Bab 1 Pendahuluan Tea Party Movement adalah pergerakan politik konservatif yang populer dewasa ini di Amerika Serikat. Gerakan Tea Party muncul pada tahun 2009 melalui rangkaian protes lokal maupun nasional di Amerika Serikat. Sebagian protes yang dikeluarkan Tea Party adalah untuk merespon beberapa undang-undang federal seperti Undang-Undang Stabilitas Ekonomi Darurat 2008, Undang-Undang Pemulihan dan Reinvestasi Amerika 2009, serta rangkaian rancangan undang-undang pelayanan kesehatan. Salah satu protes yang menjadi cikal bakal Tea Party dilancarkan pada tanggal 10 Februari 2009 oleh FreedomWorks, sebuah organisasi yang dipimpin tokoh Republik berpengaruh yang juga mantan Ketua Kongres (House Majority Leader) Dick Armey.1 Protes ini murni ditujukan untuk massa akar rumput, agar mereka memprotes Presiden Barack Obama dalam hal Undang-Undang Stabilitas Ekonomi Darurat 2008. Tea Party melibatkan tokoh-tokoh seperti Glenn Beck dan Sarah Palin, dengan posisi awal sebagai sayap kanan atau golongan konservatif Partai Republik. Meski demikian, anggota Tea Party tidak hanya berasal dari Partai Republik. Jajak pendapat tahun 2010 menyatakan bahwa 54% anggota menyebut diri mereka Republikan, 6% Demokrat, dan sisanya independen.2 Sebagai suatu gerakan yang awalnya berasal dari kaum Republikan, fenomena bergabungnya beberapa orang Demokrat sebagai anggota adalah sesuatu yang menarik. Domain gerakan Tea Party berada pada level akar rumput, menyebar melalui email, berbagai jejaring sosial, dan media. Nama Tea Party merujuk pada Boston Tea Party, sebuah insiden pada tahun 1773 ketika koloni-koloni cikal bakal Amerika Serikat memilih untuk merusak teh Inggris daripada membayar pajak yang mereka anggap melanggar hak ”tiada pajak tanpa perwakilan.” Tea Party bukan sebuah partai, melainkan suatu gerakan berdasar ketidakpuasan atas kebijakan ekonomi pemerintahan George W. Bush dan Barack Obama, yang melepas dana talangan dengan membebankan pajak yang harus dibayar rakyat.3 Gerakan ini memobilisasi dan menggalang pengikut untuk melancarkan protes di setiap negara bagian di Amerika Serikat. 1 B. Altemeyer, Comment on the Tea Party Movement (daring), 20 April 2010, <http://home.cc.umanitoba.ca/~altemey/drbob/Comment%20on%20the%20Tea%20Party.pdf >, diakses pada 19 September 2011. 2 ‘The Tea Party Movement : What They Think’, CBS News Poll/The New York Times (daring), 2010, <http://www.cbsnews.com/htdocs/pdf/poll_tea_party_041410.pdf>, diakses 20 November 2011. 3 Tea Party (daring), <http://www.teaparty.org>, diakses pada 18 September 2011. 1 Beberapa tokoh Tea Party, misal Michelle Bachmann (anggota House of Representative dari Minnesota) secara langsung juga menganjurkan bahwa sebagai warga negara, setiap rakyat Amerika seharusnya berhak untuk menolak membayar pajak berkaitan dengan undangundang kesehatan yang baru karena prosedur parlemen yang meloloskan undang-undang secara asumtif dianggap tidak sah.4 Oleh karena itu, menurut gerakan ini, undang-undang tersebut tidak wajib dipatuhi. Rakyat Amerika memiliki hak untuk tidak membayar pajak, tidak membayar pihak yang tidak mereka percayai (dalam hal ini pemerintah), dan tidak membayar program pemerintah yang tidak mereka setujui karena merugikan rakyat.5 1. Latar belakang isu Kemunculan Tea Party menjadi suatu fenomena yang unik dalam politik di Amerika Serikat, di saat masyarakat mulai jenuh dengan sistem dua-partai dan elit yang berjarak dari masyarakat, serta menginginkan pemerintah Amerika dikembalikan ke gagasan awal konstitusi, yaitu memihak kepentingan “The People” atau warga Amerika. Gerakan Tea Party muncul karena beberapa alasan. Tea Party bukan sekedar gerakan protes anti-pajak