Pertumbuhan dan Akumulasi Alkaloid dalam

advertisement
Pertumbuhan dan Akumulasi Alkaloid dalam Kalus dan Suspensi Sel Eurycoma
longifolia Jack
The Growth and Accumulation of Alkaloids in Callus and Cell Suspension
of Eurycoma longifolia Jack
1
Luthfi Aziz Mahmud Siregar1), Chan Lai Keng2), dan Boey Peng Lim3)
Pengajar di Dept. Agronomi, Fakultas, Pertanian USU, Medan–20155, Indoneisa
Pengajar di Pusat Pengajian Sains Kajihayat, Univ. Sains Malaysia, Penang–11800, Malaysia
3
Pengajar di Pusat Pengajian Sains Kimia, Univ. Sains Malaysia, Penang–11800, Malaysia
Diterima 17 Januari 2006/Disetujui 25 Februari 2006
2
Abstract
A study production of biomass and alkaloid (9-hydroxycanthin-6-one; 9-metoxycanthin-6one) by callus culture from types of explant and cell suspension culture of Eurycoma longifolia Jack
has been conducted. Leaf, stem and petiole of the in vitro seedling were used as explant for initiation
and production of the callus in six chosen medium, that is medium of MS + NAA (10.75 - 53.76 μ
M) with or without 8.88 μ M BAP. Callus of petiol explant yield highest biomass in MS medium +
43.01 μM NAA + 8.88 μM BAP with compact texture and greenness callus. Callus of leaf explant
which was cultured in medium of MS + 53.76 μM NAA showed friable texture with high content of
alkaloid and also easy for initiation to form cell suspension culture in medium of MS + 2.69 μM
NAA + 1.13 μM 2,4-D.
Keywords: Eurycoma longifolia Jack, biomass, alkaloid, callus, cell suspension
Abstrak
Suatu kajian penghasilan biomassa dan alkaloid (9-hidroksikantin-6-on; 9metoksikantin-6-on) melalui kultur kalus dari beberapa jenis eksplan dan kultur suspensi sel
Eurycoma longifolia Jack telah dijalankan. Daun, petiol, dan batang dari perkecambahan in
vitro digunakan sebagai eksplan untuk inisiasi dan penghasilan kalus di dalam enam medium
terpilih, yaitu medium MS + NAA (10.75–53.76 μM) dengan atau tanpa 8.88 μM BAP.
Kalus dari eksplan petiol menghasilkan biomassa yang paling tinggi dalam medium MS +
43.01 μM NAA + 8.88 μM BAP dengan sifat kalus yang padat dan berwarna kuning
kehijauan. Kalus dari eksplan daun yang dikulturkan dalam medium MS + 53.76 μM NAA
menunjukkan tekstur mudah hancur dengan kandungan alkaloid yang tinggi serta mudah
diinisiasi membentuk kultur suspensi sel di dalam medium MS + 2.69 μM NAA + 1.13 μM 2,4-D.
Kata kunci: Eurycoma longifolia Jack, biomassa, alkaloid, kalus, suspensi sel
Pendahuluan
Banyak tumbuhan yang dikenal
dalam famili Simaroubaceae diketahui
mengandung bahan-bahan kimia aktif yang
berasal dari hasil metabolisme sekunder dan
mempunyai aktivitas biologi yang berguna
untuk perobatan, seperti Quassia spp., Simarouba
glauca, Ailanthus spp., Brucea spp., dan
Harrisonia spp. Famili ini terdiri daripada 30
genus dan 200 spesies tumbuhan yang
tumbuh di kawasan tropis dan subtropis.
