Pemanfaatan Tradisional Tumbuhan Alam…… Lis Nurrani PEMANFAATAN TRADISIONAL TUMBUHAN ALAM BERKHASIAT OBAT OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR CAGAR ALAM TANGALE (Traditional Use of Natural Plants Efficacious Medicine by Local Community Around Tangale Nature Reserve) Lis Nurrani Balai Penelitian Kehutanan Manado Jl. Raya Tugu Adipura Kel. Kima Atas Kec. Mapanget Kota Manado Telp/Fax : (0431) 869181 Email : [email protected] ABSTRACT Utilization of medicinal plants is one of expertise has been rarely found even in some places only to be a wisdom by the local community. Utilization of medical plants by community around the Tangale Nature Reserve be the existance vitalization a conservation area for human life. Research showed that there are 30 plant species used by the community, 24 species as medical plants, two species non timber forest products and four species of germplasm to source other uses. Habitus plants species are generally a herbaceous, trees, lianas fraction and tubers. Keywords : traditional use, medicinal plants, tangale nature reserves ABSTRAK Pemanfaatan tumbuhan alam berkhasiat obat merupakan salah satu keahlian yang telah langka dijumpai bahkan pada beberapa tempat hanya menjadi sebuah kearifan oleh masyarakat setempat. Penggunaan tumbuhan obat oleh masyarakat di sekitar kawasan Cagar Alam Tangale menjadi eksistensi vitalisasi sebuah kawasan konservasi bagi kehidupan manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teridentifikasi sebanyak 30 jenis tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat, 24 jenis sebagai tumbuhan obat, dua jenis hasil hutan bukan kayu dan empat jenis plasma nutfah untuk sumber kegunaan lain. Jenis-jenis tumbuhan tersebut umumnya merupakan habitus herba, pohon, sebagian kecil liana dan umbi-umbian. Kata kunci : pemanfaatan tradisional, tumbuhan obat, Cagar Alam Tangale. I. PENDAHULUAN Tumbuhan alam berkhasiat obat telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia bahkan sejak ratusan tahun yang lalu. Pada masa lalu, ahli ilmu pengobatan yang dikenal dengan istilah tabib membuat ramuan obat yang 1 Info BPK Manado Volume 3 No 1, Juni 2013 bahan bakunya berasal dari hutan. Diperkirakan hutan Indonesia menyimpan potensi tumbuhan obat sebanyak 30.000 jenis, di antaranya 940 jenis telah dinyatakan berkhasiat obat, dimana sekitar 78 % masih diperoleh melalui pengambilan langsung dari hutan (Nugroho, 2010). Pengobatan tradisional awalnya dikenal dengan ramuan jamu-jamuan, hingga saat ini jamu masih diyakini sebagai obat mujarab untuk mengobati berbagai penyakit bahkan telah dikembangkan dalam industri modern. Pengetahuan mengenai tumbuhan obat memiliki karakteristik berbedabeda pada suatu wilayah. Pengetahuan tersebut biasanya merupakan warisan secara turun-temurun. Hanya sebagian kecil masyarakat yang mengetahui jenis-jenis tumbuhan obat. Menurut Krismawati et al. (2003), masyarakat pedesaan khususnya yang bermukim di sekitar kawasan hutan seringkali menggunakan tumbuhan alam untuk pengobatan. Pemanfaatan tumbuhan alam sebagai obat tradisional telah dipraktekkan oleh masyarakat di sekitar Cagar Alam Tangale sejak dulu hingga saat ini. Kawasan Tangale menjadi habitat dan sumber bahan baku tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat. Mengingat tekanan dan ancaman pada kawasan konservasi dan masih minimnya informasi ilmiah mengenai potensi tumbuhan obat, maka diperlukan penelitian yang bertujuan untuk mengkaji pemanfaatan tumbuhan alam berkhasiat obat oleh masyarakat di sekitar Cagar Alam Tangale. Informasi tersebut dapat digunakan untuk memperkuat sistem data base bioekologi dan menjadi acuan bagi pengelolaan kawasan berbasis kesejahteraan masyarakat dan kelestarian kehidupan. II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam Tangale selama 15 hari dari tanggal 10 s/d 25 September 2008. Berdasarkan letak administrasi, Cagar Alam Tangale berada di Desa Labanu dan Desa Buhu di Kecamatan Tibawa Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo. Secara geografis kawasan ini terletak pada 122045’-122047’ Bujur Timur dan 0035’– 0036’ Lintang Utara. 2 Pemanfaatan Tradisional Tumbuhan Alam…… Lis Nurrani B. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan antara lain : tally sheet, alkohol 70 %, amplop spesimen, kertas koran, plastik spesimen, tali rafia, plastic container, meteran roll, kaliper, tape recorder, kamera digital, handycam, kompas, GPS, luv-meter, thermohigrometer, tiket gantung, peta kawasan dan alat tulis. C. Jenis Data 1. Data primer yang dikumpulkan meliputi jenis tumbuhan, bagian yang dimanfaatkan, cara meramu, khasiat dan kegunaan tumbuhan. 2. Data sekunder terdiri atas potensi hayati Cagar Alam Tangale yang diperoleh dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara dan pustaka terkait lainnya. D. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini adalah kegiatan eksplorasi dengan menggunakan metode jelajah yaitu pengamatan dilakukan pada sepanjang jalur penjelajahan. Pemilihan lokasi jalur pengamatan dilakukan secara purposive berdasarkan informasi petugas dan masyarakat. Wawancara dilakukan pada beberapa tokoh kunci untuk memperoleh data, sedangkan untuk jenis-jenis yang belum teridentifikasi dibuat herbarium. E. Analisis dan Identifikasi Jenis Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Identifikasi jenis dilakukan pada laboratorium Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi Bogor serta menggunakan buku panduan tumbuhan berkhasiat obat dan media internet. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Tumbuhan Alam Berkhasiat Obat Berdasarkan hasil identifikasi dan wawancara diketahui bahwa sebanyak 30 jenis tumbuhan yang sering dan rutin dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar kawasan hutan Tangale. Sebanyak 24 jenis diantaranya merupakan tumbuhan obat, dua jenis pemanfaatan hasil hutan 3 Info BPK Manado Volume 3 No 1, Juni 2013 bukan kayu dan empat jenis plasma nutfah untuk sumber kegunaan lain. Jenis-jenis tumbuhan tersebut umumnya merupakan habitus herba, pohon, sebagian kecil liana dan satu jenis umbi-umbian. Sifat penggunaannya pun masih tradisional, sehingga pengolahan ramuan tumbuhan sangat sederhana yaitu dimasak maupun digunakan langsung. Selain itu teknologi budidayanya belum banyak dikembangkan karena mudahnya memperoleh bahan baku dari kawasan. Jenis-jenis tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar Cagar Alam Tangale tersaji pada Tabel 1. 4 Pemanfaatan Tradisional Tumbuhan Alam…… Lis Nurrani Tabel (Table) 1. Pemanfaatan tumbuhan hutan sebagai obat oleh masyarakat di sekitar Cagar Alam Tangale (Forest plant utilization as medicine by community around Tangale Nature Reserve) No. Nama lokal (Local name) 1 Binggilada Nama botani (Botany name) Sterculia sp. Famili (Family) Pohon Bagian yang Digunakan (Parts of plant are used) Daun Cara Meramu (Way of formulate) Khasiat (efficacy) Obat sakit gigi dan pinggang - 2 Rumput macan Lantana camara Herba Daun 3 Mengkudu utang Morinda bracteata Perdu Kulit batang - Daun untuk luka, batuk, gatal, pembengkakan, sakit perut, dan masalah pencernaan, - Akarnya untuk rematik, demam, keputihan dan bisul - Bunga untuk batuk berdarah Obat berak darah 4 Molondiopo Bridelia monoica Herba Daun Obat gatal-gatal - - - Daun ditumbuk sampai halus, dan oleskan pada gigi sakit. Daun digosokkan pada bagian pinggang yang sakit. Daun ditumbuh kemudian dioleskan pada bagian tubuh yang luka atau memar Daun dimasak dengan air secukupnya kemudian airnya diminumkan pada penderita batuk. Bunganya Akarnya dimasak dengan air secukupnya kemudian diminum Kulit batang dimasak dengan air secukupnya hingga mendidih, dinginkan kemudian diminum Daun ditumbuk hingga halus dan dioleskan pada kulit yang gatal-gatal. 