biasa. Rata-rata warga Amerika memahami bahwa pajak sangat penting bagi fungsi fundamental pemerintahan.6 Walaupun mereka punya loyalitas dan kebanggaan besar pada negara, rakyat Amerika disebut-sebut sebagai benci membayar pajak untuk mendukung pemerintah,7 Mereka kritis menggarisbawahi fungsi-fungsi pajak tersebut, apakah untuk menalangi perusahaan yang tidak bertanggungjawab, kesalahan kebijakan pemerintah, atau kesalahan perorangan.8 Tea Party muncul dari kesadaran sekelompok warga Amerika untuk tidak lagi menjadi bagian mayoritas yang tidak bersuara (silent majority) dan menyuarakan pendapat mereka dalam politik.9 Hal ini merupakan suatu langkah besar, mengingat mayoritas warga Amerika tidak terlalu suka terlibat langsung dalam politik, yang dibuktikan dengan tingkat partisipasi pemilu yang makin rendah. Misalnya, pada pemilu 2004, warga negara AS yang memberikan suara berjumlah 125 juta orang atau 63,8% dari yang memiliki hak pilih. Di tahun 2008, mereka yang memberikan suara dalam pemilihan presiden 4 E. Kleefeld, Bachman: We’re Not Going to Obey Health Care Law – We Don’t Have To (daring), <http://tpmdc.talkingpointsmemo.com/2010/03/bachmann-were-not-going -to-obey-health-care-law----we-donthave-to-video-php>, diakses pada 19 September 2011. 5 R. Lavoie, Patriotism and Taxation: The Tax Compliance Implications of the Tea Party Movement, University of Akron School of Law, Akron, 2011, p. 34. 6 J.M. O’Hara, A New American Tea Party, John Wiley & Sons, Hoboken, 2010, p. XXV. 7 Lavoie, p. 1. 8 O’Hara, p. xxv. 9 O’Hara, p. xxi. 2 berjumlah 131 juta orang, sekitar 63,6% dari total warga negara yang memiliki hak pilih. Pada pemilu 2012, presentasenya makin rendah yaitu hanya 61, 8% dari yang memiliki hak pilih atau sekitar 132 juta orang.10 Presentase ini lebih rendah dibanding tingkat pemilih di negara lain, seperti Italia (93%), Jerman (81%), Inggris (75%), dan Kanada (67%).11 Tea Party dikaitkan pula dengan patriotisme dan kecintaan pada negara, di mana ada aspek historis dari awal pembentukan Amerika Serikat yang berkaitan dengan patriotisme dan protes pajak.12 Di satu sisi, rakyat tidak ingin disuruh membayar pajak lebih untuk pemerintah. Namun, di sisi lain pemerintah merasa seharusnya sudah kewajiban rakyat untuk mematuhi kebijakan pajak, karena dana talangan pun digunakan untuk menyelamatkan perekonomian negara. Seperti yang dikatakan Wakil Presiden Joe Biden saat Partai Demokrat mengusulkan kenaikan pajak terhadap penghasilan individu lebih dari $250 ribu setahun: ini adalah saat untuk menjadi patriotik, waktunya menjadi bagian dari kesepakatan sosial dan membantu Amerika keluar dari krisis.13 Sebagai pendukung Tea Party, mantan calon wakil presiden dari Partai Republik, Sarah Palin, berpendapat bahwa kebijakan yang dikeluarkan Partai Demokrat bukanlah cerminan patriotisme yang sesungguhnya karena kenaikan pajak akan memotong lapangan pekerjaan dan mencederai usaha kecil.14 Tea Party menyatakan bahwa bergabung pada gerakan mereka adalah bentuk patriotisme yang sebenarnya karena saat ini Amerika sedang dipimpin oleh pemerintah yang tidak mengerti arti patriotisme, bahkan mereka pertanyakan identitasnya sebagai “asli Amerika.” Dari sini dapat dilihat bahwa sebenarnya Tea Party mencoba mengaitkan antara masalah pajak dengan patriotisme di Amerika Serikat untuk meraih dukungan dan menegaskan posisi mereka terhadap pemerintah. Selain itu, gerakan protes Tea Party akan selalu diadakan pada tanggal 15 April (Hari Pajak) setiap tahun di seluruh penjuru Amerika.15 Kekuatan pendorong terjadinya gerakan ini adalah kepercayaan bahwa Amerika dibebani pajak berlebih (overtaxed) dan Tea Party adalah tipikal gerakan protes terhadap hal tersebut. Gerakan ini secara eksplisit menghubungkan antara anti-pajak dengan patriotisme yang mereka anggap di arah yang 10 The Diversifying Electorate-Voting Rates by Race and Hispanic Origin in 2012 (and Other Recent Elections): Population Characteristics, ‘U.S. Census Bureau (daring), May 2013, <http://www.census.gov/prod/2013pubs/p20-568.pdf>, diakses pada 5 Maret 2014. 