Eurycoma ialah salah satu genus yang
tergolong dalam famili Simaroubaceae. Tiga
spesies yang dikenal luas adalah Eurycoma
longifolia Jack, Eurycoma appiculata Benn,
dan Eurycoma harmandiana Pierre (Corner,
1952; Nooteboom, 1972). Di Indonesia,
Eurycoma longifolia Jack dikenal dengan
nama pasak bumi. Tumbuhan ini juga
dijumpai di negara kawasan Asia Tenggara
lainnya seperti Malaysia, Singapura, dan
Brunei yang dikenal dengan nama Tongkat
Ali. Di Thailand tumbuhan ini disebut
‘piak’ atau ‘tung saw’, sedangkan di Vietnam
19
Jurnal Ilmiah Pertanian KULTURA • Vol. 41 • No. 1 • Maret 2006
dikenali sebagai ‘cay ba buih’ yang berarti
tumbuhan yang dapat mengobati seribu satu
penyakit. Tumbuhan ini telah lama diyakini
masyarakat di kawasan Asia Tenggara sebagai
tumbuhan obat untuk kegunaan seperti
menurunkan suhu badan sewaktu demam,
sebagai tonik setelah melahirkan, mengobati
gusi berdarah, sakit kepala, menyembuhkan
luka dan gatal-gatal pada kulit, mengobati
batuk berterusan, dan menghilangkan rasa
sakit pada tulang (Burkill, 1966; Nooteboom,
1972). Tumbuhan ini dilaporkan mengandungi
kuasinoid yang menunjukkan aktivitas sebagai
antimalaria (Chan, et al., 1986) dan afrodisiak
(Ang, et al., 2001). Kardono et al. (1991)
melaporkan bahwa tumbuhan pasak bumi
juga mengandungi alkaloid dari golongan
kantinon, yaitu 9-metoksikantin-6-on dan
9-hidroksikantin-6-on yang digunakan sebagai
penanda pokok dan bersifat sitotoksik terhadap
beberapa sel kanker. Alkaloid 9-metoksikantin6-on, menunjukkan aktivitas sebagai agen
antimikroba bakteri Bacillus cereus (Choo, et
al., 2000) dan memiliki potensi yang lebih
baik dalam melawan isolat strain Plasmodium
falciparum yang tahan klorokuina dibandingkan
dengan klorokuin difosfat (Chan, et al.
2004).
Kultur sel dan jaringan tumbuhan
menjadi suatu alternatif yang dilakukan
untuk tujuan meningkatkan produk-produk
metabolit sekunder yang mempunyai nilai
komersial tinggi tetapi sulit untuk diperoleh
secara pertanian konvensional. Teknik ini
dapat dikembangkan untuk produksi biomassa
dan produk-produk metabolit secara besarbesaran, misalnya dengan menggunakan
bioreaktor. Dengan diketahuinya potensi nilai
perobatan dari tumbuhan E. longifolia Jack
ini, maka kajian-kajian dalam kultur sel dan
jaringan adalah perlu dilakukan. Banyak
faktor yang dapat mempengaruhi inisiasi,
proliferasi, dan sintesis metabolit sekunder
di dalam kultur kalus dan suspensi sel,
misalnya genotipe tumbuhan, komposisi
medium dan faktor-faktor fisik dalam
pertumbuhan sel seperti cahaya dan suhu.
20
Menurut George dan Sherrington (1984)
bahwa biomassa yang dihasilkan dari kultur
kalus dan suspensi sel dalam kultur in vitro
dapat berbeda dalam tekstur, warna, dan
kuantitas. Hal ini dapat terjadi karena
eksplan yang digunakan berasal dari
tumbuhan atau bagian yang berbeda,
diperoleh pada waktu yang berbeda, serta jenis
dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang
digunakan. Oleh karena itu, kajian ini akan
melaporkan tentang kultur in vitro E.
longifolia Jack yang meliputi kajian penghasilan
biomassa kalus yang dipengaruhi oleh jenis
eksplan dan zat pengatur tumbuh. Di samping
itu, dilaporkan juga tentang pengaruh zat
pengatur tumbuh terhadap inisiasi kultur
suspensi sel, serta kajian pertumbuhan sel
dan penghasilan alkaloid (9-hidroksikantin6-on dan 9-metoksikantin-6-on) di dalam
kultur suspensi sel E. longifolia Jack.
Bahan dan Metoda
Kajian-kajian in vitro dan analisis
kimia dalam penelitian ini dilaksanakan
dari bulan Januari 2001 hingga Oktober
2001 di Laboratorium Kultur Sel dan
Jaringan Tumbuhan dan Laboratorium Kimia
Universiti Sains Malaysia, Pulau Pinang–
Malaysia.
