PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PROFIL PERTUMBUHAN DAN ANALISIS KUALITATIF GLIKOSIDA JANTUNG KALUS DAUN KAMBOJA JEPANG (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) DALAM MEDIA GAMBORG DENGAN VARIASI KONSENTRASI 2,4 DIKLOROFENOKSI ASETAT DAN 6-FURFURIL AMINO PURIN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh : Vicky Ariestya Chandra NIM : 028114031 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Karena cinta dan kasih-Ku, Aku telah memberimu dukungan kekal dan harapan yang baik. Aku mendukung hatimu dan menguatkanmu di setiap usaha dan perkaramu. Kuncinya adalah menemukan kegembiraan di dalam harapan, kesabaran di tengah rasa frustasi dan masa-masa sulit, serta ketekunan di dalam doa. Pasti tidak akan ada yang terlalu sulit untuk-Ku jika kamu selalu mengandalkan-Ku. Karena Aku sumber segala pengharapan... from Your faithfull friend, Jesus 2 Tesalonika 2:16-17 iv PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI INTISARI Penelitian ini dilatarbelakangi maraknya penggunaan kultur jaringan untuk menghasilkan metabolit sekunder dari tanaman secara cepat dan optimal. Tujuannya yaitu membuktikan bahwa jaringan dapat menggantikan tanaman asal secara fungsional, termasuk menghasilkan metabolit sekunder. Dalam penelitian ini, metabolit sekunder yang diteliti yaitu glikosida jantung dari kalus daun kamboja Jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.). Eksplan untuk menghasilkan kalus didapat dari jaringan daun kamboja jepang yang ditanam secara in vitro pada media Gamborg dengan penambahan zat pengatur tumbuh asam 2,4-diklorofenoksi asetat (analog auksin) dan 6furfurilaminopurin. Kalus kemudian direfluks dengan menggunakan campuran kloroform - metanol (1 : 10 v/v). Analisis dilakukan dengan membandingkan waktu inisiasi kalus, profil pertumbuhan kalus, dan susut pengeringan kalus yang dikembangkan dalam media dengan dua macam perbandingan konsentrasi asam 2,4diklorofenoksiasetat dan 6-furfurilaminopurin. Analisis kandungan glikosida jantung kalus dilakukan dengan cara KLT yaitu dengan membandingkan harga Rf bercak hasil pengembangan ekstrak kalus dengan ekstrak daun kamboja jepang dalam fase diam silika GF254, fase gerak etil asetat – methanol – air (81 : 11 : 8 v/v) dengan jarak pengembangan 8 cm. Deteksi yang digunakan yaitu sinar UV 254 dan 365 nm, pereaksi Vanilin Asam Fosfat dan Kedde berdasarkan acuan (Wagner, 1984). Pembanding yang digunakan yaitu standard digitoksin. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa waktu inisiasi tercepat terjadi pada kalus dalam media dengan perbandingan 2,4-D dan FAP yaitu 4 : 4 dibanding konsentrasi 2,4-D 4 ppm. Fase pertumbuhan media Ga. II, fase lag terjadi pada hari 0-18, fase eksponensial terjadi pada hari 18-36, dan fase stasioner terjadi pada hari 36-42. Media Ga. III mengalami fase lag pada hari 0-15, fase eksponensial pada hari 15-36, dan fase stasioner pada hari 36-42. Waktu pencapaian fase stasioner keduanya dicapai setelah hari ke-36 dan laju peningkatan susut pengeringan antara kedua perbandingan konsentrasi tidak nampak perbedaan yang berarti. Harga Rf ekstrak kalus dari analisis profil KLT mirip dengan Rf bercak hasil pengembangan ekstrak daun kamboja Jepang dan standar digitoksin sehingga diduga kalus pada penelitian ini mengandung glikosida jantung seperti tanaman asalnya. Kata kunci : kamboja jepang,2,4-D, FAP, Adenium obesum, kalus vi PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI ABSTRACT This experiment is held because recently, tissue culture technologies are often used in producing secondary metabolite from plant, quick and optimal. The purpose of this experiment is to prove that the tissue can act as a complete plant system to produce secondary metabolie. The secondary metabolite that is researched is cardiac glycoside from leaves callus of kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.). The explant that produce callus is got from kamboja jepang leaves tissue which is planted in vitro in Gamborg medium with addition of 2,4dichlorophenoxyacetic acid (an auxin anologue) and 6-furfurylaminopurine (kinetin). Then, the dry callus is refluxed with chloroform-methanol mixed (1:10 v /v). The analysis done by comparing initiation time, callus growth profile, and drying decrease in callus which is planted in two kind of comination concentration.of 2,4-dichlorophenoxyacetic acid and 6-furfurylaminopurine. The analysis of the contain of cardiac glycoside in callus is done with KLT by comparing Rf value between KLT spots of callus extract and the mother plant leaves. This experiment use silica GF254 as static phase and the etil acetic : methanol : water mixed (81 : 11 : 8 v/v) as mobile phase. The detection include UV 254 dan 365 light, VPA (Vanillin Phosphoric Acid), and Kedde reagent according to Wagner (1984). Standard of Digitoxin is used as a comparated. From the result of experiment, it is known that the most rapid initiation time is happened in callus which is planted in 4 : 4 concentration of FAP and 2,4D. Growth phase of Ga. II medium, lag phase at 0-18th days, eksponensial phase at 18th-36th days, and stationary phase at 36th-42th days. Ga. III medium, lag phase at 0-15th days, eksponensial phase at 15th-36th days, and stationary phase at 36th- 42th days. Stationary phase reaching time, both are reached after 36 days from the inoculation and the increase rate of water contain between those are similar. The Rf value of callus extract’s KLT profile approach the Rf of mother plant leaves and digitoxin standard. The conclusion of this experiment is callus does contains some cardiac glycoside like the mother plant. Keywords : kamboja jepang, 2,4-D, FAP, Adenium obesum, callus vii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PRAKATA Puji syukur saya haturkan kepada Bapa yang Maha Besar atas berkat dan pendampingan yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Profil Pertumbuhan dan Analisis Kualitatif Glikosida Jantung Kalus Daun Kamboja Jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) dalam Media Gamborg dengan Variasi Konsentrasi 2,4-Diklorofenoksi Asetat dan Furfuril Amino Purin” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi. Penelitian sampai dengan penulisan skripsi ini tidak akan selesai, tanpa bantuan serta doa dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Keluarga terutama Papi Mami atas doa, dukungan, dan nasehatnya yang menguatkan dan mendorong saya untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Verdy, ooh saya, terima kasih atas pinjaman printernya. 2. Bapak Ignatius Yulius Kristio Budiasmoro, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah menawarkan proyek ini sehingga penulis tidak kesulitan dalam mencari usulan penelitian untuk skripsi. Beliau juga banyak memberikan masukan, ilmu, waktu, dan kesabaran dalam membimbing selama penelitian dan penulisan skripsi ini. 3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen Penguji Skripsi yang telah bersedia menguji dan memberikan saran demi kesempurnaan skripsi ini. viii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 4. Ibu Erna Tri Wulandari, M.Si, Apt., selaku Dosen Penguji Skripsi yang telah bersedia menguji serta memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. 5. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Farmasi atas ilmu dan bimbingannya selama lima tahun ini. 6. Seluruh laboran Fakultas Farmasi, terutama laboran Laboratorium Biologi (Mas Sigit, Mas Andri, Mas Wagiran, dan Mas Sarwanto) atas segala dukungan dan bantuannya selama ini serta Pak Iswandi atas kebersamaannya selama di lab. KJT. 7. Meymey ku tersayang, atas dukungan dan kesabarannya selama ini, dan terutama atas cintanya. 8. Teman-teman yang telah berjuang dan belajar bersama di Laboratorium Kultur Jaringan (Pak eko, Donny, dan Mellisa). 9. Teman-teman satu angkatan, terutama kelompok praktikum B atas kebersamaannya selama empat tahun ini (Ferry, Kobo, Beben, Kate, Dinta, Dewi_Ali). 10. Teman-teman kos Ksatria atas kebersamaannya selama 1 tahun ini. Terima kasih kalian sudah membuat saya menjadi lebih ceria, lebih semangat, lebih kuat dalam menghadapi hidup. Anak-anak atas Santo, Abe (cepat lulus ya !!), anak-anak bawah Onot (orang yang paling baik, tidak pernah marah, rendah hati dan tidak sombong, serta selalu kelihatan tidak pernah punya masalah dengan tampang culunnya), Ucup dan Ade (terima kasih ix PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI sudah mau dengerin curhatku), Budi tao dan Robby (terima kasih sudah menjadi penasehat spiritual ku) 11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah mendukung dan mendoakan penulis. Semoga Bapa membalas semua kebaikan, kasih, dan ketulusan yang selama ini dirasakan oleh penulis. Dalam penelitian dan penulisan skripsi ini, masih banyak kekurangan yang masih harus diperbaiki. Oleh karena itu, penulis menerima segala saran maupun kritik yang dapat membantu dan mendukung skripsi ini sehingga dapat lebih bermanfaat bagi masyarakat luas terutama di bidang kefarmasian. Yogyakarta, 1 Agustus 2007 x PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL………………………………………………………….. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………… ii HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………...… iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………………… v INTISARI…………………………………………………………………….. vi ABSTRACT………………………………………………………...………….vii PRAKATA……………………………………………………………………viii DAFTAR ISI………………………………………………………………….xi DAFTAR TABEL…………………………………………………………….xiv DAFTAR GAMBAR………………………………………………………… xv DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….xvi BAB I. PENGANTAR……………………………………………………….. 1 A. Latar Belakang……………………………………………………….... 1 B.Permasalahan…………………………………………………………... 4 C.Keaslian Penelitian……………………………………………………... 5 D.Manfaat Penelitian……………….…..……………………………….... 5 E.Tujuan Penelitian……………………………………………………..... 5 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA………………………………………... 6 A. Kamboja Jepang ………………………………………………………. 6 1. Uraian tanaman………………………………………………………. 6 2. Khasiat / kegunaan…………………………………………………… 7 3. Kandungan kimia…………………………………………………….. 7 4. Keterangan botani……………………………………………………. 7 B. Glikosida jantung……………………………………………………… 7 1. Glikosida jantung…………………………………………………….. 7 2. Digitoksin…………………………………………………………….. 8 3. Identifikasi……………………………………………………………. 9 C. Kromatografi lapis tipis………………………………………………… 9 xi PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 1. Silika gel……………………………………………………………… 10 2. Alumina………………………………………………………………. 11 3. Kieselguhr…………………………………………………………….. 11 4. Selulosa……………………………………………………………….. 11 D. Kultur jaringan…………………………………………………………. 13 1. Pendahuluan…………………………………………………………. 13 2. Penanaman eksplan…………………………………..……………… 15 3. Sub kultur……………………………………………………………. 15 4. Faktor penentu kultur jaringan………………………………………. 16 5. Pola pertumbuhan kalus……………………………………………... 26 E. Sterilisasi……………………………………………………………….. 27 F. Keterangan empiris……………………………………………………... 29 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……………………………………... 31 A. Jenis dan Rancangan Penelitian……………………………………….... 31 B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional………………………..… 31 1. Variabel utama…………………………………………………..….. 31 2. Variabel pengacau terkendali…………………………………..….... 31 3. Variabel pengacau tidak terkendali…………………………..……... 31 4. Definisi Operasional………………………………………..……….. 32 C. Bahan dan Alat Penelitian……………………………………..………... 33 1. Bahan……………………………………………………..…………. 33 2. Alat……………………………………………………..…………… 35 D. Tata Cara Penelitian……………………………………..……………… 36 1. Determinasi tanaman………………………………….…………….. 37 2. Pembuatan stok……………………………………………………... 37 3. Pembuatan media…………………………………………………… 39 4. Sterilisasi alat dan ruangan …………………………………………. 40 5. Sterilisasi dan penanaman eksplan…………………………………...40 6. Pengamatan waktu inisiasi kalus……………………………………..41 7. Sub kultur……………………………………………………………. 41 xii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 8. Pemanenan…………………………………………………………...42 9. Analisis pertumbuhan kalus…………………………………………43 10. Pengeringan dan pembuatan serbuk daun kamboja jepang…………43 12. Pembuatan ekstrak kalus…………………………………………....44 13. Pembuatan ekstrak daun kamboja jepang…………………………...44 14. Pembuatan standar digitoksin……………………………………… 45 15. Uji KLT ekstrak kalus, ekstrak daun kamboja jepang dan standard digitoksin……………………………………..……….45 E. Analisis hasil……………………………………………………………..45 BAB 1V. HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………48 A. Determinasi tanaman…………………………………………………….48 B. Pembuatan media, pemilihan eksplan, sterilisasi, dan penanaman….….. 48 C. Waktu inisiasi…………………………………………………………… 51 D. Subkultur dan panen……………………………………………………. 53 E. Profil pertumbuhan kalus……………………………………………….. 55 F. Susut pengeringan kalus………………………………………………… 57 G. Analisis kandungan kimia kalus………………………………………... 59 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………. 65 A. Kesimpulan……………………………………………………………... 65 B. Saran……………………………………………………………………. 65 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….… 67 LAMPIRAN…………………………………………………………………... 71 BIOGRAFI PENULIS………………………………………………………… 81 xiii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI DAFTAR TABEL Halaman Tabel I. Waktu inisiasi kalus pada Ga. II……………………………….52 Tabel II. Waktu inisiasi kalus pada Ga. III………………………………52 Tabel III. Hasil pengamatan KLT dengan fase diam Silika gel GF254 dan fase gerak etil asetat : metanol : air (81 : 11 : 8 v/v)……………………………………61 Tabel IV. Pertumbuhan kalus pada media Ga. II………………………….76 Tabel V. Pertumbuhan kalus pada media Ga. III…………………………77 Tabel VI. Susut pengeringan kalus pada media Ga. II…………………….78 Tabel VII Susut pengeringan kalus pada media Ga. III……………………79 xiv PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1a. Struktur oleandrigenin………………………………………… 6 Gambar 1b. Struktur digitoksin…………………………………………….. 9 Gambar 2. Eksplan dalam bentuk irisan melintang…………………….