall make recommendation, or decide what measures shall be taken in accordance with Articles 41 and 42, to maintain or restore international peace and security.” (Dewan Keamanan akan menentukan ada-tidaknya sesuatu ancaman terhadap perdamaian, pelanggaran terhadap perdamaian, atau tindakan agresi dan akan menganjurkan atau memutuskan tindakan apa yang harus diambill sesuai dengan Pasal 41 dan 42, untuk memelihara atau memulihkan perdamaian dan keamanan internasional) Maka, Dewan Keamanan PBB mulai memikirkan untuk membuat sebuah daerah ”safe area” yang digunakan untuk menampung pengungsi – pengungsi tersebut. Maka dipilih 3 tempat sebagai safe area, yaitu Srebrenica, Žepa dan Goražde. Pada 16 April 1993 dikeluarkan Resolusi DK 819/1993 yang antara lain berbunyi : “All parties and others concerned treat Srebrenica and its surroundings as a safe area which should be free from any armed attack or any other hostile act” (Setiap pihak yang berada dan berlindung di Srebrenica harus bebas dari serangan dan tindakan permusuhan) Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Peta 3 Lokasi Safe Area Sumber : Department of Public Information, Cartographic Section United Nations Dengan dikeluarkannya resolusi tersebut, maka Srebrenica dan daerah di sekitarnya, seperti Žepa dan Goražde, telah sah menjadi daerah yang terbebas dari segala jenis serangan bersenjata, dan juga perbuatan – perbuatan permusuhan. Setelah diberlakukan bahwa Srebrenica menjadi salah satu daerah safe area, terjadi kesepakatan tidak resmi antara Bosnia dan Serbia, bahwa Serbia diperbolehkan mengambil Srebrenica sebagai basis mereka, dan Bosnia diperbolehkan mengambil salah satu kantong Serbia yang berada di daerah Bosnia 20 http://www.hrw.org/fr/node/85087/section/6, diakses pada 23 Maret 2010, pukul 14.05. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 20 . Kesepakatan tidak resmi ini terjadi karena Presiden Izetbegovic (pemimpin Bosnia) menginginkan adanya penarikan mundur tentara Serbia dari daerah di sekitar Sarajevo, dan digantikan dengan daerah Srebrenica dan Zepa dapat dikuasai oleh Serbia. Serbia yang memandang posisi strategis dari Srebrenica dan Zepa, menyetujui permintaan tersebut. Tetapi pada saat Presiden Izetbegovic mengutarakan maksud tersebut pada perwakilan dari Bosnia, usulan tersebut ditolak mentah-mentah, dan tidak dapat didiskusikan kembali. Salah seorang perwakilan dari Bosnia memberikan laporan bahwa dalam pertemuan dengan Presiden Izetbegovic tersebut, Izetbegovic mengatakan bahwa usulan tersebut ia lontarkan karena ia berpendapat bahwa serangan udara NATO terhadap Serbia dapat dilakukan apabila Serbia telah membunuh sekurang-kurangnya 5.000 warga Bosnia 21 . Dengan demikian, Izetbegovic berencana untuk mengorbankan paling sedikit 5.000 warga Bosnia, dengan harapan NATO akan melakukan serangan terhadap Serbia. Tanggal 18 April 1993, kelompok pertama dari pasukan UNPROFOR, tiba di Srebrenica. Peta 4 Lokasi Pendaratan UNPROFOR Dutch Battalion di Srebrenica 21 Report of the Secretary-General pursuant to General Assembly resolution 53/35, “The fall of Srebrenica”, hal. 31 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Sumber : Department of Public Information, Cartographic Section United Nations Pasukan yang dikirim adalah pasukan dari Belanda, yang terdiri dari pasukan laki – laki dan perempuan. Tetapi sayangnya, pasukan ini adalah pasukan yang masih “hijau”, dalam arti bahwa pasukan ini tercipta beberapa tahun sebelum mereka dikirim menuju Srebrenica. Pasukan ini bukan terdiri dari pasukan profesional, tetapi terdiri dari wajib militer, yang telah dibertahukan bahwa mereka akan dibayar dengan sistem honor, dan kepada mereka dikatakan bahwa mereka tidak akan ditembak oleh pasukan musuh. 22 Menurut kesaksian dari Kolonel Thomas Karremans , komandan pasukan Belanda di Srebrenica, pasukan yang diterjunkan di daerah Srebrenica berjumlah 600 pasukan, tetapi pada kenyataan yang terjadi di lapangan, 150 dari 600 pasukan tidak dapat melakukan tugasnya. Hal ini menyebabkan personel yang dapat bertugas hanya berjumlah 450 personel. Dari 450 22 Keterangan mengenai bentuk pasukan Dutchbat tidak disediakan secara umum Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 personel, 250 personel bukanlah personel siap tempur, atau pasukan yang memang dipersiapkan untuk berperang. Mereka adalah personel sipil. Hal ini menyebabkan pasukan Belanda yang dipersiapkan untuk bertempur hanya 200 pasukan yang disebar pada beberapa pos pengamatan. Dalam hal persenjataan, menurut kesaksian Karremans, pasukannya hanya diperlengkapi dengan persenjataan seperti pistol, senapan mesin ringan, senapan (rifle), senapan mesin berat yang berada pada armoured personel carrier, 6 mortir 81 mm yang ditempatkan pada beberapa pos pengamatan, anti tank jarak jauh dan menengah, dan senjata anti tank ringan23. Hal ini disebabkan adanya perkiraan mereka bahwa pasukan Serbia tidak akan berani menyerang mereka, apabila mereka menunjukkan kekuatan mereka. Tapi hal itu tidak pernah mereka lakukan24. Pada saat yang bersamaan, di sekitar daerah kantong, terdapat pasukan Serbia, yang bernama Army of Republika Srpska. Pasukan ini mempunyai tingkat kedisiplinan yang tinggi, dan juga persenjataan yang lengkap. Selain itu, pasukan ini juga telah terlatih untuk wilayah Srebrenica, dan Srebrenica jatuh ke dalam kekuasaan Drina Corps Brigades25. Kedua pasukan ini adalah pasukan dari Serbia, dan menurut kesaksian Karremans, pasukan ini dipersenjatai dengan artileri, mortir berat, motir ringan (dengan jumlah yang banyak), tank, kendaraan anti serangan udara, senjata anti tank, dan roket yang diangkut dengan kendaraan26. Di lain pihak, pasukan Bosnia – Herzegovina, Army of Republic of Bosnia and Herzegovina ( ARBiH ), menguasai sisa – sisa daerah Srebrenica yang tidak dikuasai oleh Serbia. Pasukan ini tidak terlatih dengan baik, dan juga tidak memiliki persenjataan yang lengkap seperti pasukan Serbia. Pada daerah demiliterisasi ini, kedua belah pihak secara sengaja melakukan pelanggaran terhadap perjanjian mengenai security zones Srebrenica. Komandan Dutchbat ( Batalyon UNPROFOR asal Belanda ), Kolonel Thomas Karremans, mengatakan bahwa pasukan Serbia dengan sengaja telah melakukan tindakan penghentian secara paksa, kendaraan yang mengangkut bantuan kemanusiaan bagi pengungsi Bosnia. Selain itu, pasukan Dutch Batt dilarang memasuki security zones. Pelanggaran lain yang dilakukan oleh pasukan Serbia adalah penyerangan terhadap penduduk sipil Bosnia. Di lain pihak, pasukan Bosnia juga tidak lepas dari pelanggaran, seperti pelanggaran terhadap no – fly zones area yang dilakukan oleh 23 International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia, Wednesday, 24 May 2.000, hal. 3311. http://www.hrw.org/fr/node/85087/section/8, diakses pada 23 Maret 2010, pukul 14.15. 25 Drina Corps Brigades adalah bagian dari pasukan Serbia, Army of Republika Srpska. 26 International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia, Op. cit., hal. 3320-3321. 24 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 helikopter Bosnia, penembakan terhadap pasukan Serbia, bahkan pasukan Bosnia juga menggunakan daerah demiliterisasi sebagai basis untuk melancarkan serangan terhadap pasukan Serbia27. Selain itu, militer Bosnia juga masih berfungsi efektif di luar kota Srebrenica, tetapi masih di dalam area demiliterisasi. Emir Sulgajic, seorang pengungsi mengatakan, “No one wanted to give up his gun. Mainly old and useless weapons were handed over, for which there was no ammunition, and guns hand-made from plumbing pipe and some form of trigger mechanism. Several thousand rifles remained in the hands of the Srebrenica units. The Bosnian military structure continued to function, outside of the town boundaries of Srebrenica, but within the enclave.”28 (Tidak ada yang ingin menyerahkan senjatanya. Kebanyakan adalah senjata yang sudah tidak berguna, dan tidak ada amunisi dan pistol yang dibuat dari pipa saluran air. Militer Bosnia tetap menjalankan aksinya, tetapi dilakukan di dalam kantong pengungsi) Dalam daerah demiliterisasi, kondisi semakin sesak dengan semakin banyaknya pengungsi yang memasuki daerah itu. Bahkan kemudian kelaparan mulai menghantui pengungsi. Salah seorang pengungsi, Sanel memberikan gambaran mengenai situasi kelaparan tersebut, “We ate oats that were meant for the horses and cows, and willow tree buds -only goats eat that. We made a soup out of thistles. Then we ground corncobs and made a paste out of it and ate it, and we couldn't go to the bathroom for days after that. We made bread out of squash seeds. We were hungry. That's when we had to go to the Serb villages to steal food. In February of 1993, the first 'lunch' packages were airdropped 29.” (Kami memakan dedak, memakan pucuk pohon willow, dan membuat sup dari semacam tumbuhan berduri. Kami mengambil tongkol jagung dan membuat pasta dari itu dan memakannya, dan kami tidak dapat pergi ke kamar mandi setelah memakannya. roti dari labu. Kami lapar dan hal itu yang menyebabkan kami harus pergi ke perkemahan tentara Serbia dan mencuri makanan. Pada February 1993, makan siang pertama kami dijatuhkan dari udara.) Kondisi semakin buruk di daerah Srebrenica. Orang melakukan segala macam cara untuk mendapatkan makanan, dan mereka juga mencoba untuk menanam sesuatu di kebun mereka. Emir Sulgajic, menceritakan bahwa ia mencoba bekerja sebagai seorang translator pada 27 International Court of The former Yugoslavia, IT-98-33-A, 19 April 2004, hal. 65. http://www.advocacynet.org/news_view/news_246.html, diakses pada 17 November 2010, pukul 21.25 WIB. 29 http://www.advocacynet.org/news_view/news_248.html, diakses pada 17 November 2010, pukul 21.45 WIB. 28 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 usia 17 tahun untuk pekerja – pekerja asing. Ia menggambarkan bahwa keadaan Srebrenica pada saat itu sudah sangat sesak. Bahkan orang banyak yang tidur di jalanan. Ia menyebut Srebrenica sebagai “a concentration camp without barbed wire.” Ia juga menceritakan, “We ate once, occasionally twice a day. The summer days got longer, and we waited for sunset to take another bite of food. Thin soup and beans were the most common fare; meat was the privilege of the rich, or better put, the group of war profiteers that quickly formed in the enclave. Each day we were thinner than the day before. One man traded his wedding ring for several kilos of peppers. He wasn't the only person who traded the last thing he owned for a few crumbs of food30.” (Kami makan hanya sekali, dan terkadang dua kali sehari. Siang di musim panas lebih lama, dan kami menunggu matahari terbenam untuk mengambil beberapa makanan. Sup encer dan kacang adalah makanan yang sering ada; daging hanya menjadi keistimewaan bagi orang yang kaya, atau yang beruntung mendapatkannya. Setiap hari kami semakin bertambah kurus. Seorang laki-laki menjual cincin kawinnya untuk membeli beberapa kilo merica. Dia bukan satusatunya orang yang menjual barang yang terakhir dimilikinya untuk mendapatkan makanan) Pasukan Bosnia tidak tinggal diam. Dengan melakukan serangan dari dalam daerah safe area, mereka membunuh ratusan pasukan Serbia, dan juga mereka membunuh ratusan warga sipil Serbia. Serangan ini sebagian besar dikomandoi oleh komandan perang mereka, yaitu Naser Oric. Serangan ini bertujuan untuk menyatukan Srebrenica dengan Tuzla. Hal ini membuat berang komandan pasukan Serbia, Ratko Mladic, sehingga pada bulan Februari 1993, ia memutuskan untuk menyerang balik kekuatan Bosnia. Serangan ini membuahkan hasil mereka dapat memotong dan membagi dua kekuatan Bosnia pada daerah – daerah yang dikuasai oleh Bosnia. Pada 9 Juli 1995, pasukan Drina Corps telah masuk sejauh 4 kilometer ke dalam kota Srebrenica. Selain itu, mereka juga sempat menawan 30 pasukan Dutchbat 31 . Dengan keberhasilannya memasuki kota Srebrenica sejauh ini, dan tidak adanya perhatian dari dunia internasional, maka Presiden Republik Serbia (Republika Srpska), Radovan Karadžić, memerintahkan agar Drina Corps menguasai Srebrenica. 