Biji diperoleh dari Sibuhuan, Kecamatan
Barumun, Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi
Sumatera Utara. Biji disterilisasi dengan etanol
96% selama 30 detik dan diikuti dengan
membuang bagian kulit buah. Selanjutnya,
biji disterilkan dengan Clorox® 20% selama
15 menit. Kemudian endokarp dibuang dan
biji disterilkan dengan Clorox® 5% selama 5
menit. Setiap sterilisasi dengan Clorox®
ditambahkan 3 tetes Tween 20. Biji yang
hanya terdiri dari embrio dan kotiledon
dikultur dalam medium MS (Murashige and
Skoog, 1962) tanpa hormon di dalam
tabung uji (25 X 150 mm). Kultur in vitro
ditempatkan pada ruang kultur pada
suhu 25±2 0 C dengan cahaya pijar putih
30 μmols-1m-2 yang dipasang 24 jam sehari.
Luthfi Aziz Mahmud Siregar, Chan Lai Keng, dan Boey Peng Lim: Pertumbuhan dan
Akumulasi Alkaloid
Pengaruh Medium dan Sumber Eksplan
terhadap Penghasilan Kalus dan Alkaloid
Eksplan daun, petiol, dan batang
dari perkecambahan in vitro berumur 10
minggu dikultur dengan orientasi mendatar
dalam tabung uji (25 X 150 mm) yang
mengandung medium padat MS dengan
kombinasi 6-benzil aminopurin atau BAP
(0,00–44,40 μM) dan asam α-naftalenasetat
atau NAA (0,00–53,76 μM). Setelah delapan
minggu masa pengkulturan, berdasarkan
jumlah kalus dan persentase eksplan yang
menghasilkan kalus diperoleh 6 (enam)
medium terbaik (data tidak ditunjukkan).
Enam medium terpilih tersebut adalah
medium MS + 10,75 μM NAA; MS + 21,50
μM NAA; MS + 43,01 μM NAA; MS +
43,01 μM NAA + 8,88 μM BAP; MS +
53,76 μM NAA; MS + 53,76 μM + 8,88 μM
BAP.
Kalus dengan berat 0,5 gram yang
berasal dari eksplan yang berbeda (daun,
petiol, dan batang) disubkultur ke dalam
enam medium tersebut. Setiap perlakuan
medium digunakan dua puluh kultur dan
kajian diulang dua kali. Medium dengan
volume 15 ml diisi ke dalam gelas Erlenmeyer
50 ml. Empat minggu setelah pengkulturan,
berat basah dan berat kering kalus dari
setiap perlakuan medium ditimbang. Kalus
dikeringkan dengan menggunakan alat
pengering beku (freeze dryer, Benchtop 2K,
New York, USA) selama 48 jam. Data yang
diperoleh dianalisis dengan ANOVA dua
arah dan perbandingan rerata diuji dengan
HSD Tukey pada p = 0,05.
Kultur Suspensi Sel E. longifolia Jack
Sebanyak 0,5 g kalus dari eksplan
daun dikultur ke dalam (gelas Erlenmeyer
100 ml) 20 ml medium cair MS yang
ditambahkan dengan kombinasi NAA
(0,00, 2,69 dan 5,38 μM) dan asam 2,4diklorofenoksiasetat atau 2,4-D (0,00, 1,13,
2,26, dan 4,52 μM). Delapan kultur (n = 8)
digunakan untuk setiap perlakuan. Kultur
diletakkan pada pengguncang orbital (shaker)
dengan kelajuan 130 rpm. Setelah tiga minggu
biomassa sel dan medium cair dipisahkan
dengan menggunakan kertas saring (Whatman®,
∅110 mm) yang diletakkan pada corong
penghisap (∅ 90 mm) dan terhubung
dengan pompa vakum. Sel-sel dikeringkan
dengan menggunakan alat pengering beku
selama 48 jam. Data berat basah dan berat
kering dianalisis menggunakan ANOVA
satu arah dan perbandingan rerata
dilakukan dengan uji HSD Tukey pada
p = 0,05.