11 D.S. Roberts, Why We Don't Vote: Low Voter Turnout in U.S. Presidential Elections, University of Tennessee, Knoxville, 2009, p. 14. 12 Lavoie, p. 1. 13 M. Falcone, ‘On Tax Policy and Patriotism’, New York Times (daring), 19 September 2008, <http://query.nytimes.com/gst/fullpage.html?res=9502E4DF153CF93AA2575AC0A96E9C8B63>, diakses pada 19 September 2011. 14 Falcone, ‘On Tax Policy and Patriotism.’ 15 Lavoie, p. 33. 3 benar, sehingga pengikutnya disebut “The Tea Party Patriots.” Selain itu, jajak pendapat juga menunjukkan bahwa para pendukung Tea Party sebagian besar marah pada reformasi pelayanan kesehatan, pemerintah yang tidak mencerminkan rakyat, pengeluaran pemerintah, masalah ekonomi (khususnya pengangguran), ukuran pemerintahan, Kongres, Barack Obama, defisit anggaran, dan politik partisan.16 2. Fokus kajian Di balik dugaan isu-isu rasial, agama, dan ideologi yang berada di balik Tea Party serta kemungkinan terbentuknya ‘partai ketiga’, pro dan kontra mengenai fenomena gerakan ini terus berkembang dan menjadi babak baru dalam peta politik Amerika Serikat.17 Secara khusus, skripsi ini akan mengkaji sebab-sebab munculnya Tea Party, potensi perkembangan, dan implikasi dari gerakan ini terhadap politik di Amerika Serikat. Hal ini penting mengingat Tea Party adalah kelompok kepentingan yang baru dan menjadi fenomena Amerika Serikat setelah krisis ekonomi 2008, di samping gerakan serupa lain yang muncul setelahnya, yaitu Occupy Wall Street. Kelompok kepentingan sejak lama telah menjadi suatu variabel utama dalam sistem politik di Amerika Serikat. Pembahasan mengenai kemunculan dan implikasi gerakan Tea 16 ‘The Tea Party Movement: What They Think.’ Menurut N.C. Rae dalam The Return of Conservative Populism:The Rise of the Tea Party and Its Impact on American Politics, (2011, p. 16), pendukung Tea Party kerap dicap rasis dan ekstrim karena beberapa isu dalam protes mereka adalah berkaitan dengan ras, agama, dan ideologi. Misalnya, laman kelompok Tea Party di Kansas yang bernama Patriot Freedom Alliance mengumpamakan Barack Obama sebagai seekor sigung yang berwarna hitam dan putih dan mengeluarkan bau tidak sedap. Ungkapan ini diprotes Darrell Pope, Presiden Asosiasi Nasional untuk Kemajuan Orang-orang Kulit Berwarna (National Association for the Advancement of Coloured People) karena dinilai rasis. Lihat ‘Racism Row Erupts Tea Party Calls Barack Obama Skunk’, Daily Mail (daring), 13 Desember 2011, <http://www.dailymail.co.uk/news/article-2073094/Racism-row-erupts-Tea-Party-calls-Barack-Obamaskunk.html>, diakses pada 2 April 2012. Dalam ‘Brewing Tea Party Tensions: How The Grassroots Conservative Movement is Flexing Its Muscles’ (p. 11), Reuters melaporkan bahwa spanduk protes Tea Party di beberapa kegiatan demonstrasi, misalnya di Detroit pada Januari 2010, mencantumkan perumpamaan figur Obama dan kebijakannya sebagai Hitler yang sosialis. Dalam isu agama, Tea Party California pernah mengirimkan e-mail provokatif pada koran-koran lokal untuk menentang pendirian Islamic Centre Temecula Valley pada Juli 2010. Hal tersebut mendapat tentangan dari Dewan Hubungan Amerika-Islam (Council on American-Islam Relation), bahwa Tea Party menyimpang dari agendanya yaitu protes fiskal dan menghendaki pemerintahan yang fobia pada agama tertentu, dalam hal ini Islam. Council on American-Islam Relations (CAIR) mendukung National Association for the Advancement of Coloured People (NAACP) untuk meminta Tea Party menghindari rasisme. Baca ‘California Tea Party to Use Dogs to Harass Muslims’, Council on American-Islam Relations (daring), 27 July 2010, <http://ca.cair.com/losangeles/news/california_tea_party_to_use_dogs_to_harass_muslims>. 