3.3.1 11 Juli 1995 30 http://www.advocacynet.org/news_view/news_249.html, diakses pada 17 November 2010, pukul 22.00 WIB. 31 Holbrooke, Richard, “To End A War” The Modern Library, New York, hal. 69. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Pada tanggal 10 Juli 1995, keadaan di Srebrenica menegang. Ribuan warga Bosnia memadati jalanan. Kolonel Karemans meminta bantuan serangan udara NATO. Setelah permintaan bantuan serangan udara itu dikirimkan, NATO memberikan konfirmasi bahwa bantuan serangan udara akan diberikan pada tanggal 11 Juli, pukul 06.50 waktu setempat. Tetapi bantuan yang dijanjikan tersebut tidak datang hingga pada pukul 07.00. Dalam masa penantian serangan udara tersebut, tidak tampak adanya pasukan Dutchbat yang berada di lapangan, karena mereka berada di sebuah bunker. Hal ini dilakukan karena serangan udara yang akan dilakukan tersebut akan menyerang lokasi-lokasi yang cukup dekat dengan posisi mereka, sehingga apabila mereka berada di luar bunker, maka hal tersebut akan membahayakan keselamatan mereka32. Karena bantuan udara tidak tiba, maka wakil komandan di lapangan berinisiatif untuk menghubungi kembali markas operasi,dan ternyata terjadi kesalahan tekhnis, yaitu serangan tersebut tidak dilakukan karena tidak adanya perintah tertulis, sehingga permintaan bantuan tersebut dianggap tidak pernah ada. Maka pada pukul 07.45, Dutchbat kembali mengirimkan permintaan bantuan serangan udara. Tetapi permintaan bantuan tersebut baru sampai Sarajevo pada pukul 10.00, karena terjadi kerusakan pada sambungan komunikasi antara Srebrenica dan Tuzla. Pada pukul 11.00, dua brigade tentara Serbia 33 dan tank-tank Serbia datang dan menyerang beberapa lokasi yang dekat dengan lokasi bunker Dutchbat. Pasukan Dutchbat tidak dapat keluar dari bunker, karena selain bahaya dari tembakan tank Serbia, timbul kekhawatiran bahwa apabila mereka berada di luar, dan pada saat yang bersamaan muncul serangan udara. Pukul 12.10, beberapa titik bertahan pasukan Dutchbat telah kosong, karena ditinggalkan pasukan Dutchbat. Alasan dari meninggalkan tempat tersebut adalah karena serangan tank Serbia semakin brutal. Pada pukul 14.07, bendera Serbia berkibar di Srebrenica, dan pukul 14.30,Srebrenica telah jatuh ke tangan Serbia. Bantuan serangan udara itu datang pada pukul 14.40, dengan diluncurkannya 18 pesawat NATO. Tetapi dari 18 pesawat, hanya 6 yang diperintahkan menuju Srebrenica, 32 Report of the Secretary-General pursuant to General Assembly resolution 53/35, “The fall of Srebrenica”, hal. 67. Menurut kesaksian Karremans dalam International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia, 1 brigade tentara Serbia terdiri dari 1.000 hingga 1.500 pasukan. Jumlah yang tidak sesuai apabila dibandingkan dengan tentara Belanda yang hanya berjumlah 200 pasukan. 33 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 sedangkan sisanya bertugas di daerah lain. Bantuan itu datang dan menyerang sebuah tank milik tentara Serbia. Pada saat akan dilanjutkan penyerangan, pasukan Serbia mengancam akan membunuh pasukan UNPROFOR yang mereka tawan 34 , dan mereka juga mengancam akan menyerang kamp pengungsi yang berada di Potočari, di mana terdapat 20.000 sampai 30.000 pengungsi. Pada 11 Juli 1995, menurut laporan dari anggota War Documentation Institute (NIOD)35, diperkirakan terdapat 300 pasukan Dutchbat yang berada di Srebrenica. 20.000 sampai 25.000 pengungsi yang menempati Potočari. Keadaan Potočari pada tanggal itu sangat kacau. Markas pasukan Dutchbat yang bertugas untuk melindungi para pengungsi, diserbu oleh pasukan bersenjata lengkap Serbia. Pada hari yang sama, sekitar 25.000 warga Srebrenica mencari perlindungan di dalam markas Dutchbat. Tetapi di dalam markas Dutchbat mereka diserang dengan gencar oleh pasukan Serbia36. Peta 5 Lokasi Serangan Pasukan Serbia 34 Suara Pembaruan 12 – 07 – 1995 : Serbia Menyerbu Srebrenica Dan Ancam Serang Zona Aman PBB. 35 http://www2.rnw.nl/rnw/en/currentaffairs/region/easterneurope/bosnia020410.html dikunjungi pada 22 November 2010. 36 http://www2.rnw.nl/rnw/en/currentaffairs/region/netherlands/ned050704, diakses pada 22 November 2010, pukul 22.05 WIB. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Sumber : Department of Public Information, Cartographic Section United Nations 3.3.2 12 Juli 1995 Muncul berita bahwa terdapat 31 pasukan Dutchbat yang ditawan oleh pasukan Serbia. Selain itu,terdapat kabar bahwa 3 pos pengawasan UNPROFOR, telah berada di dalam wilayah yang dikuasai oleh Serbia. Dengan keadaan yang demikian, maka pasukan Dutchbat tidak dapat berbuat banyak. Setelah dilakukan perundingan dengan Jenderal Ratco Mladic, maka disepakati bahwa warga Bosnia yang berada di Srebrenica dapat diungsikan. Pada pukul 13.00, terdapat sekitar 50 bis yang disediakan oleh Jenderal Ratko Mladic. Jend. Ratko Mladic mengatakan bahwa mereka mengutamakan anak – anak dan wanita untuk menaiki bis, kaum laki – laki akan diantar terpisah37. Pada saat pemisahan tersebut, pasukan Dutchbat membantu memisahkan kaum laki – laki dan perempuan. Pada saat kaum wanita dan anak – anak telah dipindahkan, maka pasukan 37 http://news.bbc.co.uk/panorama/hi/front_page/newsid_7856000/7856799.stm, diakses pada 20 Oktober 2010, pukul 23.00 WIB. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Serbia mulai membunuhi warga laki – laki Bosnia38. Seorang saksi mata mengaku bahwa ia melihat tumpukan kurang lebih 30 mayat yang berada di belakang gedung tranportasi. Saksi yang lain mengatakan bahwa ia melihat seorang tentara Serbia membunuh seorang anak kecil, dan yang lain melihat tentara Serbia membunuh ratusan warga Bosnia. Selain pembunuhan, pasukan Serbia juga melakukan pemerkosaan terhadap wanita – wanita Bosnia. Seorang pasukan Dutchbat mengatakan : "We saw two Serb soldiers, one of them was standing guard and the other one was lying on the girl, with his pants off. And we saw a girl lying on the ground, on some kind of mattress. There was blood on the mattress, even she was covered with blood. She had bruises on her legs. There was even blood coming down her legs. She was in total shock. She went totally crazy." (Kami melihat dua tentara Serbia, yang satu berjaga-jaga, dan yang satunya lagi berbaring diatas tubuh seorang gadis dengan celananya yang terbuka. Kami melihat seorang gadis berbaring di atas matras, dan ada darah di atas matras tersebut. Tubuh gadis itu penuh dengan darah yang keluar dari kakinya. Gadis itu sangat shock dan ia menjadi gila) Pada waktu malam, sampai dengan pagi hari di keesokan harinya, jumlah pembunuhan dan pemerkosaan meningkat. 3.3.3 13 Juli 1995 Pada tanggal 13 Juli, pasukan Serbia dengan dibantu oleh pasukan UNPROFOR, mulai memisah – misahkan laki – laki dari warga yang lain. Warga Bosnia yang sedang menaiki bus yang akan membawa mereka menuju Kladanj, diberhentikan oleh pasukan Serbia, dan mereka mengumpulkan kaum lelaki warga Bosnia di sebuah gedung yang dinamakan “White House.”. Setelah mereka dikumpulkan di dalam White House, tentara Serbia mulai membunuhi mereka. Beberapa personil Dutchbat memberikan kesaksian bahwa mereka menyaksikan pembunuhan yang dilakukan oleh pasukan Serbia. Bahkan seorang anggota United Nations Military Observer (UNMO), Kolonel Joseph Kingori, mengatakan bahwa ia mendengar beberapa tembakan yang dilepaskan oleh tentara Serbia. Pada tanggal yang sama, pada sore harinya, sekitar 1.000 sampai 1.500 tawanan Bosnia yang melarikan diri, tertangkap di Sandici Meadow. Mereka lalu dimasukkan di sebuah gudang 110 http://news.bbc.co.uk/panorama/hi/front_page/newsid_7856000/7856801.stm, diakses pada 20 Oktober 2010, pukul 23.05 WIB. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 yang terletak di daerah Kravica. Pada sekitar pukul 6 sore, di saat gudang itu telah penuh, pasukan Serbia mulai melemparkan granat, dan menembaki gudang itu. Salah seorang yang selamat memberikan kesaksian : All of a sudden there was a lot of shooting in the warehouse, and we didn’t know where it was coming from. There were rifles, grenades, bursts of gunfire and it was – it got so dark in the warehouse that we couldn’t see anything. People started to scream, to shout, crying for help. And then there would be a lull, and then all of a sudden it would start again. And they kept shooting like that until nightfall in the warehouse. Guards surrounding the building killed prisoners who tried to escape through the windows. By the time the shooting stopped, the warehouse was filled with corpses. (Tiba-tiba terdengar tembakan dari dalam gudang dan kami tidak tahu dari mana datangnya. Ada tembakan senapan, ledakan granat dan tembakan senapan mesin. Saat itu sangat gelap di dalam gudang, sehingga kami tidak dapat melihat apapun juga. Orang-orang mulai berteriak, menangis. Penjaga yang berjaga-jaga di sekitar gudang mulai menembaki dan membunuh orang-orang yang mencoba kabur melalui jendela. Pada saat suara di dalam gudang berhenti, maka gudang tersebut dipenuhi jenazah). 3.3.4 14 Juli 1995 Keesokan harinya, pada tanggal 14 Juli 1995, di sebuah sekolah di daerah Orahovac, kembali dikumpulkan kaum laki – laki. Diperkirakan sekitar 2.000 sampai dengan 2.500 laki – laki yang dikumpulkan di tempat itu. Setelah sekolah itu penuh dengan kaum lelaki, maka mereka itu dikumpulkan menjadi beberapa kelompok yang kecil, dan dibawa menuju ke sebuah lapangan untuk dieksekusi. Dalam sebuah laporan Dutchbat, dilaporkan bahwa pada tanggal 14 Juli, ditemukan dua jenazah pasukan Dutchbat tergeletak di tepi jalan, di antara jenazah-jenazah warga Bosnia. 3.3.5 16 Juli 1995 Pada tanggal 16 Juli, pasukan Dutchbat yang dijadikan tawanan oleh pasukan Serbia dikembalikan ke pasukannya masing-masing 39. Walau pasukan Ducthbat yang ditawan telah dikembalikan, tetapi pembantaian itu terjadi sampai dengan tanggal 16 Juli 1995. Pada tanggal 17 Juli, kembali terjadi pembantaian, dengan korban sebanyak kurang lebih 1.200 warga Bosnia. 