Di samping itu, kajian pertumbuhan
sel dan penghasilan alkaoid E. longifolia Jack
dilakukan dengan pensubkulturan 1,0 g
biomassa sel suspensi (dari kalus daun) ke
dalam 20 ml medium cair MS + 2,69 μM
NAA + 1,13 μM 2,4-D. Berat basah, berat
kering, dan kandungan alkaloid ditentukan
setiap dua hari hingga hari ke-22.
Analisis Alkaloid
Biomassa akar dan hasil in vitro
yang kering beku (freeze-dry) direndam
dalam heksana untuk menghilangkan lemak.
Selanjutnya sampel diekstrak dalam 20 ml
metanol selama 24 jam sebanyak tiga kali.
Setelah penyaringan dengan kertas filter
Whatman® No.1, ekstrak metanol dikeringkan
dengan alat evaporator pada suhu 450 C.
Untuk analisis HPLC (High Performance
Liquid Chromatography), residu kering dilarutkan di dalam 5 ml metanol (kelas HPLC)
dan disaring dengan millipor (Ø 0,45 μm,
Whatman®). Analisis HPLC dilakukan dengan
penyuntikan sampel ke dalam suatu injektor
(20 μL, Rheodyne, USA) yang disambung
dengan kolom fase berbalik (5 μm, 250 x
4,6 mm; Hypersil® ODS column). Deteksi
dilakukan dengan sinar ultra violet (SPD-10
AVp Shimadzu UV-VIS). HPLC dijalankan
dengan pompa tekanan tinggi (LC-10 ADVp
Shimadzu Liquid Chromatograph). Fase gerak
mengandung asetonitril: 0,2% asam asetat
(42:58) dengan laju aliran 2 ml/menit. Elusi
21
Jurnal Ilmiah Pertanian KULTURA • Vol. 41 • No. 1 • Maret 2006
alkaloid dimonitor pada 280 nm dan
diidentifikasi berdasarkan kepada masa
retensi (tR).
Hasil dan Pembahasan
Perbanyakan kalus yang tinggi
untuk masing-masing kalus dari eksplan
yang berbeda diperoleh dalam medium yang
berbeda pula. Inisiasi kalus dari jaringan
atau eksplan secara in vitro biasanya
memerlukan zat pengatur tumbuh terutama
auksin untuk merangsang dan mempercepat
pembentukan kalus (Thomas and Davey,
1975). Penghasilan kalus yang tertinggi
dihasilkan kalus dari eksplan petiol yang
dikultur dalam medium MS + 43,01 μM
NAA + 8,88 μM BAP dibandingkan
dengan kombinasi medium dan kalus dari
eksplan yang lain. Kalus (eksplan petiol) ini
mempunyai tekstur padat dan berwarna
kuning kehijauan. Kalus dari eksplan daun
dalam medium MS + 53,76 μM NAA
menghasilkan berat basah yang berbeda
secara signifikan dengan kombinasi jenis
medium dan eksplan lainnya. Kalus dari
eksplan daun ini mempunyai tekstur yang
mudah hancur (friable) dan berwarna putih
kekuningan. Sedangkan kalus dari eksplan
batang menghasilkan berat basah yang
tinggi di dalam medium MS + 53,76 μM
NAA + 8,88 μM BAP dan berbeda secara
signifikan dengan medium lain. Kalus
(eksplan batang) yang dihasilkan mempunyai
tekstur padat dan berwarna kuning
kehijauan (Tabel 1). Menurut George dan
Sherrington (1984) perbedaan tekstur,
warna, dan banyak kalus yang dihasilkan
terjadi karena eksplan yang digunakan
berasal dari tumbuhan atau bagian yang
berbeda dan akibat masa pengambilan
eksplan yang berbeda sehingga memberikan
perkembangan hasil yang tidak sama. Mitra
dan Chaturvedi (1972) melaporkan bahwa
jaringan batang Citrus grandis menghasilkan
kalus yang berwarna putih kehijauan, padat
dan bergranul kecil apabila tingkat
pertumbuhan dalam medium adalah lambat
sedangkan kalus dengan tingkat pertumbuhan
22
yang cepat menghasilkan kalus yang rapuh
dan mudah hancur.