5 Info BPK Manado Volume 3 No 1, Juni 2013 Archaugelisia flava Orthosipon aristatus Liana Bagian yang Digunakan (Parts of plant are used) Batang Herba Daun Uba makatana Achyranthes aspera Herba Daun dan akar Obat hidung tersumbat kronis Infeksi saluran kencing dan darah tinggi (hipertensi) Obat reumatik, diare dan luka 8 Tarutuk Solanum turvum Herba Buah dan daun Menghilangkan bau badan 9 Kopasanda Herba Daun Obat luka 10 Kunambel Herba Bambeletan Perdu Batang dan daun Daun Bahan baku obat 11 Eupathorium odoratum Coleus amboinicus Senna alata 12 Kuku kuda Centella asiatica Herba Daun - Hipertensi (darah tinggi) - Pemulihan bagi ibu seusai melahirkan No. Nama lokal (Local name) 5 Akar kuning 6 Kumis kucing 7 6 Nama botani (Botany name) Famili (Family) Khasiat (efficacy) Obat kulit Cara Meramu (Way of formulate) Batang dikeringkan kemudian dibakar dan diisap seperti rokok Daun dimasak dengan air secukupnya hingga mendidih, dinginkan kemudian diminum Daun dan akarnya direbus dan diminum bagi penderita reumatik dan diare. Untuk luka, daun ditumbuk kemudian dioleskan pada luka. Buah dimakan dan daun digosokkan pada badan ketika mandi terutama bagian ketiak. Ditumbuk kemudian air dan ampasnya dioleskan pada luka Sebagai bahan baku untuk pembuatan obat Daun ditumbuk kemudian digosok pada bagian kulit yang terserang penyakit panu. Dimasak dengan air secukupnya hingga mendidih, dinginkan kemudian diminum Pemanfaatan Tradisional Tumbuhan Alam…… Lis Nurrani Famili (Family) Bagian yang Digunakan (Parts of plant are used) Crotalaria retusan Phyllanthus niruri Herba Daun Herba Seluruh bagian tumbuhan Linggua Pterocarpus indicus Pohon Kulit, daun dan getah 16 Molotingo kalopa Cissus sp. Herba Batang dan daun Menghilangakan bau badan - Hipertensi (darah tinggi) - Pemulihan bagi ibu seusai melahirkan - Kulit untuk pengobatan batu ginjal dan sariawan - Daun muda untuk kencindg manis dan bisul - Getahnya untuk luka dan sariawan Bengkak/Infeksi perut 17 Dumilalota Ruellia Herba Daun Bahan baku obat No. Nama lokal (Local name) 13 Luhu 14 Tapal kuda 15 Nama botani (Botany name) Khasiat (efficacy) Cara Meramu (Way of formulate) Digosok pada badan ketika mandi terutama bagian ketiak. Tumbuhan direbus dengan air secukupnya hingga mendidih, dinginkan kemudian diminum - Kulit dimasak dengan air secukupnya hingga mendidih, dinginkan kemudian diminum - Getahnya langsung dioleskan pada bagian tubuh yang luka dan mulut yang sariawan Dimasak dengan air secukupnya hingga mendidih, dinginkan kemudian diminum Sebagai bahan baku untuk ramuan 7 Info BPK Manado Volume 3 No 1, Juni 2013 No. Nama lokal (Local name) Nama botani (Botany name) Famili (Family) 19 Uba makatana Fanili utang tuberosa Stachytarpheta Herba indica Vanilla sp. Herba 20 Singsingluat Pipturus sp. 21 Rumpu utang Rumpu utang Dolinggahe 18 22 23 Bagian yang Digunakan (Parts of plant are used) Khasiat (efficacy) Daun Bahan baku obat Bahan baku obat Perdu Batang dan daun Batang Obat patah tulang Begonia sp. Herba Batang Obat sariawan pembuatan obat Sebagai bahan baku untuk ramuan pembuatan obat Sebagai bahan baku untuk pembuatan obat Ditumbuk kemudian air dan ampasnya dioleskan pada tulang yang patah Batang dikunyah Begonia sp. Herba Batang Obat sariawan Batang dikunyah Rubus moloccanus Herba Daun, batang dan akar - Batang dan akar untuk obat tumor - Daun untuk obat batuk kronis Dimasak dengan air secukupnya hingga mendidih, dinginkan kemudian diminum Sumber (Source) : Wawancara dan identifikasi lapangan (interview and identification field) 8 Cara Meramu (Way of formulate) Pemanfaatan Tradisional Tumbuhan Alam…… Lis Nurrani B. Kondisi Umum Cagar Alam Tangale Hutan Tangale merupakan kawasan konservasi di Provinsi Gorontalo dengan luas wilayah 112,5 ha. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor. 431/Kpts/VII-4/1992 hutan ini ditetapkan sebagai kawasan suaka alam dengan status cagar alam. Dasar penetapan Cagar Alam Tangale adalah perlindungan terhadap Macaca hecki yang merupakan primata endemik Sulawesi. Sebagai zona perlindungan, kawasan ini juga berfungsi sebagai sistem penyangga kehidupan dan merupakan catchment area DAS Limboto. Kawasan ini dipisahkan oleh jalan trans Sulawesi yang menghubungkan Provinsi Gorontalo dan Provinsi Sulawesi Utara. Bentang alam Cagar Alam Tangale umumnya bergelombang, berbukit dan hanya sebagian kecil tofografi landai dengan ketinggian tempat 100-350 m dpl. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, kawasan Cagar Alam Tangale termasuk kategori iklim C (agak basah) dengan Q ratio berkisar antara 33,3 % hingga 60,0 % (Tabba, 2008). Jenis tanah dominan pada Cagar Alam Tangale adalah podzolik dan aluvial, sedangkan formasi geologi berasal dari batuan gunung api bilungala dan diorit bone. Struktur geologi utama Kecamatan Tibawa adalah sesar normal dan sesar lurus mendatar, dimana sesar tersebut memotong batuan yang berumur tua (formasi tinombo) hingga batuan yang berumur muda (batu gamping klasik). Sesar Gorontalo disinyalir merupakan sesar yang masih aktif, indikasinya adalah ditemukannya mata air panas yang berada di Desa Pentadio dan Desa Lambongo (Ekowati et al, 2003). Khusus wilayah Cagar Alam Tangale jenis batuan didominasi oleh batuan gunung api bilungala dan hanya sebagian kecil dari formasi diorit bone (Tabba, 2008). Cagar Alam Tangale merupakan tipe habitat hutan dataran rendah dimana keanekaragaman jenis flora yang dapat dijumpai adalah pohon, liana, bambu, anggrek, palem, rotan, paku-pakuan, jamur dan lumut. Vegetasi pohon antara lain beringin (Ficus benyamina), dao (Dracontomelon dao), nyatoh (Palaqium sp.) dan pangi (Pangium edule). Berbagai jenis 9 Info BPK Manado Volume 3 No 1, Juni 2013 palem dan rotan juga tumbuh pada kawasan ini, diantaranya palem serdang (Livistonia rotundifolia), palem sirip ikan (Caryota rumphiana) dan aren (Arenga pinata). Beberapa jenis rotan seperti rotan batang (Daemonorops robustus), rotan tikus, rotan ayam, rotan buku tinggi (keterangan masyarakat setempat) serta jenis liana seperti Scindapsis pictus dan bambu (Shizoztachyum sp.) merupakan potensi melimpah pada kawasan tangale (Arini dan Tabba, 2010). Fauna endemik yang hidup dibalik belantara hutan tangale diantaranya jenis avifauna dan primata yaitu rangkong sulawesi (Rhyticeros cassidix), monyet gorontalo (Macaca hecki) atau dige dan kuskus kerdil (Strigocuscus celebensis) dari marga marsupialia. Mamalia endemik sulawesi lainnya adalah anoa (Bubalus deprescornis), dilaporkan pernah ada namun saat ini sudah sulit bahkan tidak dapat dijumpai lagi pada kawasan tangale (BKSDA Sulut, 1999). Kelompok avifauna yang dapat dijumpai adalah rangkong sulawesi (Rhyticeros cassidix), serindit sulawesi (Loriculus stigmatus), srigunting jambul rambut (Dicrurus hottentottus), kepudang kuduk hitam (Oriolus chinensis), kekep babi (Artamus leucorhynchus), cekakak sungai (Halcyon cloris), elang bondol (Haliastur indus), gagak hutan (Corvus enca), berbagai jenis burung bondol, burung kacamata dan burung madu (Kinho et al, 2008). Selain itu juga dijumpai burung endemik kadalan sulawesi (Phaenicophaeus calyorhynchus) yang diketahui bersimbiosis dan merupakan indikator keberadaan dige dalam hutan. Bagi masyarakat sekitar kawasan, Hutan Tangale membawa arti penting bagi ketersediaan sumber obat-obatan tradisional, sumber bahan pangan dan sumber air. C. Pemanfaatan Tradisional Tumbuhan obat Masyarakat di sekitar kawasan Cagar Alam Tangale telah mengenal tumbuhan alam berkhasiat obat sejak lama dan hingga kini kebiasaan itu masih terus dilakukan. Hutan Tangale telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan karena menjadi sumber plasma nutfah yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Umumnya 10 Pemanfaatan Tradisional Tumbuhan Alam…… Lis Nurrani masyarakat menggunakan plasma nutfah tersebut untuk kebutuhan hidup antara lain sebagai bahan bangunan, sumber alternatif pangan dan tumbuhan obat. Khasiat tumbuhan obat dalam menyembuhkan penyakit sangat bervariasi dari yang hanya sekedar untuk menghilangkan bau badan, gatalgatal, luka memar, hipertensi, batuk dan berak darah hingga infeksi perut dan tumor. Umumnya tumbuhan obat digunakan oleh masyarakat untuk menyembuhkan satu jenis penyakit, namun beberapa jenis dapat digunakan untuk pengobatan lebih dari satu jenis penyakit. Jenis-jenis tersebut antara lain rumput macan (Lantana camara), linggua (Pterocarpus indicus), tapal kuda (Phyllanthus niruri), kuku kuda (Centella asiatica) dan dolinggahe (Rubus moloccanus). Rumput macan merupakan tumbuhan jenis herba yang memiliki habitat cukup luas, tumbuhan ini dapat ditemukan pada dataran rendah sampai dataran tinggi khususnya di hutan dan wilayah pedesaan. Masyarakat tangale menggunakan rumput macan sebagai obat tradisional untuk luka, batuk, gatal, pembengkakan, sakit perut, masalah pencernaan, rematik, demam, keputihan, bisul dan batuk berdarah. Pengobatan untuk luka cukup dengan menggunakan daun yang ditumbuh kemudian dioleskan pada bagian