… 51 Gambar 3. Inisiasi kalus…………………………………………………...53 Gambar 4. Kurva pertumbuhan kalus pada media Ga. II………………….55 Gambar 5. Kurva pertumbuhan kalus pada media Ga. III ………………...56 Gambar 6. Perbandingan kurva susut pengeringan kalus pada kedua media………………………………………………58 Gambar 7 Penomoran struktur inti steroid………………………………...59 Gambar 8. Kromatogram glikosida jantung kalus daun Kamboja Jepang, ekstrak daun kamboja Jepang Tanaman asal dan standar digitoksin setelah disemprot dengan pereaksi Vanilin Asam Fosfat………………62 Gambar 9. Kromatogram glikosida jantung kalus daun Kamboja Jepang, ekstrak daun kamboja Jepang Tanaman asal dan standar digitoksin setelah disemprot dengan pereaksi Kedde……………………………..63 Gambar 10. Foto tanaman kamboja Jepang…………………………………72 Gambar 11. Foto kalus siap subkultur………………………………………72 Gambar 12. Foto kalus siap panen…………………………………………..73 Gambar 13. Foto hasil KLT secara visual…………………………………..73 Gambar 14. Foto hasil KLT dilihat di bawah sinar UV254…………………..74 Gambar 15. Foto hasil KLT dilihat di bawah sinar UV365…………………..74 Gambar 16. Foto hasil KLT dilihat dengan pereaksi VAP, pemanasan 100˚C 10 menit……………………………………..75 Gambar 17. Foto hasil KLT dilihat dengan pereaksi Kedde…………………75 xv PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Surat keterangan determinasi tanaman………………………….71 Lampiran 2. Foto-foto hasil penelitian………………………………………..72 Lampiran 3. Data-data penelitian……………………………………………..76 Lampiran 4. Komposisi media Gamborg……………………………………..80 xvi PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Adenium obesum dikenal sebagai mawar gurun, termasuk suku Apocynaceae, dan merupakan tumbuhan asli Afrika. Batangya bergetah dan dapat membesar seperti bonggol yang berfungsi untuk menyimpan air, karena adenium berasal dari gurun pasir yang kering dan panas (Beikram dan Andoko, 2003). Pada penelitian terdahulu dilaporkan bahwa kamboja jepang mengadung bahan aktif yang menyerupai glikosida digitalis (glikosida jantung). Selain itu juga mengadung ekugin, honghelosida A, 16-asetilstrospesida, honghelin, Oleandrigenin beta-gentiobiosil-beta-D-thevetosida, Neridienone A dan 16,17 dihydroneridienone, dihydroifflaionic acid, flavonol, 3-O-methylkaempferol, flavonol 3,3′ - bis(O-methyl) quercetin (Anonim, 2005). Menurut Nakamura dkk. (2000), Adenium obesum digunakan untuk pengobatan gonorrhoea di Afrika timur. Ekstrak dari tanaman ini juga disebutkan memiliki efek sitotoksik dengan cara mematikan sel-sel kanker leukimia. Efek yang ditimbulkan oleh ekstrak tanaman ini lebih baik dibanding vincristine dan adryamicin di mana sel-sel kanker leukimia bersifat resisten dengan keduanya. (Nakamura, 2000). Ekstrak kulit batang Adenium obesum berpotensi sebagai acaricidal (Mgbojikwe dan Okoye, 2001). Ekstrak akar dan kulit batang juga berpotensi sebagai trypanocidal (Atawodi, et al., 2004; Freiburghaus,et al., 1996). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 2 Senyawa yang memiliki efek sitotoksik tersebut memiliki ciri yang utama yaitu adanya inti kardenolida. Inti kardenolida juga dimiliki oleh glikosida jantung di samping adanya cincin lakton dan gula deoksi. Salah satu contoh golongan glikosida jantung yang cukup dikenal adalah digitoksin. Dalam penelitian ini digunakan digitoksin sebagai standar pembanding karena memiliki kemiripan struktur dengan senyawa yang memiliki efek sitotoksik seperti yang disebutkan di atas. Kultur jaringan tanaman merupakan teknik untuk menumbuhkan organ, jaringan dan sel tanaman yang dipelihara dalam suatu medium dan dikerjakan seluruhnya dalam kondisi aseptik. Organ, jaringan dan sel tanaman yang ditumbuhkan tersebut disebut eksplan. Eksplan yang telah ditumbuhkan dalam media dapat membentuk kalus yaitu massa amorf yang tersusun atas sel-sel parenkim berdinding sel tipis yang berkembang dari hasil proliferasi sel-sel jaringan induk. Ide memperbanyak tanaman dengan jalan mengkulturkan bagian kecil organ, jaringan atau sel tersebut dilakukan berdasarkan teori totipotensi sel yaitu : setiap sel tanaman hidup mempunyai informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman yang utuh, jika kondisinya sesuai. Untuk memacu pertumbuhan dalam kultivasi secara invitro, di dalam media perlu ditambahkan zat pengatur tumbuh. Golongan zat pengatur tumbuh yang sering dipakai dalam KJT adalah auksin dan sitokinin. Penambahan ZPT dengan konsentrasi yang berbeda akan menghasilkan bentuk pertumbuhan yang PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 3 berbeda-beda. Penambahan ZPT akan memberikan dampak yang sangat luas secara sitologis dalam pertumbuhannya (George, 1993; Taiz dan Zieyer, 1998). Penelitian ini bertujuan untuk mengkulturkan bagian daun tanaman kamboja jepang serta mengidentifikasi metabolit sekunder glikosida jantung yang dihasilkan oleh kalus yang dibentuk dari hasil budidaya in vitro. Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media Gamborg karena cocok untuk tanaman bergetah (berkayu) (Katuk, 1989). B. Permasalahan Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Apakah eksplan yang berasal dari daun kamboja jepang dapat menghasilkan kalus jika dikembangkan secara in vitro dalam media Gamborg? 2. Bagaimana pola pertumbuhan kalus daun kamboja jepang yang dikulturkan? 3. Apakah kalus daun kamboja jepang hasil budidaya in vitro dapat menghasilkan glikosida jantung seperti tanaman asalnya ? C. Keaslian Penelitian Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan peneliti, belum ada penelitian serupa mengenai budidaya in vitro dengan eksplan dari daun kamboja jepang dengan media tumbuh Gamborg. Penelitian tentang kamboja jepang yang pernah dilakukan antara lain : 1. Profil Pertumbuhan dan Analisis Kualitatif Glikosida Jantung Kalus Daun Kamboja Jepang (Adenium obesum) dalam Media MS dengan Konsentrasi 2,4 Diklorofenoksi Asetat sebesar 4 ppm, diteliti oleh Mellisa W. (2007) PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 4 2. Profil Pertumbuhan dan Analisis Kualitatif Glikosida Jantung Kalus Daun Kamboja Jepang (Adenium obesum) dalam Media WPM dengan Variasi Konsentrasi asam 2,4-Diklorofenoksi Asetat dan 6-Furfurylaminopurine, diteliti oleh Lukas Eko W. (2007) D. Manfaat penelitian Manfaat teoritis penelitian ini yaitu dapat mengembangkan bidang ilmu kefarmasian, khususnya dalam mengeksplorasi kandungan glikosida jantung dari tanaman kamboja jepang ( Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) yang ditumbuhkan secara in vitro, selain itu dapat menentukan konsentrasi dan media yang cocok untuk pertumbuhan eksplan dari daun kamboja jepang. Manfaat praktis penelitian ini diharapkan produksi metabolit sekunder berupa glikosida jantung dapat dilakukan dalam skala industri sehingga bisa menjadi alternatif pengobatan dalam masyarakat. E. Tujuan Penelitian 1. Menumbuhkan kalus dari eksplan daun kamboja jepang. 2. Mengetahui pola pertumbuhan kalus daun kamboja jepang. 3. Membuktikan bahwa ekstrak kalus daun kamboja jepang hasil budidaya in vitro dapat menghasilkan glikosida jantung seperti tanaman asalnya. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 5 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Kamboja Jepang 1. Uraian tanaman Kamboja jepang merupakan kelompok tanaman C3. Tanaman ini butuh sinar matahari lansung dengan intensitas 80 %. Namun demikian untuk tanaman dewasa, sinar matahari selama 8-12 jam sehari sangat baik untuk pertumbuhan dan pembungaan (Wie, 2006). Kamboja jepang sering disebut sebagai mawar gurun dan merupakan tumbuhan asli Afrika (Ranger, 1996). Di gurun Afrika yang panas dan tandus, tanaman ini bisa tumbuh liar mencapai 3 meter atau lebih. Bonggol dan batangnya menggembung sebagai tempat cadangan air dengan ukuran ranting dan dedaunan yang tidak seimbang. Daun bentuknya bermacam-macam, ada yang langsing memanjang atau berbentuk lanset dan berujung lancip, ada pula yang oval dan membulat di bagian ujungnya. Daunnya kebanyakan tipis dan ada pula yang tebal seperti daun cocor bebek. Warnanya ada yang hijau tua, hijau pupus, kemerahan, kuning dan variegeta (mengalami mutasi warna, biasanya hijau dengan belangbelang kuning pucat atau putih). Permukaan daun umumnya halus, tetapi pada beberapa jenis ada yang berbulu. Bunga berbentuk terompet, mahkota bunga bervariasi dari bentuk bintang, ujung mahkota terpotong atau membulat, sampai yang bergerigi. Corak bunga ada yang polos dengan satu warna, strip di bagian dalamnya dan bergaris di bagian ujung mahkotanya. (Beikram dan Andoko, 2003). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 6 2. Khasiat / kegunaan Di Afrika timur digunakan untuk pengobatan gonorrhoea, penduduk asli juga menggunakannya sebagai racun ikan dan anak panah (Nakamura dkk., 2000; Ranger, 1996). Pada umumnya semua bagian tanaman ini bersifat racun jika masuk dalam saluran cerna (Anonim, 2006). Menurut Nakamura dkk. (2000), ekstrak tanaman ini dapat digunakan untuk mencegah sitotoksisitas. Ekstrak dari kulit batang berpotensi sebagai acaricidal (Mgbojikwe dan Okoye, 2001). Ekstrak dari akar dan kulit batang juga berpotensi sebagai trypanocidal (Atawodi, et al., 2004; Freiburghaus, et al., 1996). 3. Kandungan kimia Kamboja jepang mengandung bahan aktif menyerupai glikosida digitalis (glikosida jantung). Selain itu juga mengandung ekugin, honghelosida A, 16asetylstrospeside, honghelin, Oleandrigenin beta-gentiobiosyl-beta-D-thevetoside, Neridienone A dan 16,17 - dihydroneridienone, dihydroifflaionic acid, flavonol, 3-O-methylkaempferol, flavonol 3,3′ - bis(O-methyl) quercetin (Anonim, 2005). 4. Keterangan botani Kamboja jepang memiliki nama ilmiah Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult. Tanaman ini termasuk dalam suku Apocynaceae (Anonim, 2006). O CH3 CH3 O H O O OH H3C HO H Gambar 1a. Struktur oleandrigenin PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 7 B. Glikosida Jantung 1. Glikosida jantung Senyawa ini mengandung glikosida steroid dengan efek spesifik, yaitu mempengaruhi irama pergerakan jantung. Steroid ini strukturnya merupakan turunan sistem cincin tetrasiklik, yaitu 10,13-dimethil-cyclopentano- perhydrophenanthrene. Glikosida steroid ini mempunyai cincin γ-lakton (kardenolida) atau cincin δ-lakton (bufadienolida) yang menyerang di posisi β pada atom C17. Residu gula merupakan turunan dari deoksi dan atau C-3-0 methylated sugar, dan terhubung secara glikosidik melalui C-3-OH groups dari aglikon steroid (Wagner, 1984) Glikosida jantung ditemukan dalam beberapa keluarga tumbuhan yang sama sekali tidak berkaitan satu sama lain seperti Apocynaceae, Liliaceae, Moraceae, dan Ranunculaceae (Robinson, 1995), juga banyak ditemukan pada anggota suku Scrophulariaceae, Digitalis, Nerium, Asclepiadaceae, dan Asclepis (Harborne, 1987). Tumbuhan yang mengandung senyawa ini telah digunakan sejak zaman prasejarah sebagai racun panah dan siksaan. Keberadaan senyawa ini dalam tumbuhan mungkin memberi perlindungan kepada tumbuhan dari gangguan beberapa serangga tertentu (Robinson, 1995). 2. Digitoksin Digitoksin merupakan glikosida jantung dari Digitalis purpurea dengan rumus molekul C41H64O13 dan berat molekul 764,92. Oleh asam terhidrolisis menghasilkan 1 molekul digitoksigenin dan 3 molekul digitoksosa. Digitoksin tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 8 seperti kloroform, alkohol, etil asetat, juga larut dalam aseton amil alkohol dan piridin (Mursyidi, 1990). Digitoksin merupakan glikosida sekunder bersama dengan digoksin dan gitoksin. Glikosida primer dapat berupa glikosida purpurea (dalam Digitalis purpurea) dan lanatosida (dalam Digitalis lanata). Dalam Digitalis purpurea, glikosida primer kurang stabil dibanding yang terdapat dalam Digitalis lanata, buktinya terbentuk zona yang jelas dari digitoksin dan gitoksin (Wagner, 1984). O O OH O C18H31O9 Gambar 1b. Struktur digitoksin 3. Identifikasi Identifikasi glikosida jantung dapat dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) secara kualitatif. Reaksi identifikasi terhadap glikosida jantung dapat dilakukan menggunakan uji dengan pereaksi Baljet (2,4,6trinitrophenol), uji dengan pereaksi Kedde (3,5-dinitrobenzoic acid), uji dengan pereaksi Raymond (m-dinitrobenzene), uji dengan pereaksi Legal (sodium nitroprusside) di mana pereaksi tersebut akan bereaksi dengan grup methylene aktif yang ditemukan dalam cincin C17-unsaturated lactone. Pereaksi ini akan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 9 memberikan warna oranye, ungu, biru, dan violet, yang menunjukkan adanya glikosida jantung (Farnsworth, 1966). Di dalam skrining fitokimia untuk glikosida jantung, uji pendahuluan yang positif pada ekstrak tanaman dengan menggunakan salah satu pereaksi yang dikonfirmasikan dengan pereaksi yang spesifik untuk tambahan 2 sisi reaktif (vide supra). Sebagai contoh, sebuah uji pendahuluan yang positif dengan pereaksi Keller menunjukkan adanya gula deoksi. Ini harus diikuti dengan uji yang ke dua yaitu uji dengan pereaksi Liebermann, hasil positif, menunjukkan adanya inti steroid (Shoppee, 1964). C. Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode pemisahan fisikokimia. Lapisan pemisah berupa bahan-bahan berbutir yang ditempatkan pada penyangga berupa gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisahkan berupa larutan yang ditotolkan sebagai bercak. Setelah itu, pelat dimasukkan ke dalam suatu bejana tertutup yang telah jenuh dengan fase gerak. Pemisahan berbagai komponen dalam campuran akan terjadi selama pengembangan (perambatan kapiler). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan dan dideteksi (Stahl,1973). Beberapa bahan penyerap yang digunakan dalam KLT antara lain: 1. Silika gel Silika gel merupakan fase diam yang paling sering digunakan untuk KLT. Untuk penggunaan dalam suatu tipe pemisahan perbedaannya tidak hanya pada struktur, tetapi juga pori-pori dan struktur lubangnya, di samping PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 10 pemilihan fase gerak. Dalam perdagangan, ada beberapa macam silika gel yang beredar yaitu : a. silika gel dengan pengikat. Umumnya sebagai pengikat adalah CaSO4 (5 – 15%). Jenis ini dinamakan silika gel G. Selain itu, yang digunakan sebagai pengikat yaitu pati dan dinamai silica gel S. Namun, penggunaan pati mempunyai kelemahan jika penentuan lokasi bercak dengan asam sulfat. b. silika gel dengan pengikat dan indikator fluoresensi. Jenis silika gel ini biasanya berfluoresensi kehijauan jika dilihat pada sinar ultra violet dengan panjang gelombang pendek. Sebagai indicator biasanya digunakan timah kadmiumsulfat atau mangan-timah silikat aktif. Jenis ini dikenal dengan nama silika gel GF atau GF 254. c. silika gel tanpa pengikat. Lapisan ini dibandingkan dengan yang mengandung CaSO4 menunjukkan hasil yang lebih stabil. Beberapa produk dinamakan silika gel H atau silika gel N. d. silika gel tanpa pengikat tetapi dengan indikator fluoresensi. e. silika gel untuk keperluan pemisahan preparatif, dapat digunakan silika gel PF254 atau PF366 (Sudjadi,1988). 2. Alumina Alumina termasuk kelompok fase diam dengan aktivitas tinggi. Penyerap ini tidak banyak digunakan dalam kromatografi karena bereaksi dengan asam netral dan basa sehingga perlu penanganan khusus. Saat ini, alumina paling banyak digunakan untuk pemisahan senyawa kurang polar. Alumina netral PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 11 mempunyai kemampuan untuk memisahkan senyawa seperti terpena, alkaloid, steroid, dan senyawa aromatik (Sudjadi,1988; Sastrohamidjojo,1985). 3. Kieselguhr Penyerap ini merupakan adsorben yang lebih lemah dari silika dan alumina. Oleh karena itu, penyerap ini tidak cocok digunakan untuk memisahkan senyawa polar. Kieselguhr tidak banyak digunakan dalam KLT, penggunaan utamanya sebagai pendukung diam dalam kromatografi partisi (Adnan,1997). 4. Selulosa Selulosa merupakan penyerap berupa butiran-butiran halus dan homogen, dapat dengan atau tanpa bahan pengikat. Lapisan tipis dari selulosa mempunyai ruang lebih kecil, sehingga difusi aliran dari pelarut lebih cepat daripada kromatografi kertas. Selulosa untuk KLT terdapat dalam dua bentuk yaitu selulosa serat asli, misalnya MN 300 dan selulosa mikrokristal, misalnya avicel. Pada KLT, selulosa digunakan untuk pemisahan senyawa hidrofil (Adnan,1997; Sudjadi,1988). Fase gerak adalah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Fase ini bergerak dalam fase diam karena adanya gaya kapiler. Fase gerak yang digunakan adalah pelarut bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan sistem pelarut multi-komponen harus berupa campuran sesederhana mungkin terdiri atas maksimum tiga komponen (Stahl, 1969). Pemilihan fase gerak untuk glikosida jantung ada beberapa macam alternatif, yaitu: etil asetat-metanol-air (100:13,5:10 v /v); etil asetat-metanol-etanol-air (81:11:4:8 v/v); metiletil keton-toluena-air-asam PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 12 asetat glasial (40:5:3:2,5:1 v/v); kloroform-metanol-air (65:35:10 v/v) (Wagner, 1984). Identifikasi dari senyawa yang terpisah (bercak / noda) pada lapisan tipis dapat dilakukan dengan tanpa pereaksi kimia dan disemprot dengan reagen. Identifikasi senyawa glikosida jantung dapat dilakukan dengan tanpa pereaksi kimia yaitu dengan menggunakan sinar ultraviolet 254 dan 365 nm, sedangkan reagen penyemprot yang digunakan untuk identifikasi senyawa glikosida jantung adalah reagen Kedde, Legal, Baljet, Raymond, antimony (III) chloride, chloramine-trichloroacetic acid / CTA, sulphuric acid (Wagner, 1984) dan vanillin-phosporic acid (Jork, et al., 1990). Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf atau hRf. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan jarak antara senyawa dari titik awal dengan jarak tepi muka pelarut dari awal. Rf = jarak bercak dari awal pengembangan jarak pengembangan Harga Rf yang diperoleh pada KLT tidak tetap jika dibandingkan dengan kromatografi kertas. Oleh karena itu, pada lempeng yang sama di samping kromatogram zat yang akan diuji perlu dibuat kromatogram zat pembanding kimia, lebih baik dengan kadar yang berbeda-beda. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan dua bercak dengan harga Rf dan ukuran yang hampir sama. Angka Rf berkisar antara 0,01 – 1,00 dan hanya dapat ditentukan dengan dua desimal. hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berkisar antara 0 – 100 (Stahl, 1969). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 13 D. Kultur Jaringan 1. Pendahuluan Kultur jaringan merupakan teknik budidaya sel, jaringan, dan organ tanaman dalam suatu lingkungan yang terkendali dan bebas mikroorganisme (aseptik), mengandung dua prinsip dasar yang jelas, yaitu: a. Bahan tanam yang bersifat totipoten yaitu tanaman yang masih juvenil, muda dan banyak terdapat pada daerah meristem tanaman. b. Budidaya yang terkendali, mencakup keadaan media tumbuh, lingkungan yang mempengaruhi (kelembaban, temperatur, cahaya) serta keharusan sterilitas (Katuuk, 1989). Menurut Helgeson dan Deveral (1983), ada beberapa keuntungan dan kerugian menggunakan kultur jaringan. Keuntungan kultur jaringan tanaman : 1. dimungkinkan untuk mengontrol lingkungan di mana interaksi eksplan dan jamur terjadi karena media dapat ditentukan dan bervariasi; temperatur dapat dikontrol; komponen gas dapat dimodifikasi. 2. kultur tidak terikat oleh organisme (bebas kontak dengan jamur dan material jamur). Adapun kerugiannya : 1. mekanisme pertahanan seperti kutikula atau inhibitor tidak ada dalam sistem kultur jaringan. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 14 2. kejadian yang terjadi pada tanaman tidak terjadi pada kultur, begitu juga sebaliknya. 3. perubahan genetik dapat terjadi pada kultur. Kultur kalus tanaman adalah teknik budidaya kalus tanaman dalam suatu lingkungan yang terkendali dan dalam keadaan aseptik atau bebas mikroorganisme. Kultur kalus banyak digunakan dalam usaha produksi metabolit sekunder (Santoso dan Nursandi, 2002). Produksi metabolit sekunder dipengaruhi oleh jumlah sukrosa, penambahan ZPT dari luar, sumber nitrogen dan jumlahnya yang relatif, cahaya, dan suhu. Komponen kimia ini juga mempengaruhi pertumbuhan dan total biomassa dari kultur in vitro (Rhodes, et al., 1994). 2. Penanaman eksplan Penanaman eksplan dilakukan di dalam laminar air flow (LAF) dengan kondisi aseptic. Sebelum bekerja di dalam LAF, semua perhiasan tangan seperti cincin, jam, dan sebagainya harus dilepas dan tangan dibasuh dahulu dengan alkohol 70%. Dalam menginokulasikan eksplan, pekerja harus menggunakan masker penutup mulut dan hidung (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Penanaman eksplan dilakukan secara aseptik pada media padat dan ditekan pelanpelan agar terjadi persinggungan yang baik antara eksplan dan media (Dixon, 1985). Pemilihan macam eksplan mempengaruhi kecepatan membentuk kalus. Eksplan daun mempunyai kemampuan tumbuh lebih cepat dibandingkan eksplan batang utama, cabang batang, atau tangkai bunga (Santoso dan Nursandi, 2002). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 15 Peneliti menggunakan eksplan daun dengan maksud pertumbuhan kalus bisa lebih cepat. Selanjutnya wadah ditutup dengan aluminium foil atau parafilm untuk mencegah penguapan dan kontaminasi. Inkubasi dilakukan di tempat gelap dengan penyinaran pada suhu 25 ± 3°C (Dixon, 1985). Eksplan yang berupa kepingan atau irisan tipis dapat diletakkan sedemikian rupa sehingga bagian permukaan yang luas melekat erat pada media (Soegihardjo, 1990). 3. Sub kultur Sub kultur adalah usaha mengganti media tanam kultur jaringan dengan media yang baru, sehingga kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan kalus atau protokormus dapat terpenuhi. Subkultur pada media padat mudah dilakukan dengan cara meletakkan kalus yang sudah terbentuk di atas cawan petri, kemudian membelahbelahnya menjadi bagian-bagian kecil lagi. Setelah menjadi potongan kecil, kalus dimasukkan kembali dalam media yang memiliki komposisi sama dengan media lama. Proses ini juga dilakukan dalam suasana steril (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Frekuensi pengulangan dari subkultur bervariasi untuk tiap spesies dan kondisi pertumbuhan. Beerapa macam kultur umumnya dapat disubkultur tiap 4–8 minggu. Hampir tidak ada kepustakaan yang menyebutkan jumlah pengulangan subkultur untuk propagasi (Wetherel, 1982). 4. Faktor penentu kultur jaringan 4.1 Eksplan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 16 Eksplan adalah bagian kecil jaringan atau organ yang dikeluarkan atau dipisahkan dari tanaman induk kemudian dikulturkan. Berhasil tidaknya pengkulturan eksplan tergantung pada faktor yang dimiliki oleh eksplan itu sendiri. Faktor-faktor itu meliputi: a. Ukuran eksplan Ukuran eksplan sangat menentukan proses pengkulturan. Bagian tanaman yang dikerat masih mengandung suplai makanan serta hormon untuk potongan itu sendiri, sehingga makin besar keratan, makin besar kemampuan keratan ini untuk dirangsang tumbuh dan beregenerasi. Namun dibalik itu harus dipikirkan pula bahwa makin besar eksplan, makin besar kemungkinan mendapatkan jaringan yang terkontaminasi. Ukuran eksplan yang paling baik adalah 0,5 sampai 1,0 cm, namun ukuran ini dapat bervariasi, tergantung pada material tanaman yang dipakai serta jenis tanaman ( Katuuk, 1989). b.Umur eksplan Umur eksplan sangat mempengaruhi tipe serta daya morfogenesis. Jaringan yang masih muda serta belum banyak berdiferensiasi terdapat pada bagian meristematik. Dari semua jenis tanaman bagian inilah yang paling banyak berhasil. Sel atau jaringan yang masih muda yang dinamakan juvenile akan tetap muda dalam pengkulturan sehingga daya untuk beregenerasi tetap ada, sedangkan sel-sel tua, kesanggupan untuk beregenarasi sudah berkurang. Selain dari kandungan jaringan meristematik PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 17 yang berkurang, jaringan yang sudah tua ada kemungkinan sudah mengandung banyak patogen ( Katuuk, 1989 ). c. Sumber eksplan Tanaman yang dijadikan sumber eksplan hendaknya dari tanaman yang sehat, yang bertumbuh baik / normal. Pengaruh perubahan suhu, cahaya, musim serta kelembaban terhadap tanaman induk sangat mempengaruhi perkembangan eksplan. Tanaman induk dituntut untuk berkecukupan zat hara, lama penyinaran, intensitas cahaya serta hormon tumbuh. Pendek kata pertumbuhannya harus optimum ( Katuuk, 1989 ). d.Genotip eksplan. Genotip adalah faktor endogen yang paling utama mempengaruhi perkembangan jaringan eksplan, dibandingkan faktor-faktor lain. Perbedaan kemampuan untuk beregenerasi disebabkan oleh genotip jelas dapat dilihat pada tanaman monokotil, dikotil dan gymnospermae. Dari ketiga kelompok ini, kemampuan untuk beregenerasi yang paling rendah adalah tanaman gymnospermae, kemudian diikuti oleh tanaman monokotil, dan terakhir oleh tanaman dikotil. Selanjutnya dikatakan bahwa apabila satu jenis tanaman dengan mudah beregenerasi in vivo maka sifat ini berlaku juga pada in vitro (Katuuk, 1989 ). 4.2 Media Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 18 yang dikulturkan (Yusnita, 2003). Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media Gamborg. Komposisi media Gamborg mirip dengan media MS. Perbedaannya, jumlah nitrogen dalam bentuk ion ammonium yang terdapat dalam media Gamborg jauh lebih sedikit dibanding yang terdapat dalam media MS (Santoso dan Nursandi, 2002). Nitrogen pada umumnya tersedia dalam bentuk campuran ion nitrat (dari KNO3) dan ion ammonium (dari NH4NO3). Secara teoritis, ada keuntungan dalam penyediaan nitrogen dalam bentuk ion ammonium, nitrogen harus dalam bentuk tereduksi supaya dapat menyerap ke dalam makromolekul. Oleh karena itu, ion nitrat juga harus direduksi terlebih dahulu. Perlu diketahui, pada konsentrasi tinggi, ion ammonium dapat menyebabkan toksik pada kultur sel tanaman dan adanya ion ammonium dari dalam media menyebabkan asidifikasi pada medium. Konsentrasi tinggi ion ammonium juga dapat menyebabkan masalah pada kultur dengan meningkatkan frekuensi vitrifikasi (kultur menjadi pucat dan mudah hancur dan biasanya tidak layak untuk kultur lebih lanjut). Penggunaan campuran ion ammonium dan ion nitrat mempunyai keuntungan yaitu proses buffer yang tidak perlu terlalu kuat karena adanya ion nitrat menyebabkan ion OH- dilepaskan (Ramage dan Williams, 2002). Komponen media kultur yang digunakan dalam kultur jaringan adalah sebagai berikut : a. Air Air memegang peranan penting dalam proses kultur jaringan karena 95% dari media kultur terdiri dari air. Air yang digunakan dalam media serta dalam seluruh PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 19 proses kultur jaringan adalah air suling. Hal ini karena di dalam air ledeng atau air sumur terlarut sejumlah kontaminan yang dapat merusak proses perkembangan kultur eksplan. Kontaminan yang dimaksud adalah substansi atau mikroorganisme yang mengganggu kultur. Air suling disimpan dalam kondisi steril dengan tidak memberi peluang pada bakteri untuk hidup dan berkembang (Katuuk, 1991). b. Garam anorganik Unsur yang dibutuhkan dalam jumlah besar yang disebut unsur makro, sedangkan unsur yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit disebut unsur mikro. Beberapa jenis unsur yang termasuk unsur makro adalah nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) adalah unsur yang mutlak dibutuhkan oleh tanaman, yang berarti harus selalu tersedia. Unsur sulfur (S), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg) boleh ada serta boleh tidak ada, tetapi karena fungsinya sangat mendukung pertumbuhan jaringan maka akan lebih baik apabila unsur-unsur tersebut juga selalu disediakan (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Unsur mikro dalam media dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan. Unsur mikro yang dibutuhkan dalam tanaman yaitu: unsur besi (Fe), unsur boron (B), unsur seng (Zn), unsur kobalt (Co), unsur tembaga (Cu), unsur molybdenum (Mo), dan unsur yodium (I) (George dan Sherrington, 1984). c. Sumber karbon dan energi Media kultur jaringan memerlukan bahan sebagai sumber tenaga. Biasanya