39 Report of the Secretary-General pursuant to General Assembly resolution 53/35, “The fall of Srebrenica”, hal. 83. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Semenjak tanggal 11 Juli 1995, sampai dengan tanggal 17 Juli 1995, total jumlah korban pembantaian diperkirakan 7.000. Tetapi, pada tahun 2005, diperkirakan korban bertambah hingga 8.000 korban jiwa. Tabel berikut ini adalah ringkasan dari jenis – jenis pelanggaran yang terjadi : Tabel 2. Jenis – jenis pelanggaran yang terjadi, lokasi, pelaku dan korban pelanggaran Lokasi Pelaku Korban Srebrenica Pasukan Serbia Pasukan PBB, UNPROFOR – Duthbat Srebrenica Pasukan Serbia Pengungsi Bosnia Srebrenica Pasukan Bosnia Srebrenica Pasukan Bosnia Srebrenica Pasukan Bosnia Srebrenica Pasukan Pasukan Serbia Pengungsi Jenis pelanggaran Penghentian pengiriman bantuan bagi pengungsi Penyerangan terhadap pengungsi Bosnia Pelanggaran area no – fly zone Penembakan dan peyerangan dari dalam safe area Pendirian pabrik peralatan militer Memindahkan Ketentuan hukum yang dilanggar Konvensi Jenewa IV, pasal 21 Resolusi Dewan Keamanan PBB no. 770, tahun 1992 Konvensi Jenewa IV, pasal 3, ayat (1), pasal 6, pasal 8, pasal 15, pasal 16, pasal 17, pasal 27, pasal 31, pasal 33 Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide pasal 2 dan pasal 3 Resolusi Dewan Keamanan PBB no. 819 tahun 1993 Resolusi Dewan Keamanan PBB no. 819 tahun 1993 Resolusi Dewan Keamanan PBB no. 819 tahun 1993 Resolusi Dewan Keamanan PBB no. 819 tahun 1993 Resolusi Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Dewan UNPROFOR – Dutchbat Bosnia pengungsi ke dalam bis yang didatangkan oleh pasukan Serbia Pemerkosaan Srebrenica Pasukan Serbia Pengungsi Bosnia (kaum wanita) Srebrenica (White House) Pasukan Serbia Pengungsi Bosnia (kaum laki – laki) Pembunuhan yang terjadi di sebuah rumah yang dinamakan White House Kravica Pasukan Serbia 1.000 – 1.500 tawanan Bosnia (laki – laki) Pembunuhan Keamanan PBB no. 770 tahun 1992 Konvensi Jenewa IV, pasal 3, ayat (1), pasal 6, pasal 8, pasal 15, pasal 16, pasal 17, pasal 27, pasal 31, pasal 33 Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide pasal 2 dan pasal 3 Resolusi Dewan Keamanan PBB no. 819 tahun 1993 Konvensi Jenewa IV, pasal 3, ayat (1), pasal 6, pasal 8, pasal 15, pasal 16, pasal 17, pasal 27, pasal 31, pasal 33 Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide pasal 2 dan pasal 3 Resolusi Dewan Keamanan PBB no. 819 tahun 1993 Konvensi Jenewa I, pasal 3, ayat (1), ; Konvensi Jenewa III, pasal 13 dan 14 Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Orahovac Pasukan Serbia 2.000 – 2.500 tawanan Bosnia (laki – laki) Pembunuhan Srebrenica Pasukan Serbia 1.200 tawanan Bosnia (laki – laki) Pembunuhan Srebrenica Pasukan UNPROFOR – Ducthbat Melakukan pembiaran (omission) terhadap pembantaian yang terjadi pasal 2 dan pasal 3 Resolusi Dewan Keamanan PBB no. 819 tahun 1993 Konvensi Jenewa I, pasal 3, ayat (1); Konvensi Jenewa III pasal 13 dan 14 Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide pasal 2 dan pasal 3 Resolusi Dewan Keamanan PBB no. 819 tahun 1993 Konvensi Jenewa I, pasal 3, ayat (1); Konvensi Jenewa III pasal 13 dan 14 Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide pasal 2 dan pasal 3 Resolusi Dewan Keamanan PBB no. 819 tahun 1993 Piagam PBB paragraf 2 Resolusi Dewan Keamanan PBB no. 770 Rule of engagement paragraf 6 dan 7 Catatan : diolah oleh Penulis. Dengan membaca pada uraian di atas, maka jelaslah bahwa pasukan Serbia dapat dengan leluasa melakukan pembunuhan terhadap warga Bosnia yang berada di kantong pengungsian. Tragisnya lagi, pembunuhan tersebut dilakukan di depan mata para personel UNPROFOR asal Belanda, tetapi para personel itu tidak melakukan apapun juga, hanya terdiam Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 saja. Hal ini mereka lakukan karena musuh yang mereka hadapi adalah pasukan Serbia dengan persenjataan yang lengkap, sehingga secara moral mereka telah jatuh dahulu. Selain itu, pasukan UNPROFOR Dutch Battalion tidak melakukan apapun (omission) juga, karena menurut mandat yang mereka terima, mereka tidak diperbolehkan untuk melakukan aksi serangan, apabila mereka tidak diserang terlebih dahulu. Selain dikarenakan oleh karena mandat yang tidak sejalan, pembiaran itu terjadi karena pasukan Belanda memilih untuk berlindung di dalam bunker, selain karena untuk berlindung dari serangan pasukan Serbia, juga karena adanya kekhawatiran akan datangnya serangan udara NATO. Hal ini dikarenakan target dari serangan udara NATO adalah pasukan Serbia, dan pada saat itu, pasukan Serbia telah memasuki wilayah aman Srebrenica, yang dengan kata lain, posisi mereka telah memasuki jarak yang dekat dengan pasukan Dutchbat. Sehingga apabila pasukan Dutchbat berada di luar bunker, maka mereka dapat menjadi korban salah tembak (friendly fire) dari pesawat NATO. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 BAB 4 : Analisa 4.1 Analisa Dalam bab sebelumnya, kita telah mengetahui bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) telah terjadi di daerah yang seharusnya menjadi tempat yang bebas dari segala bentuk kejahatan. Safe area (daerah aman) seharusnya digunakan sebagai tempat untuk melindungi para pengungsi di dalam sebuah konflik. Dengan ditetapkannya suatu daerah sebagai safe area, maka seharusnya daerah tersebut menjadi daerah yang bebas dari segala kegiatan permusuhan. Tetapi tidak demikian yang terjadi di daerah Srebrenica. Daerah yang seharusnya menjadi tempat perlindungan bagi para pengungsi Bosnia berubah menjadi tempat pembantaian para pengungsi Bosnia. Hal ini diperparah karena pembantaian tersebut dilakukan di mana pasukan penjaga perdamaian PBB (UNPKF-UNPROFOR) asal Belanda berada di tempat itu, dan dimandatkan untuk melindungi pengungsi Bosnia. Yang terjadi pada saat itu adalah, pasukan penjaga perdamaian asal Belanda tersebut, melakukan aksi pembiaran (omission) terhadap apa yang dilakukan oleh pasukan Serbia. 4.1.1 Perserikatan Bangsa-bangsa dan Keterlibatan di Bosnia Apabila kita telusur ke belakang, maka kita mengetahui bahwa sebab yang paling utama dari kegagalan pasukan Belanda di dalam melindungi pengungsi warga Bosnia adalah karena adanya mandat yang tidak jelas. Padahal, bagi pasukan yang akan diterjunkan ke lapangan, maka mandat adalah hal yang sangat penting, karena hal itu yang akan menjadi pegangan mereka selama mereka menjalankan tugasnya. Oleh karena itulah, pihak-pihak yang mempunyai kepentingan di dalam pembuatan suatu mandat, haruslah orang-orang yang mereka benar-benar mengerti apa yang akan dijalani oleh pasukan yang akan diterjunkan tersebut. Selain itu, mereka juga haruslah orang-orang yang memang bertujuan agar operasi yang akan dijalankan berjalan dengan baik, tanpa ada maksud politik di balik itu. Tetapi hal tersebut terjadi di dalam proses penyusunan resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai kasus Yugoslavia. Russia sebagai pihak yang mempunyai hubungan baik dengan Serbia tidak menginginkan adanya resolusi yang dapat menjatuhkan sanksi terhadap Serbia. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Dalam hal ini tentu saja sikap Russia dapat menghambat proses pembentukan mandat bagi UNPKF yang akan diterjunkan. Dalam hal pelaksanaan dari mandat yang telah diturunkan kepada pasukan UNPROFOR, terjadi permasalahan tersendiri. Dengan mandat yang tidak jelas, maka tentu saja hal ini akan menyebabkan pasukan UNPROFOR kesulitan untuk menentukan langkah apa yang akan diambil. Hal ini diperparah dengan NATO sebagai pihak yang memberikan dukungan kekuatan udara, merasa bahwa setiap langkah yang akan diambil UNPROFOR harus diketahui dan harus melalui persetujuan NATO. Hal ini tentu saja menyebabkan adanya lebih dari satu pengambil keputusan yang berujung pada tidak maksimalnya langkah-langkah yang diambil oleh UNPROFOR di lapangan. Dengan permasalahan-permasalahan yang terjadi, maka hal tersebut menyebabkan tidak efektifnya operasi UNPROFOR di lapangan. Hal tersebut lalu menyebabkan terjadinya tragedi Srebrenica tersebut. Belanda sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap para pengungsi pada saat itu, tentu tidak ingin mendapatkan malu atas kejadian tersebut. Dengan demikian, maka Belanda mem-peti es-kan kasus tragedi Srebrenica Menurut Piagam PBB, Dewan Keamanan PBB mempunyai wewenang untuk menyelesaikan dua macam sengketa1, yaitu : 1. Sengketa yang dapat membahayakan perdamaian dan keamanan internasional; dan 2. Peristiwa ancaman perdamaian, pelanggaran perdamaian atau perbuatan agresi. Dalam sebuah peristiwa yang mengancam perdamaian dunia, pelanggaran perdamaian atau perbuatan agresi, maka Dewan Keamanan berwenang untuk merekomendasikan melalui cara apakah agar persengketaan itu dapat diselesaikan. Hal itu semata – mata adalah untuk mempertahankan dan mengembalikan perdamaian dan keamanan internasional. Salah satu cara yang dapat direkomendasikan oleh Dewan Keamanan adalah dengan penerjunan pasukan multinasional yang bernaung di bawah bendera Perserikatan Bangsa – Bangsa, salah satunya adalah Pasukan Penjaga Perdamaian PBB / UN Peacekeeping Forces, dengan melakukan koordinasi dengan UN Department of Peacekeeping Operation. Dalam kaitannya dengan kasus Srebrenica, pasukan UNPROFOR yang bertugas, mendapatkan mandat bahwa mereka harus mempertahankan dan melindungi pengungsi warga 1 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, pasal 24 ayat (1), pasal 26, 39, dan 40. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Bosnia. Tetapi mereka juga diperintahkan untuk tidak menembak apabila tidak diserang 2 . Dengan keadaan yang terjadi, maka terjadi “penyalah artian” yang terjadi di antara pasukan Dutch Batt. Di satu sisi, mereka harus menyelamatkan para sandera, tetapi di sisi lain, mereka tidak dapat menembak pasukan Serbia, sebab pasukan Serbia tidak melakukan penembakan terhadap mereka. Hal ini disebabkan karena mereka menerima laporan yang salah, mengenai keadaan Srebrenica. Mereka tidak menyadari bahwa keadaan yang terjadi di Srebrenica, tidaklah seperti yang terjadi pada saat pasukan UNPROFOR asal Canada berada di Srebrenica. Tetapi keadaan telah berubah banyak. Hal – hal yang terjadi pada saat pasukan Canada berada di tempat itu, pada saat pasukan Belanda tiba, telah berubah. Ketegangan semakin meningkat. Banyak pelanggaran – pelanggaran mengenai perjanjian gencatan senjata yang terjadi di sekitar Srebrenica, baik yang dilakukan oleh pasukan Serbia, atau oleh Bosnia sendiri. Status Ducth Batt sebagai peacekeeping forces, seharusnya berganti menjadi peace enforcement forces, dengan segala peraturan – peraturan yang mengaturnya. Konsep peacekeeping dan peace enforcement adalah dua konsep yang berbeda di atas kertas. Peacekeeping lebih ditekankan untuk menjaga suatu kondisi perdamaian yang telah tercipta, sedangkan peace enforcement lebih ditekankan untuk menciptakan perdamaian di mana perdamaian itu belum sepenuhnya terwujud. Di lapangan terkadang suatu situasi dapat berubah sewaktu-waktu. Keadaan yang diperkirakan telah mencapai kata “damai” atau “gencatan senjata”, terkadang dapat berubah menjadi situasi konflik. Atau juga sebaliknya. Situasi inilah yang terkadang menciptakan permasalahan bagi pasukan yang diterjunkan ke dalam suatu wilayah. Hal ini pula yang sering menjadi bahan perdebatan yang panjang apabila suatu pasukan akan diterjunkan. Memang bukanlah suatu hal yang mudah untuk menentukan apakah suatu wilayah telah memasuki situasi damai atau belum. Oleh karena itulah, dibutuhkan informasi yang akurat yang berasal dari data-data intelejen. Data intelijen sangat berguna dalam hal ini, karena dengan informasi yang memadai, maka para pengambil kebijakan dapat menentukan langkah yang tepat, sehingga suatu operasi dapat dijalankan dengan efektif. 