tubuh yang luka dan memar. Sedangkan untuk penyakit dalam, menggunakan ramuan daun, bunga dan akar yang dimasak dengan air secukupnya kemudian diminumkan pada penderita. Tumbuhan alam lain yang digunakan sebagai obat tradisional untuk pengobatan penyakit kronis oleh masyarakat adalah dolinggahe. Batang dan akar dolinggahe digunakan untuk pengobatan segala macam penyakit tumor, adapun daunnya untuk obat batuk kronis. Cara meramunya cukup dimasak dengan air secukupnya hingga mendidih, disarankan untuk meminum ramuan selagi masih hangat. Linggua merupakan jenis pohon dari family Fabaceae yang digunakan masyarakat Tangale untuk pengobatan batu ginjal dan daun mudanya untuk anti diabetes (kencing manis). Selain itu getahnya diperuntukkan untuk pengobatan luka ringan dan sariawan mulut. Cara meramunya yaitu 11 Info BPK Manado Volume 3 No 1, Juni 2013 kulit kayu dan daun muda dimasak dengan air secukupnya sampai mendidih, sebaiknya diminum pada saat ramuan masih hangat. Sedangkan untuk luka dan sariawan menggunakan getahnya yang langsung dioleskan pada bagian tubuh ataupun mulut yang luka. Dolinggahe (Rubus moloccanus) Rumput macan (Lanta camara) Linggua (Pterocarpus indicus) Gambar (figure) 1. Tumbuhan obat multiguna (multipurpose medical plants) Fabaceae merupakan famili dengan spesies tumbuhan obat paling banyak yaitu sebanyak 110 jenis dari 203 famili yang terklasifikasi sebagai 12 Pemanfaatan Tradisional Tumbuhan Alam…… Lis Nurrani tumbuhan berpotensi obat dan daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan sebagai obat yaitu sekitar 33,50% atau sebanyak 749 spesies (Zuhud dan Hikmat, 2009). Selain itu terdapat beberapa jenis tumbuhan yang diperuntukan sebagai obat gangguan percernaan dan infeksi di sekitar saluran pembuangan. Mengkudu hutan (Morinda bracteata) adalah jenis tumbuhan yang memiliki khasiat untuk pengobatan bagi masyarakat yang menderita berak darah. Untuk Infeksi saluran kencing dan darah tinggi (hipertensi) masyarakat menggunakan daun kumis kucing (Orthosipon aristatus). Kulit batang mengkudu hutan dan daun kumis kucing diolah dengan cara sederhana, sama sebagaimana telah dijelaskan pada jenis-jenis tumbuhan obat lainnya di atas. Mengkudu hutan (Morinda bracteata) Kumis kucing (Orthosipon aristatus) Gambar (figure) 2. Tumbuhan untuk pengobatan hipertensi dan infeksi percernaan (Plant for treatment hypertension and infection digestive). Selain obat penyakit dalam dan kronis juga terdapat jenis-jenis tumbuhan yang biasanya digunakan untuk pengobatan patah tulang, penyakit reumatik, diare, serampah dan panas dalam. Pada beberapa jenis tumbuhan bahkan hanya diperuntukkan sebagai bahan baku pembuatan ramuan obat saja. Secara detail pemanfaatan tumbuhan hutan berkhasiat obat oleh masyarakat di sekitar Cagar Alam Tangale berdasarkan jenis, istilah lokal dan khasiatnya disajikan pada Tabel 1. 13 Info BPK Manado Volume 3 No 1, Juni 2013 Uba makatana (Achyranthes aspera) Mollotingo kalopa (Cissus sp.) Dulinggahe (Fragaria sp.) Molondiopo (Bridelia monoica) Binggilada (Sterculia sp.) Singsingluat (Pipturus sp.) Gambar (figure) 3. Tumbuhan alam berkhasiat obat pada Cagar Alam Tangale (natural plant medical in Tangale nature reserve). 14 Pemanfaatan Tradisional Tumbuhan Alam…… Lis Nurrani Jenis-jenis begonia merupakan kategori tumbuhan multifungsi, selain sebagai obat juga menjadi tanaman hias yang banyak diminati oleh masyarakat. Pada kawasan hutan Tangale teridentifikasi dua jenis begonia yang dipergunakan sebagai obat sariawan, bagi penderita sariawan cukup dengan mengambil dan mengunyah batang begonia untuk menyembuhkan penyakit tersebut. Perbedaan mendasar kedua jenis tersebut berada pada bentuk daunnya yaitu ginjal dan jantung serta terdapat bulu halus pada permukaan daun dan tepian daun. Secara umum begonia pada kawasan hutan tangale tumbuh berkelompok di bawah naungan dengan pencahayaan cukup dan hidup dekat sungai sebagai sumber air. Gambar (figure) 4. Jenis-jenis Begonia Cagar Alam Tangale (Begonia species in Tangale Nature Reserve) Indonesia mempunyai banyak jenis begonia alam yang masih tersimpan di lantai hutan terutama pada daerah pegunungan sehingga tak mengherankan jika tumbuhan ini