Suspensi sel yang baik adalah kultur
yang terdiri dari sel-sel tunggal dan koloni
sel yang berukuran kecil dalam persentase
yang tinggi. Kombinasi perlakuan NAA dan
2,4-D ke dalam medium MS cair untuk
inisiasi kultur suspensi sel yang berasal dari
kalus daun, menunjukkan pengaruh yang
nyata terhadap rerata penghasilan berat
basah biomassa sel E. longifolia Jack (Tabel
3). Kalus yang dikultur dalam medium MS
tanpa hormon menghasilkan biomassa sel
paling rendah dan terjadi pencoklatan
(browning) terhadap kultur suspensi sel.
Perlakuan 2,69 μM dan 5,38 μM NAA
tanpa 2,4-D dapat meningkatkan berat
basah biomassa sel. Sel-sel kalus dapat
tersebar (dispersion) dalam medium cair dan
tumbuh membentuk kultur suspensi sel.
Penambahan 1,13 μM 2,4-D tanpa NAA
dapat membentuk suspensi sel dan meningkatkan
biomassa sel. Tetapi penambahan 2,4-D
melebihi 1,13 μM mengakibatkan hasil
berat basah biomassa sel yang rendah, dan
terjadi pencoklatan terhadap kultur suspensi.
Kajian yang dijalankan oleh Watts et al.
(1984) menunjukkan bahwa penambahan
2,4-D (0–5 mg/l) ke dalam medium MS +
0.6 mg/l kinetin dalam kultur suspensi sel
tumbuhan seleri menyebabkan pertumbuhan
yang lebih baik dibandingkan dengan
penambahan jenis auksin lain seperti NAA,
asam indol asetat (IAA), asam 2,3-dikhlorofenoksi
asetat (CPOA) atau dengan penambahan
antiauksin seperti asam 2-khlorofenoksi
isobutirat (CIBA), dan asam 3,5-dikloropenoksi
asetat (3,5-D). Medium MS yang mengandung
2,69 μM NAA + 1,13 μM 2,4-D dapat
mendorong hasil berat biomassa sel yang
terbaik dibandingkan medium lainnya.
Sedangkan pada medium MS yang mengandung
5,38 μM NAA dan 2,4-D (1,13 - 4,52 μM)
menghasilkan biomassa yang rendah dibanding
dengan medium MS + 5,38 μM NAA tanpa
2,4-D.
Luthfi Aziz Mahmud Siregar, Chan Lai Keng, dan Boey Peng Lim: Pertumbuhan dan
Akumulasi Alkaloid
Tabel 1. Pengaruh sumber kalus dari eksplan berbeda dalam medium MS dengan kombinasi NAA dan
BAP terhadap hasil berat basah, tekstur, dan warna kalus
Medium
Asal kalus
MS + 10,75 µM
NAA
Daun
Petiol
Batang
Berat basah
(g)
0,497 defg
0,226 g
0,357 gf
Tekstur
Warna
MS + 21,50 µM NAA
Daun
Petiol
Batang
0,756 def
0,442 efg
0,539 defg
Mudah hancur
Padat
Padat
Putih Kekuningan
Putih Kekuningan
Putih Kekuningan
MS + 43,01 µM NAA
Daun
Petiol
Batang
0,664 def
0,807 de
0,371 fg
Mudah hancur
Padat
Agak Padat
Putih Kekuningan
Putih Kekuningan
Kuning Kehijauan
MS + 43,01 µM NAA +
8,88 µM BAP
Daun
Petiol
Batang
0,903 d
2,342 a
0,517 defg
Mudah hancur
Padat
Padat
Putih Kekuningan
Kuning Kehijauan
Kuning Kehijauan
MS + 53,76 µM NAA
Daun
Petiol
Batang
1,698 b
0,562 defg
0,667 def
Mudah hancur
Agak Padat
Agak Padat
Putih Kekuningan
Kuning Kehijauan
Putih Kekuningan
MS + 53,76 µM NAA +
8,88 µM BAP
Daun
Petiol