yang merupakan sumber tenaga adalah bahan kimia organik yang mengandung karbon. Karbohidrat adalah kimia karbon yang meliputi gula, pati, dan selulosa. Karbohidrat memiliki 2 fungsi utama yaitu sebagai sumber energi untuk jaringan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 20 dan untuk menjaga keseimbangan tekanan osmotik potensial minimum dalam media. Ada banyak jenis karbohidrat yang dipakai dalam kultur jaringan namun yang paling banyak digunakan adalah sukrosa atau D-glukosa ( Katuuk, 1989). d. Myo-inositol, vitamin, dan asam amino Penambahan myo-inositol pada media bertujuan untuk membantu diferensiasi dan pertumbuhan sejumlah jaringan. Bila myo-inositol diberikan bersama dengan auksin, kinetin dan vitamin, maka dapat mendorong pertumbuhan jaringan kalus ( Hendaryono dan Wijayani, 1994). Vitamin-vitamin yang sering digunakan dalam media kultur jaringan antara lain adalah Tiamin (vitamin B1), Piridoksin (vitamin B6), dan asam nikotinat. Tiamin adalah vitamin yang esensial untuk hampir semua kultur jaringan tumbuhan. Fungsi tiamin adalah untuk mempercepat pembelahan sel pada meristem akar, juga berperan sebagai koenzim dalam reaksi yang menghasilkan energi dari karbohidrat. Asam nikotinat juga penting dalam reaksireaksi enzimatik, di samping berperan sebagai prekursor dari beberapa alkaloid. Pemberian vitamin C biasanya bertujuan untuk mencegah terjadinya pencoklatan pada permukaan irisan jaringan (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Sedangkan fungsi dari vitamin B6 adalah sebagai ko-enzim yang membantu reaksi kimia dalam proses metabolisme (Katuuk, 1989). Asam-asam amino berperanan penting untuk pertumbuhan dan diferensiasi kalus. Kebutuhan asam amino untuk setiap tanaman berbeda-beda. Asparagin dan Glutamin berperan dalam metabolisme asam amino, karena dapat PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 21 menjadi pembawa dan sumber amonia untuk sintesis asam-asam amino baru dalam jaringan (Hendaryono dan Wijayani, 1994). e. Hormon dan zat pengatur tumbuh Keberadaan hormon dan zat pengatur tumbuh dalam kegiatan kultur jaringan adalah mutlak karena budidaya kultur jaringan adalah budidaya terkendali. Proses tumbuh dan berkembangnya eksplan dapat disesuaikan dengan harapan, menjadi kalus saja, organogenesis ataupun embriogenesis. Pengaturan ini dapat dilakukan dengan mengatur macam dan konsentrasi zat pengatur tumbuh sehingga menghasilkan kombinasi yang tepat sesuai dengan harapan. Macam hormon dan zat pengatur tumbuh yang sudah dikenal hingga saat ini adalah sebagai berikut : 1. Auksin Auksin pertama kali ditemukan oleh Went, dan diketahui sebagai asam indolasetat (IAA). Selanjutnya, nama auksin digunakan untuk nama kelompok hormon dan zat pengatur tumbuh yang menimbulkan respons khas IAA. Tumbuhan mengandung tiga senyawa lain yang mirip dengan IAA baik struktur maupun respon yang diakibatkannya, yaitu : asam 4-kloroindolasetat (4kloroIAA), asam fenilasetat (PAA), dan asam indolbutirat (IBA) ( Santoso dan Nursandi, 2001 ). Hormon sintetik atau zat pengatur tumbuh yang digolongkan sebagai auksin yaitu : asam a-naftalenasetat (NAA), asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D), asam 2-metil 4-klorofenoksiasetat (MCPA), asam 2-naftalosiasetat (4-CPA), asam p-klorofenoksiasetat (PCPA), asam 2,4,5-triklorofenoksiasetat (2,4,5-T), PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 22 asam 3,6-dikloroanisik (dikamba), asam 4-amino 3,5,6-trikloropikolinik (pikloram) ( Santoso dan Nursandi, 2001 ). Dalam aktivitas kultur jaringan, auksin berperan menginduksi terjadinya kalus, menghambat kerja sitokinin membentuk klorofil dalam kalus, mendorong proses morfogenesis kalus membentuk akar atau tunas, mendorong proses embryogenesis, dan mempengaruhi kestabilan genetis tanaman ( Santoso dan Nursandi, 2001 ). 2. Sitokinin Sitokinin merupakan nama kelompok hormon tumbuhan yang sangat penting sebagai pemacu pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur jaringan. Seperti auksin, selain sitokinin alami juga terdapat sintesisnya yang tergolong dalam zat pengatur tumbuh. Sitokinin sintetik yang umum digunakan dalam kegiatan kultur jaringan adalah FAP (6-furfurilaminopurin), BAP (Benzylaminopurin), Thidiazuron (N-phenil-N-1,2,3-thiadiazol-5-penylurea) ( Santoso dan Nursandi, 2001 ). Dalam kegiatan kultur jaringan sitokinin berperan di dalam menstimulasi terjadinya pembelahan sel, proliferasi kalus, pembentukan tunas, menghambat pembentukan akar, mendorong pembentukan klorofil pada kalus ( Santoso dan Nursandi, 2001 ). 3. Gibberilin (GA) Gibberilin merupakan kelompok lain dari ZPT atau hormon yang dapat mempengaruhi pemanjangan batang atau ruas batang, mendorong pembungaan, induksi buah, dan tumbuhnya mata tunas yang dorman. Secara PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI umum dalam kegiatan kultur jaringan tanaman tanpa penambahan 23 GA, sesungguhnya kegiatan telah dapat berjalan dan proses induksi serta diferensiasi dapat dilakukan, meski demikian tidak menutup kemungkinan bahwa GA endogen dalam eksplan walaupun dalam kadar yang relatif kecil diduga tetap merupakan komponen yang essensial, contoh GA sintetik adalah gibberillic acid (Santoso dan Nursandi, 2001). 4. ABA (Abcisic acid) ABA merupakan hormon tanaman yang secara alamiah disintesis tanaman bila tanaman berada dalam keadaan stress. ABA tergolong dalam zat penghambat tanaman atau inhibitor karena kerjanya berlawanan dengan hormon pendorong seperti auksin, sitokinin, dan giberelin. Dalam kultur jaringan, ABA dapat menghambat proses inisiasi dan pertumbuhan sel (Santoso dan Nursandi, 2001). f. Bahan pemadat media Media tanam dalam kultur jaringan adalah tempat untuk tumbuh eksplan. Media tanam tersebut dapat berupa larutan (cair) atau padat. Media cair berarti campuran komponen-komponen zat kimia dengan air suling, sedangkan media padat adalah media cair tersebut dengan ditambah zat pemadat ( Hendaryono dan Wijayani, 1994 ). Zat pemadat yang digunakan untuk membuat media padat adalah berupa agaragar. Agar adalah campuran berbagai polisakarida dari galaktosa yang diekstrak dari ganggang laut, terutama Gellidium amansii dan ganggang lain dari golongan Rhodophyta. Umumnya agar dapat membentuk gel pada suhu 40-45°C dengan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 24 titik cair 80-90°C. Kemampuan agar dalam memadatkan media tergantung pada cara pengekstrakannya dari ganggang dan pH larutan media sebelum diautoklaf. Dalam larutan media dengan pH rendah (kurang dari 4,5), gel yang terbentuk oleh agar sangat encer, sedangkan larutan dengan pH tinggi (lebih dari atau sama dengan 5,5) akan berbentuk padat ( Yusnita, 2003 ). 4.3 Lingkungan Faktor lingkungan utama yang harus dipenuhi adalah : a. Cahaya Cahaya berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan yang disebut fotomorfogenenesis. Jenis cahaya yang paling sering digunakan dalam kultur jaringan adalah cahaya dari lampu neon. Hal ini disebabkan oleh kemampuannya yang dapat menyebarkan cahaya yang lebih luas dan merata, serta lebih hemat pemakaian listrik (Katuuk, 1989) b. Suhu Pada umumnya kultur jaringan memerlukan suhu sebesar 25-30°C. Namun untuk pertumbuhan optimum hal ini akan berbeda-beda pada setiap spesies, serta jenis eksperimen (Katuuk, 1989). c. pH Pada umumnya nilai pH yang paling disukai untuk pertumbuhan sel antara 5-6. Walaupun pH media akan berubah selama pengkulturan, pH harus diatur lebih dulu sebelum diautoklaf, yaitu apabila semua komponen media sudah dicampurkan. Manfaat pH dalam media adalah untuk menjaga kestabilan membran sel, mengatur garam-garam agar tetap dalam bentuk PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 25 terlarut, membantu penyerapan hara dan mengatur sifat gel agar (dalam media padat) (Katuuk,1989). d. Kelembaban Faktor kelembaban relative humidity (RH) tidak banyak dibahas dalam kultur jaringan. Hal ini disebabkan oleh kondisi dalam botol kultur yang selalu lembab karena media. Namun demikian kelembaban di luar botol kultur juga perlu diperhatikan. Kondisi iklim dalam hal ini sangat berpengaruh terhadap kelembaban kultur. Untuk itu disarankan agar RH dalam ruang kultur berkisar 70% ( Katuuk,1989 ). e. Wadah / botol kultur Ukuran wadah kultur biasanya juga mempengaruhi pertumbuhan serta morfogenesis in vitro. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan konsentrasi CO2 yang tersedia, etilen serta gas lain yang berada dalam ruang wadah. Besar kecilnya wadah tergantung pada jenis serta ukuran eksplan yang digunakan, dan fase perkembangan eksplan sehingga pemindahan eksplan ke botol yang lebih besar sangat diperlukan. Biasanya untuk eksplan yang berukuran kecil, pada permulaan pengkulturan dapat menggunakan tabung kultur yang berdiameter 1,5 cm, kemudian untuk pertumbuhan akar maka diameter tabung kultur dapat diganti menjadi 2,5 cm. Wadah kultur jaringan tidak hanya tergantung pada botol kultur buatan pabrik. Banyak macam wadah yang boleh dijadikan tempat kultur, antara lain: botol-botol bekas obat-obatan, jam, atau bekas bahan makanan lainnya. Biasanya PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 26 wadah terbuat dari gelas adalah yang paling baik, karena dapat dengan mudah dicuci untuk digunakan lagi. 5. Pola pertumbuhan kalus Pertumbuhan kalus dapat dinyatakan sebagai fungsi kurva matematika sederhana. Kurva yang menggambarkan pertumbuhan kalus adalah kurva sigmoid. Kurva ini menyerupai bentuk huruf S. Fase-fase pertumbuhan yang dapat dilihat pada kurva pertumbuhan yaitu : a. Fase lag Fase lag ditunjukkan dengan pertumbuhan yang lambat, tetapi kemudian meningkat terus. Fase ini juga dapat disebut sebagai fase penyesuaian organisme terhadap media. b. Fase eksponensial Pada fase ini sel tanaman sudah dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan mulai membelah lebih cepat. Fase ini akan ditandai dengan bentuk kurva yang cenderung curam. c. Fase Stasioner Pada fase ini tanaman telah mencapai pertumbuhan maksimum. Berkurangnya nutrisi dalam media, akumulasi produk beracun, dan kekurangan oksigen akan menyebabkan penurunan kecepatan pertumbuhan organisme (Campbell, et al., 2003) PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 27 E. Sterilisasi Media tumbuh yang digunakan untuk kultur jaringan sangat menguntungkan bagi pertumbuhan cendawan dan bakteri. Oleh sebab itu, perlu dilakukan sterilisasi untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme (Wetherel, 1982). Beberapa teknik sterilisasi yang lazim digunakan dalam kultur jaringan tanaman : a. Sterilisasi panas kering Alat yang digunakan adalah oven dengan temperatur 1600C selama 4 jam. Oven digunakan untuk mensterilkan alat-alat yang tidak mudah terbakar, antara lain peralatan yang terbuat dari bahan gelas, atau logam (Dodds dan Roberts, 1982). b. Pemanasan basah Metode ini menggunakan autoklaf dengan uap air dan tekanan. Autoklaf digunakan untuk mensterilkan media, serta bahan yang digunakan selama proses pengkulturan. Hampir semua mikroba mati sesudah diberi uap air dengan suhu 121 0C selama 10-15 menit. Untuk sterilisasi cairan sampai volume 1 liter diperlukan suhu 121 0C selama 20 menit (Dodds dan Roberts, 1982). c. Sterilisasi dengan memakai nyala Alat / instrument yang sudah disterilkan dari oven, dikeluarkan dari bungkusnya, dicelupkan dalam etanol 70% dan dilewatkan pada nyala lampu spiritus. Setiap beberapa saat instrument harus dicelupkan ke dalam PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 28 etanol kemudian dibakar. Perlakuan ini berjalan terus selama kegiatan inokulasi yang berlangsung di dalam kotak transfer (LAF) ( Katuuk,1989). d. Sterilisasi dengan bahan kimia Sterilisasi dengan bahan kimia merupakan pembasmian mikroba dengan jalan memakai bahan kimia. Biasanya bahan kimia dipakai untuk mensterilkan permukaan saja, yang meliputi: material tanaman dapat disterilkan dengan menggunakan natrium hipoklorit, perak nitrat atau air brom, sedangkan instrumen, tangan pekerja, serta ruang atau kotak transfer dapat disterilkan dengan menggunakan alkohol 70% ( Katuuk, 1989 ). Banyak jenis bahan pencuci yang boleh digunakan untuk sterilisasi material tanaman. Jenis serta lamanya sterilisasi tergantung pada kepekaan material tanaman. Banyak kali terjadi bila terlalu lama dan dengan konsentrasi bahan pencuci yang tinggi, berakibat bukannya mematikan mikroba tetapi bahkan merusak jaringan tanaman yang disterilkan. Di samping itu bahan pencuci hendaknya bersifat lebih mudah larut. Bila tidak demikian, sisa zat pencuci ini akan tetap pada material tanaman, yang dapat mengganggu pertumbuhan eksplan ( Katuuk, 1989 ). e. Sterilisasi dengan cahaya Ruang dan kotak transfer sukar untuk disterilkan hanya dengan menggosok dengan alkohol atau bahan kimia pada permukaan. Untuk itu digunakan lampu germisidal dengan sinar ultraviolet. Ada laboratorium yang sudah memasangnya di langit-langit atau pada tempat lain dengan maksud agar semua bagian terkena cahaya. Kelemahan menggunakan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 29 sinar ultraviolet adalah pada tempat-tempat yang tidak terkena cahaya, proses sterilisasi tidak terjadi. Selain itu, sinar ultraviolet hanya mampu mematikan bentuk fertilisasi bakteri dan jamur, bukan bentuk spora (Katuuk, 1989 ). F. Keterangan Empiris Di dalam pencarian metode produksi kandungan obat dari tumbuhan, pendekatan kultur jaringan, potensial sebagai alternatif di dalam produksi metabolit-metabolit bioaktif tumbuhan untuk skala industri. Ide memperbanyak tanaman dengan jalan mengkulturkan bagian kecil jaringan atau organ berdasarkan teori ”totipotency”. Berdasarkan teori “totipotency”, diharapkan penelitian ini dapat menghasilkan ekstrak kalus daun kamboja jepang yang memiliki kandungan glikosida jantung yang sama dengan ekstrak daun kamboja jepang tanaman asal dan standard digitoksin. Kultur kalus yang dihasilkan oleh teknik kultur jaringan ini diharapkan memiliki profil pertumbuhan sigmoidal, di mana pada fase stasionernya menghasilkan kandungan glikosida jantung yang optimum. Berdasar kan keterangan empiris di atas diharapkan : 1. Daun tanaman kamboja jepang dapat membentuk kalus dengan penambahan zat pengatur tumbuh asam 2,4 Diklorofenoksiasetat dan 6-furfurilaminopurin pada media Gamborg. 