belum banyak dikenal. Menurut Kiew (2005), keanekaragaman jenis begonia alam dunia diperkirakan lebih dari 1.600 jenis yang tersebar dikawasan tropis dan sub tropis. Hutan Indonesia diperkirakan menyimpan lebih dari 200 jenis begonia yang tersebar di wilayah Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua dengan jumlah yang paling banyak terdapat di Papua sebanyak 70 jenis. Daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan sebagai obat (79,17%) oleh masyarakat tangale, daun juga memberi khasiat penyembuhan pada beberapa jenis penyakit. Menurut Zuhud dan Hikmat (2009), daun adalah bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan 15 Info BPK Manado Volume 3 No 1, Juni 2013 sebagai obat dengan kuantitas sebanyak 749 jenis (33,50%) dari total tumbuhan obat hutan tropika Indonesia. D. Plasma Nutfah sebagai Sumber Kegunaan Lain Berdasarkan hasil penelitian LIPI, pada kawasan Cagar Alam Tangale ditemukan sebanyak 33 jenis tumbuhan sebagai alternatif bahan pangan (Sunarti et al, 2007). Salah satu diantaranya adalah Dioscorea hispida yang dikenal dengan nama lokal bitule. Jenis ini merupakan umbi-umbian yang oleh masyarakat setempat digunakan sebagai bahan makanan pengganti karbohidrat nasi. Umbi bitule tidak dapat dikonsumsi langsung namun membutuhkan proses yang cukup lama untuk bisa digunakan menjadi bahan pangan. Masyarakat tangale memiliki kearifan lokal dalam proses pembersihan bitule sebelum dapat dikonsumsi, masyarakat menyakini bahwa racun dan rasa gatal umbi hanya dapat dihilangkan dengan menggunakan aliran air Sungai Alo. Umbi bitule sangat beracun karena mengandung alkaloid yang dapat menimbulkan pusing-pusing dan rasa mual. Namun pada daerah kering seperti Nusa Tenggara dan Maluku umbi ini digunakan sebagai bahan pangan utama pengganti jagung dan sagu ketika terjadi masa-masa krisis pangan (Setyowati dan Wardah, 1999). Daun nasi (Phrynium pubinerve) merupakan tumbuhan herba yang banyak ditemukan tumbuh pada kawasan hutan tangale. Ciri morfologi yang mudah dikenali dari tumbuhan ini adalah hidup berumpun, memiliki batang yang sangat keras, dan tinggi rumpun antara 2-5 m. Daun nasi umumnya digunakan oleh masyarakat untuk membungkus nasi pada acara hajatan agama dan budaya. Daun nasi juga digunakan oleh masyarakat untuk membungkus bekal makan siang ketika di kebun karena sebagian besar masyarakat merupakan petani. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa Phrynium pubinerve digunakan sebagai pembungkus nasi karena memiliki kelebihan antara lain nasi akan tahan lama, tidak mudah basi dan memberi aroma wangi pada nasi. Nasi yang dimasak dengan daun bungkus cenderung lembut, padat dan enak untuk di konsumsi. Selain sebagai pembungkus nasi, batang daun 16 Pemanfaatan Tradisional Tumbuhan Alam…… Lis Nurrani nasi juga digunakan oleh masyarakat untuk bahan baku pembuatan sisir kutu. Beberapa jenis tumbuhan juga dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan baku alam untuk kebersihan dan kecantikan. Tumbuhan talang ilala digunakan oleh masyarakat sebagai bedak dingin, nenek moyang masyarakat tangale menggunakan bedak dari jenis ini dari sejak dahulu kala. Proses pembuatan bedak cukup sederhana yaitu kulit kayu ditumbuk dengan air cucian beras hingga halus. Selain itu terdapat juga jenis-jenis tertentu yang digunakan sebagai sabun tradisional untuk membersihkan dan menghilangkan bau badan. Penggunaan sumber plasma nutfah oleh masyarakat di sekitar Cagar Alam Tangale dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel (Table) 2. Penggunaan plasma nutfah oleh masyarakat di sekitar Cagar Alam Tangale (Use germplasm by society around Tangele Nature Reserve) Nama Lokal (local name) Nama Ilmiah (botany name) 1 Daun nasi Phrynium pubinerve 2 Bitule Dioscorea hispida No Bagian yang Digunakan (Parts of plant are used) Batang dan daun, Umbi Kegunaan (efficacy) - Daun untuk membungkus nasi. - Batang dimanfaatkan untuk sisir kutu Bahan makanan alternatif pengganti nasi Cara Pengolahan (Way of formulate) Daun digunakan untuk membungkus nasi, keunggulan dari daun ini adalah nasi akan tahan lama, tidak mudah basi dan memberi aroma wangi pada nasi. Umbi dipotong tipis-tipis, dijemur dan dicuci air sungai ± 2 kali untuk menghilangkan getahnya kemudian 17 Info BPK Manado Volume 3 No 1, Juni 2013 No Nama Lokal (local name) Nama Ilmiah (botany name) Bagian yang Digunakan (Parts of plant are used) Kegunaan (efficacy) Cara Pengolahan (Way of formulate) digoreng atau direbus. 