17 4 Party ini bertujuan untuk melihat bagaimana sebuah kelompok kepentingan terbentuk dan memberikan pengaruh dalam politik di negara tersebut. Analisis dalam skripsi ini diharapkan dapat memberi sumbangan pada studi mengenai politik di Amerika Serikat. 3. Kerangka konseptual Dalam menganalisis kemunculan gerakan Tea Party dan implikasinya dalam politik Amerika Serikat, skripsi ini akan menggunakan dua konsep yaitu kelompok kepentingan dan partai politik. a. Kelompok Kepentingan Tea Party mengidentifikasi diri sebagai kelompok kepentingan yang bertujuan memprotes kebijakan pemerintah dalam penggunaan pajak. Ia merupakan respons masyarakat terhadap krisis politik dan ekonomi di Amerika Serikat. Dalam konteks kelompok kepentingan, dapat dilihat bahwa Tea Party memiliki struktur dan tujuan yang ingin diraih. Dari struktur dan tujuannya, dapat dilihat bagaimana strategi mereka agar dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah. Strategi tersebut dijalankan, antara lain, melalui beberapa anggota atau dukungan dari mereka yang terpilih di Kongres dan kedekatannya dengan Partai Republik. Dalam The Governmental Process,18 David Truman menulis bahwa kelompok kepentingan adalah suatu kelompok yang peduli pada berbagai masalah dalam suatu negara, misalnya pertumbuhan ekonomi, persamaan, dan kesejahteraan sosial. Terdapat berbagai macam kelompok dalam masyarakat yang kegiatannya berfokus pada hal-hal tersebut. Namun, yang membedakan satu kelompok dengan kelompok lain adalah peran politik yang mereka mainkan dan pengaruhnya bagi pemerintah. Kelompok kepentingan juga memiliki tujuan masing-masing. Truman menyebutkan bahwa kelompok kepentingan baru akan tercipta ketika suatu kebutuhan muncul. Ketika individu diancam oleh perubahan, misalnya ketika pemerintah memberlakukan kebijakan baru, mereka akan berkumpul bersama dan membentuk kelompok kepentingan.19 Truman melihat hubungan sebab-akibat dari relasi ini. Suatu keadaan pada titik yang stabil atau seimbang menjadi berubah karena suatu bentuk 18 D. Truman, The Governmental Process: Political Interest and Public Opinion, Alfred A. Knopf, New York, 2009, p. 33. 19 Truman, p. 27. 5 gangguan yang memaksa kelompok baru tercipta. Oleh karena itu, teori gangguan (disturbance theory) dalam konsep kelompok kepentingan dapat diterapkan dalam keadaan di mana sekelompok orang merasa terganggu oleh suatu perubahan, kemudian mereka berkumpul untuk memperjuangkan kepentingan mereka yang terusik. Di Amerika Serikat, kelompok kepentingan sangat penting karena merupakan elemen penting dalam proses demokrasi. Konsep kelompok kepentingan dari Truman digunakan untuk menjelaskan sebab terbentuknya gerakan Tea Party. Tea Party dilatarbelakangi oleh gerakan protes masyarakat karena masalah pajak dan ketidak percayaan pada Presiden Obama yang mengeluarkan kebijakan dana talangan saat krisis ekonomi. Paket stimulus ekonomi yang cukup besar dan diloloskan segera setelah Obama dilantik menuai kritik sebagai sesuatu yang sia-sia dan berdampak tidak signifikan terhadap ekonomi. Di samping persoalan itu, sebagian besar pendukung Tea Party juga gusar akan reformasi pelayanan kesehatan, pemerintah yang tidak mencerminkan rakyat, pengeluaran pemerintah yang tidak menguntungkan rakyat dan cenderung memperparah