2. Kultur kalus yang dihasilkan melalui teknik kultur jaringan ini memiliki profil pertumbuhan sigmoidal, di mana pada fase stasionernya menghasilkan kandungan glikosida jantung yang optimum. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 3. 30 Ekstrak kalus daun tanaman kamboja jepang memiliki kandungan glikosida jantung yang sama dengan ekstrak daun kamboja jepang tanaman asal dan standard digitalis. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel utama a. Variabel bebas : konsentrasi 2,4-D dan FAP, umur kalus, dan waktu panen. b. Variabel tergantung : profil pertumbuhan dan susut pengeringan kalus. 2. Variabel pengacau terkendali a. Subjek uji : daun yang digunakan sebagai eksplan adalah daun yang tidak terlalu muda, segar, dan sehat terletak no 3-5 dari ujung batang atau cabang dengan ukuran eksplan 0,5 - 1,0 cm. b. Bahan uji dan cara kerja : i. Media agar jenis Gamborg. ii.Sterilitas, suhu, kelembaban dan intesitas cahaya dalam ruang inkubator. 3. Variabel pengacau tidak terkendali a. Adanya parasit endogen berupa bakteri endofit. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 32 b. Kandungan senyawa kimia lain yang terkandung dalam tanaman kamboja jepang yang muncul pada kromatogram. 4. Definisi Operasional a. Konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-D dan FAP adalah sejumlah ppm 2,4-D dan FAP yang terkandung dalam satu liter media Gamborg. b. Waktu inisiasi adalah waktu yang diperlukan oleh eksplan untuk membentuk kalus dihitung dari awal penanaman hingga hari pertama kalus mulai terbentuk. c. Subkultur adalah suatu kegiatan pemeliharaan kalus dengan memindahkan kalus ke dalam media baru sehingga kalus tidak kekurangan nutrisi. d. Bobot kalus awal adalah bobot kalus pada saat penanaman pada subkultur ke-1. e. Bobot kalus akhir adalah bobot kalus pada saat pemanenan pada subkultur ke-1. f. Bobot kalus kering adalah bobot kalus hasil pemanenan yang telah mengalami proses pengeringan sampai diperoleh bobot konstan. g. Bobot konstan adalah bobot yang didapat apabila dalam 2 kali penimbangan dan di antara kedua waktu penimbangan itu dilakukan pengeringan dalam waktu sekurang-kurangnya 1 jam, selisih bobot dalam kedua penimbangan tidak lebih dari 0,5 mg. h. Laju pertumbuhan kalus adalah pertambahan berat kalus tiap satuan waktu yang diperoleh dari data penimbangan hasil pemanenan kalus setiap 6 hari sekali sebanyak 3 botol selama 42 hari. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 33 i. Profil pertumbuhan kalus adalah rasio antara pertumbuhan kalus (bobot kalus akhir- bobot kalus awal) dengan waktu pemanenan serta rasio antara bobot kalus kering dengan waktu pemanenan.. j. Susut pengeringan adalah rerata bobot kalus basah dikurangi dengan rerata bobot kalus kering lalu dibagi dengan rerata bobot kalus basah dikali dengan 100%. C. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan a. Bahan utama Bahan utama yang digunakan adalah tanaman kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) yang ditanam di Maguwohardjo, Kabupaten Sleman. Bagian tanaman yang digunakan adalah daun segar dan sehat terletak no. 3-5 dari ujung batang atau cabang. b. Bahan kimia Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1) Agar, disuplai oleh Mkr Chemicals 2) Garam anorganik (makronutrien) yang terdiri dari : a) amonium sulfat, Merck , Germany, b) magnesium sulfat-heptahidrat, Merck, Germany, c) kalsiumklorida-dihidrat, Merck, Germany, d) kalium nitrat, Merck, Germany, e) natrium dihidrogen fosfat-monohidrat, Merck, Germany. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 34 3) Garam anorganik mikronutrien yang terdiri dari : a) mangan (II) sulfat monohidrat, BDH Limited Poole, England, b) sengsulfat-heptahidrat, Merck, Germany, 108883 c) tembaga (II) sulfat pentahidrat, disuplai oleh Brataco Chemica, Bandung, Indonesia. d) kobalt (II) klorida-heksahidrat, BDH Limited Poole, England, 10082. e) kalium iodide, Merck, Germany, 105043. f) asam borat, Merck, Germany, 100165. g) natriummolibdat-dihidrat, Riedel de Haen, Germany, 31439. 4) Sumber besi yang terdiri dari : besi (II) sulfat-heptahidrat dalam bentuk larutan stok dengan natrium etilen diamin tetra asetat (Merck, Germany). 5) Vitamin a) mio-inositol, Merck, Germany, b) asam nikotinat, Calbiochem, US dan Canada, c) piridoksin (B6), disuplai oleh Bratako Chemika, Bandung, Indonesia. d) tiamin (B1), disuplai oleh Bratako Chemika, Bandung, Indonesia. 6) Sumber karbon : sukrosa, Merck, Germany 7) Zat pengatur tumbuh yang terdiri dari : a) auksin (asam 2,4-diklorofenoksiasetat), Sigma, Germany, b) sitokinin (6-furfurilamino-purin), Merck, Germany, 8) Desinfektan a) natrium hipoklorida, Bayclin, Johnson PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 35 b) alkohol 70 % derajat kemurnian teknis. c) Tween-80, Merck-Sohuchardt 9) Akuades c. Bahan untuk penyarian : Metanol (J.T. Baker, Germany) dan Kloroform (J.T. Baker, Germany) d. Bahan untuk Kromatografi Lapis Tipis : 1. Metanol, J.T. Baker, Germany 2. Etil asetat, J.T. Baker, Germany. 3. Kedde reagent, Merck, Germany. 4. Asam sulfat, Merck, Germany. 5. Silica-Gel GF 254, Merck, Germany. 2. Alat a. Alat yang digunakan dalam kultur jaringan tanaman : 1) Alat-alat gelas, Pyrex 1) Autoklaf, YX 400Z Shanghai Sanshen, Medical Inst, Co, LTD. 2) Oven, Marius Instrument, German. 3) Pemanas listrik, Ika Combimag, RCT, German. 4) Timbangan analitik, Scaltec. 5) Glassfirn. 6) Magnetic stirrer. 7) Pinset. 8) Skapel. 9) Kertas pH indikator. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 36 10) Kertas saring. 11) Laminar air flow. 12) Lampu UV. 13) Inkubator, Heraeus Tamson, Holland. 14) Botol kultur. 15) Aluminium foil,Heavy-Duty, Diamond-Wrap. 16) Refrigerator, Sharp. 17) Sprayer. 18) Mortir & stamper. b. Alat untuk penyarian : alat gelas (pyrex), kertas saring, dan waterbath c. Alat untuk Kromatografi Lapis Tipis: 1) Bejana gelas. 2) Lempeng kaca. 3) Lemari asam. 4) Pipa kapiler. 5) Sprayer. 6) Lampu TL 20 watt. 7) Lampu UV 254 dan 365 nm. D. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman Determinasi tanaman Adenium obesum dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan menggunakan jurnal acuan (Anonim, 2006). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 37 2. Pembuatan stok a. Pembuatan larutan stok hara mikro Disiapkan gelas piala dengan volume 500 ml yang telah diisi akuades 300 ml. Mangan (II) sulfat tetrahidrat sebanyak 1,00 g, seng sulfat heptahidrat sebanyak 0,2 g, asam borat sebanyak 0,3 g, kalium iodida sebanyak 0,075 g, natrium molibdat dihidrat sebanyak 0,025 g, tembaga (II) sulfat pentahidrat 0,0025 g, kobalt (II) klorida heksahidrat sebanyak 0,0025 g dimasukkan satu per satu ke dalam gelas piala tersebut, sambil diaduk dengan menggunakan magnetic stirer hingga jernih. Kemudian ditambahkan aquades hingga volume 500 ml. Perlu diperhatikan bahwa tiap 1 liter media membutuhkan 1 ml stok hara mikro. b. Pembuatan larutan stok besi Stok untuk bahan ini terpisah dari unsur hara mikro lainnya, karena komponen natrium etilen diamin tetra asetat dan besi (II) sulfat heptahidrat sukar larut dalam akuades, maka perlu ditambahkan beberapa tetes HCl, kemudian dipanaskan. Disiapkan gelas piala dengan volume 500 ml yang telah diisi akuades 300 ml. Besi (II) sulfat heptahidrat sebanyak 0,278 g dan natrium etilen diamin tetra asetat dihidrat sebanyak 0,373 g dimasukkan ke dalam gelas piala tersebut, lalu ditambahkan beberapa tetes HCl sambil diaduk dengan menggunakan magnetis stirer hingga larut dan agar cepat larut dibantu dengan pemanasan. Kemudian ditambahkan akuades hingga volume 500 ml. Perlu diperhatikan bahwa satu liter media dibutuhkan 5 ml larutan stok besi. c. Pembuatan larutan stok vitamin PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 38 Dua ratus milliliter aquades dimasukkan ke dalam gelas piala dengan volume 500 ml, kemudian asam nikotinat sebanyak 0,1 g, piridoksin hidroklorida sebanyak 0, 1 g, tiamin hidroklorida sebanyak 0,01 g dimasukkan satu per satu ke dalam gelas piala tersebut, sambil diaduk dengan menggunakan magnetic stirer hingga jernih. Kemudian ditambahkan aquades hingga volume 500 ml. Perlu diperhatikan bahwa satu liter media dibutuhkan 5 ml larutan stok vitamin dan asam amino. d. Pembuatan larutan stok myoinositol Untuk membuat larutan myoinositol, diperlukan 10 g myoinositol yang dilarutkan dalam 500 ml aquades dalam gelas piala sampai larut kemudian akuades ditambahkan sampai volume 1 liter. Dalam membuat satu liter media dibutuhkan larutan stok myoinositol sebanyak 10 ml. e. Pembuatan larutan stok ZPT ZPT yang digunakan adalah asam 2,4-Diklorofenoksiasetat. Untuk membuat larutan stok 2,4-D (4 ppm), larutkan 2,4-D sebanyak 100 mg ke dalam 2-5 ml etanol, panaskan sebentar lalu tambahkan 100 ml akuades. Dalam membuat satu liter media dengan konsentrasi 2,4D sebesar 4 ppm dibutuhkan larutan stok sebanyak 4 ml. 3. Pembuatan media Media yang digunakan adalah media Gamborg. Pembuatannya adalah sebagai berikut : mula-mula 500 ml akuades dipanaskan di dalam gelas piala 1000 ml. Sambil terus diaduk, dimasukkan bahan-bahan anorganik makro sesuai dengan komposisi yang ada (daftar terlampir). Setelah semua hara PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 39 makro larut, dimasukkan berturut-turut 1 ml larutan stok hara mikro, 5 ml larutan stok besi-EDTA, 1 ml stok vitamin dan 10 ml stok myoinositol. Sedikit demi sedikit dimasukkan campuran sukrosa 27 g dan agar 10 g sambil diaduk hingga larut. Sementara itu, ditambahkan juga akuades sedikit demi sedikit untuk membantu kelarutan hingga volume mencapai 1000 ml. Campuran tersebut dipanaskan hingga mendidih dan berwarna jernih. Setelah jernih, suhu pemanas diturunkan dan stok zat pengatur tumbuh dimasukkan sesuai konsentrasi yang diinginkan. Setelah itu, dilakukan pengaturan pH media 5,2 – 5,6. jika terlalu basa ditambahkan HCl encer dan jika terlalu asam ditambahkan larutan KOH encer. Penyusutan air karena pemanasan diatasi dengan penambahan akuades hingga 1000 ml kemudian media dipindahkan ke dalam botol kultur dengan ketebalan kurang lebih 1 cm. Botol yang berisi media kemudian ditutup menggunakan alumunium foil dan disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit. Media yang aman digunakan adalah media yang telah disimpan dalam inkubator selama kurang lebih 1 minggu dan tidak tampak adanya pertumbuhan mikroorganisme kontaminan seperti : jamur dan bakteri. 4. Sterilisasi alat dan ruangan a. Sterilisasi alat Erlenmeyer yang berisi akuades dan gelas piala kosong ditutup dengan alumunium foil. Cawan petri diisi kertas saring, skalpel, pinset yang dibungkus dengan kertas payung semuanya dimasukkan dalam autoklaf dan disterilkan pada temperatur 121 °C selama 20 menit. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 40 b. Sterilisasi ruangan Dinding- dinding ruangan penanaman eksplan dan Laminar Air Flow (LAF) disterilkan dengan menggunakan alkohol 70% atau spiritus. Selanjutnya lampu UV baik yang ada di ruangan maupun di LAF dinyalakan selama ± 2 jam. 5. Sterilisasi dan penanaman eksplan a. Sterilisasi eksplan Sebelum dimasukkan ke dalam LAF, eksplan berupa daun yang diambil dari tanaman induk dicuci di bawah air keran yang mengalir dengan diberi sedikit detergen untuk membersihkan kotoran yang melekat di permukaan terluar eksplan Eksplan direndam-dikocok dalam larutan hipoklorit 5 – 10 menit kemudian dibilas dengan akuades sebanyak 3 kali. Di dalam LAF eksplan juga disterilkan dengan direndam-dikocok dalam larutan hipoklorit dengan ditambah Tween-80 sebanyak 2-3 tetes selama 5 menit. Eksplan dibilas 3 kali dengan air steril (air yang sudah disterilisasi dengan autoklaf). Eksplan yang sudah dibilas dengan air steril ini sudah siap untuk ditanam. b. Penanaman eksplan Potongan eksplan yang akan ditanam yang sudah disterilkan sebelumnya dimasukkan ke dalam media dengan sedikit ditekan untuk memperbesar sudut kontak eksplan dengan permukaan media klutur. Media yang telah ditanami, diinkubasikan dalam ruang inkubator dengan suhu ruangan 18 °C serta disinari dengan lampu TL 20 watt dengan ketinggian 40 cm. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 41 6. Pengamatan waktu inisiasi kalus Waktu inisiasi kalus dihitung dari saat kalus mulai terbentuk. Karena pertambahan bobot pertumbuhan kalus tidak dapat diamati, penentuan waktu inisiasi kalus dilakukan secara visual yaitu mulai terlihatnya bintik putih pada bagian pelukaan eksplan. 7. Subkultur Subkultur dilakukan 36 hari setelah penanaman di mana tanaman telah menampakkan gejala kurang nutrisi (berwarna kecoklatan) atau bobotnya tidak bertambah. Pada proses subkultur, kalus dipecah menjadi bagian yang lebih kecil kemudian ditanam lagi ke dalam media baru. Proses subkultur ini dilakukan sebagai berikut, semua perlengkapan yang digunakan yaitu pinset, skapel, bunsen, alat-alat gelas, botol berisi alkohol 70% dan botol-botol yang berisi media yang telah diketahui beratnya dimasukkan kedalam laminar air flow dan disterilkan selama ± 2 jam dengan lampu UV. Media yang berisi kalus kemudian disemprot dengan alkohol 70% kemudian dimasukkan ke dalam laminar air flow. Ketika botol akan dibuka dan ditutup, maka dilakukan proses flambir. Kemudian ambil kalus dengan pinset dan letakkan di atas cawan petri. Bersihkan kalus dari sisa-sisa eksplan hingga bersih kemudian belah bagian kalus tersebut dan potong-potong dengan menggunakan skapel dan pinset dengan ukuran kalus 3 – 5 mm lalu ditanam dalam media yang baru secara aseptis. Kalus yang telah ditanam tadi kemudian diinkubasikan di dalam ruang inkubator dengan suhu ruangan 180C serta disinari dengan lampu TL 20 watt dengan ketinggian 40 cm. Sub-kultur PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 42 ini dibuat sebanyak 42 botol. Untuk mengetahui bobot kalus maka dilakukan penimbangan pada media baru yang berisi kalus, selanjutnya bobot yang diperoleh dikurangkan dengan bobot media awal sebelum ditanami kalus. 