3 Talang Kulit Untuk bedak Tumbuk kulit Ilala campur dengan air beras secukupnya kemudian oleskan pada wajah. 4 Uba Daun Membersihkan Digosokkan makatana badan dan bedak pada badan tradisional ketika mandi dan daun ditumbuk hingga halus lalu dioleskan ke bagian wajah. Sumber (source) : Wawancara dan identifikasi lapangan (interview and identification field) Palem serdang (Livistona rotundifolia) atau dalam bahasa lokal disebut woka merupakan jenis palem dengan tajuk berbentuk bundar dan daun mudanya banyak digunakan oleh masyarakat sebagai pembungkus nasi. Selain sebagai pembungkus nasi kuning, daun woka muda juga dimanfaatkan sebagai bahan pembukus kue dodol khas Sulawesi Utara. Woka banyak digunakan sebagai pembungkus karena permukaannya licin, mulus dan anti lengket. Umumnya woka digunakan sebagai pembungkus makanan tradisional, wadah tradisional, pembungkus hasil kebun dan buruan, atap dan dinding rumah, tanaman hias serta untuk penguburan tradisional suku minahasa kuno (Tabba dan Nurrani, 2012). Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu oleh masyarakat di sekitar Cagar Alam Tangale tersaji pada Tabel 3. 18 Pemanfaatan Tradisional Tumbuhan Alam…… Lis Nurrani Daun woka dewasa seringkali digunakan sebagai media pengganti payung ketika musim penghujan, karena ukuran daunnya yang lebar dan resisten terhadap air. Pada daerah pedesaan masih dapat ditemukan rumah-rumah yang menggunakan daun woka baik sebagai atap ataupun untuk dinding. Maka tidaklah mengherankan jika pada ladang atau kebunkebun masyarakat banyak ditemukan gubuk kerja (daseng) yang sebagian besar bahan bakunya berasal dari daun woka. Uniknya daun woka oleh masyarakat Gorontalo digunakan sebagai pembungkus ari-ari bayi (dodome) sebelum dikuburkan. Entah apa makna dari kebiasaan tersebut namun yang pasti tradisi ini telah diyakini merupakan warisan leluhur dan telah dipraktekkan dari sejak puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu. Tabel (Table) 3. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu oleh masyarakat tangale (Utilization forest product non timber by tangale community) No 1 Nama Lokal (local name) Woka Nama Ilmiah (botany name) Livistonia rotundifolia Bagian yang Digunakan (Parts of plant are used) Daun Kegunaan (Way of formulate) Daun muda digunakan untuk membungkus nasi, keunggulan dari daun ini adalah nasi akan tahan lama, tidak mudah basi dan memberi aroma wangi pada nasi. Umumnya woka digunakan untuk membungkus jajanan nasi kuning di Sulawesi Utara. 2 Bulu Shizoztachyum Batang Bahan baku pembuatan sp. bambu anyaman dinding rumah maupun digunakan dalam acara budaya seperti pernikahan. Sumber (source) : Wawancara dan Identifikasi Lapangan (interview and identification field) Bambu (Shizoztachyum sp.) atau yang dikenal dengan istilah bulu oleh masyarakat, merupakan salah satu potensi hasil hutan melimpah di kawasan ini. Bulu digunakan sebagai bahan baku pembuatan anyaman dinding rumah maupun untuk kepentingan hajatan budaya seperti 19 Info BPK Manado Volume 3 No 1, Juni 2013 pernikahan. Namun kegiatan ini perlu mendapatkan pengawasan agar penggunaan bulu tidak mengarah pada eksploitasi dengan tujuan konsumtif. Mengingat hutan tangale merupakan kawasan konservasi yang seyogyanya hanya dapat digunakan untuk kegiatan pendidikan, pelatihan, penelitian, pengembangan, dan kegiatan yang menunjang budidaya. Bitule (Dioscorea hispida) Gambar (figure) 5. Sumber plasma nutfah yang dimanfaatkan oleh masyarakat tangale (Source germplasm exploited by tangale community) IV. PENUTUP A. Kesimpulan Masyarakat yang bermukim disekitar Cagar Alam Tangale memanfaatkan tumbuhan alam sebanyak 30 jenis untuk kebutuhan hidup, 24 jenis diantaranya digunakan sebagai tumbuhan obat, dua jenis pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan empat jenis merupakan plasma nutfah sebagai sumber kegunaan lain. Pengolahan ramuan obat masih bersifat sederhana dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit, dimana daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan. Daun nasi, bulu dan woka merupakan sumber plasma nutfah lain yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kepentingan adat dan budaya. Kearifan tradisional ini merupakan menifestasi dari eksistensi dan vitalisasi sebuah kawasan konservasi bagi kelangsungan hidup manusia. 