Batang
0,880 d
0,783 def
1,306 c
Mudah hancur
Padat
Padat
Putih Kekuningan
Kuning Kehijauan
Kuning Kehijauan
Mudah hancur
Padat
Padat
Putih Kekuningan
Putih Kekuningan
Putih Kekuningan
* Rerata yang diikuti dengan huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan Uji HSD
Tukey (p = 0,05)
Tabel 2. Pengaruh kombinasi konsentrasi NAA dan 2,4-D dalam medium MS terhadap hasil biomassa
sel E. longifolia Jack setelah 21 hari pengkulturan
NAA
(µM)
2,4-D
(µM)
Rerata berat basah
(g)
0,00
0,00
1,13
2,26
4,52
0,135 g
3,659 b
2,132 d
0,717 f
2,69
0,00
1,13
2,26
4,52
1,955 d
4,226 a
2,994 c
0,665 f
5,38
0,00
1,13
2,26
4,52
3,185 c
2,030 d
2,891 c
1,414 e
23
Jurnal Ilmiah Pertanian KULTURA • Vol. 41 • No. 1 • Maret 2006
Tabel 3. Kandungan alkaloid dari biomassa akar tumbuhan induk dan kalus dari eksplan daun, petiol,
dan batang E. Longifolia Jack
Medium
9-metoksikantin-6-on
(% ± s.d)
0,014 ± 0,004
0,085 ± 0,013
MS + 53,76 µM NAA
Kalus dari eksplan petiol
MS + 43,01 µM NAA + 8,88 µM BAP
0,047 ± 0,012
0,049 ± 0,017
Kalus dari eksplan batang
MS + 53,76 µM NAA + 8,88 µM BAP
0,022 ± 0,005
0,026 ± 0,005
Sel suspensi
MS + 2,69 µM NAA + 1,13 µM 2,4-D
0,048 ± 0,005
0,080 ± 0,004
7
0.3
6
0.25
5
0.2
4
0.15
3
0.1
2
berat kering(g)
Akar tumbuhan induk
Kalus dari eksplan daun
9-hidroksikantin-6-on
(% ± s.d)
0,004 ± 0,003
0,078 ± 0,018
berat basah(g)
Biomassa
0.05
1
0
0
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
masa (hari)
20
22
berat basah
berat kering
(a)
1
jumlah alkaloid (mg)
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0
5
10
masa (hari)
15
20
jumlah 9-hidroksikantin-6-on
jumlah 9-metoksikantin-6-on
jumlah dua alkaloid
(b)
Gambar 1. Kurva pertumbuhan sel (a), dan penghasilan alkaloid (b) kultur suspensi sel E. longifolia
Jack (n = 6) dalam 20 mL medium MS + 2,69 µM NAA + 1,13 µM 2,4-D selama 22 hari
24
Luthfi Aziz Mahmud Siregar, Chan Lai Keng, dan Boey Peng Lim: Pertumbuhan dan
Akumulasi Alkaloid
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 2. Kromatogram HPLC untuk 9-hidroksikantin-6-on dan 9-metoksikantin-6-on dari sampel
standar (a), ekstrak akar tumbuhan induk E. longifolia Jack (b), dan ekstrak biomassa hasil
kultur in vitro E. longifolia Jack; kalus dari eksplan daun (c), kalus dari eksplan petiol (d),
kalus dari eksplan batang (e), serta biomassa dari kultur suspensi sel (f)
Sel-sel E. longifolia Jack tidak
menunjukkan peningkatan berat basah atau
berat kering pada hari ke-1 hingga ke-4.
Pertumbuhan sel paling tinggi dijumpai
pada hari ke-8 hingga ke-12 dan fase ini
adalah yang terbaik untuk subkultur sel. Selsel mulai menunjukkan penurunan tingkat
pertumbuhan pada hari ke-12 hingga ke-14.
Berat basah dan kering maksimum diperoleh
pada hari ke-14 setelah pengkulturan.