2 http://www2.rnw.nl/rnw/en/currentaffairs/region/easterneurope/bosnia020410.html, diakses pada 22 November 2010, pukul 10.00 WIB. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Mandat terakhir yang mereka terima, sebenarnya sudah merupakan suatu kesalahan. Mereka tidak diperbolehkan melakukan kontak senjata apa bila mereka tidak diserang. Padahal, mereka diharuskan untuk melindungi pengungsi Bosnia. Bagaimana mereka dapat melindungi pengungsi Bosnia, apabila mereka tidak melakukan kontak senjata? Hal inilah yang menyebabkan mereka terpaksa, dengan sangat memalukan, menyerahkan diri mereka kepada pasukan Serbia, sehingga menyebabkan tragedi itu terjadi. Definisi dari pasukan penjaga perdamaian ( peacekeeping force ), tidak dijelaskan di dalam hukum humaniter internasional. Oleh karena itu, di dalam hukum ini, mereka ditempatkan tidak sebagai kombatan, tetapi dapat dienforce sebagai kombatan. Hal ini berakibat bahwa mereka dapat melaksanakan kontak senjata apabila mereka rasa hal itu adalah mutlak untuk dilakukan. UNPROFOR, sebagai bagian dari PBB memang tidak terikat pada hukum humaniter internasional. Tetapi negara – negara yang menjadi anggota dari PBB terikat pada hukum tersebut. Oleh karena itu, maka secara tidak langsung, PBB pada umumnya, dan UNPROFOR pada khususnya, terikat pada hukum humaniter internasional. Hal ini berdampak pada masing – masing negara, terutama pada pasukan yang akan mereka terjunkan, bahwa mereka harus berlaku seperti yang tertuang pada Konvensi Jenewa tersebut. Sebenarnya, ide untuk mengirimkan pasukan ini, selain untuk mengamankan warga sipil, membantu untuk menjaga perdamaian, pengiriman ini juga dimaksudkan untuk mempengaruhi pihak – pihak yang bertikai, agar mereka berpikir ulang untuk melakukan kegiatan bersenjata di dalam masa perdamaian 3. Hal inilah yang sebenarnya diharapkan dari pengiriman pasukan tersebut. Hal ini juga telah tertulis pada rule of engagement, bahwa UNPROFOR harus melindungi pengungsi dengan segala cara, bahkan dengan penggunaan senjata sekalipun. Hal ini tertulis di dalam rules of engagement, bahwa komandan di lapangan dapat memberi peringatan kepada pihak agressor, bahkan dapat memerintahkan pasukannya untuk mengambil sikap siap bertempur. Tetapi yang terjadi adalah kebalikan dari hal yang diharapkan. Pasukan Dutchbat terlihat tidak melakukan apapun juga. 4.1.2 Hukum Humaniter dan Tragedi Srebrenica Seperti yang telah dijelaskan di dalam bab pendahuluan mengenai hukum humaniter internasional, maka hukum humaniter internasional adalah seperangkat aturan yang karena 3 http://www.icrc.org/Web/Eng/siteeng0.nsf/iwpList367/9AF00A5C8EC21438C1256B660059191A, diakses pada 16 Agustus, pukul 15.00 WIB. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 alasan – alasan kemanusiaan berusaha untuk membatasi pengaruh konflik bersenjata. Hukum humaniter internasional melindungi orang – orang yang tidak, atau tidak lagi ikut serta pertempuran dan membatasi sarana dan cara – cara peperangan. Dengan demikian, maka dapat kita ketahui bahwa hukum humaniter internasional lebih berfokus pada perlindungan orang-orang sipil yang tidak atau dengan faktor lain, tidak ikut serta dalam suatu pertempuran. Dalam Hukum Den Haag, Hukum Jenewa, dan Aliran New York, walau terdapat perbedaan, tetapi apabila kita menarik benang merah, maka ketiga hukum tersebut mempunyai fokus yang sama, yaitu adanya prinsip diskriminasi. Yang dimaksud dengan prinsip diskriminasi adalah adanya perbedaan antara perlakuan terhadap pelaku kombatan dan non kombatan. Dengan adanya hukum ini, maka ada dua hal yang wajib diperhatikan oleh pihak kombatan yang bertugas di lapangan, yaitu untuk memukul mundur musuh dengan atau tanpa kekerasan, dan juga mereka wajib untuk melakukan perlindungan bagi warga non kombatan. Dalam kaitannya dengan tragedi yang terjadi di Srebrenica, maka telah terjadi pelanggaran terhadap asas-asas yang terdapat di dalam hukum humaniter internasional. Pelanggaran yang nyata adalah pelanggaran yag dilakukan oleh pasukan Serbia, di mana mereka dengan jelas tidak melakukan prinsip diskriminasi yang terdapat di dalam hukum humaniter internasional. Pasukan Serbia dengan serta merta melakukan pembantaian terhadap warga Bosnia. Dengan demikian, maka apa yang telah diatur di dalam hukum humaniter internasional telah dilanggar oleh salah satu pihak kombatan yang bertikai, yaitu pasukan Serbia. Dengan adanya pelanggaran tersebut, maka hal tersebut menimbulkan dampak hukum bagi para pelakunya. Dalam hal pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum humaniter ini, maka Dewan Keamanan PBB berhak untuk membentuk suatu badan peradilan yang dikenal dengan nama International Criminal Court (ICC)4. Pembentukan badan peradilan ini sesuai dengan apa yang tercakup di dalam Bab VII Piagam PBB, yaitu berkenaan dengan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. 4 Ambarwati, Denny Ramdany dan Rina Rusman, “Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubungan Internasional”, Rajawali Press, 2010, hal. 170. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Berbeda dengan badan peradilan internasional yang bernama International Court of Justice (ICJ), maka ICC bukanlah organ PBB, melainkan organisasi sendiri yang berdiri dengan anggaran sendiri pula. Selain itu, apabila ICJ menangani perkara-perkara hukum antarnegara, maka ICC hanya melakukan penuntutan dan mengadili individu-individu yang bertanggung jawab atas kejahatan-kejahatan luar biasa. Sesuai dengan tugasnya, maka ICC dalam melaksanakan tugasnya, terbatas pada lingkup waktu dan lokasi saja. Hal ini berarti bahwa ICC tidak dapat mengadili individuindividu yang melakukan kejahatan sebelum ICC terbentuk atau kejahatan-kejahatan yang terjadi di luar batas negara tersebut. Sehubungan dengan adanya pelanggaran-pelanggaran hukum humaniter internasional yang dilakukan oleh pasukan Serbia, maka pada tanggal 25 Mei 1993, Dewan Keamanan PBB membentuk suatu badan peradilan yang dinamakan The International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia (ICTY) 5 untuk mengadili individu-individu yang melakukan pelanggaranpelanggaran berat hukum humaniter internasional di wilayah bekas Yugoslavia. 4.2 Faktor-faktor Kegagalan United Nations Protection Force (UNPROFOR) Dutch Battalion di Srebrenica Dalam melaksanakan tugasnya, kita dapat melihat bahwa Dutchbat tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Tetapi kita juga tidak dapat dengan serta merta menyalahkan pasukan Dutchbat atas kegagalan tugas mereka. Setidak – tidaknya, terdapat 7 kesalahan yang terjadi di luar tanggung jawab mereka, yang pada akhirnya memberikan kontribusi terhadap terjadinya peristiwa Srebrenica. Kesalahan – kesalahan itu adalah : 4.2.1 Mandat yang tidak sejalan : Seperti yang telah kita ketahui, pasukan Dutchbat diterjunkan dengan dua mandat, yaitu mengamankan pengungsi warga Bosnia, dan mandat yang kedua, yaitu mereka tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan bersenjata, apabila mereka tidak diserang. Suatu hal yang tidak mungkin mereka dapat melindungi pengungsi, apabila mereka tidak diperbolehkan untuk melakukan kontak senjata. Dalam bab 3 sebenarnya telah dijelaskan mengenai Rules of Engagement yang digunakan oleh pasukan UNPROFOR Dutch Battalion di lapangan. Sebenarnya dalam peraturan ketiga, dijelaskan mengenai bagaimana seharusnya mereka berlaku pada kegiatan-kegiatan 5 Ibid., hal. 174 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 musuh yang dianggap mengancam. Apa yang harus mereka lakukan tersebut, dapat mereka lakukan dengan mereka menggunakan senjata, atau tanpa senjata 6 . Selain itu, sebenarnya mereka juga dapat mengambil posisi siaga apabila mereka merasa bahwa posisi pengungsi berada dalam keadaan bahaya 7. Dalam hal ini sebenarnya mereka dapat mengambil posisi siap menembak sebagai gerakan peringatan terhadap kegiatan yang mengancam. Tetapi hal ini tidak dilakukan karena mereka dilarang untuk melakukan kegiatan kontak senjata, apabila mereka tidak diserang terlebih dahulu. Adanya mandat yang tidak sejalan ini, apabila dilihat dari pembuatannya, juga karena adanya perbedaan pendapat yang berlarut. Pada satu pihak, Russia yang pada awalnya tidak menghendaki adanya sanksi yang terlalu keras pada Serbia, dikarenakan faktor sejarah, yaitu Serbia yang pernah menjadi sekutu Russia pada masa Perang Dunia II. Di satu sisi, Movement of Non-Aligned Country (Negara-negara Gerakan Non-Blok) yang diwakili oleh Pakistan, menegaskan bahwa perlindungan bagi warga sipil di daerah pengungsian adalah mutlak dilakukan oleh UNPROFOR. Perbedaan yang lain adalah datangnya pendapat dari Perancis yang menyatakan bahwa untuk wilayah-wilayah pengungsian, sebaiknya hanya dijaga oleh pasukan yang jumlahnya tidak terlalu banyak, sehingga konsentrasi pasukan dapat dititik beratkan pada daerah Sarajevo, karena selain sebagai ibu kota Bosnia-Herzegovina, Sarajevo juga merupakan daerah di mana UNPROFOR mendirikan markas besarnya. Akhirnya keputusan akhir keluar setelah perwakilan dari Perancis, Russia, Spanyol, Inggris dan Amerika Serikat bertemu di Washington D.C., dan mengeluarkan keputusan bahwa akan dilakukan peningkatan persenjataan dan dukungan penuh serangan udara. Tetapi 6 Peraturan ketiga mengatur bagaimana personel UNPROFOR merespon mengenai kegiatan yang dianggap sebagai ancaman tanpa menggunakan senjata, 1)mengamati, melaporkan kepada perwira tertinggi dan mundur untuk melindungi unitnya, 2)mengamati, melaporkan pada perwira tertinggi, tetap di tempat dan mengadakan kontak dengan pihak berwajib setempat, 3)mengamati, melaporkan kepada perwira tertinggi, tetap berada di tempat, memperingatkan bahwa ia akan menggunakan senjata apabila terpaksa sambil memperlihatkan bahwa ia mengisi senjata sambil mengambil posisi menembak. 7 Ada pembatasan lainnya, menyangkut penggunaan senjata untuk membela diri. Personel tidak diperbolehkan untuk melakukan penembakan apabila hal itu dipandang akan menyebabkan kerusakan yang sangat parah. Personel UNPROFOR juga harus mengehentikan tembakan apabila phak lawan berhenti menembak. Personel UNPROFOR diperbolehkan menembak tiba-tiba tanpa tembakan peringatan hanya apabila nyawa mereka terancam atau ada orang yang berada dalam perlindungan UNPROFOR yang nyawanya terancam atau beresiko mengalami pendarahan. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 perwakilan dari Pakistan dalam laporannya mengatakan bahwa keputusan tersebut tidak dilaksanakan dengan sepenuh hati8. Prof. J.C. H. Blom, Director of the Invesitigation PBB, mengatakan, “the Dutchbat was dispatched "on a mission with a very unclear mandate to a zone described as a safe haven although there was no clear distinction of what that meant." The lightly armed unit was going into a cauldron where "to keep peace where there was no peace and without obtaining knowledge of in depth information from the Canadian predecessors in the enclave9.” (Pasukan Dutchbatt dikirim dengan suatu mandat yang sangat tidak jelas, di mana mereka digambarkan akan dikirim menuju suatu daerah aman, walaupun ada ketidak jelasan mengenai apa yang dimaksud. Pasukan dengan persenjataan ringan tersebut dikirim menuju ke suatu tempat untuk menjaga perdamaian di mana sebenarnya belum ada perdamaian, dan tanpa informasi yang mendalam dari pasukan Canada yang bertugassebelumnya) 4.2.2 Perubahan status lokasi penerjunan pasukan : Srebrenica sebenarnya bukanlah daerah yang layak disebut sebagai “safe area”. Hal ini disebabkan karena pasukan Bosnia melakukan penyerangan dari dalam daerah Srebreica. Selain itu, militer Bosnia juga menggunakan daerah demiliterisasi sebagai tempat untuk memproduksi senjata. Serangan yang dilakukan oleh pasukan Bosnia itu sebenarnya adalah hasil dari “pancingan” pasukan Serbia yang dengan sengaja menerbangkan pesawat-pesawat tempurnya di atas Srebrenica. Hal ini tidak diperbolehkan, karena Srebrenica sebenarnya adalah wilayah no fly zone. Sehingga dalam hal ini, baik dari pihak Bosnia maupun Serbia yang mempunyai kendaraan tempur yang relatif kuat,tidak dapat menerbangkan pesawat apapun ke atas wilayah Srebrenica. Apa yang direncanakan oleh Serbia dapat dikatakan “berhasil”, karena pasukan Bosnia terpancing dengan aksi provokasi Serbia ini. Pasukan Bosnia lalu memberikan perlawanan dari dalam Srebrenica. Serangan balasan Bosnia ini dimaknai oleh Serbia sebagai alasan untuk masuk ke dalam Srebrenica dengan alasan bahwa Srebrenica ternyata telah dijadikan basis penyerangan oleh pasukan Bosnia. Dengan masuknya tentara Serbia ke dalam Srebrenica, maka dengan mudah pasukan Serbia dapat memukul mundur pasukan Bosnia, karena perlengkapan 8 Report of the Secretary-General pursuant to General Assembly resolution 53/35, Loc. cit., hal. 22. http://www.icrc.org/Web/Eng/siteeng0.nsf/iwpList367/9AF00A5C8EC21438C1256B660059191A, diakses pada 26 Januari 2011, pukul 11.00 WIB. 9 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 yang dimiliki oleh pasukan Serbia lebih lengkap dari pada yang dimiliki oleh pasukan Bosnia. Hal ini tidaklah mengherankan, karena pasukan Serbia adalah mayoritas di dalam tubuh kemiliteran Yugoslavia. Dalam hal ini, maka status Srebrenica sebagai safe area secara otomatis juga berubah. Dengan demikian, maka status pasukan yang seharusnya diterjunkan ke Srebrenica seharusnya bukanlah pasukan penjaga perdamaian (peacekeeping), tetapi seharusnya pasukan dengan status peace enforcement. Dampak dari mereka diterjunkan dengan status sebagai peacekeeping adalah mereka menempatkan diri mereka sebagai pasukan yang hanya berjaga-jaga saja, dan bukan sebagai pasukan yang siap untuk melakukan pertempuran. Sehingga, apa yang terjadi kemudian adalah pada saat kedatangan pasukan Serbia dengan posisi siap tempur, maka mereka tidak dapat berbuat apapun juga. Di lain pihak, penggunaan Srebrenica sebagai area untuk menyerang jelas – jelas dilarang, karena menurut Resolusi DK 819, 824, 836, 913, dan 959, yang antara lain berbunyi : - Freedom from armed attack or other hostile acts (bebas dari serangan bersenjata atau tindakan-tindakan permusuhan) - Maximum restraint and an end to all provocative and hostile actions in and around the safe areas by all parties and others concerned (adanya penghalang yang maksimum atas segala bentuk kegiatan profokatif dan tindakan permusuhan di dalam dan sekitar daerah aman, oleh pihak-pihak yang terlibat) Dalam menghadapi situasi ini, sebenarnya Dutchbat mempunyai kewenangan untuk mengatasi pelanggaran ini. Ada tiga hal yang dapat dilakukan oleh pasukan Dutchbat di dalam menghadapi kondisi semacam ini, yaitu melakukan peringatan secara verbal. Apabila tindakan ini tidak berhasil, maka pasukan Dutchbat dapat melakukan tembakan ke udara. Sebagai tindakan terakhir apabila dua tindakan sebelumnya tidak berhasil, maka pasukan Dutchbat dapat melakukan tembakan balasan kepada pihak-pihak yang melakukan tindakan-tindakan permusuhan. 4.2.3 Lokasi yang belum aman sepenuhnya : Sebelum diterjunkan, Dutch Batt dijanjikan bahwa mereka akan aman dari serangan bersenjata. Hal ini yang menyebabkan mereka disebut sebagai peacekeeping force. Tetapi pada kenyataan yang sebenarnya, mereka seharusnya diterjunkan sebagai pasukan peace enforcement. Perubahan status ini tidak mereka pikirkan sebelumnya. Mereka hanya berpatokan Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 pada laporan pasukan Canada ( Canbat ), yang menyatakan bahwa mereka telah berhasil menciptakan situasi yang aman. Keamanan daerah Srebrenica sebenarnya tidak layak, karena pihak-pihak yang bertikai menggunakan daerah tersebut sebagai sasaran serangan, maupun sebagai daerah untuk melakukan serangan. Tetapi pasukan UNPROFOR asal Belanda tersebut tidak melihat pada laporan Sekretaris Jenderal PBB yang tertuang di dalam Report of the Secretary General Pursuant To Security Council Resolution 959 ( 1994 ), yang mengatakan bahwa, “…the military situation in and around Srebrenica and Zepa during the past seven months has generally been much more stable than in the other safe areas. However, an increase of tension has been noted in Srebrenica due to the sporadic explosions and exchange of fire…” (situasi militer di dalam dan sekitar Srebrenica dan Zepa selama tujuh bulan terakhir ini secara umum telah semakin stabil dibandingkan dengan beberapa daerah aman lainnya. Tetapi, telah terjadi peningkatan serangan-serangan sporadis yang terjadi di Srebrenica) Pada paragraf yang lain dikatakan, “I concluded then that in short, UNPROFOR found itself in a situation where many safe areas were not safe…” (saya menyimpulkan bahwa UNPROFOR menemukan bahwa di beberapa daerah aman, situasi yang berjalan tidaklah aman.) Hal inilah yang tidak mereka lihat, sehingga Dutchbat tetap diterjunkan dengan status sebagai peacekeeping, bukan sebagai peace enforcement. Apabila mereka diterjunkan dengan status sebagai peace enforcement, maka dengan segala kelengkapan mereka, dan peraturan yang akan mendukung gerak laju mereka. 4.2.4 Tidak adanya koordinasi : Pasukan Dutchbat yang diturunkan di Srebrenica adalah pasukan yang menggantikan pasukan Canada. Pasukan Canada telah tiba di Srebrenica sebelumnya, dan mereka telah berhasil menjalankan tugas mereka dengan baik, tanpa kendala yang berarti. Tetapi mereka tidak memberitahukan kepada pasukan Dutchbat mengenai keadaan yang terjadi di Srebrenica secara mendetail. Secara sekilas, keadaan Srebrenica terlihat telah aman. Tetapi, letupan – letupan kecil masih sering terjadi. Informasi mengenai hal ini yang tidak diketahui oleh pasukan Dutchbat, karena mereka tidak mempunyai koordinasi dengan pasukan Canada. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Apabila mereka mengetahui secara mendetail, maka mereka akan melakukan berbagai persiapan yang lebih, sehingga tragedi Srebrenica akan dapat, dihindari, atau setidak – tidaknya, diminimalisir. 4.2.5 Perlengkapan yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan : Pasukan Dutchbat yang diturunkan di Srebrenica terdiri dari pasukan laki – laki dan perempuan. Selain itu, mereka adalah pasukan yang terdiri dari anggota wajib militer. Mereka bukanlah tentara profesional. Apabila mereka adalah tentara profesional, maka mereka akan lebih matang secara fisik maupun mental. Seperti yang telah dijabarkan, pasukan Dutchbat diterjunkan dengan hanya diperlengkapi dengan persenjataan yang seadanya 10 . Dengan persenjataan seperti pistol, senapan mesin ringan, senapan (rifle), senapan mesin berat yang berada pada armoured personel carrier, 6 mortir 81 mm yang ditempatkan pada beberapa pos pengamatan, anti tank jarak jauh dan menengah, senjata anti tank ringan, maka persenjataan mereka bukanlah persenjataan yang mencukupi. Hal ini diperparah dengan kenyataan bahwa amunisi yang dibawa oleh pasukan tersebut telah berusia satu tahun, dan hal ini menyebabkan amunisi yang tersedia berada dalam kondisi yang tidak memadai. Perlengkapan ini tentu saja bukanlah tandingan dari persenjataan pasukan Serbia. Seperti telah dijabarkan sebelumnya, pasukan Serbia menyerang daerah Srebrenica dengan persenjataan seperti artileri, mortir berat, motir ringan (dengan jumlah yang banyak), tank, kendaraan anti serangan udara yang digunakan untuk menyerang ke darat, senjata anti tank, dan roket yang diangkut dengan kendaraan. Sebenarnya, UNPROFOR, sebagai pasukan penjaga perdamaian, dapat menggunakan kendaraan lapis baja sebagai bagian dari persenjataan mereka. Hal tersebut sebenarnya juga telah diatur di dalam rules of engagement 11. Selain itu, mereka juga berhak untuk mendapatkan bantuan kekuatan udara, untuk mendukung gerak laju mereka. Tetapi, dikarenakan informasi yang salah mengenai keadaan pada daerah Srebrenica, maka perlengkapan tersebut tidak menjadi bagian dari operasional mereka. 4.2.6 Tidak adanya informasi yang tepat : Dalam setiap pelaksanaan suatu tugas, maka yang menjadi pedoman bagi tentara untuk bergerak adalah laporan intelejen yang memadai. Hal ini adalah sesuatu yang mutlak. Tanpa 10 Dari keterangan yang didapatkan selama penelitian, maka persenjataan itulah yang menjadi postur dari Dutch Battalion. 11 Peraturan kedua adalah senjata apa saja yang dapat dibawa : semi loaded dan loaded Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 adanya laporan intelejen yang tepat, maka tentara itu sama saja dengan “berjudi.” Mereka tidak dapat menentukan sesuatu yang pasti. Mereka hanya dapat menebak – nebak apa yang akan mereka temui. Hal inilah yang menjadikan mereka salah untuk menempatkan diri mereka. Dengan informasi yang seadanya, maka gerak mereka juga menjadi sangat terbatas. 