20 Pemanfaatan Tradisional Tumbuhan Alam…… Lis Nurrani B. Saran Pemanfaatan tumbuhan alam sebagai obat tradisional merupakan kearifan lokal masyarakat Tangale yang harus dipertahankan, sebab pengetahuan mengenai jenis-jenis tumbuhan berkhasiat obat sudah semakin langka ditemukan. Kegiatan ini perlu senantiasa mendapatkan pengawasan agar penggunaannya tidak mengarah pada eksploitasi dengan tujuan konsumtif. Mengingat hutan tangale merupakan kawasan konservasi, sehingga budidaya terhadap jenis-jenis tumbuhan obat penting dikembangkan agar tidak mengganggu proses alamiah ekosistem asli kawasan dan memudahkan keperluan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Arini, D.I.D dan S. Tabba. 2010. Potret Cagar Alam Tangale “Yang Kecil dan Terlupakan”. Majalah Silvika 64:58-61. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan. Bogor. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara. 1999. Informasi Kawasan Konservasi di Propinsi Sulawesi Utara. Direktorat Jenderal Pelestarian Hutan dan Konservasi Alam. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Manado. Departemen Kehutanan. 2008. Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Cagar Alam Tangale. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara. Manado Departemen Kehutanan. 1999. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : Nomor. 431/Kpts/VII-4/1992 tanggal 5 Mei 1992. Tentang Penetapan Kawasan Cagar Alam Tangale di Propinsi Sulawesi Utara. Jakarta. Ekowati, E., A.G. Salim., C. Yudilastiantoro dan A. K. Tayeb. 2003. Karakteristik Biofisik, Sosial Konomi, Budaya Dan Kelembagaan Das Limboto di Provinsi Gorontalo. Laporan Hasil Penelitian (Tidak Dipublikasi). Balai Litbang Teknologi Pengelolaan DAS Indonesia Bagian Timur. Makassar. Kiew, R. 2005. Begonias Of Peninsular Malaysia. Natural History Publications (Borneo). Wismah Merdeka. Kota Kinabalu Sabah. Malaysia Krismawati, A. dan M.Sabran, 2004. Pengelolaan Sumberdaya Genetik Tanaman Obat Spesifik Kalimantan Tengah. Buletin Plasma Nutfah 12 (1). Palangkaraya. 21 Info BPK Manado Volume 3 No 1, Juni 2013 Kusumo, S., M. Hasanah, S. Moeljopawiro, M. Thohari, Subandriyo, A. Hardjamulia, A. Nurhadi dan H. Kasim. 2002. Pedoman Pembentukan Komisi Daerah dan Pengelolaan Plasma Nutfah. Komisi Nasional Plasma Nutfah. Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian. Bogor. Nogroho, I.A. 2010. Lokakarya Nasional Tumbuhan Obat Indonesia. Apforgen News Letter Edisi 2 Tahun 2010. http:/// www. forplan.or.id. Diakses tanggal 1 Juni 2012. Rugayah, S. Sunarti dan T. Djarwaningsih. 200. Keanekaragaman Tumbuhan dan Potensinya di Cagar Alam Tangale Gorontalo. Jurnal Teknik Lingkungan 10 (2). Jakarta Setyowati, F.M dan Wardah. 1999. Pemanfaatan berbagai jenis tumbuhaan pada Beberapa Etnis di Sekitar Kawasan TN Bogani Nani Wartabone dan Cagar Alam Gunung Ambang. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Bidang Ilmu Hayati. Bogor. Sunarti, S., Rugayah dan T. Djarwaningsih. 2007. Tumbuhan berpotensi bahan pangan di daerah Cagar Alam Tangale. Biodiversitas 8 (2). Bogor. Tabba, S.. 2008. Analisis Tingkat Degradasi Sub DAS Biyonga Berdasarkan Kriteria Kekritisan Di Kabupaten Gorontalo Propinsi Gorontalo. Skripsi. Program Studi Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. Makassar. Tabba, S., dan L. Nurrani. 2012. Jasa Hasil Hutan Non Kayu Daun Woka Bagi Masyarakat Sulawesi Utara. Majalah Silvika Edisi 71 Bulan September 2012. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan. Bogor. Zuhud, Ervizal A.M., dan A. Hikmat. 2009. Hutan Tropika Indonesia Sebagai Gudang Obat Bahan Alam Bagi Kesehatan Mandiri Bangsa. Bunga Rampai Biofarmaka Kehutanan Indonesia dari Tumbuhan Hutan untuk Keunggulan Bangsa dan Negara. Pusat Litbang Hutan Tanaman. Bogor. 22