berbagai masalah ekonomi (khususnya pengangguran), serta defisit anggaran. Teori gangguan dapat diterapkan untuk menjelaskan hal tersebut. Para pendukung Tea Party berkumpul untuk memperjuangkan kepentingan mereka yang terusik karena pemerintah menerapkan kebijakan-kebijakan yang mereka anggap tidak tepat. Robert Salisbury dalam An Exchange Theory of Interest Group menambahkan bahwa kualitas kepemimpinan dalam suatu kelompok juga merupakan sesuatu yang sangat menentukan dalam pembentukan dan peran kelompok kepentingan.20 Keberadaan kelompok kepentingan yang kuat harus didukung oleh ‘wirausaha kelompok kepentingan’ (interest group entrepreneurs) untuk meyakinkan publik agar mau bergabung dengan mereka. Bila hal ini tidak ada, kelompok kepentingan tidak akan bertahan. Menurut Salisbury, kepemimpinan adalah katalis yang mengubah kekuatan potensial organisasi menjadi kekuatan politik yang nyata. Konsepsi dari Salisbury akan membantu menjelaskan mengapa gerakan Tea Party saat ini cenderung tidak jelas karena tidak adanya pemimpin atau kejelasan organisasi sehingga diperkirakan bahwa gerakan ini tidak akan bertahan lama. Gabriel Almond, Russell Dalton, G. Bingham Powell, Jr., dan Kaare Strøm menegaskan bahwa salah satu fungsi kelompok kepentingan adalah artikulasi kepentingan. Fungsi ini akan menentukan seberapa signifikan peran suatu kelompok kepentingan. Artikulasi kepentingan dapat terjadi melalui aksi atau kelompok sosial politik yang diwakili 20 R. Salisbury, ‘An Exchange Theory of Interest Group’, Midwest Journal of Political Science, vol. 13, no. 1, 1969, pp. 1-32. 6 sekelompok orang. Kelompok kepentingan berpartisipasi dalam proses politik, bekerja pada organisasi pemerintah, dan berjuang dalam parlemen. Menurut mereka, terdapat empat jenis kelompok kepentingan yang sesuai dengan elaborasi terhadap bentuk dan cara artikulasi kepentingan, yaitu kelompok anomik, kelompok nonasosiasional, kelompok asosiasional, dan kelompok institusional (lihat deskripsi masing-masing di Tabel 1).21 Menurut Almond, Dalton, Powell, dan Strøm, memisahkan antara tipe-tipe kelompok adalah sangat penting menyangkut beberapa alasan soal pembawaan dari suatu kelompok. Pembawaan dari suatu kelompok mencerminkan sumber dari mana kelompok tersebut memobilisasi dukungan upaya politiknya.22 Salah satu sumber paling penting adalah struktur institusional yang menopang usaha politik hingga pemerintah merespon kepentingan kelompok tersebut, serta signifikansinya dalam mempengaruhi suatu kebijakan. Pembawaan kelompok juga akan memperjelas taktik yang digunakan untuk mendapat akses politik. Artikulasi kepentingan adalah tahap pertama dalam pengaruh politik sehingga pembawaan kelompok akan memperjelas seperti apa kepentingan mereka didengar di dalam sistem politik dan kepentingan apa yang mereka wakili. Tabel 1. Deskripsi Jenis-jenis Kelompok Kepentingan23 Kelompok Anomik Terbentuk secara spontan, misalnya dalam kegiatan demonstrasi atau pemberontakan. Ia biasanya menyampaikan kepentingan kepada sistem politik dengan cara nonkonvensional, seperti kekerasan. Kelompok Asosiasional Kelompok dengan beberapa tujuan formal maupun informal. Ia memiliki jadwal pasti kapan pertemuan diadakan dan harus dihadiri seluruh anggotanya. Plenary meeting menunjuk satu pimpinan utamanya dan sering menggunakan sistem prinsip mayoritas atau, untuk beberapa, kediktatoran, dengan struktur organisasi yang aturannya jelas. Kelompok Non- Komunitas-komunitas berdasar satu latar belakang yang sama asosiasional sehingga biasanya menjadi kelompok kepentingan, misalnya 21 G. Almond, G.B Powell, R. Dalton & K. Strøm, Comparative Politics Today: A World View, 9th edn, Person Longman, New York, 2009, pp. 54-76. 