Penghasilan berat basah dan kering sel-sel
menurun setelah 14 hari pengkulturan, dan
ini menunjukkan pertambahan biomassa sel
semakin rendah akibat lebih besar tingkat
kematian sel dibanding pertumbuhan sel
(Gambar 1a). Total 9-hidroksikantin-6-on
meningkat dengan pertambahan waktu
pengkulturan. Pada hari ke-14 hingga 18,
total 9-hidroksikantin-6-on meningkat hingga
8 kali dibandingkan pada peringkat awal
(0 hari). Total 9-hidroksikantin-6-on
mencapai optimum pada hari ke-20 setelah
pengkulturan. Total 9-metoksikantin-6-on
didapati tidak banyak berubah pada 0–8 hari
pengkulturan. Setelah 10 hari pengkulturan,
jumlah 9-metoksikantin-6-on meningkat dan
mencapai optimum pada hari ke-20. Total 9metoksikantin-6-on menurun pada hari ke-22
pengkulturan (Gambar 1b). Kondisi
pertumbuhan dan produksi ini berbeda
dibanding dengan yang dihasilkan van
Uden et al. (1990), bahwa pada masa
25
Jurnal Ilmiah Pertanian KULTURA • Vol. 41 • No. 1 • Maret 2006
tingkat pertumbuhan sel yang tinggi,
tingkat penghasilan koniferin dalam kultur
suspensi sel Linum flavum menunjukkan
peningkatan kandungan yang paling tinggi.
Fase-fase yang diperlukan di dalam kultur
suspensi sel untuk menghasilkan bahan
metabolisme sekunder yang diinginkan
adalah berbeda menurut sifat pertumbuhan
dan perkembangan masing-masing spesies
tumbuhan.
Hasil analisis kimia dengan HPLC
menunjukkan bahwa kalus dari eksplan
daun dalam medium MS + 53,76 μM NAA
mengandung 9-hidroksikantin-6-on yang
paling tinggi dibandingkan dengan biomassa
akar tumbuhan induk, kalus dari eksplan
petiol dan batang, serta suspensi sel. Sedangkan
biomassa kalus dari eksplan daun dan
suspensi sel menghasilkan kandungan 9metoksikantin-6-on yang lebih tinggi
dibandingkan dengan biomassa akar tumbuhan
induk, kalus dari petiol dan batang (Tabel
3). Kondisi ini menunjukkan bahwa biomassa
hasil suspensi sel yang terbentuk dapat
dikembangkan dalam kajian-kajian selanjutnya,
seperti optimasi peningkatan penghasilan
biomassa sel dan kandungan alkaloid
ataupun bahan-bahan aktif lain dari
tumbuhan E. longifolia Jack serta aplikasi
kultur dengan menggunakan fermentor atau
bioreaktor untuk penghasilan secara komersial.
Beberapa spesies tumbuhan menghasilkan
bahan metabolisme sekunder yang sedikit
dibandingkan dengan hasil kultur in vitro.
Pada tumbuhan tingkat tinggi, bahan
metabolisme sekunder memiliki kecenderungan
dihasilkan pada sel-sel tertentu dan pada
tingkat perkembangan yang tertentu. Lebih
dari 30 bahan metabolisme sekunder dapat
dihasilkan di dalam kultur sel dengan
tingkat konsentrasi yang jauh melebihi dari
tumbuhan induk yang menjadi eksplan
untuk inisiasi kultur in vitro (Balandrin, et
al., 1985). Zhao et al. (2001) melaporkan
bahwa kalus yang berasal dari eksplan daun
Saussurea medusa dalam medium padat MS
+ 0,2 mg/l BAP + 2 mg/l NAA menghasilkan
jaseosidin yang lebih tinggi dibanding
dengan tumbuhan induk
26
Kesimpulan
Inisiasi dan proliferasi kalus yang
optimum bagi masing-masing eksplan daun,
petiol, dan batang E. longifolia Jack yang
dihasilkan dalam medium yang berbeda
menunjukkan bahwa kalus dengan tekstur
padat dihasilkan dari eksplan petiol dan
batang, sedangkan kalus yang dihasilkan
dari eksplan daun mudah hancur. Inisiasi
dan proliferasi suspensi sel dari kalus daun
yang mudah hancur dihasilkan dalam
medium MS + 2,69 μM NAA + 1,13 μM
2,4-D. Alkaloid (9-hidroksikantin-6-on dan
9-metoksikantin-6-on) tumbuhan E. longifolia
Jack dapat dihasilkan melalui kultur kalus
dan suspensi sel dengan kandungan yang
lebih tinggi dibanding dengan akar tumbuhan
induk E. longifolia Jack.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Dr. Tripetch Kanchanaphoom dari
Khon Kaen University, Thailand, atas
kesediaannya memberikan standar alkaloid
yang asli.