8. Pemanenan Setelah dilakukan subkultur, tiap 6 (enam) hari sekali dilakukan pemanenan sebanyak 3 (tiga) buah botol yang berisi kalus lalu dibersihkan dari sisa-sisa agar yang masih melekat. Setelah kalus bersih kemudian dilakukan penimbangan dan akan mendapatkan bobot kalus basah. Kalus yang telah dipanen kemudian dikeringkan pada suhu 40-500C hingga didapatkan perbedaan bobot tidak lebih dari 0,5 mg bobot kalus dari 2 penimbangan berurutan berselang 1 jam (MMI jilid IV) atau dengan kata lain setelah didapatkan berat kalus kering yang konstan. Catat bobot kering kalus hasil setiap pemanenan. Kalus kering yang diperoleh kemudian digerus dengan menggunakan mortir dan stamper. Selanjutnya serbuk kalus yang diperoleh, disimpan di dalam flakon dan dikumpulkan sebanyak ± 2 gram untuk dibuat ekstrak sehingga dapat diketahui metabolit sekunder dalam kalus. 9. Analisis pertumbuhan kalus Analisis pertumbuhan kalus dalam penelitian ini menggunakan dua cara, yaitu : a. Pembuatan grafik pola pertumbuhan kalus berdasarkan data penimbangan bobot kalus basah dengan umur kalus. Perhitungan bobot kalus basah tiap-tiap waktu tertentu yakni setiap 6 (enam) hari sekali. Pertambahan bobot kalus basah pada tiap-tiap waktu PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 43 pemanenan didapatkan dari penjumlahan dari tiap-tiap botol yang dipanen pada hari yang sama. Analisis pertumbuhan kalus dilakukan dengan menggunakan kurva sigmoid yang menyatakan hubungan antara umur kalus dengan pertambahan bobot kalus basah (pertumbuhan kalus) sehingga diperoleh gambaran fase-fase pertumbuhan kalus. b. Pembuatan grafik pola pertumbuhan kalus berdasarkan data biomassanya Kalus basah yang diperoleh dari setiap pemanenan kemudian dikeringkan hingga bobotnya konstan dan ditimbang. Pertumbuhan kalus dihitung berdasarkan persentase pertambahan bobot biomassa kalus. Kemudian dibuatkan grafik pola pertumbuhan kalus, dengan menghubungkan antara pertambahan bobot kalus kering dan umur kalus. 10. Pengeringan dan pembuatan serbuk daun kamboja jepang Daun kamboja jepang dikeringkan di dalam oven pada suhu 40-500C. Kemudian daun yang telah dikeringkan tersebut, digerus dengan menggunakan mortir dan stamper. Serbuk daun yang diperoleh, disimpan di dalam flakon. 11. Pembuatan ekstrak kalus Satu gram serbuk kalus daun kamboja jepang direfluks menggunakan 10 ml campuran kloroform-metanol (1:10 v /v), selama 10 menit. Larutan didinginkan dan disaring, filtratnya diuapkan sampai kering. Residu yang diperoleh dilarutkan dalam 2 ml kloroform-metanol (1:1 v/v) (Dwiatmaka dan Wulandari, 2005). Ekstrak yang ditotolkan pada plat KLT sebanyak 30-50μl (Wagner, et al., 1984). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 44 12. Pembuatan ekstrak daun kamboja jepang Satu gram serbuk kering daun kamboja jepang direfluks menggunakan 10 ml campuran kloroform-metanol (1:10 v/v), selama 10 menit. Larutan didinginkan dan disaring, filtratnya diuapkan sampai kering. Residu yang diperoleh dilarutkan dalam 2 ml kloroform-metanol (1:1 v/v) (Dwiatmaka dan Wulandari, 2005). Sebelumnya perlu dilakukan uji tabung untuk memastikan ada tidaknya aglikon kardenolida sebagai salah satu cincin lakton yang menyerang C17 pada glikosida steroid. Uji dengan pereaksi Baljet, ambil sari kloroform secukupnya, encerkan dengan metanol 3-5 kali lipat volume asal, tambahkan pereaksi Baljet. Terbentuknya warna jingga menunjukkan adanya aglikon kardenolida. Uji dengan pereaksi Raymond, dengan cara kerja yang sama maka terbentuknya warna ungu menunjukkan adanya aglikon kardenolida. Ekstrak yang ditotolkan pada plat KLT sebanyak 30-50μl (Wagner, et al., 1984) 13. Pembuatan standar digitoksin Sepuluh mg serbuk digitoksin dilarutkan dalam sepuluh ml metanol P (Anonim, 1995). 14. Uji KLT ekstrak kalus, ekstrak daun kamboja jepang dan standar digitoksin Ekstrak kalus, ekstrak daun kamboja jepang dan standar digitoksin ditotolkan pada lempeng KLT dengan menggunakan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak berupa etil asetat – metanol - air (81 : 11 : 8 v/v) dengan jarak pengembangan 8 cm. Deteksinya menggunakan sinar UV 254 dan 365 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 45 nm, serta disemprot dengan dua macam pereaksi yaitu Kedde (bercak diamati di bawah sinar tampak) dan Vanilin Asam Fosfat (lempeng dipanaskan pada suhu 1000C selama 10 menit, amati bercak di bawah sinar tampak) (Wagner, et al., 1984). E. Analisis Hasil Analisis waktu inisiasi kalus dilakukan secara visual sebagai munculnya titik-titik tumbuh kalus yang berwarna putih kekuningan untuk yang pertama kalinya pada eksplan dengan menggunakan rata-rata waktu inisiasi kalus. Pertumbuhan kalus diperoleh berdasarkan pertambahan bobot kalus basah yakni dengan cara mengurangkan bobot kalus basah akhir dengan bobot kalus basah awal. Bobot kalus basah awal didapat dari bobot kalus hasil subkultur pertama. Bobot kalus basah akhir didapat dari bobot kalus basah yang telah ditumbuhkan dalam media selama enam hari (bobot kalus setelah pemanenan). Pertumbuhan kalus (p) = bobot kalus basah akhir – bobot kalus basah awal Data penimbangan bobot kalus basah yang diperoleh dari setiap pemanenan kemudian dikeringkan hingga bobotnya konstan dan ditimbang. Pertumbuhan kalus juga dapat dihitung dihitung berdasarkan persentase pertambahan bobot biomassa kalus. Kemudian dibuatkan grafik profil pertumbuhan kalus, dengan menghubungkan antara persen susut pengeringan dengan umur kalus. Data profil pertumbuhan kalus berdasarkan biomassa kalus PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 46 tersebut digunakan sebagai data pendukung bagi profil pertumbuhan kalus berdasarkan pertambahan bobot kalus basah. Untuk mengetahui apakah dengan adanya penambahan zat pengatur tumbuh (2,4-D) selama dilakukannya proses kultur, berpengaruh terhadap bobot biomassa kalus maka diperlukan perhitungan susut pengeringan. Persen susut pengeringan kalus dihitung dengan mengurangkan rerata bobot kalus basah akhir dengan rerata bobot kalus kering dibagi dengan rerata bobot basah akhir dikali 100%. % susut pengeringan : (rerata bobot kalus basah akhir – rerata bobot kalus kering) x 100% rerata bobot kalus basah akhir Analisis kandungan kimia kalus, dalam hal ini glikosida jantung dilakukan uji KLT dengan membandingkan bercak kalus kamboja jepang dengan bercak daun tanaman asal dan bercak standar digitoksin. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Determinasi tanaman kamboja jepang dilakukan dengan mencocokkan tanaman kamboja jepang yang digunakan dalam penelitian dengan ciri-ciri morfologi tanaman kamboja jepang berdasarkan jurnal acuan (Anonim, 2006). Berdasarkan hasil determinasi, diperoleh keterangan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.). B. Pembuatan Media, Pemilihan Eksplan, Sterilisasi, dan Penanaman Media yang digunakan adalah media Gamborg. Pembuatan media pada prinsipnya dilakukan dengan melarutkan semua komponen media dalam air, sesuai dengan konsentrasinya. Modifikasi komponen media baku juga biasa dilakukan untuk mendapatkan pertumbuhan kultur yang lebih sesuai yang diinginkan. Media Gamborg dibuat dengan cara melarutkan bahan-bahan yang ada ke dalam Beaker glass secara berurutan, bahan organik makro dan mikro, vitamin, myoinositol, sukrosa dan agar, serta hormon pengatur tumbuh. Unsur mikro perlu dibuat dalam larutan stok untuk memudahkan dalam pembuatan media karena jumlahnya yang cukup kecil (kurang dari 100 mg/L), sedangkan unsur makro tidak perlu. Begitu juga dengan vitamin, Fe(Na)EDTA, dan Myoinositol perlu dibuat dalam larutan stok. Selanjutnya ditambahkan campuran sukrosa dan agar yang sebelumnya sudah digerus halus. Penambahan dilakukan sedikit demi sedikit PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 48 sambil dipanaskan agar campuran sukrosa dan agar tidak menggumpal dan sekaligus memudahkan pelarutan. Campuran bahan kemudian dididihkan. Selanjutnya ditambahkan hormon pengatur tumbuh 2,4-D dan FAP dan diatur PH 5,2-5,6. Jika terlalu asam media akan sukar memadat sehingga perlu ditambah KOH (basa) encer. Jika terlalu basa media akan cepat memadat sehingga akan sulit dituang ke dalam botol-botol media, diatasi dengan penambahan HCl (asam) encer. Selanjutnya media dipindahkan ke dalam botol-botol kultur dan ditutup dengan alumunium foil untuk kemudian disterilisasi dengan autoklaf 121˚C selama 15 menit. Media yang sudah disterilisasi kemudian disimpan dalam inkubator selama 1 minggu dan siap untuk ditanami jika tidak terjadi kontaminasi seperti jamur dan bakteri. Eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun tanaman Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult. yang terletak nomor 3-5 dari ujung batang atau cabang karena pada bagian tersebut masih banyak dijumpai jaringan meristem dan parenkim muda yang mempunyai sifat totipotensi sehingga dapat tumbuh dan berkembang menjadi kalus. Sel atau jaringan yang masih muda yang dinamakan juvenile akan tetap muda dalam pengkulturan sehingga daya untuk beregenerasi tetap ada. Daun yang terletak di bagian ujung batang atau cabang memiliki jaringan yang sudah tua sehingga kesanggupan untuk beregenerasi sudah berkurang, selain itu jaringan yang sudah tua mengandung banyak bakteri endofit sehingga harus dihindari. Pemilihan daun sebagai eksplan, selain mudah didapat daun juga memiliki kemampuan tumbuh lebih cepat dibandingkan eksplan bagian lain seperti batang utama, cabang batang, atau tangkai bunga. Proses sterilisasi PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 49 yang diperlukan juga mudah dan lebih cepat. Menurut Santoso dan Nursandi (2002), munculnya kalus rata-rata terjadi pada hari 12,2 HSI (Hari Setelah Inokulasi) dengan perlakuan asam 2,4-D. Daun yang diinokulasikan akan mengalami dediferensiasi (kebalikan diferensiasi) yaitu berubahnya sel-sel eksplan yang tadinya sudah terspesialisasi menjadi tidak terspesialisasi dan kembali ke kondisi meristematik. Proses ini terjadi pada sel-sel eksplan yang sebelumnya sudah terdeferensiasi). Ukuran eksplan yang akan ditanam berdasarkan orientasi adalah 0,5 – 1,0 cm. Ukuran eksplan tidak begitu menentukan, namun hendaklah diketahui bahwa pembelahan sel akan seringkali gagal apabila eksplan terlalu kecil. Namun eksplan yang terlalu besar juga memiliki resiko kontaminasi yang lebih besar dan penyerapan nutrisi yang kurang sempurna karena tidak semua bagian eksplan menempel pada media sehingga kalus yang terbentuk hanya pada sebagian eksplan saja selebihnya eksplan mulai menguning, menjadi coklat dan akhirnya mati. Peneliti sudah mencoba dengan ukuran eksplan yang besar dan yang kecil. Hasilnya, eksplan yang kecil membentuk kalus lebih sempurna karena nutrisi yang diserap juga lebih banyak karena permukaan eksplan menempel seluruhnya pada media. Bagian tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun karena pada penelitian yang dilakukan oleh Nakamura dkk. (2000) dilaporkan bahwa ekstrak dari daun tanaman Adenium obesum mengandung glikosida jantung yang memiliki efek mengatasi sitotoksik sehingga berpotensi sebagai antikanker. Oleh karena itu, diharapkan dengan metode kultur jaringan ini dihasilkan kalus dari PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 50 daun kamboja jepang yang mengandung glikosida jantung yang sama dengan tanaman asalnya. Media tumbuh yang digunakan dalam kultur jaringan juga merupakan tempat tumbuh yang menguntungkan bagi pertumbuhan jamur dan bakteri, untuk itu perlu dilakukan sterilisasi guna mencegah kontaminasi. Sterilisasi dilakukan pada peralatan, media, eksplan, maupun ruang transfer. Sterilisasi pada peralatan dan media menggunakan metode uap panas bertekanan yaitu menggunakan autoklaf denga suhu 121 °C selama 15 menit. Ruang transfer disterilisasi dengan disemprot alkohol 70% dan radiasi sinar UV selama ± 2 jam. Sinar UV ini memiliki panjang gelombang yang pendek (10-8 – 10-6 nm) sehingga energi yang dimiliki sinar UV sangat besar karena panjang gelombang berbanding terbalik dengan energi yang dipancarkan sehingga energi radiasi dari sinar UV ini dapat digunakan untuk mensterilisasi ruang transfer. Sinar UV ini beda dengan yang digunakan untuk menyinari uang karena memiliki watt yang lebih besar (2 x 30 watt) sehingga radiasi yang ditimbulkan juga cukup besar untuk mematikan mikroorganisme di dalam ruang transfer. Sterilisasi eksplan terdiri dari 3 tahap, yaitu pencucian, sterilisasi di luar dan sterilisasi di dalam ruang transfer. Pencucian dilakukan dengan tujuan menghilangkan kotoran (kontaminan) dari permukaan daun dengan menggunakan detergen dan dibilas dengan akuades, biasa disebut disinfeksi. Sterilisasi di luar dan di dalam ruang transfer dilakukan secara kimiawi yaitu dengan campuran hipoklorit 10% dan Tween 80 dan dibilas menggunakan akuades steril. Tween 80 digunakan sebagai agen pembasah untuk meningkatkan efektivitas serilisasi karena lapisan terluar daun biasanya PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 51 berlapiskan lilin, sehingga akan mencegah terbentuknya gelembung-gelembung udara yang dapat menutupi permukaan jaringan yang dapat menghambat penyerapan nutrisi media. Eksplan ditanam dalam bentuk irisan melintang daun. Melalui bentuk irisan ini diharapkan permukaan eksplan yang dapat kontak dengan media semakin luas sehingga nutrisi dapat diserap dengan lebih baik oleh eksplan. Pada saat pengirisan dan pemindahan eksplan ke dalam botol kultur, digunakan pisau dan pinset yang telah disterilkan dan didinginkan untuk meminimalkan resiko kematian eksplan karena panas. Gambar 2. Eksplan dalam bentuk irisan melintang daun C. Waktu Inisiasi Kalus Waktu inisiasi kalus adalah waktu yang diperlukan sejak penanaman hingga saat kalus mulai terbentuk. Idealnya, waktu inisiasi kalus ditandai dengan pertambahan bobot eksplan yang telah ditanam dari bobot awalnya. Namun, pengamatan bobot media dan eksplan dari hari ke hari menunjukkan terjadinya penurunan bobot eksplan dan media berbanding lurus dengan umur penanaman. Penurunan bobot tersebut terjadi karena laju pertumbuhan kalus lebih lambat daripada laju pengurangan kadar air media akibat penguapan dan penyerapan air PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 52 oleh eksplan. Oleh karena itu, penentuan waktu inisiasi kalus tidak dapat diamati dengan cara tersebut. Pada penelitian ini, inisiasi kalus diamati dengan munculnya titik-titik tumbuh kalus yang berwarna putih kekuningan untuk yang pertama kalinya pada eksplan. Waktu inisiasi kalus berdasarkan konsentrasi 2,4-D dan FAP terlihat pada tabel berikut. Tabel I. Waktu inisiasi kalus pada Ga. II Perbandingan Waktu inisiasi kalus Jumlah botol konsentrasi ZPT (ppm) (hari) 2 9 2,4-D : FAP 4 10 4:4 4 14 Rata-rata 11 Tabel II. Waktu inisiasi kalus pada Ga. III Perbandingan Waktu inisiasi kalus Jumlah botol konsentrasi ZPT(ppm) (hari) 3 14 2,4-D : FAP 4 10 4:0 2 14 Rata-rata 12,7 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 53 Tabel tersebut menunjukkan bahwa waktu inisiasi Ga. II lebih cepat dibandingkan Ga. III. Waktu inisiasi kalus ini tidak dapat menggambarkan pertumbuhan kalus. Karena selama proses orientasi yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa walaupun eksplan tanaman yang dipilih diperlakukan pada kondisi percobaan yang sama, namun eksplan tanaman yang satu dan yang lainnya memiliki kepotensialan yang berbeda untuk tumbuhnya kalus. Gambar 3. Inisiasi kalus D. Subkultur dan Panen Subkultur dilakukan setelah kalus berumur 36 hari. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga konsistensi pasokan nutrisi. Apabila subkultur terlambat dilakukan, massa kalus akan mati kehabisan nutrisi. Tanda-tanda kalus kehabisan nutrisi dan harus segera dipindah adalah warna kalus menjadi coklat, media retak, dan selanjutnya sedikit demi sedikit kalus akan mengering. Waktu 36 hari yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari hasil orientasi, di mana pada umur 36 hari kalus telah mulai menunjukkan tanda kekurangan nutrisi. Pada penelitian ini, kalus cukup disubkultur 1 kali sebelum dilakukan pemanenan. Kalus yang dipanen adalah hasil dari subkultur pertama. Hal ini PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 54 dilakukan karena pada subkultur yang pertama eksplan sudah membentuk kalus seluruhnya. Bagian kalus yang disubkultur adalah bagian yang masih memiliki titik tumbuh yaitu di bagian kalus terluar dan belum mengalami browning. Kalus yang telah mengalam browning apabila ditanam tidak dapat tumbuh dan berkembang membentuk kalus baru. Kalus bagian luar merupakan kalus yang masih tersusun oleh sel-sel meristem sehingga dapat tumbuh dan berkembang membentuk kalus baru. Dengan pemilihan ini, diharapkan kalus akan cepat berkembang setelah dipindah ke media baru. Dari hasil orientasi, ditemukan bahwa kalus bagian dalam terdiri dari sel-sel tua yang dalam keadaan dorman sebelum mulai pertumbuhan apabila dipindahkan ke media baru. Tidak jarang, kalus tua ini justru mati setelah dipindah karena tidak mampu menyerap nutrisi dari media. Bobot kalus awal sebelum subkultur tidak dapat ditimbang karena resiko kontaminasi. Oleh karena itu, jumlah kalus awal dikendalikan dengan menyamakan ukuran kalus awal, yaitu ± 3 – 5 mm. Ukuran ini ditetapkan dengan cara orientasi. Ukuran kalus awal yang lebih kecil menghasilkan pertumbuhan yang lebih pesat karena penyerapan nutrisi lebih optimal. Pemanenan dilakukan pada setiap 6 hari sekali selama 42 hari. Tujuan pemanenan adalah untuk mengetahui profil pertumbuhan kalus dan untuk mendapatkan kalus kering untuk dianalisis kandungan kimianya. Pemanenan pada hari ke-30 sampai hari ke-36 dilakukan 2 hari sekali agar perubahan fase eksponensial menuju fase stasioner terlihat lebih jelas. Pemanenan dilakukan sampai hari ke-42, karena pada hari ke-36 hingga hari ke-42 kalus menunjukan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 55 fase stasioner, di mana pada fase tersebut diharapkan kalus memiliki kandungan metabolit sekunder berupa glikosida jantung yang optimum. E. Profil Pertumbuhan Kalus Pertumbuhan kalus tidak dapat diamati dengan penimbangan kalus setiap periode waktu tertentu karena adanya pengurangan bobot media akibat penguapan yang akan mengacaukan data. Kadang-kadang, bobot kalus terlihat berkurang semu karena laju penguapan media lebih besar daripada laju pertumbuhan kalus. Pada penelitian, dilakukan panen setiap 6 hari sekali sehingga didapatkan data bobot kalus awal dan akhir pada hari ke 6, 12, 18, dan seterusnya. Pertumbuhan dihitung sebagai selisih bobot kalus basah akhir (n hari setelah penanaman) dengan bobot kalus basah awal (bobot kalus pada saat ditanam). Pola pertumbuhan kalus mengikuti persamaan kuva sigmoid dengan adanya fase lag, fase eksponensial, dan fase stasioner. Pada analisis profil pertumbuhan ini media yang digunakan disebut sebagai media Ga. II dan Ga. III. Media Ga. II adalah media Gamborg dengan perbandingan konsentrasi FAP dan 2,4-D (4 : 4). Media Ga. III adalah media Gamborg dengan konsentrasi 2,4-D 4 ppm. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 56 Gambar 4. Kurva pertumbuhan kalus pada media Ga. II Fase-fase pertumbuhan kalus dapat dilihat pada kurva pertumbuhan kalus hasil pengamatan, yaitu : fase lag, merupakan fase penyesuaian di mana laju pertumbuhan kalus sangat kecil. Pada penelitian ini, fase lag terjadi pada hari ke-0 hingga hari ke-18. Pada fase lag, terjadi penyesuaian diri daun kamboja jepang dengan lingkungan sehingga laju pertumbuhan sangat kecil. Pada fase ini, kalus mulai tumbuh yang ditandai dengan adanya bintik berwarna putih kekuningan pada bagian pelukaan daun. Pada hari ke-18 sampai hari ke-36 kalus mengalami fase eksponensial yang ditandai dengan pertumbuhan kalus yang sangat pesat karena kalus sudah dapat menyesuaikan diri dengan media dan dapat mengabsorpsi nutrisi dengan baik. Setelah hari ke-36, kalus mengalami fase stasioner di mana laju pertumbuhan kalus setara dengan laju kematian sehingga bobot kalus relafif tetap. Pada fase stasioner inilah metabolit aktif berupa glikosida jantung dihasilkan. Oleh karena itu, pemanenan kalus dapat dilakukan mulai hari ke-36 untuk mendapatkan metabolit dalam jumlah optimum. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 57 Gambar 5. Kurva pertumbuhan kalus pada media Ga. III Fase-fase pertumbuhan kalus dapat dilihat pada kurva pertumbuhan kalus hasil pengamatan, yaitu : fase lag, merupakan fase penyesuaian di mana laju pertumbuhan kalus sangat kecil. Pada penelitian ini, fase lag terjadi pada hari ke-0 hingga hari ke-15. Pada umur tersebut, kalus masih dalam tahap penyesuaian diri dengan media setelah proses subkultur sehingga absorpsi nutrisi dari media berjalan lambat. Pertumbuhan kalus masih lambat karena belum banyak asupan nutrisi yang diperlukan sebagai sumber energi bagi pembelahan dan pembesaran sel. Pada hari ke-15 sampai hari ke-36, pertumbuhan kalus menjadi cepat. Fase ini disebut fase eksponensial. Pada fase ini, nutrisi dapat diserap dengan baik sehingga pertumbuhan sel menjadi optimal. Setelah hari ke-36, pertumbuhan kalus menjadi tetap karena sel mulai menua dan nutrisi pada media mulai menipis. Pemanenan dapat dilakukan pada fase ini karena metabolit sekunder terbentuk dengan optimal. Kurva sigmoid yang menggambarkan hubungan antara umur kalus dengan pertambahan bobot kalus basah didukung oleh kurva pertumbuhan kalus daun PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 58 kamboja jepang berdasarkan pertambahan bobot biomassa kalus. Data profil pertumbuhan kalus daun kamboja jepang berdasarkan pertambahan bobot biomassa kalus ditunjukkan pada lampiran 3. F. Susut Pengeringan Kalus Bobot basah kalus tidak dapat menggambarkan produktivitas kalus. Produktivitas kalus dapat dilihat dari nilai biomassa (massa sel kalus) atau bobot kering kalus. Biomassa kalus akan terbentuk seiring dengan pertumbuhan umur kalus. Sel-sel kalus akan terus tumbuh dan akan mencapai pertumbuhan yang maksimal pada fase stasioner sehingga pada fase ini metabolit sekunder yang dihasilkan akan maksimal, Menurut Salisbury dan Ross (1992), auksin dapat meningkatkan bobot basah kalus dengan cara meningkatkan permeabilitas dinding sel terhadap air sehingga air dari media banyak terabsorpsi ke dalam kalus. Untuk melihat pengaruh variasi konsentrasi terhadap kandungan air kalus, dilakukan perbandingan susut pengeringan dari kalus pada kedua media. Gambar 6. Perbandingan kurva susut pengeringan kalus pada kedua media PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 59 Persen susut pengeringan adalah nilai persen dari pengurangan rerata bobot kalus basah dengan rerata bobot kalus kering dibagi dengan rerata bobot kalus basah. Persen susut pengeringan kalus yang diperoleh dari hasil penelitian ditunjukkan pada gambar 6. Persen susut pengeringan kalus meningkat secara drastis pada hari ke-0 hingga hari ke-6. Hal tersebut menunjukkan bahwa kalus menyerap lebih banyak air pada fase awal pertumbuhan kalus yaitu pada fase lag akibat adanya penambahan ZPT (2,4-D) ke dalam media yang mana menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) 2,4-D dapat menaikkan tekanan osmotik, meningkatkan sintesa protein, meningkatkan permeabilitas sel terhadap air, dan melunakkan dinding sel yang diikuti menurunnya tekanan dinding sel sehingga air dapat masuk ke dalam sel yang disertai dengan kenaikan volume sel, sehingga persen susut pengeringanpun mengalami kenaikan. Selanjutnya persen kadar air kalus mulai konstan pada hari ke-6 hingga hari ke-42. Hal tersebut menunjukkan bahwa kalus menyerap sedikit air akan tetapi kalus lebih banyak melakukan aktivitas pembelahan sel. Data persen susut pengeringan sangat penting dalam hal pemilihan jenis media tanam yang akan digunakan. Apabila tipe kalus yang ditumbuh kembangkan banyak mengalami penyusutan setelah dikeringkan maka media yang cocok digunakan yakni media cair. Melalui pemilihan media yang tepat maka dapat diketahui pula waktu yang tepat untuk dilakukan pemanenan sehingga metabolit sekunder yang dihasilkan oleh kalus dalam keadaan optimum. Pada gambar 6 ditunjukkan bahwa kalus daun kamboja jepang banyak mengkonsumsi air di dalam pertumbuhannya sehingga pembudidayaan pada PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 60 media cair diduga akan menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang optimal karena media yang digunakan optimum di dalam pertumbuhan. Dalam hal ini, media Ga. II lebih baik dibanding Ga. III karena waktu inisiasi yang diperlukan lebih singkat selain itu. G. Analisis Kandungan Kimia Kalus Analisis kandungan kimia kalus secara KLT dan uji tabung dilakukan untuk membuktikan bahwa secara kualitatif kalus mampu memproduksi glikosida jantung seperti tanaman asalnya sehingga diharapkan dapat dikembangkan sebagai penghasil metabolit sekunder. Pada penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan uji identifikasi fitokimia kalus dengan menggunakan 2 macam pereaksi, yaitu uji dengan pereaksi Baljet dan uji dengan pereaksi Raymond, di mana jika hasil uji ini positif memberikan warna jingga dan ungu yang menunjukkan adanya aglikon kardenolida sebagai salah satu cincin lakton yang menyerang C17 pada glikosida steroid. 20 19 13 R CH3 17 14 12 18 6 CH3 16 10 11 9 1 15 5 4 2 8 3 7 Gambar 7. Penomoran struktur inti steroid PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 61 Dari hasil penelitian diperoleh hasil yang positif dengan kedua pereaksi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak kalus mengandung aglikon kardenolida. Secara spesifik, menurut Farnsworth (1966), ada 2 macam gugus yang menunjukkan adanya kandungan glikosida jantung, yaitu cincin lakton tidak jenuh dan inti steroid. Masing-masing gugus tersebut dapat diidentifikasi menggunakan beberapa macam reagen dan menghasilkan warna yang spesifik. Cincin lakton tidak jenuh dapat diidentifikasi menggunakan beberapa macam reagen, salah satunya reagen Kedde (3,5 Dinitrobenzoic acid-alkali). Reagen semprot ini menghasilkan intensitas warna yang lebih tinggi pada bercak hasil pengembangan. Inti steroid dapat diidentifikasi menggunakan reagen vanillin asam fosfat dan akan menghasilkan bercak berwarna warna kuning kehijauan. Kedua reagen tersebut dalam penelitian ini digunakan untuk mengidentifikasi adanya cincin lakton tidak jenuh dan inti steroid yang merupakan penyusun glikosida jantung. Selanjutnya analisis kandungan kimia kalus dalam penelitian ini dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Fase diam yang digunakan pada penelititan ini yaitu silika gel GF254 Fase diam ini digunakan karena glikosida jantung hanya memiliki sedikit gugus kromofor yang apabila dideteksi di bawah UV 254 nm pada silika gel tanpa indikator fluoresensi memberikan bercak dengan intensitas warna yang lemah. Oleh karena itu digunakan silika gel GF254 yang mengandung bahan yang dapat berfluoresensi. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 62 Standar pembanding yang digunakan adalah digitoksin karena termasuk glikosida jantung. Selain itu kamboja jepang juga mengandung bahan aktif yang menyerupai glikosida digitalis berupa glikosida jantung. Fase gerak yang digunakan dalam analisis ini adalah campuran etil asetat : metanol : air dengan perbandingan 81 : 11 : 8 v/v . Karena fase diam lebih polar daripada fase gerak, maka kromatografi ini merupakan kromatografi fase normal. Pereaksi semprot yang digunakan dalam penelitian ini adalah pereaksi vanilin asam fosfat dan peraksi Kedde (Wagner et al., 1984). Glikosida jantung bersifat polar karena memiliki gugus gula (glikon). Namun kepolaran fase diam yang digunakan dalam penelitian lebih tinggi dibandingkan dengan glikosida jantung. Berdasarkan sifat fase gerak, fase diam, dan analit, bercak dapat bergerak mengikuti fase gerak (tabel III). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 63 Tabel III. Hasil pengamatan KLT dengan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak etil asetat : metanol : air ( 81 : 11 : 8 v/v ) Totolan Ekstrak Standar Digitoksin Daun Kamboja Jepang Kalus Kamboja Jepang Ga. II Kalus Kamboja Jepang Ga. III No. Bercak Pereaksi Vanilin Asam Fosfat Rf Warna 0,56 Kuning oranye 0,69 Kuning oranye 0,79 Kuning oranye 0,08 Jingga 0,29 Jingga 0,56 Hijau 0,65 Hijau 0,75 Kuning 0,81 Hijau 0,05 Jingga 0,16 Jingga Pereaksi Kedde A1 Sinar UV 254 nm 365 nm Rf Warna Rf Warna 0.56 Ungu - A2 0,69 Ungu - - A3 0,79 Ungu - - B1 B2 B3 B4 B5 B6 C1 C2 0.08 0,29 0,56 0,65 0,75 0,81 0,05 0,16 Coklat Ungu Hijau Hijau Ungu Hijau tua Coklat Coklat 0,08 0,29 0,56 0,65 0,81 0,05 0,16 Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Hijau Ungu C3 0,66 Ungu - - 0,66 Jingga 0,66 - C4 0,81 Hijau 0,81 Ungu 0,81 Hijau 0,81 Hijau D1 0,09 Coklat 0,09 Hijau 0,09 Jingga 0,09 Kuning D2 0,18 Coklat 0,18 Ungu 0,18 Jingga 0,18 Kuning D3 0,68 Ungu - - 0,68 Jingga - - D4 0,84 Hijau - - 0,84 Hijau 0,84 Hijau Keterangan : Ga II → media Gamborg dengan konsentrasi FAP : 2,4-D (4 : 4) Ga. III → media Gamborg dengan konsentrasi FAP : 2,4-D (0 : 4) A1 s/d A 3 → bercak standar digitoksin no. 1 – 3 B1 s/d B6 → bercak ekstrak daun no. 1 – 6 C1 s/d C4 → bercak ekstrak kalus Ga. II no. 1 – 4 D1 s/d D4 → bercak ekstrak kalus Ga. III no. 1 – 4 Rf 0,56 Warna Ungu 0,69 Ungu 0,79 Ungu 0,08 0,56 0,65 0,81 0,05 0,16 Kuning Hijau Hijau Hijau Kuning Kuning PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 64 Keterangan gambar : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak: etil asetat : metanol :air (81 : 11 : 8 v/v) 3 6 4 2 5 1 4 3 A : Standar Digitoksin 4 B : Ekstrak daun kamboja jepang 3 C : Ekstrak kalus daun kamboja jepang Ga. II D : Ekstrak kalus daun kamboja 2 2 jepang Ga. III 2 1 1 A B Deteksi 1 C D :vanilin asam fosfat pemanasan 1000C selama 10 menit Jarak pengembangan : 8 cm Gambar 8. Kromatogram glikosida jantung kalus daun kamboja jepang, ekstrak daun kamboja jepang tanaman asal dan standar digitoksin setelah disemprot dengan pereaksi vanilin asam fosfat Dari hasil penelitian di atas, ekstrak kalus daun kamboja jepang menghasilkan 4 bercak untuk masing-masing konsentrasi, sedangkan ekstrak daun kamboja jepang menghasilkan 6 bercak,dan standar digitoksin menghasilkan 3 bercak setelah lempeng disemprot dengan pereaksi vanilin asam fosfat. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 65 Keterangan gambar : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak: etil asetat : metanol :air 3 6 4 (81 : 11 : 8 v/v) 4 A : Standar digitoksin. 2 4 3 1 B : Ekstrak daun kamboja jepang C : Ekstrak kalus daun kamboja jepang Ga. II 2 1 A 1 B D : Ekstrak kalus daun kamboja 2 jepang Ga. III 1 C D Deteksi : pereaksi Kedde Jarak pengembangan : 8 cm Gambar 9. Kromatogram glikosida jantung kalus daun kamboja jepang, ekstrak daun kamboja jepang tanaman asal dan standar digitoksin setelah disemprot dengan pereaksi Kedde Dari hasil penelitian di atas, masing-masing ekstrak kalus daun kamboja jepang menghasilkan 3 bercak, sedangkan ekstrak daun kamboja jepang menghasilkan 4 bercak, dan standar digitoksin menghasilkan 3 bercak setelah lempeng disemprot dengan pereaksi Kedde. Dari pengamatan bercak hasil KLT, terdapat 3 bercak masing-masing ekstrak kalus daun kamboja jepang yaitu bercak no. 1,3, dan 4 yang memiliki harga Rf yang mirip dengan harga Rf bercak ekstrak daun kamboja jepang yaitu bercak no. 1,4, dan 6 dan Rf standar digitoksin yaitu bercak no. 2 dan 3. Apabila dilihat dari warnanya, masing-masing bercak ekstrak kalus daun kamboja jepang PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 66 no. 4 dan bercak standar digitoksin no. 3 memiliki warna hijau muda sedangkan bercak ekstrak daun kamboja jepang no. 6 memiliki warna hijau tua. Hal tersebut dikarenakan konsentrasi kandungan glikosida pada ektrak kalus daun kamboja jepang dan standar digitoksin hasil preparasi lebih kecil daripada ekstrak daun kamboja jepang. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dengan sistem KLT yang digunakan pada penelitian ini, diperoleh 1 senyawa pada ekstrak kalus daun kamboja jepang yang mirip dengan senyawa yang terkandung di dalam ekstrak daun kamboja jepang dan standar digitoksin yang diduga sebagai glikosida jantung. Hal ini membuktikan bahwa kamboja jepang memiliki peluang untuk dikembangkan secara kultur jaringan untuk menghasilkan kalus yang dapat berperan secara fungsional menghasilkan senyawa golongan glikosida jantung yang mirip dengan tanaman asalnya. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian pertumbuhan kalus daun tanaman kamboja jepang dengan teknik kultur jaringan dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Daun tanaman kamboja jepang dapat membentuk kalus dengan teknik kultur jaringan menggunakan media Gamborg yang mengandung variasi zat pengatur tumbuh 2,4-D dan FAP. 2. Profil pertumbuhan kalus daun tanaman kamboja jepang mengikuti kurva sigmoid. Media Ga. II mengalami fase lag pada hari 0-18, fase eksponensial pada hari 18-36, dan fase stasioner pada hari 36-42. Media Ga. II mengalami fase lag pada hari 0-15, fase eksponensial pada hari 1536, dan fase stasioner pada hari 36-42. 3. Kalus daun tanaman kamboja jepang memiliki profil kromatografi lapis tipis yang mirip dengan daun tanaman induknya. B. SARAN Dari penelitian ini, perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang : 1. Perlu diadakan percobaan lanjutan tentang pengaruh variasi 2,4-D terhadap kandungan glikosida jantung kalus daun kamboja Jepang secara kuantitatif. 2. Perlu dilakukan percobaan lanjutan penanaman kamboja Jepang secara in vitro sampai ke kultur suspensi sel. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 68 3. Perlu dilakukan pemastian terhadap jenis metabolit glikosida steroid yang dihasilkan. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 69 DAFTAR PUSTAKA Adnan, M., 1997, Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan, Ed. I, Penerbit Andi, Yogyakarta, hal 1-19. Anonim, 1980, Materia Medika Indonesia , jilid IV, Depkes RI, XVI. Anonim, 2006, Adenium, http://en.wikipedia.org/wiki/Adenium, diakses pada tanggal 27 November 2006. Anonim, 2006, Desert Rose Adenium obesum, http://davesgarden.com/pf, diakses pada tanggal 22 November 2006. Atawodi, S.E., Bulus T.I.S., Ameh D.A., Nok Aj., Mamman M., Galadima M., 2003, In vitro trypanocidal effect of methanolic extract of some Nigerian savannah plants, Afr.J.Biotechnol. 2(9): 317-321. Beikram dan Andoko A., 2003, Mempercantik Penampilan Adenium, Agromedia Pustaka, Solo, hal 2, 12, 13. Bruneton, J., 1999, Pharmacognosy Phytochemistry Madicinal Plant, 2nd edition, terj. Caroline K. Hatton, Intercept Ltd., New York, p. 721-734. Dicosmo, F. and M. Misawa, 1995, Plant cell and tissue culture: Alternatives for metabolit production, Biotechnol, Adv.13(3): 425-453. Dixon, R.A., 1985, Plant Cell Culture, A practical Approach, IRL Press, Oxford, Washington DC, p.3-11 Doods, J.H. dan Roberts, L.W., 1985, Experiments in Plant Tissue Culture, Cambridge University Press, Cambridge. Dwiatmaka, Y. dan Wulandari, E., 2005, Modul Praktikum Farmakognosi Fitokimia, USD, Yogyakarta. Farnsworth, N.R., 1966, Biological and Phytochemical Screening of Journal Of Pharmaceutical Sciencis, Vol.55, No. 3., p.260-262. Plants, Freiburghaus F., Kaminsky R., Nkuna M.H.N., Brun R., 1996, Evaluation of African medicinal for their in vitro trypanocidal activity, J.Ethnopharmacol. 55: 1-11. George, E.F., and Sherrington, P.D.., 1984, Plant Propagation by Tissue Culture, Eastern Press, Reading, p. 301-310. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 70 Harborne, J.B., 1996, Metode Fitokimia : Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan, terbitan kedua, ITB, Bandung, hal. 14-15, 147-156. Helgeson and Deveral, 1983, Use of Tissue Culture and Protoplast in Plant Pathology, Academic Press, Tokyo, p. 10-11. Hendaryono, D.P.S. dan Wijayani A., 1994, Teknik Kultur Jaringan, Kanisius, Yogyakarta, hal. 18, 26-29, 59, 89-94. Jork,H., W. Funk, W. Fischer and H. Wimmer, 1990, Thin-Layer Chromatography : Reagent and Detection Methods, Vol. 1a., Trans: Frank & Jennifer A. Hampson, VCH Publishers, New York, p. 430-433. Katuuk, J.R.P., 1989, Teknik Kultur Jaringan Dalam Mikropropagasi Tanaman, Depdikbud Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Jakarta, hal. 2-4, 90-94, 109. Mgbojikwe, L.O. and Z.S.C. Okoye, 2001, Acaricidal Efficacy of the Aqueous Stem Bark Extract of Adenium obesum on the Various Life Stages of Cattle Ticks, Nig.J.Exptl.Appl.Biol. Vol. 2, No. 1, pp. 39-43. Misawa, M., 1994, Plant Tissue Culture; An Alternative for Production of Useful Metabolite, Food and Agriculture Organization, Rome, p. 1-78. Mulja, H.M. dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, Airlangga University Press, Surabaya, hal. 223-227. Mursyidi, A., 1990, Analisis Metabolisme Sekunder, PAU Bioteknologi UGM, Yogyakarta, hal 196-197. Nakamura, M., M. Ishibashi, E. Okuyama, T. Koyano, T. Kowithayakorn, M. Hayashi and K. Komiyama, 2000, Cytotoxic Pregnanes from Leaves of Adenium obesum, Natural Medicines 54(3): 158-159. Nugroho, A. dan Heru S., 2002, Pedoman Pelaksanaan Teknik Kultur Jaringan, Penebar Swadaya, Jakarta, hal. 1, 15. Puspitasari, A. dan Soegihardjo, C.J., 2002, Optimasi Media Penumbuh Kalus Sebagai Langkah Awal Upaya Budidaya In vitro Tanaman Vitex trifolia L., Majalah Farmasi Indonesia, hal. 21-25. Ramachandra Rao, S. and G.A. Ravishankar, 2002, Plant cell cultures: Chemical factories of secondary metabolites, Biotechnol, Adv 20:101-153. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 71 Ramage, C. M. and Williams, R. R., 2002, Mineral nutrition and plant morphogenesis. In vitro Cellular and Developmental Biology—Plant, 38, 116–24. Ranger, E., 1996, Herbal Gram, The Jurnal of The American Botanical Council, http://www.herbalgram.org/youngliving/herbalgram/articleview.asp?a=64 &p=Y, I. 36; p. 34 diakses pada tanggal 4 Oktober 2005. Rhodes MCJ, Parr AJ, Ceielutt A, Aird ELH., 1994, Influence of exogenous hormone on the growth and secondary metabolite formation in transformed root cultures. Plant Cell Tissue and Organ Culture, 38 : 14351 Robinson, Trevor, 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, terjemahan Kosasih Padmawinata, edisi 6, ITB Press, Bandung, hal. 191-193. Salisbury, F.B. dan Cleon W.R., 1995, Fisiologi Tumbuhan, jilid 3, diterjemahkan oleh Diah R., Lukman, dan Sumaryono, ITB, Bandung, hal. 15, 151-152. Samuelsson, G., 1999, Drugs of Natural Origin, 4th Ed., Swedish Pharmaceutical Press, Sweden, p. 326. Santoso, U. dan Fatimah N., 2002, Kultur Jaringan Tanaman, cetakan pertama, edisi pertama, Iniversitas Muhammadiyah, Malang, hal. 1-2, 9, 115-120. Sastrohamidjojo, H., 2001, Kromatografi, Laboratorium Analisis Kimia Fisika Pusat UGM, Yogyakarta, hal. 26-36. Sastrohamidjojo, H., 2002, Kromatografi, Liberty, Yogyakarta, hal. 26-33. Stahl, E., 1969, Thin-Layer Chromatography-A Laboratory Handbook, Springer International Student Edition, Springer-Verlag Berlin, Heidelberg, New York, p. 33-34. Stahl, E., 1973, Drug Analysis by Chromatography, diterjemahkan oleh Padmawinata, K. dan Soediro, I., ITB-Press, Bandung, hal. 119-123. Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, Penerbit ITB, Bandung, hal. 114-117. Sudjadi, 1988, Metode Pemisahan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta Suryowinoto, M., 1992, Budidaya In vitro : Terobosan dalam Teknologi, Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas Biologi UGM. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 72 Taiz dan Zieyer, 1998, Taiz, L., and E. Zieger, !998, Plant Physiology, 2nd Edt., Sinauer Associates, Maschacusetts. Thorpe, T.A., 1981, Requirements for a Tissue Culture Facility, Academic Press, Tokyo. Wagner, H., Bladt, S., Zgainski, E.M., 1984, Plant Drug Analysis: A Thin Layer Chromatography Atlas, (Transl: Scoot, Th.A.), Springer-Verlag, BerlinHeidelberg-New York-Tokyo, p.195-223. Wetherell, D.F., 1982, Pengantar Propagasi Tanaman Secara In Vitro, diterjemahkan oleh dra. Koensoemardiyah S. Su., Apt., Avery Publishing Group Inc., USA, hal. 39-44. Wie, T., 2006, Bibit, Media, Cuaca, dan Sinar Matahari pada Adenium, http://www.kebonkembang.com/kebonkembang., diakses pada tanggal 22 November 2006. Wijaya, M., 2007, Profil Pertumbuhan dan Analisis Kualitatif Glikosida Jantung Kalus Daun Kamboja Jepang (Adenium obesum) Dalam Media MS Dengan Konsentrasi 2,4-Diklorofenoksiasetat Sebesar 4 ppm, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta. Yamauchi T. and Abe F., 1990, Cardiac glycosides and pregnanes from Adenium obesum (studies on constituents of Adenium. I)., Chem Pharm Bull, 38 (3):669-72. Yusnita, 2003, Kultur Jaringan : Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien, cet. 1, Agromedia Pustaka, Jakarta, hal. 1-2, 14. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 73 BIOGRAFI PENULIS Penulis skripsi dengan judul Profil Pertumbuhan dan Analisis Kualitatif Glikosida Jantung Kalus Daun Kamboja Jepang (Adenium obesum) dalam Media Gamborg dengan Variasi Konsentrasi 2,4 Diklorofenoksi Asetat dan Furfuryl Amino Purine bernama Vicky Ariestya Chandra, dilahirkan di Kutoarjo pada tanggal 11 April 1984. Penulis merupakan putra kedua dari pasangan Chandra Heryadi dan Lucia Arinia Sutisna. Penulis pernah menempuh pendidikan di TK Pius Bakti Utama Kutoarjo (19881990), kemudian melanjutkan pendidikan di SD Pius Bakti Utama Kutoarjo (1990-1996), SMP Pius Bakti Utama (1996-1999), SMA Kolese De Britto Yogyakarta (19992002), dan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun 2002. Selama studi di Fakultas Farmasi penulis pernah menjadi Koordinator Seksi Perlengkapan pada Panitia Titrasi 2004, Koordinator Seksi Humas pada Panitia Pharmacy Event Cup 2003, penulis juga aktif sebagai anggota UKF basket Farmasi (2002-2006).