4.2.7 Adanya mis-komunikasi : Pada tanggal 10 Juli 1995 pagi, di mana keadaan telah sangat mendesak, komandan Dutchbat, Thomas Karremans, meminta bantuan udara NATO, yang telah menjanjikan untuk memberikan bantuan serangan udara, kapanpun dibutuhkan. Setelah NATO menerima permintaan tersebut, NATO menjanjikan bahwa bantuan serangan udara akan dilakukan pada tanggal 11 Juli, pada pukul 06.50. Tetapi pada saat yang dijanjikan, pesawat udara NATO belum juga tampak, sehingga pada pukul 07.00. Pada pukul 07.45, Karremans mengulangi lagi permintaan bantuan serangan udara. Permintaan ulang bantuan serangan udara tersebut baru sampai di markas besar pada pukul 10.00, dan pada pukul 14.40, bantuan serangan udara NATO baru dapat dilakukan, di mana pada saat itu, Srebrenica telah jatuh ke tangan Serbia. Bantuan serangan udara NATO tersebut mengirimkan 18 pesawat tempur. Tetapi dari 18 pesawat tempur yang ada, hanya 6 saja yang dikirimkan ke Srebrenica, karena sisanya harus melakukan operasi di wilayah lain. Kejadian itu terjadi karena masing – masing komandan mengalami mis – komunikasi. Hal itulah yang menyebabkan mereka terlambat memberikan bantuan serangan udara. Apabila tidak terjadi mis – komunikasi, maka serangan udara akan dapat tiba lebih cepat, dan dapat mengurangi jumlah korban pembantaian. Sebenarnya, hal ini tidak perlu terjadi apabila mereka mengingat janji dari wakil khusus PBB untuk krisis Balkan, Yashushi Akachi, yang mengatakan bahwa ia akan mengirimkan bantuan udara, setiap saat apabila bantuan itu diperlukan. Apa yang telah dilakukan oleh komandan Dutchbat, yaitu meminta bantuan serangan udara telah benar. Hal ini telah sesuai dengan apa yang tertulis dalam RoE yang mereka terima, yaitu dalam menghadapi kondisi di mana terdapat suatu kegiatan yang mengancam,maka pasukan yang bertugas dapat melaporkan kepada pimpinan tertinggi, dan lalu meminta bantuan serangan. Permintaan bantuan serangan udara juga merupakan langkah yang tepat, karena pada saat-saat yang genting, di mana posisi musuh telah semakin mendekat dan mengancam, maka Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 serangan udara adalah pilihan yang paling logis. Hal ini dikarenakan serangan udara dapat dilakukan dengan cepat dan persiapan yang dilakukan dapat dilakukan dengan cepat pula. Akan berbeda apabila yang dikirim adalah pasukan melalui jalan darat. Hal ini dikarenakan perjalanan pasukan tersebut akan memakan waktu yang relatif lama. Hal ini juga berlaku bagi pasukan yang diterjunkan melalui udara, karena setelah mereka mendarat, maka pasukan tersebut harus berkonsolidasi dengan sesama anggota regu mereka, dan ada kemungkinan mereka akan mendarat jauh dari lokasi yang ditentukan. Tetapi, bantuan serangan udara yang dijanjikan datang setiap saat apabila diperlukan, tidak dapat dilakukan, karena adanya perencanaan yang salah, dan hal tersebut berdampak langsung dan besar terhadap kinerja dari pasukan itu. Ted Robert Gurr dan Barbara Harff, menuliskan : “The longer the delay in effective renponses, the more difficult and costly peacekeeping and peacebuilding will be.”12 Apabila kita telah melihat penjelasan di atas, maka akan terlihat jelas bahwa kesalahan yang terjadi bukanlah semata – mata kesalahan dari pasukan Dutch Bat sendiri. Akan tetapi, faktor – faktor lain di luar pasukan Dutch Bat juga berperan dalam kegagalan ini. 4.3 Pelajaran Dari Kegagalan UNPROFOR di Srebrenica Dari hasil analisa yang telah dipaparkan oleh Penulis, maka Penulis akan mencoba untuk mengambil pelajaran dari kegagalan UNPROFOR di Srebrenica. Dalam hal tugas UNPROFOR Dutchbat di lapangan,maka kita harus melihat dari sudut pandang teori Just War, terutama pada konsep Jus In Bello, yaitu peraturan-peraturan di dalam peperangan. Dalam konsep Jus In Bello, terdapat salah satu poin yaitu mengenai perlakuan diskriminasi, yaitu adanya perbedaan perlakuan terhadap pihak kombatan dan non-kombatan. Dalam menghadapi kombatan, maka telah jelas bahwa pasukan yang bertugas diberikan kewenangan untuk melakukan kegiatan bersenjata. Tetapi kepada pihak-pihak non-kombatan, maka ada perlakuan khusus yang harus dilaksanakan oleh pasukan yang bertugas di lapangan. Perlakuan khusus tersebut adalah bahwa pihak dalam menghadapi pihak non-kombatan tidak 12 Ted Robert Gurr and Barbara Harff, op. cit, hal. 148 Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 dapat dilakukan kegiatan bersenjata. Selain itu, pasukan yang bertugas di lapangan juga harus melakukan perlindungan terhadap pihak non-kombatan tersebut. Terkait dengan kasus yang terjadi di Srebrenica, maka dapat dikatakan bahwa pasukan Serbia tidak melakukan perlakuan diskriminasi yang telah tertuang di dalam Jus In Bello tersebut. Hal ini dapat dilihat dari apa yang telah dilakukan oleh pasukan Serbia, yaitu melakukan pembantaian terhadap pengungsi Bosnia, sehingga jumlah korban yang berjatuhan mencapai 7.000 lebih korban jiwa. Selain dari jumlah korban dari pengungsi Bosnia, pasukan Serbia juga melakukan aksi penawanan terhadap personel Dutchbat, di mana antara pasukan Serbia dan personel Dutchbat sebenarnya tidak ada hubungan permusuhan. Pasukan penjaga perdamaian seringkali diterjunkan dengan mandat yang tidak jelas. Hal ini tentu saja akan berimplikasi pada penerapan strategi yang tidak maksimal, dan pada akhirnya menimbulkan korban jiwa, baik pada kalangan pasukan penjaga perdamaian itu sendiri atau pada kalangan warga sipil. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana pasukan UNPROFOR Dutch Battalion yang diterjunkan dengan dua mandat yang berseberangan, maka yang terjadi adalah kekacauan pada saat mereka akan melakukan tugas yang telah ditunjuknya. Selain itu, kondisi pasukan penjaga perdamaian adalah pasukan yang berada dalam kondisi yang berada antara konflik yang kemungkinan akan semakin membesar, atau akan semakin mengecil. Apabila konflik yang terjadi adalah semakin mengecil, maka hal itu bukanlah masalah bagi pasukan penjaga perdamaian. Tetapi yang menjadi permasalahan adalah apabila konflik yang terjadi menjadi semakin membesar, bahkan semakin meluas. Dengan kondisi yang demikian, maka pasukan penjaga perdamaian sudah seharusnya memiliki kewenangan dalam merubah status mereka sebagai peacekeeping forces menjadi peace enforcement forces, di mana apabila mereka memiliki status sebagai peace enforcement forces, maka mereka akan memiliki kewenangan untuk membawa persenjataan yang lebih lengkap. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Selain itu, Department of Peacekeeping Operation (DPKO) sebagai lembaga yang langsung berkaitan dengan pembentukan dan penerjunan pasukan penjaga perdamaian juga harus dilengkapi dengan tenaga intelejen yang memadai,baik secara kuantitas dan kualitas. Hal ini dianggap perlu, sebab dengan kondisi lapangan yang berada pada “daerah abu-abu”, maka kebutuhan akan tenaga intelejen yang memadai sangat dibutuhkan oleh pasukan yang akan diterjunkan. Hal yang tidak kalah penting, dan merupakan pusat dari kegiatan pasukan penjaga perdamaian, yaitu mandat yang akan diberikan kepada pasukan penjaga perdamaian. Apabila selama ini mandat disusun dan diberikan oleh Dewan Keamanan PBB, sebagai lembaga yang berada di atas DPKO, maka sudah seharusnya mandat pasukan penjaga perdamaian PBB disusun langsung oleh DPKO, dengan berbagai masukan dari pihak-pihak luar, seperti wakil dari negara-negara dan organisasi internasional yang pernah berhubungan dengan negara tujuan, dan tentu dengan masukan dari pihak intelejen, dengan pengawasan dari Dewan Keamanan PBB. Hal ini dipandang perlu sebab, suatu mandat tidak dapat disusun oleh pihak yang tidak mempunyai pengalaman di lapangan, atau tidak mempunyai pandangan mengenai negara tujuan. Apabila hal itu tetap dilaksanakan, maka hal itu sama saja seperti orang buta yang dituntun oleh orang buta. Di satu sisi, pihak penyusun tidak mengerti mengenai keadaan di lapangan, dan di sisi lain, pasukan yang akan bertugas harus menjalankan apa yang telah tertulis pada mandat tersebut. Kerjasama yang baik di antara pembuat keputusan, terutama pada pihak-pihak pengambil keputusan di dalam Dewan Keamanan PBB juga merupakan hal yang sangat penting. Salah satu hal yang menjadi penghambat adalah adanya ketidak samaan suara di dalam pembuatan mandat. Seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, bahwa penentuan mengenai pembuatan resolusi Dewan Keamanan mengenai konflik Balkan, ada perpecahan suara di antara anggota tetap Dewan Keamanan. Russia menjadi negara yang tidak menginginkan sanksi yang dijatuhkan kepada Serbia. Hal ini lebih disebabkan oleh karena adanya hubungan sejarah antara Russia dan Serbia yang terjalin pada saat Perang Dunia II. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Dengan adanya perbedaan suara dari salah satu pihak, dalam hal ini adalah Russia, maka pengambilan keputusan PBB akan mengalami hambatan yang berakibat pada mundurnya perencanaan dan pelaksanaan pengiriman bantuan. Semakin lambatnya waktu yang dibutuhkan, maka kemungkinan akan jatuhnya korban yang lebih besar lagi pada pihak warga sipil akan semakin besar. Dalam hal kerjasama dengan pihak-pihak lain, seperti pihak organisasi internasional, maka pihak-pihak tersebut harus dapat mematuhi perintah dari komandan lapangan yang bertugas di lapangan saat itu. Hal ini dikarenakan komandan yang bertugas saat itu di lapangan adalah pihak yang sangat mengerti mengenai situasi dan kondisi di lapangan, dan yang paling penting, komandan tersebut adalah orang yang sangat bertanggung jawab atas apapun yang terjadi, baik yang terjadi pada pasukannya, maupun pada warga sipil atau warga non kombatan. Hal lain yang tidak kalah pentingnya yang harus dijadikan pedoman bagi pasukan penjaga perdamaian yang bertugas di lapangan dan menemui kasus seperti yang terjadi di Srebrenica adalah mengenai pentingnya penggunaan konsep Responsibility to Protect (R2P). Konsep R2P ini adalah sebuah konsep baru yang mempunyai prinsip bahwa dengan adanya kewenangan, maka timbul juga suatu bentuk tanggung jawab untuk mencegah terjadinya kejahatan luar biasa, yaitu kejahatan genosida, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembersihan etnis 13. Dalam kasus Srebrenica, di mana terdapat suatu kesimpang siuran perintah dan hal-hal lain, maka menyebabkan pasukan Dutchbat tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Pasukan Dutchbat yang mengalami kebingungan karena adanya dua mandat yang tidak sejalan, tentu tidak dapat begitu saja meninggalkan tugasnya. Pasukan tersebut juga tidak dapat menyelesaikan apa yang menjadi kebuntuan dalam pelaksanaan tugas di lapangan dengan hanya memberikan keleluasaan bagi pasukan Bosnia untuk menyerang balik pasukan Serbia dan memberikan bantuan persenjataan bagi penduduk sipil warga Bosnia, karena status mereka adalah pihak non-kombatan. 13 http://www.un.org/preventgenocide/adviser/mandate.shtml, diakses pada 25 Juni 2011, pukul 12.30 WIB Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 Maka satu-satunya cara yang dapat digunakan adalah mereka melakukan serangan balik untuk mengusir pasukan Serbia dari zona aman Srebrenica,dengan berpegangan pada rules of engagement (RoE). Apabila hal ini dilakukan, maka posisi Dutchbat tidak dapat dipersalahkan, karena melanggar mandat yang mereka terima. Hal ini dikarenakan selain karena adanya rules of engagement sebagai acuan mereka di lapangan. Dalam peraturan ke delapan dari RoE yang mereka dapatkan, dengan jelas dikatakan bahwa untuk meminimalisir kegiatan-kegiatan bersenjata, maka pasukan Dutchbat diberikan tiga pilihan aksi yang dapat mereka lakukan. Yang pertama adalah peringatan yang diberikan secara verbal, aksi menembak ke udara, dan yang ketiga adalah memberikan tembakan balasan. Dengan demikian, maka seharusnya pasukan Dutchbat dapat “mengenyampingkan” apa yang telah tertulis didalam mandat, yaitu mereka tidak dapat melakukan aksi penembakan apabila mereka tidak ditembak. Hal ini penting, karena apa yang terjadi di lapangan adalah aksi genosida terhadap warga sipil Bosnia,dan dengan kewenangan yang telah diemban oleh pasukan Dutchbat, maka mereka memikul tanggung jawab untuk melindungi warga sipil tersebut dari aksi kejahatan luar biasa tersebut. Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 1 Bab 5 : Kesimpulan Berdasarkan pertanyaan penelitian, “Mengapa Terjadi Kegagalan Pada Misi UNPKF di Srebrenica?” dan pertanyaan tambahan bagaimanakah seharusnya UNPKF di Srebrenica (UNPROFOR) bertindak, maka penulis akan menjawabnya melalui hipotesa awal yang telah dikemukakan pada bab 1. Selama ini, apabila suatu pasukan peacekeeping akan diterjunkan ke suatu wilayah konflik, maka Dewan Keamanan PBB akan membuat suatu mandat bagi pasukan tersebut. Tetapi sangat disayangkan bahwa dalam pengiriman UNPKF yang bertugas dalam konflik Balkan (UNPROFOR), mandat yang diberikan malah berujung pada kegagalan misi UNPKF di daerah Srebrenica. Kegagalan misi UNPKF di Srebrenica tersebut, dapat dilihat dari delapan kesalahan yang telah dijelaskan dalam bab 4, yaitu : Mandat yang tidak sejalan. Yang dimaksudkan dengan mandat yang tidak sejalan adalah mandat bagi UNPROFOR berisi dari dua perintah yang saling bertentangan satu dengan lainnya. Dalam satu mandat diperintahkan agar UNPROFOR melindungi pengungsi yang berada di kantong-kantong perlindungan. Tetapi pada mandat yang lain, UNPROFOR juga diberikan perintah bahwa mereka dilarang untuk melakukan serangan, apabila mereka tidak diserang. Suatu hal yang sangat bertolak belakang, karena mereka tidak akan dapat melindungi pengungsi, apabila mereka tidak diperbolehkan untuk menyerang. Hal ini kemudian terbukti bahwa mandat tersebut pada akhirnya tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Dengan mandat bahwa mereka tidak diperbolehkan untuk menyerang, maka pada saat pasukan Serbia datang dan membunuhi pengungsi Bosnia di Srebrenica, maka pasukan UNPROFOR hanya berdiam diri saja, karena pasukan Serbia tidak melakukan serangan yang ditujukan kepada pasukan UNPROFOR. UNIVERSITAS INDONESIA Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 2 Perubahan status lokasi penerjunan pasukan : Srebrenica sebenarnya bukanlah daerah yang pantas untuk disebut sebagai safe area. Hal ini disebabkan karena pasukan Bosnia mempergunakan daerah safe area sebagai basis penyerangan mereka. Dengan daerah yang demikian, maka tidak seharusnya Srebrenica disebut sebagai safe area. Kegagalan lain juga disebabkan oleh karena pasukan UNPROFOR diterjunkan tidak dengan perlengkapan yang sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Hal ini berkaitan dengan mandat yang tidak sesuai di lapangan. Selain berkaitan dengan mandat yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan, hal ini berkaitan pula dengan informasi yang tidak akurat. Pada saat pasukan UNPROFOR asal Belanda tersebut diterjunkan ke Srebrenica, mereka hanya mengetahui bahwa daerah tersebut adalah kantong perlindungan bagi pengungsi. Oleh karena itu, persenjataan yang mereka miliki hanyalah persenjataan ringan, dan kendaraan yang mereka miliki adalah kendaraan dengan fungsi sebagai alat transportasi, dan bukan sebagai alat tempur. Di lain pihak, pasukan Serbia yang menyerang para pengungsi adalah pasukan yang bersenjatakan senjata berat, dan menggunakan kendaraan tempur. Dengan melihat persenjataan Serbia yang lebih lengkap, maka hal tersebut secara tidak langsung menurunkan moral tempur mereka. Dengan moral tempur yang merosot, maka dapat dipastikan bahwa mereka tidak memiliki keinginan untuk melakukan serangan balik Temuan lain adalah pasukan UNPROFOR diterjunkan dengan informasi yang sangat minim. Informasi ini melingkupi informasi mengenai lokasi di mana mereka diterjunkan, dan informasi mengenai kondisi yang berkembang. Dengan minimnya informasi yang mereka miliki, maka UNPROFOR asal Belanda memasuki suatu wilayah layaknya orang yang tidak mengerti apapun juga. Hal ini menyebabkan mereka tidak siap untuk menghadapi kemungkinan terburuk yang ada, yaitu kemungkinan terjadinya serangan yang akan dilakukan oleh pihak musuh. Hal ini kemudian terbukti pada saat terjadinya serangan yang dilakukan oleh pihak Serbia, pihak pasukan Belanda tidak siap, karena mereka hanya dibekali oleh persenjataan ringan saja. Sedangkan pasukan Serbia yang UNIVERSITAS INDONESIA Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 3 melakukan serangan adalah pasukan yang membawa persenjataan lengkap dan kendaraan tempur. Temuan lain adalah tidak adanya koordinasi dan kerja sama yang baik antara satu kelompok pasukan dengan kelompok pasukan yang lain. Sebelum pasukan Belanda diterjunkan ke daerah Srebrenica, pasukan sebelumnya, yaitu pasukan Canada tidak memberikan laporan mengenai hasil yang mereka dapatkan selama mereka berada di Srebrenica. Dengan tidak adanya laporan dari pasukan Canada, maka pasukan Belanda yang akan diterjunkan menganggap bahwa keadaan yang terjadi di Srebrenica adalah keadaan seperti yang mereka dapatkan, yaitu keadaan yang aman, di mana konflik tidak akan terjadi. Lokasi yang belum aman sepenuhnya juga adalah penyebab dari kegagalan operasi UNPROFOR asal Belanda di Srebrenica. Selain sebagai sasaran penyerangan pasukan Serbia, ternyata pasukan Bosnia juga melakukan serangan dari dalam Srebrenica. Hal inilah yang menyebabkan Srebrenica sebenarnya tidak dapat disebut lokasi yang aman, karena tingkat kerawanan terjadinya konflik yang semakin membesar. Adanya mis komunikasi juga disebut-sebut sebagai faktor kegagalan misi UNPROFOR Dutch Battalion di Srebrenica. Pada saat komandan pasukan Dutch Battalion meminta bantuan udara dari NATO, bantuan yang diharapkan ternyata datang terlambat. Padahal, apabila bantuan udara tersebut datang tepat pada saatnya, maka jumlah korban yang tinggi dapat dihindari. Pasukan penjaga perdamaian adalah pasukan yang diterjunkan ke dalam suatu daerah yang dianggap telah aman, di mana telah disepakatinya perjanjian gencatan senjata. Tetapi kenyataan yang terjadi di lapangan sering berkata lain. Pengalaman yang menimpa pasukan UNPROFOR asal Belanda di Srebrenica adalah bukti dari perubahan kondisi yang terjadi secara tiba-tiba. Sebagai tentara, pasukan Belanda harus mematuhi mandat yang berlaku. Tetapi mereka tidak dapat diam begitu saja dan tidak melakukan apapun juga, dengan alasan bahwa mandat yang mereka terima berkata lain dengan kenyataan yang terjadi. UNIVERSITAS INDONESIA Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 4 Penulis memperkirakan bahwa permasalahan pada pasukan penjaga perdamaian akan selalu muncul selama belum adanya perubahan-perubahan mendasar yang terjadi pada tubuh UNPKF. Tetapi di dalam mencari perubahan-perubahan mendasar pada tubuh UNPKF, timbul perdebatan antara konsep peacekeeping dan peace enforcement. Perdebatan itu dikarenakan terkadang sangat sulit untuk menilai suatu keadaan yang akan terjadi di dalam suatu konflik. Terkadang konflik yang disangka telah menurun, ternyata meningkat menjadi konflik yang lebih besar. Apabila UNPKF tetap mempunyai bentuk seperti yang berlaku saat ini, maka dikhawatirkan akan selalu terjadi jatuhnya korban jiwa dari kalangan warga sipil dan bahkan dari kalangan pasukan UNPKF itu sendiri 1. Sebagai penutup, penulis ingin mengusulkan topik yang terkait dengan permasalahan yang penulis angkat, yaitu mengenai UNPKF. Dengan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh UNPKF, yaitu kenyataan bahwa saat ini bukan hanya konflik antar aktor negara saja yang akan dihadapi oleh UNPKF, dan dengan adanya konsep Responsibility to Protect (R2P), maka penulis mengusulkan agar topik-topik seputar UNPKF dapat dijadikan bahan untuk melakukan penelitian, terutama penelitian dalam hal pencarian suatu model UNPKF yang sesuai dengan kompleksnya permasalahan yang ada saat ini. 1 Sebagai perbandingan dengan kasus yang serupa, yang terjadi pada April 1994, di Rwanda. Kasus ini terjadi di sebuah sekolah yang bernama Don Bosco Technical School (Ecole Technique Officielle), di mana sekolah tersebut dijadikan markas pasukan United Nations Assistance Mission for Rwanda (UNAMIR) asal Belgia dan pengungsi warga Tutsi dan warga asing. Kekacauan terjadi pada saat pasukan Belgia di bawah komando Kapten Luc Lemaire, menerima perintah untuk meninggalkan sekolah tersebut untuk membawa pengungsi warga asing dan meninggalkan warga Tutsi. Setelah perdebatan antara pengungsi dan Kapten Luc Lemaire, maka pasukan Belgia tersebut meninggalkan lokasi pengungsi, sehingga warga Hutu yang telah menunggu di sekitar sekolah dapat masuk dengan leluasa dan membunuhi warga Tutsi. UNIVERSITAS INDONESIA Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 1 Bab 5 : Kesimpulan Berdasarkan pertanyaan penelitian, “Mengapa Terjadi Kegagalan Pada Misi UNPKF di Srebrenica?” dan pertanyaan tambahan bagaimanakah seharusnya UNPKF di Srebrenica (UNPROFOR) bertindak, maka penulis akan menjawabnya melalui hipotesa awal yang telah dikemukakan pada bab 1. Selama ini, apabila suatu pasukan peacekeeping akan diterjunkan ke suatu wilayah konflik, maka Dewan Keamanan PBB akan membuat suatu mandat bagi pasukan tersebut. Tetapi sangat disayangkan bahwa dalam pengiriman UNPKF yang bertugas dalam konflik Balkan (UNPROFOR), mandat yang diberikan malah berujung pada kegagalan misi UNPKF di daerah Srebrenica. Kegagalan misi UNPKF di Srebrenica tersebut, dapat dilihat dari delapan kesalahan yang telah dijelaskan dalam bab 4, yaitu : Mandat yang tidak sejalan. Yang dimaksudkan dengan mandat yang tidak sejalan adalah mandat bagi UNPROFOR berisi dari dua perintah yang saling bertentangan satu dengan lainnya. Dalam satu mandat diperintahkan agar UNPROFOR melindungi pengungsi yang berada di kantong-kantong perlindungan. Tetapi pada mandat yang lain, UNPROFOR juga diberikan perintah bahwa mereka dilarang untuk melakukan serangan, apabila mereka tidak diserang. Suatu hal yang sangat bertolak belakang, karena mereka tidak akan dapat melindungi pengungsi, apabila mereka tidak diperbolehkan untuk menyerang. Hal ini kemudian terbukti bahwa mandat tersebut pada akhirnya tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Dengan mandat bahwa mereka tidak diperbolehkan untuk menyerang, maka pada saat pasukan Serbia datang dan membunuhi pengungsi Bosnia di Srebrenica, maka pasukan UNPROFOR hanya berdiam diri saja, karena pasukan Serbia tidak melakukan serangan yang ditujukan kepada pasukan UNPROFOR. UNIVERSITAS INDONESIA Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 2 Perubahan status lokasi penerjunan pasukan : Srebrenica sebenarnya bukanlah daerah yang pantas untuk disebut sebagai safe area. Hal ini disebabkan karena