22 Almond, Powell, Dalton & Strøm, p. 71. 23 Almond, Powell, Dalton & Strøm, pp. 64-67. 7 kelompok etnis, kelompok lokal, kelompok agama, status, kelas, dan sebagainya. Mereka dapat disebut komunitas yang terjadi secara alami karena adanya kesamaan-kesamaan tadi sehingga tidak direpresentasikan dalam suatu organisasi formal. Salah satu kelemahan dari bentuk ini adalah kurangnya keeratan (sense of belonging) anggotanya karena sifatnya yang tidak mengikat. Kelompok Institusional Berbagai institusi di pemerintah yang ikut mempengaruhi keputusan pemerintah karena mengartikulasikan kepentingannya secara langsung melalui perwakilan suatu institusi, misalnya militer. Kelompok ini menyampaikan pandangan mereka dan ikut serta dalam pengambilan keputusan dari dalam, sebelum pemerintah bersikap nonkooperatif. Kelompok inilah yang menyampaikan beragam pandangan serta tuntutan kepada pemerintah. Pembagian jenis kelompok kepentingan oleh Almond, Dalton, Powell, dan Strøm dapat digunakan untuk menjelaskan bahwa gerakan Tea Party adalah suatu bentuk artikulasi kepentingan dari rakyat Amerika. Konsep ini dapat mengukur kekuatan Tea Party karena dapat memetakan kepentingan apa yang mereka wakili, sumber dari mana kelompok tersebut memobilisasi dukungan upaya politik, taktik yang digunakan untuk mendapat akses politik, dan signifikansinya dalam mempengaruhi suatu kebijakan melalui struktur dan pembawaan dari jenis kelompok tersebut. Menurut Kenneth Janda, Jeffrey Berry dan Jerry Goldman dalam The Challenge of Democracy, kelompok kepentingan juga berperan dalam beberapa hal, yaitu representasi, partisipasi, edukasi, pembentukan agenda, dan pengawasan program.24 Sementara itu, implikasi dari adanya kelompok kepentingan dalam politik di Amerika, sebagaimana dijelaskan oleh Truman, tergantung pada taktik dan strategi kelompok tersebut dalam menyebarkan pengaruh. Kelompok kepentingan sangat penting dalam mempengaruhi opini publik; mendapatkan akses pada partai politik, legislatif, dan eksekutif; serta berperan pada pemilihan umum.25 Implikasi dari gerakan Tea Party dapat dijelaskan melalui konsepsi Janda, Berry dan Goldman, serta Truman. Kemunculan Tea Party mengusung isu protes anti-pajak dan kritik 24 K. Janda, J.M. Berry & J. Goldman, The Challenge of Democracy: Government in America, 3rd edn, Houghton Mifflin, Boston, 1992, pp. 340-345. 25 Truman, pp. 213-426. 8 terhadap pengelolaan negara mencerminkan fungsi representasi, partisipasi, dan edukasi bagi warga Amerika Serikat. Kritik mereka pada pemerintahan Obama mencerminkan fungsi pengawasan terhadap pemerintah. Tea Party juga mendapatkan akses berdasar kedekatan dengan partai Republik dan anggota Kongres yang berafiliasi dengan kepentingannya. Pada akhirnya, Tea Party mampu menggalang pendukung yang mempengaruhi isu yang akhirnya diperdebatkan oleh kandidat pemilu presiden 2012, yaitu masalah pajak dan kebijakan ekonomi. b. Partai Politik Ronald Hrebenar mengatakan bahwa perbedaan antara partai politik dan kelompok kepentingan sangat jelas. Partai politik berupaya menguasai pemerintahan, sedangkan kelompok kepentingan mempengaruhi keputusan pemerintah. Partai politik akan berfokus pada pemilu dan kampanye, dengan anggota yang hanya memiliki satu tujuan bersama, yaitu menguasai pemerintah, sedangkan kelompok kepentingan berfokus pada proses pembuatan kebijakan.26 Dalam Political Parties in America, Robert Huckshorn menjelaskan bahwa kelompok kepentingan terbentuk karena mereka mewakili kepentingan yang tidak ditransformasikan dalam tujuan partai. Partai politik kehilangan kekuatan dan pengaruh dalam beberapa waktu terakhir, yang menyebabkan munculnya kelompok