Daftar Pustaka
Ang, H. H., Ikeda, S. and Gan, E. K. 2001.
Evaluation of the potency activity of
aphrodisiac in Euycoma longifolia
Jack. Phytother. Res. 15(5: 435–436).
Balandrin, M. F., Klocke, J. A., Wurtele, E.
S. and Bollinger, W. H. 1985.
Natural plant chemicals, source of
industrial, and medicinal materials.
Science. 228: 1154–1160.
Burkill, I. H. 1966. A Dictionary of the
Economic Products of the Malay
Peninsula. Goverments of Malaya and
Singapore. Vol I. 1000–1002.
Chan, K. L., O’Neill, M. J., Phillipson, JD.
and Warhurst, D.C. 1986. Plants as
sources of antimalarial drugs. Part 3:
Eurycoma longifolia Jack. Planta Med.
52(20): 105–107.
Luthfi Aziz Mahmud Siregar, Chan Lai Keng, dan Boey Peng Lim: Pertumbuhan dan
Akumulasi Alkaloid
Chan, K. L., Choo, C. Y., Abdullah, N. R.
and Ismail, Z. 2004. Antiplasmodial
studies of Eurycoma longifolia Jack
using the lactate dehydrogenase assay
of
Plasmodium
falciparum.
J.
Ethnopharm. 92 (2-3): 223–227.
Choo, C. Y., Nah, B. K., Ibrahim, P. and
Chan, K. L. 2000. Antimicrobial
activity of Eurycoma longifolia Jack. In
Rahmani M, Mahmood M, Sukari
MA, Lian GEC, Hin TYY, Ali DAI
(eds). Interdisciplinary Approaches in
Natural
Products
Research.
Proceedings of the 16th National
Seminar on Natural Products
Department of Chemistry. Universiti
Putera Malaysia, Serdang. pp. 219–
221.
Corner, E. J. H. 1952. Wayside Trees of
Malaya. Vol. 1. Govt. Print. Off.
603–605.
George, E. F. and Sherrington, P. D. 1984.
Plant Propagation by Tissue Culture.
Exegetics Limited. England.
Kardono, L. B. S., Angehofer, C. K., Tsauri,
S., Padmawinata, K., Pezzuto, J.M.
and Kinghorn, D. 1991. Cytotoxic
and antimalarial constituents of the
roots of Eurycoma longifolia. J. Nat.
Prod. 54: 1360–1367.
Murashige, T. and Skoog, F. 1962. A
revised medium for rapid growth and
bioassay with tobacco tisue culture.
Physiol Plant. 15: 473–497.
Nooteboom, L. 1972. Simaroubaceae. In
Steenis JV (ed), Flora Malesiana.
Sixth Edition. Wolters-Woordhoff
Publishing, Groningen, Netherlands.
pp. 197–207.
Thomas, E. and Davey, M. R. 1975. From
Single Cells to Plants. Wykeham
Publications Ltd. London and
Winchester.
van Uden, W., Pras, N., Batterman, S.,
Visser, J. F. and Malingre, T. M.
1990. The accumulation and
isolation of coniferin from high
producing cell suspension of Linum
flavum L. Planta. 183: 25–30.
Watts, M. J., Galpin, I. J. and Collin, H. A.
1984. The effect of growth regulator,
light and temperature on flavour
prodution in celery tissue culture. The
New Phytologist. 98: 583–591.
Zhao, D., Xig, J., Li, M., Lu, D. and Zhao,
Q. 2001. Optimization of growth and
jaceosidin production in callus and
cell suspension cultures of Saussurea
medusa. Plant Cell, Tissue Org. Cult.
67: 227–234.
Mitra, G. C. and Chaturvedi, H. C. 1972.
Embryoids and complete plants from
unpollinated ovaries and from ovules
of in vivo grown emasculated flower
buds of Citrus spp. Bull. Torry Bot. Cl.
99: 184–189.
27
Download