pasukan Bosnia mempergunakan daerah safe area sebagai basis penyerangan mereka. Dengan daerah yang demikian, maka tidak seharusnya Srebrenica disebut sebagai safe area. Kegagalan lain juga disebabkan oleh karena pasukan UNPROFOR diterjunkan tidak dengan perlengkapan yang sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Hal ini berkaitan dengan mandat yang tidak sesuai di lapangan. Selain berkaitan dengan mandat yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan, hal ini berkaitan pula dengan informasi yang tidak akurat. Pada saat pasukan UNPROFOR asal Belanda tersebut diterjunkan ke Srebrenica, mereka hanya mengetahui bahwa daerah tersebut adalah kantong perlindungan bagi pengungsi. Oleh karena itu, persenjataan yang mereka miliki hanyalah persenjataan ringan, dan kendaraan yang mereka miliki adalah kendaraan dengan fungsi sebagai alat transportasi, dan bukan sebagai alat tempur. Di lain pihak, pasukan Serbia yang menyerang para pengungsi adalah pasukan yang bersenjatakan senjata berat, dan menggunakan kendaraan tempur. Dengan melihat persenjataan Serbia yang lebih lengkap, maka hal tersebut secara tidak langsung menurunkan moral tempur mereka. Dengan moral tempur yang merosot, maka dapat dipastikan bahwa mereka tidak memiliki keinginan untuk melakukan serangan balik Temuan lain adalah pasukan UNPROFOR diterjunkan dengan informasi yang sangat minim. Informasi ini melingkupi informasi mengenai lokasi di mana mereka diterjunkan, dan informasi mengenai kondisi yang berkembang. Dengan minimnya informasi yang mereka miliki, maka UNPROFOR asal Belanda memasuki suatu wilayah layaknya orang yang tidak mengerti apapun juga. Hal ini menyebabkan mereka tidak siap untuk menghadapi kemungkinan terburuk yang ada, yaitu kemungkinan terjadinya serangan yang akan dilakukan oleh pihak musuh. Hal ini kemudian terbukti pada saat terjadinya serangan yang dilakukan oleh pihak Serbia, pihak pasukan Belanda tidak siap, karena mereka hanya dibekali oleh persenjataan ringan saja. Sedangkan pasukan Serbia yang UNIVERSITAS INDONESIA Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 3 melakukan serangan adalah pasukan yang membawa persenjataan lengkap dan kendaraan tempur. Temuan lain adalah tidak adanya koordinasi dan kerja sama yang baik antara satu kelompok pasukan dengan kelompok pasukan yang lain. Sebelum pasukan Belanda diterjunkan ke daerah Srebrenica, pasukan sebelumnya, yaitu pasukan Canada tidak memberikan laporan mengenai hasil yang mereka dapatkan selama mereka berada di Srebrenica. Dengan tidak adanya laporan dari pasukan Canada, maka pasukan Belanda yang akan diterjunkan menganggap bahwa keadaan yang terjadi di Srebrenica adalah keadaan seperti yang mereka dapatkan, yaitu keadaan yang aman, di mana konflik tidak akan terjadi. Lokasi yang belum aman sepenuhnya juga adalah penyebab dari kegagalan operasi UNPROFOR asal Belanda di Srebrenica. Selain sebagai sasaran penyerangan pasukan Serbia, ternyata pasukan Bosnia juga melakukan serangan dari dalam Srebrenica. Hal inilah yang menyebabkan Srebrenica sebenarnya tidak dapat disebut lokasi yang aman, karena tingkat kerawanan terjadinya konflik yang semakin membesar. Adanya mis komunikasi juga disebut-sebut sebagai faktor kegagalan misi UNPROFOR Dutch Battalion di Srebrenica. Pada saat komandan pasukan Dutch Battalion meminta bantuan udara dari NATO, bantuan yang diharapkan ternyata datang terlambat. Padahal, apabila bantuan udara tersebut datang tepat pada saatnya, maka jumlah korban yang tinggi dapat dihindari. Pasukan penjaga perdamaian adalah pasukan yang diterjunkan ke dalam suatu daerah yang dianggap telah aman, di mana telah disepakatinya perjanjian gencatan senjata. Tetapi kenyataan yang terjadi di lapangan sering berkata lain. Pengalaman yang menimpa pasukan UNPROFOR asal Belanda di Srebrenica adalah bukti dari perubahan kondisi yang terjadi secara tiba-tiba. Sebagai tentara, pasukan Belanda harus mematuhi mandat yang berlaku. Tetapi mereka tidak dapat diam begitu saja dan tidak melakukan apapun juga, dengan alasan bahwa mandat yang mereka terima berkata lain dengan kenyataan yang terjadi. UNIVERSITAS INDONESIA Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 4 Penulis memperkirakan bahwa permasalahan pada pasukan penjaga perdamaian akan selalu muncul selama belum adanya perubahan-perubahan mendasar yang terjadi pada tubuh UNPKF. Tetapi di dalam mencari perubahan-perubahan mendasar pada tubuh UNPKF, timbul perdebatan antara konsep peacekeeping dan peace enforcement. Perdebatan itu dikarenakan terkadang sangat sulit untuk menilai suatu keadaan yang akan terjadi di dalam suatu konflik. Terkadang konflik yang disangka telah menurun, ternyata meningkat menjadi konflik yang lebih besar. Apabila UNPKF tetap mempunyai bentuk seperti yang berlaku saat ini, maka dikhawatirkan akan selalu terjadi jatuhnya korban jiwa dari kalangan warga sipil dan bahkan dari kalangan pasukan UNPKF itu sendiri 1. Sebagai penutup, penulis ingin mengusulkan topik yang terkait dengan permasalahan yang penulis angkat, yaitu mengenai UNPKF. Dengan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh UNPKF, yaitu kenyataan bahwa saat ini bukan hanya konflik antar aktor negara saja yang akan dihadapi oleh UNPKF, dan dengan adanya konsep Responsibility to Protect (R2P), maka penulis mengusulkan agar topik-topik seputar UNPKF dapat dijadikan bahan untuk melakukan penelitian, terutama penelitian dalam hal pencarian suatu model UNPKF yang sesuai dengan kompleksnya permasalahan yang ada saat ini. 1 Sebagai perbandingan dengan kasus yang serupa, yang terjadi pada April 1994, di Rwanda. Kasus ini terjadi di sebuah sekolah yang bernama Don Bosco Technical School (Ecole Technique Officielle), di mana sekolah tersebut dijadikan markas pasukan United Nations Assistance Mission for Rwanda (UNAMIR) asal Belgia dan pengungsi warga Tutsi dan warga asing. Kekacauan terjadi pada saat pasukan Belgia di bawah komando Kapten Luc Lemaire, menerima perintah untuk meninggalkan sekolah tersebut untuk membawa pengungsi warga asing dan meninggalkan warga Tutsi. Setelah perdebatan antara pengungsi dan Kapten Luc Lemaire, maka pasukan Belgia tersebut meninggalkan lokasi pengungsi, sehingga warga Hutu yang telah menunggu di sekitar sekolah dapat masuk dengan leluasa dan membunuhi warga Tutsi. UNIVERSITAS INDONESIA Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 107 DAFTAR PUSTAKA Buku dan Artikel Ambarwati, Denny Ramdany dan Rina Rusman, “Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubungan Internasional”, Rajawali Press, 2010 Barnhart, C. L. and Stein, Jess, “The American College Dictionary”, Random House, New York, 1961 Bellamy, Alex J., Paul Williams, Stuart Griffin, “Understanding Peacekeeping”, Polity Press, 2004 Blake, Peter D., “Pengantar Hukum Humaniter Internasional.”, Komite Palang Merah Internasional Chesterman, Simon; “Just War or Just Peace”; Oxford University Press; 2001 Damrosch, Lori Fisler & Scheffer, David J., “Law and Force in the New International Order”, Westview Press, 1991 Diehl, Paul F. “International Peacekeeping”, The John Hopkins University Press, 1994 Farrar, Straus and Giroux, “Endgame : The Betrayal and Fall of Srebrenica, Europe’s Worst Massacre since World War II.”; New York : 1997. Fixdal, Mona, Department of Political Science, University of Oslo, and Dan Smith, International Peace Research Institute, Oslo, "Humanitarian Intervention and Just War," Mershon International Studies Review (1998) 42 Ghali, Boutros Boutros, “An Agenda For Peace:Preventive Diplomacy, Peacemaking and Peacekeeping”; New York; 1992 Gurr, Ted Robert and Harff, Barbara, Ethnic Conflict in World Politics : Dilemmas in World Politics, Westview Press, 1994 Gutman, Roy and Rieff, David, ”Crimes Of War : What The Public Should Know.”, W.W. Norton & Company, New York, 1999 “Hukum Prikemanusiaan Internasional”, selebaran dari Palang Merah Indonesia Huntington, Samuel P, Clash of Civilization and the Remaking of the World Order, Touchstone Books, 1996 UNIVERSITAS INDONESIA Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 108 Istanto, F. Sugeng, “Hukum Internasional”, Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 1998 K., Syahmin A. “Hukum Internasional Humaniter”, Penerbit ARMICO Bandung, 1985 Kaplan, Robert D., ”Balkan Ghost : A Journey Through History.”, Vintage Books, A Division Of Random House, INC. New York, 1996 Kalshoven, Frits and Liesbeth Zegveld, “Constraints On The Waging Of War : An Introduction to International Humanitarian Law”, International Committee Of The Red Cross, Maret 2001 Mataram, G.P.H. Haryo “Hukum Humaniter : Hubungan dan Keterkaitannya Dengan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional dan Hukum Perlucutan Senjata”, Disajikan sebagai pidato pengukuhan pada upacara penerimaan jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum; Universitas Trisakti, Jakarta; 2 Oktober 1997 McQueen,Norrie, Peacekeeping and the International System, Routledge, 2006 O’Donovan, Oliver; “The Just War Revisited”; Cambridge University Press; 2003 Pictet, Jean “Development And Principles Of International Humanitarian Law”; Martinus Nijhoff Publishers – Henry Dunant Institute; 1985 Sabrina P. Ramet, Angelo Georgakis. Thinking about Yugoslavia: Scholarly Debates about the Yugoslav Breakup and the Wars in Bosnia and Kosovo, Cambridge University Press, 2005 Sihombing, PLT, Military Operation Other Than War; Paper, disajikan pada Advanced Course On International Humanitarian Law And Human Rights Bagi Para Dosen – Dosen Fakultas Hukum Negeri Dan Swasta Se Indonesia; 7 – 11 Oktober 2002; UNAIR – ICRC Siswanto, Arie, “Yurisdiksi Material Mahkamah Kejahatan Internasional.”, Penerbit Ghalia Indonesia, April 2005 Starke, J.G. “ Pengantar Hukum Internasional ”, Penerbit Sinar Grafika, November 2004 UNIVERSITAS INDONESIA Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011 109 Konvensi Geneva Convention, Geneva 12 August 1949. International Criminal Tribunal for the FormerYugoslavia, IT-98-33-A, 19 April 2004 Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa Universal Declaration of Human Rights UN Security Council Resolutions No. 713/1991 UN Security Council Resolutions No. 721/1991 UN Security Council Resolutions No. 724/1991 UN Security Council Resolutions No. 762/1992 UN Security Council Resolutions No. 769/1992 UN Security Council Resolutions No. 779/1992 Koran Harian Umum Kompas, “Penggalian Mayat Korban Kebrutalan Serbia”, edisi 14 – 07- 1996 Harian Umum Kompas, ” 610 Mayat Korban Dimakamkan Kembali”, edisi 12 – 07 – 2005 Harian Umum Suara Pembaruan, “Serbia Menyerbu Srebrenica Dan Ancam Serang Zona Aman PBB”, edisi 12 – 07 – 1995 Internet United Nations Peacekeeping In The Service Of Peace : The Mission Of The Department Of Peacekeeping Operations. www.advocacynet.org www.amnesty.org www.bbc.co.uk www.crimesofwar.org, www.iep.utm www.un.org www.nato.org www.rnw.nl UNIVERSITAS INDONESIA Perlindungan warga...,Dimas Seti Adtya,FISIPUI,2011