kepentingan yang berasal dari partai.27 Tea Party berasal dari salah satu faksi yang ada di Partai Republik, yaitu kelompok sayap kanan konservatif, yang kemudian muncul menjadi gerakan terpisah dari partai tersebut. Pada perkembangannya, anggota gerakan ini tidak hanya dari Republik, melainkan juga Demokrat. Di saat rakyat Amerika sudah tidak merespon positif bahkan cenderung apatis terhadap politik, Tea Party juga pernah dicurigai menjadi cikal bakal munculnya partai ketiga.28 Sejalan dengan itu, rakyat Amerika kembali kritis mengartikulasi kepentingan mereka melalui Tea Party. Dalam hal ini dapat diidentifikasi bahwa artikulasi kepentingan masyarakat yang tidak terwakili dalam dua partai besar di Amerika Serikat menjadi penting. Konsepsi sistem kepartaian Amerika juga bisa digunakan untuk melihat apakah Tea Party sesungguhnya hanya digunakan untuk mendongkrak suara Republik dalam pemilu Kongres 2010 atau tidak. Tea Party berdampak positif pada perbaikan gambaran mengenai Partai 26 R. Hrebenar, Interest Group Politics in America, Prentice Hall, New Jersey, 1982, p. 3. R. Huckshorn, Political Parties in America, 2nd edn, Brooks/Cole Publishing Company, California, 1984, p. 354. 28 ‘Brewing Tea Party Tensions: How The Grassroots Conservative Movement is Flexing Its Muscles,’ p. 3. 27 9 Republik dan beberapa anggota Kongres yang terpilih pada pemilu 2010 dan berafiliasi dengan gerakan ini.29 Pemakaian konsep partai politik menjadi penting karena ia dapat menjelaskan sebab kemunculan Tea Party yang berasal dari partai Republik serta implikasinya bagi partai tersebut dan politik Amerika secara luas. Konsep partai politik dapat menjelaskan ideologi dari Partai Republik, yang menjadi cikal bakal kemunculan Tea Party, meskipun akhirnya ia menolak disangkut pautkan dengan partai ini. Dengan faksi-faksi konservatif dan liberal yang saling berkompetisi, Partai Republik menjadi fokus dalam pembahasan konsep ini karena kaitan ia dengan Tea Party. 4. Argumen utama Dengan menggunakan konsep kepentingan dan partai politik, penulis mengajukan hipotesis bahwa gerakan Tea Party muncul karena meluasnya kekhawatiran akan pengelolaan ekonomi oleh pemerintah, khususnya dalam hal pajak, dengan pemicu berupa kebijakan penalangan finansial bagi perusahaan-perusahaan besar Amerika Serikat yang terancam bangkrut. Implikasi gerakan ini adalah bahwa ia secara signifikan akan mempengaruhi opini publik terhadap jalannya pemerintahan dan keberlangsungan sistem dua-partai dalam politik Amerika Serikat. Tea Party juga berpeluang menjadi semacam representasi, meningkatkan jumlah partisipasi rakyat dalam artikulasi dan pendidikan politik, serta menjadi media evaluasi bagi kebijakan pemerintah. 5. Sistematika penulisan Skripsi ini akan terdiri dari 4 bab. Setelah Bab 1 Pendahuluan ini, Bab 2 akan menjawab fokus pertanyaan penelitian yang pertama, yang akan dimulai dengan uraian tentang awal mula gerakan Tea Party, sebab kemunculannya, profil gerakan ini, dan ditutup dengan potensi yang ia miliki untuk terus berkembang. Bab 3, sebagai jawaban atas fokus penelitian yang kedua, bertujuan menjelaskan implikasi kemunculan Tea Party bagi warga Amerika Serikat, bagi Partai Republik melalui sudut pandang relasi antara kelompok 29 J.M. Jones, GOP Image Net-Positive for First Time Since 2005 (daring), 27 January 2011, <http://www.gallup.com/poll/145805/gop-image-net-positive-first-time-2005.aspx>, diakses pada 5 Desember 2011. 10 kepentingan dan partai politik, terhadap pemerintahan Barack Obama, serta pada pemilu 2012. Skripsi ini akan ditutup dengan Bab 4 yang berisikan kesimpulan dan inferensi berupa pelajaran yang bisa diambil dari temuan hasil penelitian. 11